Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
7, Juli 2023
UPAYA KERJA SAMA MULTILATERAL INDONESIA
DALAM MENANGGAPI KEBIJAKAN RED II UNI EROPA
Deitra Aisha, Akim
Universitas Padjadjaran
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Indonesia memiliki industri perkebunan kelapa sawit terbesar dan menjadi produsen� produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Komoditas kelapa sawit yang berasal dari Indonesia diekspor hampir ke seluruh benua dengan konsumen tertingginya terdapat di benua Asia dan kawasan Uni Eropa. Uni Eropa sebagai salah satu konsumen besar kelapa sawit Indonesia pada tahun 2018 merevisi kebijakannya menjadi Renewable Energy Directive II (RED II) yang isinya menuai sentimen negatif terhadap industri kelapa sawit Indonesia. Lalu, Pemerintah Indonesia memberikan respons terhadap isu negatif tersebut melalui beberapa upaya diplomasi, seperti kerja sama multilateral. Artikel ini membahas mengenai kegiatan diplomasi perdagangan Indonesia ke Uni Eropa dengan menggunakan kerja sama multilateral. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan konsep diplomasi ekonomi Data yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, seperti studi Pustaka. Data-data tersebut dianalisis dan dibahas dengan menggunakan kerangka konsep diplomasi ekonomi untuk menjelaskan mengenai kegiatan diplomasi ekonomi yang dilakukan Indonesia ke Uni Eropa terhadap komoditas minyak kelapa sawitnya dengan bergabung dalam kerja sama multilateral. Hasil penelitian ini adalah Indonesia dalam melakukan upaya mempertahankan minyak kelapa sawitnya mengikuti beberapa kerja sama bilateral dan multilateral seperti keikutsertaan nya di CPOPC.
Kata kunci: Diplomasi Ekonomi; Indonesia; Minyak Kelapa Sawit; RED II; Uni Eropa.
Abstract
Indonesia has the
largest palm oil plantation industry and is the world's largest producer of
palm oil. Palm oil commodities originating from Indonesia are exported to
almost all continents with the highest consumers found in the Asian continent
and the European Union region. The European Union as one of the major consumers
of Indonesian palm oil in 2018 revised its policy to Renewable Energy Directive
II (RED II) which reaped negative sentiment towards the Indonesian palm oil
industry. Then, the Government of Indonesia responded to these negative issues
through several diplomatic efforts, such as multilateral cooperation. This
article discusses Indonesia's trade diplomacy activities to the European Union
using multilateral cooperation. This research uses qualitative research methods
with the concept of economic diplomacy The data used in this study was obtained
using several data collection techniques, such as literature studies. These
data are analyzed and discussed using the framework of economic diplomacy
concepts to explain the economic diplomacy activities carried out by Indonesia
to the European Union on its palm oil commodities by joining multilateral
cooperation. The result of this study is that Indonesia in making efforts to
maintain its palm oil follows several bilateral and multilateral cooperations
such as its participation in CPOPC.
Keywords: At Economic Diplomacy; Indonesian; palm oil;
RED II; European Union.
Pendahuluan
Interaksi yang dijalankan oleh sebuah negara bertujuan untuk menciptakan hubungan antar satu negara dengan negara lainnya. Hubungan yang terjadi di antara negara-negara tersebut bisa berupa kerja sama atau bahkan terjadinya konflik. Maka dari itu, upaya yang dilakukan negara adalah dengan memanfaatkan diplomasi untuk mempererat, menjalin, dan meningkatkan hubungan, khususnya kerja sama antar negara untuk mencapai kepentingan bersama.
Dengan
proses antar aktor seperti diplomat sebagai perwakilan negara yang ada dalam suatu sistem
hubungan internasional dan terlibat dalam dialog ruang pribadi dan publik (diplomasi) untuk mencapai tujuan mereka dengan
cara yang damai
Secara
lebih luas, diplomasi juga digunakan untuk berbagai kepentingan, contohnya seperti kepentingan ekonomi. Hal itu membuat diplomasi ekonomi dijadikan sebagai salah satu kajian dari Hubungan
Internasional. Diplomasi ekonomi merupakan proses saat suatu negara menghadapi negara lain yang bertujuan
untuk memperoleh keuntungan yang maksimal guna mencapai kepentingan
nasional mereka dalam berbagai bidang aktivitas perekonomian. Hal tersebut termasuk untuk perdagangan, investasi, dan aktivitas ekonomi lainnya yang bertujuan mendapatkan keunggulan komparatif, memiliki dimensi bilateral, multilateral, dan regional, yang
masing-masing merupakan hal
penting
Indonesia turut menetapkan prioritas diplomasi ekonomi yang ditekankan pada para Diplomat Indonesia, diantara diplomasi perdagangan dan diplomasi komersial. Praktik-praktik diplomasi ini dapat membantu Indonesia dalam meningkatkan ekspor komoditasnya, seperti komoditas kelapa sawit. Peningkatan perdagangan dapat berhasil dengan mengoptimalkan segala SDA yang dimiliki Indonesia, terutama pada sektor komoditas unggulannya. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia.
Minyak kelapa sawit sebagai SDA Indonesia merupakan sebuah komoditas strategis bukan hanya bagi Indonesia namun secara global. Permintaan akan komoditas tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Bersaing dengan berbagai jenis komoditas lain dalam pasar minyak nabati global, minyak kelapa sawit menduduki peringkat pertama sebagai minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Industri kelapa sawit Indonesia memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia dengan kinerja perdagangan kelapa sawit yang kian meningkat dan industri ini juga banyak melibatkan pelaku usaha dari berbagai kelompok ekonomi.
Perkebunan kelapa sawit nasional
berkembang secara siginfikan dengan luas 16,38 juta hektare dan menampung tenaga kerja lebih
dari 17 juta kepala keluarga, petani, dan karyawan di area on
farm maupun off farm
Hubungan
Indonesia dan Uni Eropa dalam
bidang ekonomi telah terjalin sejak lama, negara-negara
Uni Eropa menjadi tujuan pasar utama minyak sawit. Hal ini menjadikan Uni Eropa sebagai salah satu mitra dagang
terbesar Indonesia, yang dapat
dibuktikan dengan nilai investasi keduanya yang meningkat di setiap tahunnya. Minyak kelapa sawit
menjadi salah satu produk yang sangat diminati Uni Eropa sebagai bahan
baku minyak nabati dalam pembuatan
bahan baku energi transportasi dan pembuatan makanan. Minyak kelapa sawit
yang di ekspor ke Uni Eropa kemudian akan diubah menjadi
biofuel
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa kasus perdagangan komoditas untuk minyak
nabati,
terutama dari Indonesia, terhambat untuk masuk ke negara-negara Eropa. Terdapat beberapa hambatan dalam perdagangan minyak kelapa sawit secara
global yang harus dihadapi
oleh negara-negara penghasil kelapa
sawit. Salah satunya dengan berkembangnya isu tentang lingkungan
akibat dari proses produksi dan penggunaan minyak kelapa sawit.
Salah satu aktor yang cukup kuat menolak
minyak kelapa sawit adalah Uni Eropa
Pada tahun 2018, Komisi Eropa mengeluarkan target baru dalam RED yaitu Renewable Energy Directives II (RED II). Kebijakan RED II dibentuk dengan tujuan untuk memastikan bahwa produksi bahan baku biofuel merupakan bahan baku yang tidak merusak lingkungan, tidak menyebabkan deforestasi hutan dan merupakan bahan baku yang bersifat berkelanjutan.� Kebijakan tersebut berpotensi berdampak pada penurunan ekspor komoditas minyak kelapa sawit karena secara tak langsung kebijakan tersebut mendiskriminasikan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Uni Eropa.
Inti dari
kebijakan RED II adalah pemanfaatan minyak sawit yang disingkirkan sebagai bahan legal dalam produksi biofuel atau bahan bakar
nabati. Kebijakan yang dicetuskan oleh European Commission�s sangat penting bagi kelangsungan
ekpsor minyak kelapa sawit Indonesia ke pasar Eropa sebagai pasar kedua terbesar bagi komoditas
ini
Melihat fenomena yang ada, minyak kelapa sawit sebagai salah satu penyumbang nilai ekonomi terbesar bagi Indonesia harus dilindungi dari peraturan RED II Uni Eropa yang dapat menghambat perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia. Bila perdagangan komoditas minyak kelapa sawit ini terdampak oleh RED II dan mengakibatkan turunnya nilai perdagangan ke Uni Eropa akan berdampak juga ke perkembangan ekonomi Indonesia.� Maka dari itu, Indonesia melakukan kegiatan diplomasi perdagangan sebagai upaya dalam memepertahankan dan meningkatkan ekonomi negaranya pada komoditas kelapa sawitnya. Pada riset ini, peneliti berusaha menelaah kegiatan diplomasi perdagangan yang dilakukan Indonesia ke Uni Eropa dalam menanggapi RED II.�
Untuk
dapat melaksanakan penelitian ini, peneliti perlu adanya studi dan penelitian terdahulu untuk menjadi gambaran
tentang fenomena dan konsep yang terkait dengan topik yang diteliti. Peneliti membagi penelitian terdahulu dalam tiga tipologi. Pertama, penelitian terdahulu mengenai diplomasi ekonomi dan perdagangan, Dalam tipologi pertama ini, peneliti merujuk
pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sabaruddin
Diplomasi
adalah salah satu instrumen penting dalam hubungan internasional untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara yang berkaitan dengan negara lain atau organisasi internasional. Dalam hubungan internasional, diplomasi dianggap sebagai aplikasi inteligen dan strategi untuk menjalankan hubungan formal antar pemerinatahan yang berdaulat, yang dapat diperluas dengan hubungan dengan negara lainnya. Menurut Barston, diplomasi adalah manajemen hubungan antarnegara dengan aktor hubungan
internasional lainnya
Perwakilan
resmi setiap negara dan aktor-aktor lainnya berusaha menyampaikan, mengkoordinasikan dan mengamankan
kepentingan nasional yang dilakukan melaui korespodensi, saling bertukar dan menyampaikan pandangan, kunjungan antarnegara, pembicaraan tidak resmi, dan berbagai aktivitas lainnya
Diplomasi
terus berkembang seiring dengan adanya sifat saling
ketergantungan satu negara dengan negara lainnya. Kegiatan diplomasi merupakan salah satu proses yang dilakukan dengan cara negosiasi disamping bentuk kegiatan lainnyam seperti kunjungan, pertemuan, dan perjanjian-perjanjian.� Maka dari itu, negosiasi
adalah salah satu cara dalam berdiplomasi
untuk menyelesaikan perbedaan dan permasalahan secara damai dengan
memajukan kepentingan nasional suatu negara. Diplomasi menjadi bagian yang penting untuk dijadikan salah satu jalan keluar
atau solusi untuk menyelesaikan permasalahan secara damai
Diplomasi ekonomi adalah salah satu jenis dari diplomasi yang memanfaatkan instrumen ekonomi untuk menempuh tujuan dan kepentingan negara atau lembaga lain. Menurut Kishan S. Rana, diplomasi ekonomi adalah sebuah proses di mana negara memiliki hubungan dengan negara lain guna memaksimalkan keuntungan nasionalnya pada segala jenis aktivitas ekonomi, seperti perdagangan, investasi, dan bentuk kegiatan ekonomi lainnya yang menguntungkan.
Dimensi
diplomasi ekonomi dapat dilakukan secara bilateral, regional, maupun
multilateral yang terdiri dari
aktor resmi Diplomasi ekonomi dapat dikatakan juga sebagai proses pengajuan kebijakan tentang prospek ekonomi untuk dinegosiasikan supaya dapat disetujui
oleh negara lain, baik secara
bilateral maupun multilateral. Terdapat
perbedaan cakupan umum antara diplomasi
yang berisikan hanya aktor negara seperti kementerian luar negeri dengan diplomasi ekonomi yang memiliki lingkupan lebih luas dan lebih dari pada itu Maaike Okano-Heijmans yang meyatakan bahwa diplomasi
ekonomi tak terlepas dari pengaruh politik.
Oleh karena itu, diplomasi ekonomi dapat dimengerti sebagai pemakaian sarana politik utnuk menjadi pendorong dalam negosiasi internasional yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kesejahteraan ekonomi nasional, dan pemanfaat daya ungkit ekonomi untuk meningkatkan stabilitas politik negara.
Diplomasi ekonomi dapat diutarakan dalam beberapa hal yang bergantung
kepada tujuan dan prinsip yang dapat dikelompokkan menjadi lebih dari satu
kategori. Hal tersebut terbentuk dengan melihat keaadan bahwa diplomasi ekonomi
mengikat politik dan ekonomi sebagai alat dan tujuan dalam satu rangkaian
diplomasi ekonomi yang dilakukan. Maka dari itu, diplomasi ekonomi dimengerti
sebagai penggunaan sarana politik, sebagai pengangkat dalam negosiasi
internasional, dengan pemanfaatan daya pengangkat ekonomi untuk meningkatkan
stabilitas politik bangsa
Diplomasi ekonomi dalam hal ini tidak hanya dijalani oleh sebuah negara,
tetapi juga menyertakan aktor non-negara, misalnya kelompok kepentingan lainnya
atau bisnis swasta. Meskipun begitu, negara tetap menjadi aktor utama yang
berperan dalam proses diplomasi ekonomi. Pada perspektif state-centric
realis, diplomasi ekonomi dimengerti sebagai sebuah upaya pencapaian keamanan
ekonomi dalam sistem yang anarki. Keamanan ekonomi mencakup stabilitas politik
negara dan kesejahteraan ekonomi.
Maka dari itu, diplomasi ekonomi yang dilakukan oleh negara melibatkan
beberapa macam instrumen yang memiliki karakter politik maupun ekonomi.
Heijmans mengkelompokkan variasi tersebut ke pada dua sisi, yakni �business
end� dan �power �play end� Pada power-play end, instrumen
diplomasi ekonomi melibatkan aktivitas yang bersifat politis, seperti pemberian
sanski. Tujuan utama aktivitas seperti ini adalah untuk menciptkan stabilitas
negara. Sedangkan pada bagian business end, instrumen diplomasi yang
digunakan lebih mendasar pada lgoika ekonomi.
Pada ranah tersebut, tujuan akhir dari diplomasi adalah meningkatkan ekonomi seperti di bidang: perdagangana, komersial, dan investasi. Diplomasi ekonomi dapat mempunyai tujuan akhir terbentuknya stabilitas ekonom atau terbentuknya stabilitas politik suatau negara. Dari pembagian dua spektrum di bawah ini, Heijmans menjelaskan bahwa instrumen yang bersifat politis dapat digunakan untuk melakukan diplomasi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kemakuman negara, sedangkan instrumen yang berkarakter ekonomi dapat dipakai untuk melakukan diplomasi ekonomi untuk meningkatkan stabilitas politik negara.
Salah satu bentuk dari diplomasi ekonomi adalah dengan adanya kerja sama multilateral. Kerja sama ekonomi multilateral erat hubungannya dengan kerja sama antar negara yang dilakukan oleh beberapa negara yang jumlahnya lebih dari dua negara. Kerja sama ekonomi multilateral dapat mempengaruhi perdagangan negara-negara anggotanya. Dalam hubungan perdagangan Indonesia dan Uni Eropa, kerja sama ekonomi multilateral yang diikuti masing-masing negara dapat mendukung maupun menghambat hubungan perdagangan Indonesia dan Uni Eropa. Kerja sama multilateral ini dapat digunakan sebagai salah satu kerangka pembangun kerja sama ekonomi lainnya.
Selanjutnya,
penelitian terdahulu yang membahas mengenai kebijakan Uni Eropa terhadap minyak kelapa sawit. Peneliti
mengarah pada penelitain
yang dilakukan oleh Suwarno
Penelitian-penelitian diatas dianggap penting oleh peneliti karena menjadi salah satu implikasi yang nyata dari diplomasi ekonomi yang gencar dilaksanakan. Bidang ekonomi sudah menjadi instrumen yang tidak dapat dipisahkan dalam kajian Hubungan Internasional dan merupakan salah satu instrumen penting bagi suatu negara untuk mencapai kepentingan-kepentingannya, khususnya bagi Indonesia yang tengah gencar melakukan diplomasi di bidang ekonomi. Secara keseluruhan, peneliti terdahulu yang dijabarkan oleh peneliti memberikan dasar dan referensi dalam melakukan riset ini. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijabarkan, rumusan masalah pada artikel ini adalah bagaimana Indonesia melakukan kerja multilateral dalam menanggapi kebijakan RED II. �
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode riset kualitatif untuk melakukan
analisis dan pendalaman mengenai diplomasi perdagangan kelapa sawit Indonesia
terhadap Uni Eropa. Metode riset kualitatif mempunyai karakteristik untuk
melibatkan data yang bersifat naturalistik yang mana riset ini berusaha untuk
mempelajari dengan menyatakan fakta sebeneranya dalam sebuah peristwia dan
menghindari intervensi ataupun manipulasi variabel.
Christoper Lamont juga menjelaskan bahwa metode riset kualitatif adalah
strategi atau teknik pengumpulan data dan analisis data yang mengandalkan
pengumpulan dan analisis data non numerik. Data yang bersifat non numerik dapat
dibuah menjadi sebuah data numerik sebagai pembanding dan bahan evaluasi
selanjutnys. Dalam Studi Hubungan Internasional, riset kualitatif bisa
digunakan untuk memahami makna dan prsoes pembentukan politik internasional
seperti studi yang mendalami suatu peristiwa yang berkaitan dengan negara,
organisasi, individu, serta kawasan
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif merupakan proses menelusuran atau menyidikan terhadao suatu fenomena secara bertahap dengan melihat keselarasan kebijakan suatu negara dengan realita yang terjadi di dunia. Jenis data yang digunakan yakni data sekunder yang merupakan data yang
telah tersedia, baik berbentuk penelitian terdahulu, suvei, dan lain sebagainya. Biasanya, data yang telah tersedia ini berbentuk
data statistic yang telah diuji keabsahannya
pada penelitian sebelumnya atau data-data yang tersedia di laman resmi institusi
tersentu sebagai data pendukung dari suatu penelitian
Hasil dan Pembahasan
Dapat ditelusuri kembali bahwa perdagangan komoditas kelapa sawit antara Uni Eropa dan Indonesia dimulai pada awal tahun 2000-an, sejak industri komoditas kelapa sawit Indonesia mulai berkembang pesat. Pada bagian pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bagaimana kondisi umum industri komoditas kelapa sawit Indonesia dan dapat dikatakan bahwa Uni Eropa yang mana merupakan negara-negara berasal dari Uni Eropa, merupakan suatu kelompok negara yang berlangganan menjadi konsumen besar dari kelapa sawit Indonesia.
Tahun
2008 menjadi awal Uni Eropa menjadi salah satu pelanggan utama dari kelapa
sawit Indonesia dan puncaknya
pada tahun 2010 menjadi tujuan ekspor terbesar
dari komoditas ini
Total perdagangan
bilateral kedua negara bernilai
33,2 miliar US$ pada tahun
2022 dengan Indonesia terutama
mengekspor minyak kelapa sawit tekstil,
dan alas kaki dan mengimpor mesin,
bahan kimia, dan peralatan transportasi. Pada periode tahun tersebut,
nilai ekspor Indonesia kepada Uni Eropa tertulis sebanyak 21,5 miliar US$ dan impor Indonesia dari Uni Eropa sebanyak 11,7 miliar US$. Kemudian, di tahun 2016, UE dan
Indonesia memulai negosiasi
untuk Comperhensive
Economic Partnership Agreement (CEPA), yang bertujuan
untuk memperkuat hubungan perdagangan dan investasi kedua negara. Negosiasi masih terus berlanjut dan kesepakatan diharapkan akan segera ditandatangani
dan dilaksanakan
Pada diplomasi perdagangan menurut Okano-Heijmans kerja sama multilateral juga menjadi salah satu ekspresi dari diplomasi ini. Kerja sama multilateral adalah hubungan diplomatik dan ekonomi yang terjalin antara lebih dari dua negara, seperti World Trade Organization (WTO), United Nations, dan organisasi lainnya. Berbagai variabel, termasuk pertimbangan sejarah, budaya, perdagangan, dan keamanan, dapat membentuk hubungan ini. Kerja sama multilateral mengakui bahwa banyak masalah global saling terkait dan tidak dapat diselesaikan oleh masing-masing negara yang bertindak secara independen. Negara-negara dapat mengumpulkan sumber daya dan keterampilan mereka dengan bekerja sama untuk mengatasi masalah global termasuk kemiskinan, terorisme, pandemi, dan perubahan iklim.
Kemampuan negara-negara untuk berdiskusi dan mencapai norma dan konvensi bersama yang dapat membantu mempromosikan stabilitas dan prediktabilitas yang lebih besar dalam hubungan internasional adalah salah satu manfaat utama kerja sama multilateral. Selain itu, perjanjian multilateral dapat membantu memajukan kesetaraan dan inklusivitas yang lebih besar dalam tata kelola global dengan memberikan suara yang lebih kuat kepada negara-negara kecil dan berkembang dalam urusan internasional.
Indonesia dan Uni Eropa tergabung dalam WTO yang merupakan salah satu bentuk dari kerja sama multilateral. Pada bulan Maret 2019, Indonesia mengajukan permintaan resmi untuk konsultasi dengan UE di bawah mekanisme penyelesaian sengketa WTO, mengklaim bahwa peraturan RED II mendiskriminasi produk minyak sawit Indonesia dan melanggar peraturan WTO. Indonesia berargumen bahwa peraturan tersebut secara tidak adil mendukung biofuel yang diproduksi Eropa daripada biofuel berbasis minyak sawit dari negara-negara seperti Indonesia, dan bahwa diskriminasi ini dapat berdampak negatif pada industri dan ekonomi minyak sawit Indonesia.
Uni Eropa berpendapat bahwa peraturan RED II didasarkan pada masalah lingkungan, termasuk kebutuhan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mempromosikan keberlanjutan, dan tidak ditujukan khusus untuk minyak kelapa sawit. Namun, Indonesia dan negara penghasil minyak sawit lainnya telah menyatakan keprihatinan bahwa peraturan tersebut secara tidak adil menargetkan ekspor mereka. Proses penyelesaian sengketa WTO sedang berlangsung, dan masih harus dilihat seperti apa hasil akhirnya. Namun, perselisihan tersebut menyoroti ketegangan yang dapat timbul antara negara-negara atas kebijakan perdagangan dan lingkungan, dan tantangan untuk menyeimbangkan masalah ekonomi dan lingkungan dalam sistem perdagangan global.
Kemudian,
Indonesia resmi mengutarakan
gugatan kepada Uni Eropa di WTO melalui Putusan Tetap Republik
Indonesia (PTRI) di Jenewa pada tanggal
9 Desember 2019.�
Gugatan tersebut diutarakan pada arahan RED II dan
Delegated Regulation Uni Eropa, karena kebijakan-kebijakan tersebut dinilai mendiskriminasikan produk komoditas kelapa sawit. Dalam hal
ini, Indonesia kembali mempertegas ketidaksetujuannya terhadap kebijakan Uni Eropa terhadap kelapa sawit. Gugatan
ini diajukan untuk menunjukkan tindakan serius Pemerintah Indonesia dalam membantah diskriminasi oleh Uni Eropa kepada kelapa
sawit Indonesai melalui kebijakan RED II
Selanjutnya, di tingkat multilateral Indonesia sebagai negara anggota ASEAN juga memiliki kemitraan dengan Uni Eropa. Indonesia juga memanfaatkan pertemuan ini sebagai wadah diplomasi untuk komoditas kelapa sawit nya ke Uni Eropa. Pertemuan ini diikuti oleh 10 Menteri Luar Negeri negara anggota ASEAN dan 23 Menteri Luar Negeri dari negara anggota Uni Eropa yang menetapkan komitmen bersama untuk mendukung prinsip multilateralisme baik dalam peningkatan perdagangan kedua kawasan, pemulihan ekonomi, dan perlindungan lingkungan hidup.
Pada kesempatan
tersebut, Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia, meminta
Uni Eropa untuk memperlakukan minyak kelapa sawit secara
adil. Terkait dengan isu kelapa
sawit yang dikatakan penyebab deforestasi, Menlu Retno menyampaikan
bahwa Indonesia tidak mempertaruhkan kelestarian lingkungan hanya untuk menempuh pembangunan ekonomi. Indonesia menegaskan bahwa peneymbuhan ekonomi dalam hal menjaga
lingkungan hidup menjadi komitmen dan kepentingan bersama, sehingga minyak sawit yang ramah lingkungan merupakan bagian dari keseriusan
Indonesia
Indonesia dalam memajukan kelapa sawitnya adalah dengan bergabung dalam kerja sama di organisasi sawit yaitu, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC). CPOPC adalah suatu organisasi antar pemerintah bagi negara yang menghasilkan minyak kelapa sawit yang memiliki tujuan untuk mempromosikan, memperkuat, dan mengembangkan kerja sama dalam pemeliharan komoditas kelapa sawit di antara negara-negara anggota. Saat ini CPOPC beranggotakan Indonesia, Kolombia, dan Malaysia.
Dari ketiga negara tersebut, Indonesia dan Malaysia meruapakan dua negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar secara global. Dengan dibentuknya CPOPC ini diharapkan bisa memperkuat kampanye positif minyak kelapa sawit di tingkat internasional melawan banyaknya kampanye buruk atas minyak kelapa sawit yang berasal dari pihak negara lain khususnya Uni Eropa. Seperti yang sudah disampaikan pada bagian sebelumnya lewat kebijakan RED II, Uni Eropa telah menentukan kriteria ILUC untuk memilih kelompok suatu tanaman penghasil biofuel. Jika dikelompokkan sebagai high risk, produk turunan biofel dengan perlahan akan dihapuskan dari pasar Uni Eropa.� Biofuel adalah turunan dari minyak kelapa sawit yang pada ILUC dikelompokkan sebagai komoditas high risk dan dari hasil putusan tersebut sangat berpengaruh negatif untuk negara-negara penghasil kelapa sawit.
Maka dari itu, pada kaitannya dengan CPOPC, negara-negara penghasil kelapa sawit berusaha melakukan counter untuk kampanye negatif tersebut dengan cara 1) penguatan diplomasi sawit, 2) membuktikan dengan riset atas dampak positif sawit bagi penguatan pembangunan berkelanjutan 3) upaya hukum atau litigasi apabila upaya diplomasi menangkal kampanye negatif tersebut tidak berjalan efektif.
Dalam rangka menindaklanjuti hadirnya RED II, CPOPC sudah secara kuat menyampaikan responsnya. CPOPC melihat RED II tentang ILUC sebagai hasil dari kesepakatan politik di Uni Eropa yang mempunyai tujuan untuk mengecualikan serta mengisolasi minyak kelapa sawit dari sektor sustainable energy, demi pendapat dari rapeseed oil yang dihasilkan oleh Uni Eropa yang kurang kompetitif. CPOPC memiliki perspektif bahwa hal yang dimaksud dari Delegated Regulation yang dicetuskan merupakan bentuk pelarangan dan membatasi seluruh bahan bakar nabati yang berbahan dasar kelapa sawit di Uni Eropa dengan menggunakan konsep yang tidak memenuhi kaidah ilmiah dari ILUC.
Kriteria
yang tak memiliki landasan dan ketentuan ilmiah yang dipakai dalam RED II berniat hanya memfokuskan pada minyak kelapa sawit
dan deforestasi, bahkan tidak mengikutsertakan masalah lingkungan yang lebih luas dari
adanya budidaya minyak nabati lainnya
seperti rapeseed. Disini,
CPOPC melihat bahwa Delegated
Regulation sebagai alat
unilateral yang diberikan kepada
negara penghasil minyak kelapa sawit yang dapat mengekang pencapaian pembangunan berkelanjutan
Dari mulai CPOPC berdiri, fokus dari organisasi ini adalah menawarkan upaya terbaik untuk mencapai pembangunan keberlanjutan atau SDGs pada negara-negara produsen minyak kelapa sawit. CPOPC sudah melakukan beberapa program yang diantara adalah mempromosika minyak kelapa sawit di tingkat internasional dan merespons hambatan perdagangan dan kampanye negatif kelapa sawit. Dalam studi yang dipublikasikan oleh CPOPC yang berjudul �Rencana Induk untuk Implementasi Strategis SDGs di Sektor Kelapa Sawit tahun 2030�, mengatakan tentang komoditas minyak kelapa sawit memiliki kemampuan untuk memenuhi sebagian besar dari 17 tujuan SDGs berdasarkan pada studi kasus yang dilakukan di Indonesia, Malaysia, Thailand, Nigeria, dan Kolombia.
Pencapaian
ini akan tetap dijaga oleh negara-negara penghasil minyak kelapa sawit salah satunya dengan penguatan CPOPC dalam isu-isu terkait dengan industri kelapa sawit, seperti
produktivitas, stabilisasi harga, permintaan dan penawaran, kesejahteraan petani, dan citra positif kelapa sawit di sepanjang rantai supply nya
Melihat aktivitas kerja sama multilateral yang dilakukan Indonesia terhadap komooditas kelapa sawitnya, menunjukan adanya keseriusan Indonesia dalam memperjuangkan komoditas unggulannya ini.� Meskipun dari pihak Uni Eropa belum ada respon yang dapat menyatukan perspektif antara Indonesia dan Uni Eropa, Indonesia tetap menunjukan usaha diplomasi nya. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki kesadaran sebagai aktor hubungan internasional bahwa kebijakan yang diambil dari luar negara dapat berpengaruh pada pengambilan keputusan domestik dalam negara. Oleh karena itu, kebijakan RED II yang dibentuk oleh Uni Eropa turut berpengaruh pada keputusan Indonesia di industri kelapa sawit.
Bila dikaitkan dengan diplomasi perdagangan, Indonesia menggunakan ekspresi kerja sama multilateral sebagai upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kelapa sawit nya. Hal ini dapat menjadi bukti adanya upaya bagi Indonesia dalam ber diplomasi untuk industri kelapa sawitnya.
Kesimpulan
Pada tahun 2017 Renewable Energy Directive II dicetuskan yang berisi mengenai kriteria keberlanjutannya untuk biofuel, termasuk biodiesel yang terbuat dari minyak sawit. RED II menganggap bahwa minyak kelapa sawit Indonesia tidak ramah lingkungan karena menciptakan banyak deforestasi. Hal tersebut mengakibatkan image minyak kelapa sawit Indonesia di perspektif internasional memburuk serta menimbulkan penurunan nilai kelapa sawit. Mengingat kelapa sawit Indonesia merupakan komoditas unggulan yang menyumbang banyak untuk devisa negara, tentu Indonesia merasa isu kelapa sawit ini penting untuk diperjuangkan.
Meskipun Uni Eropa bukan merupakan mitra dagang terbesar pertama Indonesia dan masih banyak negara lain yang menempati posisi di atasnya yang memiliki nilai perdagangan lebih besar daripada Uni Eropa. Namun, kebijakan Uni Eropa sangat berpengaruh bagi Indonesia. Pada artikel ini dijelaskan bagaimana Indonesia dalam melakukan diplomasi ke Uni Eropa untuk mempertahankan minyak kelapa sawit. Dalam hal ini, Indonesia melakukan kerja sama multilateral, dengan bergabung dalam organisasi negara penghasil kelapa sawit atau CPOPC.
Organisasi tersebut hadir untuk menyatukan suara negara-negara penghasil kelapa sawit agar lebih kuat di tingkat internasional.� Indonesia juga telah berusaha untuk mempromosikan produksi minyak sawit berkelanjutan, untuk terlibat dalam kerja sama multilateral, dan untuk menantang kriteria keberlanjutan RED II melalui World Trade Organization (WTO).����������
Indonesia sudah melakukan diplomasi ke Uni Eropa guna memperjuangkan kelapa sawit nya. Namun, dari beberapa kegiatan diplomasi tersebut, belum ada titik penyelesaian untuk isu kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa. Karena kedua mitra ini memiliki perbedaan pendekatan dalam memproduksi suatu komoditas, sehingga sulit untuk menyatukan standard yang dapat diterima oleh kedua mitra dagang ini. �
BIBLIOGRAFI
S�rensen, G., & Jackson, R. (2010). Introduction
To International Relations Theories And Approaches. Oxford: Oxford
University Press.
Mcglinchey,
S. (2007). Diplomacy. E-International Relations, 21.
Rana, K. S. (2007, January). Economic Diplomacy: The
Experience Of Developing Countries. Retrieved From Researchgate: Https://Www.Researchgate.Net/Publication/337532192_Article_%27Economic_Diplomacy_The_Experience_Of_Developing_Countries%27_Book_The_New_Economic_Diplomacy_Decision_Making_And_Negotiations_In_International_Relations_Eds_Nicholas_Bayne_And_Stephen_Woolcock_
Lamont,
C. (2015). Research Methods In International Relations. SAGE Journal.
Kemendag. (2019, Desember 15). Lawan Diskriminasi Kelapa
Sawit, Indonesia Gugat Uni Eropa Di WTO. Retrieved From Kementerian
Perdagangan RI :
Https://Www.Kemendag.Go.Id/Berita/Siaran-Pers/Lawan-Diskriminasi-Kelapa-Sawit-Indonesia-Gugat-Uni-Eropa-Di-Wto-3
Kementerian Luar Negeri Indonesia . (2020, December 1). Menlu
RI Desak Uni Eropa Perlakukan Minyak Kelapa Sawit Secara Adil. Retrieved From
Kemlu.Go.Id:
Https://Kemlu.Go.Id/Portal/Id/Read/1932/Berita/Menlu-Ri-Desak-Uni-Eropa-Perlakukan-Minyak-Kelapa-Sawit-Secara-Adil
Kementerian Luar Negeri. (2021). Laporan Kinerja 2021.
Direktorat Kerja Sama Intrakawasan Dan Antar Kawasan Amerika Dan Eropa.
Kajian Mandiri Kemlu . (2019). �Peran Diplomasi Dalam Mendukung
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan: Tinjauan Terhadap Pengelolaan Industri
Minyak Nabati� . Jakarta: Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Arifin, B., & Putri , K. A. (2019). Indonesian
Government Strategies On Obtaining Crude Palm Oil (CPO) Market Access To
European Union Countries Over The EU Parliament Resolution On Palm Oil And
Deforestation Of Rainforest. Andalas Journal Of International Studies (AJIS),
203.
Delegation Of The European Union To Indonesia. (2021). RELATIONS
WITH THE EU The European Union And Indonesia. Retrieved From Europa.Eu :
Https://Www.Eeas.Europa.Eu/Indonesia/European-Union-And-Indonesia_En?S=168
Kemendag. (2023, Februari ). RI Dan Eropa Tuntaskan
Putaran Ke-13 Perundingan I-EU CEPA. Retrieved From Kementerian
Perdagangan :
Https://Www.Kemendag.Go.Id/Berita/Pojok-Media/Ri-Dan-Eropa-Tuntaskan-Putaran-Ke-13-Perundingan-I-Eu-Cepa
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. (2022, Oktober
20). Pemerintah Terus Dorong Industri Sawit Berkelanjutan Dari Hulu Hingga
Hilir. Retrieved From Ekon.Go.Id:
Https://Www.Ekon.Go.Id/Publikasi/Detail/4639/Pemerintah-Terus-Dorong-Industri-Sawit-Berkelanjutan-Dari-Hulu-Hingga-Hilir
Kartika, I. T. (2016). Interaksi Kebijakan Renewable Energy
Directive Dan Kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil Terhadap Ekspor
Kelapa Sawit Indonesia Ke Uni Eropa. Departemen Ilmu Hubungan
Internasional Universitas Hasanuddin Makassar, 5.
Suastha, R. D. (2017). Soal Kampanye Hitam, UE Sebut RI
Pengekspor Sawit Terbesar Baca Artikel CNN Indonesia "Soal Kampanye
Hitam, UE Sebut RI Pengekspor Sawit Terbesar" Selengkapnya Di Sini:
Https://Www.Cnnindonesia.Com/Internasional/20171214110201-134-262310/Soal-Kampanye-Hi.
Retrieved From CNN Indonesia:
Https://Www.Cnnindonesia.Com/Internasional/20171214110201-134-262310/Soal-Kampanye-Hitam-Ue-Sebut-Ri-Pengekspor-Sawit-Terbesar
Sasmi, D. T. (2019). Upaya Pemerintah Indonesia Dalam
Menghadapi Peraturan EU Directive Tentang Sawit Di Eropa Tahun 2017-2019. Frequency
Of International Relations Vol 1, 262-284.
Okano-Heijmans, M. (2011). Conceptualizing Economic
Diplomacy: The Crossroads Of International Relations, Economics, IPE And Diplomatic
Studies. In Economic Diplomacy: Economic And Political Perspectives (Pp.
7-36). Leiden, Boston: Martinus Nijhoff Publishers.
Sabaruddin, S. S. (2016). Grand Design Diplomasi Ekonomi
Indonesia: Sebuah Pendekatan Indeks Diplomasi Ekonomi. Jurnal Ilmiah
Hubungan Internasional, 12.
Killian, P. M. (2015). Diplomasi Ekonomi Sebagai Kajian Dan
Agenda Riset: Isu Praktis, Konseptual Dan Metodologis. Global Strategis.
Suwarno, W. (2019). Kebijakan Sawit Uni Eropa Dan Tantangan
Bagi Diplomasi Ekonomi Indonesi. Jurnal Hubungan Internasional.
Bintang, H. A. (2019). Diplomasi Ekonomi Indonesia Terhadap
Uni Eropa Dalam Menghadapi RED (Renewable Energy Directive) Dan Kampanye
Hitam Minyak Kelapa Sawit Indonesia. Unpar Repository.
Setiawan, A., Sulastri, E., Aprianto, E., & Maulana, I.
(2020). Analisis Diplomasi Ekonomi Indonesia Ke Asia Tengah. Seminar
Nasional Penelitian.
Alatas, A. (2015). Trend Produksi Dan Ekspor Minyak Sawit (CPO)
Indonesia. Jurnal AGRARIS.
Ewaldo, E. (2015). Analisis Ekspor Minyak Kelapa Sawit Di Indonesia.
E-Jurnal Perdagangan, Industri Dan Moneter, 3.
Stephanie, H., Tinaprilla, N., & Rifin, A. (2018). Efisiensi
Pabrik Kelapa Sawit Di Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia, 6.
Hartono, W. (2019). Evaluasi Kinerja Perusahaan Minyak
Kelapa Sawit PT. Astra Argo Lestari Tbk. (AALI) Dan PT. PP London Sumatra
Indonesia Tbk (LSIP. EXERO Journal Of Research In Business And Economics.
Abdi, Z., Pazli, & Waluyo, T. J. (2021). Industri
Kelapa Sawit Indonesia Pasca RED2 Uni Eropa. Jurnal Pendidikan Tambusai.
Khairunisa, G. R., & Novianti, T. (2017). Daya Saing
Minyak Sawit Dan Dampak Renewable Energy Directive (Red) Uni Eropa Terhadap
Ekspor Indonesia Di Pasar Uni Eropa. Jurnal Agribisnis Indonesia .
Saragih, H. M., & Rahayu, H. (2022). Pengaruh Kebijakan
Uni Eropa Terhadap Ekspor Kelapa Sawit Indonesia. JPPI (Jurnal Penelitian
Pendidikan Indonesia).
Sari,
R. (2022, May). Impact Of The Policy On Ban Of Exports Of Cpo And All
Derivative Products. Info Singkat.
Musyaffa, M. Z. (2022). Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Dalam Kebijakan Moratorium Kelapa Sawit Ke Uni Eropa Tahun 2018-2021.
Melissen, J. (2006). Public Diplomacy Between Theory And Practice.
In N. J., The Present And Future Of Public Diplomacy: A European
Perspective (P. 43). California : Randcorporation .
Morgenthau,
H. J. (1991). Politik Antar Bangsa. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia .
S.L, R.
(1995). Diplomasi,. PT Raja Grafindo.
Watson,
A. (1984). The Dialogues Between States. London : Methuem .
Moehar,
D. (2002). Metode Penelitian Sosial Ekonomi . Jakarta : Bumi Aksara .
Danial, E., & Warsinah, N. (2009). Metode Penulisan
Karya Ilmiah. Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan .
Copyright holder: Deitra Aisha, Akim (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |