Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 7, Juli 2023
ANALISIS
CAPAIAN KAPITASI BERBASIS KINERJA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DI
WILAYAH JAKARTA TIMUR PADA MASA PANDEMI COVID-19
Ryan Augustian,
Dumilah Ayuningtyas
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Universal Health Coverage (UHC) merupakan komitmen global dalam rangka pembangunan
kesehatan yang berkeadilan.
Di Indonesia, implementasi diperkuat
dengan mekanisme asuransi sosial melalui program JKN sejak 2014. Pelayanan kesehatan di tingkat primer yang dilakukan
oleh FKTP menjadi kunci, namun kinerja pelayanan
JKN di FKTP yang diukur melalui
capaian kapitasi berbasis kinerja (KBK) selama ini belum
tercapai dan sangat bervariasi,
begitu pula di Jakarta Timur. Pandemi
COVID-19 yang terjadi berlangsung
lebih dari 2 tahun semakin membebani
FKTP. Penting untuk mengetahui capaian KBK di Jakarta
Timur selama masa pandemi serta faktor-faktor yang berhubungan agar dirumuskan rekomendasi perbaikan untuk FKTP dan pihak terkait sehingga peserta JKN mendapatkan pelayanan yang lebih berkualitas. Mixed method dengan
sequential explanatory design dilakukan untuk mendapatkan penjelasan lebih mendalam secara kualitatif dari hasil penelitian kuantitatif. Analisis data kuantitatif dilakukan multivariat regresi logistik binary, sedangkan analisis data kualitatif hasil wawancara mendalam dengan koding, kategorisasi dan tematisasi. Hasil: capaian KBK selama masa pandemi tidak tercapai terutama Indikator Angka kontak dan RPPT. Puskesmas mempunyai peluang lebih besar dibandingkan
klinik pratama dalam mencapai KBK setelah jumlah peserta, jumlah SDM, rasio dokter dengan
peserta, status akreditasi,
dan ketersediaan sistem informasi terintegrasi P-Care dikontrol. (OR= 5). Proses pelayanan,
penyediaan dukungan layanan dan manajerial, sumber daya dan regulasi yang ada dapat menjelaskan perbedaan antara puskesmas dengan klinik pratama dalam mencapai KBK.
Kata Kunci: Universal Health Coverage; Kapitasi Berbasis Kinerja; Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama;
Pandemi Covid-19.
Abstract
Universal Health
Coverage is a global commitment in the context of equitable health development.
In Indonesia, implementation has been strengthened by the social insurance
mechanism through the JKN program since 2014. Health services at the primary
level provided by FKTPs are key, but the performance of JKN services in FKTPs
as measured by performance-based capitation (KBK) has so far not been achieved
and varies widely, as well as in East Jakarta. The COVID-19 pandemic, which has
lasted more than 2 years, has increasingly burdened FKTP. It is important to
know the achievements of KBK in East Jakarta during the pandemic and related
factors in order to formulate recommendations for improvement for FKTP and
related parties so that JKN participants get higher quality services. Mixed
method with sequential explanatory design is done to get a more in-depth
explanation qualitatively from the results of quantitative research.
Quantitative data analysis was carried out with multivariate binary logistic
regression, while qualitative data analysis was the result of in-depth
interviews with coding, categorization and thematization. Result: KBK
achievements during the pandemic period were not achieved, especially the
Contact Number Indicator and RPPT. Puskesmas have a
greater chance than primary clinics in achieving KBK after the number of
participants, the number of human resources, the ratio of doctors to
participants, accreditation status, and the availability of an integrated
P-Care information system are controlled. (OR= 5). The service process,
provision of service and managerial support, existing resources and regulations
can explain the difference between a puskesmas and a pratama clinic.
Keywords: Universal Health
Coverage; Performance-Based Capitation; First Level Health Facilities; Covid-19
pandemic.
Pendahuluan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
Indonesia saat ini telah terselenggara lebih dari delapan
tahun (Setiawati
& Nurrizka, 2019). Penyelenggaraannya
telah banyak membawa perubahan ke arah yang lebih
baik dalam sistem pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia (Chabibah
& Chalidyanto, 2014). Meskipun
demikian, masih banyak tantangan yang dihadapi baik dari
aspek kepesertaan, pembiayaan maupun pemberian layanan kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi dan implementasi yang lebih baik lagi agar Universal Health
Coverage (UHC) dapat tercapai
guna mendukung terwujudnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
(Agustina
et al., 2019).
Perbaikan dalam penyelenggaraan JKN perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait, mulai dari pemerintah
sebagai regulator dan pengawas,
BPJS Kesehatan sebagai pengelola
pembiayaan, serta fasilitas pelayanan kesehatan sebagai penyedia layanan Kesehatan (Hasri
& Djasri, 2021).
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) merupakan salah satu dari penyedia
layanan kesehatan yang mempunyai peran sangat penting. Partisipasi FKTP sebagai penyedia layanan kesehatan primer dalam program JKN terus meningkat (Utami
et al., 2018). Sampai
dengan Agustus 2020, FKTP
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berjumlah
21.735, dengan proporsi terbesar adalah puskesmas sebanyak 10.099 (46%), diikuti klinik pratama 6.662 (31%), dan selebihnya
dokter serta dokter gigi praktik
mandiri. Namun, ketersediaan dan kesiapan FKTP sebagai penyedia layanan kesehatan belum tersebar secara merata di seluruh Indonesia (Riset
Kesehatan Dasar Riskesdas, 2018).
Di samping itu, FKTP belum menjalankan perannya sebagai gate keeper secara optimal, hal ini terlihat dari
masih banyaknya rujukan ke rumah
sakit, utilisasi pelayanan yang masih rendah dan masih banyak FKTP yang belum dapat mencapai target indikator kapitasi berbasis kinerja (KBK), meskipun pencapaiannya telah dijadikan sebagai dasar pembayaran
kapitasi oleh BPJS Kesehatan kepada
FKTP sejak tahun 2016.
Dampak dari belum optimalnya FKTP mengakibatkan morbiditas menjadi tinggi. Angka kesakitan yang tinggi terutama penyakit katastropik menyebabkan pasien berobat ke RS yang menyebabkan beban pembiayaan kesehatan yang tinggi. Di samping itu, kinerja
yang rendah pun mempunyai konsekuensi bagi FKTP tersebut.
Secara nasional
di tahun 2016, indikator rasio prolanis berkunjung dan rasio rujukan non spesialistik telah mencapai target, namun angka kontak
belum memenuhi target yang ditetapkan (Alawi
et al., 2017). Sementara
itu, pada tahun 2017 dan
2018 indikator angka kontak dan rasio prolanis berkunjung belum tercapai.
Meskipun demikian,
berdasarkan hasil Rifaskes 2018, FKTP yang mampu mendiagnosis 144 penyakit adalah hanya sebesar
6,12%, sementara itu,
82,98% FKTP dapat mendiagnosis
antara 101 sampai dengan 143 penyakit. Badan Pemeriksa Keuangan RI dalam laporan penyelenggaraan
program JKN tahun 2021 menemukan
bahwa masih banyak pelayanan kesehatan yang semestinya dituntaskan pada FKTP namun masih dirujuk ke
FKRTL
Menurut hasil penelitian di tiga belas provinsi di Indonesia, tidak tercapainya angka kontak dapat
disebabkan oleh jumlah peserta yang terdaftar di FKTP
yang tidak proporsional dengan kemampuan FKTP, ketersediaan SDM dengan beban tugas ganda,
beban pelayanan di puskesmas yang menyita waktu untuk melakukan
kunjungan rumah, serta masyarakat tidak membawa kartu
BPJS saat berkunjung baik kegiatan dalam
gedung maupun luar gedung. Berdasarkan
hasil Rifaskes 2018, puskesmas daerah perkotaan lebih mampu mencapai target KBK, dan semakin tinggi level akreditasi puskesmas maka semakin tinggi
pencapaian target KBK.
Banyak hal yang mempengaruhi puskesmas sulit menurunkan rasio rujukan non spesialistik. Berbagai penelitian telah dilakukan dan memperoleh hasil diantaranya terkait kurangnya kompetensi faskes yang disebabkan keterbatasan sarana prasarana dan peralatan, keterbatasan logistik obat, keterbatasan sumber daya manusia
baik jumlah maupun kompetensinya. Pelayanan kesehatan, baik berupa sebaran
sumber daya kesehatan dan ketersediaan obat atau farmasi
pada setiap wilayah belum merata (Indonesia,
2021).
Pencapaian indikator
prolanis terbaru yang berlaku sejak akhir
2019 masih sangat rendah, karena lebih sulit
dibandingkan yang sebelumnya.
Rasio peserta prolanis terkendali menunjukkan seberapa besar jumlah peserta
prolanis yang terkendali baik pada penyakit DM maupun HT, jadi tidak hanya sekedar
cakupan kunjungan rutin. Diharapkan seiring berjalannya waktu disertai upaya FKTP dalam melakukan tatalaksana DM dan HT sesuai standar maka pencapaian rasio peserta prolanis
terkendali akan semakin meningkat.
Dalam upaya meningkatkan mutu FKTP dalam memberikan pelayanan termasuk pelayanan JKN, pemerintah menyelenggarakan Akreditasi FKTP
yang dilaksanakan sejak tahun 2015 dan telah menelan biaya yang sangat besar baik dalam
rangka persiapan maupun proses penilaiannya. Dengan akreditasi, FKTP diharapkan mampu menyelenggarakan pelayanan sesuai standar. Akreditasi menjadi salah satu syarat bagi
FKTP untuk dapat bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan (Wulandari
et al., 2019). Berdasarkan
data hasil akreditasi puskesmas terakhir, 9153 puskesmas telah terakreditasi atau 90,25 % dari target 10.137 Puskesmas.
Status akreditasi terbanyak adalah madya sebanyak
55%, sementara yang paling sedikit
adalah paripurna sebanyak 3 %, sisanya terakreditasi dasar 24% dan terakreditasi utama 18% (Harso
et al., 2020). Studi
mengenai hubungan antara status akreditasi puskesmas dengan mutu pelayanan diperoleh dimensi mutu pelayanan yang berhubungan secara signifikan dengan status akreditasi puskesmas adalah dimensi tengibles, reliability, responsiveness dan assurance (Batubara
et al., 2019).
Di tengah upaya FKTP memperbaiki diri meningkatkan kualitas pelayanan, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 telah memberikan dampak yang besar di segala sektor kehidupan, terutama sektor kesehatan dan ekonomi. Tentunya menjadi tantangan bagi seluruh fasilitas kesehatan termasuk FKTP untuk terus meningkatkan
kesiapannya dalam menyesuaikan terhadap kondisi baru tersebut.
Pandemi Covid-19 telah menunjukkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia belum cukup tangguh.
Hal ini terlihat dengan fasilitas pelayanan kesehatan dan sistem penunjangnya yang belum cukup siap
untuk memastikan ketersediaan layanan yang berkualitas dan aman dalam kondisi krisis
(Bappenas,
2021).
Persentase kematian
tenaga kesehatan akibat Covid-19 di Indonesia cukup
tinggi. Oleh sebab itu, upaya memutus
rantai penularan Covid-19 di fasilitas kesehatan perlu menjadi perhatian yang serius. Petugas kesehatan bertemu dengan pasien dan pengunjung di fasilitas kesehatan setiap hari, terkadang dengan alat pelindung
diri yang kurang memadai, sehingga tenaga kesehatan mempunyai risiko tinggi untuk tertular
Covid-19 dari pasien atau pun pengunjung, begitu pula sebaliknya (Misnaniarti
et al., 2017). Banyak perubahan
yang harus dilakukan FKTP
agar dapat tetap menjalankan tugas pelayanan kesehatannya secara optimal, di sisi lain keselamatan petugas dan pengunjung harus terjaga. Oleh karena itu, hal ini
tentunya semakin membebani sumber daya yang ada di FKTP.�
Meskipun puskesmas
dan klinik pratama merupakan sesama FKTP, namun terdapat beberapa perbedaan dampak di antara klinik pratama dan puskesmas.� Puskesmas tidak hanya melayani kesehatan peserta JKN namun juga menjalankan program kesehatan masyarakat, termasuk terlibat penuh dalam pengendalian
Covid-19
terutama dalam melakukan testing dan tracing, pelayanan
rujukan serta program vaksinasi Covid-19. Upaya ini semakin
terus meningkat terlebih lagi saat
kasus masih bergerak meningkat dan program vaksinasi masih terus berlangsung.
Cakupan testing yang dilakukan
di DKI Jakarta sangat banyak bahkan
sempat mencapai 6 kali standar WHO. Cakupan vaksinasi Covid-19 juga menjadi
salah satu yang tertinggi
di wilayah Indonesia. Sementara itu
di klinik meskipun utilisasi cenderung menurun namun pembiayaan
cenderung meningkat oleh karena peningkatan kebutuhan pengadaan perlengkapan pencegahan Covid-19. Tentunya ini menjadi masalah
terutama klinik swasta yang tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah seperti puskesmas.
Jakarta Timur merupakan kota dengan penduduk terbanyak di DKI Jakarta, Kasus Covid-19 di Jakarta
Timur juga masih cukup tinggi, bahkan cenderung meningkat (Sudinkes Jakarta Timur, 2021). Peran Fasilitas
Kesehatan, termasuk FKTP sangat penting
dalam situasi sekarang. Capaian KBK FKTP di
Jakarta Timur di awal tahun
2020 masih belum mencapai target terutama untuk Indikator Angka Kontak serta Rasio
Peserta Prolanis Terkendali (BPJSK Jakarta Timur, 2020).
Pencapaian KBK akan
menjadi semakin sulit karena kondisi
pandemi ini. Saat ini, terdapat
83 Puskesmas dan 103 klinik
pratama yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Jumlah yang cukup besar itu diharapkan
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal baik bagi peserta
JKN maupun seluruh masyarakat di Jakarta Timur terutama
di masa pandemi Covid-19.
Capaian kapitasi berbasis
kinerja (KBK), sebagai indikator kinerja FKTP yang menjadi gatekeeper dalam penyelenggaran pelayanan JKN belum sepenuhnya tercapai dan memperlihatkan adanya variasi sehingga masih menjadi tantangan selama ini. Ketercapaian
KBK berhubungan dengan berbagai faktor antara lain meliputi ketersediaan sarana prasarana, sumber daya manusia. Tantangan
tersebut dapat menjadi lebih berat
saat Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.
Padahal dalam kondisi
apapun termasuk di masa pandemi Covid -19 ini, pencapaian KBK tetap harus tercapai disamping harus menjaga keselamatan petugas serta peserta
dalam pemberian layanan (Hadiyanto, 2020). Situasi tersebut
terjadi pula di FKTP di Jakarta Timur yang di bulan Januari dan Februari tahun 2020 masih belum mencapai
target terutama untuk Indikator Angka Kontak serta Rasio Peserta
Prolanis Terkendali.
Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis
pencapaian KBK di FKTP Jakarta Timur di masa pandemi Covid-19. 1) Bagaimana capaian KBK FKTP di Jakarta Timur pada masa pandemi Covid-19? 2) Faktor-faktor
apa saja yang berhubungan dengan capaian KBK FKTP di Jakarta Timur pada masa pandemi Covid-19? 3) Faktor apa yang paling berhubungan dengan capaian KBK FKTP di
Jakarta Timur pada masa pandemi Covid-19? 4) Bagaimana faktor yang berhubungan dengan capaian KBK di FKTP dapat memengaruhi capaian KBK?
Adapun tujuan penelitian ini yaitu; a) Mengetahui capaian kinerja penyelenggaraan pelayanan JKN
FKTP di Jakarta Timur pada masa pandemi Covid -19 dan
faktor yang berhubungan dengan capaian kinerja tersebut. b) Mengetahui capaian KBK FKTP di
Jakarta Timur pada masa pandemi Covid-19. c) Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan capaian KBK FKTP di Jakarta Timur pada masa pandemi COVID-19.
Manfaat penelitian ini
bagi FKTP adalah tersusunnya rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti FKTP dalam melakukan perbaikan pencapaian KBK di FKTP.
Manfaat penelitian ini bagi BPJS kesehatan
adalah tersusunnya rekomendasi bagi BPJS dalam rangka evaluasi
pelaksanaan KBK di FKTP. Manfaat
penelitian ini bagi Suku Dinas Kesehatan adalah tersusunnya rekomendasi dalam pembinaan, monitoring dan evaluasi
serta pengendalian pencapaian KBK di FKTP. Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah
sebagai sarana pembelajaran dalam menerapkan penelitian untuk mendalami permasalahan pelayanan JKN di
FKTP khususnya terkait pencapaian KBK di masa pandemi Covid-19.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah mixed method. Penelitian metode campuran adalah desain penelitian
dengan asumsi filosofis yang memandu arah serta metode
penyelidikan. Sebagai sebuah metode, ia berfokus pada pengumpulan, analisis, dan pencampuran data kuantitatif dan kualitatif dalam satu studi atau
serangkaian studi. Premis utamanya adalah bahwa penggunaan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dalam kombinasi, memberikan pemahaman yang lebih baik tentang masalah
penelitian daripada salah satu pendekatan saja. Penelitian dilakukan di Jakarta Timur yang berlangsung
Mei sampai dengan Juni 2022.
Desain
dalam penelitian ini adalah explanatory design.
Pada desain ini, terdapat dua fase berurutan/ sekuensial yang interaktif. Tahap pertama, dilakukan pengambilan dan analisis data kuantitatif yang mana memiliki prioritas untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tahap berikutnya adalah fase pengambilan data kualitatif. Peneliti menginterpretasikan data kualitatif
untuk membantu menjelaskan (explain) hasil yang diperoleh pada fase kuantitatif (Creswell, 2012).
Gambar 1 Desain Penelitian
Populasi studi adalah puskesmas dan klinik pratama yang bekerja sama dengan
BPJS kesehatan di wilayah Jakarta Timur dengan jumlah total 189 yang terdiri dari 83 puskesmas dan 106 klinik pratama. Sampel yang digunakan meliputi seluruh populasi atau total sampling. Responden untuk data kualitatif dilakukan dengan purposive
sampling, yaitu informan kunci pada 2 puskesmas dan 2 klinik pratama dengan capaian KBK tertinggi, 2 puskesmas dan 2 klinik pratama dengan capaian KBK terendah di Jakarta Timur, BPJS Kesehatan Jakarta Timur serta Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Timur.
Data yang digunakan adalah data primer data sekunder.
Data primer yaitu data kualitatif
hasil wawancara dengan informan kunci. Informan kunci meliputi penanggung jawab pelayanan JKN di puskesmas dan klinik pratama, kepala bidang pelayanan
FKTP BPJS Kesehatan Jakarta Timur, serta koordinator JKN di Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur. Data sekunder meliputi data jumlah peserta, jumlah sdm kesehatan, rasio dokter dan peserta, ketersediaan informasi terintegrasi, status akreditasi dan jenis FKTP.
Pengolahan data kuantitatif
meliputi editing untuk pengecekan kelengkapan data, coding
untuk mengubah data berbentuk huruf menjadi angka, processing dengan meng-entry data ke dalam perangkat lunak, serta cleaning yaitu pengecekan kembali data yang telah di-entry.
Hasil dan Pembahasan
Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data mulai
dilakukan setelah peneliti mendapatkan Surat Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komisi
Etik Riset dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat FKM UI Nomor:
Ket 412/UN2.F10.D11/PPM.00.02/2022 yang berlaku sejak tanggal
17 Juni 2022 sampai dengan 17 Juni 2023. Data Kuantitatif diperoleh berupa data sekunder dari BPJS Kesehatan KC Jakarta Timur dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Setelah
data selesai dikumpulkan maka dilakukan editing agar data tersebut dapat dilakukan analisis.
Data diinput ke dalam aplikasi
SPSS versi 26 untuk diolah baik deskriptif
maupun analitik bivariat dan multivariat. Data
yang dilakukan analisis multivariat adalah data yang lengkap memenuhi variabel yang diuji yaitu dari bulan
Desember 2021 sd April
2022. Dari hasil kuantitatif
dilakukan pengumpulan data untuk penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam yang ternyata tidak mudah karena sulit
menyesuaikan jadwal informan yang cukup sibuk.
Gambaran Wilayah Jakarta Timur
Kota Jakarta Timur merupakan
bagian wilayah Provinsi DKI
Jakarta yang terletak antara
10649�35� Bujur Timur dan 0610�37� Lintang Selatan, memiliki luas wilayah 188,03 Km2. Luas wilayah itu
merupakan 28,39 persen
wilayah Provinsi DKI Jakarta yang sebesar
662,33 Km2. Jakarta Timur memiliki 10 kecamatan dan 65 kelurahan dengan jumlah penduduk
sekitar 3.037.139 jiwa yang
juga terbesar di DKI Jakarta (Kota Jakarta Timur dalam Angka 2022).
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Jakarta Timur 85 Puskesmas
308 klinik pratama serta praktik mandiri
dokter dan dokter gigi. Jumlah FKTP yang bekerjasama dengan BPJS adalah Data terakhir 194 FKTP terdiri dari 83 puskesmas dan 108 klinik pratama, serta 3 praktek mandiri dokter. Status pandemi sampai saat penulisan
hasil ini masih berlangsung meskipun angka kesakitan dan kematian sudah jauh menurun.
Cakupan vaksinasi sudah cukup tinggi
termasuk di Jakarta Timur. Tidak
didapatkan data spesifik terkait kasus harian
Covid-19 di Jakarta Timur tapi pola
grafik kurang lebih sama dengan
data provinsi dan nasional.
Analisis Kuantitatif
Pada periode
Maret 2020 sampai dengan April 2022 terdapat total
191 FKTP bekerjasama dengan
BPJS di wilayah Jakarta Timur yang yang terdiri dari 83 Puskesmas dan 108 Klinik Pratama.
Proses pengumpulan data kualitatif
Pengumpulan data kualitatif
dilakukan setelah analisis data kuantitatif dilakukan. Tujuannya untuk menjelaskan hasil analisis kuantitatif untuk menjelaskan lebih lanjut hasil penelitian
kuantitatif. Hasil penelitian
kuantitatif yang utama adalah jenis FKTP berhubungan bermakna dengan capaian KBK. Puskesmas mempunya pelung 5 x lebih besar dari pada klinik pratama untuk mencapai hasil KBK yang baik.
Wawancara dilakukan
mulai tanggal 24 Juni 2022 dengan pengelola pelayanan kesehatan primer Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur, 4 Juli 2022 dengan Kepala Bidang
Pelayanan Primer BPJS Kesehatan KC Jakarta Timur, Puskesmas dan klinik pratama dengan capaian KBK yang baik dan kurang.
Karakteristik informan
Wawancara dilakukan
dengan menggunakan pedoman wawancara meskipun meskipun diterapkan demikian wawancara fleksibel menyesuaikan dengan respon dari informan.
Daftar Pertanyaan pada pedoman
wawancara berbentuk pertanyaan terbuka agar dapat digambarkan secara keseluruhan tanpa diarahkan oleh peneliti sehingga nanti peneliti dapat melakukan kategorisasi dari jawaban informan.
Tabel 1 Karakteristik
Informan Wawancara Mendalam
Kode Informan |
Tempat Kerja |
Usia |
Jabatan |
A |
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur |
42 tahun |
Pengelola Pelayanan FKTP seksi Pelayanan Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur |
B |
BPJS Kesehatan KC Jakarta Timur |
45 tahun |
Kepala bidang Pelayanan Primer BPJS Kesehatan KC Jakarta Timur |
C |
Puskesmas |
48 tahun |
Kepala Satuan Pelaksana UKP |
D |
Klinik Pratama |
55 tahun |
Pemilik Klinik |
E |
Puskesmas |
40 tahun |
Dokter Umum dan PJ pelayanan JKN |
F |
Klinik Pratama |
58 tahun |
Pemilik dan Penanggung Jawab Klinik |
Hasil wawancara
pada rekaman wawancara mendalam dimasukkan ke dalam transkrip
Dari hasil wawancara yang ditemukan bahwa yang dapat memengaruhi capaian KBK baik di puskesmas dan klinik dapat dikelompokkan ke dalam� struktur,
proses dan output. Kategori dari
struktur proses dan output yang penting
dimasukkan ke dalam matriks untuk
untuk dapat diperoleh persamaan maupun perbedaan antara puskesmas dengan klinik pratama.
Penyelenggaraan Pelayanan Peserta JKN di masa pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 memberikan
dampak yang besar bagi puskesmas maupun klinik Pratama.
Keduanya mengalami penurunan kunjungan terutama saat kasus
Covid-19 meningkat. Saat pandemi puskesmas diupayakan tetap melakukan pelayanan meskipun dengan berbagai pembatasan pelayanan terutama saat awal pandemi.
Beberapa puskesmas membatasi pelayanan yang tidak darurat seperti
keluhan ringan dan juga beberapa penyakit yang dapat ditunda pengobatannya.
�poligigi sempet tutup gk
ada pelayanan, petugasnya juga gk berani karena resikonya
kan tinggipaling kalau ada yang sakit gigi ya
disuruh minum obat nyeri dulu�
(A).
Beberapa puskemas
juga sempat melakukan penghentian total pelayanan oleh karena beberapa tenaga kesehatannya yang terinfeksi Covid-19. Pelayanan terhadap peserta dialihkan ke puskesmas
lain yang merupakan jaringan
puskesmas tersebut baik puskesmas kecamatan maupun puskesmas kelurahan.
Sumber Daya FKTP
Sumber daya
FKTP Sangat penting menunjang
capaian KBK terutama SDM kesehatan. SDM yang melakukan pelayanan JKN di puskesmas banyak mempunyai beban ganda, bahkan
lebih. tenaga kesehatan di pelayanan terkadang juga harus turun kegiatan luar gedung, baik
untuk pelayanan kesehatan lapangan maupun kegiatan UKM seperti posyandu, penyuluhan dan lain sebagainya.
Jumlah SDM di puskesmas
kecamatan sebenarnya cukup banyak dibandingkan
kelurahan, namun beban kerja pelayanan
lebih besar terutama karena jumlah peserta yang banyak, dan kunjungan cukup tinggi, terlebih
lagi banyak rujukan internal dari puskesmas kelurahan. Namun di puskesmas kelurahan dengan jumlah sdm yang jauh lebih. sedikit
juga terbebani dengan pertanggung jawaban wilayah atau kegiatan UKM. MEskipun demikian kegiatan UKM banyak terbantu dari puskesmas
kecamatan dengan adanya tenaga KPLDH yang juga disebar ke puskesmas
kelurahan.
Tatakelola FKTP
Pengelolaan FKTP sangat penting
dalam menunjang keberhasilan pencapaian KBK.
Peran pimpinan dalam mengelola FKTP sangat diperlukan,
termasuk pelayanan peserta JKN. Kepala puskesmas dan kepala klinik menjadi penanggung jawab teringgi penyelenggaraan pelayanan. Perlu komitmen mulai dari pimpinan tertinggi
sampai tingkat pelaksana
Capaian KBK FKTP
Selama pandemi
Covid-19 capaian KBK FKTP di wilayah Jakarta Timur cukup rendah dibandingkan
target dan masuk kategori kurang baik. Mayoritas
FKTP berada dalam kategori capaian KBK yang kurang baik atau
nilai capaian di bawah 3. Hal ini terjadi dikarenakan pandemi menyebabkan berbagai keterbatasan pelayanan, meskipun kemudian berbagai adaptasi telah dilakukan. Rata-rata Capaian KBK Puskesmas dibandingkan klinik tetap lebih
tinggi karena di masa pandemi Covid-19 puskesmas relatif tetap melayani
peserta baik pelayanan dalam gedung maupun luar
gedung kepada masyarakat terutama terkait penanggulangan Covid-19 seperti 3T maupun vaksinasi Covid-19, meskipun tidak semua tercatat
dengan baik.
Berdasarkan tren, capaian KBK FKTP terendah terjadi di bulan Mei 2020 dan Mei
2021. Di bulan Mei 2021 kemungkinan
disebabkan oleh mulai diterapkannya PSBB, sehingga terjadi pembatasan aktivitas di segala bidang. Hal ini juga berdampak pada pelayanan kesehatan, terutama kelangkaan logistik terutama APD yang juga menyebabkan
harga melonjak dan tidak terjangkau. Masyarakat juga
khawatir untuk datang ke FKTP oleh karena khawatir tertular Covid-19. Berbagai hal tersebut menyebabkan
jumlah kunjungan menurun secara signifikan, meskipun perlahan naik kembali oleh karena adanya berbagai
penyesuaian kebijakan.
Capaian KBK FKTP sangat rendah di bulan Mei 2021 sampai dengan Juli
2021 dapat disebabkan oleh terjadinya gelombang ke-2 Covid-I9
dimana penambahan kasus harian meningkat
cukup tinggi begitu pula jumlah kematian sehingga pembatasan pelayanan juga dilakukan, dan masyarakat juga membatasi diri untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan,
kecuali jika kondisinya darurat. Pada periode ini pelaksanaan
vaksinasi Covid-I9 sangat gencar
dilakukan oleh puskesmas, sehingga pelayanan lain menjadi kurang prioritas. Sayangnya PCare vaksinasi Covid-I9 belum terintegrasi dengan PCare BPJS sehingga harus diinput secara manual yang semakin membebani puskesmas karena keterbatasan SDM.
Angka kontak FKTP selama pandemi Covid-I9 belum mencapai target. Rata-rata capaian angka kontak
klinik selalu lebih rendah dari
puskesmas, bahkan rata-rata
capaian tertinggi belum mencapai rata-rata capaian terendah puskesmas. Secara rata-rata memang klinik lebih
rendah dari puskesmas yang dimungkinkan karena masih banyak
klinik yang belum terkonsekuensi
Berdasarkan tren
Angka kontak paling rendah terjadi di bulan Mei 2020 dan Juli 2021. Di bulan Mei 2020 karena adanya mulai
diterapkannya PSBB, sementara
itu di Juli 2021 karena terjadi puncak gelombang ke-2 Covid-I9. Mayoritas FKTP paling banyak masuk di tingkat C atau kategori kurang
baik. Hal ini menunjukkan mayoritas FKTP masih belum dapat
mencapai target, terutama klinik yang belum terkonsekuensi pemotongan kapitasi.
Angka kontak merupakan indikator yang bobotnya lebih tinggi dibandingkan indikator lainnya sehingga angka kontak memengaruhi capaian KBK secara keseluruhan dan pola grafik yang terbentuk hampir serupa.
Capaian angka kontak puskesmas cenderung menurun sampai dengan Juli
2021 oleh karena banyak terlibat dalam penanggulangan Covid-19 yang tidak
hanya terhadap peserta JKN tapi juga seluruh masyarakat di wilayahnya, bahkan juga melayani masyarakat di luar wilayah kerja yang berobat atau vaksinasi
di puskesmas, jaringan dan jejaringnya.� Sesuai dengan peran
FKTP sebagai gate keeper tentu
sebagai kontak pertama dengan peserta, dan diharapkan setiap peserta dapat melakukan kontak baik sehat
maupun sakit termasuk di masa pandemi Covid-19.
Kerena angka kontak merupakan indikator yang bobotnya lebih tinggi dibandingkan
indikator lainnya sehingga menjadi prioritas bagi FKTP untuk mencapainya apalagi di masa pandemi Covid-19.
Bulan Desember 2022 sampai dengan April 2022 capaian KBK meskipun masih rendah namun
lebih baik dibandingkan capaian di sepanjang tahun 2021 oleh karena kasus Covid-19 sudah semakin menurun
dan pelayanan kesehatan sudah hampir berjalan
normal. Masyarakat pun mayoritas sudah
mendapatkan vaksinasi Covid-19
sehingga lebih berani beraktivitas termasuk datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Memang kontak
peserta sangat dipengaruhi tidak hanya oleh ketersediaan layanan tapi juga oleh keaktifan dari FKTP melakukan sosialisasi agar peserta mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut baik di dalam gedung ataupun
luar gedung, sehat ataupun sakit.
Tempat kontak dapat di jaringan, jejaring, kegiatan UKBM maupun tempat kontak
lainnya yang disepakati. Di
masa pandemi yang mulai terkendali, FKTP perlu meningkatkan angka kontak melalui kunjungan sehat seperti imunisasi, edukasi, KIA KB, home visit ataupun
senam sehat, bahkan bentuk kontak lain yang dapat diukur dan telah disepakati oleh Dinas
Kesehatan dan BPJS Kesehatan.
Rata-rata capaian indikator RRNS FKTP selalu tercapai di bawah 5% sehingga tidak menjadi kendala secara umum. Meskipun
demikian berdasarkan hasil evaluasi masih banyak kasus
rujukan non spesialistik dengan TACC. Hal ini yang menyebabkan rujukan total yang dilakukan FKTP masih cukup besar. Kasus
RNS dengan TACC tertinggi diinput dengan alasan TACC time, yaitu perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis atau melewati
Golden Time Standard. Diagnosa RNS paling banyak adalah refraksi,
DM dan HT.
Berdasarkan penilaian
lanjutan juga terdapat jumlah kasus rujukan
spesialistik menjadi kasus non spesialistik. Tentunya perlu evaluasi yang lebih baik lagi terkait
diagnosa dan terapi yang merupakan kompetensi dokter umum. Klinik
tidak mencapai target RRNS sejak November 2020, hal ini menjadi perhatian,
meskipun bobot penilaiannya tidak besar dibandingkan angka kontak namun.
menunjukkan bahwa klinik tidak kompeten
dalam menatalaksana pasien yang menjadi kompetensi dokter umum. Kasus non spesialistik mengacu kepada Kepmenkes 514 tahun 2015 yang meliputi 144 diagnosa tuntas di FKTP serta SKDI 2012.
Alasan merujuk
pasien sebenarnya tidak hanya karena
keterbatasan kompetensi petugas tapi keterbatasan
kemampuan faskes, seperti ketersediaan sarana, prasarana, alat, obat dan lain sebagaianya, apalagi di masa pandemic
(Hidayah,
2017). Tidak
jarang juga rujukan dilakukan karena permintaan pasien yang sulit untuk ditolak.
Rata-rata Capaian RPPT selalu dibawah 5% bahkan di bawah 3%. RPPT termasuk indikator yang paling sulit karena termasuk
indikator outcome, sementara
outcome itu lebih sulit karena butuh
proses yang lebih kompleks
dan dipengaruhi oleh faktor
lain diluar faskes, seperti faktor dari peserta itu
sendiri seperti kepatuhan dan perilaku serta faktor lain seperti lingkungan. Berdasarkan informasi didapatkan capaian RPPT DM lebih baik dibandingkan
HT, hal ini dimungkinkan karena peserta HT jauh lebih banyak mayoritas
tidak bergejala dibandingkan DM sehingga kepatuhan peserta baik untuk datang
ke FKTP, minum obat maupun gaya
hidup sehat menjadi rendah.
Capaian KBK menggambarkan
Kinerja FKTP dalam penyelenggaraan
program JKN. Sehingga capaian
KBK yang rendah menggambarkan
kinerja FKTP yang rendah. Secara umum capaian
KBK masih rendah dan indikator belum semuanya terpenuhi, terlebih lagi di masa pandemi rata-rata capaian KBK
FKTP masih rendah, terutama pemenuhan indikator angka kontak dan RPPT. Data menunjukkan
mayoritas FKTP berada dalam kategori rendah dalam capaian
KBK. Perlu dilakukan evaluasi baik dari
sisi pemenuhan standar oleh faskes ataupun juga standarnya yang terlalu tinggi sehingga sulit untuk dicapai.
Kinerja memang idealnya seratus persen tercapai sebagai bagian dari tanggung jawab
pelaksanaan tugas yang diemban, sehingga jika tidak tercapai
berdampak pada persepsi bahwa FKTP tidak bekerja secara maksimal ataupun sengaja mendapatkan keuntungan dari kapitasi yang dibayarkan dengan seminimal mungkin melakukan pelayanan kepada peserta untuk mengurangi
biaya, padahal banyak FKTP merasa sudah maksimal melaksanakan kewajibannya.
Dampak langsung
bagi FKTP dengan ketidaktercapaian KBK adalah pada
penerimaan kapitasi yaitu penyesuaian pembayaran berdasarkan capaian KBK atau pemotongan pembayaran. Seluruh FKTP mendapatkan pemotongan kecuali yang masuk dalam kategori
FKTP nonkonsekuensi. Pemotongan
Kapitasi di puskesmas sebenarnya sangat signifikan meskipun hanya beberapa persen dari Kapitasi karena
jumlah peserta yang banyak, namun karena
ada sumber pendapatan lain selain BLUD yaitu APBD sehingga kadang tidak l dirasakan.
Indikator RPPT memang
menjadi yang paling sulit karena merupakan indikator outcome namun bobotnya tidaklah besar dibanding dengan angka kontak.
Meskipun demikian tetap menjadi perhatian
karena berhubungan dengan outcome. Outcome memang menjadi target yang ingin dicapai karena kan berdampak besar
baik pada individu, maupun capaian program nasional dalam penanggulangan HT dan DM, serta beban pembiayaan penyakit yang berbiaya besar untuk perawatan
komplikasi HT dan DM khususnya
di rumah sakit.� Saat ini indikator kinerja
ditetapkan oleh BPJS melalui
peraturan BPJS Kesehatan Nomor
7 tahun 2019. Ada baiknya indikator kinerja dievaluasi kembali dengan melibatkan Dinas kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan agar tidak hanya spesifik dan dapat diukur namun
juga mampu dicapai oleh sebagian besar fasilitas kesehatan.
Pelayanan Kesehatan Peserta
Pelayanan kesehatan
di FKTP termasuk pelayanan peserta JKN saat pandemi Covid-19 memang dipengaruhi oleh kondisi pandemi terutama adanya berbagai pembatasan dan berbagai upaya penanggulangan Covid-19. Pelayanan peserta sakit di masa pandemi menurun terutama di awal pandemi serta
saat kasus positif harian meningkat. Puskesmas dan klinik ada yang sempat menghentikan pelayanannya.
Pasien yang tidak
dapat ditangani di faskes dirujuk ke FKRTL atau RS, jika emergensi dapat langsung tanpa membawa surat
rujukan pasien Covid dirujuk ke RS yang melayani pasien Covid-19. Capaian RRNS sudah cukup baik untuk
puskesmas namun klinik masih cukup
banyak. Klinik pratama tidak mengobati
pasien Covid-19. Puskesmas
juga melakukan treatment untuk
pasien bergejala ringan. Puskesmas berbeda dengan klinik. Puskesmas melakukan penyelenggaraan UKP dan
UKM, sementara klinik menyelenggarakan UKM. Terlepas dari dampak dari
Covid-19 terhadap pelayanan
FKTP baik puskesmas maupun klinik terdapat
berbagai perbedaan mendasar pelayanan kesehatan antara puskesmas dan klinik pratama yang dapat memengaruhi capaian KBK.
Dari wawancara dengan BPJS dikatakan bahwa angka kontak
kontak sehat cukup banyak terutama
di puskesmas. Peneliti tidak mendapatkan angka kontak sehat.
Namun dari data kunjungan pasien terlihat bahwa kunjungan pasien mayoritas adalah kunjungan sehat. Di Puskesmas banyak kunjungan sehat karena puskesmas juga melakukan kegiatan UKM baik di dalam gedung
maupun di luar gedung. UKM adalah pertanggungjawaban wilayah sehingga
sasarannya adalah masyarakat di wilayah kerja. sasaran utamanya tentu ke masyarakat
melalui tokoh masyarakat, kader dan lain sebagainya. Bahkan kini sasaran sampai
dengan tingkat
keluarga terutama dengan adanya program PIS PK
Kementerian Kesehatan maupun Program KPLDH Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan sejak tahun 2016 di DKI Jakarta.
Kepesertaan
Selama pandemi
Covid-I9 tidak terjadi banyak perubahan jumlah peserta. Memang terjadi penambahan jumlah klinik yang bekerjasama dengan BPJS, namun peserta yang terdaftar di klinik tersebut tidak terlalu besar.
DKI Jakarta sudah mencapai
UHC dalam hal cakupan kepesertaan sejak 2019, sehingga saat ini sangat sedikit pertambahan peserta baru. Jumlah
peserta lebih banyak di puskesmas karena banyaknya jumlah peserta penerima bantuan iuran (PBI). Peserta PBI dibiayai oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.Peserta. PBI yang dibiayai
pemerintah daerah dengan menggunakan APBD otomatis terdaftar di Puskesmas.
Jumlah peserta
di puskesmas kecamatan lebih besar dibandingkan
jumlah peserta di puskesmas kelurahan. Hal ini dikarenakan Puskesmas Kecamatan merupakan induk dari puskesmas kelurahan, sarana dan prasarana lebih lengkap serta tenaga
kesehatan lebih banyak. Jumlah peserta di klinik sangat bervariasi dan sebagian besar masih di bawah 5000 peserta, bahkan ada yang hanya kurang dari
100 peserta.
Sistem Informasi Terintegrasi
Selama pandemi
Covid-I9 sistem informasi merupakan sarana yang sangat penting termasuk juga bagi FKTP. Sistem informasi pelayanan JKN PCare tidak banyak
mengalami perubahan. Meskipun demikian telekonsultasi maupun telemedisin meningkat pesat dengan menggunakan
media komunikasi yang berbeda-beda
baik aplikasi yang dibuat oleh puskesmas maupun aplikasi yang biasa digunakan seperti whatssapp. Berbagai inovasi yang dilakukan oleh puskesmas banyak terkait aplikasi sistem informasi. BPJS kesehatan pun saat ini telah
meluncurkan JKN mobile yang dapat
digunakan untuk pendaftaran ataupun konsultasi online.
Seluruh puskesmas
sudah mempunyai sistem informasi yang terintegrasi dengan PCare BPJS, sehingga data pasien yang diinput dalam aplikasi sistem informasi puskesmas langsung terinput ke dalam
PCare BPJS Kesehatan. Meskipun
demikian tidak semua telah terintegrasi,
contohnya PCare vaksinasi Covid-19. Tentu ini memberikan beban lebih kepada
petugas puskesmas yang banyak melakukan kegiatan vaksinasi sehingga tidak mampu menginput seluruhnya ke dalam
aplikasi PCare BPJS yang tidak terintegrasi dengan PCare vaksinasi.
Belum lagi di Puskesmas
sangat banyak sistem informasi pelaporan program yang
juga harus dilakukan penginputan atau pelaporan. Harapannya transformasi digital terutama transformasi sistem informasi dapat segera terwujud sehingga FKTP dapat lebih mudah melakukan
pelaporan serta data yang dilaporkan menjadi lebih akurat, valid dan terkini.
Sumber Daya Manusia
Selama pandemi
Covid-19 sdm kesehatan terutama sdm klinis
yang menangani langsung pasien di FKTP Jakarta Timur juga mengalami
banyak tantangan. SDM klinis harus menggunakan
APD secara penuh yang sering membuat tidak nyaman. Dari mulai beban fisik
dan mental selama melakukan
pelayanan sampai dengan terinfeksi Covid-19 baik ringan maupun
berat hingga dirawat di RS bahkan ada yang meninggal. Dalam melayani pasien termasuk JKN jumlah sdm menjadi
lebih terbatas. SDM kesehatan yang telah divaksinasi memberikan manfaat sehingga sdm menjadi lebih
berani untuk melayani pasien tentu tetap menggunakan
APD yang dibutuhkan. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah sdm dengan
capaian KBK. Jumlah sdm tidak menjamin
pelayanan terhadap peserta JKN akan terpenuhi.
Hal ini
bisa saja dipengaruhi oleh jumlah peserta dan banyaknya kegiatan yang harus dilakukan. SDM di puskesmas yang memberikan pelayanan JKN jumlah relatif lebih banyak dibandingkan
di klinik. Jumlah SDM di puskesmas kecamatan sebenarnya cukup banyak dibandingkan kelurahan, namun beban kerja pelayanan
relatif sama besarnya besar terutama karena jumlah peserta yang banyak, dan kunjungan sakit cukup tinggi,
terlebih lagi banyak rujukan internal dari puskesmas kelurahan.
Manajemen Peningkatan Mutu
Tidak ada hubungan bermakna antara akreditasi dengan capaian KBK. Akreditasi memang tidak berhubungan bermakna dengan capaian KBK artinya untuk dapat mempunyai
peluang besar mencapai nilai KBK yang tinggi FKTP tidak harus terakreditasi. FKTP yang belum terakreditasi pun berpeluang untuk mencapai KBK dengan melakukan peningkatan mutu internal terutama mutu terkait KBK. Misalnya dapat menjadikan upaya peningkatan mutu pelayanan JKN sebagai prioritas perbaikan salah satunya dengan menetapkan indikator pelayanan JKN Sebagai indikator mutu atau indikator kinerja. Di puskesmas kelurahan juga dilaksanakan pemantauan indikator mutu, audit internal, maupun rapat tinjauan manajemen.
Seluruh puskesmas
kecamatan sudah terakreditasi, sementara itu puskesmas kelurahan
masih banyak yang belum terakreditasi. Meskipun banyak puskesmas belum terakreditasi namun puskesmas kelurahan merupakan bagian dari puskesmas kecamatan yang seluruhnya telah terakreditasi. Sistem manajemennya termasuk manajemen mutu internal dilaksanakan meskipun belum terakreditasi. Sebelum akreditasi pun puskesmas pernah menjalankan sistem manajemen mutu ISO. Dalam kebijakan terbaru terdapat pengukuran INM di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk puskesmas maupun klinik. Kepuasan Pasien di puskesmas diukur melalui SKM, sementara itu khusus
peserta JKN dilakukan survei yang diselenggarakan oleh
BPJS yaitu melalui aplikasi Kessan (Khujaefah
et al., 2020).
Jenis FKTP
Jenis FKTP mempunyai
hubungan bermakna dengan Capaian KBK dimana puskesmas mempunyai peluang lebih tinggi 5 kali dibanding klinik untuk mencapai KBK yang baik.� Ketersedian sdm tidak berpengaruh langsung terhadap capaian KBK kecuali jenis FKTP. Puskesmas lebih baik dibanding
klinik karena kunjungan sehat lebih banyak. (berdasarkan wawancara
dan data sekunder). Masih ada
60% lainnya yang perlu dicari tahu seperti
mungkin karakteristik peserta konsekuensi pemotongan kapitasi, kualitas sumber daya terutama dana dan sdm, manajerial baik layanan maupun
sumber daya dan manajemen mutu sebagai penguat.
Implementasi Kebijakan Kapitasi Berbasis Kinerja
Pelayanan JKN yang diselenggarakan
oleh FKTP saat ini merupakan implementasi dari berbagai kebijakan
penyelenggaraan JKN yang ada
termasuk kebijakan Kapitasi Berbasis Kinerja. Kebijakan kapitasi berbasis kinerja ada sejak tahun
2016. Saat ini pelaksanaan KBK mengacu pada Peraturan BPJS nomor 7 tahun 2019. Terdapat beberapa perubahan dalam cara penilaiannya
dibandingkan dengan peraturan KBK sebelumnya. Perubahan ada pada penilaian capaian serta beberapa indikator beserta targetnya.
Implementasi capaian
KBK di masa pandemi sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor terutama faktor lingkungan, dimana pandemi menyebabkan banyak pembatasan dan berdampak pada seluruh aspek kehidupan termasuk sosial ekonomi. Agar pelayanan kesehatan dapat terus terlaksana Kementerian
Kesehatan mengeluarkan berbagai
kebijakan termasuk adapatasi pelayanan kesehatan di masa pandemi Covid-I9
baik di puskesmas maupun klinik.
Untuk pelayanan
kesehatan peserta JKN oleh
FKTP terdapat penyesuaian kebijakan yang dikeluarkan oleh
BPJS Kesehatan yaitu pelayanan
kontak tidak langsung dapat dihitung ke dalam
angka kontak. Meskipun pelayanan tidak langsung telah dilaksanakan namun belum mampu
dioptimalkan. Sosialisasi sebenarnya sudah dilakukan oleh pihak BPJS
Kesehatan. Namun karena merupakan hal yang baru sehingga belum
terbiasa, selain itu juga belum ada kejelasan terutama
pedoman teknis terkait pelayanan kunjungan tidak langsung bagi peserta
JKN.�
Kebijakan KBK harapannya
dapat dicapai dengan baik oleh FKTP agar pelayanan lebih efektif dan efisien sehingga bermanfat bagi pasien, FKTP maupun Pemerintah. Meskipun demikian kenyataannya KBK masih saja sulit dicapai
terlebih di masa pandemi Covid-19.
Banyak faktor lain selain lingkungan terutama karakteristik pelaksana atau FKTP. Capaian KBK dipengaruhi oleh utamanya sikap pelaksana yaitu komitmen atau kemauan dari
FKTP. Dalam pandemi yang menjadi prioritas adalah keselamatan petugas serta pelaksanaan
program penanggulangan Covid-19 terutama
di puskesmas sehingga
target capaian KBK menjadi cenderung terabaikan saat kasus meningkat.
Sikap pelaksana
dipengaruhi oleh karakteristik
pelaksana seperti di puskesmas cenderung lebih baik karena
adanya penilaian kinerja yang dapat memengaruhi besarnya penghasilan. FKTP yang terkonsekuensi
mempunyai kecenderungan untuk patuh. Saat
ini FKTP yang jumlah peserta di bawah 5000 tidak diterapkan konsekuensi pemotongan pembayaran kapitasi jika KBK tidak tercapai. Hal ini membuat FKTP yang tidak terkonsekuensi tidak terpacu untuk mencapai
target KBK.� Padahal
seluruh peserta berhak mendapatkan pelayanan yang sama atau setara dan seluruh FKTP mempunyai kewajiban untuk memenuhi itu.
Oleh karenanya konsekuensi penting meskipun tidak harus dengan
pemotongan kapitasi, seperti misalnya yang mencapai target KBK mendapatkan prioritas untuk mendapatkan peserta yang di redistribusi. komitmen FKTP
sangat penting dan harus ditunjang oleh komunikasi yang baik serta birokrasi
yang mendukung.
Kesimpulan
Capaian KBK FKTP di
wilayah Jakarta Timur selama pandemi
Covid-19 cenderung fluktuatif
dan tidak mencapai target
dan berada dalam kategori kurang baik. Capaian KBK terendah terjadi pada awal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan Puncak gelombang ke-2 kasus Covid-19. Capaian KBK (Desember 2020 s.d. April 2022 berhubungan dengan jenis FKTP dimana puskesmas mempunyai Odds (peluang) mencapai nilai KBK yang baik sebesar 5x lebih tinggi dibandingkan
klinik pratama setelah dikontrol variabel rasio dokter peserta, jumlah sdm klinis
dan jumlah peserta. Pelayanan peserta sehat, kualitas SDM, kebijakan, manajemen pelayanan, manajemen sumber daya dan manajemen mutu menjadi faktor pendukung capaian KBK yang baik di Puskesmas.
Pemenuhan indikator KBK yang berkontribusi besar adalah angka
kontak dimana dimasa pandemi angka kontak cenderung
belum tercapai. Pandemi Covid-19 menjadi tantangan dan pembelajaran yang
sangat berharga bagi FKTP untuk dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada peserta JKN secara optimal dengan berbagai penyesuaian/ adaptasi. Perlu dukungan baik oleh pimpinan FKTP maupun pihak terkait seperti
Sudinkes, BPJS Kesehatan maupun
Asosiasi Fasilitas
Kesehatan.
BIBLIOGRAPHY
Agustina, R., Dartanto, T., Sitompul, R., Susiloretni,
K. A., Achadi, E. L., Taher, A., Wirawan, F., Sungkar, S., Sudarmono, P., &
Shankar, A. H. (2019). Universal health coverage in Indonesia: concept,
progress, and challenges. The Lancet, 393(10166), 75�102.
Alawi,
M., Junadi, P., & Latifah, S. N. (2017). Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Tingginya Rujukan Kasus Non Spesialistik Pasien Jaminan
Kesehatan Nasional pada Puskesmas di Kabupaten Sukabumi Tahun 2015. Jurnal
Ekonomi Kesehatan Indonesia, 2(1).
Bappenas,
K. P. (2021). Studi Pembelajaran Penanganan COVID-19 Indonesia. Jakarta:
Kementerian Perancangan Pembangunan Nasional.
Batubara,
S., Napitupulu, L. R., Kasim, F., Manalu, E. D., & Jauhari, W. (2019).
Hubungan status akreditasi puskesmas dengan mutu pelayanan di Kabupaten
Simalungun. Wahana Inovasi: Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat UISU,
8(1).
Chabibah,
N., & Chalidyanto, D. (2014). Analisis Rasio Rujukan Puskesmas Berdasarkan
Kemampuan Pelayanan Puskesmas. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 2(3),
159�168.
Creswell,
J. W. (2012). Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed,
Pustaka Pelajar. Yokyakarta.
Hadiyanto,
H. (2020). Peran Dokter Di Layanan Primer Pada Era Pandemi Covid-19. Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 7(3), 165�174.
Harso,
A. D., Siswantoro, H., & Syarif, A. K. (2020). Hubungan Status Akreditasi
Puskesmas dengan Capaian Program Antenatal Care. Media Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan, 30(3).
Hasri,
E. T., & Djasri, H. (2021). Evaluasi Kebijakan Mutu Layanan Kesehatan dalam
Era JKN di Provinsi DKI Jakarta: Studi Kasus Hipertensi dengan Data Sistem
Kesehatan (DaSK). Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 10(3),
136�142.
Hidayah,
L. N. (2017). Gambaran Karakteristik Pasien Dan Pengetahuan Pasien Rujukan Bpjs
Kesehatan Di Puskesmas. JURNAL PENELITIAN KESEHATAN, 15(1),
44�51.
Indonesia,
B. P. K. R. (2021). Pendapat BPK. Pengelolaan Atas Penyelenggaraan Program
Jaminan Kesehatan Nasional.
Khujaefah,
K., Ratnawati, R., & Yuliyanti, S. (2020). Hubungan Tingkat Pencapaian
Indikator Kapitasi Berbasis Kompetensi (KBK) Dengan Kepuasan Pasien. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 23(3), 205�213.
Misnaniarti,
M., Hidayat, B., Pujiyanto, P., Nadjib, M., Thabrany, H., Junadi, P., Besral,
B., Purwoko, B., Trihono, T., & Yulaswati, V. (2017). Ketersediaan
fasilitas dan tenaga kesehatan dalam mendukung cakupan semesta jaminan
kesehatan nasional. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan,
6�16.
Riset
Kesehatan Dasar Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).
Setiawati,
M. E., & Nurrizka, R. H. (2019). Evaluasi pelaksanaan sistem rujukan
berjenjang dalam program jaminan kesehatan nasional. Jurnal Kebijakan
Kesehatan Indonesia: JKKI, 8(1), 35�40.
Utami,
A., Hendrartini, Y., & Claramita, M. (2018). Persepsi Dokter dalam Merujuk
Penyakit nonspesialistik di layanan kesehatan primer dalam jaminan kesehatan
nasional (Studi di Daerah Istimewa Yogyakarta). Media Medika Muda, 2(1).
Wulandari,
R. D., Ridho, I. A., Supriyanto, S., Qomarrudin, M. B., Damayanti, N. A.,
Laksono, A. D., & Rassa, A. N. F. (2019). Pengaruh Pelaksanaan
Akreditasi Puskesmas terhadap Kepuasan Pasien.
Copyright holder: Ryan Augustian,
Dumilah Ayuningtyas (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |