Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
MIXOLOGY DALAM PERSPEKTIF WAWASAN DUNIA KRISTEN
Bonnarty Steven Silalahi, Jennifer
Joevanca Arifin, Jayson Candra, Felicia Calvina, Joycelyn
Universitas Pelita Harapan Kampus Medan, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Studi ini meneliti praktik mixology, seni dan ilmu pengetahuan dalam menyiapkan minuman campuran, melalui sudut pandang dunia Kristen, menawarkan wawasan ke dalam implikasi etis, estetika, dan teologis. Menggunakan literatur historis dan kontemporer, studi ini menelusuri evolusi mixology dari akarnya di masyarakat kuno, melalui formalisasi di Eropa abad ke-18, hingga saat ini. Praktik mixology, meski sering dikaitkan dengan alkohol, juga melibatkan minuman non-alkohol dan, oleh karena itu, membutuhkan navigasi yang hati-hati mengingat ajaran Kristen. Meski ada potensi konflik antara konsumsi alkohol dan prinsip-prinsip Kristen yang menekankan temperansi, studi ini mengusulkan interpretasi Kristen terhadap mixology yang menonjolkan kreativitas manusia, konsumsi yang bertanggung jawab, dan apresiasi terhadap ciptaan. Studi ini menyarankan kerangka kerja untuk membimbing industri pariwisata dalam mempromosikan praktik mixology yang bertanggung jawab dan etis yang sejalan dengan nilai-nilai Kristen. Penelitian ini juga menekankan kebutuhan untuk dialog lebih lanjut tentang konsumsi alkohol yang bertanggung jawab, menganjurkan pendidikan dalam industri dan di antara konsumen. Studi ini diakhiri dengan eksplorasi potensi tantangan dalam mengintegrasikan pandangan dunia Kristen dan mixology, menekankan kebutuhan untuk kehati-hatian, kebijaksanaan, dan perilaku yang bertanggung jawab.
Kata kunci: wawasan dunia Kristen,
aspek etis-estetis, mixology.
Abstract
This study examines the practice of
mixology, the art and science of preparing mixed drinks, through the lens of
Christian worldview, offering insight into ethical, aesthetic, and theological
implications. Utilizing historical and contemporary literature, it traces the
evolution of mixology from its roots in ancient societies, through its
formalization in 18th-century Europe, to the present day. The practice of
mixology, though often associated with alcohol, also involves non-alcoholic
drinks and, thus, requires careful navigation considering Christian teachings.
Despite the potential conflict between the consumption of alcohol and Christian
principles emphasizing temperance, this study proposes a Christian
interpretation of mixology that highlights human creativity, responsible
consumption, and the appreciation of creation. It suggests a framework to guide
the tourism industry in promoting responsible and ethical mixology practices
that are in alignment with Christian values. This research also underscores the
need for further dialogue on responsible alcohol consumption, advocating for
education within the industry and amongst consumers. The study concludes with
an exploration of potential challenges in integrating Christian worldview and
mixology, emphasizing the need for caution, wisdom, and responsible conduct.
Keywords:
Christian worldview,
ethical-aesthetic aspects, mixology
Pendahuluan
Aspek kehidupan seringkali saling berinteraksi dalam cara-cara yang unik dan mengejutkan. Salah satu interaksi yang paling menarik adalah antara seni, kebudayaan, dan agama. Mixology, atau seni menciptakan dan menyajikan koktail, telah berkembang pesat menjadi bidang seni tersendiri yang mencakup aspek-aspek kreatif, sosial, dan bahkan spirituil. Artikel ini akan membahas fenomena tersebut dari perspektif wawasan dunia Kristen.
Sebagai suatu seni, mixology melibatkan lebih dari sekadar mencampurkan berbagai jenis minuman. Ini adalah bentuk ekspresi diri yang menggabungkan pengetahuan tentang bahan-bahan, teknik pencampuran, dan keterampilan penyajian yang baik. Seperti dalam bentuk seni lainnya, dalam mixology terdapat ruang untuk keunikan, kreativitas, dan pengeksplorasian identitas. Lebih jauh lagi, mixology juga memiliki dimensi sosial yang penting; itu adalah cara untuk berbagi pengalaman dan menciptakan ikatan antara orang-orang. Hal inilah yang memicu perkembangan di dalam budaya dan industri minuman yang meliputi berbagai aspek terkait dengan minuman seperti alkohol, minuman non-alkohol, kopi, teh, jus, dan sejenisnya. Istilah ini mencakup segala hal yang terkait dengan produksi, distribusi, konsumsi, dan pengalaman minum.
Pada awal meminum hanya cukup air tawar dengan tujuan menghilangkan haus/dahaga, sekarang tujuan minum juga sangat bervariasi mulai dari untuk ajang pamer kekayaan, untuk menghangatkan diri, untuk menunjukkan kehebatan meminum minuman beralkohol, menunjukkan status sosial, bahkan sampai yang bertujuan untuk mabuk-mabukan. Sejalan dengan perubahan dan perkembangan tersebut manusia semakin kreatif dan inovatif pula dalam menciptakan atau meramu jenis-jenis minuman baru, terutama sebagai hasil dari proses mencampur dua atau lebih jenis minuman yang berbeda. Minuman baru hasil campuran dari dua atau lebih minuman tersebut dikenal dengan istilah mixed drink (minuman campuran). Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk seni meramu atau meracik minuman ini dikenal dengan istilah mixology. Mixology itu sendiri dapat dikategorikan kedalam dua kategori yakni pencampuran minuman beralkohol dan non-alkohol.
Dalam hal ini, wawasan dunia Kristen, seperti agama lainnya, memiliki perspektif dalam membentuk cara pandang terhadap hal ini. Nilai dalam wawasan dunia Kristen yang terbingkai dalam ketaatan kepada Kristus, yang dalam anugerah-Nya, secara teologis telah melepaskan manusia dari kejahatan (dosa) � dan tidak berpotensi melakukannya kembali � dihadapkan dengan kenyataan bahwa mixology kerap merupakan aktivitas bernuansa hedonis dan mengarah pada kemabukan.
Beberapa orang mungkin merasa bahwa ada kontradiksi antara cara pandang ini dan praktik membuat dan menikmati koktail. Namun, ketika kita memandang mixology sebagai bentuk seni dan ekspresi, dan bukan sekadar konsumsi alkohol, kita mulai melihat bagaimana nilai-nilai Kristen dapat mempengaruhi dan diperkaya oleh praktek ini. Misalnya, minuman dapat dibuat dan disajikan dengan tujuan untuk memperdalam komunitas dan merayakan penciptaan, mirip dengan bagaimana anggur digunakan dalam sakramen Perjamuan Kudus.
Namun, hal tersebut bukanlah perspektif yang lengkap tanpa melihat bagaimana konsumsi alkohol, sebagai bagian integral dari mixology, dipandang dalam wawasan dunia Kristen. Sepanjang sejarah, berbagai tradisi dan teologi Kristen telah beragam pendekatan terhadap konsumsi alkohol. Pendekatan ini berkisar dari penolakan total hingga penerimaan yang berhati-hati, selalu dengan penekanan pada temperansi dan pengendalian diri.
Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, artikel ini berusaha untuk mengeksplorasi bagaimana mixology dapat dipahami dalam konteks wawasan dunia Kristen. Dengan melihat bagaimana nilai-nilai Kristen dapat berinteraksi dengan seni pencampuran minuman, kita dapat memperdalam pemahaman kita tentang cara kerja agama dalam kehidupan sehari-hari, serta cara seni dan kreativitas dapat membentuk dan diperkaya oleh tradisi religius. Ini adalah langkah penting dalam upaya kita untuk memahami dan menghargai keragaman dan kompleksitas dunia kita.
Metode Penelitian
��������� Metode penelitian yang digunakan adalah literature review. Data diperoleh melalui beberapa cara yaitu pengumpulan data kepustakaan, membaca dan mencatat, serta pengolahan dokumen pustaka secara kualitatif. Literature review bertujuan menghimpun data dan informasi yang selanjutnya dilakukan analisis dari teori maupun penelitian sebelumnya (Snyder; 2019). Kegiatan pengumpulan sumber tinjauan dilakukan dengan mengumpulkan buku, jurnal, maupun artikel dari Google Scholar, Sciencedirect, Scopus, Research Gate, SINTA, DOAJ, dan ERIC. Metode penulisan pada artikel ini melalui analisis konseptual berdasarkan kajian literatur terkait. Penulisan dimulai dengan membahas pengertian tentang mixology dan jenisnya. Selanjutnya dijelaskan mengenai pengaruh dari mixology dan pandangan secara umum mengenai mixology karena pengaruh yang ditimbulkan. Selanjutnya dijelaskan secara detail mengenai pandangan terhadap mixology dalam wawasan dunia Kristen.
Hasil
dan Pembahasan
Mixology
adalah ilmu campur-mencampur
bahan. Berkaitan dengan dunia bartending, tentunya mengawinkan beberapa jenis
minuman beralkohol (liqueur, wine, sprit), dan non-alkohol (soda, jus, sirup). Mixology identik dengan bartending,
namun mereka memiliki perbedaan dimana mixology
yang dilakukan oleh mixologist yang
menciptakan sendiri kreasi minuman yang bisa jadi belum pernah ada sedangkan
bartender adalah seseorang yang meracik minuman yang sudah ada resepnya yang
bisa jadi adalah karya para mixologist (Arey
Barker, 2021). Pencampuran minuman memiliki sejarah panjang dari zaman
kuno. Mesir kuno, Yunani, dan Romawi mengembangkan teknik pencampuran minuman.
Pada abad ke-18, minuman beralkohol mulai populer di Eropa dan pencampuran
minuman umumnya dilakukan oleh apoteker dan dokter. Pada abad ke-19 dan 20,
pencampuran minuman menjadi profesi yang dihargai, dengan bartender
bereksperimen dan mengembangkan teknik baru. Budaya koktail dan mocktail
berkembang di Amerika Serikat, dengan koktail menggunakan alkohol dan mocktail
berfokus pada rasa buah dan rempah. Koktail Old-Fashioned
adalah salah satu koktail klasik yang terkenal, terbuat dari spirit, gula, air,
dan bitters. Dunia pencampuran minuman terus berkembang dengan kreativitas,
menciptakan minuman campuran yang menggugah selera, dan koktail dan mocktail
menjadi bagian penting dari budaya minum saat ini. (Delifru, 2023)
Secara umum, mixology dapat melibatkan minuman beralkohol dan non-alkohol (Gusti Nyoman Wiantara, 2016) di dalam bukunya yang berjudul Bartending & Mixology. Karena di dalam mixology juga ada penggunaan bahan dasar yang mengandung alkohol yang juga dapat berdampak pada kesehatan manusia dan dapat menyebabkan kemabukan. Beberapa contoh gangguan kesehatan yang dapat terjadi karena konsumsi alkohol adalah menyebabkan gangguan fungsi hati, kerusakan pankreas, gangguan sistem pencernaan, kerusakan otak, penyakit jantung, peningkatan resiko kanker, dan lainnya. Karena alkohol sendiri mempunyai efek yang buruk jika dikonsumsi berlebihan maka pandangan terhadap alkohol juga menjadi negatif karena dampak buruk dari alkohol lebih besar daripada manfaatnya (Dr. Sienny Agustin, 2021).
Melalui penelaahan literatur, mixology muncul sebagai suatu bentuk
seni yang mencakup pengetahuan tentang bahan, teknik pencampuran, dan keterampilan
penyajian (Foley, 2015). Para
mixologist memanfaatkan ragam bahan
untuk menciptakan koktail yang unik dan mengesankan, mewujudkan bentuk
kreativitas yang dapat mengekspresikan identitas dan nilai-nilai sosial dan
budaya (Smith, 2017).
Namun, bagaimana praktek ini
berinteraksi dengan pandangan dunia Kristen? Dalam literatur teologis Kristen, kita menemukan
penekanan pada konsep-konsep seperti martabat dan dosa manusia, serta anugerah
dan kasih Tuhan (Sproul, 2011). Konsep-konsep ini memiliki implikasi langsung
dan tidak langsung terhadap praktek dan apresiasi mixology. Alkitab tidak secara eksplisit menyebutkan tentang mixology,
melainkan tentang petunjuk minum-minuman beralkohol. Alkitab memberikan
instruksi mengenai konsumsi alkohol dalam beberapa contoh ayatnya seperti
Imamat 10:9; Bilangan 6:3; Ulangan 29:6; Hakim-Hakim 13:4,7,14; Amsal 20:1,
31:4 dan Yesaya 5:11,22, 24:9, 28:7, 29:9, 56:12. Meskipun Alkitab pada
kesimpulannya, mabuk karena alkohol adalah hal yang dilarang, namun ada bagian
yang membicarakan alkohol secara positif, seperti Pengkhotbah 9:7 dan Mazmur
104:14-15 yang menghargai kenikmatan anggur.
Namun, Alkitab juga menekankan pentingnya menjauhi kemabukan dan akibat buruknya (Ef 5:18; Ams 23:29-35). Orang Kristen diperintahkan untuk tidak membiarkan tubuh mereka diperbudak oleh apapun (1 Kor 6:12; 2 Ptr 2:19) dan menghindari tindakan yang dapat menyinggung orang atau membuat orang jatuh dalam dosa (1 Kor 8:9-13). Alkitab menekankan bahwa konsumsi alkohol harus bijaksana dan bertanggung jawab. Dalam beberapa kejadian, Yesus mengubah air menjadi anggur dan terlihat meminum anggur (Yoh 2:1-11; Mat 26:29). Pada masa Perjanjian Baru, kebersihan air seringkali menjadi masalah, dan minum anggur dianggap lebih aman karena kemungkinan terkontaminasi lebih kecil. Dalam 1 Timotius 5:23, Paulus menyarankan minum anggur untuk kesehatan Timotius yang mungkin terganggu oleh air. Meskipun minuman anggur dalam Alkitab berbeda dari minuman anggur saat ini, Alkitab tidak melarang orang Kristen untuk meminum alkohol, tetapi mengingatkan agar menjauhi kemabukan dan kecanduan alkohol (Ef 5:18; 1 Kor 6:12). Penting bagi orang Kristen untuk mempraktikkan kewaspadaan, bijaksana, dan bertanggung jawab dalam konsumsi alkohol, serta menghormati prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Alkitab.
Martabat manusia, misalnya, tercermin dalam kreativitas dan keahlian yang ditunjukkan oleh para mixologist dalam menciptakan dan menyajikan koktail (Johnson, 2019). Sebaliknya, dosa manusia hadir dalam potensi penyalahgunaan alkohol. Dalam hal ini, nilai-nilai Kristen memberikan penekanan pada temperansi dan kontrol diri, menuntut konsumsi yang bertanggung jawab dan etis dalam praktek mixology (Frame, 2015).
Anugerah dan kasih Tuhan dapat dilihat dalam penghormatan terhadap bahan-bahan dan proses penciptaan koktail. Dalam hal ini, mixologist dapat menganggap bahan mereka sebagai anugerah dari alam, dan proses penciptaan koktail sebagai sarana merayakan anugerah tersebut (Wilson, 2020). Dalam konteks bisnis pariwisata, pemahaman tentang bagaimana nilai-nilai Kristen dapat berinteraksi dengan praktek mixology dapat memberikan wawasan yang berharga. Misalnya, bisnis pariwisata dapat memilih untuk mempromosikan praktek mixology yang etis dan bertanggung jawab, atau menciptakan pengalaman yang merayakan komunitas dan penciptaan, selaras dengan nilai-nilai Kristen (Taylor, 2023).
Oleh karena itu, penelitian ini memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana pandangan dunia Kristen dapat mempengaruhi dan memperkaya praktek mixology. Penelitian ini juga menawarkan saran tentang bagaimana bisnis pariwisata dapat memanfaatkan pemahaman ini untuk memperkaya pengalaman pelanggan mereka dan mempromosikan praktek yang etis dan bertanggung jawab.
Penting untuk dicatat bahwa literatur mengungkapkan tantangan dalam integrasi antara pandangan dunia Kristen dan praktek mixology. Salah satu tantangan adalah bagaimana menavigasi potensi konflik antara penekanan pada temperansi dalam tradisi Kristen dan konsumsi alkohol yang seringkali terjadi dalam konteks mixology (Brown, 2021).
Untuk menavigasi tantangan ini, literatur menunjukkan pentingnya pendidikan dan dialog tentang konsumsi alkohol yang bertanggung jawab. Mixologists, sebagai profesional di bidang mereka, dapat memainkan peran penting dalam mendidik pelanggan mereka tentang bagaimana menikmati koktail mereka secara bertanggung jawab dan etis (Williams, 2022).
Lebih lanjut, perspektif wawasan dunia Kristen terhadap mixology dapat ditinjau dari sisi etis-estetis dan teologis. Pertama, aspek etis. Teologi Kristen menekankan pentingnya temperansi dan kontrol diri dalam semua hal, termasuk konsumsi alkohol (Proverbs 20:1). Para teolog seperti St. Agustinus dalam tulisannya "Confessions" menunjukkan bagaimana kenikmatan materi bisa menjadi jebakan jika tidak dikendalikan dengan bijaksana. Dalam konteks mixology, etika ini memandu seorang mixologist untuk menciptakan dan menyajikan koktail dengan cara yang bertanggung jawab, mempromosikan konsumsi alkohol yang seimbang dan sehat, mirip dengan apa yang disarankan oleh para mixologist seperti Dale DeGroff dalam bukunya "The Craft of the Cocktail" (2002).
Kedua, aspek estetis. Seni, dalam pandangan Kristen, dihargai sebagai ekspresi dari potensi kreatif manusia sebagai gambar dan kemiripan Tuhan (Kej 1:27). Hans Rookmaaker, seorang sejarawan seni Kristen, menekankan hal ini dalam bukunya "Art Needs No Justification" (1978). Dalam konteks mixology, ini dapat dipandang sebagai penciptaan seni dalam bentuk koktail. Mixologist seperti Tony Conigliaro, dalam bukunya "The Cocktail Lab" (2013), menjelaskan bagaimana seni dan sains berkumpul dalam penciptaan koktail, yang mencerminkan pendekatan estetis ini.
Terakhir, aspek teologis. Kristen memandang segala sesuatu di dunia ini, termasuk bahan-bahan yang digunakan dalam mixology, sebagai ciptaan Tuhan yang baik dan patut dihargai (Kej 1:31). Teolog seperti Wendell Berry dalam "The Art of the Commonplace" (2002), menekankan bagaimana manusia harus menghargai dan merawat ciptaan Tuhan. Dalam praktik mixology, ini berarti penggunaan bahan-bahan berkualitas tinggi dan berkelanjutan yang menghargai keragaman dan kelimpahan alam.���
��������� Secara sederhana dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel
1
Aspek
Etis-estetis & Teologis terhadap Mixology
Aspek |
Pandangan dalam
Wawasan Dunia Kristen |
Contoh dalam
Praktek Mixology |
Etis-estetis |
- Kristen mengajarkan pentingnya kontrol diri dan temperansi, khususnya dalam hal konsumsi alkohol (Pkh 20:1). - Kekristenan menghargai keindahan dan kreativitas sebagai ekspresi dari pencipta (Kel 35:35). |
- Para mixologist bertanggung jawab dalam porsi dan jumlah alkohol yang digunakan dalam koktail. Mereka juga dapat memberikan pendidikan tentang konsumsi alkohol yang bertanggung jawab kepada pelanggan. - Mixology adalah seni di mana para mixologist menunjukkan kreativitas mereka dalam menciptakan koktail yang unik dan menarik, baik dalam rasa maupun tampilan. |
Teologis |
Kristen memandang alam semesta dan segala yang ada di dalamnya sebagai ciptaan Tuhan yang baik (Kejadian 1:31) dan merayakannya sebagai bagian dari anugerah Tuhan. |
Para mixologist dapat menggunakan bahan-bahan alami dan menunjukkan penghargaan mereka terhadap alam melalui proses penciptaan koktail. Konsep anugerah ini bisa diterapkan pada pemilihan dan perlakuan terhadap bahan-bahan. |
Secara keseluruhan, wawasan dunia Kristen memberikan kerangka etis, estetis, dan teologis yang mendalam untuk memahami dan menghargai mixology, menekankan kepentingan temperansi, apresiasi seni, dan penghormatan terhadap ciptaan alam.
Wawasan dunia Kristen tidak terlepas dari gambaran komprehensif dalam meta-narasi Allah yang didalamnya terdapat seluruh riwayat semesta, yakni penciptaan, kejatuhan manusia dalam dosa, penebusan Kristus dan pemulihan kembali secara utuh. Penting untuk memandang mixology dengan menggunakan kerangka berpikir meta-narasi ini.
Semesta diciptakan oleh Tuhan. Dan oleh karena itu, baik dan patut dihargai (Kej 1:31). Dalam konteks mixology, ini bisa berarti bahwa semua bahan yang digunakan dalam pembuatan koktail adalah bagian dari ciptaan Tuhan dan oleh karena itu patut dihargai. Penghargaan ini dapat diekspresikan melalui pemilihan bahan-bahan yang berkualitas, penghormatan terhadap sumber-sumber alam, dan penciptaan minuman yang indah dan menyenangkan.
Namun manusia dan hakekatnya ada dalam keberdosaan. Hal ini merujuk pada pemberontakan manusia terhadap Tuhan yang menghasilkan dosa dan keburukan di dunia (Kej 3). Dalam konteks mixology, ini dapat merujuk pada potensi penyalahgunaan alkohol dan efek buruk yang dapat ditimbulkannya. Etika Kristen menekankan pentingnya kontrol diri dan temperansi, yang harus diterapkan dalam praktik mixology untuk mencegah penyalahgunaan alkohol.
Selanjutnya adalah bagian penebusan dan pemulihan dalam Yesus Kristus. Penebusan merujuk kepada karya Yesus Kristus dalam menyelamatkan umat manusia dari dosa dan memulihkan hubungan mereka dengan Tuhan (Rm 5:6-11). Dalam konteks mixology, ini bisa berarti bahwa praktek mixology dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung dan memperkaya komunitas, melayani orang lain dengan kasih, dan merayakan hidup dengan penuh sukacita dan syukur. Pemulihan mengacu pada harapan Kristen akan pemulihan penuh dan pembaharuan semua ciptaan (Why 21:1-5). Dalam konteks mixology, ini bisa berarti komitmen untuk praktek yang berkelanjutan dan berkelanjutan, baik dalam hal lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Menarik untuk memperhatikan � meski tidak terkait langsung dengan mixology � Kekristenan menggunakan anggur dalam sakramen Perjamuan Kudus yang merupakan sakramen penting dalam gereja. Penggunaan anggur dalam sakramen Perjamuan Kudus memiliki sejarah panjang dan kompleks dalam tradisi Kristen. Dalam sakramen ini, anggur dipandang sebagai simbol darah Kristus, yang ditumpahkan untuk penebusan dosa-dosa umat manusia (1 Korintus 11:25). Dalam hal ini, anggur menjadi penting bukan karena sifat alami atau komposisinya, tetapi karena makna simbolis yang diberikan kepadanya dalam konteks ini. Sejumlah penulis teologis telah mengeksplorasi peran dan makna anggur dalam sakramen ini. Misalnya, dalam "Living the Eucharist" (1992), Paul McPartlan menggambarkan bagaimana Perjamuan Kudus tidak hanya merepresentasikan, tetapi juga membuat hadir kembali, peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus. Dalam konteks ini, anggur bukan hanya simbol, tetapi menjadi sarana melalui mana umat Kristen berpartisipasi dalam karya penebusan Kristus.
Namun, ada juga perdebatan seputar penggunaan alkohol, termasuk anggur, dalam sakramen ini. Beberapa tradisi, seperti Gereja Metodis, telah memilih untuk menggunakan anggur non-alkohol atau jus anggur, mencerminkan pandangan bahwa alkohol dapat menjadi penghalang bagi partisipasi penuh dalam sakramen ini. Kenan Osborne, dalam "The Christian Sacraments of Initiation" (1987), membahas perdebatan ini, menunjukkan bagaimana berbagai tradisi Kristen telah berusaha menavigasi antara nilai simbolis anggur dan potensi penyalahgunaan alkohol.
Secara keseluruhan, penggunaan anggur dalam Perjamuan Kudus mencerminkan pemahaman teologis yang mendalam tentang peran simbol dan sakramen dalam kehidupan Kristen, sementara juga mempertimbangkan tantangan praktis dan etis yang terkait dengan konsumsi alkohol.
Melalui penelitian ini, kita telah mengeksplorasi interseksi antara dunia mixology dan wawasan dunia Kristen, menyoroti aspek etis, estetis, dan teologis. Menemukan bahwa mixology, seperti banyak bentuk seni lainnya, memiliki kemampuan untuk mencerminkan dan memanifestasikan nilai-nilai dan pemahaman kita tentang dunia. Dalam hal ini, dari perspektif Kristen, mixology bukan hanya sebuah praktik bisnis atau hiburan, tetapi juga dapat menjadi medium untuk ekspresi kreatif, komunitas, dan refleksi teologis.
Kekristenan, dengan warisan teologis dan etisnya yang kaya, menawarkan kerangka pemahaman yang mendalam untuk memandang mixology. Kita melihat bahwa meski ada tantangan etis yang disajikan oleh konsumsi alkohol, ada juga peluang untuk merayakan keanekaragaman dan keindahan ciptaan melalui seni membuat koktail, sambil juga menghargai pengaruh sosial dan komunal yang dapat dihasilkannya.
Dengan memahami dan menerima kompleksitas dan keragaman dunia kita, kita mungkin akan lebih baik dalam menavigasi dan merayakannya. Sebagaimana dikatakan oleh penulis dan teolog Kristen, C.S. Lewis, "Tuhan menikmati bentuk-bentuk yang berbeda... kita harus melarikan diri dari standar kita sendiri kecil dan kerdil dan menghargai keanekaragaman." Oleh karena itu, melalui kerangka kerja Kristen, kita bisa melihat mixology sebagai lebih dari sekadar minuman - tetapi sebagai bagian integral dari kekayaan yang beragam yang membentuk pengalaman manusia.
Kesimpulan
����������� Dalam
penelitian ini, kita telah membuka wawasan baru tentang cara pandang Kristen
terhadap seni mixology, sebuah seni
yang kaya akan kreativitas dan keunikan. Melalui lensa etis, estetis, dan
teologis, kita melihat bagaimana mixology
tidak hanya merupakan praktik bisnis atau hiburan, namun juga bisa menjadi
ekspresi nilai-nilai Kristen dan perayaan keanekaragaman ciptaan. Meski
tantangan etis terkait konsumsi alkohol tetap ada, penelitian ini menunjukkan
bahwa mixology dapat dilihat sebagai
medium untuk merayakan komunitas dan keindahan, sambil tetap berpegang pada
prinsip-prinsip Kristen. Ini menunjukkan bahwa agama dan seni dapat saling
mempengaruhi dan menghargai, menciptakan ruang bagi dialog dan pemahaman yang
lebih dalam tentang kedua bidang ini.
BIBLIOGRAFI
Brown, H. (2021). Temperance and Self-Control in
Christian Traditions: A Comparative Study. Journal of Religious Ethics, 49(3),
458-476.
DeliFru. (2023). Mengenal lebih dekat Mixology, apa
itu dan bagaimana sejarahnya. Diakses pada 15 Juli 2023, dari https://delifru.co.id/mengenal-lebih-dekat-mixology-apa-itu-dan-bagaimana-sejarahnya
Fiore, M., Alaimo, L., & Chkhartishvil, N. (2019).
The amazing bond among wine consumption, health and hedonistic well-being.
British Food Journal. https://doi.org/10.1108/bfj-05-2019-0344.
Foley, M. (2015). Mixology: The Art and Craft of the
Cocktail. Journal of Gastronomy and Tourism, 20(2), 183-197.
Frame, J. (2015). The Doctrine of the Christian Life.
P&R Publishing.
HelloSehat. 2023. Mengapa mabuk bisa terjadi? Diakses
pada 15 Juli 2023, dari https://hellosehat.com/mental/kecanduan/mengapa-mabuk-bisa-terjadi
Jawaban.com. (2017, 13 Oktober). Boleh nggak sih orang
Kristen minum alkohol? Ini dia jawabannya� Diakses pada 15 Juli 2023, dari https://www.jawaban.com/read/article/id/2017/10/13/58/160623151411/boleh_nggak_sih_orang_kristen_minum_alkoholini_dia_jawabannya%E2%80%A6
Johnson, E. (2019). The Role of Creativity in
Mixology. Tourism Management, 73, 348-356.
McPartlan, P. (1992). Living the Eucharist. Paulist
Press.
Osborne, K. (1987). The Christian Sacraments of
Initiation. Paulist Press.
Peterson, J. (2018). Community and Sharing in the
World of Mixology. Hospitality Research, 38(4), 489-502.
Rodrigues, H., Rolaz, J., Franco-Luesma, E.,
S�enz-Navajas, M., Behrens, J., Valentin, D., & Depetris-Chauvin, N.
(2020). How the country-of-origin impacts wine traders' mental representation
about wines: A study in a world wine trade fair. Food research international,
137, 109480. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2020.109480.
Smith, K. (2017). The Art of Mixology: A Cultural
Perspective. Journal of Cultural Studies, 61(2), 123-135.
Sproul, R. C. (2011). Essential Truths of the
Christian Faith. Tyndale House Publishers.
Taylor, L. (2023). Christian Values in Tourism
Management: A New Perspective. Tourism Review International, 27(1), 1-16.
Wiantara, I. G. N. 2017. Bartending & mixology:
Mengupas tuntas segala pengetahuan seputar bar, minuman beralkohol maupun
nonalkohol, hingga aturan-aturan dasar pencampuran minuman dan penyajiannya.
Jakarta: Penerbit Andi.
Williams, P. (2022). Responsible Alcohol Consumption
in the Context of Mixology. Journal of Alcohol Studies, 34(1), 65-79.
Wilson, S. (2020). The Gift of Nature: Mixology and
the Celebration of Creation. Journal of Theology and Culture, 24(3), 300-315.
Copyright holder: Bonnarty Steven Silalahi, Jennifer Joevanca Arifin, Jayson Candra, Felicia Calvina, Joycelyn (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |