Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p-ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 12, Desember 2022
�MENARI� SEBAGAI
MEDIA TERAPI HEALING BAGI WANITA PENYITAS KANKER
Chrystina
Ambarwati Binol
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia,
Indonesia
E-mail: chrys[email protected]
Abstrak
Terapi seni adalah
salah satu metode psikoterapi yang menggunakan seni sebagai media utama untuk
mengekspresikan, mengkomunikasikan apa yang dirasakan seseorang, juga merupakan
bentuk dukungan emosional terhadap seseorang yang sedang menghadapi tekanan
psikologis berat akibat permasalahan sosial, vonis sakit berat, cacat genetika,
proses pengobatan yang berkepanjangan, hingga gangguan mental. Ada banyak
literatur dan penelitian tentang terapi seni ini dan pada umumnya seni yang
digunakan sebagai media terapi adalah seni visual atau seni-seni lain
namun� masih terbatas pada seni yang
dipahami memiliki sifat tenang, �self activit�y, dan menggunakan motorik
halus. Dengan dasar pemikiran Michael Foucault, peneliti bertujuan menganalisis
dan mengkritisi bahwa kesuksesan proses healing tidak hanya bergantung pada
jenis seni yang digunakan sebagai media terapi tetapi lebih pada metode dan
penerapannya yang melibatkan kesadaran kritis terhadap proses pemulihan yang
melibatkan pemahaman akan kekuasaan, praktik, wacana dan pengetahuan yang
terbingkai melalui budaya. Metode kualitatif etnologi, autoetnografi dan
wawancara mendalam dengan tiga wanita penyitas kanker tim tari CISC Jakarta
akan diterapkan pada penelitian ini. Kesimpulan penelitian ini membuktikan
bahwa teori power of knowledge menjadi sesuatu yang sangat penting dan penentu
karena mengkonstruksi adanya realitas-realitas dan membentuk control sosial,
seperti control sosial yang terjadi di komunitas tim tari CISC, dimana relasi
kuasa, pengetahuan dan diskursus yang terjalin dengan baik membentuk
kedisiplinan dalam pola budaya untuk terus menjaga kesehatan mental dan
fisiknya agar kegiatan menari tidak terganggu.
Kata kunci: Terapi seni, Terapi healing, Tari tradisional,
CISC, Penyintas kanker, Pemulihan kanker.
Abstract
Art
therapy is a method of psychotherapy that uses art as the main medium to
express and communicate what a person is feeling and is a form of emotional
support to help someone who facing a severe condition, psychological stress due
to a prolonged treatment process, chronic illness or mental disorder. There is
a lot of literature and reseacrh on art therapy is visual art or other arts but
it is still limited to art that is understood to have calm, �self-activity�
properties, and uses fine motor skills. By using Michael Foucault�s premise,
the reseacrher aims to analyze and criticize that the success of the healing
process which involves critical awareness of the recovery process which
involves understanding strengths, pratices, insights and knowledge framed by
culture. Qualitative methods of ethnology, engaging autoethnography and
in-depth interviews with here female cancer survivors from the CISC Jakarta
dance team will be applied to this study. Observation results show that the
warehouse conditions and facilities for storing drugs in the Pharmacy
Installation Werehouse at the Kembangan Hospital are in accordance with the
filling checklist. Conlusion this study proves the theory of the power of
knowledge to be something very important and decisive because it constructs
realities and forms social control. Such as the social control that occurs in
the CISC dance team community, where well-established relations of power,
knowledge and discourse from discipline in cultural patterns to continue to
maintain mental and physical health so that dancing activities are not
disturbed.
Keywords:
Art therapy, Healing therapy, Traditional dance, CISC, Cancer survivor, Cancer
recovery
Pendahuluan
Penyitas kanker setelah
selesai ataupun masih menjalani rangkaian panjang proses pengobatan kanker yang
cukup berat dan menguras emosi seperti operasi pengangkatan sel-sel ganas,
kemoterapi, radiasi hingga konsumsi obat-obatan secara rutin.
Penyembuhan yang dilakukan berdasarkan disiplin ilmu kedokteran ini berfokus
pada penyembuhan kesehatan fisik si pasien, menghilang sumber sel kanker ganas
dalam tubuhnya (Anggraini, 2018), mematikan
potensi penyebaran sel kanker dan memutuskan mata rantai penyebaran serta
pengembangan sel kanker agar tidak berkembang pada organ tubuh lain terutama di
organ tubuh vital. Penelitian ini berangkat dari pemikiran peneliti terhadap
fenomena pemulihan wanita ara otomatis, pengobatan ini �menggunakan dosis obat-obatan yang tidak ringan yang
memberikan efek samping cukup serius bagi penderita seperti, penurunan stamina fisik
dan fungsi organ penderita, perasaan mual, kebas, rambut rontok, kulit
menghitam dan lain sebagainya. Dampak dan efek samping dari pengobatan jangka
panjang ini memicu timbulnya masalah kesehatan lainnya seperti menurunnya
kesehatan mental penderita (Krisdayanti & Hutasoit, 2019). Dengan ilmu kedokteran, obat-obatan
dan teknologi kedokteran yang semakin canggih mampu menekan sel kanker didalam
tubuh pasien berada stabil dibawah ambang standar yang telah ditentukan, dan
ini sangat baik karena �namun akan menjadi
sia-sia bila tidak diimbangi dengan kesehatan mental yang baik. Peneliti
melihat adanya fenomena dan pola hubungan yang erat antara kesehatan mental dengan
kemampuan penyitas maupun penderita kanker untuk sembuh dan melanggengkan
hidupnya menjadi lebih panjang dan bahagia. Sejumlah penelitian juga mencatat
bahwa pada ahkirnya pasien kanker yang meninggal, lebih banyak bukan disebabkan
oleh penyakit kanker itu sendiri melainkan oleh penyakit sampingan yang
menyertainya penurunan kesehatan mental penderita seperti kecemasan berlebihan,
depresi, rendah diri, merasa tak berguna dan lain sebagainya (Suiraoka, 2012).
Pendekatan
interdisipliner yang berkembang untuk mempelajari interkoneksi antara
masyarakat, penyitas, dan dukungan sosial dalam mendukung proses penyembuhan penyakit
kanker dapat semakin diperkuat dengan perpektif antropologis yang menarik
tentang makna dan praktik budaya melalui orang yang melihat, berinteraksi,
beraktivitas dan hidup didalam lingkungan tersebut. Metode antropologis ini
sangat cocok untuk penyelidikan sistematis budaya dan perannya dalam membentuk
pengalaman penyakit dan pemulihannya. Hal ini memberikan peluang untuk kita
mempelajari dan memahami, bagaimana proses sosial dalam lingkungan terdekat
penderita kanker � keluarga dan budaya � mempengaruhi pengalaman pemulihan
penderita dan penyitas kanker.
Menggunakan sudut
pandang antropologis dalam mengkonseptualisasikan fondasi budaya sebagai
penerapan terapi healing bagi wanita penyitas kanker dalam hal bagaimana pola
organisasi diatur, pola sumber daya ditingkatkan, pola makna diterapkan dan
kemudian melahirkan sebuah tradisi budaya yang diturunkan dari waktu ke waktu. Antropologi
selanjutnya dapat berkontribusi untuk meningkatkan kesuksesan pemulihan
penyitas kanker melalui pemahaman perspektif kekuasaan, pertarungan diskursus
dan penerapan nilai-nilai yang terkait yang terdiri dari budaya.
Cancer Information Support
Center (CISC) merupakan komunitas kanker yang berpusat di Jakarta dan telah
berdiri sejak tahun 2013 (Sahara, n.d.).
CISC memberikan dukungan serta layanan informasi kepada masyarakat tentang
seputar kanker dan memberikan pendampingan informasi dokter dan pelayanan
kesehatan fasilitas� rumah singgah bagi
penderita sakit kanker �dan pendamping yang
sedang menjalani proses pengobatan. Para penyitas kanker yang telah selesai
menjalani proses pengobatan dapat bergabung di komunitas CISC dengan beragam
kegiatan, salah satunya bergabung dengan pelatihan secara rutin dengan tim tari
CISC sebagai alternative proses pemulihan diri dari sakit kanker dan
meningkatkan kesehatan mental penyitas kanker. Visi dari CISC adalah menjadi
lembaga unggulan dalam memberikan dukungan serta layanan informasi pada
masyarakat kanker dan awam menujui �Indonesia Peduli Kanker�. Sementara Misi yang
diemban secara umum adalah:
1.
Memberikan
dukungan psikososial bagi penderita maupun keluarga
2.
Meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kanker dan pentingnya detektsi
dini
3.
Memdfasilitasi
hubungan yang harmonis antar berbagai piha yang terlibat dalam penanganan
kanker.
4.
Membentuk
dan memperkuat jaringan internal dan eksternal untuk mendukung kegiatan lembaga
Adapun didalam
komunitas CISC ini terdapat beberapa kelompok seni yang tegabung sebagai proses
healing bagi penyitas kanker yang telah selesai menjalani pengobatan namun harus
tetap waspada dan menjalani proses pemulihan agar tidak terjadi penyebaran sel
kanker pada organ lain yang menyebabkan harus menjalani pengulangan proses
pengobatan. Untuk itu CISC
membentuk komunitas tari yang rutin berkumpul untuk menggali, belajar dan menari
bersama bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan, kesenangan tapi juga meningkatkan
kesehatan mental yang berdampak pada pemulihan yang melanggengkan hidup.
Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai deteksi dini penyakit kanker dan penanganannya, sering
terjadi keterlambatan proses pengobatan (Sembiring & Panggabean,
2020). Memang kanker ini
sering disebut sebagai �silent disease� sebab kanker jarang menunjukkan
ciri-ciri keberadaan secara kasat mata bila belum memasuki tahap yang lebih
lanjut, biasanya pasien baru menyadari dan datang ke dokter untuk pemeriksaan
dan pengobatan setelah memasuki stadium lanjut yaitu stage 3 bahkan stage 4
yang merupakan stage ahkir. Beratnya penyakit ini memunculkan stigma yang
sering dikaitkan pada terdiagnosa sakit kanker yaitu bahwa kanker adalah hukuman
bagi penderita akibat dosa besar yang telah dilakukan, bahwa penderita kanker
tidak memiliki umur panjang (Hasnani, 2013),
bahwa pengobatan kanker sangat mahal mampu menghabiskan harta dan tabungan
pribadi serta keluarga. Stigma ini menjadi hal yang sama seriusnya dengan
penyakit kanker itu sendiri. Perasaan tak berguna, malu, dan kawatir akan masa
depan membuat penderita kanker mengalami kehilangan harapan masa depan, malu
dan kekawatiran yang berlebihan (Gusmawan, 2017).
Peneliti menggunakan
perspektif dari (Foucault, 1997)
dalam membedah persoalan tersebut, bahwa ada hal lain dari sekedar pertumbuhan
sel abnormal kanker treatment yang memerlukan treatment pengobatan serius.
Terdapat diskursus yang diperjuangkan oleh penyitas kanker yang menurut
pemikiran (Foucault,
1997) merupakan system
pemikiran atau gambaran situasi keadaan yang kemudian membangun konsep kultur
atau budaya. Dikursus ini akan menciptakan pengetahuan dan �kebenaran� terkait
orang-orang yang menjalani, mengalami, dan berada dalam lingkungan komunitas
tersebut (Sirait & Pohan, 2021). Dibalik orang yang mengalami terdapat hal kuasa,
kekuasaan disini masudnya adalag seseorang yang memiliki kedudukan atau hak
yang lebih tinggi seperti yang ahli dalam bidangnya atau orang yang memiliki
tugas dalam bagian tersebut.
Metode
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitattif merupakan penelitian
yang cenderung deskriptif mengenai situasi-situasi yang sedang berlangsung
untuk kemudian dianalisis menggunakan perspektif pemikiran kekuasaan dan diskursus
dari (Foucault,
1997). Mengeksplorasi
pengalaman dari �tiga orang wanita
penyitas kanker anggota tim tari CISC, manajemen tim tari, peneliti
menganalisa, mendekripsikan dan mempelajari fenomena yang terjadi terkait
pemulihan kesehatan fisik dan kesehatan mental penyitas melalui menari
tradisional.
Landasan
Teori
Kekuasaan
(Power)
Kekuasaan yang dimaksud
disini tidak sama dengan wewnang, karena kekuasaan merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain sehingga
orang tersebut mau melakukan
keinginan yang mempengaruhi (Hastriana, 2020).
Kekuasaan berfungsi menjadi alat bantu untuk mencapai keinginan atau tujuan
(Siregar, 2021). Kekuasaan
dapat diperoleh dalam bentuk paksaan
(koersif) tapi ada juga yang dengan konsesnsus (tanpa paksaan). Kekuasaan juga menjadi sesuatu objek
yang harus direbut dan harus dipertahankan (Siregar,
2021). Orang yang
berkuasa akan memerintah dan mengendalikan mereka yang tidak berkuasa,
akibatnya manusia sebagai subyek juga sebagai obyek kekuasaan.
����������� Kekuasaan
menurut kaum strukturalis hanya dimiliki kelompok tertentu (subyek) sedangkan
kelompok lainnya menjadi objek kekuasaan (Kamahi, 2017). Kekuasaan sering dipahami sebagai
sesuatu yang negatif karena hanya dimiliki oleh kelompok tertentu saja,
biasanya berasal dari kalangan atas (Alfianto, 2017). Dari model ini kekuasaan merupakan
sesuatu yang dimiliki dan dipegang untuk membuat suatu keputusan yang wajib
dipatuhi oleh obyek yang berasal dari kalangan bawah yang tidak memiliki ha
kuasa. Contohnya, dalam sebuah negara, pejabat pemerintahaan memiliki hak kuasa untuk membuat kebijakan yang
kemudian wajib dipatuhi oleh masyarakat.
����������� Berbeda
konsep dengan kekuasaan umum yang disampaikan para ahli, dengan pemikirina (Foucault,
1997) bahwa kekuasaan ada dimana-mana.
Kekuasaan bukan turun dari atas kebawah seperti pengertian strukturalis dan
kekuasaan itu bisa diciptakan kapan saja.
Dalam bukunya yang
berjudul The History of Sexuality, (Foucault, 1997) �mengatakan tentang kekuasaan adalah sebagai
berikut:
1.
Kekuasaan
bukan miliki seperti benda yang dapat dibagi, atau sesuatu yang dapat digenggam
dan dibagi. Artinya pemikiran kritis bahwa kekuasaan itu adalah sesuatu yang
desentralisasi dan menolak pemusatan kekuasaan. Kekuaasaan bukan dimiliki oleh
lembaga-lembaga seperti negara, kepolisian yang memiliki kekuasaan atau
kewenangan.
2.
Kekuasaan
tidak dapat diwariskan, tidak dapat punah, dan harus dipraktikan dalam
kehidupan sehari-hari� dimana sifatnya
selalu mengalami pergeseran.Kekuasaan tidak bersifat structural hierarkis.
Kekuasaan bukan berdasarkan dari kelompok yang menguasai dan dikuasai. Kekuasaan
ada dimana-mana dan bisa datang dari mana saja.
3.
Kekuasaan
bekerja dari bawah. Kekuasaan dimulai dari melalui ide, skala terkecil dan
berlanjut menjadi keputusan lalu berubah menjadi sebuah tindakan besar.
4.
Relasi
kekuasaan sifatnya intensional dan non subyektif, Kekuasaan ada dalam setiap
individu sebagai subjek sekaligus menjadi obyek kekuasaan tersebut. Dalam
kekuasaan tersebut orang akan bertindak dan orang yang menerima tindakan dapat
merespon dengan menunjukan resistensi yang terjadi dalam tindakan tersebut.
5.
Dimana
ada kekuasaan, disitu ada resistensi. Terhadap hubungan yang erat antara
kekuasaan dan pengetahuan.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
definisi kekuasaan maupun struktur sosial dan politik negara melainkan
bagaimana mekanisme dan strategi kuasa dan praktik kekuasaan itu ada dalam
kehidupan masyarakat (Santoso & Musyarawah, 2015). Melalui praktik dalam kehidupan
masyarakat akan terlihat suatu yang diterima sebagai kebenaran. Kekuasaan akan
menciptakan dan melahirkan obyek pengetahuan baru, sebaliknya pengetahuan akan
menciptakan pengaruh kekuasaan yang kemudian disebut sebagai kebenaran
(Taryudi & Setiawan, 2021).
Diskursus
(Wacana)
Wacana atau diskursus
merupakan istilah yang penting yang sering dibicarakan dalam pemikiran (Foucault, 1997). Pengertian Diskursus atau wacana menurut
Foucault adalah sekumpulan pernyataan-pernyataan, penjelasan-penjelasan,
definisi, klasifikasi dan pemikiran tentang orang, pengetahuan berkaitan dengan
relasi kuasa, dimana wacana adalah cara untuk mengetahui realitas. Orang yang
memiliki kekuasaan dan pengetahuan membangkitkan relasi kekuasaan dan
pengetahuan atara orang yang mengangkatnya dengan orang yang mengaturnya
(Nudin et al., 2021).
Wacana bukan media yang netral, wacana mengatur makna-makna mana yang bisa dan
mana yang tidak bisa digunakan. Wacana dapat digunakan untuk memuluskan
kekuasaan, sebab wacana mampu membentuk norma-norma apa yang logis, rasional.
Relasi
Pengetahuan, Wacana dengan Kekuasaan
Pengetahuan yang dimasud
disini bukanlah ilmu pengetahuan tapi merupakan gagasan, pemikiran dan
pemahaman yang dimiliki seseorang terhadap segala sesuatu yang terjadi di dunia
ini. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah jenis pengetahuan yang memiliki
ciri-ciri dan metode tertentu (Makhmudah, 2018).
Pengetahuan berkaitan erat dengan relasi kuasa. Orang yang memiliki kekuasaan
dan pengetahuan membangkitkan relasi kekuasaan dan pengetahuan antara orang
yang mengangkatnya dengan orang yang mengaturnya.
����������� Praktik
kuasa bukanlah tiba-tiba melainkan dimulai dari wacana (diskursus). Wacana merupakan
permaian kebenaran bukan dari sesuatu yang sudah ada tetapi dikonstruksi dan
sifatnya berubah-ubah. (Foucault,
1997) tidak mempermasalahkan apakah sesuatu pengetahuan itu benar atau tidak
namun yang menjadi titip perhatiannnya adalah bagaimana sesuatu itu bisa
diterima di dalam masyarakat umum. Bagi Foucault pengetahuan adalah kekuasaan
dan keduanya mulai bekerja melalui Bahasa.
����������� Pemikiran
kritis (Foucault,
1997) yang dituliskan
melalui buku Dicipline and Punish, bahwa
bagaimana
ilmu pengetahuan mengembangkan teknologi untuk menerapkan kekuasaan. Dan
filosofi dari bangunan Panopticon yang
sengaja dirancang dengan halaman yang luas dan Menara penjaga dilokasi strategis,
yaitu ditengah-tengah halaman, dapat mengawasi seluruh gerak-gerik para
tahanan, sebaliknya para tahanan tidak dapat mengawasi gerak-gerik penjaga
merupakan analogi yang sangat baik. Situasi ini menggambarkan bahwa ada atau
tidaknya penjaga didalam menara pengawas, para tahanan tetap merasa diawasi
secara terus menerus. Panopticon menjadi sumber kekuasaan yang sangat luar
biasa untuk mengawasi para tahanan. Bangunan panopticon yang berbentuk Menara
tinggi menjulang dikatakan Foucault sebagai ilmu pengetahuan, teknologi dan
kekuasaan.
Hasil
dan Pembahasan
Dari catatan narasi
informan, rata-rata mereka berpendapat bahwa yang sulit itu adalah menghadapi
stigma yang ditempelkan pada diri mereka. Saat divonis dokter memiliki sel
ganas yang berkembang didalam tubuhnya mempengaruhi kesehatan mentalnya seperti
kecemasan yang berlebihan, ketakutan finansial, kematian, pengobatan yang
panjang, kehilangan karir dan masa depan mengambil porsi lebih besar dari pada
sakit penyakit itu sendiri. Ditambah lagi, stigma masyarakat bahwa kanker adalah hukuman di dunia atas
perlakuan dosa besar yang dilakukan, bahwa seorang penderita kanker tidak
memiliki umur yang panjang rata-rata 10- 24 bulan orang tersebut akan meninggal
dunia, sebagai wanita akan kehilangan kecantikannya akibat rambut yang rontok
dan menjadi pergunjingan. Kondisi seperti inilah, menurut informan yang lebih
membunuh daripada sel kanker itu sendiri. Karakter penderita kanker seketika
lenyap, dia tidak memiliki semangat hidup utntuk sembuh sehingga segala jenis
terapi ataupun pengobatan yang dilakukan oleh tim dokter akan menjadi sia-sia.
Kondisi ini juga berlalu
bagi para penyitas yang telah sembuh dan melewati fase pengobatan pertama,
namun tidak menutup kemungkinan untuk kambuh ataupun bermetatasis pada organ
tubuh lain.
����������� CISC
melihat adanya sesuatu perlu dibenahi dan disupport para penderita kanker
khususnya para penyitas kanker tetap dapat melanjutkan kehidupannya dengan
bahagia dan langgeng. Maka CISC membentuk kelompok seni tari sebagai proses
healing bagi penyitas kanker. Melalui pelatihan tari ini, diharapkan para
penyitas memiliki kesempatan positif untuk meningkatkan kesehatan mentalnya. Jadwal pelatihan yang rutin,
menumbuhkan rasa semangat untuk tetap sehat dan hadir sesuai jadwal setiap
minggunya. Pelatihan bersama secara komunal memberikan rasa sepenanggungan yang
membuat penyitas menjadi nyaman, mereka bisa sharing dan caring terhadap apa
yang mereka alami tanpa memiliki rasa minder sebagai orang yang tidak sempurna,
seperti kepala gundul, tidak memiliki payudara dan lain sebagainya. Motif gerak
yang dinamisz
dan energik ternyata tidak menjadi kendala bagi penyitas justru menjadi semangat
bagi mereka untuk menggerakan otot-otot serta engsel-engsel anggota tubuh yang
kaku dan lemah akibat proses pengobatan yang panjang. Hal lain yang menambah
suka cita penyitas dalam belajar menari tradisional secara rutin di CISC adalah
saat pentas. Hiruk pikuk persiapan pentas, seperti berdandan cantik, berkostum
indah dan menari diatas panggung yang ditonton banyak orang serta tepuk tangan
meriah dari penonton. Pertunjukan adalah sebuah kebanggaan dan kemenangan
tersendiri yang menyatakan bahwa hidup mereka tetap berarti dan Kanker bukan
lah ahkir dari segalanya.
����������� Seorang penyitas kanker secara rutin wajib melakukan control kepada dokter yang
merawatnya dan melakukan berbagai uji test laboratorium untuk memantau
perkembangan sel kanker didalam tubuh penyitas kanker. Adanya relasi kuasa yang
terjali antara dokter dan pasien dimana, pasien atau penyitas kanker tunduk
atas ide-ide dan saran-saran serta pengetahuan yang diberikan oleh tim
kesehatan atau dokter pada khususnya untuk tetap melakukan control, pemantauan
dan menghindari apa yang menjadi pemicu sel kanker berkembang biak.� Edukasi kanker dan penangannya juga terus di
berikan sebagai upaya preventef dalam melakukan pencegahan terjadinya
kemorosotan kondisi fisik danm jiwa.
����������� Selain
edukasi dan layanan pemerintah yang diberikan�
melalui� Rumah Sakit, CISC dan
organisasi lain, pengawasan
tetap dilakukan dan menggunakan teknik panoptikon. Bentuk pengawasan dengan
cara memunculkan kesadaran dan kedisiplinan secara mandiri. Teknik tersebut akan melihat apa saja
yang dilakukan
oleh penyitas kanker yang akan
membuat tubuh patuh. Teknik pendisiplinan
yang muncul dari petugas yang memiliki
relasi luas karena memiliki kuasa untuk menegur dan membuat orang tersebut
patuh. Seorang dokter dan layanan kesehatan yang memiliki kuasa dan ilmu
pengetahuan untuk mendisiplinkan penyitas kanker secara mandiri agar tercipta kondisi tubuh yang kondusif dan
mampu meredam perkembangan sel kanker abnormal. Pendisiplinan tersebut dapat
dilaukan dengan cara-cara yang sederhana seperti menjaga berat badan sesuai
yang ditetapkan oleh tim dokter, paham dan mengerti tentang asupan apa saja
yang wajib dihindari dan yang boleh dikonsumsi. Disini tidak diperlukan seorang
pengawas atau care giver yang handal dan terampil, namun justru diperlukan.
����������� Konsep
diskursus mucul dalam kasus penyitas kaknker ini adalah bagaiman seorang
penyitas kanker memenangkan pertarungan wacana atau diskursusnya sebagai
manusia yang setara dengan manusia
sehat lainnya sehingga memiliki kesempatan hidup yang sama untuk boleh bahagia
dan melakukan banyak hal termasuk melakukan pertunjukan tari tradisional yang
sama indahnya dengan mereka yang sehat. Bahwa seorang penyitas memiliki berhak
untuk tetap memiliki harapan masa depan, karir, serta kehidupan masyarakat yang
layak. Kanker bukanlah akhir dari segalanya, adalah motto dari penyitas kanker
dalam memotivasi dirinya untuk mampu memenangkan pertarungan hidupnya. Pola
hidup sehat yang disiplin termasuk disiplin dalam menjaga ketenangan pikiran,
memiliki kuasa untuk memutuskan
apa yang boleh masuk dalam pikiran dan apa yang tidak boleh agar ketenangan pikiran tetap
terjaga. Secara rutin dan berkala melakukan control dan mengikuti program-program edukasi
resmi untuk menambah pengetahuan tentang kanker dan pencegahannya.
Kesimpulan
����������� Penelitian
ini membuktikan teori power of knowledge menjadi sesuatu yang sangat penting
dan penentu karena mengkonstruksi adanya realitas-realitas dan membentuk
control sosial. Seperti kontrol sosial yang terjadi di komunitas tim tari CISC,
dimana
relasi kuasa, pengetahuan dan diskursus yang terjalin dengan baik membentuk
kedisiplinan dalam pola budaya untuk terus menjaga kesehatan mental dan fisiknya
agar kegiatan menari tidak terganggu. Jadi menari disini hanya sebuah media
yang menumbuhkan rasa rindu dan bahagia untuk selalu hadir secara rutin dan
disiplin dengan alasan kebahagian berkumpul, berolah raga, bersosialisasi dan
menambah kemampuan dan keterampilan
berseni budaya. Dibalik semua itu penyitas kanker mengalami peningkatan kesehatan jiwa dan psikis melalui
rasa bahagia, tubuh yang rileks, kebanggaan, percaya diri dan lain sebagainya.
����������� Dapat
disimpulkan bahwa teori Michael Faucault sangat tepat digunakan sebagai pisau
analisis dalam meneliti menari tradisional sebagai media terapi healing bagi
penyitas kanker. Narasi besar yang di perdebatkan adalah manusia yang sehat
seperti pada umumnya, sehingga seorang penyitas harus memenangkan pertarungan
diskursunya yaitu sebagai manusia yang sakit namun memiliki kesempatan hidup
yang sama dan seimbang dengan yang lain tanpa stigma negatif yang dilekatkan
padanya. Penampilan pertunjukan tari yang memukau dari penyitas kanker adalah
bukti nyata bahwa mereka mampu memenangkan pertandingan diskursus sekaligus
membuktikan bahwa tari tradisional dapat dijadikan media alternative terapi
healing.
BIBLIOGRAFI
Alfianto,
D. (2017). Dominasi Sosial Dalam Novel Max Havelaar Karya Multatuli (Kajian
Dominasi Simbolik Pierre Bourdieu). Jurnal
Bapala Universitas Negeri Surabaya, 4, 1-10.
Anggraini, S. (2018). Modul
Pengajaran Palliative Care Pada Anak Kanker: Terapi� Hypnoparenting Untuk Menurunkan Fatique.
Foucault, Michael.
1997. Seks dan kekuasaan: Sejarah
Seksualitas. Jakarta: Gramedia
Foucault, Michael.
1979. Dicipline and Punish: The Berth of
the Prison. New York: Vintage
Gusmawan, S. (2017). Kondisi
Psikologi Orang Tua Yang Memiliki Anak Gangguan Jiwa Di Desa Kilangan Kecamatan
Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Hasnani, F. (2013). Spiritualitas Dan
Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker Serviks. Sekolah Pascasarjana Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hastriana, A. (2020). Polemik
Kekuasaan Dalam Perspektif Hukum Islam (Di Kecamatan Amali Kabupaten Bone).
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Kamahi, U. (2017). Teori Kekuasaan Michael Foucault: Tantangan Bagi
Sosiologi Politik. Jurnal Al- Khitabah, 3(3).
Krisdayanti, E., & Hutasoit, J. I. (2019). Pengaruh Coping Strategies
Terhadap Kesehatan Mental Dan Kualitas Hidup Penderita Hiv/Aids Positif. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3),
179-184.
Makhmudah, S. (2018). Hakikatnya Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Modern
Dan Islam. Al-Murabbi: Jurnal Studi
Kependidikan Dan Keislaman, 4(2), 202-217.
Nudin, L. S., Putro, S. S., & Yusar, D. (2021). Analisis Poskolonial
Pada Novel Tak Ada Esok Karya Mochtar Lubis. Media Bahasa, Sastra, Dan Budaya Wahana, 27(1), 538-546.
Nunuk Nur Shokiyah,
Syamsiar. 2021. Terapi Seni Untuk
Mengatasi Gangguan Kecemasan Pada Lansia Akibat Pandemi COVID-19
Sahara, D. (N.D.). Tingkat Ketenangan
Jiwa Penyintas Kanker Di Komunitas Cancer Information And Support Center (Cisc)
Jakarta, Dibawah Bimbingan Muhtar Mochamad Solihin, M. Si, 2020. Fakultas
Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif.
Santoso, L., & Meyrasyawati, D. (2015). Model Strategi� Kebudayaan Dalam� Pemberantasan Korupsi� Di Indonesia. Jurnal Review Politik, 5(01), 22-45.
Sembiring, R., & Panggabean , R. D. E. (2020). Pendidikan Kesehatan
Tentang Deteksi Dini Kanker Cerviks Di Klinik Mariana. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Kesehatan), 2(1), 1-5
Sirait, F. Y., & Pohan, S. (2021). Internalisasi Nilai-Nilai Al-Maun
Dalam Pengembangan Kelembagaan Muhammadiyah Meningkatkan Kualitas Pelayanan
(Studi Kasus: Lazismu Kota Medan). Umsu.
Siregar, M. (2021). Kritik Terhadap Teori Kekuasaan-Pengetahuan Foucault. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 1(1).
Suiraoka, I. P. (2012). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika,
45�51.
Taryudi, T., & Setiawan, T. (2021). Tafsir Dan Politik Kekuasaan Di
Indonesia. Jurnal Iman Dan Spiritualitas,
1(1), 63�70.)
�
Copyright
holder: Chrystina
Ambarwati Binol (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |