Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 9, September
2023
UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN SERTA PENERAPAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT PADA IBU BALITA STUNTING
Prawesty D. Utami, Retno
Budiarti, Herin Setianingsih, Pramita A. Nugraheni, Wahyu P. Mutiadesi,
Annisa U. Rasyida, Mita Herdiyanti,
Ronald P. Adiwinoto
Fakultas Kedokteran, Universitas
Hang Tuah, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Balita stunting atau
stunting adalah masalah kesehatan nasional yang membahayakan kelangsungan hidup satu generasi.
Infeksi adalah salah satu risiko yang sering dihadapi balita stunting. Mempromosikan pembelajaran dan mengadopsi praktik gaya hidup
sehat dan bersih (PHBS) adalah dua cara untuk menurunkan risiko penyakit. Penelitian observasional analitik cross-sectional ini dilakukan di Puskesmas Ngagel Rejo di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Kuesioner menilai pengetahuan ibu dengan balita stunting dan penerapan PHBS sebelum dan sesudah pendidikan. Upaya peningkatan pengetahuan dan implementasi PHBS sedang dilakukan dengan mengedukasi ibu-ibu balita stunting. Indikator keberhasilan kegiatan PENMAS meliputi partisipasi ibu balita stunting minimal 70%, peningkatan pengetahuan, dan penerapan PHBS minimal 20%. Pengetahuan
dan penerapan PHBS ibu balita stunting dinilai menggunakan kuesioner sebelum dan sesudah pemberian edukasi. Capaian kegiatan PENMAS melebihi indikator keberhasilan, dengan peserta PENMAS sebesar 89,13% (di
atas target 70%), kenaikan penerapan PHBS sebesar 41,30%, kenaikan pengetahuan PHBS sebesar 31,23% (melebihi target
20%). Menimbang temuan tersebut, dapat dinyatakan bahwa kegiatan PENMAS ini dapat membantu ibu-ibu balita dengan stunting untuk meningkatkan tingkat kesadaran dan penerapan PHBS, sehingga diharapkan dapat mencegah angka kesakitan dan kematian balita stunting di daerah Puskesmas Ngagel Rejo Surabaya.
Kata kunci:
Balita Stunting, Pengetahuan
PHBS, Implementasi PHBS.
Abstract
Stunting
or stunted toddlers are a national health issue that jeopardizes a generation's
survival. Infection is one of the risks that stunted toddlers frequently face.
Promoting learning and adopting healthy and clean lifestyle practices (PHBS)
are two ways to lower the risk of illness. This cross-sectional, analytical
observational study was carried out in the Ngagel
Rejo Community Health Center in Surabaya, East Java, in Indonesia. A
questionnaire assessed mothers with stunted toddlers' knowledge and application
of PHBS before and after education. Efforts to increase knowledge and
implementation of PHBS are being made by educating mothers of stunted toddlers.
Indicators of PENMAS activities� success include the participation of mothers
of stunted toddlers of at least 70%, increased knowledge, and implementation of
PHBS of at least 20%. Knowledge and application of PHBS of mothers of stunted
toddlers were assessed using a questionnaire before and after providing
education. The achievement of PENMAS activities exceeded the success
indicators, with PENMAS participants by 89.13% (above the target of 70%), a
rise in PHBS application by 41.30%, a rise in PHBS knowledge by 31.23% (over
the aim of 20%). Considering on these findings, it can be stated that this
PENMAS activity might assist mothers of toddlers with stunting to raise their
level of awareness and PHBS application, so that it is expected to prevent
morbidity and mortality rates of stunting toddlers in the Ngagel
Rejo Surabaya Puskesmas area.
Keywords: Stunting
Toddlers, Knowledge Of PHBS, Implementation Of PHBS
Pendahuluan
Salah satu
tantangan yang dihadapi negara miskin dan negara berkembang termasuk Indonesia
adalah masalah gizi pada balita. Stunting merupakan kondisi kelainan gizi
dengan karakteristik tubuh kerdil atau tinggi badan yang lebih pendek dari
standar tinggi anak seusianya (Kemenkes, 2018).� Data stunting tahun 2020 menunjukkan bahwa
angka kejadian stunting di dunia mencapai 144 juta, dan 55,9 % kasus stunting
berasal dari kawasan Asia Tenggara (Unicef & WHO, 2020).
Laporan angka
stunting di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 11.6 %, bahkan beberapa provinsi
memiliki angka prevalensi stunting diatas angka rerata nasional yaitu 12.2 %,
termasuk didalamnya provinsi Jawa Timur (Kemenkes, 2021). Angka tersebut
diduga masih belum mencerminkan kondisi riil di lapangan, karena kondisi
pandemik, terjadi pembatasan ruang gerak masyarakat, sehingga mempersulit
pengumpulan data stunting, serta menurunkan kemampuan ekonomi masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi khususnya pada balita.
Faktor utama
yang menjadi penyebab kejadian stunting pada anak adalah kurangnya asupan
nutrisi bergizi sejak dalam kandungan sampai bayi berusia dua tahun (Apriluana
& Fikawati, 2018). Namun
terdapat beberapa faktor penyebab stunting lainnya antara lain kondisi higiene
dan sanitasi individu - lingkungan yang buruk, dan minimnya ketersediaan air
bersih.
Kondisi sanitasi
dan hygiene individu dan lingkungan yang kurang baik membuat tubuh bekerja
lebih berat untuk mengatasi berbagai penyakit, sehingga berdampak pada gangguan
absorbsi zat � zat penting yang dibutuhkan tubuh (Kemenkes,
1AD). Dampak
negatif kondisi stunting akan menjadi beban yang harus ditanggung sepanjang
hidup anak tersebut, salah satunya adalah tingginya angka morbiditas dan
mortalitas (Mediani, 2020).
Langkah untuk
menekan angka morbiditas dan mortalitas balita stunting dapat dilakukan melalui
upaya untuk memperbaiki serta menambah pengetahuan serta penerapan PHBS. PHBS
mencerminkan upaya individu/ keluarga untuk mencegah terjadinya suatu penyakit,
karena perilaku mempunyai peran sekitar 30 � 35 % terhadap kondisi kesehatan
individu (Aprizah, 2021);(Natsir, 2019). Tingkat
pengetahuan sesorang berpengaruh terhadap pola perilakunya, sehingga
pengetahuan menjadi dasar dalam tindakan seseorang. Atas dasar pijakan
tersebut, upaya peningkatan penerapan PHBS pada masyarakat dapat terwujud jika
tingkat pengetahuannya meningkat.
Fakultas
Kedokteran Universitas Hang Tuah bekerjasama dengan pihak Puskesmas Ngagel Rejo
untuk penyelenggaraan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Kasus stunting yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Ngagel Rejo cukup
tinggi. Tingkat pengetahuan serta penerapan PHBS ibu balita stunting juga masih
kurang, sehingga berdasarkan fenomena tersebut tim pengabdian masyarakat FK UHT
melaksanakan upaya edukasi untuk meningkatkan tingkat pengetahuan serta
penerapan PHBS pada ibu � ibu dengan balita stunting.
Metode Penelitian
Kelompok yang menjadi
target dalam kegiatan pengabdian masyarakat (PENMAS) ini adalah ibu
balita stunting (23 responden)
di wilayah kerja Puskesmas Ngagel Rejo, Surabaya. Perencanaan,
persiapan koordinasi dan penyelanggaran acara dilakukan sejak bulan Agustus sampai bulan Oktober 2021. Terdapat tiga tahapan
dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini yaitu:
Tahap pengukuran
awal tentang tingkat pengetahuan dan penerapan PHBS pada ibu balita stunting menggunakan metode wawancara langsung dengan kuesioner. Tahap ini dilakukan pada minggu pertama�kedua bulan September 2021. Pelaksana kegiatan adalah tim penmas
FK Universitas Hang Tuah, kader PKK dan tim dari Puskesmas
Ngagel Rejo. Total responden
pada tahap ini adalah 23 ibu balita
stunting.
Tahap edukasi tentang PHBS serta penerapannya pada ibu balita stunting yang dilaksanakan
pada tanggal 30 September 2021. Peserta
kegiatan adalah ibu balita stunting di wilayah Puskesmas Ngagel Rejo. Pelaksana kegiatan adalah tim penmas
FK Universitas Hang Tuah, yang dibantu oleh pihak Puskesmas Ngagel Rejo dan Kelurahan Ngagel Rejo. Pelaksanaan edukasi dilaksanakan secara offline dengan penerapan protokol kesehatan di Balai Desa Kelurahan
Ngagel Rejo
Tahap pengukuran
pengetahuan PHBS setelah pemberian edukasi pada ibu balita stunting menggunakan metode wawancara langsung dengan kuesioner. Pelaksana kegiatan adalah tim penmas
FK Universitas Hang Tuah dan tim dari
Puskesmas Ngagel Rejo.
Total responden dalam tahap ini adalah
18 responden ibu balita stunting, lebih sedikit dari responden
sebelum pemberian edukasi. Hal ini disebabkan 6 responden tidak hadir saat
pemberian edukasi sehingga tidak dapat dilakukan pengukuran tingkat pengetahuan PHBS setelah pelaksanaan edukasi.
Data hasil pengukuran tingkat pengetahuan dan penerapan PHBS dianalisis deskriptif menggunakan program word dan excel. Indikator
keberhasilan kegiatan Penmas ini meliputi:
1) Total 70 % ibu balita
stunting mengikuti kegiatan
Penmas. 2) Terdapat kenaikan pengetahuan dan penerapan ibu balita
stunting tentang PHBS minimal 20 % antara sebelum dan sesudah pemberian edukasi.
Pengukuran tingkat pengetahuan dan penerapan PHBS dilakukan menggunakan kuesioner yang meliputi kuesioner mengenai tingkat pengetahuan PHBS meliputi 10 pertanyaan pilihan (a, b dan c), dimana ketentuan pemberian nilai untuk pilihan
jawaban adalah sebagai berikut: jawaban a: nilainya 2; jawaban b:� nilainya 1; dan jawaban c: nilainya 0. Skor tertinggi pengetahuan tentang PHBS adalah 20 (didapatkan dari 10 pertanyaan dikalikan skor tertinggi yaitu 2, sehingga total skor pengetahuan terbaik adalah 20), dan skor terendah dari tingkat
pengetahuan PHBS adalah 0.
Pertanyaan tingkat pengetahuan meliputi kepanjangan PHBS; manfaat PHBS;
orang yang wajib menerapkan
PHBS; jumlah indikator dalam PHBS; waktu yang tepat untuk mencuci
tangan; pada usia berapa balita dapat
diberikan PASI; frekuensi aktivitas fisik/ olahraga; frekuensi penimbangan berat badan balita; kebiasaan merokok serta jumlah
sasaran PHBS dalam rumah tangga.
Penilaian sikap penerapan PHBS responden didapatkan melalui pengisian kusioner dengan 10 pertanyaan pilihan. Pilihan jawaban mempunyai skor yang berbeda dengan ketentuan sebagai berikut sangat setuju/ SS: nilai 4; setuju/S: nilai 3; tidak setuju/TS: nilai 2 dan sangat tidak setuju/STS: nilai 1.
Skor tertinggi tentang penerapan sikap PHBS adalah 40 dan skor terendahnya adalah 10. Pertanyaan terkait penerapan sikap PHBS terdiri dari : 1) pola mencuci tangan sebelum makan; 2) penggunaa sabun dan air mengalir saat mencuci
tangan; 3) hubungan antara kejadian infeksi kecacingan dengan kebiasaan mencuci tangan; 4) kebiasaan membuang sampah di tempatnya; 5) kebiasaan membuang sampah rumah tangga;
6) genangan air dapat menjadi perindukan nyamuk; 7) rokok mengandung bahan berbahaya; 8) kebiasaan merokok tidak baik
untuk kesehatan, 9) pentingnya imunisasi pada anak serta; 10) tenaga kesehatan yang membantu dalam proses persalinan.
Hasil dan Pembahasan
Kegiatan edukasi PHBS pada ibu balita stunting terselenggara
pada tanggal 30 September 2021 di aula Balai Desa Kelurahan Ngagel Rejo. Peserta dalam acara Penmas telah mencapai
indikator keberhasilan kegiatan ini yaitu
lebih dari 70 % balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Ngagel Rejo. Rincian keikutsertaan peserta Penmas meliputi 100 % (23 orang) ibu balita stunting turut serta dalam pengambilan
data sebelum edukasi. Saat pelaksanaan edukasi dan pengambilan data sesudah pemberian edukasi diikuti oleh 78.26 % (18 orang) ibu
balita stunting. Total seluruh
peserta yang mengikuti
acara penmas adalah sekitar 89.13 %. Hal ini menunjukkan ketercapaian indikator keikutsertaan ibu balita stunting lebih dari 70 %.
Gambar 1 Tim
Edukator PHBS FK UHT
Gambar 2 Ibu
Balita Stunting Yang Mengikuti Acara Edukasi PENMAS
Data responden
dapat dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin balita stunting, tingkat
pendidikan orang tua, dan tingkat pendapatan orang tua balita stunting adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan
Gender, Level Pendidikan dan Tingkat Pendapatan
Keterangan |
Frekuensi |
% |
Gender Balita |
|
|
Laki-laki |
13 |
56.52 |
Perempuan |
10 |
43.48 |
Level Pendidikan Orang Tua |
|
|
SD & SEDERAJAT |
9 |
39.13 |
SMP & SEDERAJAT |
2 |
8.70 |
SMA & SEDERAJAT |
10 |
43.48 |
SARJANA |
2 |
8.70 |
Tingkat Pendapatan Orang Tua |
|
|
< Rp.� 0 - 1000.000 |
2 |
8.70 |
Rp. 1.000.000 �
1.999.999 |
10 |
43.48 |
Rp. 2.000.000 �
2.999.999 |
8 |
34.78 |
Rp. 3.000.000 �
3.999.999 |
1 |
4.35 |
Rp. 4.000.000 �
5.000.000 |
2 |
8.70 |
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa responden balita stunting di dominasi oleh laki � laki (56.52%), dengan prosentase yang lebih tinggi dibandingkan balita stunting perempuan sekitar 43.48 %. Penelitian Wicaksono dan Harsanti (2020) menyatakan bahwa anak laki - laki mempunyai kemungkinan mengalami stunting lebih besar dibandingkan anak perempuan. Hal disebabkan karena aktivitas fisik yang lebih besar pada anak laki - laki sehingga membutuhkan energi yang lebih besar, dimana seharusnya energi tersebut disalurkan untuk proses pertumbuhan (F. Wicaksono & Harsanti, 2020);(Muizzah, 2013).
Tetapi penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda, dimana gender anak tidak berkaitan
dengan angka stunting secara bermakna Puspito Panggih Rahayu (2020),
sehingga korelasi gender anak dengan kejadian
stunting masih belum terurai secara jelas. Level pendidikan orang tua balita stunting prosentase tertinggi adalah SMA dan sederajat
(43.48%), dan kedua tertinggi
adalah tingkat pendidikan SD (39.13%).
Kejadian stunting sering dikaitkan oleh level pendidikan
orang tua balita stunting, dimana level edukasi yang rendah berkorelasi untuk menaikkan resiko kejadian stunting pada anaknya (Chowdhury et al., 2020). Pendidikan orang tua mempengaruhi perilaku kesehatan seperti vaksinasi anak, keluarga berencana, mengunjungi klinik kesehatan setempat dan suplementasi vitamin
(Almas, 2021).
Selain itu, pendidikan tinggi mengarah ke pendapatan yang lebih tinggi, sehingga
memberikan kesempatan bagi orang tua untuk �melakukan investasi layanan perawatan kesehatan dan asupan makanan yang tepat bagi anak-anak mereka (Chowdhury et al., 2020).
Tingkat pendapatan orang tua didominasi oleh pendapatan dibawah standard upah minimum regional/ UMR, dan nilai
UMR di area Surabaya pada tahun 2021 menunjukkan angka Rp.4.300.000 (Disnakertrans.Jatim, 2020), sedangkan
dari data pada tabel hanya 8.70 % responden dengan pendapatan yang melebihi UMR (Rp. 5.000.000).� Prosentase pendapatan tertinggi pada kisaran Rp. 1.000.000 s.d. Rp.
1.999.999 yaitu mencapai
43.48 %, dan prosentase pendapat
terendah pada tingkat pendapatan tiga juta dan kurang dari empat juta
yaitu mencapai 4.35 %.
Penelitian Rufaida (2020) menyatakan
bahwa balita pada keluarga dengan tingkat pendapatan yang rendah mempunyai resiko mengalami stunting sebesar 2.3 kali lipat. Tingkat pendapatan keluarga sangat mempengaruhi kemampuan daya beli makanan
serta akses ke pelayanan kesehatan,
sehingga menjadi faktor yang sangat berpengaruh
pada kejadian stunting balita
(Rufaida
et al., 2020);(Wicaksono & Harsanti, 2020).
Pengukuran tingkat pengetahuan PHBS ibu balita stunting dilakukan sebelum dan sesudah pemberian edukasi. Skor tingkat pengetahuan PHBS terendah adalah nol (0), sedangkan skor tertinggi yang dapat dicapai adalah
20. Data pengukuran tingkat
pengetahuan PHBS sebelum
dan sesudah program edukasi
dan konseling adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Skoring
Tingkat Pengetahuan PHBS Ibu Balita Stunting
Skor Pengetahuan PHBS |
Sebelum |
Sesudah |
||
Frekuensi |
% |
Frekuensi |
% |
|
0 s.d. < 5 |
0 |
0.00 |
0 |
0.00 |
5 s.d. < 10 |
1 |
4.35 |
0 |
0.00 |
10 s.d < 15 |
10 |
43.48 |
3 |
16.66 |
15 s.d 20 |
12 |
52.17 |
15 |
83.34 |
total |
23 |
100 |
18 |
100 |
Dari data pada tabel diatas tampak bahwa tingkat pengetahuan sesudah program
konseling menunjukkan kenaikan skoring, dimana skor antara 15 � 20 yang sebelum
edukasi mencapai 52.17 % mengalami kenaikan hampir 30 %, sehingga mencapai
83.34%. Sedangkan skor antara 10 sampai dengan kurang dari 15, yang sebelum
edukasi 43.48 %, setelah edukasi mengalami penurunan sekitar 27 %.
Begitu pula dengan skor tingkat pengetahuan 5 sampai dengan kurang 10
juga mengalami penurunan 4.35 %. Penurunan skor tersebut disebabkan karena
tingkat pengetahuan PHBS di kedua kelompok (kelompok skor 10 - < 15 dan 5
s.d. <10) mengalami kenaikan pengetahuan setelah pemberian konseling,
sehingga responden yang sebelum edukasi berada pada kelompok nilai tersebut
telah naik menjadi kelompok dengan interval nilai 15 sampai dengan 20.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa pemberian konseling mengenai
PHBS dapat menaikkan tingkat pengetahuan responden.
Pengukuran tingkat penerapan PHBS dalam lingkup rumah tangga dilakukan
dua kali (sebelum pemberian edukasi dan sesudah pemberian edukasi). Skor
penerapan PHBS yang tertinggi adalah 40 dan skor terendahnya adalah 10. Hasil
analisis deskriptif dari penilaian penerapan sikap PHBS dalam rumah tangga
responden sebelum dan sesudah edukasi sebagai berikut:
Tabel 3 Skoring
Sikap Penerapan PHBS Ibu Balita Stunting
Skor Sikap PHBS |
Sebelum |
Sesudah |
||
Frekuensi |
% |
Frekuensi |
% |
|
<10 |
0 |
0.00 |
0 |
0.00 |
10 s.d. < 20 |
0 |
0.00 |
0 |
0.00 |
20 s.d. < 30 |
1 |
4.35 |
1 |
5.55 |
30 s.d. < 40 |
22 |
86.96 |
8 |
44.45 |
40 |
2 |
8.70 |
9 |
50 |
total |
23 |
100 |
18 |
100 |
Dari data pada tabel diatas tampak bahwa tingkat pengetahuan sesudah
program konseling menunjukkan kenaikan skoring, dimana skor 40 yang sebelum
edukasi mencapai 8.70 % mengalami kenaikan hampir 42 %, sehingga mencapai 50 %.
Sedangkan skor antara 30 sampai dengan kurang dari 40 sebelum edukasi mencapai
86.96 %, setelah edukasi mengalami penurunan sekitar 42 %.
Penurunan skor tersebut disebabkan karena penerapan sikap PHBS PHBS pada
kelompok (kelompok skor 30 - < 40) mengalami kenaikan pengetahuan setelah pemberian
konseling, sehingga responden yang sebelum edukasi berada pada kelompok nilai
tersebut telah naik menjadi kelompok dengan skor 40 yang merupakan skor
tertinggi. Pada kelompok skor 20 sampai dengan kurang dari 30 sebelum dan
sesudah edukasi menunjukkan jumlah responden yang tetap yaitu satu orang, namun
nilai prosentase yang berbeda. Hal ini disebabkan total responden sebelum
program edukasi 23 responden dan total responden yang mengikuti program edukasi
mengalami penurunan yaitu 18 responden.
Perbaikan pengetahuan PHBS pada ibu balita stunting diharapkan dapat
mencegah pemburukan kondisi stunting. Pada penelitian sebelumnya membuktikan
bahwa pengetahuan tentang PHBS berpengaruh terhadap kejadian stunting secara
signifikan. Hubungan antara pengetahuan PHBS dengan stunting dikaitkan dengan
pengetahuan keluarga mengenai tindakan untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit, sehingga perbaikan pengetahuan dan penerapan PHBS dapat menurunkan
dan mencegah perburukan kondisi stunting (Aprizah, 2021);(Lynawati, 2020).
Kesimpulan
Kegiatan Penmas yang diselenggarakan FK
Universitas Hang Tuah telah terbukti
dapat meningkatkan tingkat pengetahuan serta penerapan PHBS pada ibu dengan balita
stunting. Keberhasilan kegiatan
diukur melalui 3 indikator yaitu total peserta 89.13 % (diatas target 70
%), kenaikan tingkat pengetahuan PHBS sebesar 31.23%
dan kenaikan tingkat penerapan PHBS sebesar 41.30 % (diatas target 20 %).
BIBLIOGRAFI
Almas, Luthfia Asyda. (2021). Perilaku hidup bersih
dan sehat pada anak di masa pandemi covid-19. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Apriluana, Gladys, & Fikawati, Sandra. (2018). Analisis faktor-faktor
risiko terhadap kejadian stunting pada balita (0-59 bulan) di negara berkembang
dan asia tenggara. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 28(4),
247�256.
Aprizah, Asni. (2021). Hubungan karakteristik ibu dan Perilaku Hidup
Bersih Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga dengan kejadian stunting. Jurnal
Kesehatan Saelmakers PERDANA, 4(1), 115�123.
Chowdhury, Tuhinur Rahman, Chakrabarty, Sayan, Rakib, Muntaha, Afrin,
Sabiha, Saltmarsh, Sue, & Winn, Stephen. (2020). Factors associated with
stunting and wasting in children under 2 years in Bangladesh. Heliyon, 6(9).
https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e04849
Kemenkes, R. I. (1AD). dari 3 Balita Indonesia Derita
Stunting-Direktorat P2PTM [Internet]. Kementrian Kesehatan RI. 2018.
Kemenkes, R. I. (2018). Situasi balita pendek (Stunting) di Indonesia. Kementerian
Kesehatan RI, 301(5), 1163�1178.
Kemenkes, R. I. (2021). Laporan Kinerja Kementrian Kesehatan Tahun 2020. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun.
Lynawati, Lynawati. (2020). Hubungan PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat)
terhadap stunting di Desa Kedung Malang Kabupaten Banyumas. Jurnal HUMMANSI
(Humaniora, Manajemen, Akuntansi), 3(1), 41�46.
Mediani, Henny Suzana. (2020). Predictors of stunting among children under
five year of age in Indonesia: a scoping review. Global Journal of Health
Science, 12(8), 83. https://doi.org/10.5539/gjhs.v12n8p83
Muizzah, Lilik. (2013). Hubungan antara kebugaran dengan status gizi
dan aktivitas fisik pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
Natsir, Muh Fajaruddin. (2019). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
pada tatanan rumah tangga masyarakat desa parang baddo. Jurnal Nasional Ilmu
Kesehatan, 1(3), 54�59.
Puspito Panggih Rahayu, Casnuri. (2020). PERBEDAAN RISIKO STUNTING
BERDASARKAN JENIS KELAMIN. Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu,
2(1), 135�139.
Rufaida, Farmarida Dika, Raharjo, Angga Mardro, & Handoko, Adelia.
(2020). The Correlation of Family and Household Factors on The Incidence of
Stunting on Toddlers in Three Villages Sumberbaru Health Center Work Area of
Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 6(1), 1�6.
https://doi.org/10.19184/ams.v6i1.9541
Unicef, & WHO, W. (2020). Levels and trends in child malnutrition: key
findings of the 2019 Edition of the Joint Child Malnutrition Estimates. Geneva:
World Health Organization.
Wicaksono, Febri, & Harsanti, Titik. (2020). Determinants of stunted
children in Indonesia: A multilevel analysis at the individual, household, and
community levels. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National
Public Health Journal), 15(1), 48�53.
https://doi.org/10.21109/kesmas.v15i1.2771
Copyright holder: Prawesty D. Utami, Retno
Budiarti, Herin Setianingsih, Pramita A. Nugraheni, Wahyu P. Mutiadesi,
Annisa U. Rasyida, Mita Herdiyanti,
Ronald P. Adiwinoto (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |