Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober
2022
PERDAGANGAN NARKOBA SEBAGAI PROBLEMATIKA KEJAHATAN
TRANSNASIONAL TERORGANISASI (TINJAUAN PERSPEKTIF
HUBUNGAN
INTERNASIONAL)
Armita Eki Indahsari, Margaretha Hanita
Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Perdagangan narkoba
merupakan kejahatan transnasional terorganisasi yang menempati
posisi penting dalam domain ilmu hubungan internasional. Teori hubungan internasional tidak hanya
berfokus pada aktor masyarakat sipil tetapi juga secara sistematis menganalisis
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat non-sipil, termasuk kelompok
perdagangan gelap narkoba. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena
perdagangan narkoba sebagai bagian dari kejahatan transnasional terorganisasi
berdasarkan perspektif ilmu hubungan internasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik
analisis deskriptif. Hasil dari menelitian ini
menunjukkan bahwa organisasi perdagangan narkoba memiliki sistem yang kompleks
dengan struktur komando dan kontrol yang komprehensif mulai dari memproduksi, hingga
memindahkan dan/atau mendistribusikan substansi narkoba ilegal dengan jumlah
besar. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa perdagangan narkoba
mempengaruhi hampir seluruh negara di dunia, baik negara tersebut sifatnya
sebagai produsen, transit, atau daerah tujuan. Wilayah perbatasan
internasional menjadi titik rawan karena ketika perbatasan menjadi semakin
keropos, penyalahgunaan narkoba global dan aksesibilitas terhadap narkoba
menjadi semakin meluas. Permasalahan narkoba merupakan fenomena yang saling
ketergantungan dengan dimensi kehidupan lainnya, sejalan dengan konsep pemikiran
neorealisme dalam hubungan internasional yang menganggap bahwa rezim
internasional bersifat dinamis dan sesuai dengan kekuatan aktor yang
menyusunnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk
mengatasi permasalahan narkoba yang menjadi isu strategis dalam keamanan
internasional, diperlukan kerja sama multi-lateral di antara pemerintah, serta melibatkan
partisipasi banyak departemen pemerintah secara lebih komprehensif dan
menyeluruh.
Kata kunci: perdagangan narkoba;
kejahatan transnasional terorganisasi; hubungan internasional
Abstract
Drug trafficking is an organized transnational crime that
occupies an important position in the domain of international relations.
International relations theory does not only focus on civil society actors but
also systematically analyzes various activities carried out by non-civil
society, including drug trafficking organizations. This study aims to analyze the phenomenon of drug trafficking as part of
organized transnational crime based on the perspective of international
relations. This study used a qualitative approach with descriptive analysis
techniques. The results of this research show that drug trafficking
organizations have a complex system with a comprehensive command and control
structure starting from producing, to transferring and/or distributing illegal
drug substances in large quantities. The results of this study also reveal that
drug trafficking affects almost all countries in the world, whether the country
is a producer, transit or destination. The international border area becomes a
critical point because when the borders become increasingly porous, global drug
abuse and accessibility to drugs become more widespread. The drug problem is a
phenomenon related to other dimensions of life. in line with the concept of
neorealism in international relations which considers that the international
regime is dynamic and in accordance with the strengths of the actors who
compose it. In this study, it can be concluded that in order to overcome the drug problem which is a strategic
issue in international security, multi-lateral cooperation between governments
is needed, also involving the
participation of many government departments in a more comprehensive and
comprehensive manner.
Keywords: drug trafficking; organized transnational crime;
international relations
Pendahuluan
Perdagangan narkoba
merupakan isu terkait kejahatan transnasional terorganisasi atau transnational
organized crime (TOC) yang sering dibahas dalam domain ilmu hubungan
internasional.
Meskipun tidak pernah menjadi pusat teori hubungan
internasional (HI), kejahatan transnasional terorganisasi (termasuk perdagangan
narkoba) secara inheren merupakan fenomena internasional yang berdampak pada
keamanan internasional, politik dunia, perdagangan internasional, dan hak asasi
manusia. Namun, TOC tidak diragukan lagi menempati posisi penting dalam domain
ilmu hubungan internasional sehingga harus dikaji dan dipahami, baik secara
teoritis maupun empiris. Zabyelina (2009) mengemukakan bahwa jaringan kriminal
tidak boleh diabaikan dalam disiplin HI. Penekanan tradisional dalam HI
mengenai pemahaman konflik dan kerja sama antar aktor negara harus disesuaikan.
Cara berpikir yang sesuai tentang TOC adalah melalui teori HI yang mengakui hak
prerogatif aktor non-negara global. Dengan demikian, teori ini seharusnya tidak
hanya berfokus pada aktor masyarakat sipil (non-negara) tetapi juga secara
sistematis menganalisis berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
non-sipil, termasuk kelompok perdagangan gelap narkoba.
Kajian tentang perdagangan narkoba maupun kejahatan transnasional
terorganisasi telah cukup banyak dilakukan, di antaranya oleh
Penelitian lain dilakukan oleh
Selain itu, penelitian lain yang juga
dapat dijadikan sebagai rujukan adalah penelitian oleh
Beberapa penelitian
terdahulu yang juga menggunakan tinjauan perspektif hubungan internasional
terhadap sejumlah isu transnasional antara lain penelitian tentang perspektif
hubungan internasional terhadap kekerasan seksual atau pemerkosaan pada masa
perang
Sejumlah penelitian yang mengkaji tentang tinjauan perspektif
hubungan internasional terhadap sejumlah isu transnasional telah cukup banyak dilakukan, namun
masing-masing tentu memiliki karakteristik yang berbeda terkait tema tersebut.
Penelitian ini memiliki kebaruan yaitu mengkaji tentang fenomena perdagangan
narkoba sebagai bagian dari kejahatan transnasional terorganisasi berdasarkan
perspektif ilmu hubungan internasional. Lebih lanjut, penelitian ini akan
menganalisis perdagangan narkoba dan struktur organisasinya, posisi kejahatan perdagangan narkoba
sebagai ancaman terhadap keamanan internasional, serta perspektif hubungan
internasional terhadap kejahatan perdagangan narkoba.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
teknik analisis deskriptif. Seperti halnya diungkapkan oleh
Penggunaan pendekatan kualitatif dipilih karena adanya pertimbangan bahwa isu kejahatan perdagangan narkoba merupakan hal yang sangat kompleks dan memerlukan analisis terperinci.
Pendekatan kualitatif sesuai untuk diaplikasikan dalam penelitian ini karena dapat menggambarkan suatu
fenomena yang kompleks secara komprehensif; menyelidiki peristiwa yang bersifat eksklusif; memberikan pemahaman dari
berbagai perspektif yang berbeda; dan menjadi sarana eksplorasi awal untuk pengembangan teori sehingga menghasilkan
atau menguji suatu hipotesis. Penelitian kualitatif yang baik dilakukan secara sistematis, berupaya
meminimalisasi bias dan kesalahan, serta mengidentifikasi bukti-bukti yang
mungkin bertentangan dengan hipotesis awal.
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan berdasarkan penelusuran literatur (library research) atau studi dokumentasi apada literatur akademik, jurnal ilmiah, laporan resmi, arsip-arsip
legal, serta data dari media daring yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Hasil
dan Pembahasan
A. Perdagangan Narkoba dan Struktur Organisasinya
Beberapa karakteristik dari proses suatu tindak kejahatan
penting untuk diperhitungkan apabila ingin memahami lebih dalam tentang
kejahatan tersebut. Motivasi untuk melakukan tindak kejahatan biasanya mendapatkan
proporsi perhatian yang paling besar, sementara aspek penting lainnya dari
suatu tindak kejahatan hanya mendapat sedikit perhatian, terutama sejauh mana
kelompok kejahatan diorganisir, karakteristik organisasi tersebut, dan dampak
struktur organisasi terhadap perilaku. Pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana kelompok kriminal terorganisir akan berpengaruh terhadap pengembangan
teori serta tanggapan kebijakan terhadap kejahatan. Selain mengetahui sekelompok
individu yang terlibat atau berpartisipasi dalam suatu kasus, struktur
interaksi mereka merupakan aspek penting dari proses yang harus dipahami dan
diperhitungkan.
Pada bagian ini,
struktur organisasi kejahatan transnasional terorganisir akan berfokus pada
konteks perdagangan gelap narkoba internasional.
Departemen Peradilan
Amerika Serikat atau United States Department of Justice menyebut
organisasi perdagangan narkoba secara resmi dengan istilah drug trafficking
organizations (DTOs). Selanjutnya, DTOs didefinisikan sebagai organisasi
kompleks dengan struktur komando dan kontrol yang komprehensif dalam
memproduksi, memindahkan dan/atau mendistribusikan substansi narkoba ilegal
dengan jumlah besar. Dalam melancarkan aksinya, tidak jarang DTOs menggunakan
senjata maupun teror yang berpotensi menimbulkan kejahatan kriminal lainnya.
Banyak organisasi perdagangan narkoba berstruktur paramiliter yang
beranggotakan preman bersenjata untuk menjaga stok narkoba, dari tahap
kultivasi hingga distribusi. Sekumpulan DTOs sangat mungkin saling bekerja sama
untuk bersekongkol mengendalikan pasar narkoba pada suatu wilayah yang kemudian
disebut dengan istilah kartel. Selain itu, DTOs juga sering mengikutsertakan
geng jalanan atau sekelompok individu yang pada umumnya mengklaim kontrol atas
suatu wilayah dan secara aktif terlibat dalam aktivitas kriminal. Pelibatan
geng jalanan ini berpotensi menimbulkan dampak buruk seperti menstimuasi
tingkat kejahatan hingga kemiskinan bagi lingkungan sosial di suatu wilayah
Tindak kejahatan
perdagangan narkoba tidak hanya melibatkan warga sipil yang masih bebas,
melainkan juga dapat melibatkan narapidana yang berada di dalam penjara atau
lembaga pemasyarakatan. Tidak hanya di Indonesia, peredaran narkoba tersebar
luas di penjara di seluruh dunia. Rute jalur peredaran narkoba hingga dapat
masuk ke penjara sangat banyak, bervariasi, dan kemungkinan berbeda antara satu
penjara dengan penjara lainnya. Rute tersebut membutuhkan perencanaan dan
persiapan yang matang guna menghindari sistem yang diterapkan untuk mencegah
penyelundupan narkoba. Narapidana memiliki berbagai macam modus dalam
menyelundupkan narkoba, yang membuat tugas manajemen keamanan semakin sulit
1. Pengunjung
Hal ini tidak berarti
pengunjung dengan sukarela membawa narkoba ke penjara, namun dalam beberapa
kasus dipaksa dan ditekan oleh pihak ketiga. Penyerahan dapat dilakukan dengan
berjabat tangan, 'sloppy kiss' (penyaluran melalui mulut), dan
bahkan hanya dengan menyerahkan barang di atas meja.
2. Melalui tembok penjara
Di penjara dengan batas yang
panjang dan pergerakan tahanan yang relatif bebas, paket kecil berisi narkoba
dapat dilempar ke atas melewati tembok atau pagar. Berbagai barang dapat
digunakan untuk menyembunyikan narkoba saat dilemparkan ke pagar, mulai dari
bola tenis, hingga burung mati.
3. Tahanan baru atau yang
kembali
Rute lain bagi narkoba untuk
masuk penjara adalah melalui narapidana yang baru dihukum atau yang kembali.
Dalam beberapa kasus, narapidana akan dengan sengaja berusaha agar diri mereka
dipanggil kembali ke pengadilan sehingga mereka dapat menyelundupkan narkoba ke
dalam penjara saat mereka kembali lagi.
4. Pos atau paket barang
Banyak insiden ditemukannya
narkoba di pos-pos penjara. Hal ini dikarenakan tidak semua paket dari luar
dipindai.
5. Staf penjara yang korup
Staf yang terlibat termasuk
penjaga, petugas, dan dokter yang saling melindungi saat mengedarkan narkoba
kepada narapidana. Petugas penjara cenderung lebih mudah untuk membawa narkoba
ke dalam penjara, karena penggeledahan jarang dilakukan kepada petugas.
B. Perdagangan
Narkoba sebagai Ancaman dalam Hubungan Internasional
Konvergensi teknologi dan
liberalisasi arus transnasional barang dan jasa ilegal telah menciptakan
peluang yang tak terhitung jumlahnya untuk TOC. Aksi yang dilakukan oleh
organisasi kriminal global telah meluas secara kuantitatif dan juga berkembang
secara kualitatif. Pelaku kriminal tidak lagi menjadi pemain tunggal dan
independen, melainkan merupakan simpul penting dalam matriks saling
ketergantungan antara aktor negara dan non-negara. Besarnya skala kejahatan
transnasional, membuat kecil kemungkinan program anti-TOC nasional dapat
berhasil jika hanya terbatas pada yurisdiksi nasional. Upaya bilateral maupun
multilateral melalui kerja sama internasional harus diperkuat untuk mengatasi
ketidakpastian dan tantangan yang mengganggu yang ditimbulkan oleh TOC
Perdagangan
narkoba mempengaruhi hampir seluruh negara di dunia, baik negara tersebut
sifatnya sebagai produsen, transit, atau daerah tujuan. Wilayah perbatasan internasional
merupakan tempat bertemunya dua negara atau lebih sebagai batas kedaulatan
masing-masing negara. Letak geografis perbatasan negara-negara tersebut sering
kali menimbulkan singgungan baik dalam aspek sosial-kultural, politik, dan
ekonomi, hingga menyangkut pertahanan dan keamanan.
Ketika wilayah perbatasan internasional menjadi semakin keropos, penyalahgunaan
narkoba global dan aksesibilitas terhadap narkoba menjadi semakin meluas.
Perdagangan internasional ini melibatkan petani, produsen, kurir, pemasok, dan dealer.
Hal ini mempengaruhi hampir semua negara, merusak stabilitas politik dan
ekonomi, menghancurkan kehidupan individu, dan merusak komunitas. Pengguna
akhir dan pecandu sering kali menjadi korban bisnis yang kuat dan manipulatif. Jika tidak ditangani dengan serius,
maka permasalahan terkait narkoba tersebut akan berpotensi menciptakan
goncangan nasional maupun hubungan bilateral suatu negara dengan negara
lainnya.
Perdagangan
narkoba global berkaitan dengan sebagian besar masalah keamanan internasional,
mulai dari perang, terorisme, migrasi, hingga stabilitas negara. Lebih dari
sekadar aspek lain dalam agenda keamanan internasional, perdagangan narkoba
dapat memperburuk ancaman terhadap keamanan nasional dan internasional. Dalam
hal ini, perdagangan narkoba global tidak boleh diperlakukan sebagai satu
masalah keamanan internasional di antara banyak masalah lainnya. Sebaliknya,
karena sifat perdagangan yang unik, narkoba telah membuat ancaman utama
terhadap keamanan nasional dan internasional menjadi lebih kompleks, tahan
lama, dan gawat.
Lebih lanjut, Kan
menyatakan bahwa beberapa faktor yang mendorong evolusi pengaruh perdagangan
narkoba pada tatanan dunia antara lain teknologi, sikap, dan organisasi.
Inovasi teknologi telah mempengaruhi cara narkoba ditemukan, diproduksi, dan
didistribusikan. Sikap masyarakat terhadap narkoba telah mempengaruhi parameter
kebijakan dan strategi pengendalian narkoba. Organisasi perdagangan yang
dibentuk mereka yang telah berusaha untuk berpartisipasi di dalamnya dan
mengendalikannya juga telah membentuk arah sejarahnya.
Perdagangan
narkoba sering dikaitkan dengan bentuk kejahatan lain, seperti pencucian uang (money
laundering) atau korupsi. Rute perdagangan juga dapat digunakan oleh
jaringan kriminal untuk mengangkut produk terlarang lainnya. Ketika kelompok
jaringan perdagangan narkoba menemukan cara yang lebih kreatif untuk
menyamarkan narkoba dalam sistem distribusinya, aparat penegak hukum akan
menghadapi tantangan yang kian kompleks dalam mendeteksi zat tersembunyi
tersebut. Selain itu,
Sebagaimana
ditekankan di berbagai literatur yang ada,
Negara-negara
dan badan-badan PBB harus memperkuat kerja sama dalam menangani kejahatan
transnasional, khususnya terkait pengendalian narkoba internasional. Untuk
benar-benar mengatasi ancaman perdagangan narkoba dan dampak buruk yang
ditimbulkannya pada kelompok rentan di seluruh dunia, perlu dilakukan
pendekatan kolektif dan inovatif. Dunia internasional perlu mengambil
langkah-langkah komprehensif dan seimbang yang berfokus tidak hanya pada
represi, tetapi juga pada pencegahan, dukungan kepada para korban, rehabilitasi
penyalahguna narkoba dan perlindungan pada kelompok rentan lainnya.
C. Perspektif
Hubungan Internasional terhadap Kejahatan Perdagangan Narkoba
Kompleksitas
perdagangan narkoba internasional tidak hanya berasal dari sifat inherennya
sebagai perusahaan gelap transnasional, tetapi juga dari tema dan persepsi yang
digunakan untuk mengkarakterisasi, memahami dan menjelaskannya. Berdasarkan
perspektif ilmu hubungan internasional, isu perdagangan narkoba memiliki
keterkaitan erat dengan keamanan manusia�
(human security).
Pada
era setelah Perang Dingin, ancaman keamanan nasional dominan berasal dari aktor
non-negara (non-state actor), berbeda dengan pada periode Perang Dingin yang
kebanyakan ancamannya berasal dari aktor negara. Selain itu,
Peningkatan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba semakin tak terbendung meskipun
terdapat peningkatan tindakan internasional untuk mencegahnya. Salah satu
faktor yang mengakibatkan hal tersebut terjadi yaitu karena para pembuat
kebijakan menanggapi kekhawatiran tersebut seolah-olah permasalahan narkoba
sebagai suatu masalah tunggal. Padahal, permasalahan narkoba bersifat
multi-dimensi. Sudah sepatutnya permasalahan narkoba menjadi perhatian banyak
aktor negara dan non-negara, memerlukan kerja sama multi-lateral di antara
pemerintah, melibatkan partisipasi banyak departemen pemerintah secara lebih
komprehensif dan menyeluruh. Dalam pengertian ini, "masalah narkoba"
dapat digambarkan sebagai fenomena dengan karakteristik yang saling
ketergantungan.
Pertumbuhan
saling ketergantungan yang tak terbantahkan di dunia (termasuk dalam
permasalahan narkoba) sejalan dengan konsep pemikiran neorealisme dalam
hubungan internasional. Neorealisme pada dasarnya memberikan konsep rezim
internasional sebagai sarana pembenahan filosofi politik kekuasaan realisme.
Dalam pendekatan ini, rezim internasional dipahami sebagai fenomena dinamis
yang sejalan dengan kekuatan aktor negara yang menyusunnya. Meski demikian,
masih terdapat kekurangan dalam tinjauan konseptualisasi neorealisme politik
dunia apabila digunakan untuk menjelaskan fenomena permasalahan narkoba.
Kekurangan neorealisme dalam menjelaskan esensi permasalahan narkoba terletak
pada asumsi utamanya, yaitu bahwa sistem internasional berada di bawah kondisi
anarki dan bahwa negara berdaulat adalah aktor utama di dalamnya. Berdasarkan
asumsi tersebut, pendekatan ini mengabaikan situasi peningkatan kekuatan aktor
non-negara. Sedangkan di sisi lain, ancaman yang ditimbulkan oleh aktor
transnasional dan non-negara yang terlibat dalam permasalahan narkoba merupakan
salah satu tantangan terbesar bagi keamanan dan perdamaian internasional.
Kesimpulan
Kejahatan
transnasional terorganisasi (termasuk perdagangan narkoba) merupakan fenomena
internasional yang menempati posisi penting dalam domain ilmu hubungan
internasional sehingga harus dikaji dan dipahami, baik secara teoritis maupun
empiris. Pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kelompok kriminal
terorganisir akan berpengaruh terhadap pengembangan teori serta tanggapan
kebijakan terhadap kejahatan. Selain mengetahui sekelompok individu yang
terlibat atau berpartisipasi dalam suatu kasus, struktur interaksi mereka
merupakan aspek penting dari proses yang harus dipahami dan diperhitungkan.
Organisasi
perdagangan narkoba merupakan organisasi kompleks dengan struktur komando dan
kontrol yang komprehensif dalam memproduksi, memindahkan dan/atau
mendistribusikan substansi narkoba ilegal dengan jumlah besar. Dalam
melancarkan aksinya, tidak jarang organisasi perdagangan narkoba menggunakan
senjata maupun teror yang berpotensi menimbulkan kejahatan kriminal lainnya.
Lebih lanjut, sekumpulan organisasi tersebut sangat mungkin saling bekerja sama
untuk bersekongkol mengendalikan pasar narkoba pada suatu wilayah.
Perdagangan narkoba telah berkembang
menjadi salah satu isu paling serius dalam domain ilmu hubungan internasional
karena menjadi pemicu tekanan yang signifikan bagi individu, masyarakat,
ekonomi, negara, dan sistem internasional. Permasalahan narkoba bersifat
multi-dimensi dan saling ketergantungan karena melibatkan banyak sektor dalam
suatu negara maupun antar negara. Oleh karena itu, sudah sepatutnya permasalahan narkoba
menjadi perhatian banyak aktor negara dan non-negara, memerlukan kerja sama
multi-lateral di antara pemerintah, melibatkan partisipasi banyak departemen
pemerintah secara lebih komprehensif dan menyeluruh.
BIBLIOGRAFI
Burt, R. S. (1992). Structural holes. Cambridge, MA:
Harvard University Press.
Chandra, S., & Joba, J. (2015). Transnational cocaine
and heroin flow networks in western Europe: A comparison. International
Journal of Drug Policy, 26(8), 772�780. https://doi.org/10.1016/j.drugpo.2015.04.016
Charnysh, V., Lloyd, P., & Simmons, B. A. (2015). Frames
and consensus formation in international relations: The case of trafficking in
persons. European Journal of International Relations, 21(2),
323�351. https://doi.org/10.1177/ 1354066114530173
Colson, R. (2019). Fixing Transnational Drug Policy: Drug
Prohibition in the Eyes of Comparative Law. Journal of Law and Society,
46(S1), S73�S94.
Creswell, J. W. (2018). Research Design: Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods Approaches (5th Ed.). California: Sage
Publications.
Crick, E. (2012). Drugs as an existential threat: An
analysis of the international securitization of drugs. International
Journal of Drug Policy, 23(5), 407�414. https://doi.org/10.1016/j.drugpo.2012.03.004
Hagan, A. O., & Hardwick, R. (2017). Behind Bars: The
Truth about Drugs in Prisons. Forensic Research & Criminology
International Journal, 5(3), 309�320. https://doi.org/10.15406/frcij.2017.05.00158
Jakobi, A. P. (2018). Governing illicit finance in
transnational security spaces: the FATF and anti-money laundering. Crime,
Law and Social Change, 69, 173�190. https://doi.org/10.1007/s10611-017-9750-y
Johnston, M. P. (2014). Secondary Data Analysis: A Method of
which the Time Has Come. Qualitative and Quantitative Methods in Libraries
(QQML), 3, 619�626.
Kan, P. R. (2016). Drug Trafficking and International
Security. Maryland: Rowman & Littlefield.
Kirby, P. (2013). How is rape a weapon of war? Feminist
International Relations, modes of critical explanation and the study of
wartime sexual violence. European Journal of International Relations, 19(4),
797�821. https://doi.org/10.1177/ 1354066111427614
Prayuda, R., Warsito, T., & Surwandono. (2021). Problems
faced by ASEAN in dealing with transnational drug smuggling in Southeast Asia
region. Foresight: The Journal of Futures Studies, Strategic Thinking and
Policy, 23(3), 353�366. https://doi.org/10.1108/FS-12-2019-0106
Rahman, A. (2016). Ancaman Peredaran Narkoba Ditinjau dari
Perspektif Keamanan Manusia. Sosio Informa, 3, 273�290.
Schneider, S. (2013). Violence, organized crime, and illicit
drug markets: a Canadian case study. Sociologia, Problemas e Pr�ticas, 71,
125�143.
UNODC. (2013). The challenge of new psychoactive
substances. Vienna: United Nations Office on Drugs and Crime.
UNODC. (2017). The Drug Problem and Organized Crime, Illicit
Financial Flows, Corruption and Terrorism. In World Drug Report 2017
(Vol. 5). Vienna: United Nations Office on Drugs and Crime.
U.S. Department of Justice. (2010). Drug Trafficking Organizations.
Retrieved June 7, 2022, from National Drug Threat Assessment 2010 website: https://www.justice.gov/archive/ndic/pubs38/38661/dtos.htm#Top
Waltz, K. N. (2001). Man, the state, and war: a
theoretical analysis. New York: Columbia University Press.
Williams, P. (1998). The nature of drug-trafficking
networks. Current History, 97, 154�159.
Woodall, J. (2011). Social and environmental factors
influencing in-prison drug use. Health Education, 112(1), 31�46.
Zabyelina, Y. (2009). Transnational Organized Crime in
International Relations. Central European Journal of International and
Security Studies, 3(1), 11�22.
Zaitch, D. (2002). Trafficking cocaine: Colombian drug
entrepreneurs in the Netherlands. The Hague, Netherlands: Kluwer.
Zayzda, N. A., Haryanto, A., & Darmawan, A. B. (2020). Tindak
Pidana Transnasional Terorganisasi di Asia Tenggara. Bantul: Soedirman
Center for Global Studies & Oceania Press.
Copyright holder: Armita Eki Indahsari,
Margaretha Hanita (2022) |
First publication
right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |