Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT MENGGUNAKAN METODE ABC, SAFETY STOCK, EOQ, DAN ROP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI JAKARTA

 

Maharani Sylvia Rindawati, Helen Andriani

Program Studi Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]  

 

Abstrak

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, salah satunya melalui pelayanan kefarmasian dalam persediaan obat � obatan. Anggaran belanja untuk obat di rumah sakit menghabiskan biaya terbesar, yaitu sekitar 40-50% dari total anggaran. Pengendalian obat berperan penting untuk melaksanakan fungsi kuratif oleh rumah sakit dengan biaya total yang rendah dan biaya penyimpanan yang terpantau. Pada penelitian pendahuluan, pengadaan obat berdasarkan pemakaian rata � rata akhir bulan dan perencanaan berdasarkan metode konsumsi jumlah persediaan tahun sebelumnya. Stok pengaman obat di rumah sakit dengan melebihkan persediaan barang melalui penambahan 1 bulan. Pembelian obat setiap bulan sering terjadi diluar perencanaan sehingga menimbulkan kerugian dari segi keuangan maupun pelayanan bagi rumah sakit. Penelitian bertujuan untuk menganalisis pengendalian obat di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2023. Metode penelitian merupakan deskriptif dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara dan telaah dokumen sekunder dari data obat instalasi farmasi. Informan terdiri dari direktur penunjang medis,  kepala instalasi farmasi, dan staf farmasi. Penelitian menunjukkan pengendalian berdasarkan prioritas obat metode ABC, yaitu nilai pemakaian kelompok A 67%, kelompok B 19%, dan kelompok C 15%. Obat kelompok A merupakan obat yang sering diresepkan di IGD dan Poli Spesialis. Economic Order Quantity (EOQ) pada obat yang lebih mahal menjadi lebih kecil dikarenakan biaya penyimpanan yang besar. Safety Stock (SS) obat lebih kecil dibandingkan jumlah obat pengaman yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Pengawasan terhadap pengendalian persediaan obat berdasarkan prioritas perlu dilakukan.

 

Kata Kunci: ​ Analisis ABC, Safety Stock, EOQ, ROP, Pengendalian Obat.

 

Abstract

A hospital is a health service institution that provides complete individual health services, one of which is through pharmaceutical services in the supply of medicines. The budget for spending on drugs in hospitals costs the most, which is about 40-50% of the total budget. Drug control plays an important role in carrying out curative functions by hospitals with low total costs and monitored storage costs. In preliminary research, drug procurement is based on the average usage at the end of the month and planning based on the method of consumption of the previous year's inventory amount. Safety stock of drugs in hospitals by increasing the supply of goods through 1-month increments. Monthly drug purchases often occur outside of planning, causing losses in terms of finances and services for hospitals. The study aimed to analyze drug control in one of the government hospitals in Jakarta. The study was conducted in March-May 2023. The research method is descriptive with a qualitative approach through interviews and secondary document review from pharmaceutical installation drug data. Informants consist of medical support directors, heads of pharmaceutical installations, and pharmacy staff. Research shows control based on the priority of ABC method drugs, namely the value of use of group A 67%, group B 19%, and group C 15%. Group A drugs are drugs that are often prescribed in the ER and Polyspecialists. Economic Order Quantity (EOQ) on more expensive drugs becomes smaller due to large storage costs. The safety stock (SS) of drugs is smaller than the amount of safety drugs determined by the hospital. Supervision of drug inventory control based on priority needs to be carried out.�

 

Keywords: ABC Analysis, Safety Stock, EOQ, ROP, Drug Control.

 

Pendahuluan

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan masyarakat secara paripurna (Peraturan Presiden RI, 2009) Pelayanan kefarmasian diberikan kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, yaitu obat � obatan, bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan untuk meningkatkan mutu pengobatan pasien yang aman, bermutu, dan terjangkau (Menteri Kesehatan RI, 2016). Anggaran pembelanjaan untuk obat di rumah sakit merupakan pengeluaran terbesar, yaitu menghabiskan sekitar 40-50% dari total anggaran rumah sakit pada beberapa negara berkembang (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Di Indonesia, pada anggaran tahun 2022 tercatat sekitar Rp17 Trilliun dialokasikan untuk pembelanjaat obat sehingga pengelolaan obat di rumah sakit harus dilakukan secara efektif dan efisien agar kelancaran pelayanan kesehatan tidak terganggu dan pendapatan rumah sakit juga dapat ditingkatkan (Menteri Kesehatan RI, 2016).

Manajemen logistik obat adalah suatu siklus pengendalian fungsi manajemen obat mulai dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan, distribusi, dan pemeliharaan. Diperlukan pengendalian untuk menjamin bahwa obat yang tersedia di rumah sakit untuk melaksanakan fungsi kuratif dibeli dengan anggaran total yang terendah dan biaya penyimpanan dapat terpantau (Aditama, 2007). Pengelolaan sediaan farmasi yang efektif dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan obat (stock out), kelebihan obat (over stock) yang dapat mengakibatkan obat tersebut kadaluarsa. Pengendalian tersebut dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit (Menteri Kesehatan RI, 2016).

Pengendalian persediaan farmasi antara lain dengan melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving), melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock), dan stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Berdasarkan wawancara melalui penelitian pendahuluan di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta, didapatkan bahwa pengadaan obat dilakukan berdasarkan pemakaian rata - rata akhir bulan dan perencanaan berdasarkan jumlah persediaan tahun sebelumnya. Adapun safety stock yaitu dengan melebihkan persediaan barang dengan penambahan 1 bulan. Perencanaan obat berdasarkan metode konsumsi sering mengakibatkan obat yang tidak direncanakan harus dibeli segera ke apotek luar atau meminjam persediaan obat ke rumah sakit pemerintah lainnya. Tercatat pada bulan Maret 2023, pembelian obat dan bahan medis habis pakai mencapai kisaran 30 juta dan mengalami kekurangan stok sebanyak 12 obat. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian dari segi keuangan maupun pelayanan bagi rumah sakit. Perhitungan stok obat masih menjadi masalah dikarenakan terdapat ketidaksesuaian antara angka stok tertera dan stok fisik dengan pencatatan yang dilakukan secara manual maupun dengan sistem komputer / Sitem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Hal tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya pembelian obat ke apotek luar maupun resep tidak terlayani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengendalian persediaan obat melalui pengelompokan obat berdasarkan metode Always, Better Control (ABC) untuk menentukan prioritas obat, mengetahui jumlah optimum pemesanan obat setiap kali pemesanan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), mengetahui stok pengaman obat melalui Safety Stock (SS), dan mengetahui waktu pemesanan kembali menggunakan metode Re-Order Point (ROP) pada instalasi farmasi di salah satu Rumah Sakit di Jakarta.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di instalasi farmasi salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta yang merupakan Rumah Sakit Pemerintah tipe D pada bulan Maret - Mei 2023. Jenis penelitian ini ada deskriptif dengan pendekatan kualitatif (Yuningsih et al., 2022). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Penelitian pendahuluan telah dilakukan dalam pengumpulan data dari instalasi farmasi rumah sakit. Data primer didapatkan melalui wawancara pada penelitian pendahuluan dari kepala bidang penunjang medis, kepala instalasi farmasi, dan staf farmasi. Data sekunder berupa daftar seluruh nama obat generik, jumlah pemakaian, dan harga obat di instalasi farmasi pada Bulan Januari - Desember 2022. Populasi penelitian adalah seluruh obat generik. Sampel penelitian adalah obat generik dengan kategori A yang dianalisis melalui metode ABC, EOQ, dan ROP. Item obat yang dianalisis merupakan obat dalam bentuk sediaan oral, injeksi, dan obat luar.

Analisis ABC atau dikenal hukum pareto merupakan analisis penggolongan obat berdasarkan volum obat dan biaya pemakaian obat. Penggolongan kategori tersebut, yaitu kategori A merupakan obat / bahan fast moving dengan pembiayaan 75% dan 20% dari total persediaan, kategori B atau moderate moving merupakan obat / bahan dengan pembiayaan 25% dan 30% dari total persediaan, serta kategori C atau slow moving merupakan obat / bahan dengan pembiayaan 10% dan 50% dari total persediaan (Reddy, 2008). Cara melakukan analisis, yaitu dengan menghitung nilai pakai, menghitung nilai investasi, dan menentukan nilai kritis. Persediaan kategori A menandakan bahwa obat / bahan tersebut memiliki nilai investasi tinggi dan nilai pemakaian atau turn over yang tinggi. Adapun rumus perhitungan ABC setelah ditetapkan nilai kritis setiap obat, dikategorikan sebagai berikut (Calhoun & Campbell, 1985):

����������� Keterangan:

����������� Kategori A: NIK 9.5-12.0

����������� Kategori B: NIK 6.5-9.4

����������� Kategori C: NIK 4-6.4

Analisis Economic Order Quantity (EOQ) atau model kuantitas pesanan ekonomis adalah salah satu metode pengendalian persediaan yang sering digunakan untuk memesan sejumlah persediaan barang dengan tujuan meminimalkan persediaan barang (Heizer & Render, 2015).� Rumus perhitungan EOQ sebagai berikut:

Keterangan:

Q�������� : Jumlah optimum unit setiap memesan (EOQ)

D�������� : Permintaan tahunan unit barang pesanan dalam unit

S��������� : Biaya pemesanan setiap memesan

H�������� : Biaya penyimpanan per unit barang

 

����������� Analisis Reorder Point (ROP) merupakan metode untuk menentukan waktu persediaan yang harus dipesan kembali untuk mencegah kekosongan obat / bahan (Heizer & Render, 2015). Metode tersebut mempertimbangkan safety stock dan waktu tunggu saat pemesanan. Adapun rumus metode ROP sebagai berikut:

�

Keterangan:

ROP �� : Reorder point

D�������� : Permintaan harian

L��������� : Lead time / Waktu tunggu

SS������� : Safety Stock / Persediaan pengaman

����������� Safety stock / persediaan pengaman merupakan persediaan obat / barang tambahan untuk menjaga stock out atau kekurangan barang. Safety stock ditentukan dengan tingkat pelayanan dan waktu tunggu yang bersifat konstan dengan rumus sebagai berikut (Heizer & Render, 2015):

Keterangan:

SS������� : Safety Stock / Persediaan pengaman

Z��������� : Tingkat Pelayanan

D�������� : Rata - rata pemakaian per hari

L��������� : Lead time / Waktu tunggu

 

 

Hasil dan Pembahasan

Pengendalian persediaan obat di instalasi farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta berdasarkan hasil wawancara adalah menggunakan buffer stock selama 1 bulan dan pencatatan di setiap akhir bulan. Berikut adalah informasi yang didapatkan dari informan:

� Ya, pengendalian persediaan obat di rumah sakit belum berdasarkan perhitungan khusus, melainkan berdasarkan pemakaian rata � rata setiap akhir bulan dan permintaan khusus dari masing � masing unit di rumah sakit � (IF 1)

� Ya, perencanaan obat berdasarkan jumlah pemakaian sebelumnya dan belum mempertimbangkan prioritas dalam pemesanan � (IF 2)

� Jumlah obat pengaman ditentukan di awal perencanaan pemesanan dengan menambahkan stok obat 1 bulan, namun terkadang jumlah stok tidak sesuai dengan yang tertera pada kartu stok maupun komputer / SIMRS � (IF 3)

Analisis ABC yang menggunakan Hukum Pareto dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi persediaan obat. Tabel 1 merupakan hasil analisis ABC berdasarkan jumlah item, presentase, dan nilai pemakaian obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta tahun 2022. Terdapat 290 item obat generic yang telah diolah berdasarkan nilai indeks kritis ABC, 66 item obat (23%) termasuk kategori A dengan nilai pemakaian sebesar 599,134,150 (67%), 92 item obat (32%) termasuk kategori B dengan nilai pemakaian sebesar 170,622,450 (19%), dan 132 item obat (46%) termasuk kategori C dengan nilai pemakaian sebesar 130,716,673 (15%).

 

Tabel 1

Hasil pengelompokkan obat generik dengan metode ABC berdasarkan nilai pemakaian obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta tahun 2022

Kelompok Obat

Jumlah Obat (item)

Persentase (%)

Nilai Pemakaian (Rp)

Persentase (%)

A

66

23

599,134,150

67

B

92

32

170,622,450

19

C

132

46

130,716,673

15

Total

290

100

900,473,273

100

 

Pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta dilakukan setiap 1 bulan berdasarkan laporan kebutuhan obat dari unit masing � masing di rumah sakit dengan metode konsumsi tanpa analisis perencanaan atau peramalan. Kebutuhan persediaan obat berdasarkan data laporan tahun � tahun sebelumnya yang telah dilakukan pencatatan dan evaluasi. Tabel 2 menunjukkan daftar obat �generik kategori A dengan pemakaian tersering di Instalasi Farmasi selama 1 tahun yang terdiri dari obat � obatan yang diresepkan di Poli Spesialis dan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit. Obat � obatan kronis yang diresepkan di Poli Spesialis diberikan untuk 1 bulan yang terdiri dari Obat Bisoprolol, Candesartan, Glimepirid, Metformin, dan Gliquidon dengan diagnose tersering di Poliklnik yaitu Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Vitamin seperti Mecobalamin dan kombinasi Vitamin B1, B6, dan B12 diresepkan melalui Poliklinik. Sedangkan, obat � obatan seperti N-Acetylsistein, Lansoprazole, dan Parasetamol infus diresepkan melalui Instalasi Gawat Darurat dengan kasus tersering di IGD berupa Febris, Dispepsia, dan ISPA.

 

Tabel 2

Daftar 10 besar obat generik kategori A di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta tahun 2022

No.

Nama Obat

Pemakaian (Periode 1 tahun)

Biaya Satuan (Rp)

Biaya Pemakaian (Rp)

1

Bisoprolol 2,5 mg

7500

770

5775000

2

Mecobalamin 500 mg

16000

600

9600000

3

N-Acetylsistein 200 mg

13950

350

4879710

4

Lansoprazol 30 mg

30000

304

9108000

5

Candesartan 8 mg

3000

1.558

4672800

6

Glimepirid 1 mg

8900

230

2047000

7

Vitamin B1 100 mg,Vitamin B6 100 mg, Vitamin B12 5000 mcg.

2250

1.733

3898125

8

Metformin 500 mg

12350

200

2470000

9

Parasetamol infus 1000 mg/100 ml

550

11.611

6385775

10

Gliquidon 30 mg

6800

1.000

6800000

 

Penelitian di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri menunjukkan bahwa 5 besar obat urutan teratas merupakan dari kelompok A, B dan C yang terdiri dari obat-obatan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan stroke (Rofiq et al., 2020). Berbeda dengan penelitian ini, obat - obatan dengan pemakaian tersering di IGD maupun poliklinik merupakan obat kategori A. Penelitian lain yang serupa di rumah sakit pemerintah, yaitu RSUD Ciawi menunjukkan bahwa kelompok obat A merupakan dengan nilai investasi 70%, kelompok obat B dengan nilai investasi 20%, dan kelompok obat C dengan nilai investasi 10% (Widodo & Pujiyanto, 2020).

Metode Economic Order Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan obat yang dapat dipesan pada suatu periode dengan biaya persediaan yang minimum. Perhitungan metode EOQ digunakan dalam menentukan jumlah pesanan yang efisien dalam setiap pemesanan obat sehingga dapat berpengaruh dalam unit cost yang dikeluarkan oleh rumah sakit terhadap obat generik kategori A. Kisaran Biaya pemesanan obat telah ditetapkan oleh rumah sakit yang terdiri dari tarif pemesanan, ATK yang digunakan, dan biaya administrasi. Tabel 3 menunjukkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode EOQ.

 

Tabel 3

Hasil Perhitungan Metode EOQ pada 10 besar obat generic kategori A di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta tahun 2022

No.

Nama Obat

Pemakaian (Periode 1 tahun)

Biaya Satuan (Rp)

Biaya Pemesanan (Rp)

Biaya Penyimpanan 17% (Rp)

EOQ

1

Bisoprolol 2,5 mg

7500

770

3.530

131

450

2

Mecobalamin 500 mg

16000

600

3.530

102

744

3

N-Acetylsistein 200 mg

13950

350

3.530

59

910

4

Lansoprazol 30 mg

30000

304

3.530

52

1432

5

Candesartan 8 mg

3000

1.558

3.530

265

200

6

Glimepirid 1 mg

8900

230

3.530

39

896

7

Vitamin B1 100 mg,Vitamin B6 100 mg, Vitamin B12 5000 mcg.

2250

1.733

3.530

295

164

 

8

Metformin 500mg

12350

200

3.530

34

1132

9

Parasetamol infus 1000 mg/100 ml

550

11.611

3.530

1.974

31

10

Gliquidon 30mg

6800

1.000

3.530

170

376

 

Penerapan metode EOQ yang baik diharapkan dapat mengurangi biaya penyimpanan yang dapat menurukan kerusakan dan kadarluarsa obat. Biaya pemesanan dapat ditingkatkan dengan penghematan biaya. Biaya penyimpanan telah ditetapkan sebesar 17% dari harga beli. Biaya penyimpanan obat bervariasi, adapun di Rumah Sakit Tipe C, yaitu RUSD Ciawi, biaya penyimpanan sebesar 10% (Widodo & Pujiyanto, 2020). Berdasarkan perhitungan EOQ pada data diatas, menunjukkan bahwa EOQ dapat lebih kecil pada obat yang lebih mahal dan penggunaan yang tinggi seperti Vitamin, Parasetamol infus, dan Gliquiodon. Sedangkan EOQ obat lebih tinggi pada obat yang lebih murah seperti Lansoprazole, Metformin, dan N-Acetylsistein. EOQ pada obat yang lebih mahal menjadi lebih kecil dikarenakan biaya penyimpanan yang besar, serta pada obat lebih murah akan cenderung lebih tinggi dikarenakan biaya penyimpanan yang tidak cenderung tinggi.

Safety Stock/persediaan pengaman merupakan persediaan obat atau barang tambahan untuk menjaga stock out atau kekurangan barang. Lead time merupakan rata - rata waktu yang dibutuhkan persediaan obat atau barang mulai saat dipesan sampai diterima. Lead time merupakan salah satu faktor penting pengadaan dan pengendalian obat (Goyal et al., 2016). Rata - rata lead time di rumah sakit pada penelitian ini berkisar 2-7 hari dengan target pencapaian kinerja / service level 95% sehingga didapatkan nilai Z 1,65.

 

Tabel 4

Hasil Perhitungan safety stock pada 10 besar obat generic kategori A di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta tahun 2022

No.

Nama Obat

Pemakaian (Periode 1 tahun)

Standar Deviasi

Rata-rata Penggunaan/Hari

Lead Time

SS

Stok Maks.

1

Bisoprolol 2,5 mg

7500

1,65

21

7

34

484

2

Mecobalamin 500 mg

16000

1,65

44

2

72

816

3

N-Acetylsistein 200 mg

13950

1,65

38

2

63

973

4

Lansoprazol 30 mg

30000

1,65

82

2

136

1568

5

Candesartan 8 mg

3000

1,65

8

7

14

214

6

Glimepirid 1 mg

8900

1,65

24

7

40

937

7

Vitamin B1 100 mg,Vitamin B6 100 mg, Vitamin B12 5000 mcg.

2250

1,65

6

7

10

174

8

Metformin 500 mg

12350

1,65

34

2

56

1188

9

Parasetamol infus 1000 mg/100 ml

550

1,65

2

7

2

34

10

Gliquidon 30 mg

6800

1,65

19

7

31

407

 

Berdasarkan hasil wawancara, pada instalasi farmasi rumah sakit pada penelitian ini belum melakukan perhitungan safety stock yang mengakibatkan terkadang terdapat stok kosong dan pemesanan barang bergantung pada jumlah stok terakhir. Perhitungan data di atas telah memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan lead time dan rata - rata penggunaan obat per hari.

Pemesanan obat pada penelitian ini dilakukan setiap bulan berdasarkan data kebutuhan obat dan tidak berdasarkan perhitungan stok pengaman. Tabel 5 menunjukkan perhitungan ROP pada 10 besar obat generik di instalasi farmasi.

 

Tabel 5

Hasil perhitungan Re-order Point pada 10 besar obat generic kategori A di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tipe D Jakarta tahun 2022

No.

Nama Obat

Rata-rata Penggunaan/Hari

Lead Time

SS

ROP

1

Bisoprolol 2,5 mg

21

7

34

178

2

Mecobalamin 500 mg

44

2

72

160

3

N-Acetylsistein 200 mg

38

2

63

140

4

Lansoprazol 30 mg

82

2

136

300

5

Candesartan 8 mg

8

7

14

71

6

Glimepirid 1 mg

24

7

40

211

7

Vitamin B1 100 mg,Vitamin B6 100 mg, Vitamin B12 5000 mcg.

6

7

10

53

8

Metformin 500 mg

34

2

56

124

9

Parasetamol infus 1000 mg/100 ml

2

7

2

13

10

Gliquidon 30 mg

19

7

31

161

 

Perhitungan ROP diharapkan dapat meningkatkan pengawasan obat - obatan secara efektif mengenai waktu pemesanan obat dan banyaknya obat yang dipesan setiap pemesanan agar dapat menjamin ketersediaan obat generik dan mencegah dari keterlambatan pengiriman obat maupun stok kosong. Melalui perhitungan stok minimal ataupun ROP, diharapkan dapat membantu mengurangi pemesanan diluar perencanaan anggaran rumah sakit akibat terjadinya kekurangan stok dan melakukan perencanaan peramalan kebutuhan obat setiap bulan.

 

Kesimpulan

����������� Pada pengelompokkan 290 obat yang tersedia di rumah sakit dengan analisis ABC, didapatkan terdapat 66 item obat dalam kelompok A berdasarkan� analisis pemakaian investasi, yaitu senilai Rp599,134,150 sehingga perlu dilakukan pengawasan dalam pembelian, penggunaan, dan pencatatan. Berdasarkan hasil wawancara, perhitungan stok obat masih menjadi masalah dikarenakan ketidaksesuaian antara angka stok tertera dengan stok fisik. Pengadaan obat dilakukan berdasarkan metode konsumsi dan belum mempertimbangkan prioritas pemesanan, yaitu pemakaian rata - rata akhir bulan dan perencanaan berdasarkan jumlah persediaan tahun sebelumnya. Adapun safety stock yaitu dengan melebihkan persediaan barang dengan penambahan 1 bulan. Selain itu, lead time belum menjadi pertimbangan dalam menentukan safety stock. Pada hasil perhitungan, didapatkan jumlah obat pengaman lebih kecil dibandingkan jumlah obat pengaman yang telah ditentukan oleh rumah sakit.

����������� Rumah sakit belum melakukan perhitungan ROP dan EOQ sehingga tidak terdapat batas pemesanan kembali obat - obatan. ROP di rumah sakit ditetapkan berdasarkan pemakaian tahun sebelumnya sebagai dasar perencanaan obat. Melalui perhitungan ROP dan EOQ, diharapkan dapat memudahkan dalam menentukan waktu pemesanan obat dan jumlah obat yang dipesan setiap pemesanan oleh rumah sakit.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aditama, Tjandra Yoga. (2007). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: Universitas Indonesia.

 

Calhoun, G. & Campbell, K. (1985). ABC and Critical Indexing in Hand Book of Health Care Material Management.

 

Goyal, V. et al. (2016). Lead Time in Drug Procurement: A Study of Tertiary Care Teaching Hospital of North India. International Journal of Research Foundation of Hospital and Healthcare Administration, Vol. 4(1): p.16-19.

 

Heizer, Jay & Render, Barry. (2015). Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat.

 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dan Pengendalian Persediaan Obat di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

 

Peraturan Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang � Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

 

Reddy, V. Venkant. (2008). Hospital Materials Management. Managing a Modern Hospital, Vo.2(1): p.126-143.

 

Rofiq, Abdul, Oetari & Gunawan Pamudji Widodo. (2020). Analisis Pengendalian Persediaan Obat dengan Metode ABC, VEN, dan EOQ di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research, Vol. 2: p.97-109.

 

Sugiyono & Susanto, A. (2015). Cara Mudah Belajar SPSS & Lisrel. CV. Alfabeta.

 

Widodo, Unggul & Pujiyanto. (2020). Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan Metode ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi. Jurnal Arsi, Vol.6(2): p.80-96

 

Yuningsih, O., Febriyossa, A., Apriani, A., Najmi, N., & Hidayat, A. R. (2022). Gambaran Hiperurisemia pada Pria dan Wanita Obesitas Usia Produktif. Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO), 4(01), 1�9.

 

 

Copyright holder:

Maharani Sylvia Rindawati, Helen Andriani (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: