Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober
2022
PENENTUAN GOLONGAN DARAH ABO PADA KUKU
YANG TERENDAM AIR ASIN
Novalinda Dwi
Chrisyanti
Program Studi
Magister Ilmu Forensik, Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga, Indonesia
Penentuan golongan
darah ABO memiliki peran penting dalam bidang kedokteran dan transfusi darah.
Metode konvensional yang umum digunakan untuk menentukan golongan darah adalah
dengan mengambil sampel darah dari vena atau jarum suntik. Namun, pendekatan
non-invasif yang dapat memberikan informasi golongan darah dengan mudah dan
cepat sangat diinginkan. Dalam penelitian ini, kami memperkenalkan pendekatan
baru untuk menentukan golongan darah ABO menggunakan kuku yang terendam dalam
air asin. Metode ini didasarkan pada teori bahwa air asin dapat mempengaruhi
reaksi antigen-antibodi pada permukaan kuku yang memiliki karakteristik yang
berbeda tergantung pada golongan darah individu. Kami melakukan percobaan
dengan mengumpulkan sampel kuku dari subjek yang diketahui golongan darahnya
dan mengekspos kuku dalam air asin selama periode waktu tertentu. Selanjutnya,
dilakukan pengamatan visual terhadap perubahan warna dan tekstur pada permukaan
kuku. Hasil percobaan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam
perubahan warna dan tekstur kuku antara golongan darah A, B, dan O. Berdasarkan
temuan ini, kami menyimpulkan bahwa metode ini memiliki potensi sebagai
pendekatan non-invasif yang dapat digunakan untuk menentukan golongan darah ABO
melalui kuku yang terendam dalam air asin. Namun, penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memvalidasi keakuratan dan reliabilitas metode ini sebelum
diterapkan secara luas dalam praktik klinis.
Kata
Kunci:
Golongan darah ABO, Kuku, Air asin.
Keywords: ABO
blood group, Nails, Saline solution.
Pada
berbagai kasus kejahatan seperti pembunuhan, mutilasi, kekerasan seksual,
korban kecelakaan pesawat, maupun korban tenggelam memerlukan identifikasi
forensik untuk mengungkap identitas korban maupun pelaku. Umumnya
berbagai kasus akan meninggalkan barang bukti yang dapat digunakan untuk
mengungkap suatu kasus seperti rambut, kuku, hasil buccal swab, sperma,
daging, tulang, kulit, gigi, air liur dan darah (Cortellini et al., 2021).
Pada kasus kekerasan seksual dan korban tenggelam maupun kecelakaan
pesawat, kuku dapat digunakan untuk identifikasi forensik. Kuku
tersusun dari bahan biologis yang keras sehingga tahan terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh lingkungan dan efek penguraian, sama
halnya seperti pada tulang. Kuku juga lebih mudah untuk didapatkan dan
dikumpulkan serta bersifat non invasif sehingga akan
lebih sedikit resiko yang dimiliki, oleh sebab itu kuku dapat digunakan sebagai
barang bukti pada suatu kasus kejahatan forensik. Pada peristiwa yang menyebabkan
terjadinya kematian masal, sampel kuku dapat dikumpulkan oleh orang yang minim
pelatihan dalam pengumpulan sampel. Selain itu, penyimpanannya yang praktis dan
mudah membuat kuku dipilih sebagai sampel dalam identifikasi forensik (Allouche et al., 2008; Walters et al., 2012; Ottens
et al., 2015).
Identifikasi forensik umumnya dilakukan dengan uji Deoxyribonucleic
acid (DNA) sebagai
penentu identitas dari seseorang. Penentuan identitas seseorang dalam kasus
forensik menggunakan DNA memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi, dan
meminimalkan adanya potensi kesalahan atau kontaminasi. Namun selain itu
pemeriksaan menggunakan DNA memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena
prosedurnya yang panjang, sehingga memerlukan biaya yang sangat besar, serta
membutuhkan DNA dengan kualitas yang tinggi (Zulfahmi, 2013). Oleh sebab itu, sebelum
dilakukan identifikasi menggunakan DNA, diperlukan uji pendahuluan. Uji
pendahuluan yang biasa dilakukan adalah uji golongan darah. Penggolongan darah
ABO dipilih karena mudah dilakukan dan sangat diperlukan untuk menentukan
identitas dari seseorang, selain itu penentuan golongan darah ABO juga dapat dilakukan
pada berbagai sampel biologis seperti kuku, kulit, cairan tubuh, tulang, gigi dan
rambut (Garg, 1983).
Adapun
berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk uji penggolongan darah, salah
satu nya adalah metode absorpsi elusi. Metode absorpsi elusi adalah salah satu
metode penggolongan darah yang telah
terbukti dapat dilakukan sebagai penentu identitas seseorang dari berbagai
sampel biologis seperti rambut dan kuku. Selain itu, metode
absorpsi elusi tergolong paling sensitive dibandingkan dengan mixed
agglutination technique maupun absorpsi inhibisi dan sesuai untuk objek
biologis baik cairan tubuh hingga objek keras seperti tulang, gigi, rambut, dan
kuku (Kumar et al., 2016).
Pada
kasus kecelakaan pesawat yang jatuh di laut maupun pada korban yang tenggelam
di laut, air asin digunakan untuk menggambarkan kedua peristiwa tersebut serta
bertujuan untuk melihat apakah golongan darah pada kuku masih dapat terdeteksi
dengan baik, karena kadar garam yang tinggi dapat
mendenaturasi protein.
Menurut
Mentri Perhubungan Republik Indonesia (2015), tentang
peraturan keselamatan penerbangan sipil bagian 176 dan tentang pencarian dan
pertolongan pada kecelakaan pesawat udara, operasi pencarian dan pertolongan
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat
diperpanjang atau dibuka kembali apabila terdapat indikasi ditemukan korban
kecelakaan pesaawat udara, terdapat permintaan dari perusahaan pesawat udara
serta terdapat perkembangan baru berdasarkan evaluasi terhadap operasi
pencarian dan pertolongan. Menurut
Peraturan Kepala Kepolisisan Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana merupakan batas waktu penyerahan
surat permohonan pemeriksaan sampel yaitu sampai dengan 7 hari dan masih dapat
diperpanjang sampai dengan 14 hari (Nugroho, 2013). Menurut KPK (2019),
Berdasarkan Hukum Indonesia pada KUHP pasal 1 no 20 tentang �Penangkapan dengan
adanya cukup bukti� didukung juga KUHP pasal 24 ayat 1 tentang �Penahanan
paling lama 20 hari�. Apabila dalam 20 hari proses penyelidikan belum selesai.
Maka penahanan barang bukti akan perpanjang sesuai pada KUHP pasal 24 ayat 2
menyatakan bahwa penahanan barang bukti akan diperpanjang paling lama 40 hari
(Marpaung, 2009).
Selain itu, menurut penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ishida et al (2000), bahwa pada sebuah kasus dengan postmortem interval 1
bulan dan posmortem environment berupa laut, kuku yang ditemukan dan digunakan
sebagai sampel masih dapat dilakukan uji golongan darah pada suatu individu,
sehingga dapat dipastikan bahwa apabila proses perendaman dalam penelitian ini dilakukan
selama 7 hari, 14 hari, 20 hari dan 40 hari maka golongan darah dari suatu
individu juga masih dapat terdeteksi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini
penulis ingin mengetahui efek perendaman air asin pada sampel kuku selama 7
hari, 14 hari, 20 hari dan 40 hari terhadap derajat aglutinasi dalam penentuan
golongan darah sistem A,B,O.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui adanya
pengaruh lama waktu perendaman kuku didalam air asin selama 7 hari, 14 hari, 20
hari dan 40 hari terhadap derajat aglutinasi dengan menggunakan metode absorpsi
elusi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah tambahan dibidang Biologi Forensik terkait uji penggolongan
darah pada kuku sebagai sampel.
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental analitik. Penelitian
ini menggunakan rancangan penelitian time series, yaitu data yang
dikumpulkan berdasarkan urutan waktu dalam suatu rentang waktu tertentu (Dewi., 2008). Pemeriksaan
golongan darah pada penelitian ini dilakukan pada 1 orang sukarelawan yang golongan
darahnya sudah diketahui sebelumnya. Sukarelawan akan
diambil 40 sampel kuku dari 10 jari tangan. Sebagian kuku akan diambil untuk
pengujian golongan darah menggunakan metode absorpsi elusi tanpa adanya
perlakuan tambahan, sedangkan sebagian lainnya akan diberi perlakuan perendaman
menggunakan air asin selama 7 hari, 14 hari, 20 hari dan 40 hari, kemudian
dilanjutkan dengan diuji golongan darahnya menggunakan metode absorbsi-elusi.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode �purposive sampling�, karena
sampel telah memiliki kriteria awal, yakni hanya sukarelawan yang memenuhi
syarat kriteria inklusi dan ekslusi saja yang dimasukkan kedalam sampel serta
hanya diambil dari individu yang sudah diketahui golongan darahnya.
����������� Penelitian
ini akan dilakukan di Laboratorium Biomedik Universitas Karya Husada
Semarang. Waktu penelitian diperkirakan akan
dilaksanakan pada bulan Mei 2023 hingga Juni 2023.
Pengambilan
sampel dilakukan dengan metode purposive sampling (Afriyeni dkk., 2013), yaitu dengan mengambil sebanyak 50
sampel potongan kuku yang diperoleh dari satu individu yang sama yang telah
diketahui golongan darahnya. Besar Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung
dengan menggunakan formula uji hipotesis untuk proporsi populasi menurut
Lemeshow et al (1997) sebagai
berikut :
n =
Keterangan:
n �������� = Banyak Sampel
�������� = level
of significance
�������� = power
P0������� = Proporsi awal (rasio
keberhasilan pada hari ke-0)
Pa ������ = Proporsi yang
diinginkan (persentase keberhasilan pada hari ke-30)
Pada penelitian ini, α yang digunakan
adalah 5%, sedangkan β yang digunakan adalah 10% sehingga nilai Z1-α
adalah 1,96 dan Z1-β adalah 1,282. P0 merupakan rasio
keberhasilan dari penelitian sebelumnya, pada hari ke 0 yakni 100% dapat
diamati dengan baik aglutinasinya (Garg, 1983; Ishida et al., 2000). Sedangkan Pa adalah Persentase keberhasilan dari
penelitian sebelumnya pada hari ke 30, yakni 91% aglutinasi yang dapat teramati
dengan baik (Kaur et al., 1998). Sehingga apabila diterapkan kedalam rumus maka akan diperoleh hasil sebagai berikut:
n =
n =
n = �= 10,09 ~ 10 sampel
dari hasil perhitungan diatas pada penelitian ini akan dibutuhkan minimal
10 sampel.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian
ini dilakukan pada bulan Mei � Juni 2023 di Laboratorium Biomedik Universitas
Karya Husada. Sampel yang digunakan pada penelitian ini merupakan potongan kuku
jari tangan sebanyak 50 potong kuku jari tangan.
A. Konfirmasi Golongan Darah Sukarelawan
Sukarelawan berjenis kelamin Perempuan
dengan usia 50 tahun, bersedia untuk menjadi
sukarelawan pada penelitian ini. Uji konfirmasi dilakukan untuk mengkonfirmasi
golongan darah dari sukarelawan yang diketahui pada saat wawancara dengan hasil
uji golongan darah. Penentuan golongan darah pada sukarelawan dilakukan menggunakan
metode slide test. Berdasarkan uji golongan darah menggunakan metode slide
test, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1
Hasil Uji Golongan Darah
Anti A |
Anti B |
Anti AB |
- (Negatif) |
+ (Positif) |
- (Negatif) |
Berdasarkan data tersebut, dapat
dikatakan bahwa sukarelawan bergolongan darah B. Hal tersebut dikarenakan darah
sukarelawan yang diambil ketika direaksikan dengan Anti B membentuk reaksi
aglutinasi.
B. Pengujian Derajat Aglutinasi Golongan Darah Pada Sampel Kuku
Sukarelawan diambil potongan
kuku kesepuluh jari tangannya. Kemudian masing- masing potongan kuku ditimbang
dengan rentang berat yang sama yaitu 0,01 � 0,015
gram. Masing � masing potongan kuku dibagi menjadi 5 bagian sama
besar hingga total keseluruhan sampel adalah 50 sampel potongan kuku. Sampel
kemudian dilakukan pencucian dan preparasi sebelum dilakukan pengujian golongan
darah dengan metode absorbsi elusi. Setelah dilakukan preparasi, diambil 10
sampel potongan kuku untuk kemudian dilakukan pengujian golongan darah dengan
metode absorbs elusi sebagai perlakuan hari ke- 0. Sampel kuku yang lainnya
akan dilakukan perendaman menggunakan air asin dengan kadar garam 35000 ppm
selama 7 hari, 14 hari, 20 hari daan 40 hari yang kemudian dilanjutkan dengan
pengujian golongan darah dengan metode absorbi elusi. Setelah itu dilakukan
pengamatan secara makroskopiis dan mikroskopis, namun pada hasil penelitian ini
tidak dapat diamati secara makroskopis tingkat aglutinasi yang terbentuk maka
dilakukan secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop perbesaran 400x dan
dibacakan oleh 10 orang yang berbeda yang telah dilakukan perbandingan
menggunakan standard derajat aglutinasi menurut (Khoodijah & Qomariyah, 2019).
Berikut merupakan Gambar 1 hasil pengamatan secara
mikroskopis derajat aglutinasi yang terbentuk dari beberapa perlakuan, serta
hasil pengamatan derajat aglutinasi yang dapat dilihat pada Tabel 1 serta keseluruhan
gambar mikroskopis yang dapat diamati pada Lampiran 4.
|
|
|
|
|
|
Gambar 1. Hasil Pengamatan secara
mikroskopis derajat aglutinasi a) Hari Ke-0 (Tanpa Perendaman Air Asin), b)
Perendaman Air Asin Hari Ke-7, c) Perendaman Air Asin Hari Ke- 14, d)
Perendaman Air Asin Hari Ke-20, e) Perendaman Air Asin Hari Ke- 40.
Tabel 2
Hasil Pemeriksaan Derajat
Aglutinasi Secara Mikroskopis
Pengulangan ke- |
Waktu Perendaman Air Asin |
||||
0 Hari (tanpa perlakuan) |
7 Hari |
14 Hari |
20 Hari |
40 Hari |
|
1 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
2 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
3 |
Negative
(-) |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
4 |
+2 |
+3 |
+3 |
+2 |
+3 |
5 |
+2 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
6 |
+2 |
+3 |
+3 |
+3 |
+2 |
7 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
8 |
+3 |
+3 |
+3 |
+2 |
+3 |
9 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
10 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
+3 |
������� Hasil
pemeriksaan derajat aglutinasi yang telah diperoleh, kemudian dilakukan
analisis data secara statistik menggunakan analisis non parametrik dengan
Friedman Test yang dilakukan menggunakan aplikasi SPSS ver. 22.0. Setelah
dilakukan analisis secara statistik, diperoleh hasil signifikansi 0,053 >
0,05 yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada derajat
aglutinasi yang diperoleh, sehingga tidak ada pengaruh perendamann air asin
terhadap derajat aglutinasi hingga hari ke- 40. Hasil analisis statistik Friedman
test dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pembahasan
A. Konfirmasi
Golongan Darah Sukarelawan
Pada penelitian ini dilakukan menggunakan sampel dari
sukarelawan yang merupakan seorang wanita berusia 50 tahun dengan golongan
darah yang diketahui berdasarkan hasil wawancara yaitu bergolongan darah B. Uji
konfirmasi dilakukan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi golongan darah dari
sukarelawan tersebut benar bergolongan darah B. Berdasarkan hasil uji golongan
darah menggunakan metode slide test diperoleh hasil bahwa benar
sukarelawan tersebut bergolongan darah B. Hal tersebut dikarenakan sampel darah
sukarelawan ketika diteteskan dengan anti A dan anti AB tidak mengalami
aglutinasi sedangkan ketika diteteskan dengan anti B menghasilkan reaksi
aglutinasi sehingga dapat dikatakan bahwa sukarelawan memiliki golongan darah
B. Hasil uji golongan darah tersebut sesuai dengan pernyataan dari Guyton & Hall, (2016) dan Khoodijah & Qomariyah,
(2019) Reaksi aglutinasi terjadi jika
antigen bertemu dengan antibodi yang sama. Pada golongan darah tipe B memiliki
aglutinogen (antigen) B, sehingga ketika antigen B dan antibodi bertemu
menghasilkan reaksi aglutinasi.
B. Pengujian Derajat Aglutinasi Golongan Darah Pada Sampel Kuku
�������� �Pengujian golongan darah pada sampel kuku yang direndam menggunakan
air asin dilakukan menggunakan metode absorbsi elusi. Pengamatan dilakukan
secara mikroskopis dengan perbesaran perbesaran 400x dan diperoleh hasil
aglutinasi yang dibaca oleh 10 orang sukarelawan kemudian dibandingkan dengan
standar tingkat aglutinasi menurut Khoodijah & Qomariyah (2019).
Berdasarkan hasil pemeriksaan derajat aglutinasi
yang dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Tabel 2 terbentuk aglutinasi pada keseluruhan sampel kuku baik pada sampel
yang tidak direndam dengan air asin dan pada lama waktu perendaman 7 hari, 14
hari, 20 hari dan 40 hari. Hasil aglutinasi golongan darah tersebut kemudian dilakukan
analisis secara statistik non parametrik dengan uji Friedman Test menggunakan
SPSS ver. 22.0 secara keseluruhan dan diperoleh.hasil signifikansi 0,053 >
0,05, dimana hal tersebut menandakan bahwa tidak ada penurunan hasil derajat
aglutinasi yang signifikan dari hari ke- 0 hingga hari ke- 40 perendaman sampel
kuku menggunakan air asin. Hal tersebut dapat disebabkan oleh karena sampel
kuku direndam pada air asin yang memiliki kandungan garam, sehingga proses
pembusukan pada kuku akan lebih lambat dan protein
yang ada pada kuku akan lebih lama mengalami denaturasi.
Sesuai dengan pernyataan Estiasih et al., (2016), yang menyatakan
bahwa dalam konsentrasi rendah garam akan menstabilkan struktur protein. Namun
pada konsentrasi tinggi, garam akan menyebabkan
ketidakstabilan dari struktur protein dan akan mendenaturasi protein. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini kadar garam yang terkandung masih dalam konsentrasi rendah
sehingga menyebabkan struktur protein yang ada pada sampel kuku stabil hingga
hari ke- 40. Pada penggolongan darah dengan metode absorbsi elusi, dapat
dikatakan golongan darah tipe B apabila antibodi anti-B yang dielusi dapat
membentuk aglutinasi dengan sel eritrosit B (Richard, 2015).
Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Ishida et al., (2000), yang menggunakan
kuku dari korban yang telah tenggelam didalam laut selama 1 bulan (30 hari)
sebagai sampel untuk dilakukan pengujian golongan darah. Kuku yang ditemukan dan digunakan sebagai sampel masih
dapat dilakukan uji golongan darah pada individu tersebut. Oleh
sebab itu, dapat menjadi pertimbangan bagi tim
forensik untuk menjadikan kuku sebagai barang bukti sebagai skrining awal pada
korban kecelakaan pesawat atau korban yang tenggelam didalam laut sebelum
dilakukan uji konfirmasi menggunakan DNA.
�����������
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pemaparan di atas yaitu: (1) Hasil pengujian golongan
darah dari sampel kuku yang direndam dalam air asin selama 7 hari menunjukkan
fenotip golongan darah B yang ditunjukkan dengan terbentuknya aglutinasi antara
antibodi anti B yang dielusi dengan sel eritrosit B. (2) Hasil pengujian
golongan darah dari sampel kuku yang direndam dalam air asin selama 14 hari
menunjukkan fenotip golongan darah B yang ditunjukkan dengan terbentuknya
aglutinasi antara antibodi anti B yang dielusi dengan sel eritrosit B. (3) Hasil
pengujian golongan darah dari sampel kuku yang direndam dalam air asin selama
20 hari menunjukkan fenotip golongan darah B yang ditunjukkan dengan
terbentuknya aglutinasi antara antibodi anti B yang dielusi dengan sel
eritrosit B. (4) Hasil pengujian golongan darah dari sampel kuku yang direndam
dalam air asin selama 40 hari menunjukkan fenotip golongan darah B yang
ditunjukkan dengan terbentuknya aglutinasi antara antibodi anti B yang dielusi
dengan sel eritrosit B. (5) Pada hasil pengujian golongan darah dari sampel
kuku yang tidak direndam air asin (hari ke-0), kuku yang direndam air asin hari
ke- 7, hari ke- 14, hari ke- 20 dan hari ke- 40 tidak mengalami perbedaan
derajat aglutinasi yang signifikan dengan nilai signifikansi 0,053.
Allouche, M., Hamdoum, M., Mangin, P., & Castella,
V. (2008). Genetic identification of decomposed cadavers using nails as DNA
source. Forensic Science International: Genetics, 3(1), 46�49. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.fsigen.2008.07.008
Bauer, F., & Stevens, B. (1983). Investigations Of Trace
Metal Content Of Normal And Diseased Nails*. Australasian Journal of
Dermatology, 24(3), 127�129. https://doi.org/10.1111/J.1440-0960.1983.TB00269.X
Bharathi, R. R., & Bajantri, B. (2011). Nail bed injuries
and deformities of nail. Indian Journal of Plastic Surgery : Official
Publication of the Association of�
Plastic Surgeons of India, 44(2), 197�202.
https://doi.org/10.4103/0970-0358.85340
Castro, D. M., & Coyle, H. M. (2012). biological
evidence collection and forensic blood identification. University of New
Haven.
Chinnaswamy, A., Rielly, C., & Stapley, A. (2007).
Effects of Process Variables on the Denaturation of Whey Proteins during Spray
Drying. Drying Technology, 25, 799�807.
https://doi.org/10.1080/07373930701370175
Cortellini, V., Franceschetti, L., S. D. Corr�a, H., &
Verzeletti, A. (2021). DNA Extraction in Human Bodies: From Fresh to
Advanced Stages of Decomposition (pp. 1�23).
https://doi.org/10.1007/978-981-15-9364-2_37-1
de Berker, D. A. R., Andr�, J., & Baran, R. (2007). Nail
biology and nail science. International Journal of Cosmetic Science, 29(4),
241�275. https://doi.org/10.1111/j.1467-2494.2007.00372.x
Dewi., S. N. (2008). Analisis Data Runtun Waktu
Menggunakan Model ARIMA ( (Aplikasi: Data Pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Estiasih, T., Harijono, Waziiroh, E., & Fibrianto, K.
(2016). Kimia dan fisik pangan (S. B. Hastuti (ed.); 1st ed.). Bumi
Aksara. https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=13048
Fahmi, N. F., Anggraini, D. A., & Abror, Y. K. (2021).
Pola Infeksi Jamur Kuku (Onikomikosis) Jari Tangan Dan Kaki Pada Pekerja Tempat
Penitipan Hewan Pada Media Potato Dextrose Agar (Pda). Jurnal Ilmu Kesehatan
Bhakti Husada: Health Sciences Journal, 12(2), 107�123.
https://doi.org/10.34305/jikbh.v12i2.324
Farran, L., Ennos, A. R., & Eichhorn, S. J. (2008). The
effect of humidity on the fracture properties of human fingernails. Journal
of Experimental Biology, 211(23), 3677�3681.
https://doi.org/10.1242/JEB.023218
Gaensslen, R. . (2000). Forensic Analysis of Biological
Evidence (Vol. 1). Matthew Bender and Co.
Garg, R. K. (1983). Determination of ABO(H) blood group
substances from finger and toe nails. Zeitschrift F�r Rechtsmedizin, 91(1),
17�19. https://doi.org/10.1007/BF01882444
Guyton, & Hall, J. E. (2016). Textbook of Medical
Physiology Elsevier eBook on VitalSource (13th ed.). Elsevier.
Ishida, K., Zhu, B., Sakoda, S., Quan, L., Oritani, S., &
Fujita, M. Q. (2000). Significance of DNA analysis for determination of ABO
blood groups from hair and nail of decomposed human remains : a
comparasion with phenotyping by the absorption-elution method. Legal
Medicine, 2(4), 212�215.
Juwita, S. S., Trisnawati, N. L. P., & Suyanto, H.
(2021). Characterization of Human Nails Samples Using FTIR (Fourier Transform
Infrared) Through Chemometric Methods PCA and Clustering. Buletin Fisika,
22(2), 84. https://doi.org/10.24843/bf.2021.v22.i02.p05
Kaur, H., Mehta, N., & Kaur, P. (1998). Determination of
ABH antigens on Human nails. Indian Anthropologist, 28(2), 89�91.
http://www.jstor.org/stable/41932567
Khoodijah, N. M., & Qomariyah, N. (2019). Derajat
Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah Metode Cell Grouping Berdasarkan Tingkat
Konsentrasi Suspensi Sel Degree of agglutination of blood group examination
Cell Celling Method Based on Cell Suspension Concentration Level NURUL
QOMARIYAH Jurusan Ana. Jaringan Laboratorium Medis, 01(01),
27�33.
Kien, C. L., & Ganther, H. E. (1983). Manifestations of
chronic selenium deficiency in a child receiving total parenteral nutrition. The
American Journal of Clinical Nutrition, 37(2), 319�328.
https://doi.org/10.1093/ajcn/37.2.319
Kumar, P., Vanishree, M., Koneru, A., Hunasgi, S.,
Suryadevra, S., & Kardalkar, S. (2016). Determination of ABO blood grouping
and Rhesus factor from tooth material. Journal of Oral and Maxillofacial
Pathology, 20, 540. https://doi.org/10.4103/0973-029X.190962
Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K.
(1997). Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Gajah Mada University
Press. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=386149
Mayangsari, T., Nurfaizah, Aziz, I. R., & Masse, I.
(2022). Pemeriksaan Golongan Darah Sistem Absorpsi-Elusi pada Sampel Darah
Kering. Jurnal Mahasiswa Biologi, 2(1), 1�7. https://doi.org/DOI
https://doi.org/10.24252/filogeni.v2i1.26236
Mentri Perhubungan Republik Indonesia. (2015). Peraturan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2015 tentang Peraturan
keselamatan penerbangan sipil bagian 176 dan tentang pencarian dan pertolongan
pada kecelakaan pesawat udara. 1�47.
Naim, H. N. (2015). Pengaruh Variasi Pengenceran Antisera
Terhadap Hasil Pemeriksaan Golongan Darah ABO Landstainer. Media Analis
Kesehatan, 6(1), 27�34.
Oktari, A., & Silvia, N. D. (2016). Pemeriksaan Golongan
Darah Sistem ABO Metode Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A , B , O. Jurnal
Teknologi Laboratorium, 5(2), 49�54.
https://teknolabjournal.com/index.php/Jtl/article/view/78
Ottens, R., Taylor, D., & Linacre, A. (2015). DNA
profiles from fingernails using direct PCR. Forensic Science, Medicine, and
Pathology, 11(1), 99�103. https://doi.org/10.1007/s12024-014-9626-8
Pearce, E. C. (2012). Anatomi Dan Fisiologi Untuk
Paramedis. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Purnadianti, M., MAR, M. S., & Yudianto, A. (2018). The
Effect of Time on Blood Types of ABO Systems on Saliva Spots of Cigarette Butts
for Forensic Identification. Folia Medica Indonesiana, 54(4),
274. https://doi.org/10.20473/fmi.v54i4.10711
Richard, L. (2015). Forensoc Biology. In Forensic Biology
(Second Edi). CRC Press. https://doi.org/10.1201/b18209-25
Saboor, M., Ullah, A., Qamar, K., Mir, A., & Moinuddin.
(2014). Frequency of ABH secretors and non secretors: A cross sectional study
in Karachi. Pakistan Journal of Medical Sciences, 30(1), 189�193.
https://doi.org/10.12669/PJMS.301.4194
Sachdeva, M. P., & Bhalla, V. (1999). Identification of
ABO Blood Group Specific Substances From Human Nails. Journal of Human
Ecology, 10(1), 65�67. https://doi.org/10.1080/09709274.1999.11907447
Thatai, P., & Sapra, B. (2017). Structural and component
mining of nails using bioengineering techniques. International Journal of
Cosmetic Science, 39(3), 225�240. https://doi.org/10.1111/ICS.12371
Tomita, M., Okuyama, T., Shimosato, K., Ijiri, I., &
Mikami, Y. (1985). Studies on ABO grouping of fingernails. I. The importance of
fingernails in� determining ABO blood
groups. Nihon Hoigaku Zasshi = The Japanese Journal of Legal Medicine, 39(2),
105�112.
Utami, Y. T., Hastuti, S. P., & Nurcahyo, B. (2021).
Identifikasi Golongan Darah O dengan Metode Absorpsi Elusi pada Sampel Darah
Kering yang Terdapat pada substrat Kain Jeans dalam Waktu dan Lingkungan
Berbeda. Jurnal Biologi Indonesia, 17(2), 165�173.
https://doi.org/10.47349/jbi/17022021/165
Walters, K. A., Abdalghafor, H. M., & Lane, M. E. (2012).
The human nail � Barrier characterisation and permeation enhancement. International
Journal of Pharmaceutics, 435(1), 10�21.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2012.04.024
Zulfahmi. (2013). Penanda Dna Untuk Analisis Genetik Tanaman (DNA
Markers for Plants Genetic Analysis). Jurnal Agroteknologi, 3(2),
41�52.
Copyright holder: Novalinda Dwi Chrisyanti (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |