Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 2, Februari 2024
EVALUASI
SIK RUMAH SAKIT DI JAWA BARAT DENGAN PENDEKATAN HEALTH METRIC NETWORK
Ani
Kartini
Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Dalam
menghadirkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien melalui transformasi
digital, Kementrian kesehatan menetapkan Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis
Elektronik Bidang Kesehatan dan Strategi Transformasi Digital Kesehatan. Untuk
menentukan strategi implementasi transformasi digital di bidang kesehatan perlu
adanya Evaluasi terhadap penyelenggaraan Sistem Informasi kesehatan (SIK) di
Fasilitas kesehatan dan pengelola data di Dinas Kesehatan kabupaten kota.
Evaluasi SIK bertujuan untuk memastikan SIK berjalan secara efisien, mampu
mengumpulkan informasi yang relevan dan berkualitas sebagai dasar pengambilan
keputusan oleh pemangku kebijakan. Penelitian ini dengan pendekatan kuantitatif
dan kualitatif. Subyek penelitian 27 petugas SIK di Dinkes Kabupaten/kota dan
enam petugas SIK Dinas Kesehatan Provinsi. Pengumpun data kuantitatif melalui
pengisian kuesioner. Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan
modifikasi dari Assessment Tool HMN Versi 4.00.Hasil penelitian 2426 klinik
yang terregistrasi dan dua klinik yang terintegrasi dengan satu sehat, Jumlah
puskesmas berjumlah 1101 Puskesmas dan 417 belum menerapkan RME, 408 Puskesmas
Menerapkan RME Sebagian dan 209 sudah menerapkan RME keseluruhan. Untuk Rumah
sakit di Jawa Barat berjumlah 402 dan baru 51 rumah sakit yang menerapkan RME
dan 4 Rumah sakit sudah terintegrasi dengan satu sehat. Dari hasil penelitian Perlu
perumusan kebijakan dan langkah untuk percepatan transformasi digital kesehatan
di Jawa Barat.
Kata Kunci: Evaluasi, SIK, HMN, Provinsi
Abstract
In providing effective and efficient health services
through digital transformation, the Ministry of Health establishes the
Implementation of an Electronic-Based Government System in the Health Sector
and a Health Digital Transformation Strategy. To determine the implementation
strategy of digital transformation in the health sector, it is necessary to
evaluate the implementation of the Health Information System (SIK) in health
facilities and data managers at the City District Health Office. SIK evaluation
aims to ensure that SIK runs efficiently, is able to collect relevant and
quality information as a basis for decision making by policy makers. This
research is with quantitative and qualitative approaches. The subjects of the
study were 27 SIK officers at the District/City Health Office and six SIK
officers at the Provincial Health Office. Collecting quantitative data through
filling out questionnaires. Analysis of research data was carried out using
modifications of the HMN Assessment Tool Version 4.00.The results of the study
were 2426 registered clinics and two clinics integrated with one healthy, the
number of puskesmas amounted to 1101 Puskesmas and 417 had not implemented RME,
408 Puskesmas implemented partial RME and 209 had implemented overall EMR. For
hospitals in West Java, there are 402 and only 51 hospitals have implemented
RME and 4 hospitals have been integrated with one healthy. From the results of
the study, it is necessary to formulate policies and steps to accelerate the
digital transformation of health in West Java.
Keywords:
Evaluation, SIK, HMN, Province
Pendahuluan
Sistem informasi kesehatan (SIK) merupakan upaya untuk mengintegrasikan pengumpulan data, pengolahan, pelaporan, dan penggunaan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi implementasi program kesehatan melalui manajemen yang lebih baik di semua tingkat administrasi layanan kesehatan (Prasetyo et al., 2022). Di era revolusi industri 4.0, teknologi digital menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan sistem informasi kesehatan (Sujadi, 2019). Transformasi digital bidang kesehatan di Indonesia mendorong berbagai pemangku kepentingan, terutama fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi secara efektif dan efisien (Firdaus et al., 2021). Teknologi digital digunakan pada hampir semua pilar sistem kesehatan. Sistem informasi manajemen logistik dan aset kesehatan, manajemen sumber daya manusia, pelayanan kesehatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, memanfaatkan teknologi digital untuk mempermudah pengumpulan data, analisis dan pengambilan keputusan berbasis bukti (Naryanti et al., 2023). Dengan teknologi digital pengelolaan sistem informasi kesehatan secara keseluruhan dapat dilakukan lebih efektif dan efisien (Walsh et al., 2020). Namun, sebagai negara yang desentralisasi, teknologi digital dikelola secara bertingkat dan cenderung terfragmentasi baik di tingkat Kementerian Kesehatan maupun sub-nasional. Berbagai inovasi digital dikembangkan dan digunakan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan, dinas kesehatan, dan program kesehatan di unit utama Kementerian Kesehatan (Krasuska et al., 2020).
Penguatan sistem informasi kesehatan dengan memanfaatkan teknologi digital, secara keseluruhan memerlukan suatu upaya intervensi pada berbagai aspek baik teknis maupun non-teknis (Gomes & Romão, 2018). Faktor pendukung dan penghambat perlu diidentifikasi melalui proses penilaian yang sistematis untuk memberikan gambaran kesenjangan pelaksanaan SIK yang memerlukan intervensi (Liaw et al., 2021). Di banyak negara, penilaian kapasitas SIK menjadi salah satu strategi untuk mengidentifikasi kesenjangan, yang saat ini berkembang menjadi model penilaian kematangan kesehatan digital (Nyangena et al., 2021). Model penilaian ini berguna dalam menetapkan dasar pengukuran yang sistematis untuk 1 menggambarkan tingkat kematangan sistem kesehatan digital dalam hal sumber daya manusia, proses bisnis, teknologi, dan kemampuan organisasi; 2 memfasilitasi pengambil kebijakan untuk menetapkan target tingkat kematangan kesehatan digital di masa mendatang; dan 3 menginformasikan perkembangan rencana perbaikan untuk mewujudkan sistem kesehatan digital yang lebih baik (Biru et al., 2022). Sangat penting untuk melakukan penilaian kondisi kematangan digital saat ini sehingga dapat mengetahui celah perbaikan yang diperlukan di Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan pada Dinas Kesehatan yaitu masalah ketepatan waktu dan ketanagaan sistem informasi kesehatan yang belum sesuai dengan kompetensinya. Hal ini terlihat dari rekapitulasi laporan Sistem Informasi Kesehatan Daerah pada Dinas Kesehatan dan keterlambatan dalam penyusunan Profil Kesehatan. Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut tentunya akan berpotensi menyebabkan terganggunya pelaksanaan SIK di Provinsi Jawa Barat. Hal ini menjadi alasan untuk kemudian dilakukannya evaluasi dalam sistem informasi kesehatan di di Provinsi Jawa Barat sebagai upaya dalam peningkatan kualitas data kesehatan yang diharapkan dapat menjadi langkah penting untuk meningkatkan mutu kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, Dinas Kesehatan melalui tim transformasi digital melaksanakan penilaian kematangan digital untuk sektor kesehatan. Kegiatan penilaian kematangan digital ini merupakan bagian dari rencana strategis Dinas Kesehatan sebagai upaya mensinkronkan kegiatan transformasi digital di tingkat Kementerian Kesehatan, Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan. Penilaian ini bertujuan untuk melihat kondisi terkini dari proses transformasi digital yang sekaligus mengidentifikasi kesenjangan pelaksanaan sistem informasi kesehatan di Provisi Jawa Barat. Dengan mengetahui kesenjangan tersebut, rencana aksi atau intervensi dapat dilaksanakan untuk mendukung percepatan transformasi digital di sektor kesehatan baik secara nasional maupun Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
Kerangka Health Metric Networks (HMN) digunakan sejak tahun 2007 dan terakhir dilakukan pada tahun 2018 (Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemenkes, 2022). Penilaian kapasitas SIK dilakukan sampai tingkat sub-nasional, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Model penilaian menggunakan instrumen semi-tertutup namun dilakukan dengan metode observasi atau kunjungan lapangan. Instrumen HMN digunakan untuk menilai status SIK dan kinerja SIK dari waktu ke waktu, memberikan informasi status SIK terhadap semua Kematangan Digital Bidang Kesehatan Level Makro di Indonesia 21 Pendahuluan pemangku kepentingan, menentukan prioritas penguatan SIK nasional dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk peningkatan kapasitas SIK, baik nasional maupun sub-nasional. Instrumen HMN menilai penyelenggaraan SIK dari 6 aspek utama yaitu 1 Sumber Daya, 2 Indikator kesehatan, 3 Sumber Data, 4 Manajemen Data, 5 Kualitas Data dan 6 Diseminasi dan pemanfaatan data rutin kesehatan.
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisa Pelaksanaan Sistem Informasi Kesehatan dengan Pendekatan Health Metrics Network (HMN) di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2023.
Metode Penelitian
Keberhasilan dan ketepatan suatu hasil penelitian sebagian besarditentukan oleh metode yang digunakan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif evaluatif, yaitu mengambarkan penyelengaraan SIK di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan mengevaluasi penyelenggaraan SIK dengan menggunakan standar yang ditentukan dalam HMN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method, yaitu denganmengkombinasikan atau menggabungkan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan obyektif (Sugiyono, 2019).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sequential explanatory design, dimana pada tahap awal dilakukan pengumpulan dan analisis data kuantitatif, kemudian dilakukan pengumpulan dan analisa data kualitatif berdasarkan pada hasil-hasil yang telah diperoleh pada tahap awal. Data kualitatif digunakan untuk menjelaskan data kuantitatif. Data kuantitatif didapatkan melalui kegiatan pengisian kuesioner berdasarkan tools Health Metrics Network (HMN) versi 4.0, sementara data kualitatif diperoleh melalui kegiatan wawancara mendalam. Berbagai metode penilaian kematangan digital tersedia dan dapat digunakan baik skala nasional maupun sub-nasional. Kementerian Kesehatan sejak tahun 2007 menggunakan Health Metric Networks (HMN) untuk menilai kapasitas penyelenggaraan sistem informasi kesehatan (SIK) sampai level Kabupaten/Kota. Beberapa instrumen lain telah digunakan seperti Global Digital Health Index (GDHI) dan Survey, Count, Optimize, Review, Enable (SCORE) yang menilai kapasitas SIK pada hampir semua elemen utama dari sistem informasi kesehatan.
Proses pemetaan terhadap berbagai instrumen penilaian kematangan digital menunjukkan terdapat 12 parameter penting yang mencakup tata kelola dan kepemimpinan; strategi, investasi dan pembiayaan; kebijakan dan regulasi; aplikasi, standar data dan interoperabilitas; sumber daya manusia dan kemampuan analis serta penggunaan informasi kesehatan yang tepat untuk pengambilan keputusan strategis. Dengan memanfaatkan the Navigator for Digital Health Capability Models (disingkat Navigator), tim penilai kematangan digital telah menentukan instrumen berbasis model kematangan digital yang paling tepat dengan mempertimbangkan penilaian kematangan digital yang pernah dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kesehatan digital di tingkat nasional dan tingkat sub-nasional.
The HIS Stages of Continuous Improvement atau SOCI merupakan salah satu instrumen yang dapat mengakomodasi semua parameter penting kematangan digital pada tingkat nasional dan sub-nasional, bersifat terbuka dan komprehensif yang memungkinkan untuk diadopsi di Indonesia. SOCI sudah digunakan di berbagai negara seperti Serbia, Ethiopia, Uganda dan Namibia. Di Indonesia, pendekatan penilaian mandiri yang melibatkan tingkat Kementerian Kesehatan dan sub-nasional menjadi pertimbangan penting agar dapat digunakan dinas kesehatan baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mengetahui celah penguatan sistem informasi kesehatan dan merencanakan intervensi secara mandiri di level masing- masing. Selain itu pertanyaan semi tertutup memungkinkan analisis data secara deskriptif dapat dengan mudah ditampilkan dan diinterpretasikan oleh masing- masing pengguna.
Hasil dan
Pembahasan
Tabel 1. Rata-rata
Indeks Maturitas Didital di RS Kabupaten / Kota di jawa Barat tahun 2022- 2023
Komponen Maturitas Digital Rumah Sakit |
2022 |
2023 |
Komponen I: Sistem
Informasi dan Infrastruktur |
3.25 |
3.17 |
Komponen II: Standar
dan Interoperabilitas |
2.53 |
2.77 |
Komponen III: Manajemen Sumber Daya SI |
2.8 |
2.84 |
Komponen IV: Data
Analitik |
1.9 |
1.97 |
Komponen V: Kompetensi, Keterampilan dan Penggunaan |
3.01 |
2.98 |
Komponen VI: Keamanan, Privasi dan Kerahasiaan Data |
2.49 |
2.9 |
Komponen VII: Rekam
Medis Elektronik |
2.66 |
3.14 |
Nilai rata-rata |
2,66 |
2,82 |
Level kematangan digital menunjukkan di Rumah sakit di jawa barat berada pada level rata-rata 2,66 pada tahun 2022 dan index pada tahun 2023 meningkat sebanyak 0,16 dari tahun sebelumnya. Level kematangan digital 2,82 mengindikasikan kegiatan SIK berada pada level perulangan (“repeated”) menuju terdefinisi (“defined”). Kegiatan pengumpulan data rutin, analisis, pelaporan secara rutin sesuai indikator kesehatan sudah dilakukan secara rutin. Jumlah data yang terintegrasi dan dapat diakses sudah tersedia terutama untuk indikator standar pelayanan minimal yang sebagian besar prosedur pengelolaan data dan informasi terfragmentasi berdasarkan masing-masing program kesehatan. Kebutuhan penguatan SIK sesuai dengan fungsionalitas yang diharapkan telah diidentifikasi, termasuk penggunaan standar dan interoperabilitas antar sistem informasi. Kegiatan penguatan SIK tersebut dimulai dari program transformasi digitaldi sektor kesehatan yang sudah berjalan, namun skalanya masih terbatas.
Gambar 1. Data Visualisasi Indeks
Maturitas Digital
Level kematangan digital menunjukkan di Rumah sakit di jawa barat berada pada level rata-rata 2,82 pada tahun 2023 meningkat sebanyak 0,16 dari tahun sebelumnya. Komponen yang bernilai 3 pada indeks maturitas digital pada tahun 2023 diantaranya Sistem Informasi dan Infrastruktur, komponen rekam medis, Kompetensi keterampilan dan penggunaan. Komponen yang bernilai 2 diantaranya komponen manajemen sumberdaya SI, Komponen standar dan Interoperabilitas. Komponen yang bernilai 1 yaitu Komponen Data analitik.
Indeks Maturitas Digital Rumah Sakit
Komponen I: Sistem Informasi dan Infrastruktur Rumah Sakit di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat
Tabel 1.
Indikator Sistem Informasi
dan Infrastruktur Rumah Sakit
Indikator Sistem
Informasi dan Infrastruktur Rumah Sakit |
2022 |
2023 |
I.A.1. Arsitektur Sistem
Informasi Dasar RS mencakup Subsistem atau Modul sebagai berikut: (Bisa memilih lebih
dari 1 jawaban) |
4.7 |
3.9 |
I.B.1. Arsitektur Sistem
Manajemen (back-office) RS mencakup Subsistem atau Modul sebagai berikut |
4.8 |
4.5 |
I.C.1. Bagaimana ketersediaan jaringan internet di rumah sakit? |
4.1 |
3.9 |
Indikator Sistem
Informasi dan Infrastruktur Rumah Sakit |
2022 |
2023 |
I.C.2. Sejauh mana infrastruktur komunikasi data
elektronik tersedia di rumah sakit Anda? |
3.1 |
2.9 |
I.C.3. Inovasi teknologi informasi dan komunikasi apa
yang sudah diterapkan di rumah sakit? |
1.7 |
1.8 |
I.D.1. Sejauh mana infrastruktur komunikasi data
elektronik tersedia di rumah sakit Anda? |
3.2 |
3.1 |
I.D.2. Bagaimana Unit IT menyiapkan bantuan/ support
teknis terhadap penerapan sistem informasi rumah sakit ? |
3.3 |
3.4 |
I.D.3. Bagaimana pemeliharaan sistem informasi yang sejauh
ini dilakukan di rumah sakit? |
3.8 |
4 |
I.E.1. Bagaimana unit IT memfasiltiasi
interoperabilitas dan pelaporan rutin |
2.4 |
2.5 |
I.E.2. Bagaimana penerapan bridging SI dengan aplikasi
pengelolaan manajemen di RS? |
2.3 |
2.1 |
I.E.3. Bagaimana penerapan bridging SI dengan aplikasi
pelayanan pasien di RS? |
2.1 |
2.3 |
I.F.1. Bagaimana pengadaan infrastruktur sistem
informasi yang dilakukan rumah sakit? |
3.5 |
3.6 |
Rata-rata |
3,25 |
3,17 |
Level kematangan digital Indeks Maturitas Digital Rumah Sakit Komponen I: Sistem Informasi dan Infrastruktur Rumah Sakit di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berada pada level rata-rata pada tahun 2022 berada di indeks 3,25 dan pada tahun 2023 berada di indeks 3,17 menurun sebanyak 0,8 dari tahun sebelumnya. Level kematangan digital 3,17 mengindikasikan kegiatan SIK berada pada level terdefinis (“defined”). Kegiatan pengumpulan data rutin, analisis, pelaporan secara rutin sesuai indikator kesehatan sudah dilakukan secara rutin.
Kegiatan SIK dan pedoman pengelolaan SIK tersedia yang disetujui dan disesuaikan dengan rencana strategis organisasi. Terjadi peningkatan kolaborasi antar program kesehatan dan berbagi pakai data rutin kesehatan. Metode dan sistem informasi inovatif mulai diimplementasikan dan digunakan untuk mengelola data dan informasi kesehatan, serta memperluas kemampuan fungsional dari SIK untuk berbagai tujuan strategis
Gambar 2.
Kemampuan Fungsional Dari SIK
Monitoring Komponen
II: Standar dan Interoperabilitas
Tabel 3.
Monitoring Komponen II: Standar dan Interoperabilitas
32 - JAWA
BARAT |
||
Indikator |
2022 |
2023 |
II.A.1. Bagaimana sistem pertukaran data kesehatan di dalam organisasi berjalan? |
3.1 |
3.4 |
II.B.1. Bagaimana sistem pertukaran data
kesehatan organisasi dengan
provider lain selama ini berjalan? |
2.6 |
2.8 |
II.B.2. Bagaimana proses pertukaran data
individu di rumah sakit? |
1.9 |
2.1 |
Rata-Rata |
2,5 |
2,8 |
Level kematangan digital pada Komponen II: Standar dan Interoperabilitas menunjukkan di Rumah sakit di jawa barat berada pada tahun 2022 level indeks rata-rata 2,5 pada tahun 2023 level indeks 2,8 meningkat sebanyak 0,3 dari tahun sebelumnya. Komponen yang bernilai 2 pada indeks maturitas digital pada tahun 2023 diantaranya Sistem Informasi dan Infrastruktur, komponen rekam medis, Kompetensi keterampilan dan penggunaan. Komponen yang bernilai 2 diantaranya komponen manajemen sumberdaya SI, Komponen standar dan Interoperabilitas. Komponen yang bernilai 1 yaitu Komponen Data analitik.
Gambar 3. Monitoring Komponen II:
Standar dan Interoperabilitas
Monitoring Komponen
III: Manajemen dan Tatakelola Sistem Informasi Rumah
Tabel 4. Monitoring Komponen III:
Manajemen dan Tatakelola Sistem Informasi Rumah
32 - JAWA
BARAT |
||
Indikator |
2022 |
2023 |
III.A.1.
Apakah rumah sakit memiliki rencana strategis atau Roadmap Sistem Informasi/Teknologi informasi (SI/TI)? |
2.9 |
2.7 |
III.A.3. Bagaimana tindakan monitoring dan evaluasi
atas implementasi rencana
strategis TI yang
ada di rumah
sakit Anda ? |
2.8 |
2.9 |
III.B.1. Bagaimana tatakelola sistem informasi rumah sakit di tempat Anda? |
2.8 |
2.7 |
III.B.3. Bagaimana pola penilaian atau evaluasi
terhadap proses tata
kelola sistem informasi rumah sakit di tempat Anda? |
2 |
2.6 |
III.B.4. Bagaimana regulasi dan kebijakan terkait SIK yang
dijadikan acuan organisasi? |
3.4 |
3.2 |
III.C.1. Bagaimana rumah sakit mengalokasikan SDM untuk mengelola SIMRS di rumah sakit |
2.4 |
2.3 |
III.C.3. Bagaimana ketersediaan unit IT dan jumlah
SDM IT di RS ? |
3.2 |
3.8 |
III.C.4. Apakah
rumah sakit memiliki perencanaan pengembangan
kapasitas untuk tim IT
? |
2.4 |
2.2 |
III.D.1. Bagaimana dukungan pendanaan terhadap pengembangan TI ? |
3.3 |
3.2 |
Rata-rata |
2,8 |
2,8 |
Hasil penilaian kematangan digital domain kualitas dan penggunaan data menunjukkan nilai rata-rata 2,8 Hampir semua program kesehatan memilikisistem informasi untuk mengelola data rutin dan menyediakan output informasi yang diperlukan ke berbagai pemangku kepentingan. Sudah tersedia mekanisme integrasi data agregat dari sebagian program kesehatan prioritas, terutama untuk memantau indikator penting seperti indikator standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan. Kualitas data kesehatan dievaluasi setiap tahun dengan pendekatan top-down dan terbatas pada daerahyang terpilih. Penilaian kualitas data belum jadi aktivitas rutin SIK. Pendekatan analisa statistik untuk menghubungkan data antar program masih jarang dilakukan dan terbatas pada kejadian kesehatan tertentu seperti COVID-19. Pada level 2 Kegiatan SIK yang dimaksud sudah tersedia atau dapat diakses, namun kegiatan tersebut hanya berdasarkan aktivitas sebelumnya dan tidak ada pengembangan. Kebutuhan untuk pengelolaan SIK sesuai standar dan kemampuan fungsional dari SIK sudah diketahui organisasi. Kegiatan rutin SIK dan upayanya sudah mulai masuk dalam kegiatan organisasi saat ini.
Gambar 4. Monitoring Komponen III: Manajemen dan Tatakelola Sistem Informasi Rumah
32 - JAWA
BARAT |
||
Indikator |
2022 |
2023 |
IV.A.1. Bagaimana kondisi pengumpulan data
pelayanan dan administrasi di Rumah Sakit saat ini |
2.1 |
2.2 |
IV.A.2.
Bagaimana pengolahan data pasien dilakukan
untuk mendukung pelayanan dan manajemen rumah sakit? |
1.8 |
1.6 |
IV.A.3. Bagaimana staf rumah sakit
dapat menggunakan data dari sistem informasi di
Rumah Sakit Anda ? |
2.7 |
2.7 |
IV.A.4. Apakah
kualitas data rutin
rumah sakit dievaluasi (kelengkapan, konsistensi, relevansi)? |
1.7 |
1.8 |
IV.B.1. Bagaimana sistem pengelolaan data
besar di rumah sakit ? |
1.8 |
1.8 |
IV.B.2. Seberapa cukup sumber daya yang dialokasikan untuk mengolah data besar rumah sakit |
1.3 |
1.7 |
Rata-rata |
1,9 |
2,0 |
Level kematangan digital Indeks Maturitas Digital Rumah Sakit Komponen IV: Data Analitik di Rumah Sakit di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat berada pada level rata-rata pada tahun 2022 berada di indeks 1,9 dan pada tahun 2023 berada di indeks 2,0 meningkat sebanyak 2,0 dari tahun sebelumnya. Level kematangan digital 2,0 mengindikasikan kegiatan SIK berada pada level terdefinis (“defined”). Kegiatan pengumpulan data rutin, analisis, pelaporan secara rutin sesuai indikator kesehatan sudah dilakukan secara rutin. Pengulangan (repeated) Kegiatan SIK yang dimaksud sudah tersedia atau dapat diakses, namun kegiatan tersebut hanya berdasarkan aktivitas sebelumnya dan tidak ada pengembangan. Kebutuhan untuk pengelolaan SIK sesuai standar dan kemampuan fungsional dari SIK sudah diketahui organisasi. Kegiatan rutin SIK dan upayanya sudah mulai masuk dalam kegiatan organisasi saat ini. Berdasarkan hasil penelitian dan teori terkait peneliti berasumsi bahwa komponen manajemen data yang masuk dalam kategori ada tapi tidak adekuat menandakan bahwa pengelolaan manajemen data pada Dinas Kesehatan belum cukupmemadai. Untuk meningkatkan pengelolaan data yang optimal tentunya dibutuhkan sistem informasi yang terintegrasi melalui aplikasi atau software. Dengan menggunakan Sistem Informasi Terintegrasi, maka layanan kesehatan dapat lebih efektif dan efisien dalam mengelola data-data yang dibutuhkan selama operasional. Mulai dari laporan kesehatan pasien, rekam medis, daftar stok obat-obatan, hingga manajemen seluruh karyawan yang ada. Manfaat ini penting untuk dipertimbangkan sebab jelas dapat meningkatkan produktivitas, sehingga layanan kesehatan dapat diberikan secara lebih optimal dan dapat menyediakan data secara cepat, lengkap dan akurat.
Monitoring Komponen
V: Kompetensi SDM, Keterampilan dan Penggunaan Sistem Informasi Rumah Sakit
Tabel 6. Monitoring Komponen V:
Kompetensi SDM, Keterampilan dan Penggunaan Sistem Informasi Rumah Sakit
32 - JAWA BARAT |
||
|
2022 |
2023 |
V.A.1. Bagaimana penguasaan digital literasi bagi
petugas |
4.1 |
4.1 |
V.A.2. Seberapa besar persentase staff
RS yang menggunaan sistem informasi rumah sakit? |
3.6 |
3.4 |
V.A.3. Bagaimana staf
di rumah sakit
menggunakan sistem informasi? |
3 |
2.8 |
V.A.4. Sejauh mana
staf di rumah
sakit dilibatkan dalam
pengembangan sistem informasi? |
3.1 |
2.8 |
V.B.1. Bagaimana persepsi petugas terhadap kemudahan sistem informasi rumah
sakit? |
4 |
4.1 |
V.B.2.
Apakah user experience dievaluasi untuk menyempurnakan sistem informasi? |
2.7 |
2.8 |
V.B.3. Bagaimana persepsi petugas terhadap kebermanfaatan sistem informasi rumah sakit? |
3.9 |
3.8 |
V.C.1. Sejauh mana antusiasme tenaga medis dalam menggunaan sistem
infromasi rumah sakit? |
3.3 |
3.6 |
V.C.2. Bagaimana mekanisme insentif yang dilakukan rumah sakit terhadadp penggunaan sistem? |
2.5 |
2.8 |
V.C.3.
Bagaimana organisasi memastikan pengguna mampu pemanfaatan sistem informasi rumah sakit? |
3.2 |
3.2 |
V.D.1.
Bagaimana mekanisme manajemen pengetahuan yang dilakukan organisasi untuk
meningkatkan pemahaman TI yang ada |
2.5 |
2.1 |
V.D.2.
Sejauh mana masing-masing unit rumah sakit terlibat dalam perencanaan dan pengembangan sistem informasi? |
2.2 |
2.1 |
Rata-rata |
3,08 |
3,05 |
Secara umum, pada domain Manajemen Sumberdaya SIK masing-masing kelompok
mempersepsikan manajemen SIK dan sumber daya manusia masih perlu banyak
dikembangkan. Hasil konsensus mengindikasikan skor rata-rata 3,08 (skala 0-5),
sedangkan hasil rata-rata DMI tingkat Kemenkes dan sub-nasional masing-masing
sebesar 3,05 Beberapa temuan menarik adalah perlunya kejelasan jenjang karir
bagi SDM yang mengelola sistem informasi di daerah danpengalokasian SDM dengan
latar belakang IT. SDM dengan latar belakang kesehatan perlu didukung dengan
program peningkatan kapasitas yang memadai untuk menjawab kebutuhan
transformasi digital. Selain jumlah dan kompetensi SDM, beberapa dinas
kesehatan menyebutkan bahwa alokasi anggaran untuk mengelola SIK tidak banyak
dan cenderung pengelolaan data dan informasi kesehatan ada di masing-masing
program kesehatan.
Gambar 6. Monitoring Komponen V: Kompetensi
SDM, Keterampilan dan Penggunaan Sistem Informasi Rumah Sakit
Monitoring Komponen
VI: Keamanan, Privasi dan Kerahasiaan Data
Tabel 7.
Monitoring Komponen VI: Keamanan, Privasi dan Kerahasiaan Data
32 - JAWA BARAT |
||
|
2022 |
2023 |
VI.A.1. Sejauh mana
kebijakan keamanan sistem
informasi yang diterapkan di Rumah Sakit Anda? |
2.7 |
2.8 |
VI.A.2. Sejauh mana
investasi rumah sakit
dialokasikan untuk meningkatkan keamanan sistem informasi di Rumah Sakit Anda |
2.2 |
3.2 |
VI.A.3. Apakah tes keamanan sistem informasi
rumah sakit dijalankan di tempat
Anda? |
2.1 |
2.6 |
VI.A.4. Bagaimana penerapan kebijakan keamanan sistem
informasi rumah sakit
di tempat Anda? |
2.3 |
3.1 |
VI.B.1. Bagaimana organisasi menjamin prosedur teknis
penerapan dan pemanfaatan TI/SI berjalan dengan efektif? |
3 |
3 |
VI.B.2. Bagaimana organisasi mengukur tingkat pemenuhan penggunaan TI/SI terhadap kepatuhan kebijakan/prosedur yang ditetapkan |
2.6 |
2.7 |
32 -
JAWA BARAT |
||
|
2022 |
2023 |
VI.B.3. Bagaimana mekanisme antisipasi terhadap pelanggaran keamanan sistem informasi rumah sakit di tempat Anda? |
2.5 |
2.9 |
Rata-Rata |
2,5 |
2,9 |
Hasil konsensus penilaian kematangan digital domain kualitas dan penggunaan data menunjukkan nilai rata-rata 2,5 dan 2023 sebesr 2,9, tidak jauh berbeda Hampir semua program kesehatan memilikisistem informasi untuk mengelola data rutin dan menyediakan output informasi yangdiperlukan ke berbagai pemangku kepentingan. Sudah tersedia mekanisme integrasi data agregat dari sebagian program kesehatan prioritas, terutama untuk memantau indikator penting seperti indikator standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan. Kualitas data kesehatan dievaluasi setiap tahun dengan pendekatan top-down dan terbatas pada daerahyang terpilih. Penilaian kualitas data belum jadi aktivitas rutin SIK. Pendekatan analisa statistik untuk menghubungkan data antar program masih jarang dilakukan dan terbatas pada kejadian kesehatan tertentu seperti COVID-19.
Gambar 7.
Monitoring Komponen VI: Keamanan, Privasi dan Kerahasiaan Data
Pembahasan
Hasil penelitian tersebut
menggambarkan tingkat kematangan digital rumah sakit di Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2022 dan 2023. Dalam analisis tersebut, beberapa
komponen penting dari maturitas digital dievaluasi, termasuk Sistem Informasi
dan Infrastruktur, Standar dan Interoperabilitas, Manajemen Sumber Daya Sistem
Informasi (SI), Data Analitik, Kompetensi SDM, Keterampilan, dan Penggunaan
Sistem Informasi, serta Keamanan, Privasi, dan Kerahasiaan Data.
Pada tahun 2022, rata-rata
indeks maturitas digital rumah sakit berada pada level 2,66. Namun, pada tahun
2023, indeks tersebut meningkat menjadi 2,82, menunjukkan peningkatan sebesar
0,16 dari tahun sebelumnya. Hal ini menandakan adanya perbaikan dalam
kematangan digital rumah sakit di wilayah tersebut.
Dalam analisis
komponen-komponen maturitas digital, terlihat bahwa beberapa komponen mengalami
peningkatan dari tahun 2022 ke 2023, sementara beberapa komponen lain mengalami
penurunan. Komponen-komponen yang mengalami peningkatan termasuk Sistem
Informasi dan Infrastruktur, Rekam Medis Elektronik, dan Kompetensi,
Keterampilan, dan Penggunaan Sistem Informasi. Sementara itu, komponen-komponen
seperti Standar dan Interoperabilitas, serta Data Analitik, masih
memperlihatkan nilai yang relatif rendah.
Peningkatan ini menunjukkan
adanya upaya dalam mengembangkan infrastruktur teknologi informasi dan
meningkatkan kompetensi serta pemanfaatan sistem informasi di rumah sakit.
Namun, masih terdapat tantangan dalam implementasi standar, interoperabilitas
antar sistem informasi, manajemen data, dan keamanan informasi.
Untuk meningkatkan kematangan
digital rumah sakit, diperlukan langkah-langkah strategis seperti pengembangan
infrastruktur teknologi informasi yang lebih baik, peningkatan kualitas data
analitik, pengembangan kompetensi SDM dalam pemanfaatan sistem informasi, serta
peningkatan keamanan dan privasi data. Selain itu, kolaborasi antar rumah sakit
dan pemangku kepentingan lainnya juga diperlukan untuk mengatasi tantangan
dalam implementasi teknologi informasi di sektor kesehatan.
Kesimpulan
Beberapa upaya dan
dukungan untuk transformasi digital telah dibahas dalam, antara lain; (1) penyusunan
regulasi: Upaya dilakukan untuk mempercepat transformasi digital di sektor
kesehatan dengan menyusun regulasi yang mendukung, seperti penggunaan rekam
medis elektronik dan interoperabilitas sistem informasi, (2) peran strategis
asosiasi profesi: Asosiasi profesi memiliki peran penting dalam
mendiseminasikan kebijakan transformasi digital, meningkatkan kapasitas tenaga
rekam medis dan dokter terkait teknologi informasi, serta mengembangkan standar
operasional prosedur terkait rekam medis elektronik, (3) integrasi layanan dan
sistem informasi: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat berupaya
mengintegrasikan layanan primer dalam kluster manajemen, dengan bekerja sama
dengan tim Pusdatin dan DTO, (4) standar dan interoperabilitas: Penggunaan
standar terminologi dan klasifikasi data kesehatan, seperti ICD-10 dan ICD-9CM,
serta pengembangan standar data lainnya untuk meningkatkan interoperabilitas
sistem informasi, (5) penyediaan SDM: Penyediaan tenaga teknologi informasi
melalui skema Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan pembentukan Digital
Transformation Office (DTO) untuk mempercepat transformasi digital di sektor
kesehatan, dan (6) peran mitra pembangunan: Peran aktif beberapa mitra
pembangunan, seperti World Bank, CDC, WHO, USAID, dan UNDP, dalam mendukung
transformasi digital di sektor kesehatan melalui berbagai kegiatan, teknis, dan
pengembangan sistem informasi.
Biru, A., Birhan, D., Melkamu, G., Gebeyehu, A., &
Omer, A. M. (2022). Pathways to improve health information systems in Ethiopia:
current maturity status and implications. Health Research Policy and Systems,
20(1), 78.
Cahyaningrum, N. (2016).
Evaluasi Penerapan Sistem Komputerisasi Pendaftaran Pasien Di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (Bbkpm) Surakarta. Infokes: Jurnal Ilmiah
Rekam Medis dan Informatika Kesehatan, 6(2).
Driyah, S., & Herawati,
M. H. (2021). Evaluasi Sistem Informasi Jaminan Kesehatan Nasional (SIK-JKN) di
Puskesmas: Sub Study Tematik Risfaskes 2019. Prosiding Seminar Nasional
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta 2021.
Firdaus, I. T., Tursina,
M. D., & Roziqin, A. (2021). Transformasi Birokrasi Digital Di Masa Pandemi
Covid-19 Untuk Mewujudkan Digitalisasi Pemeritahan Indonesia. Kybernan:
Jurnal Studi Kepemerintahan, 4(2), 226–239.
Gomes, J., & Romão,
M. (2018). Information system maturity models in healthcare. Journal of
Medical Systems, 42(12), 235.
Johnston, D. S. (2017). Digital maturity: are we ready to use technology in the NHS?. Future healthcare journal, 4(3), 189.
Krasuska, M., Williams,
R., Sheikh, A., Franklin, B. D., Heeney, C., Lane, W., Mozaffar, H., Mason, K.,
Eason, S., & Hinder, S. (2020). Technological capabilities to assess
digital excellence in hospitals in high performing health care systems:
international eDelphi exercise. Journal of Medical Internet Research, 22(8),
e17022.
Kusumawati,
E. (2016, August). Training Management Effectiveness. In 6th International Conference on Educational, Management, Administration
and Leadership (pp. 59-62). Atlantis Press.
Liaw, S.-T., Zhou, R.,
Ansari, S., & Gao, J. (2021). A digital health profile & maturity
assessment toolkit: cocreation and testing in the Pacific Islands. Journal
of the American Medical Informatics Association, 28(3), 494–503.
Naryanti, I., Anurogo,
D., Milah, A. S., Putri, N. G. K., Ashari, A., & Pratama, R. (2023). Dasar-Dasar
Manajemen Kesehatan. Lakeisha.
Nyangena, J., Rajgopal,
R., Ombech, E. A., Oloo, E., Luchetu, H., Wambugu, S., Kamau, O., Nzioka, C.,
Gwer, S., & Ndirangu, M. N. (2021). Maturity assessment of Kenya’s health
information system interoperability readiness. BMJ Health & Care
Informatics, 28(1).
Prasetyo, N. N., Pratama,
E. P. P. A., Pratama, P. H., Rosmayani, P. A., & Istanti, N. D. (2022).
Peran Sistem Informasi Kesehatan Berbasis Website dalam Mendukung
Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Jurnal Ilmu Kedokteran
Dan Kesehatan Indonesia, 2(3), 71–79.
Pusat Data dan Teknologi
Informasi Kemenkes. (2022). Pengalaman Penilaian Kapasitas Sistem Informasi
Kesehatan di Indonesia.
Sugiyono. (2019). Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. Alfabeta.
Sujadi, I. (2019). Peran
pembelajaran matematika pada penguatan nilai karakter bangsa di era revolusi
industri 4.0. Prosiding Silogisme, 1(1).
Walsh, J. M., Borycki, E.
M., & Kushniruk, A. W. (2020). Effects of electronic medical record
downtime on patient safety, downtime mitigation, and downtime plans. International
Journal of Extreme Automation and Connectivity in Healthcare (IJEACH), 2(1),
161–186.
Copyright holder: Ani Kartini (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |