Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesiap�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

PENDORONG DAN PENGHAMBAT POTENSI FRAUD JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN: TINJAUAN SISTEMATIS

 

Anugrah Aulia Ulil Amri, Atik Nurwahyuni, Yenny Nariswari Harumansyah

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Lama, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Setelah beroperasi sejak tahun 2014, banyak tantangan yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan salah satunya adalah potensi fraud yang masih mengancam. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi faktor pendorong dan penghambat potensi fraud pada implementasi penyelenggaraan JKN di pelayanan kesehatan sehingga kejadian fraud dapat ditekan dan dicegah melalui langkah yang tepat. Metode penelitian menggunakan tinjauan sistematis berdasarkan PRISMA dengan pendekatan kualitatif melalui analisis deskriptif. Pemilihan artikel berdasarkan kriteria inklusi dan pengecualian yang ditentukan. Hasil penelitian menemukan bahwa tekanan finansial bagi faskes, lemahnya regulasi, kurangnya implementasi kebijakan, kurangnya keterlibatan dari para stakeholder, perbedaan pemahaman antara verifikator BPJS Kesehatan dan dokter penanggung jawab pasien tentang diagnosis, lemahnya sistem audit dan monitoring dari pimpinan, kurangnya sosialisasi dan komitmen yang lemah mendorong potensi fraud. Kapabilitas untuk melakukan fraud terbuka pada lingkungan yang terbiasa melakukan fraud. Sedangkan penghambat potensi fraud adalah dengan operasionalisasi kebijakan. Faktor lain yang dapat membantu menghambat potensi fraud adalah penulisan informasi medis yang lengkap pada setiap formulir rekam medis, penerapan SOP dan CP, dan digitalisasi rekam medis.

Kata kunci: potensi fraud; JKN; fasilitas pelayanan kesehatan.

 

Abstract

After operating since 2014, BPJS Kesehatan has faced many challenges, one of which is the potential for fraud that still threatens its operations. This study aims to identify the driving factors and obstacles to fraud potential of national health insurances implementation in healthcare services, so that fraudulent activities can be suppressed and prevented through appropriate measures. The research employed a qualitative approach using descriptive analysis within a systematic review framework following the PRISMA guidelines. Article selection was based on predetermined inclusion and exclusion criteria. The results of the study found that financial pressure on healthcare facilities, weak regulation, lack of policy implementation, lack of involvement from stakeholders, differences in understanding between BPJS Kesehatan verifiers and patient-responsible doctors about diagnosis, weak auditing and monitoring systems from management, lack of socialization, and weak commitment are factors that drive fraud potential. The capability to commit fraud is open in an environment that is accustomed to committing fraud. Meanwhile, the obstacle to fraud potential is the operationalization of policies. Other factors that can help prevent potential fraud include complete medical information on every medical record form, the implementation of SOP and CP, and the digitization of medical records.

 

Keywords: fraud potential; national health insurance; healthcare facilities.

 

Pendahuluan

Perkembangan revolusi industri menjadi tantangan tersendiri bagi industri kesehatan, dimana persaingan semakin ketat karena informasi kesehatan kesehatan banyak tersebar di berbagai media elektronik. Fakta ini membuat pemberi pelayanan kesehatan dihadapkan dengan kenyataan bahwa pelayanan harus memenuhi standar mutu tertinggi dan biaya yang efisien. Namun, alasan efisiensi terkadang menimbulkan potensi tindak kecurangan ilegal yang memengaruhi kualitas pelayanan (BPJS Kesehatan, 2015). Tindak kecurangan atau fraud adalah tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini dapat mencakup manipulasi atau penyampaian informasi yang salah kepada pihak lain, yang dilakukan baik oleh individu yang terkait dengan organisasi maupun dari luar organisasi, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, sambil merugikan pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung (Association of Certified Fraud Examiners, 2016).

Fraud merupakan isu global yang secara laten mengancam dunia. Dalam pelayanan kesehatan, tindakan ini tidak hanya merugikan secara finansial namun juga dapat mengancam kualitas pelayanan yang diberikan karena pasien dihadapkan dengan tindakan medis yang berlebihan dan tidak aman (Timofeyev & Jakovljevic, 2022). Secara global, fraud telah menghabiskan 10% dari anggaran kesehatan dunia (Gee, Button, & Brooks, 2010). Hal ini sangat disayangkan karena menurut World Health Organization (WHO) pengeluaran biaya kesehatan mencapai 7,3 triliun (USD) atau setara 10% dari gross domestic product (GDP) global dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 4% dan melampaui pertumbuhan ekonomi tahunan yakni 2,8% (World Health Organization, 2018). Survei Fraud Indonesia (SFI) tahun 2019 yang dilaksanakan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) Indonesia Chapter melaporkan bahwa industri kesehatan telah dirugikan sebanyak 4,2% dari laporan fraud yang terjadi di Indonesia.

Universal Health Coverage (UHC) ialah suatu konsep dalam reformasi pelayanan kesehatan dengan pemberdayaan segenap masyarakat untuk meningkatkan aksesibilitas serta ekuitas pelayanan kesehatan (World Health Organization, 2007). Sejak tahun 1946, WHO telah menjelaskan bahwa sehat itu tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan/cacat, namun juga merupakan keadaan sejahtera secara fisik, sosial, dan mental yang utuh. Sehingga, pelayanan kesehatan yang berkualitas dan komprehensif tidak hanya memperhatikan aspek kuratif namun juga mencakup pelayanan preventif, promotif, hingga rehabilitatif, serta mengatasi keterbatasan finansial dalam memperoleh pelayanan kesehatan penduduk. Sebagai negara berkembang, Indonesia terus berbenah diri dalam melaksanakan pembangunan ekonomi dan kesehatan. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib bagi seluruh penduduk Indonesia berdasarkan amanat dari Undang-Undang (UU) No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Setelah beroperasi selama lebih kurang delapan tahun, yakni sejak tahun 2014, banyak tantangan yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan. Masalah awal yang banyak diperbincangkan adalah terjadinya defisit terus-menerus selama periode operasional awal sampai dengan tahun 2020. Pada masa ini muncul proposisi bahwa salah satu penyebab utama defisit adalah nominal iuran yang terlampau kecil (BPJS Kesehatan, 2021). Namun, pada 24 Oktober 2019 telah diundangkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan tarif berlaku mulai 1 Januari 2020. Akhirnya defisit berhasil diatasi tahun 2021. Lebih lanjut, masalah fraud juga masih menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh BPJS Kesehatan. Bila tidak ditanggulangi secara serius, diproyeksikan defisit dalam BPJS Kesehatan masih mengancam (BPJS Kesehatan, 2015, 2021; Widjajadi, 2023).

Fraud dalam penyelenggaraan JKN di pelayanan kesehatan dapat terjadi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Beberapa contoh kasus fraud yang dilakukan oleh FKRTL dan FKTP adalah (Michaela, Nurmalasari, & Hosizah, 2021; Rashidian, Joudaki, & Vian, 2012): (1) Phantom billing: penagihan untuk pelayanan yang tidak dilakukan, (2) Up-coding: penagihan untuk pelayanan yang lebih mahal dari yang diberikan, (3) Misrepresenting services: pelayanan yang diberikan tidak ditanggung oleh pembayar, sehingga pelayanan yang diberikan berbeda dengan yang ditagihkan, (4) Service unbundling or fragmentation: menagihkan tindakan secara terpisah, padahal dapat dilakukan dalam satu episode pelayanan sehingga klaim yang didapatkan lebih mahal, (5) Falsifying certificates of medical necessity, plans of treatment, and medical records: memalsukan atau menambahkan tindakan medis dan rekam medis untuk justifikasi pembayaran, (6) Kickbacks: membagi penghasilan dengan perujuk, (7) Self-referral: merujuk pasien untuk pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) lain dengan diri sendiri atau tenaga medis lain yang memiliki hubungan finansial dengan perujuk.

Fraud dan kejahatan finansial menurut teori yang dikembangkan oleh Cressey (1973) disebabkan oleh Fraud Triangle yakni tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Teori ini mengungkapkan tiga faktor utama yang biasanya terlibat dalam terjadinya fraud. Berikut adalah penjelasan singkat tentang tiga faktor tersebut (Mohottige et al., 2018): (1) Tekanan atau motivasi (Pressure): Faktor pertama adalah tekanan atau motivasi yang dirasakan oleh pelaku fraud. Tekanan ini bisa berupa tekanan finansial, tekanan keinginan memperoleh status atau jabatan, tekanan dari lingkungan sosial, atau tekanan lain yang membuat seseorang merasa terpaksa melakukan fraud. (2) Peluang (Opportunity): Faktor kedua adalah adanya peluang untuk melakukan fraud. Peluang ini bisa terbuka karena kurangnya pengawasan atau kontrol, celah atau kelemahan dalam sistem, atau karena adanya informasi yang kurang akurat. (3) Rasionalisasi (Rationalization): Faktor ketiga adalah kemampuan pelaku fraud untuk membenarkan tindakan yang mereka lakukan. Pelaku fraud biasanya menggunakan berbagai cara untuk merasionalisasi atau meyakinkan diri mereka sendiri bahwa tindakan tersebut tidak salah atau bahkan adil dilakukan.

Dalam kombinasi ketiga faktor ini, teori Fraud Triangle menjelaskan mengapa seseorang menjadi tergoda untuk melakukan kecurangan. Tekanan atau motivasi menghasilkan dorongan, peluang memungkinkan tindakan dilakukan, sedangkan rasionalisasi memberikan pembenaran moral atau psikologis terhadap tindakan tersebut. Lebih lanjut, Wolfe & Hermanson (2004) mengembangkan teori Fraud Diamond dengan menambahkan faktor Kapabilitas (Capability). Fraud dapat terjadi dengan adanya kapabilitas yang dimiliki oleh pelaku fraud untuk melakukan kecurangan, baik eksternal seperti pengetahuan teknis atau akses terhadap sistem informasi yang sensitif, maupun internal seperti kecerdasan, ego, kepercayaan diri dan kemampuan mengendalikan stress yang ditimbulkan dari perilaku curang (Wolfe & Hermanson, 2004).

Dalam sebuah entity, potensi fraud sulit di deteksi, bahkan ketika terdeteksi seringkali salah estimasi (Gee et al., 2010). Kejadiannya dapat memengaruhi reputasi entity, sehingga banyak tindakan fraud yang tidak terlaporkan. Berdasarkan survei yang dilakukan ACFE, sebagian besar pelaku fraud tidak pernah dihukum (Association of Certified Fraud Examiners, 2019). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi faktor pendorong dan penghambat potensi fraud pada implementasi penyelenggaraan JKN di pelayanan kesehatan sehingga kejadian fraud dapat ditekan dan dicegah melalui langkah yang tepat.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan tinjauan sistematis yang dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Strategi penelusuran literatur dilakukan dengan kata kunci: �potential fraud AND healthcare' dalam database Google Scholar, Embase, Scopus, dan SpringerLink. Literatur yang diambil adalah artikel berbahasa Indonesia dan Inggris dan terpublikasi 1 tahun setelah BPJS Kesehatan beroperasi hingga saat penelusuran artikel yakni pada tahun 2015-2023. Artikel-artikel tersebut kemudian ditinjau secara sistematis dengan dasar Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyses (PRISMA) (Page et al., 2021). Proses penelusuran artikel dilaksanakan pada Februari-Maret 2023. Proses penelusuran artikel ditampilkan pada Gambar 1.

 

Gambar 1

Flow diagram dalam seleksi artikel

 

Hasil

����������� Dari 29 artikel penelitian yang berhasil diseleksi, 20 di antaranya tidak dianalisis lebih lanjut karena merupakan tinjauan sistematis dan tidak menggambarkan potensi fraud di faskes. Seluruh penelitian yang diperoleh memiliki metode analisis kualitatif, dimana 1 diantaranya menggunakan mixed method untuk mengumpulkan tren potensi fraud yang terdeteksi di FKRTL. Dari 9 artikel yang terkumpul, 5 artikel mendiskusikan mengenai FKRTL dan 4 lainnya mendiskusikan potensi fraud yang terjadi di FKTP.


Tabel 1

Pendorong dan Penghambat Potensi Fraud JKN di Pelayanan Kesehatan

Judul (Penulis, Tahun) � Lokasi Penelitian

Identifikasi Pendorong

Identifikasi Penghambat

Tekanan

Kapabilitas

Peluang

Rasionalisasi

�Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan Kecurangan (Fraud) Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kota Semarang� (Rizka, Jati, & Syamsulhuda, 2018) - FKTP

1. Terlambatnya pembayaran kapitasi puskesmas oleh BPJS Kesehatan

1. Akses dan kemampuan untuk manipulasi dokumen rekam medis, laporan keuangan (bukti transaksi) dan dokumen internal lainnya

1. Kelemahan legalitas tim pencegahan fraud JKN
2. Belum ada aplikasi khusus yang digunakan tim pencegahan fraud dalam melakukan pelaporan
3. Belum ada petunjuk teknis atau regulasi yang lebih spesifik dari pemerintah kota Semarang mengenai pencegahan fraud

1. Belum ada sosialisasi khusus fraud yang dilakukan tim pencegahan fraud JKN
2. Komitmen anggota tim pencegahan fraud JKN dan Dinas Kesehatan Kota Semarang yang rendah

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud
2. Peningkatan komitmen anggota tim melalui koordinasi lintas sektor
3. Perencanaan target, anggaran dan timeline kegiatan tim pencegahan fraud JKN

�Analisis Pengendalian Potensi Fraud di Rumah Sakit Umum Daerah Achmad Moechtar Bukittinggi� (Mitriza & Akbar, 2019) - FKRTL

1. Kesenjangan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG

-

1. Perbedaan pemahaman antara verifikator BPJS Kesehatan dan dokter penanggung jawab pasien tentang diagnosis

-

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud
2. Tenaga SDM yang kompeten
3. Penulisan informasi medis yang lengkap pada setiap formulir rekam medis
4. Penerapan Standar Operasional dan Clinical Pathway

�Determinan Potensi Fraud Pada Program JKN di Puskesmas Kota X� (Fatimah & Misnaniarti, 2021) - FKTP

1. Tekanan situasional dan pekerjaan dapat menyebabkan timbulnya kekeliruan dalam merujuk pasien dan timbul komplain pasien
2. Terlambatnya pembayaran non-kapitasi puskesmas oleh BPJS Kesehatan

1. Kemampuan untuk menerima pasien yang menitip berobat

1. Lemahnya kebijakan pencegahan fraud di Puskesmas
2. Kurangnya audit internal dan eksternal di Puskesmas


1. Pelatihan pencegahan fraud yang diberikan kepada pegawai tidak menyeluruh

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya
2. Meningkatkan sistem audit internal

�Menelusuri Potensi Fraud dalam Jaminan Kesehatan Nasional melalui Rekam Medis di Rumah Sakit� (Sugiarti, Masturoh, & Fadly, 2022) -FKRTL

1. Kesenjangan tarif riil rumah sakit dengan tarif INA-CBG

-

1. Perbedaan pemahaman antara verifikator BPJS Kesehatan dan dokter penanggung jawab pasien tentang diagnosis

-

1. Penulisan informasi medis yang lengkap pada setiap formulir rekam medis
2. Penerapan Standar Operasional dan Clinical Pathway

�Potensi Kecurangan (Fraud) Dalam Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19� (Adnyana & Budi, 2023) - FKRTL

1. Tarif klaim penggantian biaya pelayanan pasien Covid-19 yang tinggi

1. Akses dan kemampuan untuk manipulasi dokumen rekam medis, laporan keuangan (bukti transaksi) dan dokumen internal lainnya

1. Kebijakan petunjuk teknis dalam klaim penggantian biaya pelayanan pasien Covid-19 yang berubah-ubah
2. Pada klaim Covid-19, pemerintah belum menetapkan ketentuan penanganan dan pencegahan kecurangan serta pengenaan sanksi terhadap kecurangan.

-

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya

�Potential Fraud in The Primary Healthcare� (Fathurrohman & Dewi, 2018) - FKTP

1. Tekanan situasional dan pekerjaan seperti fasilitas yang tidak memadai di FKTP menyebabkan timbulnya kekeliruan dalam merujuk pasien dan timbul komplain pasien

1. Pengelolaan dana kapitasi yang tersisa tidak transparan

1. Lemahnya kebijakan pencegahan fraud di Puskesmas
2. Kurangnya audit internal dan eksternal di Puskesmas

1. Belum ada sosialisasi khusus fraud yang dilakukan tim pencegahan fraud JKN
2. Komitmen kepala puskesmas dalam pencegahan fraud yang masih lemah

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya
2. Meningkatkan sistem audit internal

�Pemetaan Stakeholder Program Pencegahan Fraud Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kota Semarang� (Devi, Suryoputro, & Sriatmi, 2020) - FKTP

-

-

1. Kurangnya keterlibatan dari para stakeholder untuk upaya pendeteksian fraud

1. Belum ada sosialisasi khusus fraud yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada Puskesmas
2. Komitmen kepala puskesmas dalam pencegahan fraud yang masih lemah

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya
2. Tenaga SDM yang kompeten
3. Peningkatan kolaborasi antara stakeholder

�The Implementation of Fraud Prevention on the National Health Insurance at Salewangan Maros Hospital, Indonesia: A Qualitative Study� (Indayani, Ahri, Amelia, Gobel, & Idris, 2022) - FKRTL

-

-

1. Lemahnya kebijakan pencegahan fraud di Rumah Sakit
2. Tidak ada monitoring dan evaluasi pelayanan dalam rangka pencegahan fraud

1. Belum ada sosialisasi khusus fraud yang dilakukan tim pencegahan fraud JKN di Rumah Sakit

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya
2. Tenaga SDM yang kompeten
3. Digitalisasi rekam medis

�Violation Reporting System as The Implementation of Fraud Control Plan in The Public Sector (A Study at Dr. Moewardi Hospital)� (Erisnanto & Perdana, 2018) - FKRTL

-

-

-

-

1. Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya
2. Implementasi sistem pelaporan fraud

 

Pembahasan

Kesenjangan Tarif

Dari penelusuran yang dilakukan, salah satu pendorong potensi fraud adalah tekanan finansial. Berdasarkan Peraturan Presiden (PP) No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program JKN adalah semua Fasilitas Layanan Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan yang memiliki perjanjian tertulis. Dalam kebijakan yang sama juga telah diatur mengenai cara pembayaran kepada faskes meliputi tarif kapitasi dan non-kapitasi bagi FKTP dan INA-CBG dan non-INA-CBG bagi FKRTL. Pada pelaksanaannya, pembayaran dana kapitasi dan non-kapitasi sering mengalami keterlambatan (Fatimah & Misnaniarti, 2021; Rizka et al., 2018). Ditambah, sebelum terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaaan Program Jaminan Kesehatan, dana kapitasi belum pernah mengalami kenaikan sejak periode 2016-2022. Hal tersebut mendorong potensi fraud melalui manipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar secara nonkapitasi, menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan atau nonkapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan, melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu (Fatimah & Misnaniarti, 2021). Lebih lanjut, kebutuhan belanja dan operasional puskesmas juga dapat terpengaruh. Dana kapitasi dapat pula dimanfaatkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Korupsi dana kapitasi telah terjadi setidaknya 8 kasus selama periode 2014-2018 dengan kerugian negara mencapai Rp 5,8 miliar dan melibatkan 14 tersangka (Anggraeni & Arif, 2018). Kapabilitas pelaku fraud juga terbuka lebar pada lingkungan yang terbiasa dengan perilaku fraud (Adnyana & Budi, 2023; Fathurrohman & Dewi, 2018; Fatimah & Misnaniarti, 2021; Rizka et al., 2018). Fasilitas yang tidak memadai di FKTP juga bisa menjadi pendorong potensi fraud karena petugas dapat melakukan self-referral dengan alasan untuk kebutuhan pelayanan pasien lebih lanjut (Fathurrohman & Dewi, 2018). Hal ini cukup menarik karena umumnya fraud tidak membawa manfaat medis untuk pasien (Michaela et al., 2021).

Di FKRTL kesenjangan tarif INA-CBG dengan tarif rumah sakit merupakan salah satu pendorong potensi fraud. Salah satu karakteristik dari ekonomi kesehatan adalah kebutuhan biaya yang tinggi dan terus meningkat. Hal ini dilatarbelakangi oleh kemajuan teknologi medis dan farmasi, tingginya permintaan pelayanan kesehatan serta tuntutan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Dewar, 2010). Namun di Indonesia, tarif INA-CBG belum pernah mengalami kenaikan sejak tahun 2016 hingga adanya Permenkes No. 3 Tahun 2023. Hal ini membawa tekanan bagi FKRTL dalam pengelolaan dana JKN. Lebih lanjut potensi fraud dalam pemanfaatan dana klaim COVID-19 juga menjadi tinggi. Karena tarif klaim COVID-19 yang besar, beberapa kasus ditagihkan ganda kepada JKN namun tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku (Adnyana & Budi, 2023).

Lemahnya Regulasi

Lemahnya regulasi dari tim juga membuka peluang dalam tindakan fraud (Adnyana & Budi, 2023; Fathurrohman & Dewi, 2018; Fatimah & Misnaniarti, 2021; Indayani et al., 2022; Rizka et al., 2018). Maka, setelah tim dibentuk, implementasi dan kolaborasi perlu ditingkatkan karena mempengaruhi keberhasilan kebijakan (Devi et al., 2020; Hudson, Hunter, & Peckham, 2019a). Model teori implementasi kebijakan Edward (1980) menekankan faktor disposisi sebagai variabel penting dalam implementasi kebijakan. Disposisi mengacu pada sikap, keyakinan, dan nilai-nilai individu atau organisasi yang mempengaruhi motivasi dan kemampuan mereka untuk mengadopsi dan menerapkan kebijakan atau program baru (Mubarok et al., 2020). Keterlibatan tenaga Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dapat mencegah fraud karena individu atau organisasi dengan disposisi positif terhadap kebijakan atau program lebih cenderung bersedia dan mampu mengimplementasikannya dengan sukses, sedangkan mereka dengan disposisi negatif mungkin resisten terhadap perubahan atau kurang memiliki sumber daya atau keterampilan yang diperlukan untuk mengimplementasikannya secara efektif (Devi et al., 2020; Indayani et al., 2022; Mitriza & Akbar, 2019; Mubarok et al., 2020). Sosialisasi dari tim pencegahan fraud kepada pimpinan dan dari pimpinan ke pegawai, sistem audit, monitoring evaluasi dalam pelaksanaan kinerja pelayanan dari pimpinan dan tim pencegahan fraud dapat menekan potensi fraud (Devi et al., 2020; Fathurrohman & Dewi, 2018; Fatimah & Misnaniarti, 2021; Indayani et al., 2022; Rizka et al., 2018).

Konsep fraud berbeda dengan embezzlement (penggelapan). Pada embezzlement terdapat upaya pemindahan/penyembunyian aset untuk menguasai aset tersebut. Fraud paling dekat dengan abuse (penyalahgunaan). Fraud terjadi karena unsur kesengajaan sedangkan abuse dilakukan tanpa sengaja (Moisio, 2013). Dalam penyelenggaraan JKN fraud sulit dibuktikan. Sanksi yang diberikan juga cenderung ringan. Pada praktiknya pendeteksian secara aktif hampir selalu dilakukan oleh pihak BPJS Kesehatan. Peran aktif pihak pelayanan kesehatan beserta stakeholder terkait menjadi vital dalam sistem pelaporan ini (Erisnanto & Perdana, 2018; Rizka et al., 2018).

Operasionalisasi Kebijakan

Operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya menjadi faktor paling kuat yang dinilai dapat mencegah tindakan fraud (Adnyana & Budi, 2023; Devi et al., 2020; Erisnanto & Perdana, 2018; Fathurrohman & Dewi, 2018; Fatimah & Misnaniarti, 2021; Indayani et al., 2022; Mitriza & Akbar, 2019; Rizka et al., 2018).Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Permenkes No. 16 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) Serta Pengenaan Sanksi Administrasi Terhadap Kecurangan (Fraud) Dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan telah menetapkan bahwa sistem pencegahan fraud diselenggarakan oleh tim pencegahan kecurangan yang terdiri atas dinas kesehatan kabupaten/kota, BPJS Kesehatan, asosiasi faskes, organisasi profesi dan unsur lain yang terkait. Operasionalisasi kebijakan menuntut pembuatan petunjuk teknis pelaksanaan tim, perencanaan target, anggaran dan timeline kegiatan tim pencegahan fraud JKN (Rizka et al., 2018). Tanpa adanya operasionalisasi kebijakan, tim yang dibentuk mungkin tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini dapat membuang-buang waktu dan sumber daya yang berharga. Ketidakjelasan tentang tugas, tanggung jawab, dan tujuan tim dapat menyebabkan ketidakpastian di tim. Hal ini dapat mengganggu produktivitas dan kinerja tim secara keseluruhan. Jika tim tidak dapat berfungsi dengan baik atau mencapai tujuan yang ditetapkan, anggota tim mungkin merasa frustrasi dan kecewa. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan motivasi dan semangat kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas dan kinerja tim. Biaya yang dikeluarkan untuk membentuk tim dapat menjadi sia-sia. Hal ini dapat mempengaruhi anggaran organisasi secara keseluruhan dan mengurangi kemampuan untuk mencapai tujuan yang lebih penting (Hudson, Hunter, & Peckham, 2019b). Menurut Thabrany (2020) mencegah fraud harusnya dimulai dari kebijakan yang tidak menciptakan lingkungan kondusif fraud. Kebijakan atau peraturan dan perlakuan yang bijak jauh lebih efektif dibandingkian upaya represif (BPJS Kesehatan, 2020).

BPJS Kesehatan telah mengembangkan usaha pencegahan fraud baik di FKTP maupun FKRTL. Sejak tahun 2020, BPJS Kesehatan telah mengembangkan sistem anti-fraud melalui Smart Collaboration & Artificial Intelligence (AI) dengan digital claim FKRTL, enhancement Mobile JKN menjadi super app, serta implementsi AI for Social Health Insurance (BPJS Kesehatan, 2020). AI dibuat terintegrasi dengan aplikasi Verifikasi Digital yang sudah dikembangkan BPJS Kesehatan sejak tahun 2017, kemudian dikembangkan berdasarkan historis transaksional sehingga terbentuk algoritma yang dapat menedeteksi potensi fraud (BPJS Kesehatan, 2020; Widjajadi, 2023). Pemanfaatan sistem teknologi informasi ini menuntut pemberi layanan untuk senantiasa menulis informasi medis secara lengkap di rekam medis dan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Clinical Pathway (CP) (Mitriza & Akbar, 2019; Sugiarti et al., 2022). Perbedaan pemahaman antara verifikator dengan dokter penanggung jawab pasien juga dapat ditekan dengan penerapan SOP dan CP. Sejalan dengan pemanfaatan teknologi ini, digitalisasi rekam medis yang diupayakan oleh pemerintah melalui Permenkes No. 24 tahun 2022 kedepannya juga dapat menghambat potensi fraud (Indayani et al., 2022).

 

Kesimpulan

����������� Potensi fraud dalam pelaksanaan JKN disebabkan oleh beberapa faktor. Kondisi tarif yang diberlakukan membawa tekanan finansial bagi faskes. Lemahnya regulasi, kurangnya implementasi dari tim pencegahan potensi fraud dan pimpinan, kurangnya keterlibatan dari para stakeholder, perbedaan pemahaman antara verifikator BPJS Kesehatan dan dokter penanggung jawab pasien tentang diagnosis, lemahnya sistem audit dan monitoring dari pimpinan membuka peluang potensi fraud. Kurangnya sosialisasi oleh tim pencegahan fraud kepada pimpinan faskes maupun kepada pegawai dan komitmen yang lemah dari anggota tim pencegahan fraud dan pimpinan faskes membuat rasionalisasi pembenaran dari tindakan fraud. Kapabilitas untuk melakukan fraud terbuka pada lingkungan yang terbiasa melakukan fraud. Membangun budaya bebas fraud dalam lingkungan faskes dapat dimulai dari operasionalisasi kebijakan pencegahan fraud dan kendali mutu kendali biaya. Hal ini dilakukan dengan menentukan target, anggaran dan timeline kegiatan tim pencegahan fraud JKN yang jelas serta melibatkan SDM yang kompeten. Dengan operasionalisasi kebijakan yang jelas didukung koordinasi dan kolaborasi lintas sector, motivasi tim pencegahan fraud dan pimpinan faskes juga dapat meningkat. Faktor lain yang dapat membantu menghambat potensi fraud adalah penulisan informasi medis yang lengkap pada setiap formulir rekam medis, penerapan SOP dan CP, dan digitalisasi rekam medis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adnyana, M. S., & Budi, H. (2023). Potensi Kecurangan (Fraud) Dalam Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19. KRISNA: Kumpulan Riset Akuntansi, 14(2), 162�174. Retrieved from files/223/Adnyana and Budi - 2023 - Potensi Kecurangan (Fraud) Dalam Klaim Penggantian.pdf

 

Anggraeni, D., & Arif, F. H. A. (2018). Peta Potensi Fraud/Korupsi Pengelolaan Dana Kapitasi FKTP Program JKN.

 

Association of Certified Fraud Examiners. (2016). Report to The Nations on Occupational Fraud and Abuse.

 

Association of Certified Fraud Examiners. (2019). Survei Fraud Indonesia.

 

BPJS Kesehatan. (2015, November). Media Internal Resmi BPJS Kesehatan. INFO BPJS KESEHATAN.

 

BPJS Kesehatan. (2020). Perkuat Sistem Teknologi Informasi Sebagai Upaya Pencegahan Fraud JKN. Info BPJS Kesehatan.

 

BPJS Kesehatan. (2021). Kinerja BPJS Kesehatan 2020 Diganjar WTM. Info BPJS Kesehatan.

 

Devi, A. D. K., Suryoputro, A., & Sriatmi, A. (2020). Pemetaan Stakeholder Program Pencegahan Fraud Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kota Semarang. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 19(3), 238�245. Retrieved from files/240/26918.html

 

Dewar, D. M. (2010). Essentials of health economics. Jones and Bartlett Publishers.

Erisnanto, M., & Perdana, H. D. (2018). Violation Reporting System as The Implementation of Fraud Control Plan in The Public Sector (A Study at Dr. Moewardi Hospital). Asia Pacific Fraud Journal, 3(2), 307�318. Retrieved from files/381/Erisnanto and Perdana - 2018 - Violation Reporting System As The Implementation O.pdf

 

Fathurrohman, N., & Dewi, A. (2018). Potential fraud in the primary healthcare. Jurnal Medicoeticolegal Dan Manajemen Rumah Sakit, 7(3), 196�204. Retrieved from files/225/Fathurrohman and Dewi - 2018 - Potential fraud in the primary healthcare.pdf

 

Fatimah, R. N., & Misnaniarti, R. A. S. (2021). Determinan Potensi Fraud Pada Program JKN di Puskesmas Kota X. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1), 46�54. Retrieved from files/222/Fatimah and Misnaniarti - Determinan Potensi Fraud Pada Program JKN di Puskesmas.pdf

 

Gee, J., Button, M., & Brooks, G. (2010). The financial cost of Healthcare fraud.

 

Hudson, B., Hunter, D., & Peckham, S. (2019a). Policy failure and the policy-implementation gap: can policy support programs help? Policy Design and Practice, 2(1), 1�14. https://doi.org/10.1080/25741292.2018.1540378

 

Hudson, B., Hunter, D., & Peckham, S. (2019b). Policy failure and the policy-implementation gap: can policy support programs help? Policy Design and Practice, 2(1), 1�14. https://doi.org/10.1080/25741292.2018.1540378

 

Indayani, F., Ahri, R. A., Amelia, A. R., Gobel, F. A., & Idris, F. P. (2022). The Implementation of Fraud Prevention on the National Health Insurance at Salewangan Maros Hospital, Indonesia: A Qualitative Study. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology, 16(1), 494�501. Retrieved from files/380/Indayani and Batara - Health Insurance at Salewangan Maros Hospital, Ind.pdf

 

Michaela, S. M., Nurmalasari, M., & Hosizah. (2021). Fraud in healthcare facilities: A Narrative Review. Public Health of Indonesia, 7(4), 166�171. https://doi.org/10.36685/phi.v7i4.465

 

Mitriza, A., & Akbar, A. (2019). Analisis Pengendalian Potensi Fraud di Rumah Sakit Umum Daerah Achmad Moechtar Bukittinggi. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(3), 493�499. Retrieved from files/219/Mitriza and Akbar - 2019 - Analisis Pengendalian Potensi Fraud di Rumah Sakit.pdf

 

Mohottige, G., Sujeewa, M., Shukri, M., Yajid, A., Khatibi, A., Ferdous, S. M., & Dharmaratne, A. I. (2018). The New Fraud Triangle Theory-Integrating Ethical Values of Employees. International Journal of Business, Economics and Law, 16(5), 52�57.

 

Moisio, M. A. (2013). A Guide to Health Insurance Billing (4th ed.). New York: Cengage Learning.

 

Mubarok, S., Zauhar, S., Setyowati, E., & Suryadi. (2020). Policy Implementation Analysis: Exploration of George Edward III, Marilee S Grindle, and Mazmanian and Sabatier Theories in the Policy Analysis Triangle Framework. Journal of Public Administration Studies, 5(1), 33�38.

 

Page, M. J., McKenzie, J. E., Bossuyt, P. M., Boutron, I., Hoffmann, T. C., Mulrow, C. D., � Moher, D. (2021). The PRISMA 2020 statement: an updated guideline for reporting systematic reviews. Systematic Reviews, 10(1), 89. https://doi.org/10.1186/s13643-021-01626-4

 

Rashidian, A., Joudaki, H., & Vian, T. (2012). No evidence of the effect of the interventions to combat health care fraud and abuse: A systematic review of literature. PLoS ONE, 7(8), 1�8. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0041988

 

Rizka, Z., Jati, S. P., & Syamsulhuda, B. M. (2018). Analisis pelaksanaan program pencegahan kecurangan (fraud) Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 6(4), 95�104.

 

Sugiarti, I., Masturoh, I., & Fadly, F. (2022). Menelusuri Potensi Fraud dalam Jkn Melalui Rekam Medis di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Vokasional, 7(1), 42�50. Retrieved from files/215/Sugiarti et al. - 2022 - Menelusuri Potensi Fraud dalam Jkn Melalui Rekam M.pdf

 

Widjajadi, R. (2023). Pencegahan Kecurangan Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Sosialisasi Kodersi.

 

Wolfe, D., & Hermanson, D. (2004). The Fraud Diamond: Considering the Four Elements of Fraud. The CPA Journal, 74, 38�42.

 

World Health Organization. (2007). Summary Records of WHO�s Executive Board Meeting. Who Executive Board Meeting 119th and 120th Session. Geneva: World Health Organization.

 

World Health Organization. (2018). New Perspectives on Global Health Spending for Universal Health Coverage Global report. Retrieved from http://apps.who.int/bookorders.

 

 

Copyright holder:

Anugrah Aulia Ulil Amri, Atik Nurwahyuni, Yenny Nariswari Harumansyah (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: