Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober
2022
MAKNA KEBAHAGIAAN PADA
LAKI LAKI YANG NYENTANA DI KABUPATEN GIANYAR BALI
I Komang Wahyu Dharma
Sutha, Emmanuel Satyo Yuwono
Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Terdapat sebuah tradisi pernikahan yang unik di Bali
yaitu nyentana. Nyentana merupakan salah satu tradisi unik yang ada di Bali dalam
konteks pernikahan. Perkawinan nyentana merupakan
suatu bentuk perkawinan dalam hukum adat Bali yaitu dimana seorang wanita
menikahi seorang laki-laki dengan cara menarik laki-laki itu ke rumah keluarga
perempuan tersebut, dan konsekuensinya adala perempuan tersebut akan
berkedudukan selaku purusa (kepala
keluarga) dan laki-laki tersebut berkedudukan sebagai pradana yang dimana sulit dilakukan dikarenakan budaya patrilineal
di Bali masih sangat kental. Penelitian
ini dimaksudkan untuk mengetahui makna kebahagiaan pada laki-laki yang nyentana di Kabupaten Gianyar Bali.
Metode penelitian ini adalah fenomenologi dengan melibatkan tiga partisipan
yang sudah menikah dan memiliki anak yang dipilih berdasarkan teknik purposive
sampling. Hasil penelitian ini menemukan tiga tema utama yaitu keterlibatan diri
dalam masyarakat, pengalaman hidup dalam keluarga, serta bersyukur dan berdoa
atas kehidupan.
Kata
kunci: Kebahagiaan;
Nyentana; Pernikahan.
Abstract
There is a unique wedding tradition in Bali is nyentana.
Nyentana is one of the unique traditions that exist in Bali in the context of
marriage. Nyentana marriage is a form of marriage in Balinese customary law
where a woman marries a man by attracting the man to the woman's family home,
and the consequence is that the woman will act as purusa (head of the family)
and the man acts as pradana which is difficult to do because the patrilineal
culture in Bali is still very thick. This study is intended to determine the
meaning of happiness in men who nyentana in Gianyar Regency Bali. This research
method is phenomenology and involves three participants who are married and
have children selected based on purposive sampling technique. The results of
this study found three main themes, namely self-involvement in society, life experiences
in the family, and gratitude and prayer for life.
�
Keywords:
Happiness; Nyentana; Meriage.
Pendahuluan
�Indonesia merupakan sebuah
negara kepulauan yang berada di kawasan Asia Tenggara dan dilintasi garis
khatulistiwa. Semboyan nasional Indonesia, Bhinneka tunggal ika (Berbeda-beda
namun tetap satu), berarti keberagaman suku bangsa, bahasa, agama/kepercayaan
dan tradisi yang membentuk negara Indonesia. Berbagai budaya dan tradisi
terdapat di Indonesia (Antara & Yogantari,
2018).
Bali termasuk salah satu pulau yang
memiliki budaya dan tradisi yang khas dan beragam. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali
dapat menarik banyak perhatian sehingga banyak orang yang ingin melihatnya.
Bicara mengenai Bali tidak terlepas dengan Hindu. Berdasarkan data Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) pada tahun 2021, jumlah penduduk yang beragama Hindu di pulau Bali
kurang lebih sebanyak 3,71 juta jiwa pada Juni 2021. Jumlah itu mencapai
86,8% dari total penduduk Bali yang sebanyak 4,27 juta jiwa . Salah satu
filosofi Bali yang terkenal hingga saat ini adalah Tri Hita Karana. Pada
hakikatnya Tri Hita Karana merupakan sikap hidup yang seimbang antara manusia
dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam menurut Purana
(2016). Selain filosofi Tri Hita Karanam, terdapat salah satu tradisi unik yang
ada di Bali dalam konteks pernikahan yaitu nyentana, namun tradisi nyentana
yang ada di Bali sangat sulit untuk dilakukan dikarenakan budaya patriarki yang
masih kental di Bali (Kesrasetda Buleleng, 2020).
Mayoritas
masyarakat di Bali masih menganut adat patrilineal, di mana figur otoritas
berada di pihak laki-laki. Menurut Sujana (2015), patrilineal dimaknai sebagai
suatu konsep yang memperhitungkan garis keturunan pihak laki-laki dan status
kaum laki-laki (purusa) lebih tinggi dalam segala dimensi dibandingkan kaum
perempuan. Bahkan dalam sistem kekeluargaan di Bali budaya patrilineal masih
kuat. Di dalam masyarakat patrilineal, setiap orangnya, laki-laki atau
perempuan menarik garis keturunan ke atas hanya melalui penghubung yang
laki-laki sebagai penentu garis keturunan. Dalam aturan ini garis keturunan ditentukan
bahwa pada suatu perkawinan, suami (bapak) merupakan pihak purusa yang menjadi
kepala keluarga. Terutama anak-anak yang lahir dari perkawinan seperti itu
secara hukum dianggap berkedudukan sebagai pelanjut keturunan warga bapak, dalam
sistem seperti ini, kedudukan seorang anak laki-laki jauh lebih penting dari
pada saudara-saudaranya yang wanita menurut Udytama (2015). Hal tersebut sama
dengan yang disampaikan oleh Udytama (2015), sistem perkawinan nyentana menurut
hukum adat Bali merupakan fenomena unik yang ada pada masyarakat Bali yang
terkenal mengunakan sistem kekerabatan Patrilineal, dimana garis keturunan
berasal laki-laki (bapak), baik dalam pewarisan, kewenangan maupun tanggung
jawab kehidupan bersama dalam masyarakat.
Meski secara
umum pernikahan menurut tradisi patrilineal berlaku di Bali, terdapat beberapa
daerah di Bali yang mengenal adat pernikahan dengan istilah Nyentana (Rka,
2016). Pernikahan Nyentana merupakan sebuah adat pernikahan yang sangat unik
untuk merespons tradisi pernikahan patrilineal di Bali, di mana status
kedudukan dari mempelai perempuan (pradana) dibalik menjadi lebih utama
daripada status mempelai laki-laki (purusa). Begitu juga yang disampaikan
Windia (2014) pernikahan Nyentana dapat terjadi ketika suatu keluarga hanya memiliki
anak perempuan atau seluruh anaknya adalah perempuan.
Perkawinan Nyentana
menurut Artadi (2021) adalah nama suatu bentuk perkawinan dalam hukum adat
Bali yaitu dimana seorang wanita menikahi seorang laki-laki dengan cara menarik
laki-laki itu ke rumah keluarga perempuan tersebut, dan konsekuensinya adala
perempuan tersebut akan berkedudukan selaku purusa (kepala keluarga) dan
laki-laki tersebut berkedudukan sebagai pradana.
Pergeseran peran
dalam rumah tangga akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam sebuah hubungan.
Sama halnya pada laki-laki dan perempuan yang menikah dengan adat Nyentana,
pihak laki-laki dan pihak perempuan akan mengalami pergeseran dalam hal
tersebut menurut (Jati & Hartanti,
2020). Laki-laki yang sudah menikah dengan adat nyentana maka
akan diperlakukan seperti seorang perempuan dalam keluarga tersebut sehingga
tidak jarang hal ini membuat laki merasa tertekan karena tidak diperlakukan
sesuai dengan kodratnya, bahkan dipandang sebelah mata dan sering dipandang
tidak memiliki harga diri sebagai laki-laki. Sehingga tidak sedikit laki-laki
mengalami tekanan psikologis seperti stress maupun depresi (Atmaja, 2008). Sama halnya dengan yang disampaikan� Adnyani (2021) laki-laki yang menikah dengan adat Nyentana juga sering
dicemooh oleh lingkungan sekitarnya karena dianggap tidak berani mengambil
sikap layaknya seorang suami dalam keluarganya.
Berdasarkan
hasil wawancara awal yang dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2022 pada Bapak GW, seseorang
yang telah nyentana selama 5 tahun, beliau mengatakan bahwa pada awal nyentana sempat
mengalami stress dan tertekan karena omongan dan perilaku dari masyarakat yang
ada di tempat asalnya dan tempat istrinya. Selain itu hal itu berdampak pada
istirnya juga. bahkan ada beberapa masyarakat mengatakan hal yang tidak baik
seperti pasti nyentana hanya untuk merebut harta istrinya, dianggap lemah dan
tidak mempunyai sifat kelaki-lakiannya karena tidak menjadi kepala keluarga.
Namun narasumber tetap bertahan dengan keputusan dan keadaan yang terjadi,
sehingga seiring berjalannya waktu tidak ada lagi masyarakat yang berbicara
yang tidak baik. Kebahagian dalam sebuah perkawinan merupakan hal yang penting
dalam sebuah kehidupan manusia bukan hanya untuk pasangan suami istri tersebut
melainkan juga untuk anak-anak mereka (Mardiyati, 2015). Perkawinan dikatakan bahagia apabila dalam rentang
kehidupan perkawinan suami istri memiliki pengalaman yang menyenangkan lebih
banyak daripada pengalaman yang tidak menyenangkan (Hafiza & Mawarpury,
2018).
Berdasarkan persoalan
psikologis dalam nyentana bagi laki-laki, maka perlu adanya sebuah pemaknaan
kebahagiaan yang tepat dari pihak laki-laki pada saat nyentana. Surjono (2017) menyebutkan bahwa perkembangan kebahagiaan terbaik
berada pada mereka yang memiliki hubungan baik dengan keluarga, teman,
komunitas, maupun pasangan. Selain itu Fatimah (2018) menyebutkan bahwa terdapat 3 poin utama yang menentukan
kebahagiaan, yakni jalinan hubungan yang dekat, kualitas suatu hubungan, serta
pernikahan yang stabil dan saling memdukung. Wijayanti (2021) mengatakan bahwa selama 75 tahun penelitiannya
menunjukkan bahwa perkembangan kebahagiaan yang sangat baik terdapat pada
mereka yang memiliki hubungan yang baik dan harmonis dengan keluarga,
komunitas, serta pasangan. Oleh karena itu pemaknaan kebahagiaan dalam suatu
pernikahan nyentana menjadi penting karena kebahagiaan sebagai bagian dari
kesejahteraan individu, sehingga jika bagian dari kesejahteraan itu dapat
terisi dan terpenuhi maka resiko untuk hancur nya sebuah rumah tangga akan
semakin kecil. �
Menurut Faizah (2022) kebahagiaan merupakan perasaan positif yang akan
mendorong seseorang untuk melakukan berbagai tindakan yang positif. Kebahagiaan
sebagai konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta
aktivitas positif yang tidak memiliki komponen perasaan negatif, misalnya
ketika individu terlibat dalam kegiatan yang sangat disukai. Kebahagiaan
memiliki tiga aspek. Aspek pertama adalah kehidupan yang menyenangkan (pleasant
life). Individu yang bahagia adalah individu yang memiliki pengalaman
menyenangkan yang tinggi, rendahnya pengalaman yang tidak menyenangkan, dan
memiliki kemampuan untuk meningkatkan kebahagiaan di masa depan. Aspek kedua
adalah kehidupan yang bermakna (meaningful life). Individu memeroleh makna
dalam hidup ketika hidup yang dijalani dijadikan pengalaman yang memiliki
tujuan, berarti, dan dapat dimengerti. Hidup yang bermakna dapat diperoleh
dengan terlibat secara aktif dan membangun hubungan positif dengan orang lain.
individu yang memiliki kebahagiaan tidak terfokus pada diri sendiri ketika
melakukan setiap aktivitas melainkan juga mementingkan kepentingan individu
yang lain. Aspek ketiga adalah keterlibatan diri (engaged life). Keterlibatan
diri mengacu pada kondisi dimana individu melibatkan seluruh aspek dalam diri
(fisik, kognitif, dan emosional) untuk turut serta dalam aktivitas yang dilakukan.
Menurut Fadilah (2023) keterlibatan penuh tidak hanya dalam lingkup karier,
tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga.
Sama halnya dengan yang disampaikan Hafiza (2018) individu yang terlibat secara aktif dalam berbagai
pekerjaan membuat individu lebih bahagia.
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemaknaan kebahagiaan itu tercapai, seperti hasil penelitian dari
Hafiza (2018) yang menjelaskan mengenai pemaknaan kebahagaiaan bagi
anak yang broken home, terdapat tiga aspek penting agar pemaknaan kebahagiaan
tersebut muncul, sehingga individu merasa bermakna dalam hidupnya. Selain itu
pada penelitian Fatimah (2018) memiliki kesimpulan bahwa sebuah kebahagiian pada
pernikahan dapat dimaknai melalui kebermaknaan hidup, dan tidak dipengaruhi
status. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hadori (2018) memiliki kesimpulain yaitu kebahagiaan pada sebuah
pernikahan bersumber dari rasa cinta, kebermaknaan hidup, dan kematangan emosi,
dengan hal itu maka kebahagiaan pada sebuah pernikahan bisa dimaknai dengan
baik.
Penelitian ini
semakin penting dilakukan karena hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang
terkait dengan perkawinan Nyentana lebih banyak dipandang dari sisi
hukum adat. Sehingga Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul Makna
Kebahagiaan Pada Laki-Laki Yang Nyentana di Kabupaten Gianyar Bali.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaiamana pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang nyentana di Kabupaten Gianyar,
Bali serta dapat menambah hasil penelitian mengenai perkawinan nyentana.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi sumbangan untuk pengembangan ilmu, khusus nya pada bidang psikologi
sosial maupaun bidang psikologi perkawinan dan keluarga.
Metode Penelitian
Penelitian ini berfokus untuk mengetahui
makna kebahagiaan pada laki-laki yang melakukan pernikahan Nyentana di
Kabupaten Gianyar, Bali. Peneliti ingin menggali mengenai pengalaman maupun
pemaknaan dari hal tersebut, sehingga peneliti memilih menggunakan pilihan
kualitatif karena tujuan penelitian kualitatif fenomenologi sesuai dengan
tujuan penelitian yang dirancang oleh peneliti. Selain itu studi fenomenologi dipilih karena peneliti ingin menggali
pengalaman subjek
mengenai bagaimana seorang laki-laki memaknai kebahagiaan pada sebuah
pernikahan dengan adat nyentana.
Fokus pada penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi bagaiamana pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang sudah
melakukan pernikahan Nyentana. Untuk memahami hal tersebut, peneliti berfokus
pada pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki ketika sudah menjalani perkawinan
Nyentana yang terdapat di Kabupaten Gianyar, Bali. Pemilihan subjek dilakukan
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun kriteria untuk subjek,
yaitu :
1. Laki-laki berusia 20-40 tahun. Usia 20 - 40 tahun merupakan masa dewasa muda yaitu masa ketika orang merumuskan tujuan hidup termasuk membentuk keluarga baru dan menjalani pilihan mereka (Santrock et al., 2002).
2.
Berdomisili
di Kabupaten Gianyar, Bali.
3. Laki-laki yang menikah dengan adat nyentana.
4. Usia perkawinan minimal 10 tahun.
Penilitian menggunakan beberapa cara dalam
pengumpulan data sebagaimana yang dikatakan (Suharsimi, 2013) antara Wawancara dan
Studi Pustaka. Namun disini
peneliti akan mendahulukan observasi, sebelum wawancara (konfirmasi) untuk
melihat penggunaan tagar serta profil akun Instagram terlebih dahulu (Kriyantono, 2007). Untuk
mendapatkan tingkat kepercayaan atau kredibilitas yang tinggi sesuai dengan
fakta di lapangan, maka validasi internal data penelitian dilakukan melalui
teknik memberchek oleh responden setelah peneliti menuliskan hasil wawancara ke
dalam tabulasi data. Menurut Sugiyono (2019), memberchek
adalah proses pengecekan data oleh peneliti kepada pemberi data.
Hasil dan Pembahasan
A. Pelaksanaan Penelitian
Peneliti melakukan proses
pengambilan data pada tangal 20 Desember 2022 sampai dengan 10 Januari 2023,
pangambilan data ini dilakukan di beberapa tempat yang berbeda namun masih
dalam lingkup Kabupaten Gianyar terhadap tiga orang laki-laki yang melakukan
perkawinan nyentana di Kabupaten Gianyar. Dalam penelitian ini, penulis
berusaha melakukan eksplorasi yang mendalam agar dapat menjawab pertanyaan peneliti
yaitu Seperti apakah makna kebahagaiaan dari laki-laki yang nyentana di
Kabupaten Gianyar?. Parttisipan dalam penelitian ini adalah 3 orang yang
melakukan pernikahan nyentana ke Kabupaten Gianyar, Bali. Penelitian ini tidak
terlepas dari adanya kendala saat peneliti melakukan proses pengambilan data.
Kendala yang dialami peneliti salah satunya yaitu adalah sulit dalam
mendapatkan subjek yang bisa dilakukan wawancara. Sehingga pada awal
pengambilan data cukup kesulitan untuk mendapatkan subjek.� Hasil penelitian berfokus pada penjelasan
yang rinci mengenai bagaimana pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang
melakukan perkawinan nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali. Data yang didapatkan
diperoleh dari hasil wawancara secara langsung dengan pengajuan pertanyaan
terbuka berdasarkan panduan wawancara. Dengan demikian,� seperti apa pemaknaan kebahagiaan pada
laki-laki yang melakukan perkawinan nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali,
diperoleh dari pernyataan-pernyataan atau jawaban-jawaban penting yang
dikemukakan oleh setiap subjek.
B. Hasil Penelitian dan
Pembahasan
1.
Gambaran Umum Partisipan
a. Deskripsi Partisipan 1
Partisipan yang pertama (PM)
merupakan seorang laki laki berusia 45 tahun yang berasal dari Kabupaten
Kerangasem, Bali. Partisipan merupakan orang asli Bali, suku Bali. Pendidikan
akhir yang ditempuh oleh partisipan adalah SMA, beliau merupakan tamatan salah
satu SMA Negeri yang ada di Kabupaten Karangasem, Bali. Kini PM sudah menikah
dengan adat nyentana ke daerah Kabupaten Gianyar, Bali.
PM menceritakan bahwa awal mula dia
menikah nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali merupakan hal yang susah. PM
menikah pada saat dirinya berusia 25 tahun. Walaupun PM sudah mengetahui
seperti apa konsekuensi yang akan dialami olehnya, namun apa yang terjadi
setelah menikah melebih apa yang dibayangkan oleh PM. Awal pernikahan PM dan
istri terasa sangat berat, dimana cibiran, perkataan, maupun tindakan yang
tidak baik sering dia terima dari masyarakat karena melakukan pernikahan dengan
adat nyentana. Bahkan untuk berkegiatan di masyarakat pun pada awalnya terasa
sulit karena seringnya perkataan yang tidak baik didengar oleh PM. Hal ini
terjadi selama kurang lebih 2 tahun, bahkan PM dan istri sempat merasakan
stress, sehingga berimbas pada penurunan berat badan yang drastic dari PM.
Walaupun dengan banyak nya perkataan
yang tidak baik mengenai dirinya di masyarakat, PM tetap dapat bertahan dalam
pernikahan tersebut dan melakukan pekerjaannya sebagai wirausaha, dan melakukan
tanggung jawabnnya di masyarakat dengan baik. PM mengatakan bahwa walaupun
susah dan sering mendapatkan perkataan maupun perlakukan yang tidak baik, PM
selalu menyempatkan diri untuk datang jika ada suatu kegiatan di masyarakat dan
PM mengatakan bahwa dia selalu melakukan apapun yang dia bisa bantu.� Sehingga lambat laun pandangan masyarakat
terhadap dirinya berubah dan semakin bisa menerima PM sebagai anggota masyarakat
yang baru.
PM mengatakan bahwa dukungan dari
istri merupakan kekuatannya untuk bisa bertahan dari hal ini. Selain itu PM
selalu berdoa dan bersyukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kehidupan yang
baik, karena PM melihat sebuah kesusahan atau cobaan hidup sebagai anugrah agar
dirinya bisa bertambah dewasa. PM merasa sangat senang jika dia bisa terlibat
langsung dalama kegiatan yang ada di masyarakat, selain itu PM juga sangat
bersyukur kepada Tuhan karena telah memberinya kekuatan untuk bisa melewati
masa-masa sulit dalam pernikahan.
b. Deskripsi Partisipan 2
PY merupakan seorang laki-laki yang
berumur 49 tahun, PY berasal dari Kabupaten Jembrana, Bali.. Pendidikan
terakhir yang pernah ditempuh oleh partisipan adalah SMP, PY merupakan tamatan
di salah satu SMP Negeri di Jembrana. Kini PY sudah menikah dan menikah dengan
adat nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali.
PY menceritakan bahwa awal mula dia
menikah nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali merupakan hal yang susah. PY menikah
pada umur 27 tahun. Pada awalnya dia tidak tahu mengenai konsekuensi seperti
apa yang akan dia hadapi setelah melakukan pernikahan nyentana. Pada awal
pernikahan PY dan istrinya terasa berat karena adanya perkataan maupun perilaku
yang tidak baik dari masyarakat dan keluarga besar. Sehingga pada awal
pernikahan PY merasa stress dan tertekan karena hal tersebut, bahkan seringkali
dia tidak percaya diri jika ikut berkegiatan di masyarakat karena hal tersebut.
Walaupun dengan banyak nya perkataan
yang tidak baik mengenai dirinya di masyarakat, PY tetap dapat bertahan dalam
pernikahan tersebut dan melakukan pekerjaannya sebagai pedagang, juga melakukan
tanggung jawabnnya di masyarakat dengan baik. PY mulai memberanikan diri untuk
terjun langsung ke masyarakat walaupun penerimaan masyarakat belum baik. Namun
PY tetap ikut berkegiatan di masyarakat dan membantu apapun yang bisa dibantu.
Begitu juga pada keluarga besar istrinya, PY selalu ikut walaupun awal nya
tidak percaya diri, namun lambat laun PY mulai berani dan pandangan masyarakat
terhadap PY pun berubah.
PY mengatakan bahwa dukungan dari
istri dan keluarga besar nya di Jembrana merupakan kekuatannya untuk bisa bertahan
dari hal ini. Selain itu PY selalu berdoa dan bersyukur kepada Tuhan karena
sudah diberikan kekuatan untuk bertahan sejauh ini. PY merasa sangat bahagia
jika dirinya dilibatkan langsung dlam kegiatan yang ada di masyarakat karena
dia merasa berharga dan memiliki harga diri, selain itu PY juga bersyukur
karena sudah memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat, dan bersyukur karen
Tuhan sudah memberinya kekuatan.
c. Deskripsi Partisipan 3
Partisipan yang ketiga yaitu (GD)
merupakan seorang laki laki berusia 41 tahun yang berasal dari Kabupaten Badung,
Bali. Partisipan merupakan orang asli Bali, suku Bali. Beliau merupakan tamatan salah satu Universitas Swasta
yang ada di Bali. Partisipan bekerja sebagai karyawan swasta. PY sudah menikah
dengan adat nyentana ke daerah Kabupaten Gianyar, Bali.
GD menceritakan bahwa awal mula dia
menikah nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali merupakan hal yang susah. GD
menikah pada umur 24 tahun. Pada awal memutuskan untuk menikah nyentana, GD
sudah mengetahui seperti apa konsekuensi dari pernikahan tersebut untuk dirinya
dari teman-temannya. Namun walaupun sudah mempersiapkan diri dengan konsekuensi
tersebut GD dan istrinya tetap merasa berat karena adanya perkataan yang tidak
baik dari masyarakat bahkan keluarga besar dari istri dan dirinya. Sehingga
pada awal pernikahan GD merasa terbebani dan tertekan oleh hal tersebut.
Sehingga membuat GD tidak percaya diri dan merasa rendah diri.
GD mengatakan bahwa dirinya selalu
berdoa kepada Tuhan agar diberikan kekuatan untuk melewati hal ini, selain itu
dukungan dari istrinya tidak pernah berhenti sehingga membuat dia bisa bertahan
melewati masa sulit itu. Walaupun dalam masa sulit tersebut GD tetap bisa untuk
bekerja di tempatnya bekerja walaupun memang terkadang sering tidak fokus.
Namun lambat laun pandangan masyarakat berubah karena melihat perilaku dari GD
yang baik dan selalu menyempatkan diri hadir serta membantu jika ada kegiatan
dalam masyarakat sehingga sekarang dia menjadi salah satu orang penting dalam
masyarakat.
GD mengatakan bahwa dirinya merasa
sangat bahagia dan bersyukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kekuatan dalam
melewati masa sulit pernikahnnya, dan dia merasa sangat bahagia ketika dia
dilibatkan langsung dalam suatu kegiatan dan mempunyai nilai di mata masyarakat
sekitar
2.
Hasil Analisis Data
Penelitian ini
menghasilkan beberapa temuan yang berkaitan dengan tema umum yang muncul dari
ketiga partisipan secara bersamaan mengenai pemaknaan kebahagiaan pada
laki-laki yang nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali, yaitu: a) Keterlibatan diri dalam masyarakat membawa kebahagiaan .b) Kebahagiaan
dalam pengalaman hidup di tengah keluarga. c) Kebahagiaan dalam rasa bersyukur dan berdoa atas kehidupan yang dimiliki.
a. Keterlibatan
diri dalam masyarakat membawa kebahagiaan
Ditemukannya
dalam PM dan PY memiliki kemauan dan keinginan untuk bisa terlibat secara
langsung pada setia kegiatan yang ada baik di masyarakat maupun keluarga.
Walaupun belum diterima sepunuhnya pada masyarakat namun PM dan PY mencoba
untuk selalu hadir dalam setiap kegiatan yang diadakan. PY mengatakan bahwa
akan selalu menyempatkan diri datang jika memang ada kegiatan yang sedang
berlangsung dan selalu mencoba membantu apapun yang bisa mereka bantu serta
berusaha untuk tidak merugikan orang lain dengan kedatangan mereka. Keterlibatan
diri merupakan salah satu upaya ketiga subjek untuk bisa membaur dan
bersosialisasi dengan masyarakat yang menjadi salah satu dari bagian penting
dari kehidupan bermasyarakat di Bali.
�Yaaa kita juari aja mang,,,, eeee
percaya diri aja gitu mang. Kalau memang ada kegiatan di masyarakat gitu
yaaa,,, saya selalu mencoba untuk hadir dan berbuat semampu saya sehingga tidak
merugikan yang lainnya gitu.
Kalau memang ada acara kita datang,
kita menyempatkan waktu, lakukan hal sebaik mungkin jika memang diberikan
tugas, dan jangan pernah eee melakukan hal yang dapat merugikan orang lain.�
Walaupun
sering mengalami penolakan pada masyarakat, hal serupa juga ditemukan pada
partisipan GD yang mana GD selalu menyempatkan waktunya untuk hadir di berbagai
kegiatan, selain itu GD berusaha untuk membantu hal-hal yang perlu untuk
dibantu selagi tidak menyinggung perasaan orang lain karena GD beranggapan
bahwa lambat laun masyarakat pasti akan lupa atau pasti akan terbiasa akan hal
ini.
�Saya ini aja, eeee saya datang aja
kalau memang ada kegiatan dan yaa berusaha melakukan yang mampu kita lakukan
lah, dan tidak buat orang lain itu tersinggung gitu, kan lama-kelamaan
masyarakat bisa nerima.�
Selain
itu PM merasa bahagia juga mereka dilibatkan langsung pada setiap kegiatan yang
ada. PM juga merasa senang dan bahagia ketika diirnya dapat berkontribusi
secara langsung pada kegiatan yang ada.
�Inggih senang mang, eeee apa ya�,
saya senang gitu bisa berkontribusi dan terlibat dalam kegiatan apapun yang ada
mang�...�
Hal
yang sama juga dirasakan pada subjek PY dan GD. PY juga merasa senang dan
bahagia karena bisa berguna bagi sekitar, melalui kegiatan yang melibatkan
dirinya. Selain itu PY juga senang jika bisa bersosialisasi dengan masyarakat
dan bisa membangung hubungan yang baik dengan masyarakat. Sedangkan untuk
subjek GD merasa bahwa dirinya dihargai dan mempunyai harga diri ketika dia
dilibatkan pada beberapa kegiatan yang ada, juga sama halnya dengan yang disampaikan
PY, partisipan GD pun sangat senang jika memiliki sebuah hubungan yang positif
dan hubungan yang baik dengan masyarakat maupun keluarga besarnya.
�Yaaa siapa yang ga seneng mang,,,,eeeee
saya itu bahagia ini karena bisa berguna, bisa ikut berpartisipasi lahh dalam
kegiatan, selain itu saya juga senang kalau punya banyak teman punya hubungan
positif gitu mang.�
�Senangg lah, eeee apa ya rasanya
seperti dihargai gitu saya, saya bahagia senang gitu kalau dilibatkan langsung
dalam kegiatan�..�
b. Kebahagiaan
dalam pengalaman hidup di tengah keluarga
Pengalaman
hidup yang menyenangkan akan memberikan kita sebuah kenangan indah dan juga
motivasi untuk dapat meningkatkan kehidupan yang menyenangkan baik bersama keluarga
maupun pasangan. Begitu juga yang ditemukan pada partisipan PM, PM
mengungkapkan bahwa dirinya merasa sangat bahagia ketika sudah menikah dengan
pilihannya sendiri, selain itu PM mengungkapkan bahwa kebahagiaan yang dia raih
dari pengalaman hidup ini adalah bisa melihat keluarga kecilnya hidup dengan
layak, dan mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan, baik itu di
lingkungan keluarga maupun lingkungan keluarga besar. Selain itu PM mengatakan
bahwa ada beberapa hal dalam keluarga mereka yang perlu ditingkatkan untuk bisa
meningkatkan kebahagiaan yang ada seperti ekonomi, komunikasi, dan
keharmonisan, walaupun sejauh PM mengungkapkan bahwa hal itu sudah ada namun
jika ditingkatkan maka kebahagiaan yang ada lebih besar.
��saya sudah menikah dengan apa itu
eeee wanita pilihan saya itu sudah sangat menyenangkan, selain itu ya bisa
kumpul dengan keluarga, hidup dengan layak, sama punya hubungan yang baik sama
lingkungan�
��ya semua nya sih, ekonomi,
keharmonisan, komunikasi, walaupun sejauh ini baik aja tapi kan itu semua juga
harus meningkat..�
Sedangkan
pada partisipan PY mengungkapkan bahwa pengalaman hidup menyenangkan yang dia
dapat setelah menikah adalah seperti dapat berkumpul dengan keluarga, anak-anak
nya sehat begitu juga dengan keluarga, PM mengatakan bahwa dia sangat bahagia
ketika bisa melihat anaknya bahagia dan sehat. Tidak jauh berbeda dengan PY dan
PM, partisipan GD pun mengungkapkan hal demikian bahwa kebahagiaan dia salah
satunya berasal dari keluarga dimana bisa melihat keluarga harmonis, anak yang
baik atau suputra dan memiliki
keluarga yang terus memberi support satu sama lain membuat GD merasa bahagia.
�..yaaaa kayak kumpul sama keluarga,
anak-anak, anak-anak sehat keluarga juga, itu udah menyenangkan walaupun cuman
keluarga kecil..�
��ya tapi ya itu sangat menyenangkan
sih mang, lihat anak itu bahagiaa saya�
��punya keluarga yang seperti ini aja
harmonosi itu udah bahagia saya, anak suputra, istri baik, ama support terus
saya gitu�
Partisipan
PY mengungkapkan bahwa akan lebih bahagia jika ekonomi bisa ditingkatkan.
Menurut PY ekonomi merupakann salah satu faktor penting pada keluarga, selain
itu ada komunikasi. PY mengatakan bahwa komunikasi pada keluarganya selama ini
sudah baik, namun apabila ditingkatkan akan menjadi lebih baik lagi dan
tentunya bisa meningkatkan kebahagiaan pada keluarga.
�Eeeee apa ya, yang pasti mungkin
ekonomi satu ya, apa ya ya komunikasi sih, komunikasi pada keluarga itu kan
penting sekali ya, itu yang saya ingin tingkatin biar tambah bagus, bukannya
yang sekaarang itu eee kurang bagus ya, udah bagus cuman kan kalau yaaa
ditingkatkan supaya eeee lebih bagus lagi�
Sama
hal nya dengan PY dan PM ekonomi merupakan hal yang ingin ditingkatkan lebih
lagi oleh partisipan GD namun GD mengatakan bahwa ekonomi itu bukan hanya untuk
keluarganya sendiri, melainkan untuk anggota keluarga besar yang membutuhkan sehingga
bisa memberikan sedikit bantuan, begitu juga GD mengungkapkan bahwa dia akan
lebih bahagia jika keluarga tetap utuh dan saling menjaga.
�Apa ya?, eeee mungkin yang paling
ingin ditingkatkan itu ya faktor ekonomi sih ya mang, supaya ya bisa memenuhi
setiap kebutuhan istri, anak, atau pun anggota keluarga yang lain yang eee
butuh gitu, dan eee paling saya sama istri sama anak-anak juga akan terus
menjaga keluarga ini tetap utuh dan apa eee rukun gitu�
c. Kebahagiaan
dalam rasa bersyukur dan berdoa atas kehidupan yang dimiliki.
Dari
percakapan dengan partisipan PM didapatkan hasil bahwa partisipan PM selalu
bersyukur atas kehidupan yang diberikan serta bersyukur karena diberikan
kekuatan untuk menghadapi cobaan yang ada. Serta PM mengungkapkan bahwa cara
dia bersyukur adalah dengan introspeksi diri sendiri atas apa yang telah
dilakukan dan agar bisa berdamai serta menerima keadaan
�yaaa apa ya, kalau saya sih yang
pertama itu selalu berdoa, bersyukur sama Tuhan, supaya apa namanya, yaa supaya
diberikan kekuatan lahh seperti itu untuk menghadapi ini gitu�.�
�introspeksi diri juga penting sihh
ya mang supaya kita bisa berdamai dengan keadaan dann eee bisa menerima keadaan
lah gitu��
Berbeda
halnya dengan yang diungkapkan oleh PM, partisipan PY mengatakan bahwa dirinya
bersyukur dengan berserah dan berpasrah atas apa yang diberikan Tuhan kepada
nya, dan selalu untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan
sekitar. PY juga mengungkapkan bahwa dia bersyukur atas apa yang diberikan
Tuhan baik itu ujian maupun hal baik lainnya, karena menurutnya ujian itu ada
untuk bisa kita menilai diri sendiri dan memperbaiki diri sehingga bisa
menerima dengan lapang dada.
�Apa yang dilakukan ya?,, yaa kalau
saya cuman bisa berpasrah aja ama tuhan mang, berdoa, teruss apa ya, ya terus
melakukan hal-hal yang bermanfaat lah yang tidak merugikan ornag lain ya�.�
��seperti ujian sih bagi pernikahan
kita apapun itu ya, baik itu bahagia ataupun itu yang kurang gitu, dan jadi
lebih bisa menilai diri sendiri gitu, yaaa memperbaiki diri bila salah gitu
sama ini sama eee kita itu bisa nerima semua dengan lapang gitu�
Partisipan
GD mengungkapkan bahwa bersyukur karena Tuhan telah memberikan anugrah, serta
belajar untuk menerima anugrah Tuhan apa adanya namun jangan pernah menyerah
dan berusaha untuk memperbaiki diri.
�Yaaa saya sihh eee bersyukur aja ya,
bersyukur sama tuhan karena sudah diberikan anugrah, terima apa adanya tapii
yaa jangan nyerah gitu, haruss berusaha untuk memperbaiki gitu�
Selain itu pada percakapan dengan
partisipan PM didapatkan bahwa partisipan PM melakukan ibadah dengan cara
berdoa sebagai bentuk syukur nya karena sudah diberikan kekuatan untuk bisa menghadapi
berbagai macam cobaan terutama pada saat dia menikah, selain itu partisipan
mengatakan bahwa berdoa selain itu berterima kepada Tuhan juga bisa untuk
menanangkan diri sehingga partisipan bisa melewati rintangan yang ada dan
bertahan dalam pernikahan nyentana sampai sekarang.
���kalau saya sih yang pertama itu
selalu berdoa dengan beribadah, menenangkan diri gitu �.�
Sedangkan
pada partisipan PY menyebuatkan bahwa berdoa sehingga bisa lebih berpasrah
kepada Tuhan atas apa yang diterima oleh partisipan dan berdoa agar bisa
dituntun ke jalan yang benar, namun dengan pantang menyerah.
�.. yaa kalau saya cuman bisa
berpasrah aja ama tuhan mang, berdoa..�
Pada
partisipan GD melakukan ibadah karena bersyukur telah diberikan anugrah, GD
memandang bahwa setiap masalah yang datang merupakan sebuah anugrah karena
dengan itu kita bisa bertumbuh dan menjadi semakin dewasa baik dalam pemikiran
dan perilaku.
�Yaaa saya sihh eee bersyukur aja ya,
bersyukur sama tuhan karena sudah diberikan anugrah�..�
Pembahasan.
Berdasarkan
hasil analisis data mengenai pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang
melakukan nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali menunjukkan adanya tiga tema
pemaknaan kebahagiaan dan menjadi pembahasan pada bagian ini dengan menggunakan
perspektif psikologi. Tema pertama adalah bahagia ketika dapat
melibatkan diri secara langsung dalam masyarakat, kebahagiaan atas pengalaman
hidup yang menyenangkan dengan keluarga, kebahagiaan dengan cara bersyukur
kepada Tuhan atas kehidupan yang dimiliki, kebahagiaan dengan cara berdoa kepada Tuhan atas kehidupan
yang telah diberikan.
Kebahagiaan
karena dapat terlibat secara langsung dalam masyarakat. Menolong orang lain
maupun membantu dalam kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat dan keluarga
merupakan sebuah kebahagiaan dari partisipan karena mereka merasa berguna dan
dibutuhkan dalam masyarakat selain itu partisipan juga selalu menyempatkan diri
untuk datang dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. �Perasaan tersebut tertanam dan memunculkan
skema dalam diri mereka bahwa �mereka
juga harus saling tolong menolong kepada orang lain baik itu di lingkungan
masyarakat maupun keluarga. Sebagaimana Froh, Kashdan & Millner (2009) mengatakan bahwa apa dialami oleh
individu ketika menerima sesuatu yang berharga sehingga sebagai bentuk
penghargaan ketika seseorang melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat mereka
akan menolong orang lain. Penelitian lainnya dilakukan Ashari & Dahriyanto (2023) mengungkapkan bahwa orang-orang �dapat merasakan bahagia karena adanya
kemampuan diri untuk memodifikasi perilaku kearah menjauhi hal yang dianggap
sebagai sumber masalah dengan cara seperti saling tolong menolong, pantang
menyerah, hingga menerima apa adanya. Selain itu perilaku menolong bagi orang
Bali merupakan suatu hal yang sering dilakukan, dikarenakan masyarakat Bali
mengenal adanya istilah menyame braya yang artinya bersaudara sehingga
masyarakat akan sangat bahagia jika bisa saling menolong. Selaras dengan hal di
atas, partisipan mendapatkan sebuah kebahagiaan dari melaukuan perilaku menolong
kepada orang lain.
Kebahagiaan
atas pengalaman hidup yang menyenangkan pada keluarga. Kebahagiaan yang
dirasakan oleh laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana dapat melalui
pengalaman hidup yang menyenangkan terdiri dari berbagai macam hal seperti
dapat berkumpul dengan keluarga, dapat melihat dan membimbing anak beranjak
dewasa, maupun saling mendukung satu sama lain. Selain itu partisipan
mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang ingin ditingkatkan dalam keluarga
mereka terutama dalam faktor ekonomi, �keakraban
serta komunikasi dalam keluarga sehingga akan lebih banyak kebahagiaan yang ada
dari pengalaman positif yang mereka alami. Seperti halnya penelitian yang
dilakukan oleh Diener, Lucas, Oishi (2002) yang mengungkapkan bahwa
kebahagiaan seseorang dapat datang melalui pengalaman hidup yang positif atau
menyenangkan dan rendahnya mood yang negatif, seseorang dikatakan dapat
merasakan kebahagiaan yang tinggi jika mereka mempunyai pengalaman hidup yang
menyenangkan, emosi negatif yang sedikit ataupun keberhasilan individu karena
dapat meraih hal yang dia inginkan. Kebahagiaan juga didefinisikan oleh Biswas,
Diener dan Dean (2007) sebagai keunggulan pengalaman
positif daripada pengalaman negative dan menjadi baik secara keseluruhan
seperti kesehatan yang baik, lingkungan yang baik serta pengalaman yang baik.
Kebahagiaan
dengan cara bersyukur kepada Tuhan atas kehidupan yang dimiliki para laki-laki
yang melakukan pernikahan nyentana merupakan bentuk pengelolaan diri dari
perasaan bahagia partisipan karena memiliki keluarga dan orang-orang disekitar
yang mendukungnya, laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana merasa bahagia
karena orang disekitarnya dapat beraktivitas dengan baik, dan merasa bahwa
kondisinya saat ini lebih bahagia dibandingkan saat sebelumnya. Fokus laki-laki
yang telah melakukan nyentana terhadap apa yang mereka miliki dan apa yang
mereka bisa lakukan daripada apa yang orang lain pikir mengenai dirinya
sehingga membuat partisipan lebih bahagia. Selain itu introspeksi diri membuat
laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana bisa menerima keadaan yang kurang
baik. Hal tersebut juga senada dengan Wood, Maltby, Stewart, Linley, &
Joseph (2008) dimana menjelaskan delapan domain
kebahagiaan bersyukur salah satunya yaitu fokus pada apa yang dimiliki daripada
apa yang tidak dimiliki.
Fokus
akan apa yang dimiliki inilah yang mendorong laki-laki yang nyentana untuk
dapat bersyukur akan kehidupan yang dimilikinya. Senada dengan hal tersebut Utami
(2020) mengungkapkan bahwa syukur
merupakan kekuatan yang luar biasa untuk menaikkan kebahagiaan individu yang
jatuh dan membuat individu dapat kembali fokus pada apa yang dinikmati dalam
hidup meskipun mereka berada pada kondisi yang paling sulit. Selain itu rasa
syukur dapat membantu individu untuk memandang kembali hidupnya dalam hal ini
pembicaraan dan perilaku tidak baik mengenai laki-laki yang nyentana yang
dilakukan masyarakat sehingga menjadi bermakna dan membantu meringankan
persoalan yang dialaminya. Sama halnya dengan yang disampaikan Tamir (2017) bahwa kebahagiaan merupakan
refleksi diri dari perasaan yang baik, pengalaman yang baik, serta memiliki kepuasan
akan segala kebutuhan dasar dalam hidupnya dan menikmati atau puas akan
kehidupannya. Selain itu laki-laki yang nyentana mewujudkan rasa bahagia dan
syukurnya dengan cara berdoa kepada Tuhan atas kehidupan yang telah diberikan
serta kebaikan dan kesempatan yang mereka peroleh. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa laki-laki yang nyentana memiliki keinginan berusaha untuk
menjalankan ibadah karena beribadah merupakan salah satu wujud rasa syukur
mereka akan kebahagiaan hidup dan anugrah diberikan oleh Tuhan. Sebagaimana
dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Froh, Sefick & Emmons, (2008) menyatakan bahwa beribadah
merupakan upaya mengungkapkan rasa bahagia, syukur, dan menghitung nikmat yang
telah diterima. Dalam hal ini meskipun laki-laki yang nyentana mengalami
tekanan dari masyarakat maupun lingkungan keluarga besar partisipan tetap
berusaha menjalankan ibadah sebagai bentuk ucapan syukur, atas anugrah dan
kehidupan yang diterimanya. Selain itu dalam penelitian lainnya menyatakan
bahwa dalam ajaran agama universal bahwa beribadah itu merupakan hal yang
penting, dan� ibadah merupakan salah satu
ungkapan rasa syukur atas nikmat maupun kebahagiaan yang dirasakan (Froh
et al., 2008).
Selain
itu perlu diketahui bahwa orang Bali dalam kehidupannya memiliki keyakinan
bahwa Tuhan merupakan pusat dari segala kehidupan atau dikenal dengan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Dalam bukunya I Ketut Wiana (2004) menulis bahwa orang Hindu di Bali memiliki
karakteristik yang unik dimana diantaranya mengungkapkan bahwa adanya Tri Hita
Karana yaitu hubungan manusia dengan kehidupan di dunia ini antara lain
hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan
manusia dengan sesama. Menurut Subagia (2016) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa
hubungan Tri Hita Karana harus dijalankan secara utuh dan terpadu. Kondisi
tersebut menjadikan orang Hindu di Bali selalu menjaga hal tersebut dengan cara
berdoa, dan memiliki pandangan bahwa segala sesuatu dalam hidupnya merupakan
pemberian dari Tuhan.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan yang bisa dimaknaan
dan dirasakan oleh laki laki yang melakukan pernikahan nyentana di Kabupaten
Gianyar Bali dapat membuat partisipan bertaha situasi yang tidak sesuai dengan
harapan atau ketika mengalami kemalangan. Bagi laki-laki yang melakukan
pernikahan nyentana di Kabupaten Gianyar Bali memiliki pemaknaan kebahagiaan berupa: keterlibatan
diri dalam masyarakat,
pengalaman hidup ditengah keluarga, bersyukur dan berdoa atas kehidupan yang
diberikan Tuhan kepada partisipan dan keluarga.
�
BIBLIOGRAFI
Adnyani, N. K. S. (2021). Kewenangan Diskresi
Kepolisian Republik Indonesia dalam Penegakan Hukum Pidana. Jurnal Ilmiah
Ilmu Sosial, 7(2), 135�144.
Antara, M., & Yogantari, M. V. (2018). Keragaman Budaya
Indonesia Sumber Inspirasi Inovasi Industri Kreatif. SENADA (Seminar
Nasional Manajemen, Desain Dan Aplikasi Bisnis Teknologi), 1, 292�301.
Ashari, A., Anwar, S., & Sumarna, O. (2023).
Environmental Literacy of Students at SMA Negeri 6 Wajo, South Sulawesi
Province. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 9(6), 4517�4522.
Atmaja, J. (2008). Bias gender: perkawinan terlarang pada
masyarakat Bali. Kerjasama CV. Bali Media Adhikarsa [dan] Udayana
University Press.
Biswas-Diener, R., & Dean, B. (2007). Positive
psychology coaching: Putting the science of happiness to work for your clients.
John Wiley & Sons.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Subjective
well-being: The science of happiness and life satisfaction. Handbook of
Positive Psychology, 2, 63�73.
Fadilah, N., Darmayanti, N., & Al Farabi, M. (2023).
Islamic Counseling Therapy To Improve The Happiness Of Broken Home Children In
Class X Madrasah Aliyah. Mahir: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Pembelajaran,
2(1), 42�50.
Faizah, S. K. (2022). Pemahaman Kebahagiaan oleh Remaja
Broken Home. Taqorrub: Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah, 3(1),
28�39.
Fatimah, M., & Nuqul, F. L. (2018). Kebahagiaan ditinjau
dari status pernikahan dan kebermaknaan hidup. Jurnal Psikologi, 14(2),
145�153.
Froh, J. J., Kashdan, T. B., Ozimkowski, K. M., & Miller,
N. (2009). Who benefits the most from a gratitude intervention in children and
adolescents? Examining positive affect as a moderator. The Journal of
Positive Psychology, 4(5), 408�422.
Froh, J. J., Sefick, W. J., & Emmons, R. A. (2008).
Counting blessings in early adolescents: An experimental study of gratitude and
subjective well-being. Journal of School Psychology, 46(2), 213�233.
Hadori, M., & Minhaji, M. (2018). Makna kebahagiaan dan
keharmonisan rumah tangga dalam perspektif psikologi. Lisan Al-Hal: Jurnal
Pengembangan Pemikiran Dan Kebudayaan, 12(1), 5�36.
Hafiza, S., & Mawarpury, M. (2018). Pemaknaan kebahagiaan
oleh remaja broken home. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1),
59�66.
Jati, N. M. K. P., & Hartanti, H. (2020). Perbedaan
gender mengenai kepuasan pernikahan pada individu yang menikah dengan adat
Nyentana di Bali. Jurnal Psikologi Ulayat, 7(2), 212�224.
Kriyantono, R. (2007). Pemberdayaan konsumen televisi melalui
keterampilan media literacy dan penegakan regulasi penyiaran. Jurnal
Penelitian Komunikasi, Media Massa Dan Teknologi Informasi, 10(21).
Mardiyati, A. (2015). The Role of Family and Community on
Reducing Violence against Children. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial,
14(4), 453�464.
Nugaheni, L. A. (2021). Dinamika Hukum Waris Adat dalam
Sistem Kekerabatan Patrilineal: Pewarisan Terhadap Anak Perempuan. Literasi
Hukum, 5(1), 136�146.
Santrock, J. W., Sumiharti, Y., Sinaga, H., Damanik, J.,
& Chusairi, A. (2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup
Jilid 1.
Subagia, I. W., & Wiratma, I. G. L. (2016). Profil
penilaian hasil belajar siswa berdasarkan kurikulum 2013. JPI (Jurnal
Pendidikan Indonesia), 5(1), 39�55.
Sugiyono, P. D. (2019). Metode Penelitian Pendidikan
(Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, R&d dan Penelitian Pendidikan). Metode
Penelitian Pendidikan.
Suharsimi, A. (2013). Prosedur Penelitian, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 201, 274.
Surjono, G. (2017). Industri Rumah Tangga Gula Semut sebagai
Wahana Peningkatan Kesejahteraan Sosial Keluarga Granular Borwn Sugar Home
Industry as a Carriage to Enhance Family Social Welfare. Jurnal PKS Vol,
16(2), 151�172.
Tamir, J. I., Uecker, M., Chen, W., Lai, P., Alley, M. T.,
Vasanawala, S. S., & Lustig, M. (2017). T2 shuffling: sharp, multicontrast,
volumetric fast spin‐echo imaging. Magnetic Resonance in Medicine,
77(1), 180�195.
Utami, L. H. (2020). Bersyukur dan resiliensi akademik
mahasiswa. Nathiqiyyah, 3(1), 1�21.
Wiana, I. K. (2004). Ajeg Bali: Adalah Tegaknya Kebudayaan
Hindu di Bali. Dialog Ajeg Bali: Perspective Pengamalan Agama Hindu.
Wijayanti, U. T. (2021). Analisis faktor penyebab perceraian
pada masa pandemi Covid-19 di Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmu Keluarga &
Konsumen, 14(1), 14�26.
Wood, A. M., Maltby, J., Stewart, N., Linley, P. A., &
Joseph, S. (2008). A social-cognitive model of trait and state levels of
gratitude. Emotion, 8(2), 281.
Copyright
holder: I
Komang Wahyu Dharma Sutha, Emmanuel Satyo Yuwono (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |