Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

INTERAKSI SIMBOLIK MEMBANGUN KOMUNIKASI DALAM PENANAMAN NASIONALISME INDONESIA DI PAPUA

 

Sat Hari Wibowo, Jamalullail, Frengki Napitupulu

Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Sekolah Pascasarjana, Universitas Sahid Jakarta, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Papua memiliki riwayat konflik berkepanjangan dimulai sejak awal berdirinya RI sebagai suatu negara merdeka dan berdaulat penuh hingga pada masa pembangunan saat ini, konflik terjadi akibat dari keinginan Kerajaan Belanda untuk tetap menguasai wilayah Indonesia menjadi bagian dari negaranya, Papua sebelumnya dibawah kekuasaan kerajaan Belanda di wilayah Hindia Belanda yang terakhir bergabung kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui konfrotasi fisik dengan pengerahan kekuatan bersenjata maupun konfontasi komunikasi melalui langkah-langkah diplomasi kenegaraan. Penelitian ini mengkaji tentang peristiwa komunikasi yang terjadi di Papua dimana melalui komunikasi yang dijalankan oleh prajurit TNI AD baik secara pribadi indifidu maupun secara kesatuan dalam upayanya mengembalikan anak bangsa kedalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa komunikasi yang dibahas merupakan komunikasi sebagai praktek nyata dalam kehidupan prajurit TNI AD ketika melaksanakan interaksi sosial dengan masyarakat Papua, yang memiliki latar belakang yang berbeda terutama latar belakang budaya yang akan dipadukan dengan teori komunikasi sehingga menjadi suatu karya yang bermanfaat sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas pembinaan territorial di daerah rawan Papua. Komunikasi melalui Interaksi sosial dilakukan dengan menggunakan symbol symbol verbal yaitu melalui penyampaian pesan dengan symbol symbol bahasa kata kata langsung kepada masyarakat maupun secara non verbal dengan memperhatikan symbol symbol yang berlaku dalam masyarakat. Simbol simbol yang digunakan baik melalui symbol keagamaan Nasrani yang memiliki penganut terbesar di daerah tersebut, symbol symbol yang berlaku dalam masyarakat adat maupun symbol symbol kebersamaan.

 

Kata Kunci : Interaksi, Simbolik, Komunikasi, Nasionalisme.

 

 

Abstract

Papua has a history of prolonged conflicts starting from the beginning of the establishment of Indonesia as an independent and fully sovereign state until the current development period, conflicts occurred as a result of the desire of the Kingdom of the Netherlands to keep control of Indonesian territory as part of its country, Papua was previously under the rule of the Dutch kingdom in the Dutch East Indies region which last joined the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia through physical confrontation with the deployment of force armed and confrontational communication through state diplomacy measures. This study examines communication events that occurred in Papua where through communication carried out by TNI Army soldiers both individually and individually and as a unit in an effort to return the nation's children to the lap of the Unitary State of the Republic of Indonesia. The communication events discussed are communication as a real practice in the lives of TNI AD soldiers when carrying out social interactions with the Papuan people, who have different backgrounds, especially cultural backgrounds that will be combined with communication theory so that it becomes a useful work as a guide in the implementation of territorial development tasks in Papua's vulnerable areas. Communication through social interaction is carried out using verbal symbols, namely through the delivery of messages with symbols, symbols, language, words, directly to the community and non-verbally by paying attention to the symbols that apply in society. Symbols are used both through Christian religious symbols that have the largest adherents in the area, symbols that apply in indigenous peoples and symbols of togetherness.

 

Keywords: Symbolic, Interaction, Communication, Nasionalism.

 

Pendahuluan

Papua memiliki riwayat konflik berkepanjangan dimulai sejak awal berdirinya RI sebagai suatu negara merdeka dan berdaulat penuh hingga pada masa pembangunan saat ini, konflik terjadi akibat dari keinginan Kerajaan Belanda untuk tetap menguasai wilayah Indonesia menjadi bagian dari negaranya, Papua sebelumnya dibawah kekuasaan kerajaan Belanda di wilayah Hindia Belanda yang terakhir bergabung kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui konfrotasi fisik dengan pengerahan kekuatan bersenjata maupun konfontasi komunikasi melalui langkah-langkah diplomasi kenegaraan. Konflik Papua merupakan konflik politik dan keamanan sebagai warisan permasalahan yang ditinggalkan oleh Belanda, kelompok elit politik orang asli Papua pada saat itu dijanjikan untuk mendapatkan jabatan politik dalam negara boneka Papua, diawali dengan didirikannya Dewan Papua (Niuew Gueinea Raad) sebagai persiapan pendirian sebuah negara. Akibat dari pemberdayaan dibidang politik dan pemerintahan oleh Belanda untuk menyiapkan berdirinya suatu negara boneka Papua, berkembang menjadi gerakan separatis OPM, baik melalui kegiatan politik maupun kelompok bersenjata, dalam gerakannya sering kali menimbulkan korban serta mengakibatkan disintegrasi nasional.

Penelitian ini akan mengkaji tentang peristiwa komunikasi yang terjadi di Papua dimana melalui komunikasi yang dijalankan oleh prajurit TNI AD baik secara pribadi indifidu maupun secara kesatuan dalam upayanya mengembalikan anak bangsa kedalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komunikasi melalui interaksi simbolik dalam menanamkan nasionalisme kebangsaan Indonesia pada masyarakat Papua yang memiliki latar belakang budaya dan etnis yang berbeda tersebut mampu mengajak masyarakat yang memiliki ideologi separatis organisasi papua merdeka untuk kembali ke pangkuan NKRI dengan menyerahkan 30 pucuk senjata tanpa adanya pertumpahan darah. Komunikasi yang dilaksanakan serta adanya fenomena kembalinya kelompok masyarakat pendukung OPM kedalam pangkuan NKRI tersebut menarik untuk dilakukan penelitian, dengan pertanyaan penelitian dengan Batasan sebagai berikut : Bagaimana komunikasi interaksi simbolik menanamkan nasionalisme kebangsaan Indonesia pada masyarakat Papua ?, Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi melalui interaksi simbolik ditengah perbedaan budaya dan agama masyarakat ?

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian kualitatif menurut (Anderson, 2010) meliputi mengumpulkan, menganalisis, dan meng-interpretasi data yang tidak mudah direduksi menjadi angka. Ali and Yusof (2011) menambahkan bahwa penelitian apa pun yang tidak menggunakan prosedur statistik disebut "kualitatif". Lebih lanjut Creswell, (2014:32) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah pendekatan untuk mengeksplorasi dan memahami makna individu atau kelompok yang berkaitan dengan masalah sosial atau manusia. Ini berarti bahwa penelitian kualitatif mempelajari budaya suatu kelompok dan mengidentifikasi bagaimana perkembangan pola perilaku penduduk dari waktu ke waktu. Mengamati perilaku masyarakat dan keterlibatannya dalam kegiatan tersebut menjadi salah satu elemen kunci dari pengumpulan data. Penelitian ini untuk memahami interasi sosial indifidu maupun satuan atau kelompok dalam menyampaikan pesan wawasan kebangsaan Indonesia untuk mengembalikan masyarakat sadar menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Hasil dan Pembahasan

Sejarah panjang Papua menjadi bagian yang tak terpisahkan dari NKRI diawali sejak berdirinya bangsa Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan RI yang dikumandangkan oleh Dwitunggal Soekarno Hatta sama dengan wilayah wilayah lain yang bergolak untuk mempertahankan kemerdekaan. Sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia berkumandang dan sampai di Papua, pengenalan wawasan kebangsaan Indonesia sudah ditanamkan oleh seorang pendidik Sekolah Pendidikan Pamong Praja Pribumi (OSIBA- Opleidings School Voor Inheemse Bestuurs Ambtenaren) Soegoro Atmoprasodjo. Sugoro yang setia kepada perjuangannya selalu menanamkan sikap nasional kepada siswa-siswa sekolah kursus pamong praja. ''Diantara orang-orang lrian yang menjadi siswa kursus tersebut adalah Markus Kaisiepo. Frans Kaisiepo, Nicolas Youwe, Lukas Rumkorem, Silas Papare. dilain pihak pada batalyon Papua terdapat Marthin Indey". Melalui sekolah inilah melahirkan tokoh-tokoh nasionalisme Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari Hindia Belanda dengan melakukan Gerakan gerakan perlawanan melalui jalur politik dengan mendirikan partai politik seperti Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) maupun Gerakan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda. Selain itu juga adanya penanaman Nasionlisme Papua oleh Van Eechoud yang merupakan pendiri OSIBA. Kondisi tersebut menunjukkan adanya perang Komunikasi, yaitu adanya perebutan pengaruh dalam penyampaian pesan, dimana dua pesan yang berbeda maksud dan kepentingannya disampaikan pada satu tempat dan dalam waktu yang bersamaan.

 

Papua Merdeka Sebuah Masalah

Sejak pengakuan kedaulatan Indonesia 27 Desember 1949, Hollandia sekarang adalah Jayapura menjadi tujuan utama keturunan Belanda yang eksodus dari wilayah Indonesia yang merdeka. Pada mulanya usaha Belanda untuk mempertahankan Papua sebagai bagian dari koloni Hindia Timurnya ini didasarkan pada keinginan untuk mencadangkan Papua sebagai tempat pemukiman kembali kaum Indo-Belanda yang ingin mencari tanah air baru. Papua bahkan tidak cuma dicita-citakan sebagai tempat pemukiman kembali kaum Indo, tapi juga bagi para imigran Belanda Totok dari kampung halaman mereka yang sudah terancam peledakan penduduk. Para keturunan Belanda ini kemudian beradaptasi dengan lingkungan Hollandia dan memanfaatkan orang-orang Papua sebagai tenaga kerja mereka (Aditjondro, 2001: xvii). Pemukiman keturunan Belanda di Hollandia diatur oleh ALKOL (Algemene Leider van de Kolonisatie: asisten residen urusan migrasi). Belanda memperjelas status Irian Barat menjadi bagian dari wilayahnya dengan membentuk pemerintahan tersendiri serta mendirikan badan badan pemerintahan serta partai partai politik yang beranggotakan masyarakat asli Irian Barat sebagai persiapan untuk melakukan Self determination ketika wilayah tersebut masih dibawah kekuasaan Belanda.

Pemerintah Belanda mengambil langkah langkah untuk mempercepat proses self determination sebagai perlawanan terhadap Indonesia, dalam disertasi Bernarda Beteray dengan judul Penyemaian Dua Nasionalisme: Papua dan Indonesia di Nederlands Nieuw Guinea pada masa pemerintahan Belanda, 1925-1962 melalui Program Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun untuk menyiapkan masyarakat Papua dalam self determination. Program Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun yang diluncurkan Pemerintah Belanda pada 5 April 1960 diantaranya: Pembentukan Dewan Papua yang memiliki kekuatan, yang kemudian akan diperluas sebagai embrio parlemen di wilayah ini serta pembentukan pasukan sukarelawan Papua untuk membantu polisi.

Pembentukan Dewan Nugini oleh pemerintah Belanda dengan alasan sebagai sarana untuk pembangunan politik masyarakat Irian Barat, langkah tersebut sebagai wujud perlawanan terhadap hasil KMB dengan membangkitkan nasionalisme Papua yang pada dasarnya arah tujuannya untuk membangkitkan perlawanan masyarakat Papua terhadap Indonesia. Korps Relawan Papua (PVK ; Papoea Vrijwilligers Korps) dibentuk pada tanggal 21 Februari 1961 untuk membantu Belanda dalam mempertahankan Irian Barat dari penyusupan militer Indonesia PVK terdiri dari penduduk Papua dari berbagai macam suku. PVK dipersenjatai dan para anggotanya mengenakan seragam khaki dan topi yang miring ke kiri atas; topi tersebut dihiasi lambang PVK dan bulu burung. Setelah kekuasaan atas Irian Barat diserahkan ke Indonesia, mantan anggota PVK bergabung dengan masyarakat sipil untuk melakukan pemberontakan yang pada akhirnya menjadi suatu gerakan separatis bersenjata yang disebut dengan Organisasi Papua Merdeka yang saat ini makin eksis.

Pada hari Kamis tanggal 17 Agustus 2017, bertepatan HUT Kemerdekaan RI ke-72, sebanyak 77 orang mantan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Kabupaten Kepulauan Yapen turun gunung dan menyatakan kembali ke NKRI. Mantan anggota OPM ini bersama 300 simpatisan OPM menyatakan ikrar kesetiaan kepada NKRI yang disampaikan di hadapan Danrem 173/PVB, Brigjen TNI I Nyoman Cantiasa di Kampung Wadapi, Distrik Persiapan Wadimomi, Kabupaten Kepulauan Yapen. Anggota OPM yang menyerahkan diri ini berasal dari dua kelompok. Yakni kelompok TPN-OPM wilayah Yapen Timur pimpinan Kris Nussy Sineri alias Coromis dan kelompok TPN-OPM wilayah Yapen Utara pimpinan almarhum Maikel Marani. Selain menyatakan ikrar setia kepada NKRI, 77 orang anggota OPM ini juga menyerahkan 32 pucuk senjata api dan satu bendera Bintang Kejora yang diserahkan secara simbolis oleh Kris Nussy Sineri alias Coromis kepada Danrem 173/PVB, Brigjen TNI I Nyoman Cantiasa. Dalam penyerahan tersebut pimpinan TPN-OPM wilayah Yapen Timur, Kris Nussy Sineri menyerahkan dua pucuk pistol organik miliknya kepada Danrem 173/PVB.

Berdasarkan teori interaksi simbolik Blumer yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari gagasan Mead dihadapkan pada adanya data tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut; Self (konsep diri) Dalam konteks penelitian ini menunjukkan bahwa Komunikan yang merupakan prajurit TNI AD sebelumnya merupakan warga negara biasa yang secara sadar mengembangkan dirinya dengan bergabung menjadi anggota TNI. Dalam penelitian yang dilakukan oleh DR. Muhadjir Effendy, M.AP, menemukan bahwa faktor penting yang membentuk seseorang untuk menjadi anggota TNI adalah significant other, yaitu sosok atau orang yang sangat berarti bagi dirinya. Di dalam masa pendidikan tentunya kemiliteran memiliki ciri khas khusus yang berbeda dengan lembaga lainnya yaitu gaya komunikasi yang menekankan non verbal secara tegas, lugas dan bersuara lantang. Itu merupakan gaya komunikasi yang memang sudah dimiliki militer sejak dulu. Interaksi dengan gaya seperti itu dapat mempengaruhi pemaknaan simbol dan internalisasi seorang anggota TNI. Gaya komunikasi seperti itu bahkan dapat membentuk jati diri seseorang.

Dalam pasal 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan bahwa Jati Diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara professional, Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia; Tentara pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya; Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara dan di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; dan Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

Dalam penelitian ini pengungkapan jadi diri sebagai tentara rakyat terlihat secara jelas melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh pimpinan maupun seluruh anggota dalam kehidupan kemasyarakatan di Kabupaten Kepulauan Yapen propinsi Papua. Undangan kegiatan kemasyarakatan maupun yang sifatnya keagamaan selalu dihadiri secara langsung bersama sama dengan anggota, walaupun kadang kadang tempat yang akan dituju membutuhkan perjuangan tersendiri untuk mencapai tempat tersebut, selain rawan keamanan dimana masih terdapat anggota OPM , juga rawan geografis yang sulit untuk ditempuh dengan kendaraan biasa. Kegiatan yang dilaksanakan terlihat adanya kebersamaan antara anggota TNI dengan masyarakat Papua, tanpa membedakan mereka makan bersama sama dengan hidangan yang sama di tempat yang sama juga, selain itu juga ditunjukkan melalui kegiatan sehari hari bersama masyarakat dengan makan pinang bersama dimanapun berada.

Dalam penelitian ini mengungkapkan jadi diri sebagai tentara pejuang melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan, baik dalam kegiatan sosial kemasyarakatan maupun kegiataan dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya. Walaupun secara tegas dinyatakan bahwa tidak ada operasi militer di daerah rawan Papua, namun dalam kenyataannya berbagai macam operasi digelar di wilayah Papua dimulai dari operasi pengamanan perbatasan, operasi pengamanan pulau terluar hingga pada operasi pengamanan daerah rawan Papua. Kegiatan interaksi sosial kemasyarakatan yang dilakukan hingga pelosok kabupaten bahkan pelaksanaan prosesi penyerahan diri melalui ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatua Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2017 tidak didukung anggaran sama sekali, hal ini menunjukkan adanya implementasi dari jati diri TNI sebagai prajurit pejuang dimana seluruh anggota rela mengorbankan waktu dan tenaganya demi kepentingan masyarakat bangsa dan negara sehingga kegiatan dapat berlangsung hingga sukses.

Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara dan di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama. Prajurit TNI memiliki anggota dengan berbagai macam latar belakang daerah, suku, ras dan golongan agama dari Sabang hingga Merauke, namun keberagaman tersebut bukan menjadikan suatu masalah untuk komando dan pengendalian dalam mencapai keberhasilan tugas pokok. Keberagaman yang ada justru menjadi kekuatan karena adanya kesadaran jati dirinya sebagai tentara nasional yang melekat di dada kirinya bukanlah tentara Jawa, Sumatra ataupun Papua, namun sebagai Tentara Nasional Indonesia.

Jati diri sebagai tentara profesional merupakan suatu tuntutan sebagai organ vital dari suatu negara yang harus menjalankan tugasnya secara profesional sebagai konsekwensinya harus berani mati dalam menjaga kedaulatan negara secara penuh. Sikap profesional ini seringkali dilihat bahwa prajurit itu keras dan tegas, kondisi ini sebagai akibat dari adanya kekerasan dalam pendidikan militer untuk melatih kekuatan fisik maupun kekuatan naluri dalam mempertahankan hidupnya dalam kondisi terjelek sekalipun. Kekerasan tidak selalu diperankan oleh TNI dalam menjalankan tugasnya, melalui bekal ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya ilmu komunikasi, TNI menghadapi ancaman dengan prinsip menang tidak harus menyerang dan menghancurkan, menang tidak harus mengalahkan. Hal ini dilaksanakan oleh Kodim 1709/ Yapen Waropen dalam menghadapi kelompok kelompok sparatis bersenjata maupun kelompok politik OPM yang berada di wilayahnya, memenangkan dengan cara memenangkan hati dan pikiran rakyat sehingga dengan suka rela kembali ke dalam pangkuan NKRI.

Action (konsep perbuatan), Setiap masyarakat baik yang secara sukarela maupun secara terpaksa karena adanya kondisi yang mengharuskan mereka bermukim dan tinggal di Papua bersama sama dengan masyarakat lainnya menyadari kondisi yang dihadapinya. Mereka menyadari berbagai permasalahan yang akan dihadapi menjadi bagian dari masyarakat papua, terlebih lagi bagi masyarakat pendatang yang memiliki latar belakang suku dan ras yang berbeda dengan penduduk asli tersebut. Karena sadar akan situasi yang dihadapi dalam menjalani kehidupan dalam lingkungan masyarakat tersebut, indifidu yang secara sadar memasuki wilayah Papua berusaha merancang apa yang harus dilakukan agar tidak terbawa dalam situasi namun bisa mengendalikan dirinya sehingga bisa bertahan samapai dengan sekarang ini. Kondisi tersebut diatas juga berlaku secara umum termasuk kepada prajurit TNI AD khususnya anggota Kodim 1709/Yapen Waropen masing masing anggota secara indifidu melakukan rancangan rancangan Tindakan agar tidak terbawa dalam situasi setempat sehingga dapat menjalani kehidupan dalam hubungannya dengan organisasi satuan yang menaunginya maupun dengan masyarakat. Secara satuan organisasi demikian juga harus segera mempelajari untuk dapat melakukan Tindakan-tindakan yang menguntuntungkan bagi kelangsungan hidup organisasi maupun dalam rangka mencapai keberhasilan tugas pokok. Perkembangan situasi yang terjadi dalam lingkungan wilayah tugasnya senantiasa dipantau pada setiap bidang kehidupan baik sosial budaya , politik, hukum bahkan geografi dilakukan pengamatan serta Analisa kemungkinan perkembangannya sehingga dapat menentukan cara bertindak yang terbaik.

Object (konsep objek). Papua dengan kekhasan budayanya banyak terdapat obyek yang memiliki makna sebagai interaksi simbolik, dalam penelitian ini terdapat beberapa obyek diantaranya obyek fisik berupa noken, kalau di daerah lain maknanya hanya merupakan sebuah tas pada umumnya untuk menyimpan sesuatu. Noken seringkali dipakai dalam upacara-upacara adat atau perayaan seperti pengangkatan kepala suku, penyimpanan harta pusaka, upacara perkawinan, upacara inisiasi anak, menyambut kedatangan tamu, dengan menggunakan pakaian adat dan tarian adat, noken dikalungkan ke tamu. Dalam Ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh mantan anggota TPN/OPM di Wadapi pada saat itu juga menggunakan noken sebagai tempat bendera OPM dan dua buah pistol pabrikan yang dikalungkan ke Danrem 173/PVB Brigjen TNI I Nyoman Chantiasa.

Obyek fisik berikutnya adalah pinang, mengkonsumsi buah pinang dalam kehidupan sehari hari merupakan suatu tradisi atau kebiasaan yang berlaku umum masyarakat Papua, dilakukan oleh semua orang baik anak anak maupun dewasa, laki laki maupun perempuan, masyarakat dengan kedudukan status sosial tinggi maupun masyarakat biasa. Yuliana dalam disertasi dengan judul Pinang dalam kehidupan Orang Papua di Kota Jayapura (2018) membuat kesimpulan diantaranya, Pinang yang dipahami sebagai kebersamaan diartikan pula sebagai �buah pengikat hubungan� sesama orang Papua, terutama untuk menciptakan suasana keakraban yang harmonis. Dalam kenyataan hidup sehari-hari, orang Papua di setiap perjumpaan terdapat model komunikasi yang merupakan bagian dari interaksi simbolik yang bernilai positif yaitu adanya keinginan untuk selalu berbagi secara spontan (memberi dan menawarkan pinang). Selain itu pinang juga bagi orang Papua dipahami sebagai buah yang memiliki fungsi integrasi dan fungsi politik. Objek fisik berikutnya adalah Alkitab, Alkitab adalah kitab suci yang diinspirasikan/diilhamkan Allah kepada para penulis sehingga mereka menulis kitab suci sesuai dengan keinginan Allah tanpa salah secara keseluruhannya. Bukan hanya dalam bentuk pikiran, tetapi juga kata-katanya adalah pilihan Allah secara sempurna. Alkitab adalah salah satu bentuk penyataan diri Allah bagi manusia. Oleh karena itu Alkitab sebagai symbol Kekristenan sangat penting keberadaannya dalam masyarakat Papua.

Objek lain yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan masyarakat Papua diantaranya Pendeta yang merupakan obyek sosial, Pendeta beserta rohaniawan Kristen lainnya mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan masyarakat Papua. Pemerintah memerlukan peran para pendeta untuk menjadi faktor pengungkit bagi pertumbuhan di sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan di Papua karena pendeta menjadi pusat kepercayaan publik, rakyat yakin dan percaya pada pendeta dan pemuka agama. Kelebihan dari pendeta kita adalah mereka bukan hanya sekedar mengajarkan agama, tapi juga peduli dengan isu pendidikan, Kesehatan dan ekonomi kerakyatan. Selain itu terdapat juga obyek abstrak yang berkaitan dengan upaya interaksi sosial masyarakat Papua, diantaranya adanya adat istiadat masyarakat Papua yang merupakan kebiasaan yang dilakukan secara turun menurut dan dilakukan terus menerus. Adat istiadat tersebut adakalanya juga yang bersifat magis yang merupakan larangan larangan atau merupakan pantangan apabila dilakukan, serta kegiatan kegiatan dalam menghadapi kemungkinan adanya bencana selalu dikaitkan dengan hal magis. Acara acara penting yang dilakukan pada lingkungan masyarakat selalu diiringi dengan prosesi ada yang melibatkan obyek obyek fisik seperti pinang dan noken dalam prosesinya.

Social Interaction (konsep interaksi sosial) Dalam penelitian ini, interaksi sosial yang dilakukan diantaranya melalui pendekatan keagamaan, dengan mengambil momen perayaan keagamaan yaitu perayaan hari Pentakosta yang dilaksanakan oleh seluruh Gereja di Papua dari Gereja di perkotaan hingga pedalaman menyambutnya dengan sukacita. Personil Kodim 1709/Yapen Waropen dipimpin oleh Komandan Kodim memilih beribadah di Gereja GKI Ora Et Labora Kampung Sasawa Distrik Yapen Barat pada hari Senin 16 Mei 2016 yang merupakan basis TPN OPM dibawah pimpinan Fernando Worobai, saat itu merupakan kelompok terbesar di wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen.

Pesan secara verbal yang disampaikan di pedalaman Papua tersebut pada kenyataannya bukan hanya didengar sebatas tembok gereja saja namun juga menyebar ke seluruh wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen, serta daerah lainnya hal ini tidak lepas dari peran wartawan yang mengiringi perjalan Dandim 1709. Pesan perdamaian dan kasih yang disampaikan bukan hanya dalam bentuk verbal dengan merangkaikan simbol simbol bahasa, yaitu kata kata kedalam kalimat yang menyejukkan dan mengajak secara langsung serta dengan mengutip ayat ayat dalam Alkitab, namun juga dilakukan secara non verbal. Komunikasi secara non verbal ditunjukkan dimulai dari perjalanan hingga di daerah kegiatan yang sama sekali tidak memperlihatkan pengawalan yang ketat dan bergabung bersama sama dengan masyarakat untuk ibadah, menunjukkan bahwa kedatangan pimpinan TNI AD kali ini membawa pesan perdamaian dan kasih, hingga koran Cenderawasih Pos saat itu mengekpos dengan judul �Bersenjatakan Alkitab dalam Noken, Dandim Yawa masuk sarang OPM�.

Interaksi Simbolik dengan mengadopsi simbol simbol keagamaan dilakukan oleh Kodim 1709/Yapen Waropen pada setiap momen perayaan keagamaan, termasuk menjelang perayaan Natal, Kodim 1709 mengadakan bulan kasih dan pawai Santa Claus di Kabupaten Kepulauan Yapen. Bulan Kasih dilaksanakan bukan hanya diikuti oleh gereja gereja ataupun masyarakat Nasrani saja, namun organisasi keagamaan lainnya bergabung bersama sama dalam sebuah kegiatan parade Santa Claus tersebut. Seperti halnya tradisi Santa Claus yang selalu membagikan hadiah kepada anak anak, demikian juga dalam acara Bulan Kasih, Kodim 1709 membagikan bingkisan kepada anak anak, bukan hanya di daerah pelaksanaan parade, pembagian dilaksanakan hingga ke daerah wilayah Kampung Wadapi Distrik Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen yang merupakan daerah dibawah pengaruh TPN OPM Yapen Timur.

Komunikasi secara non verbal dengan mengangkat simbol simbol keagamaan juga dilakukan pada saat menerima John Mansai anggota kelompok TPN OPM dari wilayah Wadapi Kabupaten Kepulauan Yapen yang memilih kembali ke pangkuan NKRI. Dalam kesempatan tersebut Dandim 1709/Yawa menyampaian pesan sebagai berikut ; �Apa yang menjadi aspirasi John Mansai akan kami perhatikan, untuk itu, mari kita bersama-sama bergandengan tangan, kita satukan tekad membangun tanah Papua yang kita cintai ini, agar anak cucu serta generasi penerus kita dapat menjadi generasi yang membanggakan bagi Papua,". Selain menyampaikan secara langsung, secara non verbal dihadapan pemuka agama Kristen Pendeta Martinus Matinori dan aparat keamanan yang sempat hadir pada saat itu, Dandim 1709/Yawa , menyerahkan Alkitab yang dicetak khusus dengan menggunakan sampul loreng ciri khas TNI.

Penanaman wawasan kebangsaan Indonesia terus dilakukan bukan hanya di perkotaan, dalam setiap kunjungan kerjanya ke wilayah satuan jajarannya, Komandan Kodim 1709/Yapen Waropen menyempatkan diri untuk mengunjungi sekolah di wilayah tersebut dengan maksud menanamkan wawasan kebangsaan Indonesia. Dalam kesempatan itu Dandim menyampaikan �Pembekalan Materi Wawasan Kebangsaan agar adek-adek dapat mengetahui keindahan Indonesia dengan kehidupan yang berpedoman kepada Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila yang menjadi dasar dari negara kita, sehingga kita semua dapat hidup berdampingan dengan damai serta terhindar dari isu-isu serta polemik yang akan memutuskan tali persaudaraan dan persatuan kita sebagai penerus masa depan Bangsa Indonesia�. Dalam acara tersebut juga dilakukan pembagian alat tulis kepada para peserta, yang menarik dalam kegiatan tersebut, alat tulis yang dibagikan dengan sampul khusus mengenalkan simbol simbol kebangsaan Indonesia yaitu Bendera kebangsaan Indonesia Bendera Merah Putih, Lambang Negara dan teks ideologi negara Pancasila serta foto Presiden dan wakil Presiden pada saat itu.

Interaksi sosial dengan menggunakan simbol simbol yang yang berlaku di dalam masyarakat adat Papua juga digunakan dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat pada semua tingkatan masyarakat, penggunaan tas rajutan atau lebih dikenal dengan Noken yang biasa dipakai oleh masyarakat juga digunakan oleh Komandan dan anggota jajaranya. Noken yang merupakan tas rajutan yang biasa saja diadopsi dan digunakan untuk mengenalkan wawasan kebangsaan, melalui keterampilan istri yang merupakan anggota Persit membuat Noken dengan menempelkan atribut kebangsaan Indonesia yaitu Bendera Merah Putih, hingga akhirnya seluruh pejabat di Kabupaten Kepulauan memesan Noken dengan konsep yang sama untuk digunakan. Selain Noken, kebiasaan makan pinang pada saat berkumpul dengan masyarakat adat Papua juga diikuti oleh seluruh prajurit dalam setiap kegiatan tidak lupa membawa buah pinang untuk dimakan bersama sebagai sarana kontak untuk menjalin kebersamaan.

Joint Action (tindakan bersama) Interaksi sosial yang dilakukan baik antara indifidu anggota Kodim 1709/ Yapen Waropen yang bertugas sebagai Babinsa di wilayah tersebut maupun anggota yang juga merupakan anggota masyarakat setempat maupun secara satuan dengan kelompok masyarakat pendukung OPM memunculkan suatu reaksi. Reaksi yang timbul sebagai akibat dari hubungan tersebut mengakibatkan suatu tindakan yang lebih luas melalui penyesuaian dari berbagai ide wawasan kebangsaan Indonesia yang menimbulkan keserasian serta mengalami penyatuan ide untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Penyatuan ide hinggga terjadi suatu tindakan bersama tersebut melalui proses yang panjang serta mengalami berbagai hambatan dan tantangan yang tidak sedikit, namun dengan kesamaan ide tersebut maka terjadi Tindakan bersama dalam bentuk Ikrar Kesetian kepada NKRI pada tanggal 17 Agustus 2017

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi melalui interaksi simbolik

Penelitian ini dapat melihat berbagai factor yang mempengaruhi keberhasilan komunikan dalam melakukan komunikasi diantaranya; Pertama, bahwa komunikan berhasil menerapkan peran diri dalam setiap interaksi sosialnya, komunikan menyadari peran dirinya sebagai seorang prajurit mempunya jati diri serta kode etik dalam menjalani tugas profesinya maupun saat melaksanakan interaksi sosial dengan masyarakat. Dengan menyadari jadi dirinya sebagai seorang prajurit TNI serta menjadikan kode etik menjadi pedoman dalam menjalin hubungan dengan masyarakat baik dalam rangkaian pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan organisasi maupun dalam kehidupan sehari harinya akan memudahkan dalam melakukan komunikasi. Prajurit TNI yang terkenal dengan kekerasan serta ketegasannya dapat bersikap luwes dan ramah karena melaksanakan Sapta Marga dalam menjalin interaksi sosial masyarakat asli Papua.

Kedua, rasa percaya diri dari komunikator hal ini tidak lepas dari pengalaman penugasan yang dialami oleh subyek penelitian dimana sebagian besar anggota Kodim 1709/Yapen Waropen memiliki masa dinas yang sudah lama sehingga memiliki kedewasaan dalam bertindak. Kepercayaan diri juga dikarenakan penguasaan terhadap materi yang disampaikan kepada masyarakat, materi wawasan kebangsaan Indonesia serta ajakan persatuan dan kesatuan bangsa senantiasa menjadi bekal secara rutin kepada seluruh anggota pada setiap jam komandan. Kemampuan berbicara dalam menjalin komunikasi juga bisa menjadi bekal dalam interaksi dengan masyarakat yang akan semakin menjadikan prajurit untuk percaya diri.

Ketiga, kedekatan antara Komunikator dan obyek komunikasi. Kedekatan tersebut bukan begitu saja didapatkan karena tidak ada hubungan kesamaan suku apalagi hubungan darah, kedekatan tersebut didapat melalui proses yang panjang diawali dengan memperhatikan symbol symbol yang berlaku dalam masyarakat adat tersebut dijadikan pedoman dalam setiap langkah interaksi sosial. Pemahaman akan symbol symbol yang berlaku dan memadukan dengan symbol symbol wawasan kebangsaan Indonesia memudahkan interaksi sosial masyarakat sehingga tumbuh saling percaya dikarenakan adanya penghormatan terhadap budaya yang berlaku.

Keempat, Fokus pada pesan yang disampaikan. Fokus akan pesan yang disampaikan merupakan poin yang sangat penting dalam setiap pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan dengan hasil yang maksimal. Hal ini perlu dipedomani terutama dalam pelaksanaan tugas di Papua yang terkenal akan kekayaan alamnya yang masih sangat besar yang bisa mengakibatkan mengaburkan tujuan utama dalam pelaksanaan tugas, bukan tugas pokok yang dijalannya justru hal lain yang tidak ada kaitannya diutamakan. Fokus pada pesan yang ingin disampaikan akan memudahkan bagi penerima pesan untuk memahami keinginan dan harapan dari penyampai pesan, dalam penelitian ini pesan wawasan kebangsaan Indonesia diterima dan dinyatakan melalui ikrar kesetiaan kepada NKRI karena pesan itu disampaikan dengan kesungguhan karena fokus.

Kelima, pandangan positif. Pandangan yang positif masyarakat Papua terhadap TNI AD dalam hal ini Kodim 1709/Yapen Waropen tidak lepas dari upaya pemberdayaan masyarkat yang dilakukan melalui pendekatan pendekatan sosial baik melalui program seperti TNI Manunggal Membangun Desa ( TMMD ) maupun karya bhakti. Pandangan positif tersebut juga tumbuh dengan kegiatan sosial lainnya seperti pengobatan masal di daerah dibawah pengaruh OPM dengan melibatkan istri istri prajurit yang mempunyai keahlian dibidang medis baik sebagai dokter maupun perawat. Kegiatan lainnya juga membantu ekonomi masyarakat dengan melaksanakan kegiatan pasar murah yang menjual bahan bahan kebutuhan pokjok masyarakat dengan harga dibawah harga pasaran dan kegiatan itupun melibatkan istri istri prajurit, hal ini menunjukkan bahwa kehadiran TNI bukan untuk berperang namun, membawa kedamaian dan kesejahteraan.

 

Kesimpulan

����������� Gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka sebagai bom waktu yang ditinggalkan oleh pemerintah Belanda untuk menghadapi gerakan perjuangan Indonesia dalam mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia sebagai konsekwensi dari hasil KMB. Konflik Papua yang awalnya merupakan konflik antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah kerajaan Belanda, setelah Belanda pergi, konflik berubah antara pemerintah Indonesia melawan kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka. Konflik Papua merupakan masalah nasional namun ada upaya kelompok organisasi Papua Merdeka untuk mengangkat masalah ini menjadi masalah Internasional melalui dukungan dari negara negara Pasific maupun Australi dan Inggris.

����������� Keberhasilan satuan Kodim 1709/Yapen Waropen untuk mengajak kembali kelompok separatis TPN OPM kembali ke pangkuan NKRI melalui ikrar setia yang dilakukan pada saat peringatan kemerdekan Indonesia 17 Agustus 2017 merupakan hasil interaksi sosial yang dibangun. Interaksi sosial dilakukan dengan menggunakan symbol symbol verbal yaitu melalui penyampaian pesan dengan symbol symbol bahasa kata kata langsung kepada masyarakat maupun secara non verbal dengan memperhatikan symbol symbol yang berlaku dalam masyarakat. Simbol simbol yang digunakan baik melalui symbol keagamaan Nasrani yang memiliki penganut terbesar di daerah tersebut, symbol symbol yang berlaku dalam masyarakat adat maupun symbol symbol kebersamaan. Kemampuan pemahaman terhadap symbol symbol dalam masyarakat merupakan merupakan suatu factor yang mempengaruhi keberhasilan dalam interaksi simbolik , sehingga dapat menggunakan symbol tersebut untuk melakukan interaksi sosial bahkan memadukan dengan symbol identitas nasional. Kemampuan dalam memahami symbol yang berlaku dalam masyarakat tidak lepas dari lamanya indifidu berinteraksi dengan masyarakat tersebut, dalam konteks ini komunikator sebelumnya sudah lama bertugas di Papua sebelum mendapatkan kepercayaan untuk memimpin suatu Komando Kewilayahan tersebut. Latar belakang pemimpin yang memahami kondisi masyarakat dengan budayanya yang berbeda memudahkan dalam memahami makna symbol yang berlaku dalam masyarakat sehingga dapat menggunakan symbol tersebut dalam melakukan interaksi simbolik.

Komunikator juga sangat paham terhadap symbol agama Nasrani, dengan latar belakang pendidikan militer yang menanamkan semangat persatuan dan kesatuan dan penghormatan terhadap suatu perbedaan melalui pendidikan dalam asrama yang tinggal bersama dengan perbedaan suku dan agama yang berbeda. Selain itu latar belakang agama komunikan yang sama dengan mayoritas masyarakat Papua secara tidak langsung tanpa adanya penyesuaian diri komuniukasi secara verbal maupun non verbal yang dilakukan dalam merefleksikan symbol symbol yang berlaku di kalangan Nasrani. Kondisi keluarga juga mendukung dalam pelaksanaan interaksi sosial dimana istri yang lama tinggal di Papua juga merupakan potensi yang dapat diberdayakan dalam melakukan interaksi sosial, baik keterampilannya di bidang Kesehatan maupun komunikasi secara verbal dan non verbal yang dilakukan sangat dipahami oleh masyarakat Papua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Andi Mirza Ronda. (2018). Tafsir Kontemporer Ilmu Komunikasi, Indigo Media Tanggerang.

 

Ahmad. (2020). Metode Riset Komunikasi, Indigo Media Tanggerang.

 

Ahmad Fauzi dkk. (2022). Metodologi Penelitian, Banyumas.

 

Aman, M.Pd. (2015). Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan: 1945-1998, Yogyakarta.

 

Abdul Muhid, dkk. (2020). Interaksi Simbolik Teori dan Aplikasi dalam Penelitian Pendidikan dan Psikologi, Madani Malang

 

Deddy Mulyana. (2016). Komunikasi Lintas Budaya, PT Remaja Rosdakarya Bandung

 

Frans Pekey. (2018). Papua Mencari Jalan Perdamaian, Kompas Jakarta

 

France. (2018). Otonomi Khusus Papua, Kompas Jakarta 2018

 

Frits Bernard Ramandey. (2007). Irian Barat, Irian Jaya sampai Papua, Aliansi Jurnalistik Independen Papua Jayapura

 

George Herbert Mead. (2018). Mind Self & Sosiety, Forum Jakarta.

 

Herbert Blumer. (1956). Symbolic Interactionism, University of California Press London

 

John Francis Saltford BA, M.A. (2000). UNTEA and UNRWI: United Nations Involvement in West New Guinea During the 1960's, 2000

 

Joel M. Charon. (2007). Symbolic Interactionism, Pearson Education New Jersey

 

Leontine E Visser dkk, (2008).Bakti Pamong Praja di Era Transisi Kekuasaan Belanda ke Indonesia, Kompas Jakarta

 

Nurani Soyomukti. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi, Yogjakarta.

 

Nurwasis dkk. (2018). Operasi Penumpasan Gerakan Separatis di Papua 1965-1991, Dinas Sejarah Angkatan Darat, Bandung

 

Onnie Lumintang dkk, (1997). Biografi Pahlawan Nasional Marthin Indey dan Silas Papare, Jakarta

 

Otto Syamsudin Ishak dkk, (2012). Oase Gagasan Papua Damai, Imparsial Jakarta

 

Pim Schoorl. (2001). Belanda di Irian Jaya, Amtenar di Masa Penuh Gejolak 1945-1962, Jakarta

Pius Suryo Haryono dkk. (1996). Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo, Jakarta.

 

Ponco Dewi Karyaningsih,M.M. (2018). Ilmu Komunikasi, Yogyakarta, 2018

 

R.Z. Leirissa. (1992). Sejarah Proses Integrasi Irian Jaya dkk, Jakarta

 

Riris Katharina. (2019). Menakar Capaian Otonomi Khusus Papua, Yayasan Pustaka Obor Indonesia Jakarta

 

Rofinus Neto Wuli. (2022). Manajemen Konflik Berbasis Budaya, Kompas Jakarta

 

Siswanto. (2020). Indonesia dan Diplomasi Irian Barat 1949-1962, memanfaatkan perang dingin, Jakarta

 

Stephen W. Littlejohn. (2009). Teori Komunikasi, Salemba Humanika Jakarta.

 

Zuchri Abdussamad. (2021). Metode Penelitian Kualitatif, Makasar.

 

Angel Yohana, Muhammad Saifulloh. (2019). Interaksi Simbolik Dalam Membangun Komunikasi Antara Atasan Dan Bawahan di Perusahaan WACANA, Volume 18 No. 1, Juni 2019, hlm. 122-130

 

Ari Rohmawati dkk, (2021). Potrait of Social Interaction among the Vilagers in the Perspective of George Herbet Mead�s Symbolic Interactionalism Theory, IJoASER (International Journal on Advanced Science, Education, and Religion) Volume 4, Number 1, March.

 

Bernarda Meteray, (2016). Penguatan Demokrasi di Tanah Papua di Era Nieuw Guienea Raad (NGR) 1961 dan Majelis Rakyat Papua (MRP) 2005, Jurnal Masyarakat Indonesia, Vol 42 (1) Juni 2016

 

Bachtiar S. Bachri, (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi pada Penelitian Kualitatif, Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol.10 No. 1, April 2010 (46-62)

 

Diningrum Citraningsih dkk, (2022). Interaksionisme Simbolik: Peran Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan Social Science Studies Vol. 2 No. 1 2022 Page 072-086

 

Engkus Kuswarno, (2006). Tradisi Fenomenologi Pada Penelitian Komunikasi Kualitatif: Sebuah Pengalaman Akademis, Media Tor Vol 7 Juni

 

Edrizal Saputra dkk, (2021). How an ex-Convict Child Survives: Self-Conception,Symbolic Interaction, and Interpersonal Communication, Journal Communication Spectrum: Capturing New Perspectives in Communication Vol. 11(2) pp. 95-107

 

Eka Wijaya Pranata dkk, (2019). Symbolic Interaction of The Deaf Students in Public School Interaksi Simbolik Siswa Tunarungu di Sekolah Umum, Jurnal The Messenger, Vol. 11, No. 1, January

 

Edison Hutapea dkk, (2022). Street Children's Self-Concept (Study of Symbolic Interaction in the Area under the Grogol Bridge, Kedoya Metro TV and Demolition) International Journal of Social Science And Human Research Volume 05 Issue 11 November

 

Hari Surono, (2010). Studi Kasus Migrasi di Papua : Perkembangan kota Hollandia 1944� 1962, Jurnal Balai Arkeologi Jayapura Papua Vol 2 November.

 

Hasbi dkk, (2019). The Social Meaning of Rambu Solo Ceremony in Toraja (The Perspective of Symbolic Interactionism Theory, The Journal of Social Sciences Research Vol. 5, Issue. 3, pp: 778-781.

 

Linn Katrine Fivelsdal dkk. (2022). Who Am I Really? Concept of the Self, Body Image, and Buying Behavior, Management International Conference (MIC) Ljubljana, Slovenia

 

Muhammad Luthfie dkk,. (2017). Interaksi Simbolik Organisasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa. INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 1. Juni

 

Mailinda dkk. (2018). Komunikasi Interaksionisme Simbolik Antara Pekerja Tunarungu Dengan Tamu (Studi Komunikasi di Kafe Kopi Tuli Depok), Koneksi Vol. 2, No. 2, Desember, Hal 426-432

 

Mardiana. (2023). The Symbolic Meaning of Leadership In The Perspective of Symbolic Interaction (Sahbirin noor's leadership style analysis), International Journal of Environmental, Sustainability and Social Science (IJESSS) Volume: 4 Number: 2 Page: 374 � 382

 

Randi Yudistian dkk. (2019). An Analysis of Communication Strategies Used by Surf Guides In Their Interaction To Foreigners, International Journal of Language and Literature, Vol. 3, No. 3, August.

 

Scott Grills. (2013). Symbolic interaction and organizational leadership: From theory to practice in university settings, Department of Sociology Brandon University.

 

Sri Wulandari dkk. (2021). Social Interaction Of Students In The Environment Of Isi Communication Science Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon And Fikom Universitas Islam Bandung, International Journal of Entrepreneurship and Business Development) Volume 04 Number 04 July .

 

Tina Kartika, (2015). Street Children, (Study Symbolic Interaction and Regulation has been Set up by the Indonesian Government) Journal of Law, Policy and Globalization Vol.36

Copyright holder:

Sat Hari Wibowo, Jamalullail, Frengki Napitupulu (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: