Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

ANALISIS PEMIKIRAN KRITIS JURGEN HABERMAS

 

Surur Rifai, Moh. Syafik R, Muhammad Barnaba Ridho Ilahi, Ahmad Hanafi

Alwi, Mustofa Bissri, Babun Najib

UIN Sunan Ampel Surabaya

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pemikiran terhadap pemahaman teks-teks agama memiliki corak yang berbeda-beda tergantung dengan tokoh pencetusnya. Jurgen habermas dengan teori kritisnya memberikan warna pada paradigma kajian-keajian keilmuan, hermeneutik maupun sosial masyarakat. Bagaimana asal muasal pemikiran kritis Jurgen Habermas. Bagaiaman paradigma teori kritis Jurgen Habermas dalam mewarnai kajian-kajian keilmuan. Penelitian ini menggunakan metode library research, dengan pendekatan kualaitatif. teori kritis Jurgen Habermas dipengaruhi oleh generasi pertama Mazhab Frankfurt. Melalui teori kritisnya Jurgen Habermas memcahkan berbagai persoalan-persoalan yang oleh pendahulunya mengalami kebuntuhan. Jurgen Habermas snagat antusias pada persoaaln sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, melalui teori kritisnya Jurgen Habermas mencoba menyeleaikan permasalahn-permasalahn para pendahulunya yang belum final. �

 

Kata kunci: Analisis, Kritis, Jurgen Habermas.

 

Abstract

The idea of understanding religious texts has different patterns depending on the originator. Jurgen Habermas with his critical theory gives color to the paradigm of scientific, hermeneutic and social studies. How did Jurgen Habermas's critical thinking originate? How is the paradigm of Jurgen Habermas's critical theory in coloring scientific studies. This research uses library research method, with a qualitative approach. J�rgen Habermas's critical theory was influenced by the first generation of the Frankfurt School. Through his critical theory, J�rgen Habermas solved various problems that his predecessor had a stalemate. J�rgen Habermas is very enthusiastic about social affairs. Thus, through his critical theory Jurgen Habermas tried to solve the problems of his predecessors that were not final.

 

Keywords: Analysis, Critical, J�rgen Habermas.

 

 

 

Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan zaman, baik kitab suci al-Qur�an, hadis, maupun kitab-kitab suci lainnya memiliki metode pemahaman yang berbeda-beda melihat bagaimana pemahaman tokoh yang bersangkutan. Selain pada pemahaman terhadap kitab suci, para tokoh pemikir mencoba mencetuskan pemahaman atau teori baru sebagai upaya pemecahan masalah, khususnya yang berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial. Sebut saja Jurgen Habermas, seorang tokoh aliran filsafat terkemuka yang memiliki pengaruh besar pada dunia kefilsafatan dan keilmuan sosial, terkenal dengan teori kritisnya (Irfaan, 2009).

Teori kritis Habermas merupakan jawaban dari kebuntuhan teori kritis para tokoh pendahulunya. Teori kritis berkembang bermula dari Mzhab Frankfurt. Kritik merupakan kunci dalam memahami teori kritis. Kritik juga manjadi program dasar bagi Mazhab Frankfurt untuk merumuskan suatau teori yang bersifat emansipatoris atas kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik yang dilakukan diarahkan diberbagai bidang kehidupan pada msyarakat modern seperti seni, ilmu pengetahuan, ekonomi, politik dan kebudayaan yang secara umum bagi mereka telah rancu karena terselubungi oleh idelogi yang memberikan keuntungan pada pihak tertentu dan sekaligus mengasingkan manusia individual dari masyarakatnya (Budi, 2009).�

Pemikiran kritis Jurgen Habermas dijadikan sebagai modal awal dalam menyelesaikan persoalan modernitas, hermeneutik, dan dialektika. Kemudian, bagaimana sejarah awal mula pemikiran Jurgen Habermas, seperti apa pemikiran tokoh yang mempengaruhi pemikiran kritisnya. Teori kritis seperti apa yang digunakan Jurgen habermas dalam menyelesaiakan modernitas, hermeneutik, dan dialektika.� Dengan demikian, penelitian ini akan membahasan corak pemikiran kritis Jurgen Habermas dalam berbagai paradigma pemikirannya sebagai solusi pemecah masalah-masalah. Mulai dari sejarah pemikirannya, tokoh yang mempengaruhi dan aplikasi teori kritisnya pada masyarakat modren, hermeneutik, serta teori dialektika. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengupas tuntas teori kritis Jurgen Habermas. Pembahasan lebih lanjut akan penulis paparkan dalam pembahasan selanjutnya.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode library research, dengan pendekatan kualaitatif. teori kritis Jurgen Habermas dipengaruhi oleh generasi pertama Mazhab Frankfurt. Melalui teori kritisnya Jurgen Habermas memcahkan berbagai persoalan-persoalan yang oleh pendahulunya mengalami kebuntuhan. Jurgen Habermas snagat antusias pada persoaaln sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, melalui teori kritisnya Jurgen Habermas mencoba menyeleaikan permasalahn-permasalahn para pendahulunya yang belum final.

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Habermas dan Mahzab Frankfurt, serta Hubungan dengan Para Generasi Pertama Mazhab

Membahasa pemikrian Jurgen Habermas bukanlah perkara yang mudah, pemikirannya tidak dapat dibaca melalau teks. Pemikiran-pemikiran tidak diutarakan, melainkan ketika membahas pemikiran orang lain. Maka cukup sulit membaca metode pemahaman yang disampaikan Habermas, bahasanya yang sulit dimengerti dan syarat akan pendekatan teoritis. Habermas dilahirkan di Dussedorf pada tanggal 18 Juni 1929, kota kecil didekat Dusseldorf yaitu Gummersbach disanalah ia dibesarkan. Ayahnya menjabat sebagai kepala jawatan perdagangan dan industri, adapun kakeknya adalah seorang pendeta dan direktur seminari lokal. Pendidikan formal perguruan tinggi ditempuh di Universitas Gottingen pada tahun 1949. Berbagai keilmuan ia pelajari, kesusastraan Jerman, sejarah, filsafat (diantaranya kepada Nichola Hartman), dan mengikuti dibidang psikologi serta ekonomi. Gelar doktornya didapatkan ketika meneruskan studi filsafatnya di Universitas Bonn (Nanuru, 2020).

Thomas McCarty memuji Habermas sebagai tokoh intelektual terkemuka dalam iklim akademis di Jerman dewasa ini. belum ditemukan ranah ilmu-ilmu humaniora atau ilmu-ilmu sosial yang tidak merasakan pengaruhnya. Ia disebut sebagai maha guru karena keluasan dan kedalaman ilmunya. Sumbangsi pemikiran dalam filsafat, psikologi, ilmu politik, sosiologi, sejarah dan teori sosial sangat istimewa karena kesatuan presfektif yang mempengaruhinya. Kesatuan pijakan pemikiran Habermas berasal dari visi kemanusiaan yang berakar dari tradisi pemikiran Jerman mulai dari Immanuel Kant hingga Karl Marx (Fatih, 2020).

Mazhab Frankfurt identik dengan pemikiran kritis terhadap Karl Marx dan penerusnya. Mak, mazhab ini terkenal dengan aliran teori kritis. Pemikiran yang ditawarkan oleh mahzab ini merupakan pemikiran yang sangat kritis terhadap pemikrian Karl Marx dan pendahulunya. Namun, kritikan mahzab tersebut kepada Karl Marx tidak sepenuhnya menjadi alasan terlepasnya keterkaitan anatara Mahzab Frankfurt dengan sejarah pemikiran Marxis. Adanya teori Marxisme atau Neo-Marxisme Barat, merupakan bentuk usaha untuk merefresh kembali pemikiran Karl Marx yang ditahan menjadi alat idelogis dibawah pimpinan partai Komunis Uni Soviet (Budi, 2009).

Horkheimer dan Ardono sangan antusias pada perkembangan sosial kemanusiaan, berbagai usaha dilakukan sebagai bentuk kritikan terhadap kesenjangan sosial yang ada pada sistem kapitalis. Setelah melewati masa krisis akibat Perang Dunia II, pada tahun 1951 Horkheimer diangkat menjadi rektor Iniversitas Frankfurt, sementara Ardono disamping mengajar di universitas tersebut juga menjabat sebagai direktur Institut menggantikan Horkheimer. Pada era kepemimpinan Ardono ini yaitu pada tahun 1951-1969 mereka dikenal sebagai Mazhab Frankfurt.� Poin penting keterkaitan antara Mazhab Frankfurt dengan Institut Fur Sozialforschung adalah pada perkembangan teori kritis. Kritik merupakan kunci dalam memahami teori kritis. Kritik juga manjadi program dasar bagi Mazhab Frankfurt untuk merumuskan suatau teori yang bersifat emansipatoris atas kebudayaan dan masyarakat modern.

Menilik lebih dalam pada karya Horkheimer dan Ardono itu, mereka berusaha menujukkan bagaimana peradaban Barat yang telah dirintis mulai dari mas Yunani purba itu terjebak dalam proses pembusukan dan keruntuhannya dengan munculnya cara berpikir saintis yang menguasai masyarakat Barat sehingga menghasilkan Perang Dunia II, fasisme, Stalinisme, dan cara hidup konsumeristis dalam masyarakat kapitalis Amerika Serikat tempat yang mereka sempat mengungsi di sana. Fenomena yang ada seperti itu menurut Horkheimer dan Ardono adalah akibat dilatarbelakangi oleh penerapan cara berpikir positivistik melalui teknologi dan ilmu pengetahuan pada masyarakat, agar masyarakat dapat dikontrol seperti alam. Agar yang mereka maksud menjadi sebuah kesadaran manusia, Horkheimer dan Ardono berupaya menelusuri cara berpikir positivistik hingga ke akar-akarnya, kemudian mereka menemukan bahwa dasar akarnya adalah �pencerahan budi� yang sesungguhnya cita-cita modernitas itu sendiri.�

Sebagai profesor filsuf dan kritis terhadap pengembangan teori, Jurgen Habermas tidak mentah-mentah menerima cara berpikir para pendahulu teori kritis itu. Habermas banyak membaca karya Horkheir dan Ardono, diantaranya yang berjudul Traditionalle und Kritische Theorie dan Dialektik der Aufklarung. Karya yang terakhir ini ia sangat tertarik untuk mengkajinya lebih detail, ketertarikannya tersebut pada pokok masalah yang dibahas didalamnya yaitu, rasionalitas dan pencerahan. Habermas dan pendahulunya yakni Adorno, memiliki kesamaan masalah rasionalitas dan pencerahan secara pesimistis yang sama. Buku yang kedua tersebut yang menjadi penghubung terhadap keprihatinan Habermas dan beberapa pendahulunya dalam merangkai teori kritisnya. Melalui buku Dialektik der Aufklarung ini juga yang membuat Habermas membaca pemikiran Marx tidak hanya secara sistematis tapi juga historis.

Pemikiran modern tersebut oleh para pendahululunya ditentang dan ditolak, akan tetapi justru berbanding terbalik dengan Habermas, bukannya mengikuti pendahulunya malah melihat sisi-sisi positif dari pemikiran modern itu. Elemen-elemen modernitas seperti teknologi, ilmu-ilmu empiris dan positivisme sendiri adalah cara pandang berpikir yang menjadi faktor penting bagi salah satu dimensi praksis manusia, yakni kerja. Cara berpikir positivistis dan teknologis diterima oleh Habermas dalam dunia kerja, namun secara tegas ia menolak jika pemikiran tersebut dialihkan ke interaksi sosial. Cara berpikir seperti ini lebih menekankan manusia sebagai objek dalam interaksi sosial, sehingga hubungan manusia tidak ditempatkan pada kerangka hubungan intersubjektif.� Alhasil, hubungan seperti ini akan memberikan tempat yang luas terhadap terjadinya dehumanisasi.

Menurut hemat penulis, Teori kritis yang lahir pada pengembangan pemikirian Mazhab Frankfur dihasilkan dari para pendahulu pemikir teori kritis Institut Fur Sozialforschung yaitu Max Horkheimer dan Theodor Wiesengrund Adorno. Melalui keduanya teori kritis identik dengan Mazhab Frankfurt yang menyusuri dimensi sosial kemasyarakatan manusia. Teori sosial kemasyarakatan masyarakat modern yaitu �pencerahan diri� yang dinyatakan terbuka oleh Horkheimer dan Ardono menolak teori positivistik, yang dianggap sebagai teori tradisional yang tidak sejalan dengan masyrakat modern.

Kemudian hal ini menarik Jurgen Habermas untuk terjun menyusuri sisi positiv dari pengembangan teori positivistik masyarakat moderen, khususnya dunia kerja sebagaimana yang telah penulis singgung di atas. Horkheimer dan Ardono adalah para pendahulu atau generasi pertama Mazhab Frankfurt, khususnya dalam kajian teori kritis. Habermas turus serta memberikan andil pada pengembangan teori kritis nantinya, sebagai upaya pengembangan proyek dialektika kritis generasi pertama Mahzab, dan juga nantinya Habermas menjadi generasi terakhir proyek teori kritis aliran Mazhab ini.

Habermas dengan teori kritisnya terhadap karya Horkheimer dan Ardono tentang Dialektik der Aufklarung yang mana menolak teori positisve pada masyarakat modern justru baik menurut Habermas dalam dunia kerja masyarakat modern. Dengan demikian, fakta sejarah ini cukup menjelaskan keterkaitan hubungan antara Habermas dengan Mazhab Frankfurt dan bagaiman hubungan Habermas dengan generasi pertama Mazhab Frankfurt. Sebagai jawaban adalah bahwa Habermas penerus pengembang teori kritis Mazhab Frankfurt, terkhusus generasi pertama Mazhab ini. Tidak hanya itu, kaitan antara generasi Mazhab Frankfurt dengan Habermas adalah yang nantinya menjadi pijakan pengembangan dialektik kritis Jurgen Habermas. Dengan demikian, kelanjutan hubungan antara Habermas dengan generasi pertama Mzahab Frankfurt adalah bahwa Habermas lebih berorientasi pada kajian bahasa sebagai pendekatan kritis. Sehingga membuatnya mampu berkomunikasi dengan budaya social (Hidayat, 2018).

Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Jurgen Habermas

Habermas mengajar di Universitas Frankfurt hingga akhir masa pensiunnya sebagai profesor filsafat pada tahun 1994 M. Namanya sangat besar saat itu sebagai seorang profesor filsafat, tidak sedikit karya-karya diterbitkan mulai dari Moralbewusstseinund kommunikatives Handeln (Kesadaran Moral dan Tindakan Komunikatif, 1983), Der philosophische Diskurs der Modern (Diskursus Filosofis tentang Modernitas, 1985), Observation on the Spiritual Situation of the Age: Contemporary German Perspective (1985, sebagai editor), Nach metaphysischen Denken (Pemikiran Postmetafisis, 1988), The Structural Transformation of the Public Sphere (1989), The New Conseratism (1989).

Pemikirannya sangat luas dalam menganalisa berbagai persoalan kehidupan, menjadikan Habermas sangat antusias dalam menyelesaikan persoalan-persoalan modern ini dengan merelevansikan pada tokoh pemikir sejarah seperti Plato, Aristoteles, Kant, Hegel, Husserl, Heidegger, dan filsuf-filsuf dewasa lainnya. Tidak hanya stag pada pemikiran filsafat, Habermas juga menggunakan pemikiran-pemikiran tokoh lainnya seperti Freud, Piaget, dan Kohlberg dalam perkembangan psikologi. Adapaun tokoh Peter Berger ia gunakan dalam membantu memberikan sumbangsi pemikiran-pemikiran sosiologi. Habermas berusaha memberikan gambaran teoritis yang luas pada disiplin wilayah dari politik dan sosiologi ke filsafat, psikologi dan linguistik. Ini menjadikan tulisan-tulisan Habermas selalu memberikan pemahaman yang luar biasa dalam dunia keilmuan dan mewah akan gaagasan-gagasan yang asli (Nanuru, 2020).

Habermas banyak membaca karya Horkheir dan Ardono, diantaranya yang berjudul Traditionalle und Kritische Theorie dan Dialektik der Aufklarung. Karya yang terakhir ini ia sangat tertarik untuk mengkajinya lebih detail, ketertarikannya tersebut pada pokon masalah yang dibahas didalamnya yaitu, rasionalitas dan pencerahan. Habermas dan pendahulunya yakni Adorno, memiliki kesamaan masalah rasionalitas dan pencerahan secara pesimistis yang sama. Buku yang kedua tersebut yang menjadi penghubung terhadap keprihatinan Habermas dan beberapa pendahulunya dalam merangkai teori kritisnya. Melalui buku Dialektik der Aufklarung ini juga yang membuat Habermas membaca pemikiran Marx tidak hanya secara sistematis tapi juga historis. Sebagai seorang Neomarxis, Habermas tentu tidak lepas dari hasil pemikiran-pemikiran Marx. Walaupun turu dalam memberikan sumbangsi pemikiran, Marx juga tidak terhindarkan dari ketajaman pemikirnnya.

Disisi lain ia juga mengambil pendapat dari mahdzab Frankfurt sekaligus mengkritiknya. Hal yang menarik dari Habermas adalah gagasan yang ia ambil meskipun ditentang oleh pendahulunya seperti persoalan positivisme dalam ilmu-ilmu sosial dan aplikasinya sebagai teknologi sosial. Pemikiran modern tersebut oleh para pendahululunya ditentang dan ditolak, akan tetapi justru berbanding terbalik dengan Habermas, bukannya mengikuti pendahulunya malah melihat sisi-sisi positif dari pemikiran modern itu. Elemen-elemen modernitas seperti teknologi, ilmu-ilmu empiris dan positivisme sendiri adalah cara pandang berpikir yang menjadi faktor penting bagi salah satu dimensi praksis manusia, yakni kerja. Cara berpikir positivistis dan teknologis diterima oleh Habermas dalam dunia kerja, namun secara tegas ia menolak jika pemikiran tersebut dialihkan ke interaksi sosial. Cara berpikir seperti ini lebih menekankan manusia sebagai objek dalam interaksi sosial, sehingga hubungan manusia tidak ditempatkan pada kerangka hubungan intersubjektif.� Alhasil, hubungan seperti ini akan memberikan tempat yang luas terhadap terjadinya dehumanisasi.

Melalui bukunya Theory and Practice, Habermas menjelaskan macam-macam perkembangan historis yang menjadi pematah teori Marx. Pertama, perkembangan yang meliputi hubungan negara dan ekonomi, negara-negara modern saat ini tidak antara negara dan ekonomi tidak berpisah seperti zaman Marx dulu, ekonomi bukan lagi sebagai satu-satunya dalam melihat perkembangan manusia. Kedua, perkembangan meliputi naiknya standar hidup dari masyarakat maju. Ketiga, perkembangan kepentingan kelompok-kelompok yang beragam. Oleh sebab itu, perubahan perkembangan manusia tidak lagi menjadi beban kaum proletar dengan jalan revolusi. Perubahan yang diusulkan Habermas adalah dengan jalan komunikatif oleh semua pihak, dengan kembali menghidupkan keahlian dasar interaksi sosial manusia agar tercapai perubahan. Melalaui paradigma komunikatif ini, perjuangan kelas yang ada dalam teori Marx diubah dengan pembahasan rasional dengan tujuan tercipatanya manusia yang demokratis dan emansipatoris tanpa tekanan dari pihak manapun (Nanuru, 2020).

Habermas menganalisa bahwa kesalahan dasar yang dilakukan Marx yang diikuti teori kritis klasik adalah pada pemahaman praksis yang hanya membatasi pada kerja. Keduanya mencampakkan elemen lain dari tindakan alami manusia, yaitu interaksi atau komunikasi. Teori kritis klasik dalam memahami rasionalitas adalah sebagai penaklukan, kekuasaan atau rasio yang berpusat pada subjek. Akibatnya teori ini jatuh pada sifat pesimistis yang pada akhirnya menemui jalan buntu. Macetnya teori ini menjadi dorongan bagi Habermas untuk menggunakan sebuah paradigma komunikasi dalam mengatasi kemacetan itu.

Filsafat analitis, kepedulian Habermas pada linguistik manusia bisa dijumpai pada karya-karya awalnya, setidaknya mengarahkan pemikirian tradisi analitis ini. Habermas dengan teori kritisnya mendapat wawasan baru yaitu, analisis linguistik dari Wittgenstein hasil dari tradisi Anglo Amerika. Berkat pengaruh pemikiran Wittenstein Habermas mendapatkan wawasan tentang teori �bahasa�.� Analisa bahasa Habermas dapat dipahami melalui teori kritisnya bahwa komunikasi menjadi salah satu dimensi prkasis manusia. Menurutnya, pada saat itu ketika melakukan diskusi tentang Hegel� Philosophy of Mind dan juga Knowledge Anda Human Interest, karakteristik bahasa adalah sebagai medium universal yang kehidupan sosial manusia terbentang didalamnya. Kehidupan sosio-kultural dipandang sebagai pagar penting bagi sistem-sistem interaksi yang dimediasi secara simbolis.

Selain teori linguistik di atas, Habermas juga mendapat sumbangan teori lingustik dari Noam Chomsky. Noam menekankan penggunaaan hukum bahasa sebagai pengatur sistem bahasa sehingga dapat berlaku secara menyeluruh. Usaha yang dilakukan Noam telah memberikan pembebasan pada studi bahasa dari kepedulian pada makna kata-kata sehingga memberikan kebebasan terhadap isi bahasa dan penggunaannya. Pada awalanya Habermas menerima gagasan Noam ini, namun ia kemudian membelot ke penyelidikan yang dilakukan Searle yang lebih memperhitungkan teori tindak bahasa (speech acts).

Searle berpedoman bahwa tindak bahasa yang pertanyaan, perintah, pernyataan, janji dan lainnya, memiliki hukum-hukum yang langsung dapat diperiksa. Antara tindak bahasa dan maksud subjektif dibedakan oleh Searle, maksud subjektif tidak sepenuhnya pernah terungkap dalam tindak bahasa. Oleh sebab itu, pembicara tidak jarang menggunakan isyarat untuk menutupi kekurangan itu. Isyarat tersebut dapat diketahui, namun fokus utama bukan pada arti yang ada didalamnya, melainkan pada kondisi yang meletakkan komunikasi itu menurut makna tertentu. Dalam hal ini, Searle membedakan antara �isi pernyataan� dari �daya pernyataan�. Habermas kemudian melakukan analisa dengan melakukan perluasan pembicaraan Searle ini menggunakan konteks budaya yang lebih luas dengan memberikan pandangan bahwa tindah bahasa memuat pesan, tidak hanya sebatas pada struktur formal bahasa itu, melainkan juga pada pola budaya yang mengorganisir pemikiran dan interaksi.�

Berangkat dari hasil penelitian ini, memberikan gambaran bahwa Habermas telah banyak dipengaruhi oleh beberapa tokoh dengan dimensi teori yang berbeda-beda. Tidak mustahil gelar profesor yang diasandangnya, tidak lain adalah berkat kecerdasan kritis� yang dimilikinya. Karya-karyanya yang banyak mengindikasikan kekritisannya dalam paradigma ilmu pengetahuan. Perkembangan teori kritisinya dimulai dari hasil analisanya terhadap beberapa penawar teori, berangkat dari sini kemudian lahir teori kritisnya sebagai kritikan terhadap teori para pendahulunya tersebut yang menurutunya belum selesai. Antusias kritikannya itu adalah bentuk kepeduliannya terhadap masyarakat sosial modern melalaui teori kritis komunikatif manusia dari jajakan tawaran ekonomi kapitalis yang berkepentingan. Dengan demikian dapat dipilah, bahwa tokoh-tokoh yang mempengaruhi Habermas sebagaimana hasil dari analisa penulis melalui penjelasan sebelumnya seperti Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno, Noam Chomsky, Searle, Karl Marx, Wittgenstein, dan tokoh lainnya yang digunakan dalam mendalami pemikiran seperti Freud, Piaget, dan Kohlberg dalam perkembangan psikologi. Serta Peter Berger dalam pemikiran sosiologi.

Jurgen Habermas dan Teori Hermeneutik

Sejarah benih-benih hermenutika dimulai dari penemuan oleh Peri Hermeneias dari hasil karya seorang filsuf yakni, Aristoteles.� Temuan dalam buku itu menjelasan bahwa kata-kata yang terucap melalui ucapan kita adalah simbol dari pengalaman mental manusia, dan kata-kata tertulis adalah simbol dari kata-kata yang diucapkan manusia. Penjelasan ini menjadi dasar pijakan dimulainya pembahasan hermeneutik di masa klasik. Penetapan hermeneutik sebagai alat memahama tidak terlepas dari perkembangan pemikiran tentang bahasa dalam tradisi Yunani, bahasa dan hermeneutika adalah dua aspek yang tidak dapat terpisahkan yang mana bahasa penting bagi hermeneutika sebagi lahan. Begitu sebaliknya hermeneutik penting bagi bahasa sebagai jalan untuk memahami bahasa.

Hubungan ini menjadikan hermeneutika sebagai suatu metode untuk mengeluarkan arti atau makna suatu teks. Atas dasar metode dalam memahamai teksi ini yang menjadi tugas awal hermeneutik sebagai seni memahami (Susanto, 2016). Hermeneutik sedikit demi sedikit memulai jalan perkembangan, model dinamika kajian yang ditawarkan dalam memahami teks memudahkan kajian ini diterima dikalangan agamawan. Memasuki abad ke-20, kajian hermeneutika mengalami perkembangan yang signifikan. FDE Schleirmacher, seorang filsuf yang digelari Bapak Hermeneutika Modern melakukan perluasan cakupan tidak hanya dalam kajian sastra dan kitab suci, melainkan hermeneutik juga mempunyai makna yang besar dalam keilmuan dan dapat diadopsi oleh semua kalangan. Sampai pada ahkhir abad ke-20 ini berbagai disiplin ilmu sadar akan pentingnya hermeneutik dlam kajian keilmuan. Abad ini hermeneutika memberikan tawaran sebagai filsafat, kritik, dan sebgaia teori. Lebih jauh lagi, hermeneutik berkembang menjadi berbagaii macam pemikiran, seperti yang dirinci oleh Richard E. Palmer bahwa hermenutika adalah sebagai teori penafsiran kitab suci, metodologi folologi umum, ilmu tentang pemahaman semua bahasa, landasan metodologis dan fenomonologi eksistensi, serta sebagai sistem penafsiran.�

Berawal dari pemahaman diatas, tulisan ini membahasa terkait metode hermeneutik yang ditawarkan oleh Habermas sebagai suatu kajian pemahaman teks. Habermas� masuk sebagai tokoh kritis aliran Mazhab Frankfurt berkat kritis ideologinya terhadap para pendahulu generasi pertama aliran Mzhab ini, perkembangan tepori kritisnya berawal dari sini. menurut para pendahulunya seperti Horkheimer dan Ardono, teori kritis digsambarkan sebagai kritik idiologi sosial kemsyarakatan guna membuka fakta terselubung ideologis dan irasionalisme yang melenyapkan kebebasan dan kejernihan pemikiran masyarakat modern. Jurgen Habermas menggambarkan teori kritis sbegaai suatu metodologi yang berdiri di dalam ketegangan dialektis antara filsafat dan ilmu pengetahuan (sosiologi). Teori kritis tidak cukup hanya pada fakta-fakta objektif, yan pada umumnya dianut oleh aliran positivistic (Fatih, 2020).�

Habermas sejauh penulis teliti belum ditemukan pembahasannya secara tersendiri mengenai hermenutik secara definitif, baik sebagai alat untuk memahami sains atau bahkan saebagai tafsir kitab suci. Habermas lebih tertarik untuk membahasa hermenutik dalam artian pemahaman, sebagaimana diketahui bersama bahwa pemahaman menempati posisi tertinggi dalam diskursus keilmuan syarah. Pemahaman disini menunjukkan kekritisan dalam mencoba memahami sesuatu, teori kritisnya ini lagi-lagi dipengaruhi oleh aliran Mazhab Frankfurt dengan teori kritis generasi pertama mazhab ini. Atas dasar ini, penulis menganalisa bahwa teori hermeneutik yang coba dilahirkan oleh Jurgen Habermas adalah teori hermeneutik kritis. Hermeneutik kritis ini mencoba untuk mengulik dengan dalam aspek-aspek sosial kemasyarakatan masyarakat modern dan tercakup didalamnya (Apollo & CIFM, 2022).

Hermenutika kritisnya lahir melalui lingkungan akademik tempatnya mengajar dan aliran Mazhab Frankfurt yang menjadi komunitas ilmiahnya. Oleh sebab itu kritis Habermas� tidak lepas dari peran para pendahulunya, bahkan digadang-gadang sebagai penerus dinamika teori kritis aliran Mzahab Frankfurt yang disinyalir mengalami kemacetan. Selain itu sesuai dengan fakta sejarah, bahwa Habermas dibesarkan dalam situasi keilmuan yang setia pada paradigma marxisme yang telah sedikit penulis singgung pada pembahasan awal dan akan ada penjelasan lagi selanjutnya. Melihat fakta ini, dapat dibuktikan bahwa dasar pemikiran ilmu pengetahuannya banyak dipengaruhi oleh pemikiran marxisme yang menampakkan sifat kebebasan. Kebebasan dalam artian ini dapat dilihat melalui kritiknya terhadap segala bentuk keterasingan, penyelewangan, dan perlakuan sosial masyarakat yang tidak manusiawi. Ini menjadi dasar bahwa tawaran hermenutik yang dilahirkan Jurgen Habermas adalah tawaran teori hermenutika kritis.

Habermas cukup istimewa dengan tawaran teori hermeneutik kritisnya, disini ia tidak lepas dari konsep memahami dan menjelaskan yang telah disampaikan oleh Dilthey sejak awal. Dua dasar tersebut menurutnya penting dan sangat bermakna. Eklarung adalah titik fokus yang dapat memberikan penjelasan pada isu-isu yang terkait dnegan ilmu pngetahuan alam, adapun verstehen terfokus pada isu-isu erat hubungannya dengan Geisteswissenschften (ilmu-ilmu sosial kemanusiaan). Tujuan hermenutik dan metode kajian kritis adalah memahami pihak lain lahir dari aksi komunikatif. Sedangkan kajian analisa empirik adalah bertujuan mengontrol proses-proses terjadi pengetahuan obyektif lahir dari aksi instrumental.

Teori hermeneutik Habermas menempatkan sesuatu yang ada diluar teks sebagai problem hermenutiknya. Sesuatu tersebut adalah dimensi ideologis penafsir dan teks, sehingga Habermas mengandaikan bahwa teks bukan sebagai medium pemahaman, melainkan sebagai medium dominasi dan kekuasaan yang mana didalam teks tersimpan kepentingan pengguna teks. Oleh sebab itu, teks harus diposisikan sebagai ranah yang pelu dicurigai, teks tidaklan media yang netral melainkan media dominasi. Karena itu, harus selalu dicurigai maksudnya. Melihat kacamata Habermas, pemahaman mengalami pendahulun atau maksud karena adanya kepentingan. Sehingga penentuan horizon pemahaman adalah kepentingan sosial yang melibatkan kepentingan kekuasaan.��

�� Teori hermeneutika Habermas bisa dikatakan sebagai trobosan baru untuk menjembatani ketegangan antara obyektifitas dengan subyektifitas, idiealitas dengan ralitas, dan antara yang teoritis dengan yang praktis. Ini menjadi salah satu prestasi Habermas dalam kajian hermeneutika, yang mulanya berkutik pada idelaisme, ditarik oleh Habermas secara paksa turun untuk memahamai lapangan realisme-empiris. Dengan demikian, ciri khas dimensi teori ktisi Habermas adalah kritik pada dinamika masyarakat, teori kritik berpikir secara historis dan berpijak pada masyarakat yang historis, teori kritik juga berorientasi pada dimensi kritik internal, dan teori kritik tidak memisahkan teori dan praktik (Hidayat, 2018).

Melihat konteks penjelasan hermenutik Habermas terasa melalui gagasan-gagasan kritis yang bersifat empiris. Kontruksi Hermenutika Habermas terbentuk ke dalam sebuah metode yakni, �metode memahami�, antara pemahaman dan penjelasan Habermas memberikan perbedaan. Seseorang tidak lantas dapat memahamis semua tentang suatu fakta, sebab juga terdapat fakta lain yang tidak dapat diinterpretasikan. Maka, selalau ada makna lain yang tidak dapat dijangkau oleh interpretasi, yaitu didalam hal-hal yang bersifat tidak teranalisiskan, tidak dapat dijabarkan, atau bahkan diluar pemikiran. Konsep seperti itu akan terus mengalir didalam kehidupan manusia. Pemahaman yang dibicarakan oleh Habermas adalah �pemahaman monologis atas makna�, yaitu pemahaman yang tidak melibatkan hubunganhubungan faktual tetapi mencakup bahas-bahasa �murni� seperti bahasa simbol. Dari pemahaman tersebut dapat diketahui bahwa pemahaman monologika adalah pemahaman atas simbol-simbol yang disebut oleh Habermas sebagai �bahasa murni�. Jadi, proyek hermeneutik Habermas adalah proyek hermeneutika sosio-kritis yang dapat dimulai dari sisi epistimologis pemahaman manusia maupun sisi metodologis dan pendekatan komunikatif baik dalam teks, tradisi, maupun institusi masyarakat (Atabik, 2013). Melalui pembahasan penelitian ini, penulis menggabarkan bahwa hermenutik dalam dimensi Habermas adalah hermenutika kritis sosial-komunikatif.

Jurgen Habermas dan Modernisme

Habermas dengan senjata teori kritisnya ingin menyelamatkan warisan modernitas dan mengkritik mereka yang ingin menelanjangi ideal-ideal modern pencerahan. Komunikasi dijadikan sebagai pendekatan dalam memahami dinamika hubungan isntersubyektif masyarakat modern, perhatiannya terhadap komunikatif diaplikasin dalam transparansi bahasa. Teori modernitas Habermas diaplikasikan pada sistem sosial masyarakat melalui komunikatif bahasa. Hal-hal yang dianggap buruk oleh para generasi pertama teori kritis adalah positivisme pada masyarakat modern, yang dianggap sebagai teori tradisional yang tidak relevan. Habermas menampik hal itu dengan mencari sisi positiv positivisme yang ditemukan dalam masyarakat modern khsusunya kerja. Lebih dari itu, Habermas ingin mendalami dna meneruskan proyek modernitas yang macet sejak dimulainya pada masa pencerahan (Afifi, 2019).�

Disisi lain Habermas mencoba mengamati diskursus folosofis modernitas dengan menilik para pemikir besar seperti Nietzsche, Heidegger, Lyotard, Bataille, Foucault, Rorty, Deridda, dan lain sebagianya yang mana dalam kacamata Habermas tidak menjukkan kepatuhan terhadap tradisi modernitas.�

Modernitas Habermas tidak bisa dipisahkan dari hermenutik kritisnya. Habermas bisa dikatakan tergabung kedalam gerakan-gerakan pemikir yang masih memandang penting dunia dan bahkan metafisika serta seluruh� tata nilai kebenaran, namun mnyadari revalitasnya akibat perbedaan karakter linguistik dan latar belakang historis dari masyarakat. Meskipun tidak secara terang-terangan mengatakan dirinya sebagai posmodernis, Habermas meletakkan dialog dan konsensus sebagai konsep untuk mempertahankan modernitas. Ia memandang adanya harapan dalam mewujudkan cita-cita pencerahan yang otentik dalam masyarakat modern dengan memalingkan dampak-dampak negatif modernitas melalui rasio komunikatof dan revisi atas konsep rasionalitas. Konsep rasio komuniaktif dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki wajah modernitas di era postmodern (Al-Fayyadl, 2005).�

Sejauh perkembangan modernitas, muncul istilah-istilah yang disebut Habermas sebagai posmedernisme seperti antimodernisme, konservatif muda, dan anarkisme. Berbagai usaha dilakukan oleh Habermas memepertahankan modernitas dan secara bersamaan melanjutkannya dengan melakukan pergeseran pada filsafat kesadaran yang mengakar dalam paradigma rasio yang berpusat pada subjek menuju ke pemahaman timbal-balik berupa rasio intersubjektif atau rasio komunikatif. Melalui rasio intersubjektif, Habermas berpandangan bahwa karakter totaliter dalam modernitas dan dalam kemajuan teknologi yang canggih dapat dihindari. Kemajuan dalam bidang sains, perkembangan teknologi, dan pertumbuhan ekonomi, sekarang tealah dilekukan oleh masyarakat dewasa ini sebagai tujuan itu sendiri, bukan sebagai sarana penting untuk memberikan peningkatan pada kesejahteraan masayarakat (Afifi, 2019).

Modernitas Habermas cenderung untuk mendiagnosis terhadap kesadaran masa kini ataupun untuk pembaharuan. Konsep lain dari Habermas dalam dialektika modernitas adalah membangun konsep dialektika rasionalitas tentang kehidupan manusia. Maka dari itu, proyek modernitas Habermas adalah untuk meletakkan pencapaian dalam segala aspek rasionalitas melalui agenda-agenda modernitas dengan kesadaran yang terbuka, baik dalam sains, moralitas ataupun hukum, yang mana kemudian keterbukaan dan kesadaran dapat ditemukan dan dikritik (Munawar-Rachman, 2022). ��

Jurgen Habermas memandang modernitas dalam konteks sosial, disaat manusia tidak lagi mempunyai harapan dan panutan. Penjelasan evolusi sosial Habermas diawali melalui pengajuan tesis bahwa evolusi sosial berlangsung melalui proses belajar masyarakat. Kemudian proses belajar tersebut berlangsung dalam dua dimensi, yakni dimensi kognitif-teknis (derivasi dari kerja) dan dimensi moral-komunikatif (derivasi dari interaksi atau komunikasi). Hipotesis yang ditawarkan Habermas memberikan gambaran bahwa yang menjadi faktor utama pendorong berlangsungnya evolusi sosial terletak pada proses-belajar atau rasionalisasi, dalam hal ini Habermas menghubungkan antara rasionalisasi masyarakat dengan proses belajar �Societal rationalization is a learning process� (Wisarja & Sudarsana, 2017).

Kondisi masyarakat seperti ini hanya meyakini pada akal dan budi atau rasionalitas, karena dianggap dapat membawa pencerahan. Panadangan modernitas Habermas ini memiliki kesamaan dengan Hannah Arendt dalam pengambilan substansi rasionalitas masyarakat modern. Rasionalita syang lahir melalui modernitas adalah rasioanalitas instrumental, akan tetapi Habermas tidak menyetujui pengembangan yang berlebihan pada rasioanalitas, karena dapat megakibatkan erosi pada berbagai tradisi. Hal ini dijaga karena tradisi memiliki peran dalam memelihara proses pencapaian pemahaman dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Habermas berpadangan bahwa modernitas dapat menyepurnakan kemacetan proyek pencerahan, yang mana proyek pencerahan itu dapat dicapai dengan merekonsiliasikan bagian-bagian modernitas yang rusak dan memelihara penagalam-pengalaman intersubyektif yang tidak mengalami distorsi, dapat juga dikatakan bahwa tawaran modernitas Jurgen Habermas adalah modernitas pencerahan (Pitaloka, 2010). Ia juga berpadangan bahwa seluruh permasalahan sosial timbul diakibatkan oleh sebab yang sederhana, yaitu distorsi komunikasi, atau gangguan pada proses komunikasi, sehingga menciptakan prasangka dan kesalapahaman. Maka, solusi yang tepat dalam mengatasi probles sosial adalah dengan menciptakan proses komunikasi yang bebas distorsi (Junaedi, 2020). Lagi-lagi tawaran pemikiran yang coba digaungkan oleh Habermas sebagai wujud penyelesaian proyek modernitas adalah pencerahan melalui konsep komunikasi yang bebas dari penyimpangan.

Jurgen Habermas dan Proyek Dialektika

Dialektika Habermas berawal dari Horkheimer dan Ardono melalui karya mereka Traditionalle und Kritische Theorie dan Dialektik der Aufklarung. Adapaun karya yang terakhir yakni dialektika, menjadi proyek besar Habermas dalam menuntaskan kebuntuhan penggagas awal teori. Sebagaimana pada penjelasan-penjelasan yang telah penulis paparkan pada penelitian sebelumnya, proyek dialektika yang menjadi keresahan bersama antara Habermas dan pendahulunya adalah pada proyek pencerahan manusia. Dialektika yang coba dibangun oleh Habermas adalah teori kritis dalam pencerahan akal budi manusia dan memberikan kesadaran kepada masyarakat sosial terhadap penyelewengan yang tidak manusiawi.

Berfikir kritis adalah berfikir secara dialektika, berpikir secara totalitas, berpikir dalam perspektif empiris-historis, dan berpikir dala kesatuan antara teori dan praxis. Pemikiran dialektis adalah bentuk logika yang tidak menekankan pada sisi formal, tetapi lebih menekankan pada sisi isi atau subtansi, alhasil pemikiran dialketis ini menuju pda pendekatan yang kaya akan makna. Seperti pernyataan bahwa �lurus� tidaklah lawan kata dari �tidak lurus�, melainkan berlawanan dengan �bengkok�, �melengkung�, zig-zag�, dan masih banyak makna lainnya (Anas, 2018).

Pemikiran Hegel inilah yang menjadi kekaguman Mazhab Frankfur dengan prestasinya yang mampu mengetengahkan �rekonsiliasi� antara kesadaran dan realitas, akan tetapi rekonsiliasi itu hanya pada pemahaman, sementara dalam realitanya belum terlaksana. Horkheimer mengkritisi bahwa pencapaian kesempurnaan akal budi hanya pada pemahaman saja, kenyataan yang ada adalah tidak bahagiaan, penindasan, dan pembelengguan. Hal inilah yang menyebabkan Mzahab Frankfurt beralih teori kritis Karl Marx.�

Berangkat dari penjelasan penelitian diatas, mengindikasikan bahwa Mazhab Frankfurt adalah gerakan neo marxis, ia merupakan kelanjutan dari filsafat marxis. Teori kritis juga tidak dapat dilepaskan dari teori konflik yang diintrodusir oleh Marx. Habermas yang juga pembaharu teori kritis ikut terpengaruh oleh dinamika dialektika Hegel. Dialektika dalam kacamata Habermas adalah sesuatu yang dianggap benar apabila dilihat dari totalitas hubungannya. Hubungan tersebut dinamakan negasi, yang artinya hanya melalui negasilah yang bisa menemukan keutuhan dan keseluruhan. Negasi di tangan Habermas ditransformasikan menjadi filsafat kritis (Hidayat, 2018).

Berangkat dari filsafat Marx, Mazhab Frankfurt adalah kelanjutan dari filsafat yang ditawarkan oleh Marx. Ciri filsfatan Marx adalah filsafat yang mereduksi aspek kehidupan manusia. Konsep filsafat ini memandang mansuia yang notabennya adalah makhluk yang multi struktur dan latar belakang, hanya dipandang sebagai makhluk yang materil. Terbukti dalam pandangan Marx yang mengubah filsafat praktis menjadi filsafat kerja, dimana produksi material dijadikan sebagai paradigma dasar bagi analisisnya tterhadap tindakan manusia. Namun, generasi pertama mazhab ini ternyata tidak mampu untuk mengatasi reduksionisme Marx, yang kemudian menjadi alasan kuat keresahan Jurgen Habermas untuk mengatasi itu. Kombinasi Dialektis Habermas antara pemahaman dan penjelasan dilakukan sebagai usaha mengawinkan anatara� suyketifitas dengan obyektifitas, anatara yang otentik dengan akulturatif, antara yang saintis dengan filosofis. Maka dari sudut saintis, Habermas ingin melakukan pembumian makna supaya dapat diresap oleh otak manusia. Sedangkan dalam sudut filosofis, Habermas memiliki usaha untuk melakukan dialogasi makna antara bahasa murni dan bahasa tak murni. Konsep rekontruksi kritis sosial Habermas diwujudkan dengan konsep teori komunikatif (Atabik, 2013). ���

�

Kesimpulan

Habermas dilahirkan di Dussedorf pada tanggal 18 Juni 1929, kota kecil didekat Dusseldorf yaitu Gummersbach. Hubungan antara Jurgen Habermas dengan generasi pertama Mazhab Frankfurt adalah bahwa Habermas sebagai penerus pengembang teori kritis Mazhab Frankfurt, terkhusus generasi pertama Mazhab ini. Hubungan antara Habermas dengan generasi pertama Mazhab Frankfurt adalah bahwa Habermas lebih berorientasi pada kajian bahasa sebagai pendekatan kritis. Adapun tokoh yang mempegaruhi pemikiran Jurgen Habermas seperti Max Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno, Noam Chomsky, Searle, Karl Marx, Wittgenstein, dan tokoh lainnya yang digunakan dalam mendalami pemikiran seperti Freud, Piaget, dan Kohlberg dalam perkembangan psikologi. Serta Peter Berger dalam pemikiran sosiologi.

Habermas berpadangan bahwa modernitas dapat menyepurnakan kemacetan proyek pencerahan, modernitas Jurgen Habermas adalah modernitas pencerahan. Proyek hermeneutik Habermas adalah proyek hermeneutika kritis yang menempatkan sesuatu diluar teks sebagai problem hermeneutik. Melalui pembahasan penelitian ini, penulis menggabarkan bahwa hermenutik dalam dimensi Habermas adalah hermenutika kritis komunikatif. Dengan demikian, analisia terhadap pemikiran kritis Jurgen Habermas adalah bahwa ia menempatkan teori kritisnya ke dalam berbagai wacana keilmuan seperti proyek modernitas hermenetuik, dan proyek dialektika, sebagai alat untuk menjawab persosalan-persoalan tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Afifi, Irfan. (2019). Jurgen Habermas; Senjakala Modernitas. IRCiSoD.

 

Al-Fayyadl, Muhammad. (2005). Derrida. LKIS Pelangi Aksara.

 

Anas, Mohammad. (2018). Rekonstruksi Epistemologi Ilmu Pengetahuan. Universitas Brawijaya Press.

 

Apollo, M. Si, & CIFM, CIABV. (2022). Filsafat Auditing. Nas Media Pustaka.

 

Atabik, Ahmad. (2013). Memahami Konsep Hermeneutika Kritis Habermas. Fikrah, 1(2).

 

Budi, F. Hardiman. (2009). Kritik Ideologi Menyingkap Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan Bersama Jurgen Habermas. Kanisius: Yogyakarta.

 

Fatih, Moh Khoirul. (2020). Terorisme dalam perspektif jurgen habermas. Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran Dan Tafsir, 3(1), 31�47.

 

Hidayat, Ainur Rahman. (2018). Sinergitas Filsafat Ilmu dengan Khazanah Kearifan Lokal Madura. Duta Media Publishing.

 

Irfaan, Santosa. (2009). Jurgen habermas: problem dialektika ilmu sosial. Komunika, 3(1), 101�113.

 

Junaedi, Mahfudz. (2020). Agama dalam Masyarakat Modern: Pandangan J�rgen Habermas. Manarul Qur�an: Jurnal Ilmiah Studi Islam, 20(1), 1�11.

 

Munawar-Rachman, Budhy. (2022). Pemikiran Islam Nurcholish Madjid. Prodi S2 Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

 

Nanuru, Ricardo Freedom. (2020). Gereja Sosial Menurut Konsep Rasionalitas Komunikatif J�rgen Habermas. Deepublish.

 

Pitaloka, Rieke Diah. (2010). Banalitas kekerasan: telaah pemikiran Hannah Arendt tentang kekerasan negara. Penerbit Koekoesan.

 

Susanto, Edi. (2016). Studi Hermeneutika Kajian Pengantar. Kencana.

 

Wisarja, I. Ketut, & Sudarsana, I. Ketut. (2017). Praksis Pendidikan Menurut Habermas (Rekonstruksi Teori Evolusi Sosial Melalui Proses Belajar Masyarakat). IJER (Indonesian Journal of Educational Research), 2(1), 18�26.

 

 

 

 

 

Copyright holder:

Surur Rifai, Moh. Syafik R, Muhammad Barnaba Ridho Ilahi, Ahmad Hanafi

Alwi, Mustofa Bissri, Babun Najib (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: