Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
INDIKATOR KINERJA PENYELENGGARAAN KPBU DI INDONESIA
Yudhi Nopryan Dinata, Ayomi Dita Rarasati
Departemen
Teknik Sipil, Universitas Indonesia, Indonesia
E-mail:�� [email protected], [email protected]
Abstrak
Keterbatasan anggaran pemerintah
untuk pendanaan infrastruktur mengharuskan pemerintah untuk memanfaatkan skema
pembiayaan inovatif, salah satunya berupa skema Kerja Sama Pemerintah dengan
Badan Usaha (KPBU). Berdasarkan data Bappenas, sampai dengan tahun 2022,
terdapat 30 proyek KPBU yang masuk dalam kategori Success Story. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
indikator kinerja yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja penyelenggaraan
KPBU di Indonesia. Kuesioner survei digunakan untuk menangkap persepsi tingkat
kepentingan indikator kinerja dari pihak pemerintah dan pihak swasta. Peringkat
tingkat kepentingan setiap indikator kinerja disusun berdasarkan metode TOPSIS.
Berdasarkan persepsi dari keseluruhan responden, lima indikator kinerja penyelenggaraan
KPBU peringkat teratas adalah; komitmen dan tanggung jawab antara sektor publik
dan swasta; alokasi risiko yang optimal, pembagian risiko, dan transfer risiko;
kelayakan teknis proyek, kemampuan untuk dibangun, dan kemampuan pemeliharaan;
pengadaan tanah yang optimal; dan studi kelayakan yang komprehensif.
Kata Kunci: manajemen infrastruktur, Kerja
Sama Pemerintah dengan Badan Usaha, indikator kinerja, Indonesia
Pendahuluan ����
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024)
yang ditetapkan oleh pemerintah, total kebutuhan pendanaan infrastruktur adalah
sebesar Rp6.445 triliun. Dari nilai tersebut, APBN hanya mampu menyediakan
Rp2.385 triliun, atau 37 persen dari kebutuhan tersebut. Untuk menutupi
kekurangan pembiayaan tersebut, pemerintah perlu memanfaatkan sumber-sumber
pendanaan yang berasal dari masyarakat dan swasta melalui skema-skema pembiayaan
yang inovatif termasuk melalui pengembangan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha (KPBU), Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), maupun
bentuk pendanaan inovatif (innovative
financing) lainnya.
KPBU atau yang dikenal secara luas dengan sebutan Public Private Partnership (PPP) telah banyak digunakan oleh
berbagai negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang seperti
Indonesia. Tidak ada definisi resmi mengenai PPP, namun dapat disimpulkan bahwa
PPP merupakan bentuk perjanjian antara sektor publik (pemerintah) dengan sektor
swasta (badan usaha) untuk mengadakan sarana layanan publik yang diikat dengan
perjanjian, terbagi menjadi beberapa bentuk tergantung kontrak dan pembagian risiko.
Tujuan dari PPP adalah untuk mentransfer risiko kepada mitra swasta secara
efektif, mengurangi biaya administrasi sektor publik, menyelesaikan masalah
keterbatasan anggaran sektor publik, menyediakan produk dan layanan publik yang
lebih berkualitas, dan menghemat waktu dalam penyelesaian proyek (Yuan et al.,
2010).
Dalam rangka mendorong dan mendukung pembiayaan untuk percepatan
pembangunan infrastruktur melalui skema KPBU, pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, yang
ditetapkan pada tanggal 20 Maret 2015. Selain Perpres tersebut, panduan
pelaksanaan KPBU di Indonesia diatur lebih lanjut dalam beberapa peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga sesuai dengan
kewenangannya masing-masing.
Berdasarkan PPP Book tahun 2022 yang disusun oleh Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, pada tahun 2022, terdapat 97 proyek
KPBU yang tengah berjalan dalam berbagai tahapan proses. Ke 97 proyek tersebut
dikelompokan dalam empat kategori , yaitu: (1) Ready to Offer Projects sebanyak 3 proyek; (2)
Under Preparation Projects sebanyak 44 proyek; (3) Already Tendered Projects sebanyak 20 proyek; dan (4) Success Story sebanyak 30 proyek.
KPBU sebagai mekanisme pembiayaan infrastruktur di luar APBN/D
dihadapkan pada tantangan akuntabilitas pelaksanaannya. Akuntabilitas penting
bagi peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap peran KPBU dalam penyediaan
infrastruktur dan pelayanan umum. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
pemantauan kinerja penyelenggaraan KPBU. Menurut Yuan et al. (2009), salah satu
mekanisme pengukuran kinerja adalah menggunakan Key Performance Indicator (KPI) atau indikator kinerja.
Metode Penelitian
Validasi
Pakar
���� Pengumpulan data tahap pertama
dilakukan untuk validasi dan permintaan masukan kepada pakar atas variabel
penelitian yang akan digunakan yaitu berupa daftar
indikator kinerja utama penyelenggaraan KPBU yang dapat digunakan di Indonesia.
Berdasarkan hasil studi literatur, diperoleh 47 indikator kinerja utama
penyelenggaraan KPBU. Atas variabel penelitian tersebut, para pakar dimintakan
persetujuan dan memberikan masukan untuk setiap variabel.
Permintaan data kepada narasumber dilakukan melalui kuesioner. Melalui
kuesioner tersebut, pakar dapat memberikan tanggapan mengenai relevansi atau
kesesuaian atas masing-masing variabel penelitian yang digunakan, koreksi atas
uraian dan deskripsi indikator kinerja, serta memberikan masukan berupa
indikator kinerja tambahan yang dapat digunakan..
Kuesioner
Survei
Pengumpulan data tahap kedua dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
persepsi responden terhadap tingkat kepentingan atau signifikansi indikator
kinerja utama dalam rangka mengukur kinerja penyelenggaraan KPBU. Metode
pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner survei melalui tautan formulir
google yang didistribusikan kepada
responden secara daring.
Pemilihan responden (sampling) dalam penelitian ini menggunakan �purposive sampling�, yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Dalam
penelitian ini, terdapat dua kelompok responden yaitu dari pihak pemerintah
yang diwakili oleh kementerian/lembaga, dan pihak swasta yaitu perusahaan yang
ditunjuk sebagai Badan Usaha Pelaksana proyek KPBU.
Jumlah sampel responden dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Lemeshow
(Lemeshow et al., 1997). Rumus tersebut digunakan untuk menghitung jumlah
sampel dengan total populasi yang tidak dapat diketahui secara pasti. Rumus
Lemeshow diuraikan sebagai berikut:
Dimana
n�� �������� =�� jumlah sampel
Z ����� ���� =�� nilai
distribusi z
P����� ����� =�� probabilitas maksimal estimasi
d�� ���� ��� =�� alpha/sampling
error
Berdasarkan rumus di atas, dengan menggunakan nilai Z pada tingkat
kepercayaan 95%, nilai P sebesar 50%, dan nilai d sebesar 10%, maka diperoleh
jumlah sampel yang diperlukan adalah sebanyak 96 responden.
Skala pengukuran pada kuesioner menggunakan skala Likert dalam mengukur
pendapat atau persepsi responden terhadap tingkat kepentingan atau signifikansi
variabel indikator kinerja terhadap penyelenggaran proyek KPBU. Skala Likert
yang digunakan adalah skala lima tingkatan sebagai
indikator pengukuran, dengan uraian: (1) tidak penting, (2) kurang penting, (3)
cukup penting, (4) penting, (5) sangat penting.
Data yang diperoleh dari hasil survei dianalisis secara statistik, baik
statistik deskriptif maupun inferensial. Selanjutnya, indikator kinerja yang
dianggap penting berdasarkan analisis statistik, dilakukan pemeringkatan
tingkat kepentingan yang dianalisis dengan menggunakan metode Technique for Order of Preference by Similarity
to Ideal Solution (TOPSIS). TOPSIS merupakan salah satu teknik Multi-Criteria Decision-Making (MCDM)
yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan dengan mengukur jarak
terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif dari
sudut pandang geometris dengan menggunakan jarak Euclidean untuk menentukan
kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Validasi Pakar
Dari 47 variabel awal, terdapat dua variabel yang dikeluarkan dari
daftar yaitu X17 (standar kontrak dengan fleksibilitas yang cukup) dan X25
(inovasi perencanaan strategis). Sedangkan variabel X47 direvisi dari semula
�kualitas aset� menjadi �kualitas layanan�, yaitu tingkat mutu atau kualitas
dari pelayanan yang diberikan oleh BUP kepada masyarakat pengguna sesuai dengan
standar pelayanan minimum yang disepakati dalam kontrak kerja sama. Selain itu
terdapat dua indikator kinerja yang diusulkan oleh pakar untuk menjadi variabel
tambahan, yaitu pengadaan tanah yang optimal, dan tingkat pemenuhan investasi/
pembiayaan infrastruktur.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengumpulan data tahap pertama,
terdapat 47 indikator kinerja utama penyelenggaraan KPBU yang sudah tervalidasi
oleh para pakar dan menjadi dasar penyusunan kuesioner survei pada tahap
selanjutnya. Terdapat tiga indikator kinerja yang mengalami perubahan sebagaimana
tersaji pada tabel 2.
Tabel 1
Daftar Indikator Kinerja Utama Berdasarkan Hasil Validasi Pakar
Demografi
Responden
Kuesioner survei disebarluaskan kepada dua kelompok responden yaitu dari
pihak pemerintah yang diwakili oleh kementerian/lembaga dan pihak swasta yaitu perusahaan
yang ditunjuk sebagai Badan Usaha Pelaksana proyek KPBU. Kedua kelompok
tersebut merupakan dua pihak utama dalam penyelenggaraan KPBU. Dari hasil
penyebaran kuesioner survei, berhasil dikumpulkan sebanyak 91 responden dari 96
responden yang ditargetkan, atau dengan tingkat pengembalian (return rate) sebesar 94,79%.
Dari 91 responden survei yang berhasil dikumpulkan, sebanyak 53
responden (58,24%) berasal dari pihak pemerintah dan
sebanyak 38 responden (41,76%) berasal dari BUP. Responden dari pihak
pemerintah berasal dari delapan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang
menyelenggarakan proyek KPBU, sedangkan responden dari BUP berasal dari 27
perusahaan.
Indikator
Kinerja Utama Penyelenggaraan KPBU
Secara umum, dari 47 indikator kinerja yang disurvei, seluruh indikator
kinerja tersebut dianggap penting oleh kedua kelompok responden dengan nilai
mean berkisar antara 4,22 sampai dengan 4,82. Secara
terpisah, nilai mean dari pihak pemerintah berkisar antara 4,23
sampai dengan 4,89, sedangkan nilai mean dari pihak swasta berkisar antara 4,21
sampai dengan 4,84. Pihak pemerintah memiliki kisaran nilai mean yang lebih
tinggi dibanding pihak swasta, sehingga dapat diartikan bahwa secara umum bahwa
pemerintah menganggap seluruh indikator kinerja lebih penting dibandingkan
dengan persepsi pihak swasta.
Pemeringkatan
Indikator Kinerja Utama Penyelenggaraan KPBU
Seluruh indikator kinerja yang dianggap penting kemudian dilakukan pemeringkatan
tingkat kepentingan yang dianalisis dengan menggunakan metode TOPSIS. Pemeringkatan
tingkat kepentingan indikator kinerja tersebut dilakukan terhadap seluruh
responden secara keseluruhan, dan secara terpisah antara pihak pemerintah
dengan pihak swasta.. Hasil analisis TOPSIS adalah
nilai preferensi untuk setiap alternatif (V) yang digunakan sebagai dasar pemeringkatan
indikator kinerja. Tabel 3 menyajikan peringkat tingkat kepentingan dari setiap
indikator kinerja berdasarkan analisis TOPSIS.
Tabel 3
Persepsi Tingkat Kepentingan Relatif atas Indikator Kinerja KPBU
Berdasarkan hasil analisis TOPSIS, maka sepuluh indikator kinerja KPBU urutan
teratas baik secara keseluruhan maupun secara terpisah berdasarkan persepsi kelompok
responden, tersaji pada tabel 4.
Secara umum, responden menempatkan X26 pada peringkat pertama, dan X11
pada peringkat kedua sebagai indikator kinerja yang dianggap penting dalam
rangka pencapaian kinerja proyek KPBU. Hasil tersebut ternyata konsisten dengan
hasil penelitian Yuan et al. (2012).
Kedua faktor tersebut melibatkan pihak pemerintah dan pihak swasta, artinya
bahwa dibutuhkan kerja sama yang baik antara kedua
belah pihak dalam rangka mencapai kinerja proyek KPBU yang baik. Hal ini juga
menggambarkan bahwa kemitraan antara kedua belah pihak menjadi kunci dengan
menjalankan kewajiban masing-masing pihak secara bertanggung jawab dalam rangka
mencapai tujuan proyek KPBU.
Tabel 4
Sepuluh Indikator Kinerja Teratas Berdasarkan Persepsi Kelompok
Responden
Secara terpisah, pihak pemerintah menempatkan faktor X11 sebagai indikator
kinerja yang paling penting, sedangkan X26 pada peringkat ketiga. Pihak
pemerintah juga menekankan pentingnya faktor X47 (kualitas layanan) yang berada
pada peringkat kedua, yaitu tingkat mutu atau kualitas dari pelayanan yang
diberikan oleh BUP selaku pengelola infrastruktur kepada masyarakat pengguna
sesuai dengan standar pelayanan minimum yang disepakati dalam kontrak kerja
sama.
Pada sisi lain, pihak swasta hanya menempatkan faktor X26 dan X11 pada
peringkat kelima dan ketiga belas. Tiga faktor teratas yang dianggap penting
menurut persepsi pihak swasta adalah faktor X15, X5, dan X13. Faktor X5
(kewajaran masa konstruksi dan konsesi) dan X13 (mekanisme penyesuaian harga
atau tarif penggunaan) berkaitan erat dengan upaya perolehan pendapatan BUP dalam
rangka pengembalian investasi. Faktor terkait lainnya seperti X41 (keuntungan
yang berkelanjutan) berada pada peringkat 21 dalam persepsi pihak swasta,
dimana ini lebih tinggi daripada persepsi pihak pemerintah yang menempatkan
faktor tersebut pada peringkat 34. BUP sebagai sebuah perusahaan yang
berorientasi pada perolehan keuntungan (profit
oriented), sehingga adalah wajar bahwa persepsi pihak swasta terhadap
indikator kinerja yang berkaitan dengan perolehan pendapatan lebih tinggi
daripada persepsi pihak pemerintah.
Perbedaan
Persepsi Antar Kelompok Responden
Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3 dan 4 di atas, terdapat perbedaan
persepsi terkait tingkat kepentingan dari setiap indikator kinerja KPBU bagi
pihak pemerintah dengan pihak swasta. Hal tersebut terlihat dari perbedaan
kisaran nilai mean dan perbedaan urutan peringkat tingkat kepentingan dari
masing-masing indikator kinerja yang disurvei. Untuk mengkaji lebih lanjut atas
perbedaan persepsi tersebut, maka perlu dilakukan perbandingan kedua kelompok
responden menggunakan Mann-Whitney U test. Hasil uji tersebut dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5
Hasil Uji Mann Whitney U Test atas Perbedaan Persepsi Kelompok Responden
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney U test, dari 47 indikator kinerja ditemukan
sebelas indikator kinerja yang memiliki perbedaan persepsi yang signifikan
secara statistik antara pihak pemerintah dengan pihak swasta.
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daftar indikator kinerja
utama yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran kinerja penyelenggaraan
KPBU di Indonesia, yang dikumpulkan melalui studi literatur. Survei melalui
kuesioner dilakukan kepada dua kelompok responden yaitu pihak pemerintah dan
pihak swasta dalam rangka mengukur persepsi para responden terkait tingkat
kepentingan dari setiap indikator kinerja KPBU.
Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut: (1) Seluruh indikator kinerja utama yang
disurvei (47 indikator) dianggap penting oleh seluruh responden, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pengukuran kinerja penyelenggaraan KPBU di Indonesia; (2)
Secara umum, lima indikator kinerja urutan teratas adalah X26 (komitmen dan tanggung
jawab antara sektor publik dan swasta), X11 (alokasi risiko yang optimal,
pembagian risiko, dan transfer risiko), X10 (kelayakan teknis proyek, kemampuan
untuk dibangun, dan kemampuan pemeliharaan), X17 (pengadaan tanah yang
optimal), dan X5 (studi kelayakan yang komprehensif); (3) Bagi pihak
pemerintah, lima indikator kinerja urutan teratas adalah X11 (alokasi risiko yang
optimal, pembagian risiko, dan transfer risiko), X47 (kualitas layanan), X26 (komitmen
dan tanggung jawab antara sektor publik dan swasta), X10 (kelayakan teknis
proyek, kemampuan untuk dibangun, dan kemampuan pemeliharaan), dan X17
(pengadaan tanah yang optimal); (4) Bagi pihak swasta, lima indikator kinerja
urutan teratas adalah X15 (kewajaran masa konstruksi dan konsesi), X5 (studi
kelayakan yang komprehensif), X13 (mekanisme penyesuaian harga atau tarif
penggunaan), X9 (tata kelola pemerintahan yang baik), dan X26 (komitmen dan tanggung
jawab antara sektor publik dan swasta); (5) Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney
U, terdapat sebelas indikator kinerja yang memiliki perbedaan persepsi yang
signifikan secara statistik antara pihak pemerintah dengan pihak swasta.
BIBLIOGRAFI
Hossain, M., Guest, R. dan Smith, C.
(2019), �Performance indicators of public private partnership in Bangladesh: an
implication for developing countries�, International
Journal of Productivity and Performance Management.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha. September 2022.
https://kpbu.kemenkeu.go.id//
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kantor Bersama KPBU. September
2022. http://ppp.bappenas.go.id/kantor-bersama/
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2022), Public-Private
Partnership Infrastructure Projects Plan In Indonesia 2022.
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2020), Rancangan Teknokratik
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Lemeshow,
S., Hosmer, D.W., Klar, J., Lwanga, S.K. (1997), Besar
Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Liu, J., Love, P.E.D., Smith, J.,
Regan, M. dan Sutrisna, M. (2014), �Public-Private Partnerships: a review of
theory and practice of performance measurement�, International Journal of Productivity and Performance Management.
Liu, J., Love, P.E.D., Davis, P.R.,
Smith, J. dan Regan, M. (2015), �Conceptual framework for the performance
measurement of Public-Private Partnerships�, Journal of Infrastructure Systems.
Love, P.E.D., Liu, J., Matthews, J.,
Sing, C.-P. and Smith, J. (2015), �Future proofing PPPs: life-cycle performance
measurement and building information modelling�, Automation in Construction.
Mladenovic, G., Vajdic, N., W�undsch,
B. dan Temeljotov-Salaj, A. (2013), �Use of key performance indicators for PPP
transport projects to meet stakeholders� performance objectives�, Built Environment Project and Asset
Management
Noor, M. Miftahul Huda. (2016).
Mengenal Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), Skema Public Private
Partnership (PPP) di Indonesia. Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan.
Okudan O., Budayan C.,� dan Dikmen I. (2020), �Development of a
conceptual life cycle performance measurement system for build�operate�transfer
(BOT) projects�, Engineering,
Construction and Architectural Management
Organization of Economic Co-operation
and Development, OECD, (2012), Recommendation
of the Council on Principles for Public Governance of Public-Private
Partnerships.
Perpres 38/15. Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur.
PT Sarana Multi Infastruktur. (20140). Panduan Penyelenggaran Kerjasama
Pemerintah-Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur.
Sugiyono (2013), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Penerbit Alfabeta\ Bandung
The World Bank (2017), �Public-Private Partnerships Reference Guide�
United Nation Economic and Social
Commission For Asia And The Pacific (2011), �A Guidebook On Public-Private Partnership In Infrastructure�
Villalba-Romero, F. dan Liyanage, C.
(2016), �Evaluating success in PPP road projects in Europe: a comparison of
performance measurement approaches�, Transportation
Research Procedia
Yescombe, E. R. (2007), Public-Private Partnerships : Principles of
Policy and Finance. Elsevier Science & Technology
Yuan, J., Zeng, A.Y., Skibniewski, M.J.
dan Li, Q. (2009), �Selection of performance objectives and key performance
indicators in public-private partnership projects to achieve value for money�, Construction Management and Economics
Yuan, J., Wang, C., Skibniewski, M.J. dan Li, Q. (2012), �Developing key
performance indicators for public-private partnership projects: questionnaire
survey and analysis�, Journal of
Management in Engineering.
Copyright
holder: Yudhi Nopryan Dinata, Ayomi Dita Rarasati (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |
MA