Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober
2022
OPTIMALISASI DANA ZAKAT DAN
PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT DI INDONESIA
Dina Arfianti Siregar, Asmuni,
Tuti Anggraini
Mahasiswa Doktoral Program Studi
Ekonomi Syariah UIN Sumatera Utara, Indonesia
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sumatera Utara, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga menjadi salah satu hal yang
mendasar dalam ajaran Islam. Zakat memiliki dimensi sosial menjadi sebuah
identitas tersendiri yang dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat, baik
sebagai upaya ibadah kepda Allah dan sebagai upaya kepedulian sosial dengan
sesama manusia. Akan tetapi zakat tidak hanya sebatas memiliki fungsi tersebut.
Optimalisasi distribusi Dana zakat secara professional akan memberikan dampak
yang lebih baik lagi dalam upayanya distribusi atau pendapatan kepada
masyarakat. Penelitian ini menggunakan sebuah pendekatan
deskriptif sumber Data diperoleh dari data berupa buku, artikel, dan data
olahan dari pihak lain atau data publikasi seperti data publikasi BAZNAS dan
yang terkait dengan penelitian ini di dalam google schoolar. Hasil dari
Penelitian ini Zakat, infak, dan sedekah merupakan salah satu bentuk amal
ibadah seorang muslim dengan tujuan untuk mencari rida dari Allah Swt.. Dalam
melakukan zakat, infak, dan sedekah dapat mengurangi jumlah kemiskinan yang
ada. Maka dari itu perlu adanya badan pengelolaan yang mengurus zakat, infak,
dan sedekah yang dapat mengelola dengan baik, dan dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat.
Kata Kunci: Optimalisasi
Zakat, Pemberdayaan, Ekonomi umat.
Abstract
Zakat as the third pillar of Islam is one of the fundamental
things in Islamic teachings. Zakat has a social dimension to become a separate
identity that can have a good impact on society, both as an effort to worship
Allah and as an effort to social care with fellow human beings. However, zakat
is not only limited to having this function. Optimizing the distribution of
zakat funds in a professional manner will have a better impact on distribution
or income efforts to the community. This study uses a descriptive approach.
Data sources are obtained from data in the form of books, articles, and
processed data from other parties or publication data, such as BAZNAS
publication data and those related to this research in Google Schoolar. The
results of this study Zakat, infaq, and alms are a form of worship for a Muslim
with the aim of seeking the pleasure of Allah SWT. In carrying out zakat, infaq,
and alms can reduce the amount of poverty that exists. Therefore it is
necessary to have a management body that manages zakat, infaq, and alms that
can manage it properly, and can improve the community's economy.
Keywords:
Zakat Optimization, Empowerment,
People's Economy.
Pendahuluan
Zakat sebagai rukun
Islam yang ketiga menjadi salah satu hal yang mendasar dalam ajaran Islam.
Dalam upaya mengatasi kesenjangan sosial ekonomi masyarakat Islam diharapkan
adanya upaya pemberdayaan muzakki, karena selain mereka adalah pihak yang
dikenai kewajiban zakat, mereka juga salah satu komponen penting dalam upaya
mewujudkan cita-cita menjadikan zakat sebagai pondasi kekuatan ekonomi umat (Khatimah
& Nuradi, 2020).
Potensi dan
pentingnya zakat sebagai usaha untuk pengentasan kemiskinan selama masih di
anggap sebelah mata, padahal zakat sesungguhnya memiliki potensi ekonomi yang
sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang berhasil dihimpun
baru mencapai lima persenan dari total potensi zakat yang mencapai 20 triliunan
rupiah per-tahun (Hendri
& Suyanto, 2022).
Indonesia adalah
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, jika melihat data Bank Dunia
2013 pada tahun 2010 penduduk dunia berjumlah kurang dari 6.885 milyar jiwa.
Hal ini berarti bahwa jumlah penduduk Indonesia sekitar 3 persen dari penduduk
dunia. Berdasarkan laporan PEW research Center (2009) dan Human Right Watch
(2013), dari jumlah penduduk muslim dunia, yang pada tahun 2010 kurang lebih
berada pada angka 1,6 milyar jiwa maka penduduk muslim Indonesia berada kisaran
12,9-13 persen penduduk muslim Indonesia (Najiyah,
Khasanah, & Asas, 2022).
Menurut Qardhawi
didalam (Canggih,
Fikriyah, & Yasin, 2017) salah satu upaya dalam
menurunkan angka kemiskinan di Indonesia adalah dengan melakukan pemerataan
pendapatan antara golongan berkemampuan dengan golongan tidak mampu. Upaya
pemerataan pendapatan yang dikenal dalam Islam salah satunya adalah zakat.
Zakat dapat diartikan sebagai al-barakatu (keberkahan), al-namaa
(pertumbuhan dan perkembangan), at-thaharatu
(kesucian), as-salahu (keberesan),
dan terpuji. Zakat memiliki beberapa tujuan. Tujuan zakat di antaranya yakni:
mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup
serta penderitaan, membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh para
mustahiq, menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dalam
suatu masyarakat, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang punya harta, mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan
kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya, sebagai sarana
pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.
Menurut (Arief,
2016) Peran zakat sangat signifikan
dalam perataan pendapatan di kalangan masyarakat, terutama masyarakat yang
berpenghasilan amat rendah. Zakat juga berfungsi sebagai pendistribusian
kekayaan orang yang mampu terhadap mereka yang kurang mampu, dan berperan pula
akan mengurangi kesenjangan sosial. Potensi zakat sangat besar untuk
mengentaskan kemiskinan terutama sekali adalah melalui dana zakat produktif.
Untuk mewujudkan dana zakat produktif, diperlukan kerja sama seluruh masyarakat
dengan memahami tanggung jawab sosial secara penuh. Untuk itu diperlukan juga
bantuan para pengelola profesional sebagai usaha untuk mewujudkan keadilan
sosial-ekonomi di kalangan masyarakat kecil, serta mensejahterakan mereka.
Mampu atau tidaknya
zakat dapat memberdayakan ekonomi masyarakat sangat tergantung pada bagaimana
sistem distribusi yang diterapkan. Distribusi zakat dapat dikategorikan kepada
dua; secara konsumtif dan secara produktif. Secara konsumtif berarti harta
zakat dibagikan langsung kepada mustahiq untuk diman- faatkan secara konsumtif.
Sementara harta zakat didistribusikan secara produktif berarti mustahiq tidak
menerima harta zakat yang langsung dimanfaatkan untuk dikonsumsi tetapi harus
diusahakan terlebih dahulu, baik oleh mustahiq sendiri maupun oleh lembaga
amil, yang dikonsumsi dalah dari hasil usaha tersebut (Mubasirun,
2013).
Pemberdayaan adalah
proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan
untuk memperbaiki kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan,
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial (Khatimah
& Nuradi, 2020).
Menurut (Rianto
& Arif, 2013) program pemberdayaan masyarakat
masih membutuhkan dukungan dari sub sistem lain. Dukungan dari sub sistem
selain pemerintah sangat dibutuhkan agar manfaat pemberdayaan masyarakat dapat
semakin berdayaguna dalam meningkatkan kemaslahatan masyarakat. Salah satu sub
sistem yang dapat mendukung program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan
oleh pemerintah adalah dengan mengoptimalkan sumber- sumber keuangan Islam
termasuk zakat.
Wacana yang telah
berkembang pada saat ini adalah zakat produktif, dimana zakat diarahkan untuk bantuan
yang bersifat produktif agar masyarakat yang tidak mampu pada akhirnya akan
dapat menjadi mandiri tanpa bantuan orang lain. Namun penerapan zakat produktif
bukan berarti sama sekali tidak memberikan bantuan yang sifatnya konsumtif.
Bantuan konsumtif pun masih diperlukan, selama proses transisi pemberdayaan
masyarakat tersebut. Sebab program pemberdayaan masyarakat menjadi mandiri akan
membutuhkan waktu yang tidak sebentar (Rianto
& Arif, 2013).
Berdasarkan berbagai
penjelasan di atas, terlihat bahwa berbagai program kemiskinan yang dijalankan
oleh pemerintah masih belum mampu mengentaskan kemiskinan, sehingga memerlukan
peran serta aktif sub sistem perekonomian lain. Maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana bentuk optimalisasi Zakat di Indonesia melalui pemberdayaan
ekonomi umat dalam pengetasan kemiskinan. Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka yang menjadi tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana bagaimana
bentuk optimalisasi Zakat di Indonesia melalui pemberdayaan ekonomi umat dalam
pengetasan kemiskinan.
Tinjauan Pustaka
Zakat berasal dari
bahasa arab yaitu zaka yang berarti �suci�, �baik�, �berkah�, �tumbuh�, dan
�berkembang�. Sedangkan secara terminology syariat, zakat adalah sejumlah harta
tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu (Hendri
& Suyanto, 2022).
Sedangkan menurut
istilah; meskipun para Ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda
antara satu dan lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat
itu adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT
mewajibkan pada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya,
dengan persyaratan tertentu pula (Ma�mun,
2017).
Menurut (Apriliyani,
Malik, & Surahman, 2020) Zakat dari segi istilah fikih
berati �sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada
orang-orang yang berhak� di samping berarti �mengeluarkan jumlah tertentu itu
sendiri�. Jumlah yang dikeluarkan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu
menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari
kebinasaan.
Zakat adalah ibadah
maaliyyah ijtima�iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan
menentukan. Baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan
kesejahteraan Umat. Zakat termasuk salah satu rurkun ( rukun ketiga ) dari
rukun Islam yang lima. Di dalam Alquraan terdapat dua puluh tujuh ayat yang
menyejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk
kata. (Djuanda at all, 2006: 14).
Zakat juga merupakan
salah satu pilar (rukun) dari lima pilar yang membentuk Islam. Zakat adalah
ibadah maaliah ijtima�iyyah yang memiliki posisi yang strategis dan menentukan
bagi pembangunan kesejahteraan umat. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai suatu
ibadah yang bersifat vertikal kepada Allah (hablumminallah), namun zakat juga
berfungsi sebagai wujud ibadah yang bersifat horizontal (hablumminannas) (Thoharul
Anwar, 2018)
Zakat adalah salah
satu bagian dari aturan jaminan sosial dalam Islam, dalam ruang lingkup yang
lebih dalam dan lebih luas, yang mencakup segi kehidupan material dan
spiritual. Zakat juga merupakan system keuangan, ekonomi, social, politik,
moral dan Agama sekaligus. Zakat sebagai sistem keuangan dan ekonomi, karena ia
merupakan pajak harta yang ditentukan. Zakat adalah sumber keuangan baitul mal
dalam Islam yang terus menerus. Zakat sebagai system sosial, karena ia
berfungsi menyelamatkan masyarakat dari berbagai kelemahan, menanggulangi
berbagai bencana dan kecelakaan, memberikan santunan kemanusiaan, yang berada
menolong yang tidak punya, yang kuat membantu yang lemah.
Konsep Lembaga Zakat
Imam Qurtubi dalam Hafidhuddin
menyatakan bahwa Al-Amil adalah orang-orang yang ditugaskan (oleh imam/pemerintah)
mengambil, menuliskan, menghitung, dan mencatatkan zakat yang diambilnya dari para
muzakkiuntuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya. Peran amil
tersebut saat ini dijalankan oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat,
pengertian amil zakat menurut terminologi fikih adalah orang-orang yang
diangkat oleh imam (pemerintah) untuk mengatur urusan zakat, yang melingkupi proses
pengumpulan, pencatatan, pendistribusian, dan sebagainya.
Orang yang termasuk
amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak
zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat. Berdasarkan pengertian
lembaga dan pengertian amil zakat sebelumnya, maka yang dimaksud dengan Lembaga
Amil Zakat adalah lembaga yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat yang memiliki
tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Allah
Swt.telah memerintahkan kepada organisasi Amil untuk mengumpulkan zakat dari para
muzakkidan membagikan harta zakat tersebut kepada delapan golongan yang dinyatakan
berhak untuk mendapatkan zakat.
Sebagaimana perintah
Allah Swt.di dalam Al-Qur�an sebagai berikut:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. At-Taubah [9]:103).
Organisasi zakat
memiliki fungsi-fungsi dasar yang antara lain Pertama,amalan dari orang-orang
kaya muzakkidan inginkembali ke para mustahiq. Kedua, membina para muzakkiagar tetap
menjadi muzakkidan fakir miskin agar menjadi muzakki. Ketiga, mendata semua kelompok
masyarakat baik sebagai muzakkimaupun mustahiq.
Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi
Model pendayagunaan
zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan
dana zakat untuk mendorong mustahik mampu memiliki usaha mandiri. Program
tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan modal usaha mikro yang sudah ada
atau perintisan usaha mikro baru yang prospektif.
Pasal 16 ayat (1) dan
(2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, secara eksplisit dinyatakan
bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq
sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf) dan dapat dimanfaatkan untuk
usaha produktif. Secara lebih spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA)
Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat
untuk usaha produktif dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan
hidup para mustahiq dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama
infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat
usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan (Najiyah
et al., 2022).
Secara garis besar,
dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan
yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al., 2008). Kegiatan
konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan
masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut
digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif adalah pemberian
bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat
memberikan dampak jangka menengah- panjang bagi para mustahiq.
Menurut
Sunartiningsih (2004), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya untuk
membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri sehingga bebas dan
mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri. Dengan
demikian pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk mendorong terciptanya kekuatan
dan kemampuan lembaga masyarakat untuk secara mandiri mampu mengelola dirinya
sendiri berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri, serta mampu mengatasi
tantangan persoalan di masa yang akan datang.
Ada beberapa
indikator keberhasilan program pemberdayaan menurut Sumodiningrat di dalam (Hendri
& Suyanto, 2022) , yaitu :
1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin;
2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia;
3. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya;
4. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat;
5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
Metode Penelitian
Berdasarkan latar
belakang diatas maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian
untuk memahami fenomena-fenomena manusia atau sosial dengan menciptakan
gambaran yang menyeluruh dan kompleks yang dapat disajikan dengan kata-kata,
melaporkan pandangan terinci yang diperoleh dari sumber informan, serta
dilakukan dalam latar setting yang alamiah. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu
berisi teori-teori yang relevan dengan masalah-masalah penelitian. Pada metode
penelitian kepustakaan, dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang
digunakan berdasarkan literature yang tersedia, terutama dari artikel-artikel
yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Dalam penelitian studi pustaka
diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data Pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah penelitian (Budiman,
2005).
Penelitian ini juga menggunakan
sebuah pendekatan deskriptif untuk menggambarkan kejadian yang terjadi secara aktual.
Sehingga dalam penulisan artikel optimalisasi pengelolaan dana zakat sebagai pemberdayaan
umat mengupayakan untuk menjelaskan dan menggambarkan bagaimana peran negara dan
lembaga amil zakat dalam mengelola dana zakat hingga mereka salurkan dengan
orang yang lebih membutuhkan.
Sebelum melakukan
telaah bahan pustaka, peneliti memastikan sumber informasi ilmiah yang
diperoleh seperti melalui buku, jurnal-jurnal ilmiah dan referensi lainnya dan
data-data lain. Data diperoleh dari data sekunder berupa buku, artikel, dan
data olahan dari pihak lain atau data publikasi seperti data publikasi BAZNAS
dan yang terkait dengan penelitian ini di dalam google schoolar. Setelah data
keseluruhan terkumpul, penulis menganalisa data-data yang diperoleh sehingga
ditarik suatu kesimpulan.
Hasil
dan Pembahasan
Optimalisasi
Dana Zakat
Pendayagunaan dana zakat itu bentuk sumber daya (dana zakat) baik sehingga
berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan bagi umat. Pendayagunaan dana zakat
arah pemberdayaan pada pemberdayaan pada program melalui yang menjadi positif bagi
masyarakat khususnya umat Islam yang beruntung kurang. Dengan adanya
pendayagunaan ini akan kesadaran dan kesadaran dan kesadaran serta sikap hidup
individu dan kelompok menuju kemandirian. Dengan demikian, pemberdayaannya lagi
berusaha perkuat posisi sosial dan ekonomi dengan tujuan jauhnya dana umat bantuan
yang pada umumnya dana zakat untuk usaha, sehingga mustahiqsanggup
pendapatannya dan bayar zakatnya dari hasil usaha atas dana zakat yang menjadi
pilihan (Canggih et al., 2017).
Optimalisasi berasal dari kata optimal. Kata optimal itu sendiri artinya terbaik
atau tertinggi, disosialisasi itu optimalisasi itu perihal optimal. Dari arah
optimalisasinyayaitu semakin proses atau kegiatan yang arahkan untuk bagi-bagi
atau hasil yangterbaik. Pendayagunaan berasal dari kata �guna� yang berarti
manfaat. Bariadi (2005) membagi pendayagunaan menjadi dua bentuk yaitu Bentuk Sesaat
dan Bentuk Pemberdayaan. Bentuk Sesaat bahwa dana zakat produktif hanya
diberikan kepada seseorang sesaat atau sesekali saja. Dimana dalam
penyalurannya tidak disertai target untuk memandirikan ekonomi mustahiq. Hal ini
disebabkan mustahiq yang bersangkutan
tidak memungkinkan untuk mandiri lagi karena faktor usia atau cacat fisik.
Sedangkan Bentuk pemberdayaan, merupakan penyaluran dana zakat produktif yang disertai
target mengubah keadaan mustahiq dari
penerima (mustahiq) menjadi pemberi (muzakki). Hal ini tentu saja tidak dapat
dicapai dengan mudah dan dalam waktu singkat. Untuk itu, dalam penyaluran zakat
produktif harus disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang
ada pada penerima atau mustahiq.
Apabila permasalahannya adalah kemiskinan, maka perlu diketahui penyebab
masalah tersebut sehingga dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya target
yang telah ditentukan. Penyaluran dana dalam pendayagunaan zakat produktif hendaknya
lebih diarahkan pada pemberdayaan ekonomi dengan harapan dapat meningkatkan
kesejahteraan mustahiq.
Sebagai rukun Islam yang ke-tiga, zakat mempunyai aspek keadilan sosial/al-�adalah al-ijtimaiyyah), perintah
zakat dapat dipahami sebagai sebuah satu kesatuan sistem sosial yang tidak
dapat dipisahkan dalam pencapaian kesejahteraan sosial, ekonomi serta
masyarakat. Zakat diharapkan dapat mampu meminimalisir kesenjangan pendapatan
bagi orang kaya dan orang miskin. Tidak hanya itu, zakat juga diharapkan dapat
meningkatkan atau menumbuhkan perekonomian, baik pada level individu atau pada
level sosila masyarakat pada umumnya(Arief, 2016).
Zakat memiliki dimensi sosial menjadi sebuah identitas tersendiri yang
dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat, baik sebagai upaya ibadah kepda
Allah dan sebagai upaya kepedulian sosial dengan sesama manusia. Akan tetapi
zakat tidak hanya sebatas memiliki fungsi tersebut (Zetira & Fatwa, 2021). Optimalisasi distribusi dana
zakat secara professional akan memberikan dampak yang lebih baik lagi dalam
upayanya distribusi atau pendapatan kepada masyarakat. Sementara itu, hingga
kini pendistribusian zakat dirasa belum maksimal. Hal ini dapat kita lihat
bahwa pendistribusian dana zakat hanya sebatas pendistribusian biasa dan hanya
untuk dikonsumsi belaka. Oleh karena itu, perlu sebuah rumusan pendistribusian
dana zakat yang lebih produktif diperlukan. Konsep distribusi dana zakat
berbasis pemberdayaan ekonomi merupakan jawaban yang tepat, mengingat potensi
dana zakat dapat menjadi kunci dari kesenjangan sosial ekonomi yang ada di
Indonesia(Najma, 2014).
Peran
Pemerintah dalam Pengelolaan Dana Zakat
Pengelolaan dan pendistribusian dana ZIS dengan mengembangkan beberapa
program antara lain pertama, Pendampingan Masyarakat; Pengembangan Masyarakat
Terpadu (ICD); Pengembangan Sumber Kerakdingan; Siaga Bencana; dan terakhir, ICD
(Integrated Community Development). Ini
merupakan program unggulan yang dikembangkan oleh beberapa Lembaga Zakat yang
ada di Indonesia.
Kewajiban dalam pembayaran zakat kepada pemerintahan ditinjau dari jenis-jenis
harta yang akan dizakatkan. Jika harta tampak seperti zakat pertanian, perkebunan,
peternakan, maka hukumnya wajib untuk diserahkan kepada pemerintah.
Sedangkanjika harta zakat tersebutbersifat tersembunyi seperti uang, maka bisa
dibagikan sendiri. Pemerintah yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu pemerintah
yang menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam bernegara maupun bermasyarakat. Di dalam
pengelolaan zakat, pemerintah berperan tunggal sebagai pelaksana serta pemberi
sanksi untuk mereka yang tidak mengeluarkan zakat. Menurut syariat Islam, sanksi
yang diberikan pemerintah terhadap masyarakat yang menolak dalam pembayaran
zakat tergantung kondisi, seperti:
1. Ketika orang yang tidak membayarkan zakat dengan
alasan tidak mengetahui akan kewajibannya, maka pemerintah berhak untuk menyampaikan
kewajiban serta mengambil zakat dari pihak tersebut.
2. Ketika orang yang tidak membayar zakat serta mengingkari
akan kewajiban tersebut maka orang tersebut ialah murtad, jika orang tersebut tidak
mau bertobatmaka pemerintah berhak menjatuhkan hukuman mati terhadap orang
tersebut dan hartanya menjadi hak negara.
3. Ketika orang tidak membayar zakat namun orang
tersebut masih mengimani kewajiban Islam maka pemerintah melakukan pengambilan
zakat secara paksa.
Di
Indonesia zakat penting untuk dikelola oleh pemerintah karena zakat ialah rukun
Islam. Dalam Al-Qur�an ada 82 ayat yang menyebutkan mengenai kewajiban dalam berzakat.
Zakat tidak hanya ibadah yang dirasakan individual namun juga berdampak dalam
kehidupan sosial. Karena itulah mengapa perlu dibutuhkan kekuasaan oleh
pemerintahan dalam pengelolaan zakat agar berjalan dengan maksimal.
Persoalan-persoalan
mengenai zakat di Indonesia sampai saat ini belum selesai meski sudah disahkan undang-undang
nomor 23 tahun 2011. Namun hal itu masih belum bisa menjawab berbagai persoalan
yang berkaitan dengan zakat tersebut.
Adanya
undang-undang ini sebagai pengganti dari undang-undang nomor 38 tahun 1999
tentang pengelolaan zakat. Undang-undang tersebut memiliki sifat yang sama
dengan undang-undang nomor 23 tahun 2011 yang hanya membahas mengenai
pengelolaan zakat. Karena yang dibahas hanya dalam pengelolaan zakat saja, maka
tidak ada sanksi bagi orang yang tidak membayar zakat (Safriani, 2016).
Ada
beberapa alternatif yang dapat dilakukan oleh pemerintah yang berkaitan dengan
zakat:
1. Melaksanakan, mengelola, dan bertanggung jawab penuh atas zakat.
2. Menjadi kekuatan penekan.
3. Lembaga swasta dan pemerintah ada pada posisi yang sama, yang membedakannya terdapat pada tindakan hukum, di mana pemerintah menjadi pihak yang memberikan sanksi sedangkan lembaga swasta bertugas untuk melaporkannya kepada pemerintahan.
Tujuan
dalam pengelolaan zakat yang dilakukan pemerintah yaitu untuk menghindari adanya
pungutan doubledari zakat dan pajak, dalam pengumpulan zakat lebih optimal dan tertib,
penyaluranzakat lebih produktif dan tepat sasaran, mengurangi kriminalitas, mengurangi
kecemburuan sosial, karena dilakukan secara merata dan lain sebagainya
Pendistribusian
Dana Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Umat
Pendistribusian dana zakat yang memiliki sifat produktif dapat dilakukan
dalam beberapa model diantaranya: pertama, model dengan sistem in kind, yakni
dana zakat yang diberikan dalam bentuk alat-alat produksi yang diperlukan oleh
mustahiq atau kaum ekonomi lemah yang ingin memiliki produksi, baik mereka yang
baru mulai usahanya atau yang telah memiliki usaha atau yang telah memiliki
usaha guna mengembangkan usaha yang telah ada. Adapun mekanismenya adalah
sebagai berikut: (Almarzoqi, Mansour, & Krichene, 2018)
1. Muzakki membayar zakat ke LAZ atau BAS.
2. BAZ/LAZ menyalurkan kepada mustahiq (setelah
melakukan studi kelayakan).
3. Dana zakat diberikan dalam bentuk alat-alat
produksi yang dapat digunakan.
4. Mustahiq menggunakan alat-alat produksi serta
pembinaan terhadap proyek usaha mustahiq.
Kedua,
model sistem pinjaman lunak (qardlul hasan), yakni peminjaman usaha dengan
mengembalikan pokok tanpa ada tambahan jasa. Pokok dari pinjaman atau modal
memang dikembalikan oleh mustahiq kepada lembaga amil zakat, akan tetapi tidak
berarti bahwa modal itu tidak lagi menjadi hak mustahiq yang dimaksud. Yang
artinya modal masih dapat kembalikan lagi kepada mustahiq yang memiliki
sangkutan untuk dikembangkan lagi atau juga digulirkan ke mustahiq lain. Dengan
cara ini diharapkan lembaga amil zakat dapat menjadi patner bagi para mustahiq
guna pengembangan usahanya sehingga secara pelan akan tetapi pasti dapat
mengubah statusnya dari mustahiq berubah menjadi muzakki. Adapun mekanismenya
adalah sebagai berikut:
1. Muzakki membayar ke BAZ/ LAZ.
2. BAZ / LAZ menyalurkan kepada mustahiq untuk
modal usaha
3. Usaha rugi, maka mustahiq tidak perlu
mengembalikan modal yang dipinjamkan.
4. Usaha untung, maka mustahiq mengembalikan
modal kepada BAZ/LAZ.
5. BAZ/LAZ menerima modal akan kembali dari
mustahiq yang untung.
6. BAZ/LAZ menyalurkan untuk modal kembali
kepada mustahiq guna menambah modal.
7. �BAZ/LAZ menyalurkan modal kembali kepada
mustahiq 2 untuk dimanfaatkan sebagai modal usaha dan seterusnya.
Ketiga, adalah dengan sistem mudlarabah yakni penanaman modal usaha
dengan konsekuensi bagi hasil. Sistem ini hampir sama dengan sistem pinjaman
qardlul hasan. Bedanya terletak pada pembagian bagi hasil dari usaha antara
amil dan mustahiq. Untuk lebih detailnya adalah sebagai berikut:
1. Muzakki membayar zakat ke BAZ/LAZ.
2. BAZ/LAZ akan menyalurkan kepada mustahiq guna
modal usaha
3. Usaha untung, saling bagi keuntungan,
mustahiq akan mengambil sejumlah prosentase keuntungan dan selebihnya
dikembalikan ke BAZ/LAZ beserta dengan modalnya.
4. BAZ/LAZ menerima modal kembali dan juga
prosentase keuntungan usaha
5. BAZ/LAZ memilih untuk menyalurkan modal
kembali kepada mustahiq guna menambah modal.
6. BAZ/LAZ memilih untuk menyalurkan modal
kembali kepada mustahiq 2 guna dimanfaatkan sebagai modal usaha serta begitu
seterusnya.
7. Apabila usaha rugi, maka mustahiq tidak perlu
untuk mengembalikan modal yang ada.
8. Tidak
Model
Pendistribusian Dana Zakat Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
Model Pendistribusian Dana Zakat berbasis pemberdayaan maysarakat dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama dengan melakukan Pemberdayaan Ekonomi
Kemasyarakatan, kedua, Pemberdayaan SDM, dan ketiga Pemberdayaan Amil Zakat(Amalia, Amarta, & Erlangga, 2021).
Pertama, Pemberdayaan Ekonomi
Kemasyarakatan. Pemberdayaan masyarakat didalam bidang ekonomi
melalui zakat dapat dilihat pula dari sistem distribusi atau penyaluran zakat
melalui pemberian modal kerja baik dalam bentuk pinjaman qardlul hasan atau
mudlarabah yangb dilakukan oleh lembaga pengelola zakat. Pendistribusian zakat
dengan sistem ini akan memberikan dampak yang cukup signifikan dalam proses
pemberdayaan ekonomi mustahiq yang berasal dari kalangan ekonomi yang lemah.
Adapun pola pendistribusian yang memiliki sifat produktif yang dimaksud akan mendapatkan
respon yang sangat baik oleh para mustahiq dan mempunyai dampak secara positif
dalam proses peningkatan ekonomi bagi mereka. Penyaluran dan zakat dalam bentuk
kambing misalnya pasti akan disambut positif oleh para keluarga yang menerima
zakat karena dapat menambah kegiatan usaha perekonomian keluarga, yang semula
tidak mempunyai kembing, dengan adanya program ini maka kambing yang mereka
pelihara beranak pinak maka mereka akan dapat memiliki kambing.
Disisi lain program qardlul hasan dan mudharabah juga akan sangat
membantu para kaum fakir miskin dama hal modal usaha mereka. Pada dasarnya
mereka banyak yang terjerat kredit dari rentenir dengan bunga yang cukup
tinggi. Dengan adanya program mudharabah dan qrdlul hasan ini maka mereka
secara bertahap dapat menghindari rentenir.
Kedua, Pemberdayaan SDM.
Pendistribusian dana zakat melalui besiswa dirasa sangatlah bermanfaat guna
mengurangi beban bagi para kaum fakir miskin dalam membayar biaya pendidikan
mereka. Dari pihak sekolah juga akan ikut merasakan manfaat membantu kelancaran
keuangan sekolah. Dengan demikian sedikit demi sedikit dan secara pelan namun
pasti, zakat melalui sistem distribusi bantuan beasiswa serta bantuan guna para
penerima dan lembaga pendidikan yang ada.
Ketiga, Pemberdayaan Amil Zakat. Amil
zakat baik itu dalam BAZ atau LAZA yang mana anggotanya adalah bagian dari
anggota masyarakat juga tidak luput dari objek pemberdayaan yang ada. Dengan
adanya lembaga zakat yang mempunyai berbagai program yang terkait dengan sistem
distribusi zakat yang dikelola, maka wajib memperdayakan anggotanya untuk
memberikan berbagai keterampilan kepada para calon mustahiq. Hal ini perlu
untuk dilakukan agar penyaluran dana zakat khususnya yang disalurkan dalam
bentuk produktif dapat berdaya untuk secara maksimal.
Kesimpulan
Zakat adalah sebagian harta yang telah diwajibkan oleh Allah SWT untuk
diberikan kepada orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah
dinyatakan dalam Al Qur�an. Zakat memiliki potensi yang luar biasa untuk
mengatasi kemiskinan bangsa dan mensejahterakan umat. Potensi ini harus
disadari oleh seluruh umat muslim agar dana yang dikumpulkan melalui zakat bisa
mensejahterahkan umat. Di Indonesia zakat penting untuk dikelola oleh
pemerintah karena zakat ialah rukun Islam. Dalam Al-Qur�an ada 82 ayat yang
menyebutkan mengenai kewajiban dalam berzakat. Zakat tidak hanya ibadah yang
dirasakan individual namun juga berdampak dalam kehidupan sosial. Karena itulah
mengapa perlu dibutuhkan kekuasaan oleh pemerintahan dalam pengelolaan zakat
agar berjalan dengan maksimal. Sebagai negara yang mayoritas masyarakatnya
seorang muslim, jika zakat di Indonesia dikelola dengan baik dan amanah maka
dapat menjadi sumber daya ekonomi yang berpotensi untuk peningkatan usaha-usaha
dalam menyejahterakan masyarakat. Karena zakat ini merupakan instrumen bagi
peningkatan kesejahteraan umat.
BIBLIOGRAFI
Almarzoqi, Raja
M., Mansour, Walid, & Krichene, Noureddine. (2018). Optimalisasi Dana Zakat
di Indonesia (Model Distribusi Zakat Berbasis Pemberdayaan Ekonomi). Islamic
Macroeconomics, 07(01), 41�52.
https://doi.org/10.4324/9781315101583-4
Amalia, Neva
Madinatul, Amarta, Cindy Cintania, & Erlangga, Renaldy Trisna. (2021).
Optimalisasi Dana Zakat dalam Pemberdayaan Masyarakat. Jihbiz Jurnal Ekonomi
Keuangan Dan Perbankan Syariah, 5(2), 104�119.
https://doi.org/10.33379/jihbiz.v5i2.870
Apriliyani,
Sri, Malik, Zaini Abdul, & Surahman, Maman. (2020). Peran Lembaga Amil
Zakat, Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) Banjarnegara dalam
Meningkatkan Perekonomian Kaum Dhuafa. Prosiding Hukum Ekonomi Syariah,
89. https://doi.org/10.29313/syariah.v0i0.20982
Arief, Abd.
Salam. (2016). Zakat, Tanggung Jawab Sosial, dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Asy-Syir�ah:
Jurnal Ilmu Syari�ah Dan Hukum, 50(2), 341�353.
Budiman, Moch.
(2005). Melacak Praktik Pengelolaan Zakat di Indonesia Pada Masa
Pra-Kemerdekaan. Jurnal Khazanah, IV(1), 241�262. Retrieved from
http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/khazanah/article/view/3160
Canggih,
Clarashinta, Fikriyah, Khusnul, & Yasin, Ach. (2017). Potensi Dan Realisasi
Dana Zakat Indonesia. Al-Uqud : Journal of Islamic Economics, 1(1),
14. https://doi.org/10.26740/jie.v1n1.p14-26
Hendri, Nedi,
& Suyanto, Suyanto. (2022). Analisis Model-Model Pendayagunaan Dana Zakat
Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin Kota Di Provinsi Lampung. Akuisisi,
11(2), 63�73. Retrieved from
http://fe.ummetro.ac.id/ejournal/index.php/JA/article/view/25
Khatimah,
Husnul, & Nuradi. (2020). Optimalisasi Zakat Melalui Pemberdayaan Muzakki. Rayah
Al-Islam, 4(02), 244�256. https://doi.org/10.37274/rais.v4i02.90
Ma�mun, Mansur
TB. (2017). Prospek Penerapan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan Sebagai
Alternatif Kebijakan Fiskal Di Indonesia. Jurnal Riset Manajemen Dan Bisnis
(JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT, 2(September), 187�200.
https://doi.org/10.36226/jrmb.v2is1.53
Mubasirun, Mubasirun.
(2013). Distribusi Zakat Dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Inferensi, 7(2),
493. https://doi.org/10.18326/infsl3.v7i2.493-512
Najiyah,
Faridatun, Khasanah, Ulfatul, & Asas, Fitria. (2022). Manajemen zakat di
Indonesia (tantangan dan solusi). Insight Management Journal, 2(2),
45�53. https://doi.org/10.47065/imj.v2i2.115
Najma, Siti.
(2014). Optimalisasi Peran Zakat untuk Pengembangan Kewirausahaan Umat Islam. Media
Syariah, 16(1), 143�174.
Rianto, M. Nur,
& Arif, Al. (2013). Memberdayakan Perekonomian Umat. Optimalisasi Peran
Zakat Dalam Memberdayakan Perekonomian Umat, 14(1), 1�16. Retrieved
from
https://e-resources.perpusnas.go.id:2057/docview/2030924291?accountid=25704
Thoharul Anwar,
Ahmad. (2018). Zakat Produktif Untuk Pemberdayaan Ekonomi Umat. ZISWAF :
Jurnal Zakat Dan Wakaf, 5(1), 41.
https://doi.org/10.21043/ziswaf.v5i1.3508
Zetira, Annisa,
& Fatwa, Nur. (2021). Optimalisasi Penghimpunan Zakat Digital Di Masa
Pandemi. Eqien: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 8(2).
https://doi.org/10.34308/eqien.v8i2.241
Copyright
holder: Dina Arfianti Siregar,
Asmuni, Tuti Anggraini (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |
���������������������������������������������������������������������������������������������