Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

KONTRADIKSI ANTARA PROGRAM PENGATURAN PERCEPATAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP SESUAI PERMEN NO.6/ 2018 DENGAN KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

 

Theo Julian Rorong, Yi Jeane Neltje Saly

Universitas Tarumanagara, Indonesia

E-mail : [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pemberian sertifikat dalam rangka program pemerintah secara sistematis bertujuan meningkatkan dan mengawasi pelaksanaan landreform terhadap tanah absantee, serta fragmentasi akibat pewarisan termasuk penumpukan tanah pada satu orang. Panitia Sementara ajudikasi pengukuran seluruh bidang tanah dalam satu lokasi yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan berperan sebagai perwujudan desa lengkap pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap, Meskipun demikian, untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum program PTSL,serta untuk mengurangi sengketa, maka Kementerian ATR/BPN menyempurnakan berbagai perangkat peraturan/dasar hukum tertulis, yang lengkap dan jelas, sumberdaya manusia ditingkatkan, sarana dan prasarana diperbanyak kualitas dan kuantitasnya, juga diperluas aspek pembiayaan, serta koordinasi antar lembaga di luar BPN. Perangkat hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas dalam pelaksanaan PTSL dituangkan pada beragam sarana, berupa regulasi, petunjuk teknis, surat edaran untuk kemudahan pelaksanaan PTSL. Meskipun berbagai regulasi sebagai dasar hukum PTSL diterbitkan dan kerjasama atau koodinasi antar instasi telah dibangun serta berbagai kemudahan/terobosan telah dibuat, guna mempermudah proses pelaksanaannya, namun terdapat disparitas antara Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Perbedaan mendasar adalah Peratruan Pemerintah memberikan perdoman pendaftaran tanah dengan menggunakan alas hak berupa girik namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat diterbitkan sertifikat sehingga menimbulkan masalah hukum.

 

Kata Kunci: PTSL, Pertanahan, Kepastian Hukum.

 

 

 

�Abstract

The granting of certificates in the framework of government programs systematically aims to improve and supervise the implementation of land reform on absantee land, as well as fragmentation due to inheritance including the accumulation of land on one person. The Provisional Committee for adjudication of measurement of all land parcels in one location appointed by the Head of the Land Office acts as a complete village embodiment in the complete systematic land registration program, However, to ensure legal certainty and legal protection of the PTSL program, as well as to reduce disputes, the Ministry of ATR / BPN perfected various sets of written regulations / legal bases, which are complete and clear, Human resources were improved, facilities and infrastructure were expanded in quality and quantity, financing aspects were also expanded, as well as coordination between institutions outside BPN. Written, complete, and clear legal tools in the implementation of PTSL are set forth in various means, in the form of regulations, technical instructions, circulars for the ease of implementation of PTSL. Although various regulations as the legal basis for PTSL have been issued and cooperation between institutions has been built and various conveniences/breakthroughs have been made, in order to facilitate the implementation process, there is a disparity between Ministerial Regulation Number 6 of 2018 concerning Complete Systematic Land Registration (PTSL) and Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. The basic difference is that the Government Regulation provides guidelines for land registration using the basis of rights in the form of giriks, but PTSL is sufficient with the loss claim to be issued a certificate, causing legal problems.

 

Keywords: PTSL, Land, Legal Certainty.

 

Pendahuluan

Penyelenggaraan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia merupakan kewajiban pemerintah dan pemegang hak sesuai dengan Pasal 19, 23, 32, dan 38 UUPA. Dituangkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Menteri ATR/ BPN Hadi Tjahjanto, mengatakan jumlah realisasi PTSL mencapai 74,8 persen atau sekitar 94 juta tanah dari 126 juta bidang tanah di seluruh Indonesia (Iryanto et al., 2019).

Pendaftaran tanah dilakukan dengan pertimbangan peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan yang membutuhkan landasan yuridis demi kepastian hukum di bidang pertanahan (Peraturan, 1997). Saat ini adalah Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang diselengarakan Kementerian ATR/Ka.BPN yang menargetkan 126 juta bidang tanah di Indonesia terdaftar dan tersertipikasi keseluruhan pada tahun 2025 (Iryanto, 1997). Kemudian dijabarkan dalam target-target 5 juta bidang pada tahun 2017, 7 juta bidang pada tahun 2018, 9 juta bidang pada tahun 2019 dan 10 juta setiap tahunnya sampai dengan tahun 2025. Karena jika pendaftaran tanah dilakukan rutinitas seperti biasanya setahun kurang lebih 500 ribu bidang, membutuhkan waktu 160 tahun untuk tanah terdaftar seluruh Indonesia (Adni., 2021).

Alasan atau pertimbangan ditetapkannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah adalah untuk meningkatkan percepatan kembali pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia melalui pendaftaran tanah sistematis lengkap, tersebut (Peraturan, 2018). yang memerlukan penyempurnaan substansi/materi dengan menyesuaikan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pendaftaran tanah maupun ketentuan pertanahan lainnya agar terselenggara pendaftaran tanah sistematis lengkap di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Penyempurnaan merupakan bagian daripada mewujudkan kepastian hukum dalam sektor pertanahan agar tanah dapat menjad objek untuk mengembangkan perekonomian yang memilikinya dalam rangka memelihara kehidupannya, terdapat tiga nilai dasar yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit) dimana dalam kepastian hukum membahas dari sudut yuridis, keadilan hukum (gerechtigkeit) dimana dalam keadilan hukum membahas sudut filosofis sebagaimana keadilan adalah persamaan hak bagi semua orang yang memiliki urusan di ranah pengadilan, dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit) dimana dalam kemanfaatan hukum membahas mengenai utility atau nilai guna.

Dalam Penulisan ini terdapat penelitian terdahulu yaitu Mujiburohman, Dian Aries yang berjudul Potensi permasalahan pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL) (Mujiburohman, 2019) dan Kembaren, Yuda Efrimsa dengan penelitiannya yang berjudul Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2018 di ATR/BPN Kabupaten Karo, kedua penelitian tersebut membahas potensi problematika yang timbul dalam penyelenggaraan PTSL, dan inilah yang membedakan dengan kajian penulis yang lebih konkrit dan terfokus pada norma hukum khusus mengkaji Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah.

Perangkat hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas dalam pelaksanaan PTSL telah tertuang dalam beragam regulasi, petunjuk teknis, surat edaran sebagai sarana kemudahan dalam pelaksanaan PTSL. Meskipun berbagai regulasi sebagai payung hukum PTSL telah diterbitkan dan kerjasama atau koodinasi antar instasi telah dibangun serta berbagai kemudahan/terobosan telah dibuat, namun dalam tataran implementasi, masih terdapat hambatan-habatan dalam pelaksanaan PTSL yang berorientasi target kuantitas yang memungkinkan mengabaikan kualitas. Hambatan ini di antaranya adalah Biaya Pajak atas Tanah (PPh dan BPHTB), Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana, tanah absentee, tanah kelebihan maksimum, dan tanah terlantar, masalah pengumuman data fisik dan data yuridis dan penerapan asas kontradiktur delimitasi, dari hambatan-hambatan ini dideskripsikan dan memberikan solusi terhadap pelaksanaan PTSL. Walaupun terdapat kemudahan namun terdapat disparitas yang antara Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, perbedaan mendasar adalah Peratruan Pemerintah memberikan perdoman pendaftaran tanah harus menggunakan alas hak berupa girik namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat diterbitkan sertifikat sehingga menimbulkan masalah hukum.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Metode Penelitian Normatif yaitu mengakaji permasalahan hukum dalam tataran norma sesuai dengan kaidah-kaidah disiplin Ilmu Hukum dan Doktrin Hukum. Penelitian dalam penulisan hukum ini bersifat normatif, penelitian ini berdasarkan analisa-analisa terhadap perundang-undangan yang mengatur setiap permasalahan yang diteliti serta mengarah pada studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang ada sehingga dapat diperoleh hubungan antara peraturan perundang-undangan dengan peraturan lainya dan penerapannya dalam penelitian ini khususnya pembentukan Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan kesesuaianya terhadap prinsip-prinsip Negara hukum (Abdulkadir Muhamad, 2004).

 

Hasil dan Pembahasan

Penyelenggaraan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia merupakan kewajiban pemerintah dan pemegang hak sesuai dengan Pasal 19, 23, 32, dan 38 UUPA. Pendaftaran tanah merupakan syarat untuk mencapai jaminan hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah, untuk menciptakan kepastian hukum.

Kepastian hukum dapat terwujud apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1.      Ada aturan hukum yang jelas dan konsisten;

2.      Instansi pemerintah menerapkan aturan hukum secara konsisten, tunduk dan taat terhadapnya;

3.      Masyarakat menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum tersebut;

4.      Hakim-hakim yang mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan hukum secara konsisten serta jeli sewaktu menyelesaikan sengketa hukum;

5.      Putusan pengadilan secara konkrit dilaksanakan. Sedangkan untuk perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah dalam pendaftaran tanah dapat terwujud apabila dipenuhi 3 (tiga) syarat kumulatif yaitu:

(1)   Penerbitan sertipikat tanahnya telah berusia 5 tahun atau lebih;

(2)   �Proses penerbitan sertipikat tersebut didasarkan pada itikad baik;

(3)   Tanahnya dikuasai secara fisik oleh pemegang hak atau kekuasaanya.

Warga negara mempunyai hak atas tanah yang dijamin oleh hukum. Kepemilikan hak atas tanah tersebut diatur dalam ketentuan undang-undang untuk memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum bertujuan untuk melindungi hak-hak individu manusia supaya tidak dilanggar oleh penguasa. Kepastian hukum menghendaki bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati tentunya tidak hanya terhadap bagaimana peraturan tersebut dilaksanakan, akan tetapi bagaimana norma-norma atau materi muatan dalam peraturan tersebut memuat prinsip-prinsip dasar hukum.

Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya Dalam pelaksanaanya untuk mewujudkan tanah terdaftar di seluruh Indonesia, pada kenyataannya belum menghasilkan pendaftaran tanah yang memuaskan. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam peraturan pemerintah pendaftaran tanah yang pertama kali yaitu PP No. 10 Tahun 1961 yang berlaku selama lebih dari 35 tahun, lebih kurang baru 16,3 juta bidang yang sudah didaftar dari sekitar 55 juta bidang tanah hak (PP No. 24, 1997). Demikian juga dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 penyempurnakan dari PP No. 10 Tahun 1961, belum maksimal dalam pelaksanan pendaftaran tanah dari 126 juta bidang tanah di Indonesia hanya 46 juta sudah terdaftar, ini artinya ada 80 juta bidang tanah yang belum terdaftar. Sementara menurut (Wahyuni, 2017) pertumbuhan bidang tanah lebih dari 1 juta bidang pertahun.

�Menurut Sudikno Mertokusumo, jika kata kepastian digabung dengan kata hukum berarti perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban warga negara (Sunaryo, 2019). Hak atas tanah ini terdiri atas hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, serta hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut. Hak-hak tersebut dapat beralih dan dialihkan oleh pemegang hak menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Pemerintah sekarang ini melalui Kementerian ATR/BPN yang mempuyai kewenangan pendaftaran tanah telah berupaya untuk percepatan pendaftaran tanah dengan berbagai program/proyek dengan segala keterbatasannya. Program/proyek yang telah ada sebelumnya seperti, percepatan pendaftaran tanah melalui Proyek Administrasi Pertanahan (PAP), Land Management and Policy Development Project (LMPDP) atau proyek ajudikasi, Larasita, dan Program Nasional Agraria (Prona) belum dapat mencapai target pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan program pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematis, yang sebelumnya terdapat program lain yang lebih dikenal dengan Program Nasional Agraria (PRONA) dan memiliki perbedaan konsep yaitu adanya kesadaran bahwa berdasarkan aspek yuridisnya tidak semua bidang tanah dapat diterbitkan sertifikatnya.

Pemerintah memberikan suatu program pendaftaran tanah kepada masyarakat yang didasarkan pada sembilan program program kerja, yang lebih kenal dengan nawa cita. Sebagai wujud dari salah satu butir dari program nawa cita tersebut pemerintah memberikan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan landreform (Rahmat Riardo, 2019). Adapun latar belakang diadakannya program PTSL ini karena Pemerintah masih menemukan banyak sekali tanah di Indonesia yang belum bersertifikat atau tidak memiliki sertifikat (Joshua Melvin Arung La�bi, et.al., 2021).

PTSL diawali dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PTSL, yang mencabut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Program Nasional Agraria, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Percepatan Program Operasi Nasional Agraria Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis yang dimana Program Operasi Nasional Agraria kurang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini, untuk itu diperlukan percepatan lagi dalam memberikan kepastian hukum terhadap penegasan hak atas tanah dalam waktu cepat (Rahmat Riardo, 2004).

Upaya untuk mewujudkan perlindungan hak atas tanah tersebut oleh pemerintah, berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam ayat (2) menyatakan bahwa Pendaftaran tanah tersebut dalam ayat (1) meliput, pengukuran perpetaan dan pembukaan tanah, pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Selanjutnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan PTSL telah beberapa kali mengalami perubahan, terbaru dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Kantor Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Percepatan PTSL. Peraturan tersebut di atas diubah kembali menjadi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 (Permen ATR/BPN No 6/2018). Pembaruan dari aturan terhadap PTSL terjadi karena aturan aturan yang terkait dengan PTSL sebelumnya masih memerlukan penyempurnaan substansi atau materi untuk menyesuaikan pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pendaftaran tanah maupun ketentuan pertanahan lainnya.

Dasar hukum PTSL yang berlaku saat ini yaitu Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor 5903167 A Tahun 2017, Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.

Program yang terbaru saat ini adalah Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang diselengarakan Kementerian ATR/Ka.BPN yang menargetkan 126 juta bidang tanah di Indonesia terdaftar dan tersertipikasi keseluruhan pada tahun 2025. Kemudian dijabarkan dalam target-target 5 juta bidang pada tahun 2017, 7 juta bidang pada tahun 2018, 9 juta bidang pada tahun 2019 dan 10 juta setiap tahunnya sampai dengan tahun 2025. Karena jika pendaftaran tanah dilakukan rutinitas seperti biasanya setahun kurang lebih 500 ribu bidang, membutuhkan waktu 160 tahun untuk tanah terdaftar seluruh Indonesia.

Adapun pengertian dari Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (Rahmat Riardo, 2004).

Pelaksanaan program pendaftaran tanah secara sistematis bertujuan untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat berlandaskan asas sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dilaksanakan untuk seluruh objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Objek PTSL meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak yang memiliki hak dalam rangka memperbaiki kualitas data pendaftaran tanah (Rahmat Riardo, 2004).

Salah satu tujuan PTSL juga merupakan sarana bagi BPN agar dapat menciptakan gambaran satu desa lengkap, dan sebagai dasar untuk mengelola administrasi kelengkapan database pertanahan yang aktual dan terpercaya. Sehingga pada satu tahun anggaran program berjalan, BPN harus mengupayakan seluruh bidang tanah dalam satu lokasi yang ditetapkan dapat terukur, dan memelihara data fisik tanah.

Target utama pendaftaran tanah melalui PTSL yaitu mendaftarkan bidang tanah secara menyeluruh, baik tanah milik masyarakat adat, tanah negara, kawasan hutan, dan bidang tanah lainnya yang jumlah realisasinya disesuaikan dengan besaran anggaran yang tersedia oleh APBN tahun berjalan, Selain memberi jaminan kepastian hukum, negara juga berkewajiban memberi perlindungan terhadap hak atas tanah baik kepemilikan secara individual maupun komunal. Semua itu dapat diperoleh dengan sertifikat yang merupakan alas/tanda bukti hak yang terkuat atas kepemilikan tanah seseorang. Di samping itu ada banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah atas terselenggaranya Legalisasi Aset melalui pendaftaran tanah sistematis lengkap ini. Salah satunya masyarakat dapat terjamin eksistensi haknya, dan pemerintah dapat melengkapi database pertanahan, sehingga terwujud salah satu catur pertanahan yaitu tertib administrasi pertanahan.

Target-target PTSL ini bukanlah pekerjaan mudah, banyak pihak beranggapan hanya ambisi, pencitraan, dan kepentingan politik sesaat, karena anggapan ini merujuk pada hasil pendafataran tanah selama ini kurang dari 50 persen tanah yang sudah terdaftar. Padahal sudah 57 tahun yang lalu perintah berkewajiban untuk mendaftarkan tanahnya sebagaimana yang telah di amanatkan oleh UUPA. Apabila dianalisis lebih mendalam penyebab utama adalah political will pemerintah, program-program pendaftaran tanah sebelumnya dilaksanakan dalam tataran kementerian, bukan dalam puncak pemerintahan yang tertinggi yaitu Presiden. Inilah yang membedakan Program PTSL dengan program-program sebelumnya, presiden memantau, mengevaluasi bahkan turun tangan langsung dalam pembagian sertipikat dalam pelaksanaan PTSL.

Presiden yang berkedudukan sebagai lembaga eksekutif dalam arti memiliki tugas untuk menjalankan peraturan hukum, berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Untuk melaksanakan ketentuan pendaftaran tanah tersebut pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24/1997), dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah tersebut mengatur bahwa pendftaran tanah harus dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Peraturan Pemerintah tersebut juga mengatur segala hal berkaitan dengan mekanisme dan syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pendaftaran hak atas tanah.

Pemberian sertifikat dalam rangka program pemerintah secara sistematis juga dapat meningkatkan dan mengawasi pelaksanaan landreform, melakukan pengawasan terhadap tanah absantee, serta mencegah fragmentasi akibat pewarisan atau pengawasan terhadap penumpukan tanah pada satu orang. Sementara itu, dalam hal mewujudkan suatu gambaran desa lengkap pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap, Panitia Ajudikasi tetap melakukan pengukuran kepada seluruh bidang tanah dalam satu lokasi yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pertanahan. Meskipun demikian, tidak semua bidang tanah yang telah terukur tersebut dapat diterbitkan sertifikatnya.

Untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum program PTSL,serta untuk mengurangi sengket Kementerian ATR/BPN menyempurnakan berbagai perangkat peraturan/dasar hukum tertulis, yang lengkap dan jelas, sumberdaya manusia ditingkatkan, sarana dan prasarana diperbanyak kualitas dan kuantitasnya, segi pembiayaan diperluas, adanya koordinasi antar lembaga di luar BPN. Secara normatif telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai sarana memberi kemudahan dan percepatan dalam pendaftaran tanah seluruh Indonesia.

Perangkat hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas dalam pelaksanaan PTSL telah tertuang dalam beragam regulasi, petunjuk teknis, surat edaran sebagai sarana kemudahan dalam pelaksanaan PTSL. Meskipun berbagai regulasi sebagai payung hukum PTSL telah diterbitkan dan kerjasama atau koodinasi antar instasi telah dibangun serta berbagai kemudahan/terobosan telah dibuat, namun dalam tataran implementasi, masih terdapat hambatan-habatan dalam pelaksanaan PTSL yang berorientasi target kuantitas yang memungkinkan mengabaikan kualitas. Hambatan ini di antaranya adalah Biaya Pajak atas Tanah (PPh dan BPHTB), Sumber Daya Manusia, sarana dan prasarana, tanah absentee, tanah kelebihan maksimum, dan tanah terlantar, masalah pengumuman data fisik dan data yuridis dan penerapan asas kontradiktur delimitasi, dari hambatan-hambatan ini dideskripsikan dan memberikan solusi terhadap pelaksanaan PTSL.

Walaupun terdapat kemudahan namun terdapat disparitas yang antara Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, perbedaan mendasar adalah Peratruan Pemerintah memberikan perdoman pendaftaran tanah harus menggunakan alas hak berupa girik namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat diterbitkan sertifikat sehingga menimbulkan masalah hukum.

 

Kesimpulan

Pelaksanaan program pendaftaran tanah secara sistematis bertujuan untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat berlandaskan asas sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik pertanahan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dilaksanakan untuk seluruh objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Adapun Efektivitas dari pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) cukup baik dapat dilihat dari persentase jumlah target dan realisasi. Walaupun terdapat kemudahan namun terdapat disparitas yang antara Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, perbedaan mendasar adalah Peratruan Pemerintah memberikan perdoman pendaftaran tanah harus menggunakan alas hak berupa girik namun PTSL cukup dengan klain hilang dapat diterbitkan sertifikat sehingga menimbulkan masalah hukum.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011.

 

Anthony Giddens, The Third Way : Jalan ketiga Pembangunan Demokrasi Sosial, Jakarta, Gramedia,1998.

 

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

 

Anonim, Petunjuk teknis Direktorat Survey dan Potensi Tanah, Deputi Survey, Pengukuran dan Pemetaan BPN RI, Jakarta, 2007.

 

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002.

 

Abdulkadir Muhamad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

 

Baharudin. 2014. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli Tanah. Jurnal Keadilan Progresif. 2(1): 91.

 

Boedi, Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UU Pokok Agraria. Djambatan Boedi, Jakarta,1999.

 

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis,Nuansa dan Nusamedia. Bandung, 2004.

 

Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: memahami dan memahami hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010.

 

Elizabrth Nurhaini Butarbutar, Metode Penelitian Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2018.

 

Hadisiswati, Indri. "Kepastian Hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah." Jurnal Ahkam 2.1 (2014).

 

Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya,2003.

 

Jimly Ashiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta,1994.

 

J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Rajawali Press, Jakarta, 1991.

 

J.H Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, Rajawali Press, Jakarta,1993.

 

John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.

 

L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum , Cetakan Kedua Puluh Enam Pradnya Paramita,Jakarta,1996.

 

Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Kanisius. Jakarta, 2019.

 

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta,1992.

 

M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2007.

 

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008.

 

Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,1992.

 

Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

 

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Raditya Bakti, Bandung, 2000.

 

The Liang Gie, Teori-teori Keadilan, Sumber Sukses.Yogyakarta, 1982.

 

W.Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan, Cahaya Atma Pustaka,Jakarta,2014.

 

Baharudin. 2014. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Proses Jual Beli Tanah. Jurnal Keadilan Progresif.

 

Budiman, I. 2018. Kajan atas Penentuan Syarat Peralihan Hak atas tanah yang bersertifikat tanpa Akkta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tesis Magister Kenotarian, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara. 64.

 

Irwansyah & Yunus, A. Penelitian Hukum, Pilihan Metode & Praktik Penulisan Artikel. Edisi Revisi. Mirra Buana Media. Yogyakarta.2021.

 

Julyano, Mario, and Aditya Yuli Sulistyawan. "Pemahaman Terhadap Asas Kepastian Hukum Melalui Konstruksi Penalaran Positivisme Hukum." Jurnal Crepido 1.1 (2019): 13-22.

 

John Rawls, A Theory Of Justice, London: Oxford University Press , Yang Sudah Diterjemahkan Dalam Bahasa Indonesia Oleh Uzair Fauzan Dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

 

Lubis, D. 2020. Peralihan Hak Atas Tanah yang tidak diketahui Keberadaan Pemiliknya (Studi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai). Tesis. Magister Kenotarian Fakultas Hukum Universias Sumatera Utara. 47-48.

 

Nasution, Bahder Johan. "Kajian Filosofis tentang Konsep Keadilan dari Pemikiran Klasik sampai Pemikiran Modern." Yustisia Jurnal Hukum 3.2 (2014).

 

Pan Mohamad Faiz, 2009. �Teori Keadilan John Rawls�, Dalam Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor 1.

 

Prayoga, R.T. 2016. Penerapan Asas Kepastian Hukum dalm Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil dan Dalam Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang (The Implementation of Legal Certainty Principle in Supreme Court Regulation Number 1 of 2011 on Material Review Rights and in Constitutional Court Regulation Number 06/PMK/2005 on Guidelines for the Hearing in Judicial Review�. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 2.

 

Qamar, N., Syarif H.M., Busthami, D.S., dan Reza F.S. 2016. Sosiologi Hukum (Sociology of Law). Mitra Wacana Media. Jakarta.

 

Rakia, S & Sakti, A. 2021. Simplifikasi Terhadap Peraturan-Peraturan Pelaksana yang dibentuk oleh Presiden dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Simplification of the Implementing Regulations Formed by President in The Indonesian Constitutional Law System). Jurnal RechtsVinding. Vol. 10, No. 2: 252.

 

Rakia, S & Sakti, A. 2021. Simplifikasi Terhadap Peraturan-Peraturan Pelaksana yang dibentuk oleh Presiden dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Simplification of the Implementing Regulations Formed by President in The Indonesian Constitutional Law System). Jurnal RechtsVinding. Vol. 10, No. 2.

 

S.F. Marbun, 1997, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol. 4, h. 9

 

Sunaryo, Sidik, and Shinta Ayu Purnamawati. "Paradigma Hukum Yang Benar Dan Hukum Yang Baik (Perspektif Desain Putusan Hakim Perkara Korupsi di Indonesia)." Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum 1.2 (2019); 3-4.

 

Budiman, I. 2018. Kajan atas Penentuan Syarat Peralihan Hak atas tanah yang bersertifikat tanpa Akkta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tesis Magister Kenotarian, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara.

 

Lubis, D. 2020. Peralihan Hak Atas Tanah yang tidak diketahui Keberadaan Pemiliknya (Studi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai). Tesis. Magister Kenotarian Fakultas Hukum Universias Sumatera Utara.

 

Mohammad Nursyam, Penjabaran Filsafat Pancasila Dalam Filsafat Hukum. Sebagai Landasan Pembinaan Hukum Nasional, Disertasi. Universitas Airlangga Surabaya 1998.

 

Undang-Undang Nomor 5. (1960). Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

 

Undang-Undang Nomor 12. (2011). Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

 

Peraturan Pemerintah Nomor 24. (1997). Tentang Pendaftaran Tanah.

 

Instruksi Presiden Nomor 1. (2022) Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Copyright holder:

Theo Julian Rorong, Yi Jeane Neltje Saly (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: