Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
PENGARUH PEMBERIAN POC
BONGGOL PISANG PADA PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACK)
PADA PRE NURSERY
Edward Bahar, Al Muzafri, Hoirun
Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Universitas Pasir Pengaraian, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Kelapa sawit merupakan tanaman tahunan yang memiliki potensi besar untuk menambah devisa negara. Pembibitan merupakan proses awal dalam budidaya kelapa sawit. Untuk meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian Pupuk Organik Cair (POC) bonggol pisang. Tujuan pemberian POC bonggol pisang adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian POC bonggol pisang terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery dan untuk mendapatkan dosis POC bonggol pisang terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery. Perlakuan POC bonggol pisang terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pra pembibitan adalah sebagai berikut: 1. M0 = Tanpa POC 0 ml/L air, 2. M1 = POC 100 ml/L air, 3. M2 = POC 300 ml/L air , 5. M3 = POC 600 ml/L air dan 6. M4 = POC 900 ml/L air, dengan 3 ulangan yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Pasir Pengaraian. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Pasir Pengaraian. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian POC bonggol pisang tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yaitu tinggi tanaman, panjang pelepah, jumlah pelepah, diameter umbi, lebar daun dan kehijauan daun. Pemberian POC bonggol pisang dengan dosis 300 ml/L air cenderung lebih tinggi terhadap tinggi tanaman dan jumlah pelepah. Pemberian POC bonggol pisang dosis 900 ml/L air cenderung lebih tinggi dari segi panjang pelepah dan diameter umbi. Dosis POC 100 ml/L air cenderung lebih tinggi untuk parameter lebar.
Kata kunci: punuk, biji, pelepah, pisang, kelapa sawit.
Abstract
Oil palm is an annual plant that has great
potential to increase the country's foreign exchange. Seeding is the initial
process in oil palm cultivation. To increase the growth of oil palm seedlings,
one effort that can be done is to provide banana weevil Liquid Organic
Fertilizer (POC). The purpose of giving split weevils is to find out the effect
of giving banana weevil POC on the growth of oil palm seedlings in the pre
nursery and to get a dose of banana weevil POC on the growth of oil palm
seedlings in the pre nursery. The treatment of POC banana weevil on the growth
of oil palm seedlings in the pre-nursery is as follows: 1. M0 = Without POC 0
ml/L water, 2. M1 = POC 100 ml/L water, 3. M2 = POC 300 ml/L water, 5. M3 = POC
600 ml /L water and 6. M4 = POC 900 ml /L water, with 3 replications arranged
in a completely randomized design (CRD). This research was conducted at the
experimental garden of the Faculty of Agriculture, University of Pasir
Pengaraian. This research was conducted at the experimental garden of the
Faculty of Agriculture, University of Pasir Pengaraian. From the results of the
study it can be concluded that the administration of banana weevil POC had no
significant effect on all parameters, namely plant height, frond length, number
of fronds, tuber diameter, and leaf width and leaf greenness. Provision of POC
banana weevil at a dose of 300 ml / L of water tends to be higher for plant
height and number of fronds. Giving banana weevil POC dose of 900 ml/L of water
tends to be higher in terms of midrib length and tuber diameter. The POC dose
of 100 ml/L of water tends to be higher for the width parameter.
Keywords: humps, seeds, fronds, bananas, oil palm.
Pendahuluan
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack) adalah salah satu komoditi andalan di Indonesia.
Kementerian Pertanian (2021) melaporkan bahwa Indonesia
menempati urutan pertama sebagai negara dengan luas tanaman sawit yang
menghasilkan kelapa sawit terbesar di dunia mencapai 16.755.437 hektar dengan produksi 49.710.345ton/tahun. Badan Pusat
Statistik Riau (2020) mencatat luas perkebunan kelapa sawit di Rokan Hulu pada
tahun 2019 mencapai 480.665 hektar dengan produksi sebesar 1.195.460 ton/tahun
dimana luas perkebunan kelapa sawit di Rokan Hulu mengalami peningkatan
dibandingkan pada tahun 2015 yakni mencapai 422.861 hektar dengan produksi
sebesar 1.538.092 ton/tahun. Hal ini menunjukan bahwa prospek pengembangan
terhadap komoditi kelapa sawit masih terbuka luas, dan perlu adanya upaya
meningkatkan produktifitas kelapa sawit di Rokan Hulu. Peningkatan luas lahan
untuk perkebunan kelapa sawit menyebabkan kebutuhan bibit semakin tinggi
(Sutanto et al., 2003).
Pembibitan merupakan langkah awal dari
seluruh rangkaian kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit. Faktor utama yang
mempengaruhi produktivitas tanaman diperkebunan kelapa sawit yaitu penggunaan
bibit yang berkualitas. Menurut Pahan (2006) bahwa investasi yang sebenarnya
bagi perkebunan komersial berada pada bahan tanaman (benih/bibit) yang akan
ditanam, karena merupakan sumber keuntungan pada petani sawit. Pembibitan kelapa sawit pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu Pre Nursery
dan Main Nursery, dalam penyediaan bibit kelapa sawit Main Nursery harus
diperhatikan kualitas dan kuantitas bibit kelapa sawit secara benar dan tepat,
agar mendapatkan bibit kelapa sawit yang baik. Bibit kelapa
sawit yang baik memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta
berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan saat pelaksanaan trans planting (Asmono et
al., 2003). Untuk memperoleh bibit kelapa sawit yang baik, maka diperlukan
beberapa perlakuan selama proses pembibitan seperti perbaikan media tanam,
penggunaan bibit unggul, penyiraman dan pengendalian penyakit dan hama,
pemupukan organik, dan pemberian amelioran pada saat pembibitan. Menurut
Parnata (2010) masalah yang sering dihadapi pada saat pembibitan kelapa sawit
adalah kemampuan tanah dalam penyediaan unsur hara secara terus menerus bagi
pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit yang terbatas.Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk menambah unsur hara, yakni dengan pemberian POC.
Pupuk organik atau pupuk alam adalah
pupuk yang dihasilkan dari sisa-sisa tanaman (antara lain
bonggol pisang), hewan, dan manusia seperti pupuk hijau, kompos, pupuk kandang,
dan hasil sekresi hewan dan manusia. Pupuk organik mengandung berbagai macam
nutrien yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk organik merupakan
pupuk yang mudah diperoleh dan murah untuk meningkatkan kualitas tanah.
Keuntungan dalam menggunakan pupuk organik yaitu dapat memperbaiki struktur
tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di
dalam tanah, dan mengandung nutrien bagi tanaman. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan penggunaan pupuk organik (Refliaty dkk., 2011).
Bonggol pisang mengandung gizi yang
cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap, mengandung karbohidrat (66%),
protein 0,36%, air
86,0%, dan
mineral-mineral penting, bonggol pisang mempunyai kandungan pati 45,4% dan
kadar protein 4,35%. Kandungan gizi bonggol pisang berpotensi digunakan sebagai
sumber mikroorganisme lokal karena kandungan gizi dalam bonggol pisang dapat
digunakan sebagai sumber makanan sehingga mikrobia berkembang dengan baik.
Bonggol pisang mengandung mikrobia pengurai bahan organik. Mikrobia pengurai
tersebut terletak pada bonggol pisang bagian luar maupun bagian dalam. Jenis
mikrobia yang telah teridentifikasi pada POC bonggol pisang antara lain Bacillus sp., Aeromonas sp., dan Aspergillus
nigger. Mikrobia inilah yang biasa mendekomposisi bahan organik (Kusumastuti,
A., et al. 2015).
Bonggol Pisang (Musca paradisiaca) memiliki banyak mata tunas yang di dalamnya terdapat giberelin dan sitokinin sehingga dapat
mengundang mikroorganisme lain untuk datang. Bonggol Pisang (Musca paradisiaca)
mengandung beberapa mikroorganisme yang berperan baik dalam penyuburan tanah (Faridah, Sumiyati, & Handayani, 2013). Sedangkan menurut Suhastyo (2011), bonggol pisang
mengandung N 2.2 ppm Fe 0,09 ppm, dan Mg 800 ppm, dan juga mengandung mikrobia
pengurai bahan organik, mikrobia pengurai tersebut terletak pada bonggol pisang
bagian luar maupun bagian dalam jenis mikroorganisme yang teridentifikasi pada
bonggol pisang antara lain Bacillus sp,
Aeromonas sp, Aspergillus, mikroba pelarut Fosfat dan mikroba selulotik yang dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk cair.
Hasil
penelitian Ragil (2016) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik cair daun
kelor dan bonggol pisang dengan konsentrasi 60% dapat meningkatkan tinggi
batang dan jumlah daun tanaman sawit. Bersadarkan permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui �Pengaruh Pemberian POC Bonggol Pisang Pada
Pertumbuhan Kelapa Sawit (Elaeis
Guineensis Jack) Di Pre Nursery�.
Metode Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dari bulan dari bulan April 2022 sampai Juni 2022 di Kebun Percobaan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Pasir Pengaraian
Kecamatan Rambah Hilir, Kabupaten Rokan Hulu.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bonggol pisang, bibit kelapa sawit varietas D x P Marihat umur 0-3
bulan, polybag (15 x 21), EM-4, air, gula merah. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain parang, drum plastik, cangkul, tali plastik, pisau,
plang penelitian, kayu, alat tulis, gembor, timbangan, kamera, serta alat
pendukung lainnya dalam penelitian ini . Perlakuan yang diberikan adalah :
1.
M0 = Tanpa POC /0 ml/L
air
2.
M1 = POC 100 ml/L air
3.
M2 = POC300 ml /L air
4.
M3 = POC600 ml /L air
5.
M4 = POC900 ml /L air
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, masing-masing perlakuan dan 3 ulangan setiap
plot terdiri 6 tanaman dimana terdapat 3 tanaman sampel.
Pengamatan dilakukan pada tanaman sampel dari
setiap perlakuan. Parameter yang diamati selama penelitian berlangsung yaitu
tinggi tanaman, panjang pelepah, jumlah pelepah, diameter bonggol, lebar daun,
tingkat kehijauan daun.
A. Pelaksanaan
Penelitian
Penanaman dilakukan dengan cara melubangi
bagian tengah media, lalu memasukkan bibit beserta tanah tersebut. Kemudian
menekan bagian atas secara perlahan agar perakaran menyatu dengan tanah.
Sebelum bibit ditanam media akan disiram dengan air, agar tanah semakin padat.
Setelah itu bibit disusun sesuai dengan susunan tata letak bagian percobaan di
lapangan.
B. Pembuatan
Pupuk Organik Cair Bonggol Pisang
Menurut Karolina, 2018. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatanpupuk cair bonggol pisang adalah bonggol pisang
sebanyak 10 kg yangsudah dipotong-potong, gula merah sebanyak 2 kg, EM4 700 ml,
dan air. Bahan-bahantersebut dimasukkan ke dalam drum plastik, diaduk secara
merata dan ditutuprapat. Fermentasi dilakukan selama 14 hari. Akhir dari proses
fermentasi ditandai dengan timbulnya gas, permukaan wadah menggelembung,
terdapat tetesan airditutupan wadah fermentasi, tercium aroma tape, dan
terdapat lapisan berwarnaputih baik dipermukaan larutan maupun didinding wadah
fermentasi. Setelah itupupuk siap dipakai dengan cara disaring menggunakan alat
penyaring.
C. Persiapan
Lahan
Lahan yang akan digunakan berupa hamparan yang
dibersihkan terlebih dahulu menggunakan parang, dengan ukuran (9x4) m untuk
meletakkan bibit/polybag
nantinya. Dimana jarak antar polybag
30 cm dan jarak blok yaitu 50 cm.
D. Pemupukan
Tanaman
Sebagai pupuk dasar digunakan pupuk NPK dengan
dosis 20 g/bibit, diberikan pada umur 30 dan 60 HSPT. Pemberian dilakukan
dengan cara menaburkan disekitar batang dengan jarak 2 cm. Tujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian POC bonggol pisang dan untuk mendapatkan dosis POC bonggol pisang
terhadap pertumbuhan bibit sawit di pre nursery.
Aplikasi POC dilakukan dengan pengenceran
sesuai dengan masing-masing konsentrasi POC yaitu 0 ml, 100 ml, dan 300 ml, 600
ml dan 900 ml dilarutkan dalam air sampai menjadi 1Liter dilakukan setelah
penanaman sesuai dengan perlakuan.Pemberian perlakuan POC diberikan sebanyak 2
kali yaitu pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam (1 minggu) dan 21
hari setelah tanam (3 minggu) dengan konsentrasi yang telah ditentukan pada setiap
perlakuan.
E. Perawatan
Tanaman
Penyiraman dilakukan pada setiap pagi atau sore
hari dengan menggunakan gembor hingga tanah tampak basah kecuali pada saat
hujan. Tujuan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah dan memenuhi kebutuhan
air tanaman.
Penyiangan dilakukan pada saat telah ditemukan
gulma pada areal penelitian baik di dalam maupun di luar polybag.Tujuan
penyiangan adalah untuk mencegah terjadinya persaingan air, unsur hara dan
cahaya antara gulma dengan tanaman utama. Penyiangan dilakukan dengan cara
mencabut gulma menggunakan tangan dilakukan setiap minggunya hingga penelitian
selesai.
F.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilihat
dari kondisi penelitian di lapangan. Jika tingkat serangan masih rendah maka
dikendalikan dengan cara mengambil hama menggunakan tangan, namun jika tingkat
serangan sudah cukup tinggi maka akan dikendalikan dengan menggunakan kimiawi
dengan dosis sesuai anjuran masing-masing produk.Tujuan mengendalikan hama dan
penyakit agar tidak menghambat pertumbuhan bibit.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
analisis kandungan unsur hara pupuk organik cair bonggol pisang
Tabel 1
Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara
POC Bonggol pisang.
Unsur Hara |
Jumlah
Kandungan hara |
Standar Baku
mutu kompos (261-KPIS-SR.310/M/42019) |
Rasio
C/N |
6.80% |
- |
C
� Organik |
1.02
% |
10
% |
N
� Total |
0.15
% |
0.5
% |
P2O5 |
0.17
% |
3-6
% |
K2O |
0.20
|
3-6
% |
(Sumber: Lab Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Riau)
Hasil
analisis kandungan unsur hara POC bonggol pisang memberikan hasil pada Rasio
C/N pada POC sebesar 6.80 % hasil ini menunjukkan bahwa C/N pada POC cukup
tinggi sehingga menyatakan bahwa C-Organik POC masih tinggi yaitu sebesar 1.02%
hal ini menandakan bahwa POC bonggol pisang belum matang sehingga tidak
terdekomposisi dengan baik, N-Total (0.15 %) pada POC Bonggol pisang� telah mencukupi standar baku mutu, sedangkan
P205 (0.17%) dan K20 (0.20%) pada POC Bonggol pisang belum mencukupi standar
baku mutu POC (261-KPIS-SR.310/M/42019).
A. Tinggi Bibit (cm)
Gambar 1
Rerata tinggi bibit kelapa sawit pada berbagai umur
pengamatan akibat perlakuan POC bonggol pisang
Pemberian POC bonggol pisang berbeda tidak
nyata pada setiap perlakuan, namun pada perlakuan (M2) cenderung lebih tinggi
dibanding kontrol dan perlakuan yang lainnya saat berumur 90 hari setelah
pindah tanam yaitu 6.83 cm , tanpa perlakuan M0 (4.16 cm), perlakuan M1 (3.36
cm),� perlakuan M3 (3.42 cm), dan
perlakuan M4 (3.42 cm). Hal ini diduga karena unsur hara yang terkandung dalam
POC belum mampu mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman, sejalan dengan hasil
uji laboraturium yang dilakukan oleh peneliti bahwa kandungan unsur hara
Nitrogen hanya 0,15 % yang dihasikan oleh POC bonggol pisang. Hal ini sejalan
dengan pendapat Herlina (2003) yang menyatakan bahwa apabila unsur hara
tersedia dalam jumlah banyak maka lebih banyak pula protein yang terbentuk
sehingga pertumbuhan tanaman dapat lebih baik.Selain itu kebutuhan unsur hara
masing � masing tanaman berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutedjo (2002)
menyatakan bahwa kebutuhan unsur hara untuk tiap fase pertumbuhan dan
perkembangan tanaman berbeda � beda. Hasil pengamatan pada penelitian ini
sejalan dengan Alfarizi et al., (2017) yang menyatakan bahwa pemberian pupuk
organik pada bibit kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap parameter
tinggi bibit.
B. Lebar Daun
(cm)
Gambar 2
Rerata lebar daun kelapa sawit pada berbagai umur
pengamatan akibat perlakuan POC bonggol pisang
Pemberian POC bonggol pisang berbeda tidak
nyata pada setiap perlakuan, namun pada perlakuan (M1) cenderung lebih tinggi
dibanding kontrol dan perlakuan yang lainnya saat berumur 90 hari setelah
pindah tanam yaitu 2.93 cm , tanpa perlakuan M0 (2.8 cm ), perlakuan M2 (2.55
cm),� perlakuan M3 (2.87 cm), dan
perlakuan M4 (2.98 cm). Hal ini diduga karena unsur hara yang terkandung dalam
POC belum mampu mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman.hal ini dikarenakan
kadar N (0.15 %) POC bonggol pisanghanya mampu mencukupi pada umur 30 HSPT.
Lakitan (2007) menyatakan bahwa tanaman yang tidak mendapatkan tambahan
nitrogen akan tumbuh kerdil serta daun yang terbentuk juga lebih kecil, tipis
dan jumlah nya akan sedikit, sedangkan tanaman yang mendapat tambahan unsur
hara nitrogen maka daun yang terbentuk akan lebih banyak dan lebar, karena
unsur hara yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun
adalah nitrogen.
����������� Menurut
Muharam dan Rahayu, (2011) bahwa pemberianpupuk pupuk hayati dan pupuk organik
akan memberikan pengaruh yang berbedaterhadap kondisi sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Semakin besar bahan organic yang diberikan maka akan semakin
meningkatkan daya dukung tanah terhadap tanaman dan meningkatkan komposisi hara
yang ada didalam tanah. Unsur harayang paling dibutuhkan tanaman dalam
pertambahan tinggi tanaman dan lebar daun adalah unsur nitrogen. Nitrogen
beperan dalam meningkatkan laju fotosintesis dan meningkatkan sintesa protein
sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman seperti akar, batang dan
daun.
C. Panjang Pelepah (cm)
Gambar 3
Rerata panjang pelepah bibit kelapa sawit pada berbagai
umur pengamatan akibat perlakuan POC bonggol pisang
Pemberian POC bonggol pisang perlakuan (M4)
cenderung lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan dan perlakuan yang lainnya
pada saat berumur 60 dan 90 hari setelah pindah tanam yaitu 11.53� cm dan 13.30�
cm, tanpa perlakuan (9.85 cm dan 10.93 cm), perlakuan M1 (11.00 cm dan
12.93 cm), perlakuan M2 (7.85 cm dan 9.50 cm), dan perlakuan M3 (11.55 cm dan
12.66 cm).Hal ini diduga karena tingkat kematangan POC belum sempurna sehingga
penambahan panjang pelepah kelapa sawit tidak signifikan di awal bulan
pengukuran hal ini didukung dengan hasil analisis labor POC bonggol pisang
dengan rasio C/N 6.80%.
Menurut Corley & Tinker (2016), pada masa
pembibitan rata-rata pertambahan jumlah daun kelapa sawit sebanyak 2-4
helai/bulan sampai bibit kira-kira berumur enam bulan. Menurut Salisbury and
Ross (1992), laju pembentukan daun (jumlah daun per satuan waktu) atau indeks
plastokhron (selangwaktu yang dibutuhkan per daun tambahan yang terbentuk)
relatif konstan jika tanaman ditumbuhkan pada level suhu udara dan intensitas
cahaya yang juga konstan
D. Jumlah pelepah
(helai)
Gambar 4
Rerata jumlah pelepah bibit kelapa sawit pada berbagai umur
pengamatan akibat perlakuan POC bonggol pisang
Pemberian POC bonggol
pisang perlakuan (M2) cenderung lebih tinggi dibandingkan tanpa
perlakuan dan perlakuan yang lainnya saat berumur 30 hari setelah pindah tanam yaitu 6.83 helai , tanpa perlakuan (3.34 helai), perlakuan M1 (3.36
helai), perlakuan M3 (3.42 helai), dan perlakuan M4(3.72 helai).Hal ini diduga karenaunsur
haraN, P, dan K yang terkandung pada POC yang diberikan dan diserap tanaman terlalu sedikit sehingga tidak mampu
mencukupikebutuhan hara bibit. Menurut Suwono (2012) bahwa tanaman akan tumbuh
subur apabila unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia dalam proporsi yang
seimbang terutama unsur hara makro N, P dan K.
Sedangkan
unsur hara P
berperan dalam pembelahan dan pembentukan organ tanaman. Dari hasil analisis POC
kandungan unsur hara N dan P cukup besar yaitu 0.15 % (N) dan 0.15 % (P)
sehingga sangat berpengaruh pada parameter jumlah pelepah. Sesuai dengan pendapat Sudrajat
(2014), ketersediaan unsur N dapat mempengaruhi pelepah dalam bentuk dan
jumlah. Hasil
penelitian yang dilakukan Anjani et al.,
(2017), menyatakan bahwa pemberian pupuk POC dan NPK, pada bibit kelapa sawit memberikan
hasil yang berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah pelepah.
E. Diameter Bonggol
(cm)
Gambar 5
Rerata diameter bonggol bibit kelapa sawit pada berbagai
umur pengamatan akibat perlakuan POC bonggol pisang.
Pemberian
kompos pelepah sawit perlakuan (M4)
cendrung lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan dan perlakuan yang lainnya
60 dan 90 hari setelah pindah tanam yaitu 0.60cm dan 0.77 cm, tanpa perlakuan (0.51 cm dan 0.66 cm), perlakuan M1 (0.51cm dan 0.67 cm), perlakuan M2 (0.52 cm dan 0.61 cm), dan
perlakuan M3 (0.58 cm dan 0.75 cm). Hal ini
diduga karena pemberian POC belum mampu menyediakan unsur
hara yang dibutuhkan bibit kelapa sawit sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman
seperti pertambahan diameter bonggol tidak signifikan. Salah satu unsur hara
makro yang dapat mendukung dalam pertumbuhan diameter bonggol adalah phosfor.
Unsur hara phosfor dapat berasal dari bahan organik berupa kompos, pupuk kandang ataupun sisa tanaman dan pupuk buatan,
sesuai dengan kandungan uji laboratorium yang peneliti lakukan yaitu hanya ada
0,19 % unsur phosphor yang tersedia di POC bonggol pisang. Menurut Hardjowigeno (2010) fungsi
dari unsur hara phosfor adalah pembelahan sel, memperkuat batang agar tidak
mudah roboh dan perkembangan akar. Phosfor merupakan bagian dari inti sel yang
sangat penting dalam pembelahan sel dan juga untuk perkembangan jaringan
meristem.
Hasil penelitian yang dilakukan (Kesumaningwati, 2015). menyatakan bahwa pemberian pupuk
organik secara tunggal pada bibit kelapa sawit�
memberikan hasil yang berpengaruh tidak nyata terhadap parameter
diameter bonggol pada umur 3 � 7 bulan
F. Tingkat
Kehijauan Daun
Gambar 6
Rerata tingkat kehijauan daun bibit kelapa sawit pada umur
90 HST pengamatan akibat perlakuan POC bonggol pisang.
Pemberian POC bonggol pisang tanpa perlakuan
(A0) cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lainnya saat berumur 90
hari setelah pindah tanam yaitu berwarna hijau tua (4.50), perlakuan A1berwarna
hijau (4.22), perlakuan A2 berwarna hijau tua(4.50), perlakuan A3 berwarna
hijau tua(4.44) dan perlakuan A4 berwarna hijau (4.22). Hal ini diduga karna
kandungan N 0.15 % POC yang masih sedikit sehingga belum mampu memberikan
pengaruh nyata terhadap penambahan kehijauan daun pada bibit, serta menunjukkan
bahwa terjadi penambahan jumlah klorofil pada daun bibit kelapa sawit. Warna
daun berubah menjadi hijau tua sejalan dengan pertambahan umur daun, warna
hijau daun sangat berkaitan erat dengan kandungan klorofil.Sinaga et al. (2014), menyatakan bahwa hara N sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman karena membantu proses fotosintesis.
Melalui unsur hara N akan terjadinya proses fotosintesis dengan adanya
klorofil. Peningkatan hasil fotosintesis akan diikuti dengan bertambahnya
jumlah klorofil daun, sehingga dapat meningkatkan kehijauan daun.
Hasil
penelitian Nainggolan (2002), memperlihatkan bahwa pada bibit umur 9 bulan yang
tumbuh jagur dan sehat, memiliki kadar dan keseimbangan hara pada pelepah daun
kesembilan dengan kisaran nilai tertentu.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan bahwa
pemberian berbagai dosis POC bonggol pisang memberikan pengaruh berbeda
tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan. Pemberian POC bonggol pisang dosis 300 ml /L air cenderung lebih tinggi terhadap tinggi tanama dan jumlah pelepah. Pemberian POC bonggol
pisang dosis POC 900 ml /L air cenderung lebih tinggi
terhadap panjang pelepah dan diameter bonggol. Dosis POC 100 ml/L air cenderung lebih tinggi
terhadap parameter lebar daun.
BIBLIOGRAFI
Alfarizi, S. 2017. Respon Bibit Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis Jacq) di Main Nursery
pada Media Tanam Sub Soil terhadap Bahan Pembenah Tanah dan Pupuk Organik.
AGROSAMUDRA, Jurnal Penelitian Vol. 5 No. 1 . 41-52.
Anjani, L. P. A., & Yadnya, I. P. (2017).
Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan
Perbankan Yang Terdaftar di BEI. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 6(11),
5911�5940.
Asmono, D., Purba A.R., Suprianto E., Yenni Y.,
& Akiyat. 2003.Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
Badan Pusat Statistik Riau. 2020. Statistik
Perkebunan. https://riau.bps.go.id/ diakses tanggal 19 Mei 2020.
Corley, R.H.V. and Tinker, P.B. (2016) The Oil
Palm. Wiley-Blackwell, Hoboken.https://doi.org/10.1002/9781118953297
Farida, A., Sumiyati, S. dan Handayani, D. S.
2013. Studi perbandingan pengaruh penambahan aktivator agri simba dengan mol
bongkol pisang terhadap kandungan unsur hara makro (cpnk) kompos dari blotong
(sugarcane filter cake) dengan variasi penambahan kulit kopi. Jurnal teknik
lingkungan 3 (1) : 1 � 11.
Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah Akademika Pressindo. Jakarta.
Harlina, N. 2003. Pemanfaatan pupuk majemuk sebagai sumber hara. Institut
Pertanian Pertanian Bogor
Karolina W.M. 2018. Pengaruh Organik Cair
Bonggol Pisang Kepok (Musa acuminate L.) Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Okra Merah (Abelmoschus caillei). Skripsi. Program Studi
Pendidikan Biologi. Universitas Sanata Dharma.Yokyakarta.
Kementerian Pertanian. 2021. Outlook Komoditi
Kelapa Sawit. Jakarta. Kusumastuti, A., et al. 2015. Pengaruh Pupuk NPK dan
Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Main Nursery. Jurnal Agro Industri
Perkebunan. Volume 3 No. 2.69-81.
Lakitan,. B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi
Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Muharam, J. dan Rahayu, Y. S. 2011. Upaya-Upaya Peningkatan hasil
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Varietas Inpari I Melalui Penggunaan
Kombinasi Pupuk hayati, Bahan Organik dan Pupuk Anorganik. Solusi 9(19).��
Naiggolan, E.R. 2002.
Respon Pertumbuhan beberapa Varietas Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) terhadapAplikasi Pupuk yang Bersifat Slow
Release di Bibitan Main Nursery. Skripsi.JurusanAgronomi,Fakultas Pertanian,
Unika Santo Thomas, Medan, 66 hal.
Pahan, I., 2006.
Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisinis dari Hulu hingga Hilir.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Parnata, A.S. 2010.
Meningkatkan Hasil Panen Dengan Pupuk Organik. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Ragil. 2016. Pemanfaatan
Daun Kelor dan Bonggol Pisang Kepok Sebagai Pupuk.
Refliaty., Tampubolon, E., Hendriansyah.�� 2011. Pengaruh Pemberian
Kompos Sisa Biogas Kotoran� Sapi� terhadap�
Perbaikan� Beberapa Sifat Fisik
Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine max L
merill). Jurnal Hidrolitan 2(3):103�114.
Salisbury, F.B. and Ross, C.W. (1992) Plant
Physiology, Hormones and Plant Regulators: Auxins and Gibberellins. 4th
Edition, Wadsworth Publishing, Belmont, 357-381.
Sudrajat. 2014. Optimasi Dosis Pupuk Nitrogen
dan Fosfor pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. J. Argon. Indonesia
42(3):222-227(2014)
Sutedjo, M.M.(2002).Pupuk dan Cara Pemupukan.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Saswono.2010.
Pembuatan Briket Arang dari Tempurung Buah Nyamplung. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Sinaga, P., Meiriani,
M., & Hasanah, Y. H. Y. (2014).Respons Pertumbuhan dan Produksi Kailan (Brassica oleraceae L.) pada Pemberian
Berbagai Dosis Pupuk Organik Cair Paitan (Tithonia diversifolia (Hemsl.)
Gray).AGROEKOTEKNOLOGI, 2 (4).1584-1588.
Suhastyo. 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat
Kimia Mikroorganisme Lokal yang Digunakan pada Budidaya Padi Metode SRI (System
of Rice Intenssification). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Sutanto, A; Akiyat; A.
Koeadadiri; B. H. Sitanggang; E. S. Sudarta; E. Syamsudin; J. Brahmana; K.
Martoyo; Maskuddin; M. L. Fadli; P. Purba; R. Y. Purba; Soegiyono; S.
Priwrosukarto; Winarna; W. Darmosarkoro. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Indonesia Oil Palm Research Institute (IOPRI).
Sumatra Utara. Medan.)
Copyright holder: Edward Bahar, Al Muzafri, Hoirun (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |