Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol.7, No. 11, November 2022

 

PELAKSANAAN TINDAKAN PENARIKAN PAKSA KENDARAAN BERMOTOR OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN KARENA KREDIT MACET DALAM PERSPEKTIF HUKUM

 

Hidayati

Fakultas hukum, Universitas Borobudur, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Untuk membeli kendaraan bermotor saat ini sangat mudah karena penyedia barang bisa diperoleh melalui kredit, jaminan atas utang dalam perjanjian kredit yang dibuat dijamin dengan kendaraan yang dibelinya dengan menggunakan Jaminan Fidusia, sehingga pihak kreditor memiliki kenyamanan dalam mengucurkan dananya dan konsumen pun menjadi sangat diuntungkan, karena kendaraan tersebut tetap dapat dipergunakan dengan leluasa. Namun tidak selamanya perjanjian tersebut berjalan terlaksana antara para pihak karena ada kalanya salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya sebagai mana mestinya sehingga cidera janji, sehingga penerima fidusia pada akhirnya melakukan eksekusi terhadap objek fidusia yang sekaligus menjadi jaminan dalam perjanjian pembiayaan tersebut. Penarikan kendaraan bermotor secara paksa merupakan salah satu jenis permasalahan yang paling banyak dialami oleh Konsumen. Rumusan masalah Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen atas tindakan pengambilan paksa kendaraan bermotor oleh Lembaga Pembiayaan. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam membahas masalah penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif � empiris sehingga menghasilkan kesimpulan Perlindungan hukum terhadap debitur dalam eksekusi penarikan paksa kendaraan bermotor sebagai barang jaminan yaitu dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130PMK.0102012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang dengan tegas melarang perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan.

 

Kata kunci: Tindakan penarikan paksa, Kendaraan bermotor, Kredit macet.

 

Abstract

To buy a motor vehicle is now very easy because the provider of goods can be obtained through credit, collateral for debts in credit agreements made guaranteed by the vehicle they buy using Fiduciary Guarantee, so that creditors have comfort in disbursing their funds and consumers also benefit greatly, because the vehicle can still be used freely. However, the agreement does not always run between the parties because there are times when one party does not carry out its obligations as it should so that it defaults, so that the fiduciary recipient ultimately executes the fiduciary object which is also collateral in the financing agreement. Forced recalls of motor vehicles are one of the most common types of problems experienced by consumers. Problem formulation How is the legal protection for consumers against the act of forcibly taking motor vehicles by Financing Institutions. The approach method used in discussing this research problem is a normative � empirical juridical approach method so as to produce conclusions Legal protection for debtors in the execution of forced recalls of motor vehicles as collateral, namely in the Minister of Finance Regulation Number 130PMK.0102012 concerning Registration of Fiduciary Guarantees for finance companies which expressly prohibits finance companies from withdrawing fiduciary guarantee objects in the form of motor vehicle if the Fiduciary Guarantee Registration Office has not issued a fiduciary guarantee certificate and submitted it to the finance company.

 

Keywords: Repossession action, Motor vehicles, Defaulted credit.

 

Pendahuluan

Di era perekonomian global saat ini pengadaan barang-barang dengan cara pembayaran kredit merupakan sebuah kebutuhan yang tidak terelakan, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun untuk kebutuhan modal usaha. Masyarakat tidak perlu menyediakan dana yang terlalu besar untuk mewujudkan keingiannya dalam membeli barang-barang yang dibutuhkan, cukup dengan menyediakan 10 sampai 20 % saja dari harga barang sebagai downpayment (DP) maka masyarakat sudah dapat membawa pulang barang-barang yang diinginkannya.

Banyaknya akses yang memberikan kemudahan yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan pembiayaan, baik dari segi bunga maupun jangka waktu kredit, membuat perusahaan pembiayaan menjadi primadona bagi segmen masyarakat golongan menengah kebawah, meskipun harus diakui untuk segmen masyarakat menengah keatas peran Lembaga perbankan������ masih tetap tidak tergoyahkan. Semakin pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana transportasi juga semakin pesat. Masyarakat saatini cenderung ingin memiliki kendaraan pribadi daripada menggunakan kendaraan umum.

Walaupun ada sebagian masyarakat yang tidak memiliki cukup dana untuk membeli kendaraan bermotor, namun dengan perkembangan dewasa ini masalah dana bukan lagi merupakan penghalang.2 Konsumen tidak perlu menyediakan dana yang besar dan jaminan yang bernilai tinggi untuk bisa memperoleh sebuah kendaraan bermotor dan barang-barang lainnya yang dibutuhkan, karena jaminan atas utang dalam perjanjian kredit yang dibuat dijamin dengan kendaraan yang dibelinya dengan menggunakan Jaminan Fidusia, sehingga pihak kreditor memiliki kenyamanan dalam mengucurkan dananya dan konsumen pun menjadi sangat diuntungkan, karena kendaraan tersebut tetap dapat dipergunakan dengan leluasa.

Pada prinsipnya pemberian pinjaman (utang) oleh Lembaga Jasa Keuangan (bertindak sebagai kreditor) kepada Konsumen (bertindak sebagai debitor) harus didasarkan pada kepercayaan kreditor bahwa debitor mampu untuk melunasi dan membayar utangnya. Begitu pula sebaliknya, debitor dalam memilih kreditornya tentu memperhatikan apakah kreditor merupakan badan usaha yang prudence, memiliki legalitas, dan conduct (perilaku usaha) yang baik dengan menjadi Konsumen yang cerdas melalui aktif mengumpulkan informasi dan menanyakan legalitas Lembaga Jasa Keuangan tersebut. Pemberian kepercayaan ini menjadi dasar dalam penyebutan pinjaman dari seorang kreditor kepada seorang debitor sebagai kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan atau trust.

Pada praktiknya, kreditor memiliki risiko yang lebih besar dalam pemberian pinjaman. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan keyakinan kreditor terhadap debitor, kreditor harus melaksanakan prinsip Know Your Costumer (KYC) yang dapat diterapkan dengan sistem analisis prinsip 5C kepada nasabah yang terdiri dari character (karakter nasabah), capital (modal nasabah), capacity (kemampuan nasabah), collateral (agunan), and condition of economy (kondisi ekonomi nasabah). Pemberian collateral (agunan) oleh debitor merupakan salah satu bentuk perlindungan dengan melakukan pengikatan dengan pembebanan jaminan terhadap utang debitor kepada kreditor, untuk lebih memantapkan keyakinan kreditor bahwa debitor membayar utangnya.

Salah satu bentuk penjaminan yang digunakan oleh Perusahaan Pembiayaan adalah Jaminan Fidusia. Secara sederhana Jaminan Fidusia merupakan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fiduciary transfer of ownership. Adapun definisi dari Jaminan Fidusia berdasarkan Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Undang-Undang Fidusia) adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Penyerahan hak milik ini tidak disertai dengan penyerahan objek dari Jaminan Fidusia, sehingga yang diserahkan kepada penerima fidusia (kreditor) adalah bukti hak miliki kebendaan tersebut misalnya seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), bukti tagih hutang, dan lainnya.

Lahirnya jaminan dapat disebabkan karena undang undang dan juga karena perjanjian. Jaminan yang lahir karena undang-undang merupakan jaminan yang ditunjuk keberadaannya berdasarkan undang-undang, tanpa ada perjanjian dari para pihak, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1131 KUHPerdata. Adapun contoh dari jaminan yang lahir karena undang-undang adalah jaminan umum, hak privilege dan hak retensi. Selain itu, jaminan ada juga yang lahir karena perjanjian. Jaminan yang lahir dari perjanjian contohnya adalah Gadai, Fidusia, Hipotik, dan Hak Tanggungan.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Perusahaan Pembiayaan yang memberikan pinjaman dana kepada Konsumen melakukan pengikatan terhadap benda yang dijadikan jaminan oleh Konsumen secara fidusia. Pengikatan secara fidusia tersebut kemudian memberikan kewenangan kepada Perusahaan Permbiayaan untuk melakukan eksekusi terhadap benda yang dijaminkan oleh debitor (pemberi fidusia) baik melalui pelaksanaan titel eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia melalui pelelangan umum atau penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi. Di sisi lain, eksekusi sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan jika penerima fidusia telah melakukan pendaftaran terhadap objek Jaminan Fidusia sehingga sertifikat Jaminan Fidusia dapat diterbitkan yang menjadi dasar dalam melakukan eksekusi tersebut.

Namun tidak selamanya perjanjian tersebut berjalan terlaksana antara para pihak karena ada kalanya salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya atau cidera janji, biasanya yang lebih sering terjadi adalah debitur tidak dapat melakukan pembayaran cicilan sampai akhirnya menyebabkan kredit macet sehingga penerima fidusia pada akhirnya melakukan eksekusi terhadap objek fidusia yang sekaligus menjadi jaminan dalam perjanjian pembiayaan tersebut. Eksekusi sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan jika penerima fidusia telah melakukan pendaftaran terhadap objek Jaminan Fidusia sehingga sertifikat Jaminan Fidusia dapat diterbitkan yang menjadi dasar dalam melakukan eksekusi tersebut.

Penarikan kendaraan bermotor merupakan salah satu jenis permasalahan yang paling banyak dialami oleh Konsumen. Hal tersebut disebabkan penarikan oleh pihak perusahaan dilakukan tanpa membawa Sertifikat Jaminan Fidusia dan melibatkan pihak debt collector dalam proses penarikan kendaraan (eksekusi) yang mana debt collector tidak membawa atau tidak memiliki surat kuasa dari perusahaan, sertifikat Jaminan Fidusia dan penarikan kendaraan yang tidak didahului pemberian Surat Peringatan sesuai perjanjian.

Mengenai Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, adanya peraturan yang menegaskan bahwa setiap konsumen haruslah dilindungi hak-haknya serta jaminan mengenai perlindungan konsumen mendapat cukup perhatian karena sebagai konsumen seharusnya dilindungi dari berbagai kecurangan transaksi diberikan hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan tentunya hak untuk tidak didiskriminasi dan menjamin keselamatan konsumen.

Dalam penulisan ini penulis memilih untuk memberi fokus penelitian pada perjanjian yang dibuat antara Lembaga Pembiayaan dan Konsumen, dengan permasalahan dari konsumen adalah mengenai tidak sahnya penarikan mobil oleh Lembaga Pembiayaan karena adanya kekeliruan dan kesalah pahaman penerapan hukum dari pihak Lembaga Pembiayaan. Dalam perjanjian tersebut penarikan mobil konsumen adanya peran jasa pihak ke tiga (debt collector). Debt Collector disebut sebagai pihak ketiga yang membantu pihak lembaga pembiayaan dalam menyelesaikan suatu kredit yang bermasalah yang tidak bisa diselesaikan oleh pihak lembaga pembiayaan. penulis akan membahas mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dalam hal tindakan pengambilan paksa kendaraan bermotor oleh Lembaga Pembiayaan dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen yang mengalami penarikan kendaraan motor secara paksa.

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa kepastian hukum terhadap pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dan perlindungan hukum bagi konsumen atas tindakan pengambilan paksa kendaraan bermotor oleh Lembaga Pembiayaan.

Metode Penelitian

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam membahas masalah penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan menelaah dan menganalisa data sekunder sebagai sumber utama yang didukung dengan penelitian lapangan5 dan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu pendekatan permasalahan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis. Kajian hukum ini adalah penelitian hukumIn Abstracto/makro yang berarti penelitian ini lebih menitikberatkan pada nilai, asas, norma atau kaidah yang ada. Adapun pengertian penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif. Logika keilmuan dalam penelitian normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif.

 

Hasil dan Pembahasan

Menurut R. Subekti menyebutkan Eksekusi merupakan upaya pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan putusan, lebih lanjut dikemukakannya bahwa pengertian eksekusi atau pelaksanaan putusan mengandung arti pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan bantuan hukum.

Menurut Retnowulan Sutan tio dan Iskandar Oerip kartawinata yang menyatakan eksekusi merupakan suatu tindakan paksaan oleh pengadilan terhadap pihak yang kalah dan tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela 7. Selanjutnya pendapat Sudikno Mertokusumo yang menjadi pelaksanaan putusan/ Eksekusi adalah realisasi dari kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut8. Hukum eksekusi menurut R. Soepomo, adalah hukum yang mengatur cara dan syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna menbantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjalankan keputusan Hakim apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang telah ditentukan 9.

Sedangkan Hukum Eksekusi menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, adalah Hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak kreditur dalam perutangan yang tertuju terhadap harta kekayaan debitur, manakala perutangan itu tidak dipenuhi secara sukarela oleh debitur 10. Bila melihat pengertian eksekusi menurut para pakar hukum di atas, tampak bahwa pengertian eksekusi terbatas pada Eksekusi oleh Pengadilan (putusan hakim), padahal yang juga dapat dieksekusi menurut hukum acara perdata yang berlaku HIR dan Rbg yang juga dapat dieksekusi adalah salinan/grosse Akta yang memuat irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan yang Maha Esa yang berisi kewajiban untuk membayar sejumlah uang.

Lebih lanjut dapat dilihat pendapat Bachtiar Sibarani, yang menyatakan Eksekusi adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap/pelaksanaan secara paksa dokumen perjanjian yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap 11. Putusan Pengadilan Negeri baru dapat dilaksanakan jika putusan tersebut telah mempunyai kekuatan yang tetap artinya baik penggugat maupun tergugat telah menerima putusan yang dijatuhkan.

Tindakan debt collector yang menyita paksa barang, misalnya menyita sepeda motor yang menunggak kredit atau menyita barang-barang di dalam rumah karena belum dapat melunasi hutang pada bank, merupakan perbuatan melanggar hukum. Tindakan menyita barang secara��������� paksa itu ibarat menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru masalah � menyelesaikan pelanggaran hukum dengan melanggar hukum yang lebih berat. Hubungan hutang-piutang antara debitur kreditur Seorang debitur yang belum mampu. Membayar lunas hutangnya (misalnya cicilan kredit sepeda motor yang sudah jatuh tempo) adalah suatu pelanggaran hukum, yaitu melanggar perjanjian. Dalam hal demikian kreditur (dealer sepeda motor) mempunyai hak untuk menyita barang yang telah diserahkan kepada debitur (pembeli sepeda motor) dengan alasan wanprestasi. Atas alasan tersebut biasanya kreditur mengutus debt collector-nya untuk menyita barang jika tidak berhasil menagih hutang. Suatu hubungan hutang-piutang antara debitur-kreditur (penjual dan pembeli, atau penerima kredit dan bank) umumnya diawali dengan perjanjian. Seorang pembeli sepeda motor secara kredit adalah debitur yang melakukan perjanjian jual-beli dengan dealernya sebagai kreditur.

Jika debitur wanprestasi - tidak melaksanakan kewajibannya melunasi kredit � maka berdasarkan alasan syarat batal kreditur dapat membatalkan perjanjian. Dengan batalnya perjanjian maka kreditur dapat menarik kembali barang-barang yang telah diserahkannya kepada debitur. Namun pembatalan tidak mudah dilakukan oleh kreditur. Pembatalan perjanjian itu harus dinyatakan oleh putusan pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan maka tidak ada pembatalan, dan tanpa pembatalan maka kreditur tidak dapat menyita barang yang telah diterima oleh debitur melalui debt collector-nya. Jikapun kreditur tetap memaksakan diri melakukan penyitaan, maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum. Karena tindakan menyita paksa barang oleh kreditur dan debt collector-nya adalah pelanggaran hukum maka tindakan itu dapat berindikasi tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP)�mengambil barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan hukum. Atas pelanggaran hukum tersebut, pembeli sepeda motor berhak melaporkannya kepada polisi. Kreditor tidak dapat sewenang-wenang dengan cara paksa dan kekerasan menarik kendaraan debitur yang membayar angsuran. Pasalnya dengan terbitnya peraturan menteri keuangan nomor 130/PMK.010/2012 tanggal 7 Agustus 2012, kreditur harus melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Jika tidak, maka kreditur (leasing) tidak bisa menyita aset debitur.

Menurut Pasal 1 PMK No. 130/PMK.010/ 2012, Perusahaan Pembiayaan��� yang��� melakukan Pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia (pasal 1). Dengan keluarnya peraturan ini, maka seluruh perusahaan pembiayaan harus mendaftarkan fidusia untuk setiap transaksi pembiayaannya. Dalam pasal 2 PMK No. 130/PMK.010/2012, menyebutkan Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen. Jika Perusahaan Pembiayaan belum memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia (sebagai hasil dari pendaftaran jaminan fidusia tersebut), maka menurut Pasal 3 PMK No. 130/PMK.010/2012,������ Perusahaan

Pembiayaan tersebut dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor tersebut. Secara umum, bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditor untuk pelunasan utang debitor telah diatur dalam:

1. Hadirnya lembaga jaminan umum

Lembaga jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 dan 113240 KUHPerdata dalam bentuk lembaga jaminan umum. Namun, pengaturan dalam Pasal 1131 KUHPerdata memiliki kelemahan salah satunya adalah penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1131KUHPerdata merupakan Lembaga jaminan umum berdasarkan Pasal 1132 KUHPerdata, yang berarti, penjaminan tersebut tidak mengikat hak kebendaan dari objek jaminan, sehingga debitor tetap berhak untuk mengalihkan benda tersebut kepada pihak ketiga.41 Padahal, keberadaan objek jaminan menjadi sangat penting dalam penyelesaian permasalahan pembayaran utang debitor. Hal tersebut kemudian menjadi dasar lahirnya lembaga jaminan khusus baik perorangan maupun kebendaan.

2. Hadirnya lembaga jaminan

khusus Lembaga jaminan khusus terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu jaminan perorangan dan kebendaan. Pada prakteknya, jaminan kebendaan lebih memberikan kepastian bagi kreditur. Hal ini dikarenakan jaminan kebendaan memberikan hak mutlak atas suatu benda, yang berarti, kreditor dapat mempertahankan benda tersebut terhadap siapapun dan hak tersebut mengikuti bendanya. Salah satu bentuk dari jaminan kebendaan adalah Jaminan Fidusia yang merupakan jaminan kebendaan atas benda bergerak yang mana pihak debitor tetap dapat menguasai dan menggunakan objek yang dijaminkan namun hak kepemilikan terhadap benda tersebut dikuasai oleh debitor.

Di sisi lain, aspek perlindungan hukum terhadap Konsumen dilakukan melalui:

1.        Penerbitan peraturan dan ketentuan yang memberikan guideline bagi pelaku usaha dalam melaksanakan proses bisnisnya,

2.        Pengawasanyang dilakukan oleh regulator (dalam hal ini OJK) khususnya pengawasan market conduct (mengawasi perilaku pelaku usaha jasa keuangan dalam implementasi jaminan fidusia),

3.        Proses penanganan pengaduan ataupun sengketa yang dilaporkan ke OJK.

Jaminan Fidusia merupa kan salah satu bentuk penjaminan yang banyak digunakan oleh perusahaan pembiayaan dalam mem berikan pembiayaan kepada Konsu men. Penggunaan Jaminan Fidusia oleh perusahaan pembiayaan tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhan masyarakat yang memiliki keter batasan dalam kepemilikan benda tidak bergerak sebagai objek jaminan dan kebutuhan masyarakat untuk tetap menggunakan objek Jaminan Fidusia baik untuk keperluan usaha maupun sehari-hari. Lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia telah memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan praktek Jaminan Fidusia yang mampu melindungi kepentingan dari kreditor dan debitur.

Selain UU Perlindungan Konsumen, pengaturan terkait perlindungan konsumen juga diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK). Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang dibentuk dengan tujuan untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan serta melaksanakan fungsi perlindungan Konsumen dan masyarakat. Pengaturan terkait perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 28 s.d. Pasal 31 UU

 

OJK yang mengatur terkait perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.

 

UU OJK juga memberikan definisi khusus terkait Konsumen yang dimaksud dalam

 

UU����� OJK, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 15 UU OJK, yang berbunyi �Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan�

Sehingga berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui UU OJK merupakan lex specialis dalam perlindungan Konsumen di sector jasa keuangan. Adapun UU Perlindungan Konsumen merupakan payung hukum dalam upaya perlindungan Konsumen, sehingga undang-undang lain dapat memberikan pengaturan secara khusus selama kewenangan untuk mengatur tersebut bersifat atribusi atau diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah undang-undang. Pasal 31 UU OJK memberikan amanat kepada OJK untuk mengatur lebih lanjut upaya perlindungan Konsumen dan masyarakat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang ditindaklanjuti dengan penerbitan POJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Kesadaran pentingnya keterlibatan negara dalam upaya perlindungan Konsumen didasarkan atas posisi tawar Konsumen yang lemah. Pasal 2 POJK Perlindungan Konsumen mengatur terkait prinsip-prinsip perlindungan Konsumen yang wajib dipenuhi dalam melakukan kegiatan usaha oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan adalah:

1. Transparansi;

2. Perlakuan yang adil;

3. Keandalan;

4. Kerahasiaan dan kea manan data/informasi Konsumen; dan

5. Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa

Konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan tersebut dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor tersebut. Secara umum, bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditor untuk pelunasan utang debitor telah diatur dalam:

1. Hadirnya lembaga jaminan umum

Lembaga jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 dan 113240 KUHPerdata dalam bentuk lembaga jaminan umum. Namun, pengaturan dalam Pasal 1131 KUHPerdata memiliki kelemahan salah satunya adalah penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1131 KUHPerdata merupakan Lembaga jaminan umum berdasarkan Pasal 1132 KUHPerdata, yang berarti, penjaminan tersebut tidak mengikat hak kebendaan dari objek jaminan, sehingga debitor tetap berhak untuk mengalihkan benda tersebut kepada pihak ketiga.41 Padahal, keberadaan objek jaminan menjadi sangat penting dalam penyelesaian permasalahan pembayaran utang debitor. Hal tersebut kemudian menjadi dasar lahirnya lembaga jaminan khusus baik perorangan maupun kebendaan.

2.��� Hadirnya lembaga jaminan

khusus Lembaga jaminan khusus terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu jaminan perorangan dan kebendaan. Pada prakteknya, jaminan kebendaan lebih memberikan kepastian bagi kreditur. Hal ini dikarenakan jaminan kebendaan memberikan hak mutlak atas suatu benda, yang berarti, kreditor dapat mempertahankan benda tersebut terhadap siapapun dan hak tersebut mengikuti bendanya. Salah satu bentuk dari jaminan kebendaan adalah Jaminan Fidusia yang merupakan jaminan kebendaan atas benda bergerak yang mana pihak debitor tetap dapat menguasai dan menggunakan objek yang dijaminkan namun hak kepemilikan terhadap benda tersebut dikuasai oleh debitor.

Di sisi lain, aspek perlindungan hukum terhadap Konsumen dilakukan melalui:

1.      Penerbitan peraturan dan ketentuan yang memberikan guideline bagi pelaku usaha dalam melaksanakan proses bisnisnya,

2.      Pengawasan yang dilakukan oleh regulator (dalam hal ini OJK) khususnya pengawasan market conduct (mengawasi perilaku pelaku usaha jasa keuangan dalam implementasi jaminan fidusia),

3.      Proses penanganan pengaduan ataupun sengketa yang dilaporkan ke OJK.

Jaminan Fidusia merupa kan salah satu bentuk penjaminan yang banyak digunakan oleh perusahaan pembiayaan dalam mem berikan pembiayaan kepada Konsu men. Penggunaan Jaminan Fidusia oleh perusahaan pembiayaan tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhan masyarakat yang memiliki keter batasan dalam kepemilikan benda tidak bergerak sebagai objek jaminan dan kebutuhan masyarakat untuk tetap menggunakan objek Jaminan Fidusia baik untuk keperluan usaha maupun sehari-hari. Lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia telah memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan praktek Jaminan Fidusia yang mampu melindungi kepentingan dari kreditor dan debitur.

Berdasarkan penjelasan Fidusia Pasal 13 ayat 3 UU Jaminan Pasal 6 UU Jaminan Fidusia disebutkan bahwa Kantor Fidusia mengatur terkait isi akta Pendaftaran Fidusia tidak Jaminan Fidusia yang sekurang-melakukan penilaian terhadap kurangnya meliputi: kebenaran yang dicantumkan���

a. identitas pihak pemberi dan dalam pernyataan pendaftaran penerima fidusia; Jaminan Fidusia.

b. data perjanjian pokok yang pembebanan melalui akta notaris dijamin fidusia; diharapkan dapat memberikan

c. mengenai benda yang kepastian hukum. Sebagaimana menjadi objek Jaminan diketahui, bahwa notaris Fidusia; merupakan pejabat umum yang

d. nilai penjaminan; dan berdasarkan Undang-Undang

e. nilai benda yang menjadi Nomor 2 Tahun 2014 tentang objek Jaminan Fidusia Jabatan Notaris diberikan kewenangan untuk membuat akta 12 Nico, 2003.

Tanggung Jawab Notaris Selaku otentik untuk menjamin Pejabat Umum, Yogyakarta:Center for Pembebanan Jaminan Fidusia melalui akta notaris dapat digunakan kreditur sebagai dasar hukum dalam melakukan eksekusi terhadap objek Jaminan

Fidusia apabila debitur wanprestasi maupun sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai kekuatan hukum yang sempurna bagi kreditur apabila debitur melakukan perlawanan terhadap eksekusi yang dilakukan.

Di sisi lain, pembebanan Jaminan Fidusia dengan akta notaris juga memberikan kepastian hukum bagi Konsumen bahwa pelaku usaha telah melaksanakan kewajibannya untuk mengikat Jaminan Fidusia melalui akta notaris dan Konsumen dapat mengetahui uraian mengenai nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Biaya pembuatan akta Jaminan Fidusia diatur secara tegas dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (PP Pendaftaran Jaminan Fidusia). Sehingga penerima fidusia telah dapat menghitung biaya yang harus dikenakan dalam pembuatan akta Jaminan Fidusia yang nantinya dapat dibebankan baik kepada pemberi fidusia. Pendaftaran benda Jaminan Fidusia (Pasal 11 ayat (1) UU Jaminan Fidusia);

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, obyek Jaminan Fidusia meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak, demikian bunyi ketentuan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Fidusia. Obyek fidusia berupa benda bergerak antara lain adalah kendaraan bermotor dan benda tidak bergerak khususnya berupa bangunan yang tidak bisa dibebani hak tanggungan akan tetapi dengan syarat harus bisa dimiliki dan dialihkan. Undang-Undang Fidusia juga menentukan agar benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pembebanannya dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran benda yang dibebani Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia, termasuk benda yang berada di luar wilayah negara Republik Indonesia. Demikian antara lain

yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Fidusia.

Dari ketentuan tersebut, maka benda yang dibebani Jaminan Fidusia, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak pendaftarannya tetap dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan rangkaian lanjutan dari pembebanan Jaminan Fidusia. Adapun tujuan dari dilakukannya pendaftaran Jaminan Fidusia untuk mengantisipasi kemungkinan dilakukanya tindakan debitor yang merugikan kreditor misalnya melalui fidusia ulang terhadap objek Jaminan Fidusia yang dilarang berdasarkan Pasal 17 UU Jaminan Fidusia.

Selain itu, maksud dan tujuan dilakukannya pendaftaran Jaminan Fidusia yaitu:13

1. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan teru ta ma melahirkan ikatan Jamin an Fidusia bagi kreditur;

2. Memberikan hak yang didahulukan kepada kreditur terhadap kreditur lain berhubung pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan;

3. Memenuhi asas publisitas terhadap kreditur lain mengenai benda yang telah dibebani dengan Jaminan Fidusia. Penerima fidusia, kuasa atau wakil penerima fidusia wajib melaksanakan pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 UU Jaminan Fidusia. Ketentuan terkait batas waktu pendaftaran Jaminan Fidusia tidak diatur dalam UU Jaminan Fidusia.

Berdasarkan PP Pendaftaran Jaminan Fidusia, permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta Jaminan Fidusia.

Namun, jangka waktu pendaftaran Jaminan Fidusia berdasarkan Pasal 22 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (POJK Perusahaan Pembiayaan) menyebutkan Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan Jaminan Fidusia pada kantor pendaftaran Jaminan Fidusia paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan. Perbedaan batasan jangka waktu pendaftaran Jaminan Fidusia dapat menimbulkan permasalahan atau kebingungan pada praktik di lapangan termasuk dalam proses pengawasan yang dilakukan oleh OJK. Oleh sebab itu perlu dilakukan harmonisasi peraturan sehingga upaya mendorong pendaftaran Jaminan Fidusia menjadi sejalan. Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia tidak hanya dilakukan untuk diadakannya Jaminan Fidusia, akan tetapi juga mencakup perubahan, pengalihan, dan hapusnya Jaminan Fidusia. Pembebanan didaftarkannya Jaminan Fidusia maka asas publisitas terpenuhi dan sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan

Fidusia. Saat ini, proses Pendaftaran Jaminan Fidusia telah dilakukan secara online sebagaimana diatur melalui:

1. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia secara Elektronik;

2. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 itu, pendaftaran Jaminan Tahun 2013 tentang Fidusia merupakan perbuatan Pemberlakuan��� konstitutif yang melahirkan Pendaftaran Jaminan Jaminan Fidusia. Fidusia secara Pada dasarnya Elektronik; pengambilan paksa

3. Peraturan Menteri kendaraan bermotor oleh Hukum dan Hak Asasi perusahaan pembiayaan Manusia Nomor 10 kredit dan menggunakan jasa Tahun 2013 tentang pihak ke tiga (debt collector).

Tata Cara Pendaftaran����������� merupakan perbuatan yang Jaminan Fidusia secara melawan hokum Penarikan Elektronik; dengan paksa dilakukan Pendaftaran Jaminan penagih utang Keuangan Fidusia secara online sebagai kreditor adalah Diharapkan mampu termasuk pelanggaran hukum memberikan pelayanan dan dipertimbangkan sebagai yang lebih baik kepada tindakan melawan hukum masyarakat dengan apalagi jika dilakukan tanpa cepat dan bebas dari menunjukkan surat fidusia pungutan liar. Hal tersebut bertentangan.

Selain itu pendaftaran dengan Peraturan Menteri Jaminan Fidusia secara Keuangan No.130 / PMK.010 Online telah memberikan/2012 dan persyaratannya kemudahan dalam mencetak Pasal 30 Undang-Undang sertifikat Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 karena dapat dicetak sendiri tentang Jaminan Fidusia yang oleh penerima fidusia dalam bahwa penerima hal ini adalah notaris (sampai fidusia dapat meminta saat ini hanya notaris yang bantuan pihak berwenang memiliki akses pendaftaran jika pemberi fidusia tidak fidusia secara online). Menyerahkan objek fidusia.

Pendaftaran Jaminan Fidusia Pihak kebijakan yang pantas Akan menerbitkan sertifikat adalah kepolisian15 Jaminan Fidusia yang Berdasarkan Undang Memiliki kekuatan Undang No. 42 Tahun 1999 eksekutorial. Sebagaimana Tentang Jaminan Fidusia, diketahui, bahwa salah satu adanya hak eksekusi atau cara eksekusi Jaminan kekuatan eksekutorial adalah Fidusia adalah melalui parate��������� eksekusi yang Eksekusi atau eksekusi langsung. Adapun dari dapat 15 Shavira Ramadhanneswari, 2017 �Penarikan dilakukannya parate eksekusi Kendaraan Bermotor Oleh Perusahaan Pembiayaan Terhadap Debitur Yang Mengalami Kredit Macet adalah adanya sertifikat (Wanprestasi) Dengan Jaminan Fidusia Ditinjau Dari

Jaminan Fidusia. Oleh karena Aspek Yuridis� Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Tentunya mengenai aturan tersebut banyak masyarakat belum mengetahui dan hanya pasrah jika pelaku usaha atau debt collector mengambil kendaraannya secara paksa.

Pengambilan kendaraan bermotor secara paksa dalam perjanjian pembiayaan adalah konsumen telah melakukan wanprestasi (tidak membayar angsuran sesuai yang diperjanjikan), namun apabila Kendara bermotor sebagai obyek jaminan fidusia tidak didaftarkan oleh perusahaan pembiayaan pad kantor pendaftaran Fidusia, maka pengambilan paksa tersebut tidak sah, sebab hak kebendaan dari perjanjian fidusia tidak lahir, sehingga perusahaan pembiayaan selaku kreditor tidak menggunakan ketentuan dalam Pasal 29 Undang-Undang Jaminan fidusia. Seandainya fidusia tersebut didaftarkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK.010/2012, dan jika tidak didaftarkan, namun pengambilan kendaraan bermotor (eksekusinya) harus melibatkan aparat kepolisian.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) No 8/2011menjelaskan bagaimana tata cara pengambilan objek perjanjian kredit yang di atasnya sudah melekat jaminan fidusia, dan sepengetahuan RT/RW setempat. Terhadap pengambilan paksa yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku ini, konsumen dapat mengajukan keberatan kepada perusahaan pembiayaan berdasarkan kesepakatan bersama dalam perjanjian pembiayaan, namun apabila tidak dapat diselesaikan, maka konsumen dapat melaporkan pengambilan paksa tersebut dengan���������� dasa pasal perampasan sebagaimana yang distur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Jadi apabila terjadi pengambilan paksa kendaraan bermotor yang menjadi objek jaminan kredit di tengah jalan, konsumen harus menolak dan dapat melaporkannya ke pihak kepolisian. Mahkamah Konstitusi atau MK membolehkan pelibatan aparat Kepolisian Negara RI dalam pengamanan eksekusi objek jaminan fidusia. Dalam Putusan No.18/PUU-XVII/2019, Mahkamah.

Konstitusi mengubah mekanisme eksekusi objek jaminan fidusia sepanjang tidak diberikan secara sukarela oleh debitor. Bila awalnya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia membolehkan kreditor mengeksekusi sendiri objek jaminan fidusia, per 6 Januari 2020 kreditor mesti Mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri (PN). Meski demikian, Eksekusi tanpa Pengadilan Negeri masih terbuka jika debitor sudah mengakui adanya cedera janji dalam perjanjian dengan kreditor. Untuk kasus seperti ini, debitor semestinya memberikan secara sukarela objek jaminan fidusia kepada kreditor. Kepolisian dimungkinkan untuk memberikan bantuan dalam pelaksanaan eksekusi sendiri atau eksekusi melalui Pengadilan Negeri. Lagi pula, dalam pelaksanaan putusan pengadilan perkara perdata, bantuan polisi sudah lazim untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam proses pelaksanaan eksekusi.

Oleh karena itu perusahaan pembiayaan harus mendaftarkan fidusia kendaraan bermotor sebagai obyek jaminan kredit. Ini dimaksudkan supaya jika konsumen wanprestasi, maka perusahaan pembiayaan memiliki dasar hukum untuk melakukan penarikan kendaraan bermotor sesuai dengan prosedur yang diterdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal konsumen wanprestasi, lembaga pembiayaan dalam menyelesaikan kreditnya. Sebaiknya dilakukan dengan musyawarah dengan konsumen, tanpa harus melibatkan pihak kepolisian. Sebab jika hal ini dilakukan akan menambah ongkos atau biaya, dan juga mengesankan penyelesaian yang kurang menghormati hakhak konsumen sebagai pembeli kendaraan bermotor.

Undang-Undang No. 8 Tahun����������� 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, konsumen berhak mendapatkan perlindungan hukum jika terjadi cidera janji yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam hal ini atas pengambilan paksa kendaraan konsumen. Bentuk Perlindungan hukum Preventif bagi konsumen terdapat dalam UUPK dimana mengatur mengenai hak dan kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha, selain itu dalam UUPK diatur pula mengenai batasan-batasan dari tindakan konsumen dan pelaku usaha untuk mencegah timbulnya kerugian bagi salah satu pihak. Selanjutnya Perlindungan Represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukum tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Mengenai perlindungan hukum represif bagi pihak konsumen dan pelaku usaha telah diatur dalam Pasal 45 UUPK yang menyatakan, �Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilahan sukarela para pihak yang bersengketa. Bagi pihak konsumen dapat melakukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

 

 

 

Kesimpulan

Perlindungan hukum terhadap debitur dalam eksekusi penarikan paksa kendaraan bermotor sebagai barang jaminan yaitu melalui kementrian Keuangan yang telahmengeluarkan satu terobosan peraturan baru yang melarang perusahaan pembiayaan melakukan ekskusi penarikan paksa kendaraan bermotor. Hal tersebut dicantumkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130PMK.0102012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi perusahaan pembiayaan. Peraturan Menteri keuangan ini dengan tegas melarang perusahaan pembiayaan dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor apabila Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya kepada perusahaan pembiayaan.�������� Jika����� perusahaan pembiayaan tetap memaksa mengambil alih kendaraan, maka perusahaan pembiayaan akan dikenakan sanksi sampai pembekuan dan pencabutan izin usaha. Perlindungan hukum lain dapat dirasakan oleh konsumen yakni adanya kebebasan konsumen untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Peran pemerintah sangat penting sebagai pengawasan terhadap penarikan paksa yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan melalui jasa debt collector karena perbuatan tersebut meresahkan masyarakat, hendaknya pemerintah memberikan sanksi yang tegas terhadap lembaga pembiayaan yang melanggar ketentuan peraturan yang berlaku, seperti tidak mendaftarkan jaminan fidusia dan melakukan penarikan paksa kendaraan bermotor tidak taat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Iswi Hariyani. (2010). Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, Jakarta: Gramedia

 

Nico. (2003). Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Center for Documentation and Studies of Business Law

 

Rachmadi Usman. (2008). Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika

 

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. (1997). Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung

 

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. (2003). Penelitian Hukum Normatif - Suatu Tinjauan Singkat, Cet. 6, Jakarta : Raja Grafinda Persada

 

Bachtiar Sibarani. (2001). Haircut atau Parate Eksekusi, Jurnal Hukum Bisnis

 

Shavira Ramadhanneswari. (2017). Penarikan Kendaraan Bermotor Oleh Perusahaan Pembiayaan Terhadap Debitur Yang Mengalami Kredit Macet (Wanprestasi) Dengan Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Aspek Yuridis� Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

 

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

 

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

 

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

 

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

 

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia secara Elektronik

 

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik;

 

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun (2013) tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik; Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

������������������������������������������������

Copyright holder:

Nama Author (Tahun Terbit)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: