Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
TUGAS DAN KEWENANGAN NOTARIS TERHADAP KEABSAHAN
DOKUMEN PADA LEGALISASI WAARMERKING DAN LEGALISIR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG
Ferna Tamagangka,
Mella Ismelina Farma Rahayu
Universitas Tarumanagara, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang tugas dan kewenangan
notaris terhadap keabsahan dokumen legalisasi waarmerking dan legalisir
berdasarkan undang-undang yang mengaturnya, sehingga mempunyai kekuatan hukum
pembuktian yang sempurna. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tentang
keabsahan dokumen sebagai tanda bukti bahwa dokumen yang ditandatangani oleh
para pihak sudah sesuai dengan adanya kebenaran. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian yuridis normatif dimana jenis pendekatannya melalui
pendekatan perundang-undangan dan berfokus pada hukum positif berupa
Undang-Undang Kitab Hukum Perdata (KUHPerdata)
dan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN)
yang didalamnya mengkaji peraturan perundang-undangan yang mengatur dan
membedakan pengertian dari legalisasi, waarmerking, dan legalisir pada akta
notaris untuk mewujudkan kepastian hukum bagi para pihak terhadap keabsahan
dokumennya. Hasil pembahasan menjelaskan bahwa tugas dan kewenangan notaris
bukan hanya untuk membuat akta autentik namun juga memiliki wewenang untuk
mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal Surat dibawah tangan
dengan mendaftarkannya ke dalam buku secara khusus. Kesimpulan Penelitian
menjelaskan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan kewenangan lainnya, selain itu kewenangan lainnya Notaris dapat
mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal Surat di bawah tangan
dengan mendaftarkan dalam buku khusus dengan cara (legalisasi) dan notaris
dapat pula menerima pendaftaran atas akta yang sudah ditanda tangani oleh para pihak.
Kata Kunci: Kewenangan Notraris, Legalisasi, Waarmerking, Legalisir.
Abstract
This study discusses the duties and powers of a notary
regarding the validity of waarmerking legalization documents and legalization
based on the laws that govern them, so that they have perfect evidential legal
force. The purpose of this study is to find out about the validity of the
document as proof that the document signed by the parties is in accordance with
the truth so that it is signed by the parties and witnessed by the notary and
the witnesses after that the notary performs the matching of the data on the
copy of the document with the original document. after the compatibility of the
documents, the notary will give a stamp and initial stamp for each copy of the document
and the notary will provide a statement that the copies are in accordance with
the original documents and the document registration has been written into a
special registration book by the notary as proof that the documents that have
been made have been valid according to the applicable law and the documents
that have been registered and initialed by a notary can be used as evidence at
the trial later. This study uses a normative juridical research method where
the type of approach is through a statutory approach and focuses on positive
law in the form of the Civil Code Act (KUHPerdata) and the Notary Office Act
(UUJN) in which it examines the laws and regulations that regulate and
differentiate the notion of legalization, waarmerking, and legalization of
notarial deeds to create legal certainty for the parties regarding the validity
of the documents. The results of the discussion explain that the duties and
authorities of a notary are not only to make authentic deeds but also have the
authority to authorize signatures and determine the certainty of the date of
private documents by registering them in a special book.
Keywords: Notary Authority,
Legalization, Waarmerking, legalize.
Pendahuluan
Dalam era globalisasi ini, hubungan antar negara
semakin erat, baik dalam perdagangan, bisnis, pendidikan, maupun perjalanan
lintas negara (Kartini, 2017). Dalam konteks ini, permintaan untuk legalisasi
dokumen seperti akta kelahiran, akta nikah, surat izin perjalanan, dan dokumen
lainnya menjadi semakin penting (Karundeng, 2018). Legalisasi ini diperlukan untuk memastikan keabsahan
dan pengakuan dokumen tersebut di negara lain (Heriyanto, 2022).
Konvensi Den Haag tahun 1961 tentang Apostille menjadi
acuan dalam legalisasi dokumen internasional (Makarim, 2011). Apostille adalah proses legalisasi yang dilakukan
oleh notaris atau pejabat yang berwenang oleh negara penerbit dokumen asli.
Dalam hal ini, notaris memiliki peran penting untuk memverifikasi keaslian
dokumen dan menandatanganinya dengan Apostille yang akan diakui di
negara-negara yang merupakan anggota Konvensi Den Haag (Mayana & Santika,
2021).
Di sisi lain, legalisir dokumen merupakan proses yang
diperlukan ketika dokumen harus diakui di negara yang tidak menjadi anggota
Konvensi Den Haag atau tidak menerima Apostille (Hardjaloka, 2015). Dalam konteks ini, notaris memiliki peran penting
dalam memastikan keabsahan dokumen tersebut dan memberikan legalisasi yang
diperlukan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku (Fadilla & Erni,
2023).
Notaris adalah pejabat umum yang memiliki kekuasaan
untuk membuat akta autentik dan memberikan legalisasi dokumen (Ma�ruf & Wijaya,
2015). Tugas notaris meliputi pemeriksaan identitas pihak
yang terlibat, verifikasi keabsahan dokumen, serta pembuatan dan legalisasi
akta atau dokumen yang diperlukan (Putri & Rahayu,
2023). Notaris bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
dokumen yang dia legalisasi sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku (Immanuella &
Hoesin, 2022).
Dalam beberapa kasus, terdapat potensi kekeliruan atau
pelanggaran yang dapat terjadi dalam tugas dan kewenangan notaris terkait
keabsahan dokumen pada legalisasi waarmeking dan legaliser (Prihadi, 2022). Misalnya, notaris mungkin tidak melakukan verifikasi
yang memadai terhadap keabsahan dokumen sebelum memberikan legalisasi. Hal ini
dapat berdampak negatif terhadap pihak-pihak yang terlibat, seperti menimbulkan
kerugian finansial atau mengakibatkan ketidakberlakuan dokumen di negara lain.
Dalam mengatasi permasalahan ini, penting bagi notaris
untuk memahami secara menyeluruh undang-undang yang terkait dengan legalisasi
dokumen, termasuk persyaratan dan prosedur yang harus dipatuhi. Notaris juga
perlu meningkatkan keahlian dan pengetahuan mereka dalam bidang ini untuk
memastikan bahwa tugas dan kewenangan mereka dilaksanakan dengan baik, menjaga
integritas sistem legalisasi dokumen, dan melindungi kepentingan pihak-pihak
yang terlibat (Listiyani, 2022).
Dalam kehidupan bermasyarakat sekarang ini sering
terjadi adanya hubungan antara orang dengan orang sehingga terjalinnya suatu
hubungan hukum adanya hak dan kewajiban setiap orang yang melakukan perjanjian
hukum, pada pelaksanan hak dan kewajiban sering kali menimbulkan pelanggaran dan
peristiwa akibat hukum dengan adanya akta autentik maupun akta dibawah tangan
sering disalah gunakan atau dimanfaatkan oleh beberapa orang yang tidak
bertanggung jawab baik disengaja ataupun tidak disengaja karena tidak sesuai
dengan isi akta yang tidak sama dengan waktu proses pembuatannnya maupun penandatanganan
akta. Notaris memiliki tugas dan kewenangan untuk membuat akta dan memperbaiki
akta serta mengecek akta dengan mencocokan keaslian data-data para pihak sesuai
dengan aslinya dokumen dengan menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap
keabsahan dokumennya (Prasetyo, 2022).
Penelitian dapat dilakukan untuk mengevaluasi sejauh
mana notaris melaksanakan tugas mereka dalam memverifikasi keabsahan dokumen
sebelum memberikan legalisasi (Effendi &
Prasetyo, 2020).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan verifikasi, seperti tingkat
kecanggihan teknologi yang digunakan atau standar yang diterapkan, dapat
diteliti untuk memahami kekuatan dan kelemahan sistem saat ini.
Penelitian dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
hambatan atau tantangan yang dihadapi notaris dalam menjalankan tugas mereka
terkait legalisasi waarmeking dan legalisir. Faktor-faktor seperti perbedaan
persyaratan hukum antarnegara atau kurangnya koordinasi antarlembaga dapat
dianalisis untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kesulitan yang
dihadapi dan kemungkinan solusi yang dapat diterapkan.
Penelitian dapat dilakukan untuk mengevaluasi dampak
penggunaan teknologi, seperti sistem informasi notaris atau platform digital,
terhadap efisiensi dan keamanan proses legalisasi dokumen. Studi ini dapat
memperlihatkan kelebihan teknologi dalam memfasilitasi proses legalisasi yang
lebih cepat, efektif, dan mengurangi risiko kesalahan atau pemalsuan dokumen.
Penelitian dapat dilakukan untuk mengumpulkan
pandangan dan pengalaman pihak-pihak yang terlibat dalam proses legalisasi,
seperti pengguna jasa notaris atau pihak berwenang di negara penerima dokumen.
Evaluasi tingkat kepuasan, masalah yang dihadapi, dan saran perbaikan dari
perspektif mereka dapat memberikan wawasan yang berharga dalam meningkatkan
kualitas dan efektivitas legalisasi dokumen.
Penelitian dapat dilakukan untuk membandingkan
perbedaan dalam sistem legalisasi dokumen di negara-negara yang berbeda.
Perbandingan ini dapat mencakup peraturan hukum yang berlaku, peran notaris,
prosedur, dan pengakuan internasional. Studi ini dapat membantu
mengidentifikasi model terbaik dan praktik terbaik dalam legalisasi dokumen
untuk diadopsi oleh negara-negara lain.
Penelitian-penelitian
ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan, kendala,
dan peluang dalam konteks legalisasi waarmeking dan legalisir. Dengan pemahaman
ini, langkah-langkah perbaikan dapat diambil untuk meningkatkan sistem,
memastikan keabsahan dokumen, dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin
terhubung secara global.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
kajian ini adalah bagaimana cara membedakan perbedaan dan dasar hukum
perundang-undangan yang mengatur pada legalisasi, waarmerking dan legalisir berkaitan
pada kewenangan notaris ? dan Tujuan kajian ini sebagai pembuktian bahwa
keabsahan dokumen yang sudah pernah dibuat dan ditanda tangani oleh para pihak
dan sudah di daftrakan ke dalam buku khusus pada notaris dan di saksikan oleh
Notaris beserta para saksi-saksi dapat dijadikan alat pembuktian dipengadilan dikemudian
hari pada dukumen tersebut sebagai pegangan para pihak apabila terjadi masalah
atau sengketa di pengadilan nanti apabila salah satunya pihak dirugikan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah proses
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, guna menjawab isu hukum yang
dihadapi (Suteki & Taufani,
2018). Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum
normatif yaitu dimana penelitian yang berfokus pada norma hukum positif dengan
menggunakan data primer dan data sekunder
Jenis dan teknik pengumpulan data adalah bahan hukum
primer meliputi undang-undang yang mempunyai keterkaitan dengan permasalahan
yang diteliti sedangkan bahan hukum sekunder meliputi berbagai macam literature
buku tentang hukum kenotariatan berserta Undang-undang yang mengatur yaitu
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), selain itu bahan hukum yang tidak
berfifat mengikat dari bahan hukum primer seperti referensi jurnal, buku-buku
ilmiah memuat tentang hukum kenotariatan, dan undang-undang lainnya yang
berhubugan dengan hukum kenotariatan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini
adalah pendekatan undang-undang (statute approach) yaitu mengkaji peraturan
perundang-undangan yang mengatur dan membedakan perbedaan pada legalisasi,
waarmerking, dan legalisir pada akta notaris untuk mewujudkan kepastian hukum bagi
para pihak terhadap keabsahan dokumennya.
Hasil dan Pembahasan
A. Pengertian
dan Perbedaan Legalisasi Waarmerking dan Legalisir Terhadap Kewenangan Notaris
Notaris diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yaitu pada pasal 1 angka 1 yang berbunyi
Notaris adalah Pejabat Umum yang mempunyai kewenangan dalam membuat akta
otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.
Pada pasal 1320
KUHPerdata menyatakan syarat sahnya suatu perjanjian terdiri dari:
1.
Adanya
kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya
2.
Kecakapan
para pihak untuk membuat suatu perikatan
3.
Suatu
hal tertentu, dan
4.
Suatu
sebab (causa) yang halal
Sedangkan
pada pasal 1338 KUHPerdata menyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau kerana
alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu.
Pada
pasal 1340 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian hanya berlaku antara
pihak-pihak yang membuatnya suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada
pihak-pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ke tiga mendapat manfaat karenannya
selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata.
Menurut Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris dalam pasal 15 menjelaskan bahwa Kewenangan Notaris terbagi menjadi 3
(tiga) kewenangan terdiri dari :
1.
Kewenangan
Umum Notaris terdapat pada pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris yang
menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris membuat akta secara umum, hal
ini dapat disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris dengan batasan sepanjang :
a.
Tidak
dikecualikan kepada pejabat lain yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
b.
Menyangkut
akta yang harus dibuat adalah akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum untuk dibuat atau
dikehendaki oleh yang bersangkutan.
c.
Mengenai
kepentingan subjek hukumnya yaitu harus dijelaskan untuk kepentingan siapa
suatu akta itu dibuat.
2.
Kewenangan
Khusus Notaris terdapat pada pasal 15 ayat 2 Undang-undang Jabatan Notaris yang
mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum
tertentu seperti :
a.
Mengesahkan
tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
mendaftarkannya di dalam suatu buku khusus.
b.
Membukukan
surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkannya dalam suatu buku khusus.
c.
Membuat
salinan copyan asli dari surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan
d.
Melakukan
pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat aslinya
e.
Memberikan
penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
f.
Membuat
akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau
g.
Membuat
akta risalah lelang.
3.
Kewenangan
Notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat pada pasal 15 ayat 3 Undang-Undang
Jabatan Notaris dengan kewenangan yang akan ditentukan kemudian adalah wewenang
yang berdasarkan aturan hukum lain yang akan datang kemudian (ius constitutum). Akta notaris dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu akta autentik dengan akta di bawah tangan (surat di bawah
tangan), dari perbedaan keduanya memiliki bentuk yang bebas, pembuatannya tidak
harus di hadapan pejabat umum yang berwenang, tidak mempunyai kekuatan
pembuktian selama tidak disangkal oleh pembuatnya, dalam hal harus dibuktikan,
maka permbuktian tersebut harus dilengkapi juga dengan saksi-saksi dan bukti
lainnya, oleh karena itu di dalam akta di bawah tangan sebaiknya dimasukkan dua
orang saksi yang sudah dewasa untuk memperkuat pembuktian. Hal ini tercantum
dalam Pasal 1867 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa pembuktian dengan tulisan
dilakukan dengan tulisan-tulisan autentik maupun dengan tulisan-tulisan di
bawah tangan, dengan demikian bahwa akta autentik dan akta dibawah tangan
merupakan akta yan dibuat oleh masing-masing pihak sendiri yang bentuk dan tata
cara pembuatannya juga tidak harus sesuai undang-undang tertentu selama memenuhi
syarat-syarat sahnya perjanjian.
Menurut pasal 1868
KUHPerdata bahwa suatu akta autentik merupakan perjanjian yang dibuat dalam
bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan
pejabat berwenang dalam hal ini yaitu notaris itu sendiri yang berkuasa
ditempat dimana akta tersebut dibuatnya sehingga dapat disimpulkan bahwa akta
notaris merupakan akta atau perjanjian yang dibuat oleh notaris atau dihadapan
notaris yang tercantum pada pasal 1 ayat 7 undang-undang jabatan notaris.
Menurut pasal 1874
KUHPerdata bahwa akta di bawah tangan merupakan akta yang di tandatangani di
bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga
dan tulisan-tulisan lain yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum. Menjelaskan
bahwa akta di bawah tangan digunakan dalam suatu perjanjian seperti jual beli,
sewa menyewa, dan lain-lain, oleh karena itu kekuatan pembuktian dari suatu
akta dibawah tangan tidak sesempurna dengan akta autentik, dikarenakan dimana
akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna secara lahiriah baik
formal maupun materiil maka pada saat proses didalam pengadilan bahwa akta
autentik menyatakan pada hakim tidak perlu lagi untuk menguji kebenarannya,
kecuali terdapat adanya bukti lawan yang membuktikan sebaliknya dari akta
tersebut. oleh karena itu berbeda dengan akta di bawah tangan yang merupakan alat
bukti yang bebas sehingga hakim bebas untuk menentukan bukti tersebut dapat
diterima atau tidak, maka suatu akta di bawah tangan dapat memiliki kekuatan
pembuktian secara formal dan materiil jika kedua belah pihak dalam akta telah
mengakui kebenarannya dan akta di bawah tangan bisa memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna dan mengikat jika sudah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang yaitu notaris.� �
Pada akta yang
dibuat oleh notaris sebelum mengangkat sumpah jabatannya hanya mempunyai
kekuatan seperti akta yang dibuat dibawah tangan saja apabila akta itu
ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, maka hal ini didasarkan pada
ketentuan yang terdapat dalam pasal 1869 KUHPerdata yang mengatakan bahwa suatu
akta yang karena tidak berkuasa atau tidak capaknya pegawai dimaksud diatas
atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan sebagai akta
autentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan
jika ia ditandatangani oleh para pihak.
Kewenangan notaris
pada pasal 15 ayat 1 menerangkan bahwa Notarsi berwenang membuat akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, membuat grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Kewenangan Notaris
pada Pasal 1 ayat 1 dijabarkan dalam pasal 15 ayat 2 menjelaskan bahwa Notaris
berwenang untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastiann tanggal
dengan mendaftar dalam buku khusus, membukukan surat-surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus, membuat copian dari asli surat-surat di
bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan kecocokan
fotocopi dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan
pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta
risalah lelang.
Pada kewenangan
notaris menjelaskan maka pada pasal 15 ayat 2 huruf a undang-undang jabatan
notaris menyatakan bahwa legalisasi merupakan wewenang notaris bukan hanya
untuk membuat akta autentik namun juga memiliki wewenang untuk mengesahkan
tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan
mendaftarkannya ke dalam buku secara khusus sehingga ketentuan ini merupakan
suatu legalisasi pada akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh para pihak
yang terlibat untuk kemudian disahkan dihadapan notaris dan di daftarkan dalam
buku khusus yang telah disediakan oleh notaris dengan demikian maka para pihak
dalam membuat akta di bawah tangan tersebut menandatanganinya di hadapan
notaris itu sendiri dengan tanggal penandatangan dokumen sama dengan tanggal
legalisasi dari notaris. Maka dengan adanya legalisasi menyatakan bahwa notaris
menjamin keabsahan dokumen pada akta notaris itu sendiri baik itu pada
keabsahan tanda tangan para pihak yang terlibat dalam akta perjanjian notaris
tersebut dan biasanya notaris juga membacakan atau menjelaskan isi dari dokumen
tersebut di hadapan para pihak sebelum para pihak menandatanginya akta
tersebut.
Sedangkan menurut
pada pasal 15 ayat 2 huruf b undang-undang jabatan notaris menyebutkan bahwa
waarmerking meliputi para pihak sebelumnya sudah sepakat dan menandatangani
akta terlebih dahulu dan menghadap kepada notaris sehingga tanggal
ditandatanganinya akta oleh para pihak berbeda yakni lebih dahulu dari pada
tanggal ditandatanganinya akta tersebut, dengan pengertian arti lainnya bahwa
pada notaris berwenang juga untuk membukukan surat di bawah tangan dengan
mendaftarkan ke dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris dimana proses
ini disebut sebagai Waarmerking dimana notaris hanya akan mendaftarkan akta di
bawah tangan yang sudah di tandatangani oleh para pihak yang terlibat di dalam
buku khusus tersebut, bahwa akta di bawah tangan tersebut ditandatangani dan
tidak dilihat dihadapan notaris, namun sudah ditandatangani sebelumnya oleh
para pihak sehingga pada tanggal penandatanganan akta tersebut dan tanggalnya
pendaftarannya berbeda. dengan tujuan diadakan waarmerking pada akta di bawah
tangan adalah untuk membuktikan bahwa selain para pihak yang terlibat
dilibatkan juga notaris didalamnya agar notaris mengetahui persoalan
kesepakatan antara para pihak pada akta di bawah tangan tersebut sehingga hak
dan kewajiban para pihak lahir pada saat penandatanganan akta di bawah tangan
tersebut telah dilakukan oleh para pihak bukan pada saat pendaftaran kepada
notaris, pada proses legalisasi maupun waarmerking pada dasarnya merupakan akta
di bawah tangan saja dan tidak dibuat dihadapan notaris sehingga akta di bawah
tangan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat seperti akta autentik,
maka ada dokumen tertentu yang memang membutuhkan akta autentik agar dapat
dianggap sah contoh seperti akta jual beli dan akta hibah yang wajib dibuat
oleh notaris agar akta tersebut sah dan memiliki kekuatan hukum.
Menurut pasal 15
ayat 2 huruf d bahwa legalisir merupakan kewenangan notaris dalam melakukan
pengesahan kecocokan fotocopy akta dengan akta aslinya yang sebelumnya sudah
dicocokan oleh notaris, maka notaris akan memberikan cap / stempel dan paraf di
setiap halaman fotocopy dan pada halaman paling belakang notaris akan
memberikan tanda tangan serta keterangan bahwa dokumen fotocopy yang telah
dibuat sama dengan dokumen aslinya yang diperlihatkan di hadapan notaris.
Kewenangan Notaris
pada pasal 15 ayat 3 menjelaskan bahwa kewenangan lainnya meliputi akta
pengakuan anak diluar nikah (pasal 281 BW), akta berita acara tentang kelalaian
pejabat penyimpanan hipotek (pasal 1227 BW), akta berita acara tentang
penawaran pembiayaan tunai dan konsinyasi (pasal 1405 dan 406 BW), akta protes
wesel dan cek (pasal 143), dan surat kuasa membebankan Hak Tanggungan (pasal 15
ayat 1 undang-undang nomor 4 tahun 1996).
Legalisasi adalah
pembuktian bahwa dokumen yang dibuay oleh para pihak itu memang benar
ditandatangani oleh para pihak dan proses itu disaksikan oleh seorang Pejabat
Umum dalam hal ini adalah Notaris pada tanggal yang sama dengan waktu
penandatanganan itu.
Legalisasi dokumen
harus melalui Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
(Kemenkumham Republik Indonesia) yang akan melakukan pencocokan tanda tangan
Notaris dan setiap Notaris yang akan berpraktek harus mengirimkan contoh tanda
tangannya ke Kemenkuham Republik Indonesia sesuai dengan amanat pasal 7 huruf c
undang-undnag 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Legalisasi tanda tangan
pejabat sebagai salah satu bentuk layanan jasa hukum merupakan bagian dari
tugas pokok dan fungsi Kemenkumham Republik Indonesia (Dirjen AHU) merupakan
salah satu jawaba terhadap pemenuhan kebutuhan layanan hukum yang dimaksud.
Waarmerking
(Register) artinya dokumen/surat yang bersangkutan didaftar dalam buku khusus
yang dibuat oleh notaris, biasanya hal ini ditempuh apabila dokumen/surat
tersebut sudah ditandatangani terlebih dahulu oleh para pihak, sebelum
disampaikan kepada notaris yang bersangkutan. Pengertian dokumen di legalisasi
adalah pembuktian bahwa dokumen yang dibuat oleh para pihak itu memang benar
ditandatangani oleh para pihak dan proses itu disaksikan oleh Pejabat Umum
dalam hal ini adalah Notaris pada tanggal yang sama dengan waktu penandatangan
itu, oleh karena itu legalisasi dokumen harus memenuhi Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia yang akan melakukan pencocokan tanda tangan notaris, karena
setiap notaris yang akan berpraktek harus mengirimkan contoh tanda tangannya.
Legalisir Notaris
adalah proses pengesahan dokumen salinan atau fotocopy jika dokumen salinan
atau fotocopy tersebut sama dengan dokumen aslinya, nantinya notaris akan
memeriksa apakah dokumen salinan sama dengan dokumen yang asli lalu membubuhkan
stempel legalisir notaris dan tanda tangan diatasnya.
Kewenangan notaris
saat proses legalisir yaitu Pertama membuat salinan dokumen atau surat yang
asli artinya salinan tersebut berupa terjemahan dari dokumen atau surat asli,
yang memuat uraian yang sesuai dengan isi dan gambaran yang ada di dalam surat
atau dokumen aslinya, kedua mengesahkan fotocopy yang sesuai dengan dokumen
asli artinya seorang notaris memiliki wewenang untuk memeriksa apakah suatu
dokumen salinan memiliki isi yang sama dengan dokumen yang asli dan jia isinya
sudah benar, maka seorang notaris bisa melakukan legalisasi diatas dokumen atau
surat tersebut dalam wewenang tersebut seorang notaris memiliki tanggung jawab
untuk menjamin jika suatu dokumen atau salinan sama seperti dokumen atau surat
aslinya.
Pada legalisasi
ada 2 (dua) orang yang memiliki kewenangan yaitu Pertama Badan atau Pejabat
Pemerintahan dan Kedua Notaris, yang dapat disebut sebagai badan atau pejabat
pemerintahan yang melaksanakan fungsi pemerintahan yaitu lembaga negara,
lembaga kementerian negara, lembaga pemerintah non kementerian bahkan lembaga
independen sekalipun. Menurut pasal 73 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administras Pemerintahan (Undang-Undang Administrasi Pemerintah)
memnyebutkan bahwa Badan atau Pejabat Pemerintahan yang menetapkan keputusan
berwenang untuk melegalisasi salinan atau fotocopy dokumen keputusan yang
ditetapkan. Pada pasal 73 ayat 2 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan bahwa
Legalisasi Salinan/Fotocopy dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat
dilakukan oleh Badan� dan atau Pejabat
Pemerintahan lain yang diberikan wewenang berdasarkan ketentuntuan peraturan
Perundang-undangan atau pengabsahan oleh Notaris. ada 2 (dua) poin yang termuat
dalam tanda legalisasi dokumen yaitu pertama Pernyataan kesesuaian antara
dokumen asli dan salinan/fotokopynya dan kedua tanggal, tanda tangan pejabat
yang mengesahkan dan cap stempel institusi atau secara Notarial.
B. Dasar
Hukum Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Pada Legalisasi Waarmerking
Dan Legalisir Berkaitan Dengan Keabsahan Dokumen Pada Akta Notaris
Dasar
hukum legalisasi diatur pada Staatsblad 1909 Nomor 291 tentang legalisasi tanda
tangan, pengertian legalisasi adalah pembuktian bahwa dokumen yang dibuat oleh
para pihak itu memang benar ditandatangani oleh para pihak dan proses itu
disaksikan oleh seorang Pejabat Umum dalam hal ini seorang Notaris pada tanggal
yang sama dengan waktu penandatanganan oleh karena itu legalisasi harus melalui
Kemenhukham yang akan melakukan pencocokan tanda tangan notaris pada pasal 7
huruf c undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tetang Jabatan Notaris bawa setiap
Notaris yang akan berpraktek harus mengirimkan contoh tanda tanganya ke
Kemenhukham.
Legalisasi
atau sertifikasi merupakan tindakan pengesahan dokumen resmi yang dilakukan
oleh pejabat yang berwenang diperwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan
Direktorat Konsuler Kementerian Luar Negeri, adapun dokumen yang dapat
dilegalisasi meliputi Akta Kelahiran, Akta Kematian, Pernyataan/Akta Notaris,
Perijinan Nikah dan Akta Nikah, Ijazah, Surat Kapal, Surat Ijin Mengemudi,
Surat Keterangan Dokter, Surat Kuasa, Surat Kelakuan Baik, Surat Keterangan
Asal Usul, dan Dokumen lainnya yang memerlukan legalisasi.
Sebuah
dokumen resmi kekuatan hukumnya terletak pada cap yang menyertai dokumen
tersebut dan cap tersebut berkaitan erat dengan siapa dan instansi mana yang
mengeluarkan dokumen itu sehingga apabila dokumen tersebut diperlukan dokumen
tersebut memiliki kekuatan hukum sehingga legalisasi dokumen merupakan
pengesahan dan verifikasi dokumen dari Lembaga Negara terkait sehingga tidak
sembarangan yang bisa melegalkan sebuah dokumen agar setiap dokumen yang
dilegalisir tetap memiliki kekuatan hukum sehingga tidak hanya sebatas
dicocokan dengan aslinya semata namun harus melalui beberapa tahapan prosedur.
Kewenangan
Notaris untuk Legalisasi dan Waarmerking Notaris di Indonesia diatur dalam
Ordonatie Staatblad 1916 nomor 46 Jo Nomor 43 yaitu pada pasal 1 berbunyi
selain Notaris, juga ditunjuk untuk melegalisir dan mewaarmerking akta di bawah
tangan adalah Bupati, Ketua Pengadilan Negeri dan Walikota, pada Pasal 2 ayat 2
berbunyi akta dibawah tangan yang tidak dilegalisir bila mau dijadikan bukti di
Pengadilan bisa di Waarmerking oleh Notaris dengan dibubuhi perkataan
�ditandai�dan ditandatangani oleh Notaris dan menyebutkan pula hari, bulan
serta di Waarmerking.
Dalam
pasal 15 ayat 2 huruf a Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris, maka notaris dalam jabatannya berwenang mengesahkan tanda tangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus dan ketentuan dalam legalisasi terhadap akta di bawah tangan yang dibuat
sendiri oleh perseorangan atau oleh para pihak di atas kertas yang bermaterai
cukup, dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris.
Dasar
Hukum pada Waarmerking masuk ke dalam kategori hukum acara perdata berupa alat
bukti tulisan/surat yang diatur dalam Pasal 138, 165,167 HIR/Pasal 164, 285,
305Rbg dan Pasal 1867 sampai dengan Pasal 1894 KUHPerdata. Kekuatan waarmerking
pada pembuktian akta dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam yaitu pertama
kekuatan pembuktian lahir merupakan suatu surat yang terlihat seperti akta akan
diterima dan diperlakukan sebagai akta selama tidak terbukti kebalikannya,
kedua kekuatan pembuktian formil merupakan suatu kekuatan pembuktian yang diakui
oleh kedua belah pihak seperti kedua belah pihak membenarkan bahwa tanda tangan
dalam akta tersebut adalah tanda tangan mereka, ketiga kekuatan pembuktian
material merupakan suatu kekuatan pembuktian yang didasarkan benar atau
tidaknya isi dari pernyataan dalam akta tersebut, apakah benar peristiwa hukum
yang dinyatakan dalam akta tersebut benar-benar terjadi atau tidak.
Menurut
pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, hal ini berarti
bahwa apa yang telah disepakati antara para pihak berlaku sebagai undang-undang
selama apa yang disepakati itu adalah sah asal tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan maka kekuatan hukum akta
perjanjian di bawah tangan yang telah didaftarkan oleh notaris melalui
waarmerking pada akta dibawah tangan tersebut memiliki kekuatan pembuktiannya
hanya meliputi bahwa keterangan tersebut telah diberikan, apabila tanda tangan
telah diakui kebenarannya oleh yang menandatangininya dan dianggap sebagai
telah diakui oleh karena itu menurut hukum bahwa surat di bawah tangan kekuatan
pembuktiannya tergantung pada kebenaran atas pengakuan atau pengyangkalan para
pihak dari isi akta dan tanda tangannya oleh masing-masing pihak sehingga
kekuatan pembuktiannya hampir sama dengan akta autentik, tetapi perbedaannya
terletak pada kekuatan pembuktian lahiriya yang tidak secara otomatis dimiliki
oleh akta di bawah tangan yang diatur pada pasal 1880 KUHPerdata tidak akan
dapat mempunyai kekuatan pembuktian lahir terhadap pihak ketiga terkecuali
sejak hari, tanggal dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris.
Pada
surat di bawah tangan yang telah di daftarkan melalui waarmerking tidak
mempunyai kekuatan hukum untuk dijadikan sebagai suatu alat bukti terhadap
pihak ketiga, akan tetapi untuk pihak pertama dan pihak kedua dapat dijadikan
sebagai alat bukti sepanjang para pihak mengakui tandatangan dan isi akta
tersebut. dan untuk surat dibawah tangan tidak sama sekali mempunyai pengaruh
terhadap kekuatan pembuktiannya karena notaris sudah memberikan nomor
registrasi dan membukukannya ke dalam daftar buku khusus oleh notaris, maka pada
dokumen yang diajukan sebagai alat bukti hanya berupa akta dibawah tangan
mengingat kekuatan pembuktiannya yang terbatas, sehingga masih dapat diupayakan
alat bukti lainnya yang mendukungnya oleh karena itu diperoleh bukti yang
dianggap cukup untuk mencapai kebenaran menurut hukum maka pada pasal 1871
KUHPerdata menerangkan bahwa suatu akta autentik namunlah tidak memberikan alat
memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya sebagai
suatu penuturan belaka selain sekedar apa yang dituturkan itu ada berhubungan
langsung dengan pokok isi akta, dan apabila yang termuat didalamnya sebagai
suatu penuturan belaka yang tidak ada hubungan langsung dengan pokok isi akta,
maka itulah yang dapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.
Sedangkan pada pasal 1874 KUHPerdata yang dijelaskan juga sebagai
tulisan-tulisan di bawah tangan yang dianggap akta-akta yang ditandatangani
dibawah tangan berupa surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah
tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaran seorang notaris
dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap
jempol, dibubuhi dengan tanda tangan pada suatu pernyataan yang tertanggal dari
seorang notaris atau seorang pegawai lainnya yang ditunjuk oleh undang-undang
bahwa isi akta yang telah dibacakan dan dijelaskan kepada orang itu dan bahwa
setelah dicap jempol� dan tanda tangan
harus dihadapan di notaris dan� notaris
tersebut akan membukukan tulisan tersebut ke dalam register buku khusus
(repertorium).
Apabila
suatu akta dibawah tangan untuk dapat dijadikan alat bukti yang sempurna maka
awal pembuktiannya harus tertulis dan harus dilengkapi dengan alat-alat bukti
lainnya, oleh karena itu dikatakan bahwa akta di bawah tangan itu merupakan
bukti tertulis (begin van schriftelik bewijs) maka di fokuskan pada akta di bawah
tangan melalui waarmerking (register) oleh notaris sehingga memiliki kekuatan
hukum, maka pada pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa
setiap yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan
haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain menujuk pada suatu
peristiwa dan di wajibkan adanya hak datau peristiwa tersebut sedangkan pada
pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan alat-alat bukti terdiri
dari bukti tulisan atau surat, bukti dengan saksi-saksi,
persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.��
Dasar
Hukum Legalisir pada Kewenanangan Notaris di atur pada pasal 15 ayat 2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30
tahun 2004 dan Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 Tahun 2019 tentang panduan
umum hubungan luar negeri oleh pemerintah daerah. Pada Proses Legalisasi adalah
dimana akta dibawah tangan yang belum ditandatangani oleh para pihak
sebelumnya, dibawah kepada notaris untuk selanjutnya ditandatangani oleh para
pihak dihadapan notaris dan notaris akan menetapkan kepastian tanggal surat
dibawah tangan dengan mendaftarkannya ke dalam buku khusus. Legalisasi
merupakan pengesahan suatu akta yang dibuat di bawah tangan dimana akta
tersebut diserahkan kepada notaris dengan keadaan yang belum ditandatangani
oleh para pihak dan pada saat itu juga notaris akan membacakan dan menjelaskan
isi akta tersebut kepada para pihak yang kemudian menandatangani akat tersebut
dihadapan notaris.
Dasar
Hukum Legalisasi diatur pada pasal 15 UUJN, Pasal 1874 KUHPerdata, Pasal 1878
KUHPerdata, Pasal 1880 KUHPerdata. Pada pasal 1874 KUHPerdata berbunyi sebagai
tulisan-tulisan dibawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani dibawah
tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan
lain-lainnya tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum. dengan
penanda tanganan sepucuk tulisan dibawah tangan dipersamakan suatu cap jempol,
dibubuhi dengan suatu pernyataan yang tertanggal dari seorang notaris atau
seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang dari mana ternyata bahwa
ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan
kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa
setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan dihadapan pegawai dan pegawai ini
harus membukukan tulisan tersebut dengan undang-undang dapat diadakan
aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan pembukuan termaksud.
Pada
pasal 1875 KUHPerdata berbunyi suatu tulisan dibawah tangan yang diakui oleh
orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara menurut
undang-undang diangggap sebagai diakui, memberikan terhadap orang-orang yang
menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak
dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti akta autentik, dan demikian pula
berlakunya ketentuan pasal 1871 untuk tulisan itu, sedangkan pada pasal 1880
KUHPerdata berbunyi akta-akta dibawah tangan sekedar tidak dibubuhi suatu
pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat ke dua dari pasal 1874 dan dalam pasal
1874 huruf a, tidak mempunyaikekuatan terhadap orang-orang pihak ke tiga,
mengenai tanggalnya, selain sejak hari dibubuhinya pernyataan oelh seorang
notaris atau seorang pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan
dibukukannya menurut aturan-aturan yang diadakan oleh undang-undang atau sejak
hari meninggalnya si penandatangannya maupun salah seorang dari para
penandatangannya atau sejak hari dibuktikannya tentang adanya akta-akta dibawah
tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pegawai umum, atau pula sejak hari
diakuinya akta-akta dibawah tangan itu secara tertulis oleh orang-orang pihak
ketiga terhadap seiapa akta-akta itu dipergunakan.
Pengertian
Legalisasi adalah mensahkan tanda tangan pejabat pemerintah atau pejabat umum
yang diangkat oleh pemerintah sedangkan pengertian lainnya legalisasi adalah
pembuktian bahwadokumen yang dibuat oleh para pihak itu memang benar
ditandatangani oleh para pihak itu memang besar ditandatangani oleh para pihak
dan proses itu disaksikan oleh seorang Pejabat Umum dalam hal ini adalah
notaris pada tanggal yang sama dengan waktu penandatanganan itu, oleh karena
itu, legalisasi harus melalui kemenkumham yang melakukan pencocokan tanda
tangan notaris dan setiap notaris yang akan berpraktek harus mengirimkan contoh
tanda tangannya ke Kemenkumham sesuai dengan pasal 7 hurus c Undang-Undang
No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. adapun dokumen-dokumen yang dapat
dilegalisasi antara lain akta kelahiran, akta kematian, pernyataan/akta
notaris, perijinan nikah dan akta nikah, ijazah, surat kapal, surat ijin
mengemudi, surat keterangan dokter, surat kuasa, surat kelakuan baik, surat
keterangan asal usul (certificate of origin), dokumen lainnya yang memerlukan legalisasi.
Menurut
pasal 15 ayat 2 huruf d bahwa legalisir merupakan kewenangan notaris dalam
melakukan pengesahan kecocokan fotocopy akta dengan akta aslinya yang
sebelumnya sudah dicocokan oleh notaris, maka notaris akan memberikan cap /
stempel dan paraf di setiap halaman fotocopy dan pada halaman paling belakang
notaris akan memberikan tanda tangan serta keterangan bahwa dokumen fotocopy
yang telah dibuat sama dengan dokumen aslinya yang diperlihatkan di hadapan
notaris.
Syarat
dan prosedur pembuatan Legalisasi Notaris terdiri dari pertama penandatanganan
disaksikan oleh saksi-saksi dan Notaris sendiri, kedua Notaris mengenal
pihak-pihak, ketiga para pihak membuat suratnya, selanjutnya isi surat dibawah
tangan tersebut dijelaskan, keempat notaris membubuhkan stempe dan tanda
tangannya, kelima Notaris membuat keterangannya, keenam Notaris mendaftarkan
dan mencatatkan dalam buku daftar legalisasi surat dibawah tangan tersebut.
Kewajiban
para pihak dalam pembuatan Legalisasi Notaris terdiri dari Pertama penandatangana
harus dihadapan Notaris, kedua Notaris hanya bertanggung jawab terhadap
keabsahan tanda tangan yang tercantum di dalam akta, ketiga notaris
mendaftarkan akta tersebut ke dalam buku khusus legalisasi, keempat notaris
harus berwenang sepanjang menyangkut surat yang dibuat itu, kelima notaris
harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa surat
tersebut dibuat, keenam notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat
dimana surat tersebut dibuat, ketujuh notaris harus berwenang sepanjang
mengenai waktu pembuatan surat itu.
Hak
para pihak dalam pembuatan Legalisasi Notaris terdiri dari pertama hak dan
kewajiban antara para pihak lahir pada saat membubuhkan tandatangan surat yang
telah dilakukan oleh para pihak, bukan saat pendaftaran kepada notaris, kedua
pertanggungjawab notaris hanya membenarkan bahwa pihak-pihak yang membuat
kesepakatan atau perjanjian dan tanggal tercantum dalam surat yang dicantumkan
ke dalam buku pendaftaran surat di bawah tangan adalah menjamin kepastian
tentang saat terjadinya suatu kesepakatan secara sah dan mengikat.
Akibat
hukum akta di bawah tangan yang di legalisasi oleh notaris dalam pembuktian di
pengadilan adalah legalisasi akta di bawah tangan oleh notaris merupakan
pengesahan mengenai tanggal dibuatnya perjanjian oleh para pihak, sehingga akta
di bawah tangan tersebut yang telah mendapatkan pengesahan legalisasi dari
notaris memberikan kepastian dan akibat hukumnya bagi hakim dalam persidangan
mengani tanggal, identitas, maupun tangatangan dari para pihak atas perjanjian
tersebut.
Akibat
hukum akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris dalam pembuktian di
pengadilan adalah suatu akta di bawah tangan pada dasarnya tidak mempunyai
akibat hukum pembuktian yang sempurna karena terletak pada tandatangan semua
pihak dalam perjanjian tersebut, suatu akta di bawah tangan hanyalah memberikan
akibat hukum pembuktian yang sempurna demi keuntungan dari pihak kepada siapa
sipenandatanganan hendak memberikan suatu bukti, sedangkan buat pihak ketiga
akibat hukum pembuktinnya adalah bebas.
Larangan
dalam pembuatan legalisasi notaris terdiri dari yaitu pertama pihak notaris
tidak membacakan dan menjelaskan isi dari surat/dokumen tersebut, yang
terkadang diakibatkan oleh beberapa hal, contohnya notaris tidak mengerti
bahasa dari dokumen terebut seperti penulisan dokumen/surat yang ditulis dalam
bahasa asing atau bahasa lain yang tidak dimengerti oleh notaris tersebut,
kedua pihak notaris tidak terlibat pada saat pembahasan dalam surat atau
dokumen di anatar para pihak yang bertanda tangan.
Kesimpulan
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan kewenangan lainnya, selain itu kewenangan lainnya Notaris dapat mengesahkan
tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
mendaftarkan dalam buku khusus dengan cara (legalisasi) dan notaris dapat pula
menerima pendaftaran atas akta yang sudah ditanda tangani oleh para pihak baik
tidak di buat oleh atau di tandatangani di hadapan notaris dengan membukukan surat
di bawah tangan tersebut dengan mendaftarkan dalam buku khusus yang di sebut
dengan buku pendaftaran surat di bawah tangan (waarmerking) selain itu notaris
berwenang membuat copyan dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana di tulis dan di gambarkan dalam surat yang
bersangkutan dengan (legalisir).
Legalisasi adalah pengesahan dari surat-surat yang dibuat dibawah tangan
dalam mana semua pihak yang membuat surat tersebut datang dihadapan notaris dan
notaris membacakan dan menjelaskan isi surat tersebut untuk selanjutnya surat
tersebut diberi tanggal dan di tandatangani oleh para pihak dan akhirnya baru
dilegalisasi oleh notaris
Waarmerking adalah pendaftaran dengan membubuhkan cap stempel dan tanda
tangan kemudian mendaftarkannya ke dalam buku registrasi pendaftaran khusus
yang bernama repertorium yang telah disediakan oleh notaris
Legalisir adalah pengesahan kecocokan fotocopy dari surat-surat aslinya
yang diperlihatkan kepada notaris setelah itu notaris melakukan pengesahan
terhadap fotocopy tersebut yang sesuai dengan surat aslinya dengan memberikan
cap stempel dan tanda tangan Notaris pada fotocopyan tersebut.
BIBLIOGRAPHY
Effendi, T., & Prasetyo, H. (2020). Penerapan Delik Penyertaan
Terhadap Notaris/Ppat Dalam Tindak Pidana Korupsi. National Conference on
Law Studies (NCOLS), 2(1), 958�986.
Fadilla, J. F., & Erni, D. (2023). Kepastian Hukum
Terkait Kewenangan Notaris Dalam Mengesahkan Akta Risalah Rups Yang
Diselenggarakan Secara Elektronik. JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan),
7(1).
Hardjaloka, L. (2015). Kepailitan Lintas Batas Perspektif
Hukum Internasional dan Perbandingannya Dengan Instrumen Nasional di Beberapa
Negara. Yuridika, 30(3), 480�504.
Heriyanto, D. S. N. (2022). Legalitas Pergantian Kekuasaan di
Afganistan Melalui Coup D�etat Oleh Taliban Menurut Hukum Internasional. Jurnal
Hukum Ius Quia Iustum, 29(3), 469�493.
Immanuella, C. N., & Hoesin, S. H. (2022). Akibat Hukum
Terhadap Notaris/Ppat Terkait Perbuatan Melawan Hukum oleh Pegawai Notaris/Ppat
(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor 10/Pdt. G/2020/PN Blt). PALAR
(Pakuan Law Review), 8(1), 1�17.
Kartini, K. (2017). Memahami Ketimpangan Informasi di Era
Globalisasi. At-Tanzir: Jurnal Ilmiah Prodi Komunikasi Penyiaran Islam,
59�74.
Karundeng, I. T. (2018). Tugas Dan Fungsi Perwakilan
Diplomatik Dalam Melindungi Kepentingan Warga Negara Indonesia di Negara Lain. Lex
Et Societatis, 6(9).
Listiyani, N. (2022). Analisis Yuridis Pelaksanaan Cyber
Notary di Indonesia di Kaitkan Dengan Kewajiban Para Pihak Untuk Menandatangani
Akta Secara Elektronik. Universitas Islam Sultan Agung (Indonesia).
Ma�ruf, U., & Wijaya, D. (2015). Tinjauan Hukum Kedudukan
dan Fungsi Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Membuat Akta Otentik (Studi Kasus
di Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang). Jurnal Pembaharuan Hukum, 2(3),
299�309.
Makarim, E. (2011). Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan:
Kajian Hukum Terhadap Kemungkinan Cyber Notary di Indonesia. Jurnal Hukum
Dan Pembangunan, 41(3), 466�499.
Mayana, R. F., & Santika, T. (2021). Legalitas tanda
tangan elektronik: posibilitas dan tantangan notary digitalization di
Indonesia. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 4(2), 244�262.
Prasetyo, I. A. (2022). Peran dan Tanggung Jawab Notaris
Dalam Pembuatan Surat Keterangan hak Waris Guna Pencairan Dana Simpanan
Deposito Berjangka Oleh Ahli Waris. Universitas Islam Sultan Agung
(Indonesia).
Prihadi, R. H. (2022). Tinjauan Yuridis Peran dan Tanggung
Jawab Notaris Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank Mayapada International TBK
Cabang Pembantu Kaligawe Semarang. Universitas Islam Sultan Agung
(Indonesia).
Putri, K. R., & Rahayu, M. I. F. (2023). Analisa
Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan
Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT. G/2012/PN. PL). Jurnal Sosial Dan
Teknologi, 3(6), 513�529.
Suteki, G. T., & Taufani, G. (2018). Metodologi
penelitian hukum (filsafat, teori dan praktik). Depok, Rajawali Pres.
Copyright holder: Ferna
Tamagangka, Mella Ismelina Farma Rahayu (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
�