Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia �p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
10, Oktober 2022
DAMPAK JALAN TOL TERHADAP TATA RUANG SEKITAR TOL
DESARI
Dhaneswara Nirwana Indrajoga, Lin Yola
Sekolah Kajian Stratejik dan
Global, Universitas Indonesia, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Abstrak
Pengembangan infrastruktur jalan tol yang pesat
di Indonesia, terutama pada periode 2014-2023, merupakan bagian dari Program
Strategis Nasional (PSN) Presiden Joko Widodo dengan tujuan untuk meningkatkan
transportasi dan pertumbuhan ekonomi. Jaringan jalan tol diharapkan dapat
meningkatkan distribusi barang dan mobilitas masyarakat, menjadikan Indonesia
kompetitif di tingkat global. Pengembangan jalan tol juga membuka akses ekonomi
dan merangsang pertumbuhan ekonomi, sehingga membutuhkan keterlibatan aktif
pemerintah dan otoritas regional dalam menciptakan koridor ekonomi yang
berkelanjutan. Integrasi infrastruktur jalan tol dengan rencana pengembangan
regional, seperti kawasan industri, pelabuhan, bandara, dan destinasi
pariwisata, dapat memaksimalkan manfaat dari jaringan jalan tol. Pengembangan
jalan tol juga harus memprioritaskan keberlanjutan lingkungan dengan
melestarikan daerah hijau dan mendorong aktivitas ekonomi yang menciptakan
lapangan kerja dan pendapatan berkelanjutan bagi masyarakat lokal. Jalan tol
Antarsari-Depok (Desari) digunakan sebagai studi kasus untuk mengevaluasi dampak
pengembangan jalan tol terhadap tata ruang dan dinamika ekonomi.
Kata
kunci: Dampak jalan tol,
Tata ruang sekitar, Tol
Desari.
Abstract
The rapid
development of toll road infrastructure in Indonesia, especially during the
2014-2023 period, is part of President Joko Widodo's National Strategic Program
(PSN) with the aim of improving transportation and economic growth. The toll
road network is expected to enhance the distribution of goods and people's
mobility, positioning Indonesia competitively on the global stage. The
development of toll roads also opens up economic access and stimulates economic
growth, requiring the government and regional authorities to actively engage
strategic partners in creating sustainable economic corridors. Integration of
toll road infrastructure with regional development plans, such as industrial
estates, ports, airports, and tourism destinations, can maximize the benefits
of the toll road network. The development of toll roads should also prioritize
environmental sustainability by preserving green areas and promoting economic
activities that generate jobs and sustainable income for local communities. The
Antarsari-Depok (Desari) toll road serves as a case study to assess the impact
of toll road development on spatial layout and economic dynamics.
Keywords: Toll
road impact, Surrounding spatial layout, Desari toll road.
Pendahuluan
Pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia terus
meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, terutama periode 2014-2022,
sebagai Program Strategis Nasional (PSN) Pemerintahan Joko Widodo, yang
diharapkan tuntas pada 2024. Jokowi
berharap, jika semua jalan tol
sudah terbangun, maka kecepatan
distribusi barang dan mobilitas orang di Indonesia bisa bersaing dengan negara
lain. Presiden meyakini bahwa negara yang cepat bisa memenangkan kompetisi
dengan negara lain.
Dalam
periode masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah
dibangun 1.848,1 kilometer (km) jalan tol atau sekitar 264,01 km per tahun di seluruh Tanah Air dalam
tempo hampir sembilan tahun (Oktober 2014-Maret 2023) (Badan Pengatur Jalan
Tol/BPJT, Maret 2023).
Dari
data BPJT (2023),
pada periode 2015-2019 pemerintahan Jokowi berhasil
membangun 1.298,3 km jalan tol. Jumlah ini terdiri dari 132 km di 2015, 44 km
di 2016, 156 km di 2017, dan
450 km di 2018 serta 516 km di 2019. Lalu, pada 2020 sampai Maret tahun
ini jalan tol yang sudah selesai dibangun bertambah sebesar 535,46 km. Jumlah
ini akan terus bertambah sampai 2024 mendatang.
Sampai
akhir 2023, diharapkan ada tambahan sepanjang 309,78 km jalan tol yang bisa
beroperasi. Di mana ini terdiri dari 13 ruas jalan tol yang sedang dalam proses
pembangunan. Sedangkan,
target jalan tol yang diharapkan bisa beroperasi pada 2024 nanti sepanjang
262,41 km yang terdiri dari sembilan ruas, termasuk akses menuju IKN sepanjang
52,8 km.
Namun pembangunan
infrastruktur
jalan tol yang masif, terutama
di Trans Jawa dan Trans Sumatera,
cepat atau lambat, akan mengubah peta perkembangan kota dan
pemanfaatan ruang
di sepanjang koridor jalan tol dan kawasan sekitar gerbang tol. Pusat pertumbuhan ekonomi akan mengelompok, teraglomerasi,
berkiblat ke jalan tol, dan terkonsentrasi di sekitar kota/kabupaten yang
dilalui jalan tol. Untuk itu diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang
di sekitar jalan tol.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, pengendalian pemanfaatan
ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang yang merupakan salah satu
tahap yang tidak terpisahkan dari proses penyelenggaraan penataan ruang.
Dalam UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 68 dijelaskan
bahwa sanksi administratif dapat diberikan melalui peringatan tertulis,
penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan
lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan
fungsi ruang; dan/atau denda administratif, yang menjadi tugas pemerintah daerah.
Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, penulis
melakukan penelitian dampak jalan tol terhadap tata ruang di
sekitar jalan tol agar terwujud tertib
tata ruang kawasan sekitar jalan tol. Selain itu, mengidentifikasi isu-isu permasalahan di kawasan sekitar jalan tol,� mengidentifikasi pemanfaatan ruang di kawasan sekitar jalan tol, dan
merekomendasikan upaya
pemanfaatan ruang di kawasan
sekitar jalan tol, agar penataan
ruang sekitar jalan tol
aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Gambar 1
Lokasi
Penelitian (Analisis, 2023, Sumber: Google Maps)
Metode Penelitian
Pendekatan
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif meneliti tentang suatu sistem berfungsi dan dampak atas
sistem yang dinamis, terkait dengan konteks tertentu (Patton, 2015). Pendekatan
kualitatif memberikan cara
untuk mencari tahu cara berpikir dan apa yang dilakukan oleh manusia dengan
cara mengamati, mewawancarai, dan menganalisis dokumen.
Data
yang dibutuhkan terdiri dari dua teknik pengumpulan data yaitu data primer dan
sekunder. Data Primer merupakan data yang didapatkan langsung dari narasumber
dan data sekunder merupakan data yang didapat dari laporan, catatan dan dokumen
pendukung lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Lingkup lokasi
penelitian ini
meliputi bagian dari ruas
jalan tol Antasari (DKI Jakarta) - Depok (Jawa Barat) (Tol Desari).
Metode
penelitian ini
mencakup metode
studi
literatur yakni menginventarisasi rencana tata ruang lokasi
penelitian dan
peraturan perundangan terkait aturan yang terkait pemanfaatan ruang jalan tol
di wilayah studi, serta mengidentifikasi dan mengkaji pelanggaran pemanfaatan ruang di
kawasan sekitar jalan tol.
Selanjutnya, metode pendekatan
kepada pemangku kepentingan atau pihak terkait yaitu melakukan pendekatan dengan melibatkan pemangku
kepentingan pengelola jalan tol, serta
melakukan survei
dan verifikasi lapangan, dan merumuskan
rekomendasi upaya penataan ruang di sekitar
jalan tol.
Hasil dan Pembahasan
Kebijakan terkait Jalan Tol
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2005
tentang Jalan Tol, Pasal 1, jalan
tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang
penggunanya diwajibkan membayar tol.
Penyelenggaraan
jalan tol dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasilnya
serta keseimbangan dalam pengembangan wilayah dengan memperhatikan
keadilan, yang dapat dicapai dengan membina jaringan jalan yang dananya berasal dari
pengguna jalan.
Tujuan
dari jalan tol ialah untuk meningkatkan
efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi
terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya (Pasal 2 UU No.
15/2005). Mengingat jalan tol
merupakan jalan umum yang mempunyai karakteristik lebih tinggi dibanding dengan
karakteristik jalan arteri serta mempunyai fungsi yang vital, maka jalan tol harus
memenuhi berbagai macam spesifikasi serta persyaratan teknis.
Adapun
persyaratan teknis jalan tol antara lain jalan
tol mempunyai tingkat pelayanan keamanan dan kenyamanan yang lebih tinggi dari jalan umum yang ada
dan dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas
tinggi. Jalan
tol yang digunakan untuk lalu lintas antar kota didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 80 kilometer per jam
dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana
paling rendah 60 kilometer per jam.
Selain itu, jalan tol didesain untuk mampu menahan Muatan Sumbu
Terberat (MST) paling rendah
8 ton. Setiap ruas jalan tol harus
dilakukan pemagaran, dan dilengkapi dengan fasilitas penyebrangan jalan dalam
bentuk jembatan atau terowongan. Pada tempat-tempat yang dapat membahayakan
pengguna jalan tol, harus diberi bangunan pengaman yang mempunyai kekuatan dan
struktur yang dapat menyerap energi benturan kendaraan. Setiap jalan tol wajib
dilengkapi dengan aturan perintah dan larangan yang dinyatakan dengan rambu
lalu lintas, marka jalan, atau alat pemberi isyarat lalu lintas.
Untuk
spesifikasi jalan tol meliputi tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas
jalan lain atau dengan prasarana transportasi lainnya, jumlah jalan masuk dan
jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan
masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh. Jarak antarsimpang susun
paling rendah 5 kilometer untuk jalan tol luar perkotaan dan paling rendah 2 km
untuk jalan tol dalam perkotaan.
Selain
itu, jumlah lajur sekurang-kurangnya 2 lajur per arah, menggunakan pemisah
tengah atau median. Lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan
sebagai jalur lalu lintas sementara dalam keadaan darurat. Pada setiap jalan
tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi pengaman lain yang
memungkinkan pertolongan dengan segera sampai ke tempat kejadian, serta upaya
pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan, dan gangguan keamanan lainnya.
Fungsi
jalan tol untuk memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan
hasil guna dan daya guna pelayanan transportasi dan distribusi barang dan jasa
guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi, meringankan beban dana pemerintah
melalui partisipasi pengguna jalan, dan meningkatkan pemerataan hasil
pembangunan dan keadilan.
Ruang
jalan tol terdiri atas ruang manfaat jalan tol (Rumaja), ruang milik jalan tol
(Rumija), dan ruang pengawasan jalan tol (Ruwasja). Rumaja tol diperuntukkan
bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan,
lereng, ambang pengaman, timbunan, galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan
dan bangunan perlengkapan jalan. Rumija tol diperuntukan bagi Rumaja tol dan
pelebaran jalan tol maupun penambahan lajur lalu lintas tol di kemudian hari
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan tol dan fasilitas jalan tol.
Ruwasja tol diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan
konstruksi jalan tol. Batas Ruwasja tol adalah 40 meter untuk daerah pekotaan
dan 75 meter untuk daerah antarkota, diukur dari as jalan tol. Ketentuan
tersebut tidak berlaku apabila jalan tol berdempetan dengan dengan jalan umum.
Ruwasja
tol merupakan kawasan diluar kepemilikan operator jalan tol, sehingga kawasan
ini dimiliki oleh individu masyarakat, kelompok usaha, atau instansi yang
memiliki sertifikat hak kepemilikan lahan. Kewenangan perizinan dan
pengendalian serta penertiban pemanfaatan ruang masuk kedalam wewenang
pemerintah daerah. Namun operator jalan tol berhak untuk melakukan pengawasan
pada Ruwasja tol dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Keberadaan
Rumaja, Rumija, dan Ruwasja tol disiapkan untuk menjamin kelancaran dan
keselamatan serta kenyamanan pengguna jalan tol selain keutuhan konstruksi
jalan tol. Dimensi ruang minimum disiapkan untuk menjamin keselamatan pengguna
jalan tol diatur sesuai dengan jenis prasarana dan fungsinya.
Ramp
dan Persimpangan atau simpang susun merupakan salah satu struktur utama pada jalan
tol. Struktur itu digunakan sebagai sarana perpindahan ruas, serta akses keluar
atau masuk ruas tol. Ketentuan terkait hal tersebut diatur dalam Standar
Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009 yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
On
Ramp/Off Ramp direncanakan untuk menghubungkan jalan tol dan jalan bukan tol
yang berfungsi sebagai jalan arteri atau minimal kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer. Jarak Nose Ramp Simpang Susun dengan Nose Ramp Keluar/Masuk/Tempat
Iistihat dan Pelayanan pada arah yang sama minimal berjarak 5 km. Jarak
Terowongan, Gerbang Bandara dan Gerbang Pelabuhan minimal berjarak 2 Km dari
Nose Ramp Simpang Susun. Penyediaan Simpang Susun untuk wilayah dengan minimal
100.000 penduduk.
Standar
spesifikasi jalan bebas hambatan untuk jalan tol adalah tidak adanya
persimpangan sebidang. Variasi standar tipe untuk bentuk simpang yang tidak
sebidang antara lain T (Trumpet) atau Y untuk simpang susun dengan 3
kaki/lengan; Diamond untuk simpang susun 4 kaki/lengan dan arus major dan
minor; Cloverleaf terdiri dari partial cloverleaf dan cloverleaf; Directional
atau langsung; dan Kombinasi merupakan penggabungan bentuk bentuk diatas. Pemilihan
pemakaian dan penerapan tipe dan bentuk simpang tak sebidang disusun
mempertimbangkan ketersediaan lahan dan kondisi lapangan serta lingkungan
sekitarnya.
Kebijakan Penataan Ruang Sekitar Tol
Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah dokumen kebijakan pengaturan ruang untuk
kepentingan pembangunan sektoral dan seluruh pemangku kepentingan pembangunan
baik swasta maupun pemerintah, untuk masa sekarang dan akan datang. Oleh karena
itu, hampir seluruh undang-undang sektoral dan tentunya kebijakan yang bersifat
lex-specialist seperti UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
menjadi landasan kebijakan penataan ruang di Indonesia.
Sesuai UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pelaksanaan rencana tata
ruang,
disebut sebagai pemanfaatan ruang, yakni rangkaian program kegiatan pelaksanaan
pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang, dalam hal ini ialah pemanfaatan ruang di sekitar
jalan tol. Kebijakan pemanfaatan ruang menjadi dasar bagi
perumusan program pemanfaatan ruang di kawasan
perkotaan kedepan.
Berdasarkan
Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005 tentang SNI Pedoman Pemanfaatan Ruang dan
Pengendalian Ruang di Sekitar Jalan Tol menyebutkan kriteria pengendalian pola pemanfaataan lahan
di sekitar
jalan tol menetapkan luas Ruwasja
minimal 40 meter yang diukur dari Rumija, jarak atas kawasan budidaya dengan
lahan Rumija tol minimum 20 meter, lahan untuk penempatan rambu lalu lintas dan rambu
peringatan,
garis sempadan bangunan dengan memperhatikan batas luar Ruwasja dan disesuaikan
dengan fungsi jalan yang melewatinya.
Sementara
untuk kriteria pengendalian
struktr
pemanfaataan lahan di sekitar
jalan tol meliputi panjang jalan yang menghubungkan antara pintu tol dengan
jalan umum minimal 1 kilometer, pelayanan jalan penghubung minimal 2 lajur yang
dilengkapi dengan pintu gerbang tol serta adanya lahan cadangan untuk
penambahan lajur. Apabila jarak antara jalan penghubung yang baru dengan jalan
penghubung yang sudah ada < 5 kilometer maka jarak
antarjalan penghubung baru dengan jalan penghubung sebelum dan sesudah minimal
2 kilometer,
jalan penghubung menuju atau dari pintu tol diperpanjang, serta memperbanyak
jumlah loket pada pintu tol. Apabila pembukaan jalan penghubung masih
diperlukan maka jarak yang diperbolehkan adalah 5 kilometer dari jalan
peghubung sebelum dan sesudahnya.
Beberapa peraturan yang menjadi dasar indikasi dampak jalan tol
terhadap penataan ruang di sekitar jalan tol meliputi UU
No. 38/2004 tentang Jalan, UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU
No. 1/2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, PP No. 68/2010
tentang Bentuk dan Tata Cara
Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, PP No. 30/2017
tentang Perubahan Ketiga Atas PP No.
15/2005 tentang Jalan Tol.
Selain itu, Permen PU No. 19/PRT/M/2011 tentang
Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan, Perda Provinsi Jawa Barat
No. 22/2010 tentang RTRW Provinsi Jawa
Barat 2009-2029, Perda
Kota Depok
No. 9/2022 tentang RTRW Kota Depok 2022-2042, Perda
DKI Jakarta No. 1/2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2010-2030 dan Pergub DKI Jakarta No. 31/2022 tentang
RDTR DKI Jakarta.
Penataan ruang untuk jaringan jalan tol disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan
ruang di sepanjang sisi jalan tol
dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan
pengembangan ruangnya dibatasi, ketentuan
pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan tol, dan penetapan garis sempadan
bangunan di sisi jalan tol
yang memenuhi ketentuan Ruwasja tol.
Penataan ruang untuk pengembangan
dan pemantapan jaringan jalan tol bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas kawasan sekitar sesuai daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup, serta karakteristik, jenis, dan potensi ancaman
bencana; yang terpadu dengan pengembangan wilayah sekitar tol; menghubungkan
kawasan perkotaan nasional dengan pelabuhan dan/atau bandar udara; memperhatikan fungsi
kawasan pertanian pangan berkelanjutan, kawasan lindung, dan kawasan rawan
bencana; dan menetapkan
garis sempadan bangunan di sisi
jalan tol
yang memenuhi ketentuan Ruwasja tol.
Hasil Pemantauan Lapangan
Berdasarkan hasil survei
yang telah dilakukan pada ruas jalan tol Depok - Antasari Seksi Antasari -
Andara - Brigif - Krukut diperoleh beberapa informasi lapangan.
Pertama, ruas
jalan Tol Depok - Antasari dioperasikan oleh PT. Citra
Waspphutowa. Ruas
jalan tol Depok - Antasari memiliki panjang 28 Km, dengan lingkup pemantauan di Seksi 1 Antasari - Andara -
Brigif (5,8 Km) dan Seksi 2 Brigif - Krukut - Sawangan (6,3 Km).
Sementara Seksi 3 Sawangan - Bojonggede (9,5 Km) sedang dalam proses pengadaan
tanah dengan progres 4,4% dan Seksi 4 Bojonggede - Salabenda (6,4 Km) masih
dalam proses rencana pembebasan lahan).
Kedua, untuk tipologi ruang terdapat 3 jenis tipologi yaitu ruang jalan tol (Rumaja Tol, Rumija Tol, dan Ruwasja Tol), ruang bangunan melintas
(Lintas Atas, Lintas Bawah, Jembatan Penyeberangan Orang
(JPO)), ruang
pengaruh
Gerbang Tol (GT). Dengan
jenis tipologi tersebut, terdapat 4
GT, 4
bangunan lintas atas, 2 bangunan lintas bawah, dan 2 JPO.
Ketiga, ruas tol ini
berfungsi
sebagai ruang mobilitas antar kota/kabupaten penghubung Kota Jakarta
Selatan, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor. Permasalahan yang
terjadi pada ruas ini
adalah kepadatan lalu lintas yang terjadi diakibatkan oleh menumpuknya jumlah
kendaraan yang ada pada kawasan GT yang merambat ke jalan arteri
di luar ruas jalan tol sehingga menyebabkan
penumpukan kendaraan pada ruas jalan tol dan akses
keluar/masuk tol dan jalan arteri, terutama di pagi hari (pukul 06.00-09.00 WIB) dan
sore hari (pukul 17.00-20.00 WIB).
Keempat, pihak pengelola
jalan tol
menyampaikan terkait dengan kewenangan operator hanya sampai Rumija tol
dan tidak
berwenang terhadap Ruwasja
tol
karena pada Ruwasja tol sifatnya hanya sekedar observasi. Mereka
hanya bisa
dikendalikan dari kegiatan yang terjadi di Ruwasja tol oleh operator jalan tol adalah
dengan membuat peraturan untuk masyarakat dapat menginformasikan terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan seperti pembangunan perumahan/real
estate,
kawasan perdagangan dan jasa. Pengendalian
sekitar jalan tol (Ruwasja tol) perlu berkoordinasi langsung
dengan Pemerintah Daerah - Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat, Pemkot
Depok, Pemkab Bogor, Pemkot Bogor.
Kelima, kondisi
ruang jalan tol koridor Antasari - Depok
sangat dipengaruhi oleh kondisi topografinya. Batas Rumaja tol ditandai dengan pagar
pengaman berupa guard rail sedangkan
batas Rumija tol ditandai dengan pagar pengaman dan pepohonan
sebagai pagar pengaman alami.
Keenam, pengelola tol mengusulkan tarif tol yang ideal dikaitkan
dengan mobilitas berkelanjutan. Seyogyanya penggunaan jalan tol semakin
mendekati pusat kota (core area) Jakarta harus semakin mahal tarif per km (apa yang
tertuang di perjanjian jalan tol bisa berbeda dengan apa yang dibayarkan oleh
masyarakat). Selain itu, pengelola juga mengusulkan pelayanan untuk angkutan umum (bus)
di kawasan tol Jabodetabek seharusnya juga bisa diakomodasi dengan
penerapan lajur dedikasi untuk high occupancy vehicles (hov).
Ketujuh, perbandingan
tarif tol ruas radial jalan tol Jakarta yakni ruas
tol Jagorawi
sistem terbuka termasuk dari Kampung Rambutan � Cawang untuk
Golongan 1 Rp. 7.000,-; Jakarta-Cikampek ruas tol Cawang
� Pondok Gede Timur untuk Golongan 1 Rp. 4.000,-; Jakarta-Tangerang
ruas tol Kebon
Jeruk � Tomang
untuk Golongan 1 Rp.
5.500,-; �Becakkayu untuk Golongan 1 Rp. 14.000,-; Desari
ruas tol Antasari-Brigif (5,8 km)
saat ini Golongan 1 Rp. 8.000,- menjadi Rp. 13.500,-.
Sedangkan perbandingan kombinasi
dengan Ring Road yaitu JORR (1) tarif Jagorawi dan JORR menjadi Rp. 7.000,- ditambah Rp. 16.000,- sehingga total Rp. 23.000,-; JORR (2) (Cijago dan Desari)
menjadi Rp. 12.000,- ditambah Rp. 13.500,-� sehingga total Rp.
25.500,-,
bila ditambah Jagorawi Rp.
25.500,- ditambah
Rp. 7.000,- sehingga
total Rp. 32.500,-.
Kedelapan, profil pengguna jalan Tol Desari berdasarkan data realisasi trafik pasca operasi fungsional (setelah 23
Desember 2022) sampai dengan terkini
menunjukkan jumlah pelanggan
jarak jauh (jarak > 7,50 kilometer) sebesar 76 persen dan jumlah pelanggan jarak dekat (jarak <=
7,50 kilometer)
sebesar 24 persen, di
mana jumlah pelanggan Golongan KB I sebesar�98�persen dan jumlah�pelanggan Golongan KB selain I
sebesar�2�persen.�
Dampak Tol terhadap Lingkungan dan Tata Ruang Sekitar
Keberadaan infrastruktur jalan tol telah memberi
dampak positif kemudahan aksesibilitas bagi masyarakat di sekitar jalan tol,
baik sekitar gerbang tol (GT) maupun kawasan dalam radius 1-2 kilometer dari GT
sebagai akses keluar /masuk tol, serta kawasan radius 5-10 kilometer dari GT.
Di sisi lain, keberadaan jalan tol juga memberi dampak negatif terhadap
perubahan pemanfaatan ruang di sekitar tol. Beberapa hal yang menjadi
perhatian.
Pertama, pengukuran
kinerja lalu-lintas ruas jalan tol jangan hanya di ruas jalan tol
saja, tetapi juga dampak jalan tol terhadap jalan arteri dan jalan
lingkungan di sekitar tol. Sebagai contoh di
Jalan Antasari, Jakarta
Selatan, kemacetan
lalu lintas sekarang semakin parah disebabkan unfinished job pelebaran
jalan di jalan
ini karena masih ada beberapa bidang lahan yang belum berhasil dibebaskan
sehingga di Jalan Antasari masih terdapat
penyempitan jalan. Dampak kemacetan di Jalan Antasari
menyebabkan kendaraan masuk ke jalan-jalan lingkungan seperti Jalan MPR 3 Dalam, Jalan Cilandak Tengah, hingga ke
Jalan TB Simatupang.
Kedua, selain itu, Jalan
RS Fatmawati masuk dalam penerapan kebijakan kawasan ganjil-genap
sehingga Jalan
Antasari menjadi jalur alternatif utama poros selatan - utara ke Jakarta. Sementara
Jalan TB Simatupang mulai dipenuhi gedung perkantoran, hotel, pusat
perbelanjaan, rumah sakit, dan pembangunan perumahan baru. Selain itu, jalan
ini menjadi poros utama timur-barat bagian sisi Selatan Jakarta yang menghubungkan kawasan
Bintaro, Tangerang Selatan - Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.
Perubahan pemanfaatan ruang yang masif di Jalan TB
Simatupang telah menarik para pekerja ke arah Selatan Jakarta. Letak jalan ini
yang strategi antara JORR (2) dan Tol Desari dengan beberapa GT seperti GT
Cilandak Utama dan GT Fatmawati akan mendorong percepatan pengembangan kawasan
sekitar. Hal ini ditambah dengan keberadaan Stasiun MRT Fatmawati yang kedepan
akan dikembangkan sebagai kawasan terpadu berorientasi transit (transit
oriented development/TOD).
Ketiga, ruas jalan arteri hingga jalan lingkungan yang masuk kawasan Depok seperti
sekitar GT Brigif dan GT Krukut, yang
terhubung ke jalan tol perlu juga ditingkatkan kelas jalan dan diperbaiki karena sering
rusak (kelebihan beban lalu lintas kendaraan yang melintas jalan ini) sehingga terjadi
gangguan kawasan
di sekitar Jalur Desari (termasuk juga Cijago/JORR-2). Selain itu,
ruas jalan non tol di sekitar kawasan Andara dan Lebak Bulus di Jakarta Selatan, tidak memiliki kondisi
ideal sebagai jalan arteri
sekunder maupun kolektor sehingga warga Andara, Brigif maupun Cinere masih
membutuhkan jalan arteri yang layak dan terjangkau biayanya.
Keberadaan GT Andara, GT Brigif, dan GT Krukut
berpeluang mengalami perubahan pemanfaatan ruang seiring dengan pengembangan
ekspansi perumahan real estate di kawasan Andara dan Brigif (Jakarta Selatan),
serta kawasan Krukut (Depok). Pemerintah DKi Jakarta dan
Pemerintha Kota Depok perlu duduk bersama untuk membahas
pengembangan/peningkatan jalan arteri dan jalan lingkungan sekitar/sejajar tol,
serta mengantisipasi/mengendalikan pemanfaatan ruang agar tidak melanggar RTRW-RDTR
yang telah ditetapkan pemerintah daerah.
Keempat, penetapan
tarif ideal tol,
konsekuensinya harus berbasis modeling traffic dengan
memperhatikan hal�hal
terkait
perlindungan/pelayanan hak konsumen pengguna jalan tol, dampak dan perlunya
penyelerasaan tata ruang
di sekitar jalan tol,
serta keseimbangan antara jalan tol dan jaringan jalan di sekitarnya. Harga tol
yang lebih mahal �mungkin�
menjadi solusi agar terciptanya sistem keseimbangan dikaitkan dengan mobilitas
berkelanjutan. Hal ini dapat diterapkan permodelan dengan teknik-teknik tertentu dapat
dilakukan untuk mendukung program transportasi berkelanjutan melalui penerapan
kebijakan jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP), parkir
elektronik progresif, perluasan kawasan ganjil-genap.
Kelima, dampak kehadiran jalan tol terhadap penataan ruang
dapat dilihat dari pengembangan jaringan transportasi perkotaan
terhadap
bentuk ruang lahan, bentuk struktur dan kepadatan tata guna lahan, dan harga
tanah sebagai
pendorong evolusi dari
pola ruang kota/perkotaan terhadap fragmentasi
lahan di sepanjang dan
sekitar jalan tol yang mempengaruhi
distribusi tata guna
lahan kawasan perumahan,
komersial, perdagangan dan industri.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan
oleh tim dari Universitas
Diponegoro (2019) yang berjudul Identification
of Sprawl Development Typologies Arround Toll Road Gates in Java, Indonesia diketahui bahwa terdapat tiga tipologi
peluberan
pengembangan wilayah kota. Tipe linier/koridor membentuk kawasan tumbuh memanjang, mengikuti koridor jalan
arteri atau kolektor yang terhubung dengan gerbang tol. Selanjutnya diikuti dengan kawasan yang tumbuh
secara leapfrog
di sekitar kawasan utama.
Tipe radial/terkonsentrasi membentuk kawasan tumbuh secara
radial disekitar persimpangan yang menghubungkan jalan arteri atau kolektor
dengan gerbang tol, diikuti
dengan kawasan yang tumbuh secara leapfrog mengelilingi disekitar kawasan utama. Tipe
ketiga merupakan gabungan dari tipe linier/koridor. Radial/terkonsentrasi, dan leapfrog dimana kawasan
tumbuh dengan karakter linier/koridor dan radial/terkonsentrasi secara bersamaan, serta diikuti dengan kawasan
yang tumbuh secara leapfrog mengelilingi kawasan utama.
Tipe-tipe tersebut di atas tampaknya juga akan terjadi
terhadap pemanfaatan ruang di sepanjang Tol Desari dalam
beberapa tahun ke depan. Kecepatan perubahan tata ruang akan dipengaruhi oleh
seberapa cepat perubahan pemanfaatan ruang di sepanjang koridor dan sekitar
gerbang tol oleh masyarakat baik legal maupun ilegal.
Keenam, pemerintah telah memberlakukan kebijakan integrasi operasional
Tol Desari dan
Tol Cijago (terhubung di Junction Krukut yang merupakan
bagian dari Jaringan JORR-II) dengan perubahan
sistem pengoperasian pengumpulan tol ruas jalan
Tol Depok - Antasari Seksi Antasari - Andara
- Brigif - Krukut - Sawangan sepanjang 12 kilometer. Ini
berdasarkan Surat
Direktur Jenderal Bina Marga Nomor: BM.0701-Db/1256.1 tanggal
18 November 2021 hal Rekomendasi Aspek Teknis Terkait Kondisi Pelayanan Jalan
Tol atas Permohonan Perubahan Sistem Pengumpulan Tol Ruas Depok-Antasari Seksi
Antasari - �Brigif - Sawangan.
Kebijakan intgerasi operasional Tol Desari dan Tol
Cijago dikarenakan telah
terhubungnya
ruas jalan Tol Desari
dengan JORR-II di Junction Krukut yang akan menimbulkan lonjakan
volume kendaraan di jalan Tol
Desari. Sistem pengumpulan
tol pada
ruas Tol Desari Seksi Antasari - Brigif - Sawangan menjadi sistem
terbuka seluruhnya dapat diterapkan. Evaluasi
tarif akibat perubahan sistem pengumpulan tol mengikuti prinsip �revenue-
neutral�.
Efisiensi transaksi (integrasi sistem pengoperasian dengan pengumpulan tol
terbuka satu tarif) di ruas Tol
Desari akan
mengurai tundaan/antrian pada jam sibuk pagi
hari dan/atau sore/malam hari di Gerbang Tol �Barrier�
(Cilandak Utama).
Ketujuh, Jalan
Tol Desari
merupakan infrastruktur yang aman dan nyaman dengan kelengkapan marka dan rambu
yang baik, dan pelayanan prima (pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Jalan Tol). Selain
itu, Tol Desari dapat
mendukung perkembangan wilayah antara lain tumbuhnya kawasan permukiman dan perniagaan/komersial serta pendukung kawasan
industri di Kawasan Barat Kota
Depok dan Kabupaten
Bogor. �
Dengan beroperasinya dua ruas jalan Tol Desari dan Tol Cijago yang
terhubung di Junction Krukut
sebagai bagian dari JORR-II,
dapat menghemat waktu perjalanan dari wilayah Selatan (Kota Depok dan Kabupaten Bogor) menuju ke Utara (CBD Jakarta) maupun Barat-JORR
I (Tangerang dan Bandara
Cengkareng)
dan sebaliknya.
Kemudahan aksesibilitas Tol Desari akan berdampak pada
lonjakan volume kendaraan yang melintas Tol Desari yang berpotensi
menimbulkankemacetan di dalam dan luar ruas tol. Di sisi lain, kemudahan
pencapaian ke berbagai arah akan turut memicu pertumbuhan ekonomi dan perubahan
pemanfaatan ruang di sekitar tol. Pemerintah harus mengendalikan perubahan tata
guna tanah, mengantisipasi pelanggaran tata ruang, serta menyiapkan rencana
pengembangan wilayah ke depan agar perkembangan jalan tol dan dampak yang
diakibatkannyadapat selaras dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.
Kesimpulan
Untuk mengantisipasi dampak jalan tol terhadap tata
ruang perlu adanya upaya pengendalian
pemanfaatan ruang di sekitar jalan tol, karena keberadaan jalan tol cepat atau lambat, akan mengubah
peta perkembangan kota/perkotaan di sepanjang dan sekitar jalan tol.
Kehadiran
jalan tol akan mendorong
pusat pertumbuhan ekonomi mengelompok, teraglomerasi, berkiblat ke jalan tol,
dan terkonsentrasi di sekitar kota/kabupaten yang dilintasi jalan tol.
Pemerintah pusat (Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri
(Dagri), pemerintah provinsi (DKI Jakarta dan Jawa Barat), serta pemerintah
kota/kabupaten (Depok, Bogor) yang dilintasi Tol Desari untuk mengevaluasi,
menyelaraskan, menertibkan, serta mengendalikan ke depan pemanfaatan ruang di
sekitar tol agar pengembangan jalan tol selaras tata ruang (RTRW-RDTR).
BIBLIOGRAFI
Abadi, Tulus. FGD
Rencana Kebijakan Integrasi Operasional Tol Desari dan Tol Cijago dengan
Perubahan Sistem Pengoperasian Pengumpulan Tol Jalan Tol Ruas Depok-Antasari
Seksi Antasari-Andara-Brigif-Krukut-Sawangan, Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia, Jakarta, 7 Februari 2023.
Joga,
Nirwono. Endra S. Atmawidjaja. Agus HK Sutomo. (2021). 75 Asa: Merajut Trans
Jawa Menuju Indonesia Maju, Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR,
Jakarta.
Joga, Nirwono. Endra S. Atmawidjaja.
Dhaneswara Nirwana Indrajoga.(2020). Trans Jawa: Menjalin Infrastruktur
Berkelanjutan, Gramedia, Jakarta.
Joga, Nirwono. Jalan Tol Menuju Kemakmuran,
Koran Tempo, 5 Mei 2022.
Joga,
Nirwono. Infrastruktur Untuk Semua, Bisnis Indonesia, 18 April 2022.
Tjahjono,
Tri. FGD Rencana Kebijakan Integrasi Operasional Tol Desari dan Tol Cijago
dengan Perubahan Sistem Pengoperasian Pengumpulan Tol Jalan Tol Ruas
Depok-Antasari Seksi Antasari-Andara-Brigif-Krukut-Sawangan, Universitas
Indonesia, Jakarta, 7 Februari 2023.�
Tim Universitas
Diponegoro. (2019). Identification
of Sprawl Development Typologies Arround Toll Road Gates in Java, Indonesia, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Patton, M. Q. (2015). Qualitative Research and
Evaluation Methods (Fourth Edi). Thousand Oaks: SAGE Publication.
Widijanto, Dionisius. FGD Rencana Kebijakan Integrasi
Operasional Tol Desari dan Tol Cijago dengan Perubahan Sistem Pengoperasian
Pengumpulan Tol Jalan Tol Ruas Depok-Antasari Seksi
Antasari-Andara-Brigif-Krukut-Sawangan, Direktur PT. Citra Waspphutowa, Jakarta, 7 Februari
2023. �
Copyright holder: Dhaneswara Nirwana Indrajoga,
Lin Yola (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |