Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
Farah Widyanti Worowirasmi
Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Kata
kunci: Penanaman
Modal Asing, Hak Kekayaan Intelektual, Investasi
Abstract
The scope of capital investment and the definition of
capital investment are broad, which can include intangible assets, one of which
is Intellectual Property Rights. The implementation of foreign investment or
foreign capital investment is based on the existence of a Bilateral Investment
Treaty (BIT) between the relevant countries. One aspect that is also regulated
in several BITs is related to Intellectual Property Rights. However, the
implementation of capital investment, especially foreign capital investment, is
not without disputes or disputes that arise between the parties. The research
method used in this study is normative juridical, with a qualitative approach.
The type of data used is secondary data that utilizes primary, secondary, and
tertiary legal materials. The data collection tool in this study is library
materials using qualitative data analysis methods. Intellectual Property Rights
can be considered as part of the scope and object of Foreign Direct Investment.
This is in accordance with regulations both within the national scope and
international regulations. Disputes related to Intellectual Property Rights can
be resolved through mechanisms provided by the WTO or Investor-State Dispute
Settlement mechanisms through ICSID or UNCITRAL.
Keywords:
Foreign
Direct Investment, Intellectual Property Rights, Investment
Modernisasi
di dalam berbagai aspek kehidupan telah memberikan pengaruh terhadap pembatasan
lintas negara atau antar negara, dimana pembatasan yang semula ada dan menjadi
suatu hambatan di dalam hubungan antar negara semakin hari menjadi tidak
terlihat lagi.� Berkurangnya hambatan ini
memberikan dampak positif di dalam berbagai aspek. Salah satu aspek yang
terdampak dengan adanya modernisasi dan berkurangnya pembatasan lintas negara
adalah aspek ekonomi atau hubungan ekonomi.
Kemudahan
akses di dalam aspek ekonomi dan hubungan ekonomi lintas batas tersebut pun
juga dirasakan oleh Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
yang sedang gencar untuk melakukan pembangunan di berbagai bidang. Akan tetapi,
pada kenyataannya, salah satu hambatan Indonesia adalah ketersediaan modal yang
masih terbatas. Oleh karena itu, untuk mencapai dan mendorong tujuan Indonesia di
dalam meningkatkan adanya pembangunan, serta menangani hambatan tersebut maka
dibutuhkan adanya modal, yang dapat diperoleh dengan adanya penanaman modal
atau investasi.�
Berdasarkan
hal itu, maka penanaman modal menjadi penting dan memiliki peran yang besar di
dalam penyelenggaraan ekonomi nasional. Sehingga, terbukanya pembatas antar
negara memberikan peluang yang besar terhadap investasi yang ada di Indonesia,
khususnya bagi Investasi Asing atau Penanaman Modal Asing atau Foreign
Direct Investment.
Foreign
Direct Investment (�FDI�) mulai berkembang pesat sejak tahun 1990-an,
dimana bebrapa negara maju seperti United States, Inggris, Jerman, Spanyol,
Belanda, dan juga Pranncis secara aktif melakukan investasi pada negara-negara
berkembang khususnya di Kawasan Asia, termasuk Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari penambahan jumlah Bilateral Investment Treaties antar negara,
dimana terdapat sekurang-kurangnya 1200 penambahan treaties yang tercatat pada
periode tersebut. Selain itu, di Indonesia sendiri, berdasarkan data statistik
Badan Koordinasi Penanaman Modal bahwa dalam Trwiulan I 2023 jumlah realisasi
penanaman modal asing di Indonesia berjumlah 328,9 Triliun Rupiah, yang mana
jumlahnya lebih besar jika dibandingkan dengan tahun 2022 yaitu dengan adanya
peningkatan sebesar 16,5% dibanding periode yang sama di tahun 2022. Hal ini
menunjukan bahwa penanaman modal asing memiliki jumlah yang cukup besar dan
terus bertambah, serta memiliki peranan yang penting di dalam pemenuhan
kebutuhan nasional dari negara Indonesia.
Adapun selain
untuk mendukung terselenggaranya pembangunan guna mendukung perekonomian suatu
negara, keberadaan Investasi membawa banyak keuntungan khususnya bagi negara
berkembang yang dilakukan melalui adanya alih teknologi yang memungkinkan
negara berkembang mendapatkan akses serta pengetahuan terhadap teknologi yang
sebelumnya tidak dapat diperoleh negara tersebut, pengembangan sumber daya
manusia yang dilakukan dengan terbukanya kesempatan bekerja yang lebih luas dan
juga pelatihan terhadap sumber daya manusia yang ada, perbaikan infrastruktur
pada negara yang menerima investasi, serta membantu terciptanya iklim
perdagangan dan investasi yang lebih baik bagi negara penerima investasi. Selain
negara tuan rumah tempat dilakukannya investasi (host country) mendapatkan
keuntungan atas adanya investasi asing sebagaimana disebutkan diatas, investor
juga dapat merasa diuntungkan dengan adanya upah buruh yang murah, dekat dengan
sumber bahan mentah, cakupan pasar, teknologi seperti hak atas kekayaan
intelektual, dan lainnya.
Berkaitan
dengan Penanaman Modal telah diatur dan diakomodir di dalam Perundang-Undangan
di Indonesia. Merujuk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal (�UU Penanaman Modal�),
Penanaman Modal didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia. Kemudian, seiring dengan
berkembangnya waktu ruang lingkup dari penanaman modal dan pengertian dari
penanaman modal juga berkembang, dimana penanaman modal tidak hanya terbatas
mencakup terkait asset berwujud saja, namun asset yang tidak berwujud atau
dapat disebut sebagai intangible assets pun sejatinya dapat
dikategorikan ke dalam ruang lingkup penanaman modal. Aset yang dapat dikatakan
sebagai aset tidak berwujud ini kerapkali memiliki keterkaitan dengan Hak
Kekayaan Intelektual. Selanjutnya, pada umum pelaksanaan investasi asing atau
penanaman modal asing dilakukan dengan dasar adanya Bilateral Investment
Treaty (�BIT�) antar negara yang bersangkutan. Bilateral Investment
Treaty (BIT) pada pokoknya mengatur hal-hal fundamental yang berkaitan
dengan Kerjasama atau investasi antar negara. Salah satu hal yang juga diatur
di dalam beberapa BIT adalah berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual.
Pelaksanaan
penanaman modal khususnya penanaman modal asing tidak terlepas dari adanya
perselisihan atau sengketa yang terjadi antara para pihak. Salah satu sengketa
yang muncul di dalam penanaman modal asing yaitu berkaitan dengan Hak Kekayaan
Intelektual. Terdapat beberapa kasus yang memiliki keterkaitan dengan Hak
Kekayaan Intelektual yang tercatat. Penyelesaian terhadap adanya sengketa dalam
kegiatan penanaman modal asing disesuaikan berdasarkan Bilateral Investment
Treaty (BIT), terkait penyelesaian sengketa ini sering disebut atau dikenal
dengan Investor-State Dispute Settlement (ISDS). Berdasarkan pemaparan
diatas, penulis tertatik untuk membahas dan menggali lebih dalam mengenai
Penyelesaian Sengketa Investasi yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual.
Adapun rumusan permasalahan yang dapat dibahas yaitu terkait pengakuan Hak
Kekayaan Intelektual sebagai suatu bagian dari penanaman modal asing dan
bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan Hak Kekayaan
Intelektual di dalam penanaman modal asing.
Penelitian
Ilmiah dapat dikatakan sebagia suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
asas pengaturan yang diwujudkan dengan usaha yang dilakukan untuk melakukan
pengumpulan atas hubungan-hubungan yang terjadi terhadap fakta yang diamati.
Penelitan ilmiah pada hakikatnya dilakukan sejak saat seseorang berusaha untuk
mealakukan usaha untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu yang dilakukan
menggunakna metode serta Teknik tertentu secara sistematis. Lebih jauh lagi,
agar dapat melakukan atau memulai suatu penelitian, seseorang memerlukan metode
yang dipadukan dengan ilmu pengetahuan. Adapun hal ini dilakukan untuk dapat
pada akhirnya menentukan karakteristik dari suatu diiplin. Berdasarkan hal
tersebut, maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai suatu penelitian
hukum. Penelitian Hukum merupakan rangkaian kegiatan yang di dalamnya
menggunakan metode, sistematika, serta pemikiran tertentu yang memiliki
objektivitas untuk mempelajari adanya gejala hukum yang terjadi.
Penelitian
yang digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini akan menggunakan metode
yuridis normatif. Penelitian yuridis normative merupakan suatu penelitian yang
berisikan dan bertujuan untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum ataupun
doktrin hukum agar dapat menjawab permasalahan hukum yang ada. Penulis dalam
hal ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menganalisis
peraturan-peraturan serta doktrin yang ada dan berkaitan. Jenis data yang
digunakan di dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang diperoleh dari
penelusuran kepustakaan. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Alat pengumpul data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kepustakaan. Sedangkan metode analisis data yang
digunakan adalah metode kualitatif yang mendalami makna dibalik suatu tindakan
atau data yang diperoleh dan diteliti adalah objek penelitian yang utuh.�
Istilah Penanaman Modal Asing merupakan istilah yang sudah mulai dikenal
sejak tahun 1760 atau pada saat munculnya revolusi industri di Eropa.
Keberadaan revolusi industri membuka peluang bagi pihak swasta untuk turut
andil di dalam melakukan kegiatan atau kerjasama ekonomi negaranya.
Selanjutnya, perkembangan penanaman modal asing atau investasi asing di Indonesia
dimulai sejak masa Orde Baru yang ditandai dengan dibentuknya Undang-Undang No.
1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang memberikan peluang dan
kesempatan bagi para investor asing untuk dapat melakukan penanaman modal atau
investasi di Indonesia. Dengan adanya perkembangan terhadap investasi asing
ini, membuat para ahli dan juga perundang-undangan memberikan pengertian
terhadap investasi asing atau foreign direct investment.
Adapun The Organisation for Economic Co-Operation and Development
(�OECD�) sebagai organisasi Internasional yang berhubungan dengan perekonomian
di dunia memberikan definisi Penanaman Modal Asing atau Foreign Direct
Investment sebagai:�
�Foreign
direct investment (FDI) is a category of cross-border investment in which an
investor resident in one economy establishes a lasting interest in and a
significant degree of influence over an enterprise resident in another
economy.�
Berdasarkan definsi diatas dapat diketahui bahwa Foreign direct
investment atau Investasi Asing merupakan kategori investasi lintas batas,
dimana seorang investor yang berasal dari negara tertentu menunjukan minatnya
dan juga kontribusinya dalam jumlah yang besar terhadap suatu perusahaan yang
berada di negara lainnya.
Selain itu, World Trade Organization juga memberikan definisi mengenai foreign
direct investment, dimana FDI adalah suatu kegiatan dimana seorang investor
yang berbasis pada suatu negara tertentu (negara asal) memperoleh aset yang
berada di negara lain (negara tuan rumah) dengan maksud untuk mengelola aset
tersebut.
Selanjutnya M Sornarajah yang merupakan seorang ahli di bidang hukum
juga memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan foreign direct
investment menurut pandangannya, M Sornarajah mendefinisikan foreign direct
investment sebagai suatu kegiatan yang meliputi adanya pengalihan atas
aset-aset, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dari suatu negara
kepada negara lainnya yang bertujuan untuk digunakan pada negara tersebut untuk
menciptakan kesejahteraan di bawah kontrol dari negara pemilik aset tersebut.
Berdasarkan pemahaman mengenai investasi asing atau foreign direct investment di
atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya yang dimaksud dengan foreign direct
investment adalah investasi yang dilakukan oleh investor yang berasal dari
suatu negara ke negara lainnya yang berbeda dengan adanya kontrol yang besar
atau signifikan terhadap investasinya tersebut.
Selanjutnya, sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa Investasi
Asing atau foreign direct investment yang dilakukan oleh Investor dari
suatu negara kepada negara tuan rumah didasarkan atas adanya perjanjian di antara
kedua negara tersebut yang pada umumnya berupa Bilateral Investment Treaty (BIT)
yang berisikan komitmen serta kewajiban-kewajiban untuk melakukan perlindungan
terhadap investasi serta investor pada negara tuan rumah (host country).
Perlindungan yang dimaksud di sini adalah perlakuan yang adil, setara, serta
tidak diskriminatif dalam pelaksanaan dari perjanjian antara kedua pihak, serta
mekanisme penyelesaian sengketa investasi antara kedua belah pihak.
Kemudian, pada umumnya, ketentuan mengenai penyelesaian sengketa yang
terdapat di dalam BIT memiliki dua bentuk, yaitu state-to-state dispute
settlement yang berarti penyelesaian sengketa antara negara dengan negara
dan juga investor-state dispute settlement yaitu berkaitan dengan
investor dengan negara tuan rumah (host state) yang pada umumnya
memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase.
Penggunaan dari Investor-State-Dispute Settlement (�ISDS�) sudah ada
sejak tahun 1960, dimana terkait dengan ISDS ini diatur di dalam Convention
on Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other
States (�ICSID Convention�).
Keberadaan ISDS sebagai mekanisme untuk penyelesaian sengketa antara
investor dengan negara (host state) merupakan salah satu cara bagi suatu
negara agar dapat melakukan penguatan terhadap komitmen yang mereka ciptakan di
dalam perjanjian investasi negara tersebut. Selain itu, keberadaan ISDS juga
memiliki fungsi dan tujuan untuk menegakan hukum serta memberikan adanya
kepastian hukum bagi para pihak, khususnya apabila terjadi suatu sengketa atau
pelanggaran di dalam perjanjian investasi yang melibatkan para pihak.
Adapun hal ini sebagaimana tercantum di dalam Article 1 (2) ICSID
Convention yang pada pokoknya mengatur bahwa tujuan dari adanya ICSID adalah
untuk memfasilitasi adanya penyelesaian beruba konsolidasi dan juga arbitrase
untuk sengketa yang berkaitan dengan investasi yang terjadi antar negara atau
penanam modal dengan negara lainnya.
Sejalan dengan pengaturan yang ada dan diakui secara Internasional,
mekanisme dari ISDS sebagai penyelesaian sengketa di dalam bidang investasi
atau foreign direct investment juga tercantum dan diakui oleh Indonesia
di dalam UU Penanaman Modal, dimana apabila merujuk pada pasal 32 ayat 4 dari
UU Penanaman Modal diatur bahwa apabila terjadi suatu sengketa di dalam bidang
penanaman modal yang mana para pihak yang terlibat di dalam sengketa tersebut
adalah pemerintah dengan penanam modal asing, maka para pihak yang terlibat
tersebut dapat untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan arbitrase
internasional yang kemudian harus disepakati oleh para pihak. Selain UU
Penanaman Modal, pengakuan dan pengaturan mengenai ISDS pun juga dapat dijumpai
pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 yang sekaligus merupakan peraturan
perundang-undangan yang meratifikasi ICSID Convention. Pada Pasal 1
Undang-Undang tersebut diatur bahwa Indonesia menyetujui Konvensi tentang
Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman
modal.
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) timbul dari kemampuan intelektual yang dimiliki
oleh manusia. Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya memiliki keterkaitan dan
hubungan dengan perlindungan penerapan suatu ide ataupun Informasi yang
memiliki nilai ekonomis atau nilai komersial. Mengacu pada hal tersebut, World
Intellectual Property Organization (WIPO) sendiri mendefinisikan Hak Kekayaan
Intelektual sebagai suatu kreasi yang berasal dari pemikiran manusia yang dapat
berupa inventions; literary and artistic works; and symbols, name and images
yang digunakan untuk kepentingan perdagangan. Secara umum ruang lingkup Hak
Kekayaan Intelektual meliputi Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri,
Indikasi Geografis, dan juga Merek Dagang.
Adapun di dalam Sengketa pada bidang Investasi Asing atau Foreign
Direct Investment, jenis HAKI yang dapat dikatakan cenderung banyak
memunculkan sengketa yaitu Merek, sekaligus penulis akan membahas pada bagian
selanjutnya mengenai sengketa Investasi yang berkaitan dengan Merek. Merek
sendiri merupakan salah satu jenis HAKI yang identik dengan penggunaannya yang difungsikan
untuk mengidentifikasi sumber asal dari suatu benda dan membedakan barang atau
jasa dari suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Keberadaan
Merek membuat suatu produk dapat dibedakan dengan produk lainnya yang memiliki
kemiripan dari perusahaan yang berbeda. World Intellectual Property
Organization (WIPO) sebagai Organisasi Internasional yang menaungi perlindungan
terhadap merek, memberikan Definisi Merek sebagai setiap tanda, dimana tanda
tersebut membedakan barang dari suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya dan
tanda tersebut juga membedakan suatu barang dari barang pesaingnya. Selain itu,
Undang-Undang di Indonesia juga mengakomodir adanya perlindungan terhadap Hak Kekayaan
Intelektual, khsusnya dalam hal ini merek. Merujuk pada pasal 1 ayat 1
Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 bahwa:
�Merek adalah tanda
yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf,
angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi,
suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk
membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum
dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau Jasa�
Selain
pengaturannya secara nasional, pada pokoknya Hak Kekayaan Intelektual khususnya
Merek juga diakui perlindungannya secara Internasional, dimana salah satu instrumen
hukum Internasional yang memberikan perlindungan terhadap Hak Kekayaan
Intelektual yaitu The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIPs). Adapun di dalam TRIPs mengatur khususnya terkait
merek yang didefinisikan sebagai baik berbentuk apapun, ataupun kombinasi dari
tanda-tanda yang mempunyai suatu kemampuan untuk menjadi daya pembeda barang
atau jasa dari suatu pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, dapat dikategorikan
sebagai Merek Dagang. Tanda-tanda sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
termasuk nama pribadi, huruf, angka, elemen figuratif, dan kombinasi dari
warna, serta kombinasi dari tanda-tanda tersebut harus memenuhi syarat sebagai
merek untuk dapat didaftarkan.
Berkaitan dengan hal diatas, apabila berbicara mengenai Hak Kekayaan
Intelektual yang dalam hal ini termasuk merek, maka merek dan seluruh Hak
Kekayaan Intelektual lainnya tergolong ke dalam hak kebendaan yang sifatnya
imateriil atau tidak berwujud atau merupakan bagian dari aset tidak berwujud (intangible
asset). Hak Kekayaan Intelektual yang termasuk di dalam nya yaitu merek
merupakan bagian dari asset tidak berwujud disebabkan hakikat dari Hak Kekayaan
Intelektual itu sendiri yang memiliki sifat yang eksklusif yang memberikan hak
atas usaha yang dilakukan oleh pemilik dari Hak Kekayaan Intelektual dimaksud.
Hak Kekayaan Intelektual memiliki hubungan yang dapat dikatakan cukup
erat dengan aktivitas investasi, khususnya apabila berbicara mengenai foreign
direct investment. Apabila kita menelisik kembali, khususnya pada salah
satu jenis Hak Kekayaan Intelektual yaitu Merek, dapat dikatakan bahwa Merek
memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa merek sendiri memiliki fungsi
sebagai daya pembeda sekaligus juga dapat merepresentasikan kualitas daripada
suatu produk/jasa ataupun entitas. Berdasarkan hal tersebut maka Hak Kekayaan
Intelektual, khususnya yang dalam hal ini merek memberikan dampak serta
pengaruh terhadap investasi, khususnya berkaitan dengan modal. Oleh karena
hubungannya dengan Investasi, maka pengaturan mengenai Hak Kekayaan Intelektual
sering kali dijumpai di dalam perjanjian antara para pihak yang melakukan
investasi atau pada International Investment Agreement (IIAs) yang termasuk
diantaranya adalah Bilateral Investment Treaty (BIT). Hak Kekayaan
Intelektual dikategorikan di dalam ruang lingkup definisi investasi di dalam
BIT. Hal ini memberikan implikasi bahwa Hak Kekayaan Intelektual memiliki peran
yang penting sebagai suatu aset tidak berwujud (intangible assets) di
dalam aktivitas Investasi.
Salah satu contoh terkait Pengaturan dan Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual dapat ditemukan di dalam BIT United States dengan Uruguay, dimana
pada Article 1 BIT tersebut diatur bahwa:
�investment�
means every asset that an investor owns or controls, directly or indirectly,
that has the characteristics of an investment, including such characteristics
as the commitment of capital or other resources, the expectation of gain or
profit, or the assumption of risk. Forms that an investment may take
include�(f) intellectual property rights��
Berdasarkan ketentuan pada BIT tersebut, maka Hak Kekayaan Intelektual dimasukan
kedalam ruang lingkup dari apa yang dimaksud dengan Investasi. Selain itu
apabila merujuk pada salah satu Model BIT dari United States dapat dijumpai
pengaturan mengenia hal yang dapat dikualifikasikan sebagai suatu investasi,
yaitu memiliki karakteristik sebagai modal atau keuntungan. Merujuk pada hal
tersebut, maka Hak Kekayaan Intelektual dapat tergolong ke dalam ciri Investasi
karena memberikan pengaruh terhadap modal dan juga keuntungan. Selain itu, pada
BIT antara Indonesia dan Thailand juga dapat ditemukan pengaturan serupa
terkait Hak Kekayaan Intelektual. Sebagaimana diatur pada Article 1 mengenai
definisi yang terdapat dalam BIT Indonesia-Thailand. Berdasarkan hal tersebut,
maka Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian dari Investasi atau Foreign
Direct Investment.
Selanjutnya, pengaturan mengenai Hak Kekayaan Intelektual di dalam
Instrumen Hukum International dapat ditemui pada Agreement on Trade-Related
Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang menjadi salah satu payung
hukum perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Adapun selain itu apabila
perlindungan dan pengaturan terhadap Hak Kekayaan Intelektual di dalam ruang
lingkup investasi juga dapat ditemukan pada ASEAN Comprehensive Investment
Agreement (ACIA) yang merupakan perjanjian terkait Penanaman Modal di Kawasan
ASEAN. Pada ACIA khususnya pada Article 4 (c) (iii) diatur bahwa investasi
berarti setiap aset yang dimiliki atau dikontrol oleh suatu investor, termasuk
namun tidak terbatas pada salah satunya Hak Kekayaan Intelektual. Namun,
apabila melihat kembali pada ketentuan yang terdapat dalam Article 4 dari ACIA
tersebut dapat diketahui bahwa ACIA pada pokoknya memberikan kebebasan atau
menyerahkan pengaturan dan perlindungan daripada Hak Kekayaan Intelektual ini
kepada masing-masing negara anggota dari ACIA berdasarkan hukum yang berlaku
pada negara tersebut. Walaupun demikian, berdasarkan pengaturan tersebut maka Hak
Kekayaan Intelektual dapat dikategorikan sebagai objek di dalam ruang lingkup
investasi khususnya pada foreign direct investment.
Selain secara Internasional, perlindungan dan pengakuan Hak Kekayaan
Intelektual sebagai bagian dari Investasi dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan khususnya apabila merujuk pada UU Penanaman Modal,
berdasarkan Pasal 1 ayat (7) UU Penanaman Modal mengatur bahwa Modal dari suatu
penanaman modal adalah aset yang dapat berupa uang atau bentuk lainnya selain
daripada uang yang memiliki nilai ekonomis yang dimiliki oleh investor atau
penanam modal. Apabila merujuk pada pengertian dari Hak Kekayaan Intelektual,
maka Hak Kekayaan Intelektual dapat dikategorikan sebagai suatu aset yang tidak
berwujud atau intangible asset. Oleh karena itu, pengertian di atas mencakup
juga Hak Kekayaan Intelektual di dalam ruang lingkupnya. Kemudian, Indonesia
melalui Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang disahkan pada 2
November 2020 yang kemudian dicabut dengan adanya Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2 Tahun 2022 tentang Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang ditetapkan dengan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang,
dimana Undang-Undang dimaksud berkaitan akselerasi terhadap investasi asing. Perpu
ini juga memasukan beberapa perubahan terkait Hak Kekayaan Intelektual yang
bertujuan untuk mendorong percepatan arus dan kegiatan investasi serta
mempermudah aktivitas investasi.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa aktivitas Investasi tidak
selalu berjalan baik, tidak jarang para pihak terlibat di dalam sengketa yang
berkaitan dengan investasi, khususnya pada foreign direct investment. Salah
satu sengketa yang beberapa kali terjadi di dalam aktivitas investasi yaitu
berkaitan Hak Kekayaan Intelektual. Kasus atau resiko terhadap Hak Kekayaan
Intelektual di dalam aktivitas Investasi sering kali berkaitan dengan adanya
perbuatan illegal terkait Hak Kekayaan Intelektual ataupun juga adanya tuduhan
terkait perlakuan tidak adil atau diskriminatif yang berkaitan dengan national
treatment, MNF Treatment, atau fair and equitable treatment, serta prinsip
perlindungan dan juga keamanan. Selain itu sengketa yang berkaitan dengan
adanya Pembajakan ataupun permasalahan terkait dengan Lisensi. Sengketa
terhadap Hak Kekayaan Intelektual apabila merujuk pada TRIPs Agreement khususnya
pada Article 64, dapat diselesaikan berdasarkan penyelesaian yang disediakan
oleh World Trade Organization (WTO). Namun, penyelesaian tersebut hanya
terbatas diperuntukan bagi negara-negara yang merupakan anggota dari WTO itu
sendiri. WTO sebenarnya tidak memberikan suatu keharusan untuk melakukan
penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual dengan
menggunakan mekanisme yang disediakan oleh WTO. Oleh karena itu, sangat
dimungkinkan apabila terjadi sengketa terkait Hak Kekayaan Intelektual khususnya
pada aktivitas foreign direct investment dilakukan berdasarkan atau melalui Investor-state
Dispute Settlement. Pada pokoknya penyelesaian sengketa melalui Investor-state
Dispute Settlement dapat dilakukan di bawah ICSID ataupun UNCITRAL.
Salah satu sengketa investasi yang berkaitan dengan Hak Kekayaan
Intelektual yang diselesaikan melalui Investor-state Dispute Settlement yang dapat
ditemui yaitu kasus antara Philip Morris yang merupakan suatu perusahaan yang
memproduksi rokok dengan Uruguay. Kasus ini bermula dengan adanya peraturan
yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan di Uruguay yang berkaitan dengan
penjualan dan merek dari rokok di negaranya, dimana pada pokoknya peraturan
dari Uruguay tersebut memberikan larangan terhadap perusahaan rokok untuk dapat
mempunyai lebih dari satu merek penjualan produknya. Berdasarkan adanya
peraturan tersebut, maka Philip Morris mengalami kerugian secara bisnis dan
secara nilai dari Hak Kekayaan Intelektualnya khususnya pada merek karena
dibatasinya merek serta penjualan. Berdasarkan hal tersebut maka Philip Morris
pun kemudian mengajukan klaim atau gugatan kepada Uruguay atas dasar
pelanggaran terhadap BIT Switzerland dan Uruguay. Proses penyelesaian sengketa
Philip Morris dengan Uruguay dilakukan melalui Arbitrase yang berada di bawah International
Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID). Hasil putusan dari kasus
Philip Morris dengan Uruguay yaitu bahwa tidak ditemukannya pelanggaran atas
peraturan dari Uruguay terhadap Hak Kekayaan Intelektual dari Philip Morris.
Selain itu, Peraturan dari Uruguay juga tidak melanggar fair and equitable
treatment yang diatur di dalam BIT Switzerland dengan Uruguay. Merujuk pada
kasus di atas, maka dimungkinkan bagi sengketa investasi yang berkaitan dengan Hak
Kekayaan Intelektual untuk dapat diselesaikan melalui Arbitrase dibawah ICSID.
Walaupun demikian, di dalam pelaksanaannya penyelesaian sengketa dengan Investor-state
Dispute Settlement masih dipandang memiliki hambatan-hambatan. Hal ini
disebabkan walaupun istilah Hak Kekayaan Intelektual sebagai bagian dari
investasi sudah cukup diketahui oleh banyak pihak, akan tetapi masih sedikit
dari mereka yang menggunakan Investor-state Dispute Settlement untuk
menyelesaikan sengketa investasi yang berkaitan dengan pelanggaran Hak kekayaan
Intelektual. Oleh sebab itu, masih banyak inkonsistensi di dalam penyelesaian
sengketa Hak Kekayaan Intelektual pada mekanisme ini, yang mana berbeda dengan
penyelesaian sebagaimana telah diatur di menggunakan mekanisme yang disediakan
oleh WTO. Hal ini disebabkan mekanisme WTO sudah terlebih dahulu dan banyak
digunakan untuk penyelesaian sengketa di bidang Hak Kekayaan Intelektual.
Berdasarkan
pemaparan sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
yaitu: (1) Hak Kekayaan Intelektual dapat dikatakan merupakan bagian dari ruang
lingkup serta objek dari Investasi Asing atau Foreign Direct Investment. Hal
ini sesuai pengaturan baik di dalam ruang lingkup nasional seperti diakuinya Hak
Kekayaan Intelektual sebagai aset tidak berwujud yang merupakan bagian dari
Investasi maupun pengaturan Internasional seperti Agreement on Trade-Related
Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), ASEAN Comprehensive
Investment Agreement (ACIA), serta Bilateral Agreement Treaty (BIT) yang
memasukan Hak Kekayaan Intelektual sebagai bagian dari Investasi. Hal ini
sebagaimana terdapat pada contoh BIT yaitu antara United States dengan Uruguay
maupun BIT antara Indonesia dengan Thailand. (2) Pelaksanaan kegiatan Investasi
khususnya yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual tidak lepas dari
adanya perselisihan dan sengketa diantara para pihak. Oleh karena itu, untuk
mengakomodir serta memberikan kepastian hukum maka terdapat mekansime
penyelesaian sengketa yang disediakan. Sengketa terkait Hak Kekayaan
Intelektual dapat diselesaikan melalui mekanisme yang disediakan oleh WTO
ataupun mekansime Investor-state Dispute Settlement melalui ICSID
ataupun UNCITRAL. Akan tetapi, di dalam pelaksanaannya, khususnya penyelesaian
melalui mekanisme Investor-state Dispute Settlement masih ditemui
hambatan yang disebabkan karena tidak terdapat banyak sengketa yang
diselesaikan melalui mekanisme tersebut.
Bole, Betram.
�The Protection of Intellectual Property Rights through Bilateral Investment
Treaties: Is there a TRIPS-plus Dimension.� Working Paper. No 2010/19 (November
2010).
Firmansyah,
Hery. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Panduan Memahami Dasar Hukum
Penggunaan dan Perlindungan Merek. Yogyakarta: Medpress Digital, 2013.
Gabriel,
Vivian Daniele Rocha dan Alebe Linhares Mesquita. �Repacking Intellectual
Property Protection in International Investment Law: Lesson from Philip Morris
v. Uruguay Case.� Georgetown Journal of International Law. Vol. 49
(2018).
Indonesia.
Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Antar Negara dan Warganegara
Asing Mengenai Penanaman Modal. UU No. 5 Tahun 1968. LN No. 1968/32. TLN
No. 2852.
Ilmar,
Adminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2017.
Indonesia.
Undang-Undang tentang Penanaman Modal. UU No. 25 Tahun 2007. LN No. 67. TLN
No. 4724.
International
Centre for Settlement of Investment Dispute. �ICSID Convention, Regulations and
Rules.� ICSID/15. April 2006.
Jarrett,
Jeffrey E., �Intangible Assets, Intellectual Property and Misreporting of
Financial Events.� Journal of Business and Financial Affairs.Vol. 6. No. 4
(2017). Hlm. 1-2.
Komalasari,
Yetty dan Arie Afriansyah. �Dispute Settlement Mechanism in Bilateral
Investment Treaties (BITs).� Yuridika. Vol. 34. No. 1 (Januari 2019).
Kurniati,
Yati, Andry Prasmuko, dan Yanfitri. �Determinan FDI: Faktor-faktor yang
Menentukan Investasi Asing Langsung.� Working Paper Bank Indonesia. 2017.
Leonard,
Jessica, Prita Amalia, dan An An Chandrawulan. �Indonesian Perspective On The
Investor�State Dispute Settlement Mechanism For Foreign Investment Dispute
Settlement In The Field Of Intellectual Property Rights.� Indonesia Law
Review. Vol. 10. No. 1 (2020).
Liberti,
Lahra. �Intellectual Property Rights in International Investment Agreements: An
Overview.� OECD Working Papers on International Investment. Januari 2010.
M,
Hezron, Osano dan Pauline W. Koine. �Role of Foreign Direct Investment on
Technology Transfer and Economic Growth in Kenya: a case of the energy sector.�
Journal of Innovation and Entrepreneurship. Vol. 5. No. 31 (2016).
Naser,
Mohammad Amin. �Re-Examining the Function of Trademark.� Chicago-Kent
Journal of Intellectual Property (2008).
Pak,
Irina. �The Expansion of Trademark Rights in Europe.� IP Theory. Vol. 3.
No. 2 (2013).
Panjaitan,
Saut P. �Politik Pembangunan Hukum di Bidang Investasi Suatu Keniscayaan
Konstitusi Ekonomi,� Jurnal Konstitusi. Vol. 7. No. 2 (April 2010).
Potochnik,
Metka. �Trademark Investment Disputes: Case Studies.� Elgar International
Investment Law Series. 30 Agustus 2019.
Price,
David.�Indonesia�s Bold Strategy on Bilateral Investment Treaties: Seeking an
Equitable Climate for Investment.� Asian Journal of International Law. Vol.
7 (2017).
Rajagukguk,
Erman. Hukum Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN). Jakarta: UAI Press, 2017.
Soekanto,
Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjaua Singkat. Depok:
Rajagrafindo Persada, 2018.
Soekanto,
Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
2015.
Sornarajah,
M. The International Law on Foreign Investment. 3rd Edition. Cambridge:
Cambridge University Press, 2010.
Sujatmoko,
Agus. �Peran dan Arti Penting Perjanjian Lisensi dalam Melindungi Merek
Terkenal.� Jurnal Mimbar Hukum. Vol. 22. No. 1 (Februari 2010).
Suradiyanto
dan Made Warka, �Pembangunan Hukum Investasi dalam Peningkatan Penanaman Modal
di Indonesia.� Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 11. No. 21 (2015).
United
Nations Conference on Trade and Development, Investor-State Dispute
Settlement, and Impact on Investment Rulemaking. Geneva: United Nations, 2007.
United
Nations Conference on Trade and Development. Intellectual Property Provision
in International Investment Arrangements. New York and Geneva: United
Nations, 2007.
Upreti,
Pratyush Nath. �The Role of National and International Intellectual Property
Law and Policy in Reconseptualising the Definition of Investment.� International
Review of Intellectual Property and Competition Law. Vol. 52 (2021).
World
Trade Organization. Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual
Property Rights (Undang-Undang No. 7 Tahun 1994). 1995. �
World
Intellectual Property Organization. Introduction to Trademark Law and
Practice: The Basic Concepts. Second Edition. Geneva: World Intellectual
Property Organization, 1993.
Copyright
holder: Farah Widyanti
Worowirasmi (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |