Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 7, Juli 2023

 

PEMBELAJARAN TARI KREATIF UNTUK PENCIPTAAN KARYA TARI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB 3 PGRI CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

 

Erna Nur Hidayah

Universitas Negeri Surabaya, Indonesia

E-mail: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode belajar yang efektiv untuk anak-anak berkebutuhan khusus karena pendidikan hakikatnya adalah hak setiap anak bangsa tak terkecuali untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, yakni dengan tujuan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang kejadian yang ada di lapangan. Dengan menggunakan metodi kualitatif deskriptif, peneliti mendapatkan hasil bahwa anak-anak berkebutuhan khusus perlu diidentifikasi terlebih dahulu cara belajarnya kemudian baru masuk ke rposes eksplorasi kreativ untuk meningkatkan daya serap materi yang diberikan oleh tenaga pengajar untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tenaga pengajar perlu melakukan evaluasi terhadap para peserta didik apakah dapat menerima materi dengan baik atau tidak. Dengan menggunakan ketiga metode tersebut sang peneliti mendapati hasil bahwa peserta didik berkebutuhan khusus dapat menyerap ilmu dengan lebih cepat dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lebih bertumpu kepada teori.

 

Kata Kunci: Anak Berkebutuhan Khusus; Pembelajaran; Kreatif.

 

Abstract

This research aims to obtain effective learning methods for children with special needs because education is essentially the right of every child of the nation, including children with special needs. This study uses descriptive qualitative, namely with the aim of explaining and providing an overview of the events that exist in the field. By using a descriptive qualitative method, the researcher obtained the result that children with special needs need to first identify their learning methods and then enter into creative exploratory processes to increase the absorption of material provided by teaching staff for children with special needs. To get maximum results, teaching staff need to evaluate students whether they can receive the material well or not. By using these three methods the researcher found that students with special needs could absorb knowledge more quickly compared to learning methods that were more based on theory.

 

Keywords: Children with special needs; Learning; Creative.

Pendahuluan

Pendidikan merupakan hak semua anak bangsa sebagaimana yang telah dituliskan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 31 (1). Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak berkebutuhan khusus. Yang berarti setiap anak berhak menerima pendidikan tanpa membedakan status sosial, ekonomi, maupun fisik tanpa adanya diskriminasi atau perundungan terhadap anak peserta didik tersebut.

Kecerdasan intelektual merupakan asset berharga negara, oleh karena itu setiap generasi penerus bangsa harus tumbuh dan berkembang dengan dibekali pendidikan untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas dan cemerlang dengan pancasila sebagai pedomannya. Dengan pendidikan yang layak, seorang anak akan tumbuh dengan moral dan etika baik yang nantinya akan berguna untuk memajukan kondisi personalnya dan lingkungan sekitarnya.

Setiap orang tua pasti mengharapkan anaknya dapat mencapai cita-cita atau menjadi seseorang yang terpandang dan dapat menjadi kebanggaan mereka oleh sebab itu, setiap orang tua ingin memberikan pendidikan terbaik untuk setiap putra maupun putrinya. Mereka menganggap jika ilmu eksak adalah hal krusial nan penting untuk kecerdasan putra maupun putrinya sehingga terlalu fokus untuk mengejar ilmu eksak dan sering melupakan pembelajaran terpenting untuk perkembangan anak yakni ilmu seni dan budaya.

Dengan ilmu seni seorang anak akan lebih terlatih kreativitasnya sehingga dapat menimbulkan ide-ide maupun inovasi brillian yang dapat membantunya dalam proses belajar sehingga ilmu yang diserap akan lebih cepat daripada metode belajar yang hanya menggunakan teori sebagai landasan utama pembelajaran. Dengan ilmu budaya seorang anak akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang luhur dan berbudi pekerti sehingga mencetak generasi yang cerdas dan bermoral tinggi. Apa arti ilmu setinggi langit jika perilakunya tidak mencerminkan kemanusiaan yang bermoral dan beradab? Seorang anak baiknya diberikan ilmu budaya sejak dini sehingga moral dan etika yang baik sudah tertanam sejak usia dini dan menjadi kebiasaan yang akan dibawa hingga dewasa.

Menurut Dewantara (Dewantara, 1977) perkembangan anak membutuhkan keseimbangan antara emosi (perasaan) dengan pikiran (intellectual) yang dikemas dalam model pengalaman kreatif. Oleh sebab itu pendidikan seni sangat penting sebagai sarana dalam perkembangan kreativitas anak (Suhaya, 2016). Karena pada dasarnya tujuan dari pendidikan seni bukanlah mencetak anak menjadi seorang seniman namun memberikan pengalaman estetis pada anak untuk mengetahui bagaimana keindahan dalam seni, bagaimana tata cara dalam berkesenian yang dapat merangsang kreativitas pada setiap anak melalui pengalamannya dalam berkesenian (Soeriadiredja, 2016).

Pada dasarnya pendidikan seni di sekolah diarahkan untuk menumbuhkan kepekaan rasa estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis, apresiasif dan kreatif pada diri anak secara menyeluruh (Nugraheni et al., 2021). Sikap ini akan tumbuh, apabila dilakukan serangkaian proses kegiatan pada anak yang meliputi kegiatan pengamatan, penilaian, dan pertumbuhan rasa memiliki melalui keterlibatan anak dalam segala aktivitas seni di dalam kelas dan atau di luar kelas. Dengan kegiatan seperti itu anak dapat berkreativitas dengan bebas dan bahagia karena kunci dari pendidikan seni adalah anak mendapatkan pengalaman estetis yang membangkitkan pengalaman kreatif dengan suasana hati yang bahagia.

Dalam hal ini pendidikan kreatif dapat dilakukan melalui praktik secara langsung yang melibatkan aktivitas fisik dan cita rasa keindahan yang tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berapresiasi dan berkreasi melalui bahasa rupa atau seni rupa, bunyi atau seni musik, gerak atau seni tari dan peran atau seni teater (Kusumastuti, 2010).

Fungsi dan tujuan pendidikan seni tari adalah menumbuhkan sikap toleransi, demokrasi, dan beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat majemuk, mengembangkan kemampuan imajinatif intelektual, ekspresi melalui seni, mengembangkan kepekaan rasa, ketrampilan, serta mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi dan dalam memamerkan dan mempergelarkan karya seni (Tarsa, 2016). Pada pengorganisasian materi pendidikan seni menggunakan pendekatan terpadu, yang penyusunan kompetensi dasarnya dirancang secara sistematik berdasarkan keseimbangan antara kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Tiga unsur kecedasan berdasarkan teori taksonomi bloom ini sangat penting dalam mengevaluasi perkembangan anak dalam tahap belajar terutama dalam belajar seni tari yang menggunakan indera perasa, indera pendengaran, dan indera penglihatan (Halamury, 2022). Namun bagaimana jika anak-anak yang belajar seni tari adalah anak-anak tuna rungu. Meskipun tidak memiliki indera pendegeran yang normal, anak-anak SLB ini dapat mengikuti proses berkarya tari dengan luar biasa hanya mengandalkan penglihatan dan indera perasa nya yang merangsang emosional anak untuk bisa belajar kreatif dan menari sesuai dengan ketukan melalui penghayatan gerak.

Bagi beberapa anak normal menjadi aktif dan kreatif adalah hal sulit, memerlukan waktu bahkan biaya, namun tidak bagi mereka.Keterbatasan fisik dan daya berpikir serta mental tidak menjadi hambatan mereka untuk dapat menghargai sebuah kreatifitas. Bagi lingkungan anak-anak di SLB 3 PGRI Cluring sendiri ini diajarkan untuk mampu berkomunikasi dan berintaraksi dengan teman, guru dan lingkungan bahkan beberapa anak dalam sekolah ini ditunjuk untuk mewakili kabupaten Banyuwangi untuk menampilkan sebuah karya tari baru dan ditampilkan di Jakarta dihadapan ibu Risma selaku Ibu Mentri Sosial Republik Indonesia.

Setiap detail gerak yang dilakukan oleh beberapa anak dengan tipe atau jenis kelainan yang berbeda adalah hasil maksimal mereka dalam mengusahakan sebuah olah motorik tubuh. Hal tersebut memberi gambaran bahwa pendidikan seni sangat erat dengan pendidikan rasa.

Pada dasarnya seni tari berfungsi untuk melatih ekspresi diri, aktualisasi diri dan kebersamaan, selain itu tari berfungsi sebagai terapeutik dan berfungsi untuk melatih kecerdasan siswa sesuai kapasitasnya. Pada dasarnya pembelajaran tari membantu perkembangan berbagai jenis kecerdasan antara lain kecerdasan kinesthetic, kecerdasan musical, kecerdasan special, kecerdasan intrapersonal dan kecerdasan interpersonal (Kurniasih, 2021). Untuk membangkitkan sensitivitas koordinasi gerak serta rasa percaya diri anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa 3 PGRI Cluring maka diadakanlah sebuah implementasi model tari kreatif yang bertujuan agar bagaimana mereka mampu kreatif, ekspresif dan aktif.

Sehingga pihak sekolah memberikan kesempatan dengan menunjuk beberapa anak yang memiliki kemampuan bagus dalam menari untuk berproses kreatif dalam penciptaan karya tari yang diciptakan oleh salah seorang guru tari yaitu Ossy Widya Kusumastuti dari sanggar tari Sekartaji kecamatan Muncar kabupaten Banyuwangi untuk ditampilkan dalam event di Jakarta yang dihadiri oleh Ibu Risma selaku Menteri Sosial Republik Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya ialah bagaimanakah menstimulus kreativitas anak berkebutuhan khusus di SLB 3 PGRI Cluring dengan menggunakan pembelajaran tari kreatif melalui karya tari yang diciptakan oleh Ossy Widya Kusumastuti.

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif, yakni dengan tujuan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang kejadian yang ada di lapangan (Sugiyono, 2013). Penelitian kualitatif deskriptif menurut Nasution (2003) merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengadakan deskripsi untuk memberikan gambaran yang jelas tentang situasi-situasi sosial. Teknik dalam pengambilan data adalah observasi dan wawancara peneliti dengan pengajar tari maupun pendamping anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan informasi yang terbaik dan akurat untuk mencapai tujuan dari penelitian.

Subjek dalam penelitian ini melibatkan beberapa siswi SLB 3 PGRI Cluring yaitu berjumlah 6 siswi perempuan yang memiliki diagnosis menderita tuna rungu wicara dimana para siswi ini memiliki gangguan pada pendengaran dan tidak dapat berbicara. Siswi-siswi yang terpilih ini merupakan siswi yang telah ditunjuk untuk menampilkan karya tari garapan baru untuk event nasioanl di Jakarta dengan bimbingan dan arahan oleh guru tari pilihan yaitu Ossy Widya Kusumastuti.

Penelitian ini dilakukan di sanggar tari Sekartaji kecamatan Muncar kabupaten Banyuwangi. Karena proses kreatif dalam pembelajaran seni tari dilakukan di sanggar tari Sekartaji oleh anak-anak SLB 3 PGRI bersama pengajar beserta pendampingnya.

 

Hasil dan Pembahasan

Pembelajaran tari kreatif adalah proses belajar dan mengembangkan keterampilan tari dengan pendekatan yang berfokus pada eksplorasi, improvisasi, dan ekspresi pribadi (Ja, 2018). Pendekatan ini memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi gerakan secara bebas, mengimprovisasi gerakan mereka sendiri, dan mengekspresikan emosi dan ide-ide mereka melalui gerakan tubuh.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil dalam pembelajaran tari kreatif: (1) Pemahaman dasar tari: Dimulai dengan mempelajari dasar-dasar gerakan tari, seperti postur tubuh yang baik, gerakan kaki, gerakan tangan, dan gerakan dasar lainnya. Ini akan membantu siswa memahami elemen-elemen dasar yang digunakan dalam tari. (2) Eksplorasi gerakan: Memberikan siswa kebebasan untuk mengeksplorasi berbagai gerakan tubuh mereka sendiri. Mendorong mereka untuk menciptakan gerakan baru dan menggabungkan gerakan yang sudah ada secara kreatif. Biarkan mereka merasakan bagaimana gerakan tersebut terasa dan bagaimana mereka dapat menggambarkan ide atau emosi melalui gerakan itu. (3) Improvisasi: Mengajak siswa untuk berimprovisasi dengan gerakan yang telah mereka eksplorasi. Memberikan mereka stimulus atau musik yang berbeda sebagai tantangan untuk menciptakan gerakan yang baru dan unik. Dorong mereka untuk mengembangkan kepekaan terhadap musik dan emosi yang dihasilkannya, dan mengekspresikannya melalui gerakan tubuh. (4) Kolaborasi: Mendorong siswa untuk bekerja sama dalam kelompok atau pasangan untuk menciptakan karya tari kolaboratif. Berikan mereka kesempatan untuk berbagi ide, eksplorasi gerakan bersama, dan menciptakan tarian yang berdasarkan pada konsep atau tema tertentu. Ini dapat membantu siswa belajar tentang dinamika kelompok, komunikasi, dan kerjasama. (5) Ekspresi pribadi: Mendorong siswa untuk mengekspresikan emosi, pengalaman, atau ide-ide pribadi melalui gerakan tari. Ajak mereka untuk mengaitkan gerakan dengan pengalaman atau narasi pribadi mereka. Ini akan membantu siswa mengembangkan kepekaan emosional dan kemampuan untuk mengomunikasikan pesan melalui gerakan tubuh. (6) Pertunjukan: Mengakhiri proses pembelajaran dengan pertunjukan di hadapan publik. Berikan kesempatan bagi siswa untuk memperlihatkan karya tari mereka kepada orang lain.

Pertunjukan ini dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa dan memberikan pengalaman berharga dalam menyajikan karya seni mereka sangat penting untuk diingat bahwa pembelajaran tari kreatif bukan hanya tentang menguasai gerakan-gerakan teknis, tetapi juga tentang mengembangkan kreativitas, ekspresi pribadi, dan rasa kebebasan dalam tarian. Dalam proses ini, siswa dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri mereka sendiri, mengasah kemampuan dalam berkreativitas.

Anak berkebutuhan khusus adalah sebutan yang digunakan untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam perkembangan dan pembelajaran mereka (Nisa et al., 2018). Istilah ini mencakup berbagai kondisi dan tantangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada autisme, tunagrahita, tunarungu, tunanetra, gangguan perkembangan motorik, gangguan spektrum ADHD (attention deficit hyperactivity disorder), dan lain sebagainya. Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan yang unik, dan pelayanan yang diberikan kepada mereka harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan mereka. Beberapa anak mungkin membutuhkan dukungan tambahan dalam hal pendidikan, terapi fisik atau okupasi, dukungan sosial, dan lingkungan yang inklusif.

Pendidikan inklusif adalah pendekatan yang dianjurkan dalam mendidik anak berkebutuhan khusus. Ini berarti mengintegrasikan anak-anak dengan kebutuhan khusus ke dalam lingkungan pendidikan umum, di mana mereka dapat belajar bersama dengan teman sebaya mereka yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Dalam pendekatan ini, upaya dilakukan untuk menyediakan dukungan dan pengakomodasian yang diperlukan agar anak berkebutuhan khusus dapat belajar dengan efektif.

Penting untuk mengadopsi pendekatan yang holistik dalam mendukung anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini melibatkan kerjasama antara orangtua, pendidik, tenaga medis, dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan memberikan dukungan yang tepat dan inklusif, anak-anak berkebutuhan khusus memiliki potensi untuk berkembang dan mencapai prestasi sesuai dengan kemampuan mereka. Sesuai dengan tujuan pendididikan seni, sangat cocok jika diberikan sebagai materi untuk anak berkebutuhan khusus untuk dapat berkembang dan mencapai sebuah prestasi sesuai dengan kemampuan mereka dengan tentunya dengan metode pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak tidak merasa terbebani akan kegiatannya dalam belajar.

Pada dasarnya tari anak tidak hanya sebatas memberikan kesenangan ataupun hiburan disaat anak lelah belajar di kelas, tari anak disini juga mampu membentuk karakter anak, membantu perkembangan kinerja otak, serta menstimulus kemampuan motorik dan mengasah sikap afektif serta sosialisasi dalam berkoordinasi dengan lingkungan. Tari kreatif mampu mengembangkan beberapa aspek diantaranya aspek psikomotor yaitu siswa bergerak dalam upaya mengekspresikan imaji kreatifnya melalu tubuhnya, aspek kognitif yaitu proses siswa berpikir dan mempertanggung jawabkan bentuk gerak dan aspek afektif yaitu keberanian, inisiatif, kerjasama kelompok dan tanggungjawab (Suharti, 2014).

Gerak sebagai media tari mengajarkan anak-anak untuk berimajinasi, berkreasi dan bereskpresi. Tujuan dasar dengan direalisasikannya model pembelajaran ini adalah agar anak-anak mampu mendeklasikan dirinya sebagai pribadi yang bebas.Bebas dalam hal ini memiliki pengertian mampu memilih, mampu menyerap, merespon, mengaktualisasikan serta membentuk dunianya sendiri. Begitu pula dengan anak-anak berkebutuhan khusus dengan latar belakang hambatan yang berbeda, dalam beberapa aspek ada kesamaan sikap yang diperlihatkan antara anak-anak normal (usia dini) dengan anak-anak berkebutuhan khusus ini, yang membedakan adalah kemampuannya dalam mengaktualisasikan stimulus yang diberikan, aspek-aspek ini juga tidak lepas dari panduan tenaga pengajar ataupun guru pendamping dengan kemampuan yang tepat.

Harapan yang ingin dicapai dari penerapan model pembelajaran tari kreatif terhadap anak- anak berkebutuhan khusus ini bukan seberapa mereka mampu menghafal gerak atau bukan sebagus apa mereka melakukan gerakan tari namun seberapa mampu mereka mengkoordinasikan stimuli visual, audio dan motorik tubuh dalam bentuk rangkaian gerak. Implementasi model pembelajaran tari kreatif untuk mengetahui tingkat kreatifitas anak-anak berkebutuhan khusus atau �Special Needs� disusun denga beberapa siklus sebagai panduan dalam menerapkan model pembelajaran tari kreatif ini, siklus pertama adalah observasi awal, lalu siklus kedua adalah observasi pelaksanaan dan siklus ketiga adalah observasi hasil (Khairi, 2022). Berikut adalah skema model pembelajaran tari kreatif.

Siklus model pembelajaran Tari Kreatif

(Kreasi Peneliti, 2016)

 

Siklus 1 (identifikasi)

Identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang dimaknai sebagai proses penjaringan atau proses menemukan anak apakah mempunyai kelainan/ masalah, atau proses pendektesian dini terhadap anak berkebutuhan khusus (Nugroho, 2021). Identifikasi didalam seni tari dapat dibagi menjadi 3 yakni Penyaringan (Screening Identi cation) dan �� Pengelompokkan (Grouping Identi cation) dan Proses (Processing Identi cation). Di dalam konsep identifikasi seni tari, identifikasi merupakan langkah awal dan sangat penting untuk menandai bagian dan aspek terpenting dari kemampuan anak.

Untuk melakukan kegiatan tari kreatif atau menggunakan Creative Metods terhadap anak-anak berkebutuhan khusu di SLB 3 PGRI Cluring ini pengajar harus melalui tahapan paling penting yaitu identifikasi dimana pengajar akan mempelajari gaya belajar anak seperti apa dan bagaimana cara berkomunikasi dengan para siswi berkebutuhan khusus demi kelancaran dalam kelangsungan belajar. Tahapan pertama pada saat observasi berlangsung pengajar hanya sebatas menilai dan hanya sebagai penonton.

Dari tahapan pertama baru diketahui bahwa sebagian besar para siswi di SLB 3 PGRI Cluring sudah terbiasa dengan metode Imitasi, yakni peniruan. Beberapa tarian yang dikuasai oleh anak-anak adalah tari tradisi seperti tari gandrung krasi, tari gandrung jaran dawuk dan tari-tari bentuk lainnya yang mereka dapat dari gurunya di sekolah. Pengajar yang menggunakan metode imitasi pada anak berkebutuhan khusus harus memiliki kesabaran yang luar biasa, dikarenakan anak-anak dengan intelegensi rendah dan kurangnya tingkatan fokus anak terhadap materi membuat pengajar kewalahan. Dari tahapan ini pengajar dapat mengetahui metode belajar yang paling tepat diterapkan untuk para siswa ini akan seperti apa dan akan di lakukan selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung.

 

Siklus 2 (eksplorasi kreatif)

Eksplorasi gerak untuk anak berkebutuhan khusus maksudnya adalah membebaskan anak untuk berkreasi dan bergerak. Dalam penciptaan tari ini dimulai dengan improvisasi yang dilakukan untuk memperoleh gerakan- gerakan baru yang segar dan spontan, maka pada penataan tari dimulai dengan eksplorasi atau penjelajahan gerak, yakni pencarian secara sadar kemungkinan-kemungkinan gerak baru dengan pengembangan dan mengolah ketiga elemen dasar gerak, waktu, ruang. Sekalipun demikian baik pada penciptaan maupun pada penataan tari, kedua proses awal ini sesungguhnya dapat saling membantu.

Sudarsono, (2002) Dalam tahapan ini, pengajar memberikan rangsangan pada anak untuk berekspresi dan bereksplorasi melalui gerak. Pengajar berkomunikasi dengan gerakan isyarat dan juga ekspresi wajah ketika melakukan gerakan eksplorasi untuk menstimulus para anak berkebutuhan khusus lebih kreatif dalam menemukan gerak-gerak baru dan dapat menghayati setiap gerak yang dilakukan.

Pada tahapan ini pengajar akan merangkai motif-motif gerak sesuai dengan konsep garapan yang kemudian menjadi serangkaian gerak yang kemudian diajarkan kepada para siswi melalui metode imitasi.Dalam tahapan ini para siswi juga dibebaskan berpendapat dalam merangkai setiap motif gerak jadi ada sebuah kerjasama antara pengajar dengan para siswi berkebutuhan khusus dalam merangkai gerak hingga menjadi satu buah karya tari yang utuh. Tahapan ini tentunya pengajar tidak hanya memberikan rangkaian motif gerak tetapi juga bagaimana teknik dalam melakukan gerakan serta emosi yang harus tersampaikan dalam setiap gerakan.

Setelah tahapan eksplorasi tentunya ada tahapan komposisi dimana pengajar dan para siswi menggabung setiap rangkaian gera menjadi satu karya tari yang utuh dan memiliki makna maupun penjiwaan didalam setiap adegan dan gerakan tubuh yang dilakukan. Untuk anak-anak berkebutuhan khusus, karena mereka memiliki gangguan pada pendegaran maka dalam tahapan ini pengajar menggunakan bahasa isyarat tubuh berupa ketukan tangan untuk menghitung setiap gerakan yang dilakukan. Karena sebelumnya para siswi ini sebetulnya sudah bisa menari sehingga dalam penggarapan karya baru mereka tidak terlalu kesulitan dalam memahami suatu gerakan maupun bahasa isyarat dalam menghitung ketukan dalam gerakan. Namun kesulitan yang dihadapi adalah ketika proses penyusunan gerak dengan musiknya.

Stimulus visual yang dilakukan pengajar dalam proses pembuatan karya ini adalah dengan memberikan contoh video tari yang konsepnya masih hampir sama agar anak dapat berimajinasi akan penjiwaan, penghayatan, dan teknik gerak yang akan dilakukan. Dilanjutkan dengan eksplorasi oleh pengajar yang dicontohkan kemudian para anak diberikan kesempatan mengembangkan contoh gerak yang telah dilakukan oleh pengajar sambil melihat bentuk geraknya di depan kaca. Stimulus Audio yang dilakukan oleh pengajar hanya dengan dentuman bahasa tangan yang mengisyaratkan setiap ketukan dalam setiap perpindahan musik maupun gerak.

Dalam tahapan ini membutuhkan waktu yang lumayan lama karena harus ada komunikasi yang signifikan antara pengajar dengan anak-anak berkebutuha khusus tentang teknik gerak, ketukan yang baik dan benar, serta dinamika yang sesuai dengan irama musik yang berlangsung. Meskipun pengajar tidak terlalu paham dalam bahasa isyarat namun komunikasi masih bisa berlangsung dengan menuliskan kata-kata melalui handphone sehingga tidak ada kendala komunikasi yang menyulitkan pada proses dalam latihan.

Tahapan yang terakhir tentunya adalah tahapan evaluasi dengan revisi dan memperbaiki bagaian-bagian kecil dari tari kreatif ini seperti motif gerak dan musik yang kurang tepat, dengan memberikan sedikit sentuhan kostum dan make maka tari kreatif yang apik dan membrikan kebahagian bagi anak berkebutuhan khusus siap untuk ditampilkan. Creative sama dengan kebebasan, memberikan ruang kepada anak untuk bebas mengekspresikan dunianya. Di dalam tari Kreatif tidak ada tekanan apalagi paksaan, selagi anak mampu merespon dengan bergerak dengan bahagia disanalah letak keberhasilan dari penerapan Pendekatan Tari Kreatif ini, walaupun hanya ujung jari bagi anak yang mengalami Celebral Palsy saja yang bergerak hal tersebut sudah dinyatakan sebagai keberhasilan dari Creative Metods.

 

Siklus 3 (evaluasi)

Berdasarkan hasil dari proses pembelajaran tari dengan pendekatan kreatif ini, pengajar harus menerapkan beberapa usaha yang harus dilakukan untuk keberhasilan dalam metode belajar khususnya dalam studi pendidikan seni dimana guru harus memberikan waktu kepada siswa untuk bereksplorasi dan mengembangkan pengertian antara kemampuan pribadi siswa dengan pengalaman praktis di dalam mengungkapkan ekspresi.

Selain itu guru harus memotivasi siswa untuk memperoleh pengalaman yang menyenangkan dalam mengungkapkan pikiran (ide dan imajinasi) dan perasaan terutama melalui gerak sehingga mendorong munculnya ide siswa dengan memberikan stimulasi yang mengaitkan tema atau topik pembelajaran tari dengan pengetahuan awal siswa. Dari metode tari kreatif juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan teman untuk saling memberikan dukungan dalam mencapai keberhasilan belajar.

Bersamaan dengan penerapan model pembelajaran tari kreatif unutk penciptaan karya tari pada anak berkebutuhan khusus di SLB 3 PGRI Cluring hasil yang didapat adalah sebagai berikut. 1) Bagi guru seni pendidikan seni tari menemukan model pembelajaran baru yand dapat diajarkan kepada anak-anak. 2) Siswa diberi kebebasan dalam mengaktualisasikan diri dan dunianya, bereksplorasi dan mengembangkan pengertian antara kemampuan gerak pribadi siswa dengan pengalaman praktis dan diungkapkan melalui ekspresi. 3) Melalui gerak dalam proses garapan karya tari, peserta didik di SLB 3 PGRI Cluring dapat memperoleh pengalaman berbeda dengan membebaskan diri dengan bergerak. 4) Memberikan semangat terhadap koordinasi kemampuan bergerak siswa dengan motorik tubuh. 5) Memberikan kebahagian kepada anak-anak berkebutuhan khusus melalui metode kreatif ini, yang dituangkan melalui gerak-gerak ekspresif. 6) Menumbuhkan keberanian siswa didalam mencoba kemampuannya didalam menjelajahi ide-ide gerak dan mempergunakan penjelajahannya sebagai dasar penyusunan rangkaian gerak menjadi tarian yang diciptakannya. 7) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan teman maupun pengajar untuk saling memberikan dukungan dalam mencapai keberhasilan belajar. 8) Menjadi motivator dan fasilitator bagi siswa. Banyak hal yang dapat dipelajari dari penelitian ini, disini peneliti belajar mengenai bagaimana menolong sesama tanpa diminta, berkata jujur, menyanyangi sesama, solidaritas diantara mereka yang begitu kuat, saling menghormati, selalu bahagia walaupun memiliki kekurangan dan hambatan dalam berkomunikasi dan berinteraksi.

Kreatif tidak hanya membantu anak dalam bergerak namun juga membentuk karakter anak agar saling menghormati, menjaga, kompak, saling menghargai dan saling memotivasi. Kemerdekaan pribadi terhadap dunianya yang membuat peneliti terharu untuk tetap mensupport semua kegiatan di SLB 3 PGRI Cluring ini.

 

Kesimpulan

Pendidikan seni merupakan salah satu bentuk studi yang sangat penting bagi setiap siswa-siswi terutama siswa yang memiliki kekurangan atau berkebutuhan khusus. Karena dengan adanya pendidikan seni anak dapat diberikan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman berkreasi dan berinovasi dengan bebas dan menyenangkan. Dengan adanya model tari kreatif ini ada proses pembelajaran tari secara kreatif anak akan terlibat secara aktif dan siswa dapat menyerap dengan baik stimulus yang diberikan sehingga siswa dapat bergerak aktif dan kreatif serta bahagia dalam bergerak.

Meskipun anak berkebutuhan khusus memiliki kekurangan, namun dengan adanya model pembelajaran tari kreatif ini, anak-anak tersebut berhasil membawakan garapan karya tari yang apik dan mereka membawakan tari tersebut dengan lihai, lemah gemulai dan juga adanya ketepatan antara musik dan gerak yang indah.

 

BIBLIOGRAPHY

Dewantara, K. H. (1977). Bagian pertama pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1, 215.

 

Halamury, M. F. (2022). Buku Ajar Teori Belajar dalam Pembelajaran PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) (Vol. 1). Academia Publication.

 

Ja, F. W. (2018). Proses Kreatif Pembelajaran Tari Kreasi Lampung Dengan Pendekatan Koreografi Pada Ekstrakurikuler di SMPN 22 Bandar Lampung.

 

Khairi, A. F. (2022). Strategi Pembelajaran Guru PAI dalam Menanamkan Sikap Spiritual Pada Anak Penyandang Tunanetra Di SLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.

 

Kurniasih, S. (2021). Kecerdasan Interpersonal Anak Usia Dini. Guepedia.

 

Kusumastuti, E. (2010). Pendidikan Seni Tari melalui Pendekatan Ekspresi Bebas, Disiplin Ilmu, dan Multikultural sebagai Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa. Harmonia: Journal of Arts Research and Education, 10(2).

 

Nasution, S. (2003). Metode Research (Penilitian Ilmiah), Jakarta: PT. Bumi Aksara.

 

Nisa, K., Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33�40.

 

Nugraheni, T., Masunah, J., Narawati, T., Karwati, U., & Santana, F. D. T. (2021). Pelatihan Pendidikan Seni Anak Bagi Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Dan Sekolah Dasar (Sd) Di Bandung. Tunas Siliwangi: Jurnal Program Studi Pendidikan Guru PAUD STKIP Siliwangi Bandung, 7(2), 44�51.

 

Nugroho, W. S. (2021). Pemetaan Anak Berkebutuhan Khusus Pada Sekolah Inklusi Melalui Program Identifikasi Dan Asesmen. Jurnal Pendidikan Dasar Flobamorata, 2(1), 111�117.

 

Soeriadiredja, P. (2016). Fenomena kesenian dalam studi antropologi. Denpasar: Universitas Udayana.

 

Sudarsono. (2002). Seni pertunjukan Indonesia di era globalisasi. Gadjah Mada University Press.

 

Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.

 

Suharti, T. (2014). Peran Pg-Tk Bpi Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan Tari Tradisional Sunda. Empowerment: Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, 3(2), 161�180.

 

Suhaya, S. (2016). Pendidikan Seni Sebagai Penunjang Kreatifitas. JPKS (Jurnal Pendidikan Dan Kajian Seni), 1(1).

 

Tarsa, A. (2016). Apresiasi seni: Imajinasi dan kontemplasi dalam karya seni. JPGI (Jurnal Penelitian Guru Indonesia), 1(1).

 

Copyright holder:

Erna Nur Hidayah (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: