Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

MAKNA KEBAHAGIAAN PADA LAKI LAKI YANG NYENTANA DI KABUPATEN GIANYAR BALI

 

I Komang Wahyu Dharma Sutha, Emmanuel Satyo Yuwono

Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Terdapat sebuah tradisi pernikahan yang unik di Bali yaitu nyentana. Nyentana merupakan salah satu tradisi unik yang ada di Bali dalam konteks pernikahan. Perkawinan nyentana merupakan suatu bentuk perkawinan dalam hukum adat Bali yaitu dimana seorang wanita menikahi seorang laki-laki dengan cara menarik laki-laki itu ke rumah keluarga perempuan tersebut, dan konsekuensinya adala perempuan tersebut akan berkedudukan selaku purusa (kepala keluarga) dan laki-laki tersebut berkedudukan sebagai pradana yang dimana sulit dilakukan dikarenakan budaya patrilineal di Bali masih sangat kental. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui makna kebahagiaan pada laki-laki yang nyentana di Kabupaten Gianyar Bali. Metode penelitian ini adalah fenomenologi dengan melibatkan tiga partisipan yang sudah menikah dan memiliki anak yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menemukan tiga tema utama yaitu keterlibatan diri dalam masyarakat, pengalaman hidup dalam keluarga, serta bersyukur dan berdoa atas kehidupan.

 

Kata kunci: Kebahagiaan; Nyentana; Pernikahan.

 

Abstract

There is a unique wedding tradition in Bali is nyentana. Nyentana is one of the unique traditions that exist in Bali in the context of marriage. Nyentana marriage is a form of marriage in Balinese customary law where a woman marries a man by attracting the man to the woman's family home, and the consequence is that the woman will act as purusa (head of the family) and the man acts as pradana which is difficult to do because the patrilineal culture in Bali is still very thick. This study is intended to determine the meaning of happiness in men who nyentana in Gianyar Regency Bali. This research method is phenomenology and involves three participants who are married and have children selected based on purposive sampling technique. The results of this study found three main themes, namely self-involvement in society, life experiences in the family, and gratitude and prayer for life.

Keywords: Happiness; Nyentana; Meriage.

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang berada di kawasan Asia Tenggara dan dilintasi garis khatulistiwa. Semboyan nasional Indonesia, Bhinneka tunggal ika (Berbeda-beda namun tetap satu), berarti keberagaman suku bangsa, bahasa, agama/kepercayaan dan tradisi yang membentuk negara Indonesia. Berbagai budaya dan tradisi terdapat di Indonesia (Antara & Yogantari, 2018).

Bali termasuk salah satu pulau yang memiliki budaya dan tradisi yang khas dan beragam. Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali dapat menarik banyak perhatian sehingga banyak orang yang ingin melihatnya. Bicara mengenai Bali tidak terlepas dengan Hindu. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun 2021, jumlah penduduk yang beragama Hindu di pulau Bali kurang lebih sebanyak 3,71 juta jiwa pada Juni 2021. Jumlah itu mencapai 86,8% dari total penduduk Bali yang sebanyak 4,27 juta jiwa . Salah satu filosofi Bali yang terkenal hingga saat ini adalah Tri Hita Karana. Pada hakikatnya Tri Hita Karana merupakan sikap hidup yang seimbang antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam menurut Purana (2016). Selain filosofi Tri Hita Karanam, terdapat salah satu tradisi unik yang ada di Bali dalam konteks pernikahan yaitu nyentana, namun tradisi nyentana yang ada di Bali sangat sulit untuk dilakukan dikarenakan budaya patriarki yang masih kental di Bali (Kesrasetda Buleleng, 2020).

Mayoritas masyarakat di Bali masih menganut adat patrilineal, di mana figur otoritas berada di pihak laki-laki. Menurut Sujana (2015), patrilineal dimaknai sebagai suatu konsep yang memperhitungkan garis keturunan pihak laki-laki dan status kaum laki-laki (purusa) lebih tinggi dalam segala dimensi dibandingkan kaum perempuan. Bahkan dalam sistem kekeluargaan di Bali budaya patrilineal masih kuat. Di dalam masyarakat patrilineal, setiap orangnya, laki-laki atau perempuan menarik garis keturunan ke atas hanya melalui penghubung yang laki-laki sebagai penentu garis keturunan. Dalam aturan ini garis keturunan ditentukan bahwa pada suatu perkawinan, suami (bapak) merupakan pihak purusa yang menjadi kepala keluarga. Terutama anak-anak yang lahir dari perkawinan seperti itu secara hukum dianggap berkedudukan sebagai pelanjut keturunan warga bapak, dalam sistem seperti ini, kedudukan seorang anak laki-laki jauh lebih penting dari pada saudara-saudaranya yang wanita menurut Udytama (2015). Hal tersebut sama dengan yang disampaikan oleh Udytama (2015), sistem perkawinan nyentana menurut hukum adat Bali merupakan fenomena unik yang ada pada masyarakat Bali yang terkenal mengunakan sistem kekerabatan Patrilineal, dimana garis keturunan berasal laki-laki (bapak), baik dalam pewarisan, kewenangan maupun tanggung jawab kehidupan bersama dalam masyarakat.

Meski secara umum pernikahan menurut tradisi patrilineal berlaku di Bali, terdapat beberapa daerah di Bali yang mengenal adat pernikahan dengan istilah Nyentana (Rka, 2016). Pernikahan Nyentana merupakan sebuah adat pernikahan yang sangat unik untuk merespons tradisi pernikahan patrilineal di Bali, di mana status kedudukan dari mempelai perempuan (pradana) dibalik menjadi lebih utama daripada status mempelai laki-laki (purusa). Begitu juga yang disampaikan Windia (2014) pernikahan Nyentana dapat terjadi ketika suatu keluarga hanya memiliki anak perempuan atau seluruh anaknya adalah perempuan.

Perkawinan Nyentana menurut Artadi (2021) adalah nama suatu bentuk perkawinan dalam hukum adat Bali yaitu dimana seorang wanita menikahi seorang laki-laki dengan cara menarik laki-laki itu ke rumah keluarga perempuan tersebut, dan konsekuensinya adala perempuan tersebut akan berkedudukan selaku purusa (kepala keluarga) dan laki-laki tersebut berkedudukan sebagai pradana.

Pergeseran peran dalam rumah tangga akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam sebuah hubungan. Sama halnya pada laki-laki dan perempuan yang menikah dengan adat Nyentana, pihak laki-laki dan pihak perempuan akan mengalami pergeseran dalam hal tersebut menurut (Jati & Hartanti, 2020). Laki-laki yang sudah menikah dengan adat nyentana maka akan diperlakukan seperti seorang perempuan dalam keluarga tersebut sehingga tidak jarang hal ini membuat laki merasa tertekan karena tidak diperlakukan sesuai dengan kodratnya, bahkan dipandang sebelah mata dan sering dipandang tidak memiliki harga diri sebagai laki-laki. Sehingga tidak sedikit laki-laki mengalami tekanan psikologis seperti stress maupun depresi (Atmaja, 2008). Sama halnya dengan yang disampaikanAdnyani (2021) laki-laki yang menikah dengan adat Nyentana juga sering dicemooh oleh lingkungan sekitarnya karena dianggap tidak berani mengambil sikap layaknya seorang suami dalam keluarganya.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan pada tanggal 4 Agustus 2022 pada Bapak GW, seseorang yang telah nyentana selama 5 tahun, beliau mengatakan bahwa pada awal nyentana sempat mengalami stress dan tertekan karena omongan dan perilaku dari masyarakat yang ada di tempat asalnya dan tempat istrinya. Selain itu hal itu berdampak pada istirnya juga. bahkan ada beberapa masyarakat mengatakan hal yang tidak baik seperti pasti nyentana hanya untuk merebut harta istrinya, dianggap lemah dan tidak mempunyai sifat kelaki-lakiannya karena tidak menjadi kepala keluarga. Namun narasumber tetap bertahan dengan keputusan dan keadaan yang terjadi, sehingga seiring berjalannya waktu tidak ada lagi masyarakat yang berbicara yang tidak baik. Kebahagian dalam sebuah perkawinan merupakan hal yang penting dalam sebuah kehidupan manusia bukan hanya untuk pasangan suami istri tersebut melainkan juga untuk anak-anak mereka (Mardiyati, 2015). Perkawinan dikatakan bahagia apabila dalam rentang kehidupan perkawinan suami istri memiliki pengalaman yang menyenangkan lebih banyak daripada pengalaman yang tidak menyenangkan (Hafiza & Mawarpury, 2018).

Berdasarkan persoalan psikologis dalam nyentana bagi laki-laki, maka perlu adanya sebuah pemaknaan kebahagiaan yang tepat dari pihak laki-laki pada saat nyentana. Surjono (2017) menyebutkan bahwa perkembangan kebahagiaan terbaik berada pada mereka yang memiliki hubungan baik dengan keluarga, teman, komunitas, maupun pasangan. Selain itu Fatimah (2018) menyebutkan bahwa terdapat 3 poin utama yang menentukan kebahagiaan, yakni jalinan hubungan yang dekat, kualitas suatu hubungan, serta pernikahan yang stabil dan saling memdukung. Wijayanti (2021) mengatakan bahwa selama 75 tahun penelitiannya menunjukkan bahwa perkembangan kebahagiaan yang sangat baik terdapat pada mereka yang memiliki hubungan yang baik dan harmonis dengan keluarga, komunitas, serta pasangan. Oleh karena itu pemaknaan kebahagiaan dalam suatu pernikahan nyentana menjadi penting karena kebahagiaan sebagai bagian dari kesejahteraan individu, sehingga jika bagian dari kesejahteraan itu dapat terisi dan terpenuhi maka resiko untuk hancur nya sebuah rumah tangga akan semakin kecil.

Menurut Faizah (2022) kebahagiaan merupakan perasaan positif yang akan mendorong seseorang untuk melakukan berbagai tindakan yang positif. Kebahagiaan sebagai konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas positif yang tidak memiliki komponen perasaan negatif, misalnya ketika individu terlibat dalam kegiatan yang sangat disukai. Kebahagiaan memiliki tiga aspek. Aspek pertama adalah kehidupan yang menyenangkan (pleasant life). Individu yang bahagia adalah individu yang memiliki pengalaman menyenangkan yang tinggi, rendahnya pengalaman yang tidak menyenangkan, dan memiliki kemampuan untuk meningkatkan kebahagiaan di masa depan. Aspek kedua adalah kehidupan yang bermakna (meaningful life). Individu memeroleh makna dalam hidup ketika hidup yang dijalani dijadikan pengalaman yang memiliki tujuan, berarti, dan dapat dimengerti. Hidup yang bermakna dapat diperoleh dengan terlibat secara aktif dan membangun hubungan positif dengan orang lain. individu yang memiliki kebahagiaan tidak terfokus pada diri sendiri ketika melakukan setiap aktivitas melainkan juga mementingkan kepentingan individu yang lain. Aspek ketiga adalah keterlibatan diri (engaged life). Keterlibatan diri mengacu pada kondisi dimana individu melibatkan seluruh aspek dalam diri (fisik, kognitif, dan emosional) untuk turut serta dalam aktivitas yang dilakukan. Menurut Fadilah (2023) keterlibatan penuh tidak hanya dalam lingkup karier, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Sama halnya dengan yang disampaikan Hafiza (2018) individu yang terlibat secara aktif dalam berbagai pekerjaan membuat individu lebih bahagia.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemaknaan kebahagiaan itu tercapai, seperti hasil penelitian dari Hafiza (2018) yang menjelaskan mengenai pemaknaan kebahagaiaan bagi anak yang broken home, terdapat tiga aspek penting agar pemaknaan kebahagiaan tersebut muncul, sehingga individu merasa bermakna dalam hidupnya. Selain itu pada penelitian Fatimah (2018) memiliki kesimpulan bahwa sebuah kebahagiian pada pernikahan dapat dimaknai melalui kebermaknaan hidup, dan tidak dipengaruhi status. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hadori (2018) memiliki kesimpulain yaitu kebahagiaan pada sebuah pernikahan bersumber dari rasa cinta, kebermaknaan hidup, dan kematangan emosi, dengan hal itu maka kebahagiaan pada sebuah pernikahan bisa dimaknai dengan baik.

Penelitian ini semakin penting dilakukan karena hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang terkait dengan perkawinan Nyentana lebih banyak dipandang dari sisi hukum adat. Sehingga Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Makna Kebahagiaan Pada Laki-Laki Yang Nyentana di Kabupaten Gianyar Bali.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiamana pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali serta dapat menambah hasil penelitian mengenai perkawinan nyentana.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan untuk pengembangan ilmu, khusus nya pada bidang psikologi sosial maupaun bidang psikologi perkawinan dan keluarga.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini berfokus untuk mengetahui makna kebahagiaan pada laki-laki yang melakukan pernikahan Nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali. Peneliti ingin menggali mengenai pengalaman maupun pemaknaan dari hal tersebut, sehingga peneliti memilih menggunakan pilihan kualitatif karena tujuan penelitian kualitatif fenomenologi sesuai dengan tujuan penelitian yang dirancang oleh peneliti. Selain itu studi fenomenologi dipilih karena peneliti ingin menggali pengalaman subjek mengenai bagaimana seorang laki-laki memaknai kebahagiaan pada sebuah pernikahan dengan adat nyentana.

Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi bagaiamana pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang sudah melakukan pernikahan Nyentana. Untuk memahami hal tersebut, peneliti berfokus pada pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki ketika sudah menjalani perkawinan Nyentana yang terdapat di Kabupaten Gianyar, Bali. Pemilihan subjek dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun kriteria untuk subjek, yaitu :

1.      Laki-laki berusia 20-40 tahun. Usia 20 - 40 tahun merupakan masa dewasa muda yaitu masa ketika orang merumuskan tujuan hidup termasuk membentuk keluarga baru dan menjalani pilihan mereka (Santrock et al., 2002).

2.      Berdomisili di Kabupaten Gianyar, Bali.

3.      Laki-laki yang menikah dengan adat nyentana.

4.      Usia perkawinan minimal 10 tahun.

Penilitian menggunakan beberapa cara dalam pengumpulan data sebagaimana yang dikatakan (Suharsimi, 2013) antara Wawancara dan Studi Pustaka. Namun disini peneliti akan mendahulukan observasi, sebelum wawancara (konfirmasi) untuk melihat penggunaan tagar serta profil akun Instagram terlebih dahulu (Kriyantono, 2007). Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan atau kredibilitas yang tinggi sesuai dengan fakta di lapangan, maka validasi internal data penelitian dilakukan melalui teknik memberchek oleh responden setelah peneliti menuliskan hasil wawancara ke dalam tabulasi data. Menurut Sugiyono (2019), memberchek adalah proses pengecekan data oleh peneliti kepada pemberi data.

Hasil dan Pembahasan

A.    Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan proses pengambilan data pada tangal 20 Desember 2022 sampai dengan 10 Januari 2023, pangambilan data ini dilakukan di beberapa tempat yang berbeda namun masih dalam lingkup Kabupaten Gianyar terhadap tiga orang laki-laki yang melakukan perkawinan nyentana di Kabupaten Gianyar. Dalam penelitian ini, penulis berusaha melakukan eksplorasi yang mendalam agar dapat menjawab pertanyaan peneliti yaitu Seperti apakah makna kebahagaiaan dari laki-laki yang nyentana di Kabupaten Gianyar?. Parttisipan dalam penelitian ini adalah 3 orang yang melakukan pernikahan nyentana ke Kabupaten Gianyar, Bali. Penelitian ini tidak terlepas dari adanya kendala saat peneliti melakukan proses pengambilan data. Kendala yang dialami peneliti salah satunya yaitu adalah sulit dalam mendapatkan subjek yang bisa dilakukan wawancara. Sehingga pada awal pengambilan data cukup kesulitan untuk mendapatkan subjek.Hasil penelitian berfokus pada penjelasan yang rinci mengenai bagaimana pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang melakukan perkawinan nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali. Data yang didapatkan diperoleh dari hasil wawancara secara langsung dengan pengajuan pertanyaan terbuka berdasarkan panduan wawancara. Dengan demikian,seperti apa pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang melakukan perkawinan nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali, diperoleh dari pernyataan-pernyataan atau jawaban-jawaban penting yang dikemukakan oleh setiap subjek.

B.     Hasil Penelitian dan Pembahasan

1.      Gambaran Umum Partisipan

a.       Deskripsi Partisipan 1

Partisipan yang pertama (PM) merupakan seorang laki laki berusia 45 tahun yang berasal dari Kabupaten Kerangasem, Bali. Partisipan merupakan orang asli Bali, suku Bali. Pendidikan akhir yang ditempuh oleh partisipan adalah SMA, beliau merupakan tamatan salah satu SMA Negeri yang ada di Kabupaten Karangasem, Bali. Kini PM sudah menikah dengan adat nyentana ke daerah Kabupaten Gianyar, Bali.

PM menceritakan bahwa awal mula dia menikah nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali merupakan hal yang susah. PM menikah pada saat dirinya berusia 25 tahun. Walaupun PM sudah mengetahui seperti apa konsekuensi yang akan dialami olehnya, namun apa yang terjadi setelah menikah melebih apa yang dibayangkan oleh PM. Awal pernikahan PM dan istri terasa sangat berat, dimana cibiran, perkataan, maupun tindakan yang tidak baik sering dia terima dari masyarakat karena melakukan pernikahan dengan adat nyentana. Bahkan untuk berkegiatan di masyarakat pun pada awalnya terasa sulit karena seringnya perkataan yang tidak baik didengar oleh PM. Hal ini terjadi selama kurang lebih 2 tahun, bahkan PM dan istri sempat merasakan stress, sehingga berimbas pada penurunan berat badan yang drastic dari PM.

Walaupun dengan banyak nya perkataan yang tidak baik mengenai dirinya di masyarakat, PM tetap dapat bertahan dalam pernikahan tersebut dan melakukan pekerjaannya sebagai wirausaha, dan melakukan tanggung jawabnnya di masyarakat dengan baik. PM mengatakan bahwa walaupun susah dan sering mendapatkan perkataan maupun perlakukan yang tidak baik, PM selalu menyempatkan diri untuk datang jika ada suatu kegiatan di masyarakat dan PM mengatakan bahwa dia selalu melakukan apapun yang dia bisa bantu.Sehingga lambat laun pandangan masyarakat terhadap dirinya berubah dan semakin bisa menerima PM sebagai anggota masyarakat yang baru.

PM mengatakan bahwa dukungan dari istri merupakan kekuatannya untuk bisa bertahan dari hal ini. Selain itu PM selalu berdoa dan bersyukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kehidupan yang baik, karena PM melihat sebuah kesusahan atau cobaan hidup sebagai anugrah agar dirinya bisa bertambah dewasa. PM merasa sangat senang jika dia bisa terlibat langsung dalama kegiatan yang ada di masyarakat, selain itu PM juga sangat bersyukur kepada Tuhan karena telah memberinya kekuatan untuk bisa melewati masa-masa sulit dalam pernikahan.

b.      Deskripsi Partisipan 2

PY merupakan seorang laki-laki yang berumur 49 tahun, PY berasal dari Kabupaten Jembrana, Bali.. Pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh partisipan adalah SMP, PY merupakan tamatan di salah satu SMP Negeri di Jembrana. Kini PY sudah menikah dan menikah dengan adat nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali.

PY menceritakan bahwa awal mula dia menikah nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali merupakan hal yang susah. PY menikah pada umur 27 tahun. Pada awalnya dia tidak tahu mengenai konsekuensi seperti apa yang akan dia hadapi setelah melakukan pernikahan nyentana. Pada awal pernikahan PY dan istrinya terasa berat karena adanya perkataan maupun perilaku yang tidak baik dari masyarakat dan keluarga besar. Sehingga pada awal pernikahan PY merasa stress dan tertekan karena hal tersebut, bahkan seringkali dia tidak percaya diri jika ikut berkegiatan di masyarakat karena hal tersebut.

Walaupun dengan banyak nya perkataan yang tidak baik mengenai dirinya di masyarakat, PY tetap dapat bertahan dalam pernikahan tersebut dan melakukan pekerjaannya sebagai pedagang, juga melakukan tanggung jawabnnya di masyarakat dengan baik. PY mulai memberanikan diri untuk terjun langsung ke masyarakat walaupun penerimaan masyarakat belum baik. Namun PY tetap ikut berkegiatan di masyarakat dan membantu apapun yang bisa dibantu. Begitu juga pada keluarga besar istrinya, PY selalu ikut walaupun awal nya tidak percaya diri, namun lambat laun PY mulai berani dan pandangan masyarakat terhadap PY pun berubah.

PY mengatakan bahwa dukungan dari istri dan keluarga besar nya di Jembrana merupakan kekuatannya untuk bisa bertahan dari hal ini. Selain itu PY selalu berdoa dan bersyukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kekuatan untuk bertahan sejauh ini. PY merasa sangat bahagia jika dirinya dilibatkan langsung dlam kegiatan yang ada di masyarakat karena dia merasa berharga dan memiliki harga diri, selain itu PY juga bersyukur karena sudah memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat, dan bersyukur karen Tuhan sudah memberinya kekuatan.

c.       Deskripsi Partisipan 3

Partisipan yang ketiga yaitu (GD) merupakan seorang laki laki berusia 41 tahun yang berasal dari Kabupaten Badung, Bali. Partisipan merupakan orang asli Bali, suku Bali. Beliau merupakan tamatan salah satu Universitas Swasta yang ada di Bali. Partisipan bekerja sebagai karyawan swasta. PY sudah menikah dengan adat nyentana ke daerah Kabupaten Gianyar, Bali.

GD menceritakan bahwa awal mula dia menikah nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali merupakan hal yang susah. GD menikah pada umur 24 tahun. Pada awal memutuskan untuk menikah nyentana, GD sudah mengetahui seperti apa konsekuensi dari pernikahan tersebut untuk dirinya dari teman-temannya. Namun walaupun sudah mempersiapkan diri dengan konsekuensi tersebut GD dan istrinya tetap merasa berat karena adanya perkataan yang tidak baik dari masyarakat bahkan keluarga besar dari istri dan dirinya. Sehingga pada awal pernikahan GD merasa terbebani dan tertekan oleh hal tersebut. Sehingga membuat GD tidak percaya diri dan merasa rendah diri.

GD mengatakan bahwa dirinya selalu berdoa kepada Tuhan agar diberikan kekuatan untuk melewati hal ini, selain itu dukungan dari istrinya tidak pernah berhenti sehingga membuat dia bisa bertahan melewati masa sulit itu. Walaupun dalam masa sulit tersebut GD tetap bisa untuk bekerja di tempatnya bekerja walaupun memang terkadang sering tidak fokus. Namun lambat laun pandangan masyarakat berubah karena melihat perilaku dari GD yang baik dan selalu menyempatkan diri hadir serta membantu jika ada kegiatan dalam masyarakat sehingga sekarang dia menjadi salah satu orang penting dalam masyarakat.

GD mengatakan bahwa dirinya merasa sangat bahagia dan bersyukur kepada Tuhan karena sudah diberikan kekuatan dalam melewati masa sulit pernikahnnya, dan dia merasa sangat bahagia ketika dia dilibatkan langsung dalam suatu kegiatan dan mempunyai nilai di mata masyarakat sekitar

2.      Hasil Analisis Data

Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan yang berkaitan dengan tema umum yang muncul dari ketiga partisipan secara bersamaan mengenai pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali, yaitu: a) Keterlibatan diri dalam masyarakat membawa kebahagiaan .b) Kebahagiaan dalam pengalaman hidup di tengah keluarga. c) Kebahagiaan dalam rasa bersyukur dan berdoa atas kehidupan yang dimiliki.

a.       Keterlibatan diri dalam masyarakat membawa kebahagiaan

Ditemukannya dalam PM dan PY memiliki kemauan dan keinginan untuk bisa terlibat secara langsung pada setia kegiatan yang ada baik di masyarakat maupun keluarga. Walaupun belum diterima sepunuhnya pada masyarakat namun PM dan PY mencoba untuk selalu hadir dalam setiap kegiatan yang diadakan. PY mengatakan bahwa akan selalu menyempatkan diri datang jika memang ada kegiatan yang sedang berlangsung dan selalu mencoba membantu apapun yang bisa mereka bantu serta berusaha untuk tidak merugikan orang lain dengan kedatangan mereka. Keterlibatan diri merupakan salah satu upaya ketiga subjek untuk bisa membaur dan bersosialisasi dengan masyarakat yang menjadi salah satu dari bagian penting dari kehidupan bermasyarakat di Bali.

�Yaaa kita juari aja mang,,,, eeee percaya diri aja gitu mang. Kalau memang ada kegiatan di masyarakat gitu yaaa,,, saya selalu mencoba untuk hadir dan berbuat semampu saya sehingga tidak merugikan yang lainnya gitu.

Kalau memang ada acara kita datang, kita menyempatkan waktu, lakukan hal sebaik mungkin jika memang diberikan tugas, dan jangan pernah eee melakukan hal yang dapat merugikan orang lain.�

Walaupun sering mengalami penolakan pada masyarakat, hal serupa juga ditemukan pada partisipan GD yang mana GD selalu menyempatkan waktunya untuk hadir di berbagai kegiatan, selain itu GD berusaha untuk membantu hal-hal yang perlu untuk dibantu selagi tidak menyinggung perasaan orang lain karena GD beranggapan bahwa lambat laun masyarakat pasti akan lupa atau pasti akan terbiasa akan hal ini.

�Saya ini aja, eeee saya datang aja kalau memang ada kegiatan dan yaa berusaha melakukan yang mampu kita lakukan lah, dan tidak buat orang lain itu tersinggung gitu, kan lama-kelamaan masyarakat bisa nerima.�

Selain itu PM merasa bahagia juga mereka dilibatkan langsung pada setiap kegiatan yang ada. PM juga merasa senang dan bahagia ketika diirnya dapat berkontribusi secara langsung pada kegiatan yang ada.

�Inggih senang mang, eeee apa ya�, saya senang gitu bisa berkontribusi dan terlibat dalam kegiatan apapun yang ada mang�...�

Hal yang sama juga dirasakan pada subjek PY dan GD. PY juga merasa senang dan bahagia karena bisa berguna bagi sekitar, melalui kegiatan yang melibatkan dirinya. Selain itu PY juga senang jika bisa bersosialisasi dengan masyarakat dan bisa membangung hubungan yang baik dengan masyarakat. Sedangkan untuk subjek GD merasa bahwa dirinya dihargai dan mempunyai harga diri ketika dia dilibatkan pada beberapa kegiatan yang ada, juga sama halnya dengan yang disampaikan PY, partisipan GD pun sangat senang jika memiliki sebuah hubungan yang positif dan hubungan yang baik dengan masyarakat maupun keluarga besarnya.

�Yaaa siapa yang ga seneng mang,,,,eeeee saya itu bahagia ini karena bisa berguna, bisa ikut berpartisipasi lahh dalam kegiatan, selain itu saya juga senang kalau punya banyak teman punya hubungan positif gitu mang.�

�Senangg lah, eeee apa ya rasanya seperti dihargai gitu saya, saya bahagia senang gitu kalau dilibatkan langsung dalam kegiatan�..�

b.      Kebahagiaan dalam pengalaman hidup di tengah keluarga

Pengalaman hidup yang menyenangkan akan memberikan kita sebuah kenangan indah dan juga motivasi untuk dapat meningkatkan kehidupan yang menyenangkan baik bersama keluarga maupun pasangan. Begitu juga yang ditemukan pada partisipan PM, PM mengungkapkan bahwa dirinya merasa sangat bahagia ketika sudah menikah dengan pilihannya sendiri, selain itu PM mengungkapkan bahwa kebahagiaan yang dia raih dari pengalaman hidup ini adalah bisa melihat keluarga kecilnya hidup dengan layak, dan mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan, baik itu di lingkungan keluarga maupun lingkungan keluarga besar. Selain itu PM mengatakan bahwa ada beberapa hal dalam keluarga mereka yang perlu ditingkatkan untuk bisa meningkatkan kebahagiaan yang ada seperti ekonomi, komunikasi, dan keharmonisan, walaupun sejauh PM mengungkapkan bahwa hal itu sudah ada namun jika ditingkatkan maka kebahagiaan yang ada lebih besar.

��saya sudah menikah dengan apa itu eeee wanita pilihan saya itu sudah sangat menyenangkan, selain itu ya bisa kumpul dengan keluarga, hidup dengan layak, sama punya hubungan yang baik sama lingkungan�

��ya semua nya sih, ekonomi, keharmonisan, komunikasi, walaupun sejauh ini baik aja tapi kan itu semua juga harus meningkat..�

Sedangkan pada partisipan PY mengungkapkan bahwa pengalaman hidup menyenangkan yang dia dapat setelah menikah adalah seperti dapat berkumpul dengan keluarga, anak-anak nya sehat begitu juga dengan keluarga, PM mengatakan bahwa dia sangat bahagia ketika bisa melihat anaknya bahagia dan sehat. Tidak jauh berbeda dengan PY dan PM, partisipan GD pun mengungkapkan hal demikian bahwa kebahagiaan dia salah satunya berasal dari keluarga dimana bisa melihat keluarga harmonis, anak yang baik atau suputra dan memiliki keluarga yang terus memberi support satu sama lain membuat GD merasa bahagia.

�..yaaaa kayak kumpul sama keluarga, anak-anak, anak-anak sehat keluarga juga, itu udah menyenangkan walaupun cuman keluarga kecil..�

��ya tapi ya itu sangat menyenangkan sih mang, lihat anak itu bahagiaa saya�

��punya keluarga yang seperti ini aja harmonosi itu udah bahagia saya, anak suputra, istri baik, ama support terus saya gitu�

Partisipan PY mengungkapkan bahwa akan lebih bahagia jika ekonomi bisa ditingkatkan. Menurut PY ekonomi merupakann salah satu faktor penting pada keluarga, selain itu ada komunikasi. PY mengatakan bahwa komunikasi pada keluarganya selama ini sudah baik, namun apabila ditingkatkan akan menjadi lebih baik lagi dan tentunya bisa meningkatkan kebahagiaan pada keluarga.

�Eeeee apa ya, yang pasti mungkin ekonomi satu ya, apa ya ya komunikasi sih, komunikasi pada keluarga itu kan penting sekali ya, itu yang saya ingin tingkatin biar tambah bagus, bukannya yang sekaarang itu eee kurang bagus ya, udah bagus cuman kan kalau yaaa ditingkatkan supaya eeee lebih bagus lagi�

Sama hal nya dengan PY dan PM ekonomi merupakan hal yang ingin ditingkatkan lebih lagi oleh partisipan GD namun GD mengatakan bahwa ekonomi itu bukan hanya untuk keluarganya sendiri, melainkan untuk anggota keluarga besar yang membutuhkan sehingga bisa memberikan sedikit bantuan, begitu juga GD mengungkapkan bahwa dia akan lebih bahagia jika keluarga tetap utuh dan saling menjaga.

�Apa ya?, eeee mungkin yang paling ingin ditingkatkan itu ya faktor ekonomi sih ya mang, supaya ya bisa memenuhi setiap kebutuhan istri, anak, atau pun anggota keluarga yang lain yang eee butuh gitu, dan eee paling saya sama istri sama anak-anak juga akan terus menjaga keluarga ini tetap utuh dan apa eee rukun gitu�

c.       Kebahagiaan dalam rasa bersyukur dan berdoa atas kehidupan yang dimiliki.

Dari percakapan dengan partisipan PM didapatkan hasil bahwa partisipan PM selalu bersyukur atas kehidupan yang diberikan serta bersyukur karena diberikan kekuatan untuk menghadapi cobaan yang ada. Serta PM mengungkapkan bahwa cara dia bersyukur adalah dengan introspeksi diri sendiri atas apa yang telah dilakukan dan agar bisa berdamai serta menerima keadaan

�yaaa apa ya, kalau saya sih yang pertama itu selalu berdoa, bersyukur sama Tuhan, supaya apa namanya, yaa supaya diberikan kekuatan lahh seperti itu untuk menghadapi ini gitu�.�

�introspeksi diri juga penting sihh ya mang supaya kita bisa berdamai dengan keadaan dann eee bisa menerima keadaan lah gitu��

Berbeda halnya dengan yang diungkapkan oleh PM, partisipan PY mengatakan bahwa dirinya bersyukur dengan berserah dan berpasrah atas apa yang diberikan Tuhan kepada nya, dan selalu untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. PY juga mengungkapkan bahwa dia bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan baik itu ujian maupun hal baik lainnya, karena menurutnya ujian itu ada untuk bisa kita menilai diri sendiri dan memperbaiki diri sehingga bisa menerima dengan lapang dada.

�Apa yang dilakukan ya?,, yaa kalau saya cuman bisa berpasrah aja ama tuhan mang, berdoa, teruss apa ya, ya terus melakukan hal-hal yang bermanfaat lah yang tidak merugikan ornag lain ya�.�

��seperti ujian sih bagi pernikahan kita apapun itu ya, baik itu bahagia ataupun itu yang kurang gitu, dan jadi lebih bisa menilai diri sendiri gitu, yaaa memperbaiki diri bila salah gitu sama ini sama eee kita itu bisa nerima semua dengan lapang gitu�

Partisipan GD mengungkapkan bahwa bersyukur karena Tuhan telah memberikan anugrah, serta belajar untuk menerima anugrah Tuhan apa adanya namun jangan pernah menyerah dan berusaha untuk memperbaiki diri.

�Yaaa saya sihh eee bersyukur aja ya, bersyukur sama tuhan karena sudah diberikan anugrah, terima apa adanya tapii yaa jangan nyerah gitu, haruss berusaha untuk memperbaiki gitu�

Selain itu pada percakapan dengan partisipan PM didapatkan bahwa partisipan PM melakukan ibadah dengan cara berdoa sebagai bentuk syukur nya karena sudah diberikan kekuatan untuk bisa menghadapi berbagai macam cobaan terutama pada saat dia menikah, selain itu partisipan mengatakan bahwa berdoa selain itu berterima kepada Tuhan juga bisa untuk menanangkan diri sehingga partisipan bisa melewati rintangan yang ada dan bertahan dalam pernikahan nyentana sampai sekarang.

���kalau saya sih yang pertama itu selalu berdoa dengan beribadah, menenangkan diri gitu �.�

Sedangkan pada partisipan PY menyebuatkan bahwa berdoa sehingga bisa lebih berpasrah kepada Tuhan atas apa yang diterima oleh partisipan dan berdoa agar bisa dituntun ke jalan yang benar, namun dengan pantang menyerah.

�.. yaa kalau saya cuman bisa berpasrah aja ama tuhan mang, berdoa..�

Pada partisipan GD melakukan ibadah karena bersyukur telah diberikan anugrah, GD memandang bahwa setiap masalah yang datang merupakan sebuah anugrah karena dengan itu kita bisa bertumbuh dan menjadi semakin dewasa baik dalam pemikiran dan perilaku.

�Yaaa saya sihh eee bersyukur aja ya, bersyukur sama tuhan karena sudah diberikan anugrah�..�

Pembahasan.

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pemaknaan kebahagiaan pada laki-laki yang melakukan nyentana di Kabupaten Gianyar, Bali menunjukkan adanya tiga tema pemaknaan kebahagiaan dan menjadi pembahasan pada bagian ini dengan menggunakan perspektif psikologi. Tema pertama adalah bahagia ketika dapat melibatkan diri secara langsung dalam masyarakat, kebahagiaan atas pengalaman hidup yang menyenangkan dengan keluarga, kebahagiaan dengan cara bersyukur kepada Tuhan atas kehidupan yang dimiliki, kebahagiaan dengan cara berdoa kepada Tuhan atas kehidupan yang telah diberikan.

Kebahagiaan karena dapat terlibat secara langsung dalam masyarakat. Menolong orang lain maupun membantu dalam kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat dan keluarga merupakan sebuah kebahagiaan dari partisipan karena mereka merasa berguna dan dibutuhkan dalam masyarakat selain itu partisipan juga selalu menyempatkan diri untuk datang dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Perasaan tersebut tertanam dan memunculkan skema dalam diri mereka bahwa mereka juga harus saling tolong menolong kepada orang lain baik itu di lingkungan masyarakat maupun keluarga. Sebagaimana Froh, Kashdan & Millner (2009) mengatakan bahwa apa dialami oleh individu ketika menerima sesuatu yang berharga sehingga sebagai bentuk penghargaan ketika seseorang melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat mereka akan menolong orang lain. Penelitian lainnya dilakukan Ashari & Dahriyanto (2023) mengungkapkan bahwa orang-orang dapat merasakan bahagia karena adanya kemampuan diri untuk memodifikasi perilaku kearah menjauhi hal yang dianggap sebagai sumber masalah dengan cara seperti saling tolong menolong, pantang menyerah, hingga menerima apa adanya. Selain itu perilaku menolong bagi orang Bali merupakan suatu hal yang sering dilakukan, dikarenakan masyarakat Bali mengenal adanya istilah menyame braya yang artinya bersaudara sehingga masyarakat akan sangat bahagia jika bisa saling menolong. Selaras dengan hal di atas, partisipan mendapatkan sebuah kebahagiaan dari melaukuan perilaku menolong kepada orang lain.

Kebahagiaan atas pengalaman hidup yang menyenangkan pada keluarga. Kebahagiaan yang dirasakan oleh laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana dapat melalui pengalaman hidup yang menyenangkan terdiri dari berbagai macam hal seperti dapat berkumpul dengan keluarga, dapat melihat dan membimbing anak beranjak dewasa, maupun saling mendukung satu sama lain. Selain itu partisipan mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang ingin ditingkatkan dalam keluarga mereka terutama dalam faktor ekonomi, keakraban serta komunikasi dalam keluarga sehingga akan lebih banyak kebahagiaan yang ada dari pengalaman positif yang mereka alami. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Diener, Lucas, Oishi (2002) yang mengungkapkan bahwa kebahagiaan seseorang dapat datang melalui pengalaman hidup yang positif atau menyenangkan dan rendahnya mood yang negatif, seseorang dikatakan dapat merasakan kebahagiaan yang tinggi jika mereka mempunyai pengalaman hidup yang menyenangkan, emosi negatif yang sedikit ataupun keberhasilan individu karena dapat meraih hal yang dia inginkan. Kebahagiaan juga didefinisikan oleh Biswas, Diener dan Dean (2007) sebagai keunggulan pengalaman positif daripada pengalaman negative dan menjadi baik secara keseluruhan seperti kesehatan yang baik, lingkungan yang baik serta pengalaman yang baik.

Kebahagiaan dengan cara bersyukur kepada Tuhan atas kehidupan yang dimiliki para laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana merupakan bentuk pengelolaan diri dari perasaan bahagia partisipan karena memiliki keluarga dan orang-orang disekitar yang mendukungnya, laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana merasa bahagia karena orang disekitarnya dapat beraktivitas dengan baik, dan merasa bahwa kondisinya saat ini lebih bahagia dibandingkan saat sebelumnya. Fokus laki-laki yang telah melakukan nyentana terhadap apa yang mereka miliki dan apa yang mereka bisa lakukan daripada apa yang orang lain pikir mengenai dirinya sehingga membuat partisipan lebih bahagia. Selain itu introspeksi diri membuat laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana bisa menerima keadaan yang kurang baik. Hal tersebut juga senada dengan Wood, Maltby, Stewart, Linley, & Joseph (2008) dimana menjelaskan delapan domain kebahagiaan bersyukur salah satunya yaitu fokus pada apa yang dimiliki daripada apa yang tidak dimiliki.

Fokus akan apa yang dimiliki inilah yang mendorong laki-laki yang nyentana untuk dapat bersyukur akan kehidupan yang dimilikinya. Senada dengan hal tersebut Utami (2020) mengungkapkan bahwa syukur merupakan kekuatan yang luar biasa untuk menaikkan kebahagiaan individu yang jatuh dan membuat individu dapat kembali fokus pada apa yang dinikmati dalam hidup meskipun mereka berada pada kondisi yang paling sulit. Selain itu rasa syukur dapat membantu individu untuk memandang kembali hidupnya dalam hal ini pembicaraan dan perilaku tidak baik mengenai laki-laki yang nyentana yang dilakukan masyarakat sehingga menjadi bermakna dan membantu meringankan persoalan yang dialaminya. Sama halnya dengan yang disampaikan Tamir (2017) bahwa kebahagiaan merupakan refleksi diri dari perasaan yang baik, pengalaman yang baik, serta memiliki kepuasan akan segala kebutuhan dasar dalam hidupnya dan menikmati atau puas akan kehidupannya. Selain itu laki-laki yang nyentana mewujudkan rasa bahagia dan syukurnya dengan cara berdoa kepada Tuhan atas kehidupan yang telah diberikan serta kebaikan dan kesempatan yang mereka peroleh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki yang nyentana memiliki keinginan berusaha untuk menjalankan ibadah karena beribadah merupakan salah satu wujud rasa syukur mereka akan kebahagiaan hidup dan anugrah diberikan oleh Tuhan. Sebagaimana dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Froh, Sefick & Emmons, (2008) menyatakan bahwa beribadah merupakan upaya mengungkapkan rasa bahagia, syukur, dan menghitung nikmat yang telah diterima. Dalam hal ini meskipun laki-laki yang nyentana mengalami tekanan dari masyarakat maupun lingkungan keluarga besar partisipan tetap berusaha menjalankan ibadah sebagai bentuk ucapan syukur, atas anugrah dan kehidupan yang diterimanya. Selain itu dalam penelitian lainnya menyatakan bahwa dalam ajaran agama universal bahwa beribadah itu merupakan hal yang penting, danibadah merupakan salah satu ungkapan rasa syukur atas nikmat maupun kebahagiaan yang dirasakan (Froh et al., 2008).

Selain itu perlu diketahui bahwa orang Bali dalam kehidupannya memiliki keyakinan bahwa Tuhan merupakan pusat dari segala kehidupan atau dikenal dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam bukunya I Ketut Wiana (2004) menulis bahwa orang Hindu di Bali memiliki karakteristik yang unik dimana diantaranya mengungkapkan bahwa adanya Tri Hita Karana yaitu hubungan manusia dengan kehidupan di dunia ini antara lain hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan sesama. Menurut Subagia (2016) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa hubungan Tri Hita Karana harus dijalankan secara utuh dan terpadu. Kondisi tersebut menjadikan orang Hindu di Bali selalu menjaga hal tersebut dengan cara berdoa, dan memiliki pandangan bahwa segala sesuatu dalam hidupnya merupakan pemberian dari Tuhan.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan yang bisa dimaknaan dan dirasakan oleh laki laki yang melakukan pernikahan nyentana di Kabupaten Gianyar Bali dapat membuat partisipan bertaha situasi yang tidak sesuai dengan harapan atau ketika mengalami kemalangan. Bagi laki-laki yang melakukan pernikahan nyentana di Kabupaten Gianyar Bali memiliki pemaknaan kebahagiaan berupa: keterlibatan diri dalam masyarakat, pengalaman hidup ditengah keluarga, bersyukur dan berdoa atas kehidupan yang diberikan Tuhan kepada partisipan dan keluarga.

 

 

 

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Adnyani, N. K. S. (2021). Kewenangan Diskresi Kepolisian Republik Indonesia dalam Penegakan Hukum Pidana. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 7(2), 135�144.

 

Antara, M., & Yogantari, M. V. (2018). Keragaman Budaya Indonesia Sumber Inspirasi Inovasi Industri Kreatif. SENADA (Seminar Nasional Manajemen, Desain Dan Aplikasi Bisnis Teknologi), 1, 292�301.

 

Ashari, A., Anwar, S., & Sumarna, O. (2023). Environmental Literacy of Students at SMA Negeri 6 Wajo, South Sulawesi Province. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 9(6), 4517�4522.

 

Atmaja, J. (2008). Bias gender: perkawinan terlarang pada masyarakat Bali. Kerjasama CV. Bali Media Adhikarsa [dan] Udayana University Press.

 

Biswas-Diener, R., & Dean, B. (2007). Positive psychology coaching: Putting the science of happiness to work for your clients. John Wiley & Sons.

 

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Subjective well-being: The science of happiness and life satisfaction. Handbook of Positive Psychology, 2, 63�73.

 

Fadilah, N., Darmayanti, N., & Al Farabi, M. (2023). Islamic Counseling Therapy To Improve The Happiness Of Broken Home Children In Class X Madrasah Aliyah. Mahir: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Pembelajaran, 2(1), 42�50.

 

Faizah, S. K. (2022). Pemahaman Kebahagiaan oleh Remaja Broken Home. Taqorrub: Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah, 3(1), 28�39.

 

Fatimah, M., & Nuqul, F. L. (2018). Kebahagiaan ditinjau dari status pernikahan dan kebermaknaan hidup. Jurnal Psikologi, 14(2), 145�153.

 

Froh, J. J., Kashdan, T. B., Ozimkowski, K. M., & Miller, N. (2009). Who benefits the most from a gratitude intervention in children and adolescents? Examining positive affect as a moderator. The Journal of Positive Psychology, 4(5), 408�422.

 

Froh, J. J., Sefick, W. J., & Emmons, R. A. (2008). Counting blessings in early adolescents: An experimental study of gratitude and subjective well-being. Journal of School Psychology, 46(2), 213�233.

 

Hadori, M., & Minhaji, M. (2018). Makna kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga dalam perspektif psikologi. Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran Dan Kebudayaan, 12(1), 5�36.

 

Hafiza, S., & Mawarpury, M. (2018). Pemaknaan kebahagiaan oleh remaja broken home. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1), 59�66.

 

Jati, N. M. K. P., & Hartanti, H. (2020). Perbedaan gender mengenai kepuasan pernikahan pada individu yang menikah dengan adat Nyentana di Bali. Jurnal Psikologi Ulayat, 7(2), 212�224.

 

Kriyantono, R. (2007). Pemberdayaan konsumen televisi melalui keterampilan media literacy dan penegakan regulasi penyiaran. Jurnal Penelitian Komunikasi, Media Massa Dan Teknologi Informasi, 10(21).

 

Mardiyati, A. (2015). The Role of Family and Community on Reducing Violence against Children. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 14(4), 453�464.

 

Nugaheni, L. A. (2021). Dinamika Hukum Waris Adat dalam Sistem Kekerabatan Patrilineal: Pewarisan Terhadap Anak Perempuan. Literasi Hukum, 5(1), 136�146.

 

Santrock, J. W., Sumiharti, Y., Sinaga, H., Damanik, J., & Chusairi, A. (2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup Jilid 1.

 

Subagia, I. W., & Wiratma, I. G. L. (2016). Profil penilaian hasil belajar siswa berdasarkan kurikulum 2013. JPI (Jurnal Pendidikan Indonesia), 5(1), 39�55.

 

Sugiyono, P. D. (2019). Metode Penelitian Pendidikan (Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, R&d dan Penelitian Pendidikan). Metode Penelitian Pendidikan.

 

Suharsimi, A. (2013). Prosedur Penelitian, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 201, 274.

 

Surjono, G. (2017). Industri Rumah Tangga Gula Semut sebagai Wahana Peningkatan Kesejahteraan Sosial Keluarga Granular Borwn Sugar Home Industry as a Carriage to Enhance Family Social Welfare. Jurnal PKS Vol, 16(2), 151�172.

 

Tamir, J. I., Uecker, M., Chen, W., Lai, P., Alley, M. T., Vasanawala, S. S., & Lustig, M. (2017). T2 shuffling: sharp, multicontrast, volumetric fast spin‐echo imaging. Magnetic Resonance in Medicine, 77(1), 180�195.

 

Utami, L. H. (2020). Bersyukur dan resiliensi akademik mahasiswa. Nathiqiyyah, 3(1), 1�21.

 

Wiana, I. K. (2004). Ajeg Bali: Adalah Tegaknya Kebudayaan Hindu di Bali. Dialog Ajeg Bali: Perspective Pengamalan Agama Hindu.

 

Wijayanti, U. T. (2021). Analisis faktor penyebab perceraian pada masa pandemi Covid-19 di Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen, 14(1), 14�26.

 

Wood, A. M., Maltby, J., Stewart, N., Linley, P. A., & Joseph, S. (2008). A social-cognitive model of trait and state levels of gratitude. Emotion, 8(2), 281.

 

 

Copyright holder:

I Komang Wahyu Dharma Sutha, Emmanuel Satyo Yuwono (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: