Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
KONTRADIKSI
ANTARA PROGRAM PENGATURAN PERCEPATAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP SESUAI
PERMEN NO.6/ 2018 DENGAN KETENTUAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
Theo Julian
Rorong, Yi Jeane Neltje Saly
Universitas Tarumanagara, Indonesia
E-mail : [email protected], [email protected]
Abstrak
Pemberian sertifikat dalam rangka
program pemerintah secara sistematis bertujuan meningkatkan dan mengawasi pelaksanaan
landreform terhadap tanah absantee,
serta fragmentasi akibat pewarisan termasuk penumpukan tanah pada satu orang.
Panitia Sementara ajudikasi pengukuran seluruh bidang tanah dalam satu lokasi
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan berperan sebagai perwujudan desa
lengkap pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap, Meskipun demikian, untuk
menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum program PTSL,serta untuk
mengurangi sengketa, maka Kementerian ATR/BPN menyempurnakan berbagai perangkat
peraturan/dasar hukum tertulis, yang lengkap dan jelas, sumberdaya manusia ditingkatkan,
sarana dan prasarana diperbanyak kualitas dan kuantitasnya, juga diperluas
aspek pembiayaan, serta koordinasi antar lembaga di luar BPN. Perangkat hukum
yang tertulis, lengkap, dan jelas dalam pelaksanaan PTSL dituangkan pada
beragam sarana, berupa regulasi, petunjuk teknis, surat edaran untuk kemudahan pelaksanaan
PTSL. Meskipun berbagai regulasi sebagai dasar hukum PTSL diterbitkan dan kerjasama
atau koodinasi antar instasi telah dibangun serta berbagai kemudahan/terobosan telah
dibuat, guna mempermudah proses pelaksanaannya, namun terdapat disparitas antara
Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah. Perbedaan mendasar adalah Peratruan Pemerintah
memberikan perdoman pendaftaran tanah dengan menggunakan alas hak berupa girik
namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat diterbitkan sertifikat sehingga
menimbulkan masalah hukum.
Kata
Kunci: PTSL,
Pertanahan, Kepastian Hukum.
�Abstract
The granting of
certificates in the framework of government programs systematically aims to
improve and supervise the implementation of land reform on absantee land, as
well as fragmentation due to inheritance including the accumulation of land on
one person. The Provisional Committee for adjudication of measurement of all
land parcels in one location appointed by the Head of the Land Office acts as a
complete village embodiment in the complete systematic land registration
program, However, to ensure legal certainty and legal protection of the PTSL
program, as well as to reduce disputes, the Ministry of ATR / BPN perfected
various sets of written regulations / legal bases, which are complete and
clear, Human resources were improved, facilities and infrastructure were
expanded in quality and quantity, financing aspects were also expanded, as well
as coordination between institutions outside BPN. Written, complete, and clear
legal tools in the implementation of PTSL are set forth in various means, in the
form of regulations, technical instructions, circulars for the ease of
implementation of PTSL. Although various regulations as the legal basis for
PTSL have been issued and cooperation between institutions has been built and
various conveniences/breakthroughs have been made, in order to facilitate the
implementation process, there is a disparity between Ministerial Regulation
Number 6 of 2018 concerning Complete Systematic Land Registration (PTSL) and
Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. The basic
difference is that the Government Regulation provides guidelines for land
registration using the basis of rights in the form of giriks, but PTSL is
sufficient with the loss claim to be issued a certificate, causing legal problems.
Keywords: PTSL, Land, Legal Certainty.
Pendahuluan
Penyelenggaraan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia merupakan
kewajiban pemerintah dan pemegang hak sesuai dengan Pasal 19, 23, 32, dan 38
UUPA. Dituangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Menteri ATR/ BPN Hadi Tjahjanto, mengatakan jumlah
realisasi PTSL mencapai 74,8 persen atau sekitar 94 juta tanah dari 126 juta
bidang tanah di seluruh Indonesia (Iryanto
et al., 2019).
Pendaftaran tanah dilakukan dengan
pertimbangan peningkatan pembangunan
nasional yang berkelanjutan yang membutuhkan landasan yuridis demi kepastian
hukum di bidang pertanahan (Peraturan,
1997). Saat ini adalah Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap
(PTSL) yang diselengarakan Kementerian ATR/Ka.BPN yang menargetkan 126 juta bidang
tanah di Indonesia terdaftar dan tersertipikasi keseluruhan pada tahun 2025 (Iryanto, 1997). Kemudian dijabarkan dalam target-target 5 juta bidang
pada tahun 2017, 7 juta bidang pada tahun 2018, 9 juta bidang pada tahun 2019 dan
10 juta setiap tahunnya sampai dengan tahun 2025. Karena jika pendaftaran tanah
dilakukan rutinitas seperti biasanya setahun kurang lebih 500 ribu bidang, membutuhkan
waktu 160 tahun untuk tanah terdaftar seluruh Indonesia (Adni., 2021).
Alasan atau pertimbangan ditetapkannya
Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang
Pendaftaran tanah adalah untuk
meningkatkan percepatan kembali pendaftaran tanah
di seluruh wilayah Republik Indonesia melalui pendaftaran tanah sistematis
lengkap, tersebut (Peraturan,
2018).
yang memerlukan penyempurnaan substansi/materi dengan menyesuaikan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendaftaran tanah
maupun ketentuan pertanahan lainnya agar terselenggara pendaftaran tanah
sistematis lengkap di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Penyempurnaan merupakan bagian daripada
mewujudkan kepastian hukum dalam sektor pertanahan agar tanah dapat menjad
objek untuk mengembangkan perekonomian yang memilikinya dalam rangka memelihara
kehidupannya, terdapat tiga nilai dasar yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit) dimana dalam kepastian
hukum membahas dari sudut yuridis, keadilan hukum (gerechtigkeit) dimana dalam keadilan hukum membahas sudut filosofis
sebagaimana keadilan adalah persamaan hak bagi semua orang yang memiliki urusan
di ranah pengadilan, dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit)
dimana dalam kemanfaatan hukum membahas mengenai utility atau nilai guna.
Dalam Penulisan ini terdapat
penelitian terdahulu yaitu Mujiburohman,
Dian Aries yang berjudul Potensi permasalahan pendaftaran tanah sistematik
lengkap (PTSL) (Mujiburohman,
2019)
dan Kembaren, Yuda Efrimsa dengan penelitiannya yang berjudul Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Berdasarkan Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2018 di
ATR/BPN Kabupaten Karo, kedua penelitian tersebut membahas potensi
problematika yang timbul dalam penyelenggaraan PTSL, dan inilah yang membedakan
dengan kajian penulis yang lebih konkrit dan terfokus pada norma hukum khusus
mengkaji Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah.
Perangkat hukum yang tertulis, lengkap,
dan jelas dalam pelaksanaan PTSL telah tertuang dalam beragam regulasi, petunjuk
teknis, surat edaran sebagai sarana kemudahan dalam pelaksanaan PTSL. Meskipun
berbagai regulasi sebagai payung hukum PTSL telah diterbitkan dan kerjasama atau
koodinasi antar instasi telah dibangun serta berbagai kemudahan/terobosan telah
dibuat, namun dalam tataran implementasi, masih terdapat hambatan-habatan dalam
pelaksanaan PTSL yang berorientasi target kuantitas yang memungkinkan mengabaikan
kualitas. Hambatan ini di antaranya adalah Biaya Pajak atas Tanah (PPh dan BPHTB),
Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana, tanah absentee, tanah kelebihan
maksimum, dan tanah terlantar, masalah pengumuman data fisik dan data yuridis
dan penerapan asas kontradiktur delimitasi, dari hambatan-hambatan ini dideskripsikan
dan memberikan solusi terhadap pelaksanaan PTSL. Walaupun terdapat kemudahan
namun terdapat disparitas yang antara Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018
Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, perbedaan mendasar
adalah Peratruan Pemerintah memberikan perdoman pendaftaran tanah harus
menggunakan alas hak berupa girik namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat
diterbitkan sertifikat sehingga menimbulkan masalah hukum.
Metode
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah Metode Penelitian Normatif yaitu mengakaji
permasalahan hukum dalam tataran norma sesuai dengan kaidah-kaidah disiplin
Ilmu Hukum dan Doktrin Hukum. Penelitian dalam penulisan hukum ini bersifat
normatif, penelitian ini berdasarkan analisa-analisa terhadap perundang-undangan
yang mengatur setiap permasalahan yang diteliti serta mengarah pada studi
kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang ada sehingga dapat diperoleh
hubungan antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan lainya dan
penerapannya dalam penelitian ini khususnya pembentukan Peraturan
Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan
kesesuaianya terhadap prinsip-prinsip Negara hukum (Abdulkadir Muhamad, 2004).
Hasil
dan Pembahasan
Penyelenggaraan pendaftaran tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia merupakan
kewajiban pemerintah dan pemegang hak sesuai dengan Pasal 19, 23, 32, dan 38
UUPA. Pendaftaran tanah merupakan syarat untuk mencapai jaminan hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah, untuk
menciptakan kepastian hukum.
Kepastian hukum dapat terwujud apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Ada aturan hukum yang
jelas dan konsisten;
2.
Instansi pemerintah
menerapkan aturan hukum secara konsisten, tunduk dan taat terhadapnya;
3.
Masyarakat
menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum tersebut;
4.
Hakim-hakim yang
mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan hukum secara konsisten
serta jeli sewaktu menyelesaikan sengketa hukum;
5.
Putusan pengadilan secara
konkrit dilaksanakan. Sedangkan untuk perlindungan hukum bagi pemegang hak atas
tanah dalam pendaftaran tanah dapat terwujud apabila dipenuhi 3 (tiga) syarat kumulatif
yaitu:
(1)
Penerbitan sertipikat
tanahnya telah berusia 5 tahun atau lebih;
(2)
�Proses penerbitan sertipikat tersebut
didasarkan pada itikad baik;
(3)
Tanahnya dikuasai
secara fisik oleh pemegang hak atau kekuasaanya.
Warga negara mempunyai hak atas tanah
yang dijamin oleh hukum. Kepemilikan hak atas tanah tersebut diatur dalam
ketentuan undang-undang untuk memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum
bertujuan untuk melindungi hak-hak individu manusia supaya tidak dilanggar oleh
penguasa. Kepastian hukum menghendaki bahwa hukum dapat berfungsi sebagai
peraturan yang harus ditaati tentunya tidak hanya terhadap bagaimana peraturan
tersebut dilaksanakan, akan tetapi bagaimana norma-norma atau materi muatan
dalam peraturan tersebut memuat prinsip-prinsip dasar hukum.
Pendaftaran tanah selain berfungsi
untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang
tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan
sebagainya Dalam pelaksanaanya untuk mewujudkan tanah terdaftar di seluruh
Indonesia, pada kenyataannya belum menghasilkan pendaftaran tanah yang
memuaskan. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam peraturan pemerintah pendaftaran
tanah yang pertama kali yaitu PP No. 10 Tahun 1961 yang berlaku selama lebih
dari 35 tahun, lebih kurang baru 16,3 juta bidang yang sudah didaftar dari sekitar
55 juta bidang tanah hak (PP
No. 24, 1997).
Demikian juga dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 penyempurnakan dari PP No.
10 Tahun 1961, belum maksimal dalam pelaksanan pendaftaran tanah dari 126 juta bidang
tanah di Indonesia hanya 46 juta sudah terdaftar, ini artinya ada 80 juta bidang
tanah yang belum terdaftar. Sementara menurut (Wahyuni,
2017)
pertumbuhan bidang tanah lebih dari 1 juta bidang pertahun.
�Menurut Sudikno Mertokusumo, jika kata
kepastian digabung dengan kata hukum berarti perangkat hukum suatu negara yang
mampu menjamin hak dan kewajiban warga negara (Sunaryo,
2019).
Hak atas tanah ini terdiri atas hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,
hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, serta hak-hak
lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut. Hak-hak tersebut dapat beralih
dan dialihkan oleh pemegang hak menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Pemerintah sekarang ini melalui
Kementerian ATR/BPN yang mempuyai kewenangan pendaftaran tanah telah berupaya
untuk percepatan pendaftaran tanah dengan berbagai program/proyek dengan segala
keterbatasannya. Program/proyek yang telah ada sebelumnya seperti, percepatan
pendaftaran tanah melalui Proyek Administrasi Pertanahan (PAP), Land Management and Policy Development Project (LMPDP) atau proyek
ajudikasi, Larasita, dan Program Nasional Agraria (Prona) belum dapat mencapai target
pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.
Program Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) merupakan program pendaftaran tanah untuk pertama kali secara
sistematis, yang sebelumnya terdapat program lain yang lebih dikenal dengan
Program Nasional Agraria (PRONA) dan memiliki perbedaan konsep yaitu adanya
kesadaran bahwa berdasarkan aspek yuridisnya tidak semua bidang tanah dapat
diterbitkan sertifikatnya.
Pemerintah memberikan suatu program
pendaftaran tanah kepada masyarakat yang didasarkan pada sembilan program
program kerja, yang lebih kenal dengan nawa cita. Sebagai wujud dari salah satu
butir dari program nawa cita tersebut pemerintah memberikan program pendaftaran
tanah sistematis lengkap (PTSL) yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan
landreform (Rahmat
Riardo, 2019).
Adapun latar belakang diadakannya program PTSL ini karena Pemerintah masih
menemukan banyak sekali tanah di Indonesia yang belum bersertifikat atau tidak
memiliki sertifikat (Joshua
Melvin Arung La�bi, et.al., 2021).
PTSL diawali dengan diterbitkannya
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional
(Perkaban) Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PTSL, yang
mencabut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 4 Tahun 2015 Tentang
Program Nasional Agraria, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 28
Tahun 2016 Tentang Percepatan Program Operasi Nasional Agraria Melalui
Pendaftaran Tanah Sistematis yang dimana Program Operasi Nasional Agraria
kurang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini, untuk itu diperlukan
percepatan lagi dalam memberikan kepastian hukum terhadap penegasan hak atas
tanah dalam waktu cepat (Rahmat
Riardo, 2004).
Upaya untuk mewujudkan perlindungan hak
atas tanah tersebut oleh pemerintah, berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA), diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam
ayat (2) menyatakan bahwa Pendaftaran tanah tersebut dalam ayat (1) meliput,
pengukuran perpetaan dan pembukaan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan
peralihan hak-hak tersebut, pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
Selanjutnya Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 Tentang
Percepatan Pelaksanaan PTSL telah beberapa kali mengalami perubahan, terbaru
dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Kantor Pertanahan
Nasional Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Percepatan PTSL. Peraturan tersebut di
atas diubah kembali menjadi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 (Permen ATR/BPN No 6/2018).
Pembaruan dari aturan terhadap PTSL terjadi karena aturan aturan yang terkait
dengan PTSL sebelumnya masih memerlukan penyempurnaan substansi atau materi
untuk menyesuaikan pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
pendaftaran tanah maupun ketentuan pertanahan lainnya.
Dasar hukum PTSL yang berlaku saat ini
yaitu Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap, Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan
Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor 5903167 A Tahun 2017,
Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.
Program yang terbaru saat ini adalah
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang diselengarakan Kementerian
ATR/Ka.BPN yang menargetkan 126 juta bidang tanah di Indonesia terdaftar dan
tersertipikasi keseluruhan pada tahun 2025. Kemudian dijabarkan dalam target-target
5 juta bidang pada tahun 2017, 7 juta bidang pada tahun 2018, 9 juta bidang pada
tahun 2019 dan 10 juta setiap tahunnya sampai dengan tahun 2025. Karena jika
pendaftaran tanah dilakukan rutinitas seperti biasanya setahun kurang lebih 500
ribu bidang, membutuhkan waktu 160 tahun untuk tanah terdaftar seluruh Indonesia.
Adapun pengertian dari Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap, adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya
yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran
data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah
untuk keperluan pendaftarannya (Rahmat Riardo, 2004).
Pelaksanaan program pendaftaran tanah
secara sistematis bertujuan untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan
perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat berlandaskan asas sederhana,
cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta
mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap dilaksanakan untuk seluruh objek Pendaftaran Tanah di
seluruh wilayah Republik Indonesia. Objek PTSL meliputi seluruh bidang tanah
tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun
bidang tanah hak yang memiliki hak dalam rangka memperbaiki kualitas data
pendaftaran tanah (Rahmat Riardo, 2004).
Salah satu tujuan PTSL juga merupakan
sarana bagi BPN agar dapat menciptakan gambaran satu desa lengkap, dan sebagai
dasar untuk mengelola administrasi kelengkapan database pertanahan yang aktual
dan terpercaya. Sehingga pada satu tahun anggaran program berjalan, BPN harus
mengupayakan seluruh bidang tanah dalam satu lokasi yang ditetapkan dapat
terukur, dan memelihara data fisik tanah.
Target utama pendaftaran tanah melalui
PTSL yaitu mendaftarkan bidang tanah secara menyeluruh, baik tanah milik
masyarakat adat, tanah negara, kawasan hutan, dan bidang tanah lainnya yang
jumlah realisasinya disesuaikan dengan besaran anggaran yang tersedia oleh APBN
tahun berjalan, Selain memberi jaminan kepastian hukum, negara juga
berkewajiban memberi perlindungan terhadap hak atas tanah baik kepemilikan
secara individual maupun komunal. Semua itu dapat diperoleh dengan sertifikat
yang merupakan alas/tanda bukti hak yang terkuat atas kepemilikan tanah
seseorang. Di samping itu ada banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh
masyarakat maupun pemerintah atas terselenggaranya Legalisasi Aset melalui
pendaftaran tanah sistematis lengkap ini. Salah satunya masyarakat dapat
terjamin eksistensi haknya, dan pemerintah dapat melengkapi database
pertanahan, sehingga terwujud salah satu catur pertanahan yaitu tertib
administrasi pertanahan.
Target-target PTSL ini bukanlah pekerjaan
mudah, banyak pihak beranggapan hanya ambisi, pencitraan, dan kepentingan
politik sesaat, karena anggapan ini merujuk pada hasil pendafataran tanah
selama ini kurang dari 50 persen tanah yang
sudah terdaftar. Padahal sudah 57 tahun yang lalu perintah berkewajiban untuk mendaftarkan
tanahnya sebagaimana yang telah di amanatkan oleh UUPA. Apabila dianalisis
lebih mendalam penyebab utama adalah political
will pemerintah, program-program pendaftaran tanah sebelumnya dilaksanakan dalam
tataran kementerian, bukan dalam puncak pemerintahan yang tertinggi yaitu Presiden.
Inilah yang membedakan Program PTSL dengan program-program sebelumnya, presiden
memantau, mengevaluasi bahkan turun tangan langsung dalam pembagian sertipikat dalam
pelaksanaan PTSL.
Presiden yang berkedudukan sebagai
lembaga eksekutif dalam arti memiliki tugas untuk menjalankan peraturan hukum,
berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), presiden menetapkan peraturan pemerintah
untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Untuk melaksanakan
ketentuan pendaftaran tanah tersebut pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997), dalam
Pasal 2 Peraturan Pemerintah tersebut mengatur bahwa pendftaran tanah harus
dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan
terbuka. Peraturan Pemerintah tersebut juga mengatur segala hal berkaitan
dengan mekanisme dan syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pendaftaran hak
atas tanah.
Pemberian sertifikat dalam rangka
program pemerintah secara sistematis juga dapat meningkatkan dan mengawasi
pelaksanaan landreform, melakukan pengawasan terhadap tanah absantee, serta
mencegah fragmentasi akibat pewarisan atau pengawasan terhadap penumpukan tanah
pada satu orang. Sementara itu, dalam hal mewujudkan suatu gambaran desa
lengkap pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap, Panitia Ajudikasi
tetap melakukan pengukuran kepada seluruh bidang tanah dalam satu lokasi yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan. Meskipun demikian, tidak semua bidang
tanah yang telah terukur tersebut dapat diterbitkan sertifikatnya.
Untuk menjamin kepastian hukum dan
perlindungan hukum program PTSL,serta untuk mengurangi sengket Kementerian
ATR/BPN menyempurnakan berbagai perangkat peraturan/dasar hukum tertulis, yang
lengkap dan jelas, sumberdaya manusia ditingkatkan, sarana dan prasarana diperbanyak
kualitas dan kuantitasnya, segi pembiayaan diperluas, adanya koordinasi antar
lembaga di luar BPN. Secara normatif telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
sebagai sarana memberi kemudahan dan percepatan dalam pendaftaran tanah seluruh
Indonesia.
Perangkat hukum yang tertulis, lengkap,
dan jelas dalam pelaksanaan PTSL telah tertuang dalam beragam regulasi,
petunjuk teknis, surat edaran sebagai sarana kemudahan dalam pelaksanaan PTSL.
Meskipun berbagai regulasi sebagai payung hukum PTSL telah diterbitkan dan kerjasama
atau koodinasi antar instasi telah dibangun serta berbagai kemudahan/terobosan telah
dibuat, namun dalam tataran implementasi, masih terdapat hambatan-habatan dalam
pelaksanaan PTSL yang berorientasi target kuantitas yang memungkinkan mengabaikan
kualitas. Hambatan ini di antaranya adalah Biaya Pajak atas Tanah (PPh dan BPHTB),
Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana, tanah absentee, tanah kelebihan
maksimum, dan tanah terlantar, masalah pengumuman data fisik dan data yuridis
dan penerapan asas kontradiktur delimitasi, dari hambatan-hambatan ini dideskripsikan
dan memberikan solusi terhadap pelaksanaan PTSL.
Walaupun terdapat kemudahan namun
terdapat disparitas yang antara Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang
Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, perbedaan mendasar
adalah Peratruan Pemerintah memberikan perdoman pendaftaran tanah harus
menggunakan alas hak berupa girik namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat
diterbitkan sertifikat sehingga menimbulkan masalah hukum.
Kesimpulan
Pelaksanaan
program pendaftaran tanah secara sistematis bertujuan untuk mewujudkan
pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat
berlandaskan asas sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka
serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan
konflik pertanahan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dilaksanakan untuk
seluruh objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Adapun
Efektivitas dari pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL) cukup baik dapat dilihat dari persentase jumlah target dan realisasi. Walaupun terdapat
kemudahan namun terdapat disparitas yang antara Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun
2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, perbedaan mendasar adalah Peratruan
Pemerintah memberikan perdoman pendaftaran tanah harus menggunakan alas hak
berupa girik namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat diterbitkan sertifikat
sehingga menimbulkan masalah hukum.
BIBLIOGRAFI
Abdul Aziz Hakim, Negara
Hukum dan Demokrasi di Indonesia,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011.
Anthony Giddens, The Third Way : Jalan ketiga Pembangunan Demokrasi
Sosial, Jakarta, Gramedia,1998.
Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Anonim, Petunjuk teknis Direktorat Survey dan Potensi Tanah, Deputi
Survey, Pengukuran dan Pemetaan BPN RI, Jakarta, 2007.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan
Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Abdulkadir Muhamad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004.
Baharudin. 2014. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam
Proses Jual Beli Tanah. Jurnal Keadilan Progresif. 2(1): 91.
Boedi, Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UU Pokok
Agraria. Djambatan Boedi, Jakarta,1999.
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis,Nuansa
dan Nusamedia. Bandung, 2004.
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: memahami dan memahami hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010.
Elizabrth Nurhaini Butarbutar, Metode Penelitian Hukum, Refika
Aditama, Bandung, 2018.
Hadisiswati, Indri. "Kepastian Hukum dan perlindungan hukum hak
atas tanah." Jurnal Ahkam 2.1 (2014).
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola,
Surabaya,2003.
Jimly Ashiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan
Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta,1994.
J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Rajawali Press, Jakarta,
1991.
J.H Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, Rajawali Press,
Jakarta,1993.
John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika,
Jakarta, 1993.
L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum , Cetakan Kedua Puluh
Enam Pradnya Paramita,Jakarta,1996.
Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi
Muatan. Kanisius. Jakarta, 2019.
Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang
Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode
Negara Madinah dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta,1992.
M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta 2007.
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta,
2008.
Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta,1992.
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, penerbit Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1999.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Raditya Bakti, Bandung,
2000.
The Liang Gie, Teori-teori Keadilan, Sumber Sukses.Yogyakarta,
1982.
W.Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan, Cahaya Atma
Pustaka,Jakarta,2014.
Baharudin. 2014. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli
Tanah. Jurnal Keadilan Progresif.
Budiman, I. 2018. Kajan atas Penentuan Syarat Peralihan Hak atas tanah
yang bersertifikat tanpa Akkta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tesis
Magister Kenotarian, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. 64.
Irwansyah & Yunus, A. Penelitian Hukum, Pilihan Metode &
Praktik Penulisan Artikel. Edisi Revisi. Mirra Buana Media.
Yogyakarta.2021.
Julyano, Mario, and Aditya Yuli Sulistyawan. "Pemahaman Terhadap
Asas Kepastian Hukum Melalui Konstruksi Penalaran Positivisme
Hukum." Jurnal Crepido 1.1 (2019): 13-22.
John Rawls, A Theory Of Justice, London: Oxford University Press
, Yang Sudah Diterjemahkan Dalam Bahasa Indonesia Oleh Uzair Fauzan Dan Heru
Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Lubis, D. 2020. Peralihan Hak Atas Tanah yang tidak diketahui
Keberadaan Pemiliknya (Studi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai). Tesis.
Magister Kenotarian Fakultas Hukum Universias Sumatera Utara. 47-48.
Nasution, Bahder Johan. "Kajian Filosofis tentang Konsep Keadilan
dari Pemikiran Klasik sampai Pemikiran Modern." Yustisia Jurnal
Hukum 3.2 (2014).
Pan Mohamad Faiz, 2009. �Teori Keadilan John Rawls�, Dalam
Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor 1.
Prayoga, R.T. 2016. Penerapan Asas
Kepastian Hukum dalm Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak
Uji Materiil dan Dalam Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang (The
Implementation of Legal Certainty Principle in Supreme Court Regulation Number
1 of 2011 on Material Review Rights and in Constitutional Court Regulation
Number 06/PMK/2005 on Guidelines for the Hearing in Judicial Review�. Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 2.
Qamar, N., Syarif H.M., Busthami, D.S.,
dan Reza F.S. 2016. Sosiologi Hukum (Sociology of Law). Mitra Wacana
Media. Jakarta.
Rakia, S & Sakti, A. 2021. Simplifikasi Terhadap
Peraturan-Peraturan Pelaksana yang dibentuk oleh Presiden dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia (Simplification of the Implementing
Regulations Formed by President in The Indonesian Constitutional Law System). Jurnal
RechtsVinding. Vol. 10, No. 2: 252.
Rakia, S
& Sakti, A. 2021. Simplifikasi Terhadap Peraturan-Peraturan Pelaksana yang
dibentuk oleh Presiden dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
(Simplification of the Implementing Regulations Formed by President in The
Indonesian Constitutional Law System). Jurnal RechtsVinding. Vol. 10, No. 2.
S.F. Marbun, 1997, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol. 4, h. 9
Sunaryo, Sidik, and Shinta Ayu Purnamawati. "Paradigma Hukum Yang
Benar Dan Hukum Yang Baik (Perspektif Desain Putusan Hakim Perkara Korupsi di
Indonesia)." Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum 1.2 (2019); 3-4.
Budiman, I.
2018. Kajan atas Penentuan Syarat
Peralihan Hak atas tanah yang bersertifikat tanpa Akkta Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). Tesis Magister Kenotarian, Fakultas Hukum Universitas Sumatra
Utara.
Lubis, D.
2020. Peralihan Hak Atas Tanah yang tidak
diketahui Keberadaan Pemiliknya (Studi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota
Binjai). Tesis. Magister Kenotarian Fakultas Hukum Universias Sumatera
Utara.
Mohammad Nursyam, Penjabaran Filsafat Pancasila Dalam Filsafat
Hukum. Sebagai Landasan Pembinaan Hukum Nasional, Disertasi. Universitas
Airlangga Surabaya 1998.
Undang-Undang
Nomor 5. (1960). Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang
Nomor 12. (2011). Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Peraturan
Pemerintah Nomor 24. (1997). Tentang Pendaftaran Tanah.
Instruksi Presiden Nomor 1. (2022) Tentang Optimalisasi Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Copyright holder: Theo
Julian Rorong, Yi Jeane Neltje Saly (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |