Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
ANALISIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN TERHADAP OBYEK KENDARAAN BERMOTOR
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Lorinza Hartomo Razy
Fakultas Hukum, Universitas Bandar Lampung, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Kewajiban yang dibebankan kepada para
debitur merupakan hal yang fatal, karena pemenuhan kewajiban tersebut sebagai
upaya dalam melunasi hutang yang dibebankan kepada debitur, apabila tidak
tercapai maka Kreditur/ PT. Toyota Astra Financial (PT.
TAF) Cabang Lampung berhak untuk menyita objek benda yang merupakan jaminan
tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) bagaimana bentuk hak dan kewajiban para
pihak dalam perjanjian pembiayaan kendaraan dengan jaminan fidusia pada PT. TAF Cabang
Lampung?, (2) Bagaimana
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan kendaraan
dengan jaminan fidusia pada PT. TAF Cabang Lampung?, (3) Bagaimana akibat hukum yang timbul apabila terjadi wanprestasi
dalam perjanjian pembiayaan kendaraan roda empat dengan jaminan fidusia pada PT.
TAF Cabang Lampung?. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat yuridis
normatif, dan pendekatan empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder dan
data primer. Analisis data menggunakan analisis yuridis kualitatif. Perjanjian pembiayaan kendaraan dengan jaminan fidusia pada PT. TAF Cabang
Lampung di buat secara sepihak oleh kreditur dalam bentuk perjanjian baku. Terjadinya penunggakan angsuran
pembayaran. Hal itu dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya dari
kesalahan informasi dari kreditur dan juga keadaan ekonomi pihak debitur. Tidak konsisten dan tidak taatnya para
pihak terhadap pelaksanaan isi perjanjian serta tidak seimbangnya hak dan
kewajiban pada klausula perjanjian. Terjadinya wanprestasi disebabkan oleh salah satu pihak
melanggar dari perjanjian baku yang isi perjanjian baku tersebut telah
disepakati oleh pihak dibetur, sehingga menimbulkan akibat hukum yang berdampak
pada sengketa antara kedua belah pihak kreditur dan dibitur.
Kata Kunci: Perjanjian
Pembiayaan, Konsumen Kendaraan,
Jaminan Fidusia.
Abstract
Obligations imposed on the debtors are fatal, because
the fulfillment of these obligations is an effort to pay off debts that are
charged to the debtor, if not achieved, the Creditor / PT. Toyota Astra
Financial (PT. TAF) Lampung Branch has the right to confiscate objects that are
the collateral. What forms of rights and obligations of the parties in a
vehicle financing agreement with fiduciary guarantees at PT. Lampung Branch TAF
?, What are the obstacles faced in implementing a vehicle financing agreement
with fiduciary guarantees at PT. Lampung Branch TAF? What are the legal
consequences arising when there is a default in a four-wheeled vehicle
financing agreement with a fiduciary guarantee at PT. TAF Lampung Branch? The
research method used in this writing is normative juridical, and empirical
approach. The data used are secondary data and primary data. Data analysis uses
qualitative juridical analysis. Vehicle
financing agreements with fiduciary guarantees at PT. The Lampung Branch TAF
was made unilaterally by a creditor in the form of a standard agreement. The
arrears in payment installments. This can occur due to several factors
including misinformation from creditors and also the economic situation of the
debtor. Inconsistency and disobedience of the parties to the implementation of
the contents of the agreement and the imbalance of rights and obligations in
the agreement clause. The occurrence of default is caused by one of the parties
violating the standard agreement, which the contents of the standard agreement
have been agreed upon by the parties in the garden, thus causing legal
consequences that have an impact on the disputes between the two creditors and
the parties.
Keywords: Financing
Agreement,Customer, CoVehicle, Fiduciary Guarantee.
Pendahuluan
Lembaga keuangan di Indonesia
dibedakan menjadi tiga yaitu lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank
dan lembaga pembiayaan. Dalam praktek kehidupan sehari-hari lembaga keuangan
yang sudah tidak asing dikenal oleh masyarakat adalah bank (Setyawan, 2012).
Bank merupakan salah satu bentuk
lembaga keuangan yang bertujuan untuk mermberikan kredit, pinjaman dan
jasa-jasa keuangan lainnya, sehingga dapat dikemukakan bahwa fungsi bank pada
umumnya adalah melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi banyak sektor perekonomian (Puspitasari &
Syafarudin, 2021).
Pembiayaan konsumen timbul karena
adanya kesepakatan antara dua pihak yaitu kreditur (perusahaan pembiayaan) dan
debitur (konsumen) (Juanda, 2021). Dalam perjanjian ini menggunakan asas kebebasan berkontrak. Perjanjian
pembiayaan konsumen (consumer finance) tidak diatur dalam Kitab Undang- Undang
Hukum Perdata, sehingga merupakan perjanjian tidak bernama (Raysando et al.,
2021). Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa �semua perjanjian yang dibuat
secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya�.
Sebenarnya yang dimaksud dalam pasal ini adalah, suatu perjanjian yang dibuat
secara sah artinya tidak bertentangan dengan undang-undang mengikat kedua belah
pihak (Agus, 2018).
Perjanjian itu pada umumnya tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan
persetujuan tertentu dari kedua belah pihak atau berdasarkan alasan yang telah
ditetapkan oleh Undang-Undang (Purnomo, 2019). Ada keleluasaan dari pihak yang
berkepentingan untuk memberlakukan hukum perjanjian yang termuat dalam buku III
KUHPerdata tersebut, yang juga sebagai hukum pelengkap ditambah pula dengan
asas kebebasan berkontrak tersebut memungkinkan para pihak dalam prakteknya
untuk mengadakan perjanjian yang sama sekali tidak terdapat di dalam KUHPerdata
maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dengan demikian oleh Undang-undang
diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang harus dapat berlaku bagi para pihak
yang membuatnya (Setiawan & Darsono, 2016). Apabila dalam perjanjian terdapat
hal-hal yang tidak ditentukan, hal-hal tunduk pada ketentuan undang-undang.
Dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan tersebut adanya hubungan hukum
antara pihak-pihak yang akan melakukan perjanjian, para pihak-pihak tersebut yaitu (Sinaga,
2020): (1) Kreditur, yaitu pihak perusahaan
pembiayaan yang melakukan kegiatan pembiayaan berdasarkan kebutuhan konsumen. (2) Debitur, yaitu pihak
konsumen yang menggunakan jasa dari kreditur. (3) Supplier, yaitu pihak
penjual barang yang melakukan kontraktual kepada pihak kreditur.
PT. Toyota Astra Financial (PT. TAF) Cabang Lampung dalam hal
ini memberikan bantuan kepada para debitur yang telah melakukan perjanjian
kepada PT. Toyota Astra Financial
(PT. TAF)
Cabang Lampung. Di samping itu jaminan yang dibebankan kepada debitur
ialah jaminan fidusia atau peralihan hak sementara yang kemudian jika dipenuhi
kewajiban atas pembayaran kredit sampai pada tenggang waktu pelunasan dicapai,
maka dengan sepenuhnya jaminan tersebut menjadi milik debitur (Saradila, 2017). Dengan kata lain hal tersebut di
atur di dalam Undang- Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999.
Dasar hukum PT. Toyota Astra Financial (PT. TAF) Cabang Lampung untuk melakukan perikatan perjanjian
kredit kepada para debitur di atur dalam KUHPerdata Buku ke III tentang
perikatan. Dalam hal ini debitur harus menyetujui isi perjanjian dan
harus memenuhi kewajibannya sebagai debitur untuk membayar cicilan pada saat
jatuh tempo yang telah di sepakati.
Kewajiban pada debitur adalah membayar angsuran kredit secara berkala
sampai pada waktu yang di tetapkan, dengan kata lain kewajiban tersebut harus
dipenuhi sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama pada saat
penandatanganan perjanjian kredit (Gani, 2023). Kewajiban yang dibebankan kepada
para debitur merupakan hal yang fatal, karena pemenuhan
kewajiban tersebut sebagai upaya dalam melunasi hutang yang dibebankan kepada
debitur, apabila tidak tercapai maka Kreditur/ PT. Toyota Astra
Financial (PT. TAF) Cabang Lampung berhak untuk
menyita objek benda yang merupakan jaminan tersebut.
Upaya hukum yang diambil oleh pihak PT. Toyota Astra Financial (PT. TAF) Cabang Lampung secara garis besar dilakukan dengan
penyelesaian secara intern terlebih dahulu dilakukan dengan memberikan denda
kepada debitur yang telah membayar lewat dari tanggal jatuh tempo 1�30 hari,
untuk perhitungan denda adalah 0,5% dikali dengan angsuran dan dikali lagi
dengan hari keterlembatan. Setelah 30 hari debitur diberi peringatan pertama. Berikut setelah 45 hari debitur
diberi peringatan kedua. Selanjutnya setelah 60 hari (2 bulan) debitur diberi
peringatan ketiga dan setelah 2 bulan, 1
minggu kemudian petugas dari lembaga pembiayaan konsumen tersebut mendatangi
debitur dan diberi dua pilihan : kesempatan untuk membayar angsuran yang
tertunda atau mengembalikan kendaraan bermotor.
Dalam hal ini debitur sudah dapat dikatakan debitur yang melakukan wanprestasi. Wanprestasi
yang dimaksud adalah suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi janjinya atau
kewajibannya karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Berdasarkan kondisi sebagaimana diuraikan dalam latar belakang masalah
tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul �Analisis Perjanjian Pembiayaan Konsumen Terhadap
Obyek Kendaraan Bermotor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (Studi di PT. Toyota Astra Financial Cabang Lampung)�.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat yuridis
normatif, dan pendekatan empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder dan
data primer. Analisis data menggunakan analisis yuridis kualitatif.
Hasil dan Pembahasan
A. Bentuk Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pembiayaan Kendaraan dengan Jaminan
Fidusia Pada PT. TAF Cabang
Lampung
Era globalisasi seperti sekarang ini,
kehidupan dirasakan semakin berkembang pesat. Ketika mobilitas dirasakan begitu
tinggi oleh setiap individu dalam menghadapi kehidupan setiap harinya, peranan
transportasi menjadi terasa sangat penting (Tarigan, 2018). Dengan tersedianya fasilitas
transportasi yang memadai, akan memberikan kemudahan setiap individu dalam
melakukan pekerjaan yang pada akhirnya produktifitas dalam bekerja dapat
mencapai secara maksmimal (Wahyuni, 2014).
Pemenuhan hak dan kewajiban para
pihak dalam hukum perjanjian dijamin oleh undang-undang (Sinaga, 2020). Pengaturan tentang hak dan kewajiban
kreditur dan debitur dalam perjanjian mencerminkan sejumlah asas yang menjadi
prinsip-prinsip atau asas-asas perjanjian (Prasnowo & Badriyah, 2019). Hak dan kewajiban para pihak secara
umum dicantumkan didalam perjanjian pembiayaan konsumen. Mengenai bentuk
perjanjian yang dilakukan oleh pihak PT. TAF Cabang Lampung dapat dilihat dari pertanyaan
penulis terhadap para
informan.
1. Hak dan
Kewajiban Kreditur
PT. TAF
Cabang Lampung hadir lebih dekat untuk memberikan
berbagai fasilitas dalam pembiayaan kendaraan, mulai dari perhitungan angsuran
mobil, kemudahan dalam pengajuan kredit mobil, pembiayaan kompetitif, hingga pembayaran angsuran yang fleksibel sesuai kebutuhan. PT. TAF Cabang Lampung menjual kendaraan bermotor
(mobil) baik secara tunai ataupun kredit. Penjualan secara tunai penjualan yang pembayarannya diterima
sekaligus (langsung lunas), penjualan secara kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu
pinjaman dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan pada jangka waktu
yang telah disepakati (Ardi, 2016).
Dalam pelaksanaan perjanjian dijelaskan bahwa hak dari kreditur yaitu pihak PT.
TAF Cabang Lampung adalah:
a. Kreditur berhak untuk dan atas nama
serta untuk kepentingan debitur akan menggunakan dana yang diperoleh dari pencarian
fasilitas pembiayaan ini untuk pembayaran harga barang sebagaiamana dimaksud
pada Pasal 1 perjanjian ini kepada penjual. Pencairan fasilitas pembiayaan ini
dilakukan setelah debitur memenuhi semua kewajiban persyaratan pencairan
fasilitas yang ditetapkan kreditur dan atau sebagaimana diwajibkan dalam
perjanjian ini.
b. Kreditur berhak menerima angsuran
setiap bulan sesuai yang telah diperjanjikan
c. Kreditur berhak menerima denda
keterlambatan kepada kreditur sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) per hari dari
keseluruhan jumlah kewajiban debitur yang telah jatuh tempo dan belum
terbayarkan.
d.
Kreditur berhak untuk menarik kembali barang yang
diberikan apabila konsumen lalai akan kewajibannya.
Dalam pelaksanaan perjanjian
dijelaskan bahwa kewajiban dari kreditur yaitu pihak PT. TAF Cabang Lampung adalah:
a. Berkewajiban menyerahkan barang yang
diperjanjikan apabila telah membayar di muka. Dalam hal ini kreditur akan
memberikan barang yang diperjanjikan yaitu sebuah mobil apabila debitur telah
membayar uang muka.
b. Menyerahkan sebagai hak milik atas
barang yang diperjanjikan kepada konsumen setelah konsumen menyelesaikan
angsuran terakhirnya. Pertanggung jawaban terhadap barang yang diperjanjikan rusak atau
hilang diluar kemauannya, maka pembeli sewa harus mau untuk menggantinya.
c. Kreditur berkewajiban untuk menyediakan
pelayanan sesuai kebutuhan dan kemampuan debitur.
2. Hak dan
Kewajiban Dibitur
Dalam pelaksanaan perjanjian
dijelaskan bahwa hak dari dibitur yaitu pihak selaku konsumen PT. TAF Cabang
Lampung
adalah:
a. Debitur berhak mendapatkan barang
yang diperjanjikan setelah perjanjian ditandatangani dan uang muka yang telah
dibayarkan seseuai perjanjian yang disepakati.
b. Debitur berhak atas penyerahan hak
milik atas barang yang diperjanjikan setelah angsuran terakhir lunas
dibayarkan.
c. Debitur berhak atas informasi
fasilitas pembiayaan sesuai yang diperjanjikan.
d. Debitur berhak mendapatkan solusi
dari kreditur atas segala penyelesaian penanganan pengaduan dari debitur itu
sendiri.
e.
Debitur juga berhak atas pelayanan yang akurat, jujur,
jelas, dan tidak menyesatkan sebagai kewajiban dari kreditur untuk memberikan
pelayanan kepada debitur.
Dalam pelaksanaan perjanjian
dijelaskan bahwa kewajiban dari dibitur yaitu pihak selaku konsumen PT. TAF Cabang
Lampung
adalah:
a. Debitur berkewajiban untuk
menyerahkan kepada kreditur baik secara langsung dan atau/ melalui penjual
semua data, informasi dan dokumen persyaratan pembiayaan (selanjutnya disebut �data syarat
pembiayaan�).
b. Debitur berkewajiban mendahulukan
setiap kewajiban berdasarkan perjanjian ini, termasuk tidak terbatas membayar
angsuran yang jatuh tempo secara tepat dan teratur pada waktunya, sesuai dengan
jumlah nominal angsuran yang ditetapkan dalam perjanjian ini melalui tata cara
dan tempat pembayaran yang ditetapkan oleh kreditur.
c. Seluruh biaya yang timbul dalam
pelaksanaan perjanjian ini merupakan beban dan harus dibayar seluruhnya oeleh
debitur sampai perjanjian ini berakhir
d. Untuk menjamin seluruh pembayaran, maka
debitur setuju untuk menjaminkan barang secara fidusia kepada kreditur sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
e. Debitur berkewajiban memberitahukan
secara tertulis kepada kreditur mengenai alamat yang akan digunakan untuk surat
menyurat sehubungan dengan perjanjian ini.
Perjanjian baku memang lahir dari kebutuhan masyarakat
sendiri. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung tanpa perjanjian baku. Perjanjian baku dibutuhkan
dan karena itu diterima oleh masyarakat. Yang masih perlu dipersoalkan apakah
perjanjian itu tidak bersifat sangat �berat sebelah� dan tidak mengandung �klausul yang secara tidak wajar
sangat memberatkan bagi pihak lainnya�, sehingga perjanjian itu merupakan
perjanjian yang tidak adil. Yang dimaksud �berat sebelah� di sini ialah bahwa
perjanjian itu hanya mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja (yaitu pihak
yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut), tanpa mencantumkan apa yang
menjadi kewajiban-kewajiban pihaknya dan sebaliknya hanya menyebutkan
kewajiban-kewajiban pihak lainnya (biasanya debitur), sedangkan apa yang
menjadi hak-hak pihak lainnya itu tidak disebutkan. Sekarang yang perlu diatur
adalah aturan-aturan dasarnya sebagai aturan-aturan mainnya, agar
klausul-klausul atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku itu, baik
sebagian maupun seluruhnya, mengikat pihak lainnya.
Bentuk hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pembiayaan kendaraan dengan jaminan fidusia pada PT. TAF Cabang
Lampung di buat secara sepihak oleh kreditur dalam bentuk perjanjian baku
artinya perjanjian tersebut hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pihak
kreditur sehingga pihat dibitur tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. Suka atau tidak suka pihak debitur
dalam perjanjian
pembiayaan kendaraan secara kredit dari perusahaan PT. TAF Cabang Lampung harus
menandatangani perjanjian baku tersebut dan mematuhi perjanjian baku tersebut
sesuai kausal-kausal yang sudah ditetapkan secara sepihak.
Berdasarkan uraian di atas jika
dianalisis menurut doktrin yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari definisi di atas, telah
tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum. (tumbuh/lenyapnya
hak dan kewajiban).
Menurut teori baru yang
dikemukakan oleh Van Dunne (2016), yang diartikan dengan
perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Artinya telah terjadi kesepakatan
antara kreditur dalam hal ini pihak PT. TAF Cabang Lampung dengan debitur dalam hal ini
konsumen dalam sebuah perjanjian baku yang dibuat secara sepihak dimana isi
perjanjian tersebut lebih mengntungkan pihak kreditur.
Teori tersebut tidak hanya melihat
perjanjian semata-mata. Tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya
atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori
baru, yaitu :
a.
Tahap Pracontractual,
yaitu adanya penerimaan dan penawaran antara dalam perjanjian baku antara
kreditur dan dan dibetur.
b.
Tahap contractual,
yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak antara kreditur
dan dan dibetur dalam surat perjanjian baku.
c.
Tahap postcontratual,
yaitu pelaksanaan perjanjian baku antara kreditur dan dan dibetur.
B. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Kendaraan dengan Jaminan Fidusia Pada PT. TAF Cabang Lampung
Sebelum terlaksananya perjanjian
pembiayaan antara pihak debitur dan kreditur maka debitur harus melewati tahap
awal sebelum dinyatakan sah untuk menjadi debitur di PT. TAF Cabang Lampung. Tahap awal yang dimaksud adalah
untuk melengkapi persyaratan untuk mengajukan kredit.
Adapun beberapa dokumen yang harus diserahkan debitur kepada pihak kreditur dalam hal ini PT. TAF Bandar Lampung antara lain :
1. Fotocopy KTP
2. Fotocopy Kartu Keluarga
3. Slip Gaji atau Surat Keteragan
Penghasilan
4. Rekening Listrik 3 Bulan Terakhir
5. Surat Nikah (apabila sudah menikah).
Apabila semua syarat telah terpenuhi
maka pihak PT. TAF Cabang
Lampung
akan melakukan survey terhadap calon debitur dalam setiap permohonan pembiayaan konsmen
yang diajukan kepada pihak PT. TAF Cabang
Lampung.
Dalam pelaksanaan perjanjian
pembiayaan ini tidak semuanya dapat berjalan sebagaimana mestinya. Seperti
pelaksanaan hak dan kewajiban yang disimpangi salah satu pihak. Meskipun kedua
pihak telah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing akan tetapi masih
terjadi kelalaian khususnya pada pihak debitur yang tidak melaksanakan
prestasinya. Seperti dalam asas kebebasan berkontrak yang mengartikan bahwa
perjanjian yang telah dibuat tersebut mengikat bagi mereka yang membuatnya
seperti halnya undang-undang.
Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan :
Tiap-tiap perikatan berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, apabila yang
berhutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaian dalam kewajiban
memberikan penggantian biaya, rugi, dan bunga.
Selanjutnya dalam Pasal 1243 yang
tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan sebagai berikut :
Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan,
barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai
memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang
waktu yang telah dilampaukan.
Pihak kreditur yaitu PT. TAF.
Cabang Lampung
telah melakukan usaha yang sangat maksimal untuk menghindari kemungkinan
terjadinya hambatan selama pelaksanaan perjanjian berlangsung, dengan
mensyaratkan beberapa hal-hal kepada debitur seperti yang dijelaskan diatas.
Selain itu PT. TAF. Cabang Lampung telah mencoba menghubungi debitur baik
melalui surat maupun kunjungan langsung bagi debitur yang melalaikan
kewajibannya, namun terkadang tidak berhasil. Apabila PT. TAF.
Cabang Lampung
telah berhasil menghubungi atau menemui debitur, tetapi debitur tetap tidak
mematuhi ketentuan sesuai dengan persyaratan atau perjanjian pembiayaan yang
telah disepakati sebelumnya. Oleh karena itu debitur harus menyerahkan data
pribadi sebenar-benarnya agar dikemudian hari komunikasi antara pihak
kreditur dan debitur tidak terhambat.
Permasalahan yang timbul menurut
penulis sebenarnya dapat diketahui pada awal pembayaran angsuran yang dilakukan
oleh debitur, berikut adalah faktor-faktor yang menimbulkan macetnya pembayaran
angsuran oleh debitur :
1. Tunggakan, pada umumnya tunggakan-tunggakan
yang terjadi dalam pembayaran kembali merupakan tanda-tanda akan timbulnya
suatu pembayaran pembiayaan yang berakibat pada kemacetan.
2.
Informasi yang salah, bahwa laporan yang diberikan oleh
debitur berisi hal-hal yang keliru disebabkan oleh keteledoran.
3.
Masalah-masalah lain yang dapat mempengaruhi jalannya
pembayaran angsuran misalnya kematian si debitur, bencana alam, dan hal-hal
lain yang tidak terduga sebelumnya akan terjadi yang mengakibatkan mempengaruhi
terhadap jalannya pembayaran angsuran dan
tentunya berakibat terhadap perjanjian yang telah disepakati.
4. Pada umumnya hal yang paling
memungkinkan terjadi adalah memburuknya perekonomian si debitur, biarpun pada
awalnya sudah dianalisis oleh kreditur akan tetapi faktor ini yang cukum
membuat kemacetan terhadap pembayaran angsuran.
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan
kendaraan dengan jaminan fidusia pada PT. TAF Cabang Lampung adalah terjadinya penunggakan angsuran
pembayaran. Hal itu dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya dari
kesalahan informasi dari kreditur dan juga keadaan ekonomi pihak debitur. Tidak konsisten dan tidak taatnya para
pihak terhadap pelaksanaan isi perjanjian serta tidak seimbangnya hak dan
kewajiban pada klausula perjanjian.
Berdasarkan
hasil uraian di atas maka dapat dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh Van Dunne bahwa di
dalam hukum kontrak (Law of Contract)
ditentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu;
1.
Adanya Offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan)
2.
Meeting of Minds (persesuaian kehendak)
3.
Konsiderasi (prestasi)
4.
Competent legal parties (kewenangan hukum para pihak)
dan legal parties (kewenangan hukum para pihak) dan legal subject matter (pokok
persoalan yang sah).
C. Akibat Hukum yang Timbul Apabila Terjadi
Wanprestasi dalam Perjanjian Pembiayaan Kendaraan dengan Jaminan Fidusia Pada PT.
TAF. Cabang Lampung
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka
pemberian kredit oleh Lembaga Pembiayaan Konsumen tidak dapat dilakukan
sembarangan. Oleh sebab itu memperoleh keyakinan terhadap debitur penilaian
yang cermat serta prospek usaha dari debitur. Namun masalah yang menjadi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian
pembiayaan ini masih dapat ditemui saat terjadinya pelanggaran yang dilakukan
oleh debitur.
Apabila dalam suatu perjanjian si
debitur tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan karena salahnya maka ia
telah melakukan wanprestasi. Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur
sebagai pihak yang bertanggungjawab, tidak memenuhi prestasi yang telah
disepakati bersama kreditur dengan sebagaimana mestinya sehingga itu
merupakan suatu kesalahan bagi debitur.
Dalam hal untuk melindungi haknya
sebagai kreditur maka kedua belah pihak telah menyepakati perjanjian pembiayaan
dengan jaminan fidusia dengan klausulaklausula yang kreditur rancang untuk
meminimalisir terjadinya masalah dikemudian hari. Segala aspek diatur dalam
perjanjian pembiayaan ini termasuk mengenai wanprestasi seperti dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen.
Atas semua hal perbuatan hukum yang
dilakukan oleh debitur apabila melakukan wanprestasi dalam perjanjian ini maka
timbul akibat hukum. Akibat hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan
untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh
hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang
dilakukan guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum.
Lebih jelas lagi bahwa akibat hukum
adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan
oleh subyek hukum terhadap objek hukum atau akibatakibat lain yang disebabkan
karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan
atau dianggap sebagai akibat hukum. Oleh karena itu akibat hukum yang
ditimbulkanpun telah diatur didalamnya. Seperti akibat hukum ganti rugi,
pembatalan perjanjian yang dimaksudkan merupakan bentuk perlindungan hukum bagi
kreditur untuk melindungi hak kreditur itu sendiri.
Terjadinya wanprestasi disebabkan
oleh salah satu pihak melanggar dari perjanjian baku yang isi perjanjian baku
tersebut telah disepakati oleh pihak dibetur, sehingga menimbulkan akibat hukum yang berdampak pada sengketa
antara kedua belah pihak kreditur dan dibitur.
Berdasarkan
hasil uraian di atas terjadinya wanprestasi maka dapat dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh Van Dunne bahwa
wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
sebagaimana yang direntukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dengan
debitor. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu:
1.
Tidak
memenuhi prestasi sama sekali;
2.
Sehubungan
dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur
tidak memenuhi prestasi sama sekali. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat
waktunya;
3.
Apabila
prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi
prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai
atau keliru.
4.
Debitur yang
memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak
dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama
sekali.
Kesimpulan
Bentuk hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pembiayaan kendaraan dengan jaminan fidusia pada PT. TAF Cabang
Lampung di buat secara sepihak oleh kreditur dalam bentuk perjanjian baku
artinya perjanjian tersebut hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pihak
kreditur sehingga pihat dibitur tidak mempunyai peluang untuk
merundingkan atau meminta perubahan. Suka atau tidak suka pihak debitur
dalam perjanjian
pembiayaan kendaraan secara kredit dari perusahaan PT. TAF Cabang Lampung harus
menandatangani perjanjian baku tersebut dan mematuhi perjanjian baku tersebut
sesuai kausal-kausal yang sudah ditetapkan secara sepihak.
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan
kendaraan dengan jaminan fidusia pada PT. TAF Cabang Lampung adalah terjadinya penunggakan angsuran
pembayaran. Hal itu dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya dari
kesalahan informasi dari kreditur dan juga keadaan ekonomi pihak debitur. Tidak konsisten dan tidak taatnya para
pihak terhadap pelaksanaan isi perjanjian serta tidak seimbangnya hak dan
kewajiban pada klausula perjanjian.
Terjadinya wanprestasi disebabkan oleh salah satu pihak
melanggar dari perjanjian baku yang isi perjanjian baku tersebut telah
disepakati oleh pihak dibetur, sehingga menimbulkan akibat hukum yang berdampak
pada sengketa antara kedua belah pihak kreditur dan dibitur.
BIBLIOGRAFI
Agus, D. (2018).
Perlindungan Konsumen Atas Penggunaan Perjanjian Baku Dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Nurani Hukum, 1(1),
71�82.
Ardi, M. (2016).
Asas-Asas Perjanjian (Akad), Hukum Kontrak Syariah dalam Penerapan Salam dan
Istisna. DIKTUM: Jurnal Syariah Dan Hukum, 14(2), 265�279.
Gani, B. A. (2023).
Penyelesaian Wanprestasi Kredit Multiguna Dengan Jaminan Surat Kepemilikan
Kendaraan Bermotor (Studi Kasus di BPR Surasari Hutama Cabang X). Birokrasi:
JURNAL ILMU HUKUM DAN TATA NEGARA, 1(2), 46�68.
Juanda, E. (2021).
Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Jurnal
Ilmiah Galuh Justisi, 9(2), 273�286.
Prasnowo, A. D.,
& Badriyah, S. M. (2019). Implementasi Asas Keseimbangan Bagi Para Pihak
dalam Perjanjian Baku. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law
Journal), 8(1), 61�75.
Purnomo, S. H.
(2019). Pekerja Tetap Menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja. Jurnal Hukum
Bisnis Bonum Commune, 137�150.
Puspitasari, D.,
& Syafarudin, A. (2021). Pengaruh Kepercayaan Merek, Citra Merek Terhadap
Keputusan Menggunakan Produk Perusahaan Pembiayaan Dengan Persepsi Kualitas
Sebagai Variabel Intervening:(Studi Kasus Di Perumahan Jatinegara Indah
Kecamatan Cakung). Jurnal Valuasi: Jurnal Ilmiah Ilmu Manajemen Dan
Kewirausahaan, 1(1), 147�167.
Raysando, M. B. R.,
Setyawati, N. K. A., & Arini, D. G. D. (2021). Penyelesaian Wanprestasi
atas Dasar Force Majeure Akibat Pandemi Covid-19 dalam Perjanjian Pembiayaan
Konsumen. Jurnal Preferensi Hukum, 2(2), 349�353.
Saradila, F. (2017).
Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Melalui Penjualan Dibawah Tangan Sebagai
Penyelesaian Kredit Macet. Jatiswara, 32(3).
Setiawan, A., &
Darsono, S. H. (2016). Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Kredit Jual Beli
Sepada Motor Di PT. Asli Motor Klaten. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setyawan, Y. Y. P.
(2012). Tionjauan Tentang Konstruksi Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Kendaraan bermotor Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Sinaga, N. A.
(2020). Implementasi Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian. Jurnal
Ilmiah Hukum Dirgantara, 10(1).
Tarigan, M. (2018).
Strategi bertahan hidup penrik becak terhadap kehadira Gojek di kawasan kampus
USU Padang bulan Medan. Skripsi. Medan. Universitas Negeri Medan.
Van Dun, K.,
Bodranghien, F. C. A. A., Mari�n, P., & Manto, M. U. (2016). tDCS of the
cerebellum: where do we stand in 2016? Technical issues and critical review of
the literature. Frontiers in Human Neuroscience, 10, 199.
Wahyuni, S. (2014).
Pengaruh motivasi, pelatihan dan fasilitas kerja terhadap kinerja pegawai dinas
pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Katalogis, 2(1).
Copyright holder: Lorinza Hartomo Razy (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |