Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
10, Oktober 2022
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PENILAIAN
PASIEN TERHADAP KEPUASAN PASIEN SERTA DAMPAKNYA PADA PEMBELIAN KEMBALI RESEP DI IFRS XYZ
Nur Arih Inkiyiendari Tomayahu*, Wahono Sumaryono, Derriawan
Program Magister Ilmu
Kefarmasian, Universitas Pancasila, Indonesia
E-mail: [email protected]*
Abstrak
Perlu
ditumbuhkan dan dipertahankan serta ditingkatkan persepsi pasien yang baik
terhadap layanan sehingga pasien yang merasa puas akan cenderung loyal dan
dapat meningkatkan minat mereka dalam pembelian kembali produk atau jasa yang
sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepuasan
pasien umum rawat jalan terhadap pelayanan resep yang dilakukan oleh apotek di
instalasi farmasi serta dampaknya pada pembelian kembali resep obat di apotek
instalasi rumah sakit XYZ. Penelitian ini digolongkan kedalam penelitian survai
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini termasuk kedalam
penelitian deskriptif. Penelitian dilakukan di apotek instalasi farmasi rawat
jalan rumah sakit XYZ, Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan di jam
operasional apotek pada bulan November 2019-Februari 2020. Hasil penelitian ini
adalah: (1) Ada pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di
apotek IFRS XYZ dengan pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi obat
(PIO), serta konseling merupakan bagian dari aspek yang harus diperhatikan oleh
IFRS XYZ sehingga tepenuhinya kepuasan oleh pasien. (2) Tidak ada pengaruh
antara nilai pasien terhadap kepuasan pasien di apotek IFRS XYZ, dimana pasien
merasa apotek belum memberikan nilai yang terbaik. (3) Ada pengaruh antara
kepuasan pasien terhadap pembelian kembali resep obat di apotek IFRS XYZ dengan
koefisien parameter bernilai positif signifikan. (4) Ada pengaruh antara
kualitas pelayanan terhadap pembelian kembali resep di apotek IFRS XYZ yang
menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas pelayanan maka akan meningkatkan
pembelian kembali resep oleh pasien. (5) Tidak ada pengaruh antara nilai pasien
terhadap pembelian kembali resep di apotek IFRS XYZ dengan koefisien parameter
bernilai negatif dan tidak berpengaruh signifikan.
Kata Kunci: Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pasien, Pembelian Kembali
Resep.
Abstract
It is necessary to grow and maintain and improve good patient
perceptions of services so that patients who are satisfied will tend to be
loyal and can increase their interest in repurchasing the same product or
service. This study aims to determine the effect of outpatient general patient
satisfaction on prescription services carried out by pharmacies in pharmacy
installations and the impact on prescription drug repurchases at XYZ hospital
pharmacy installations. This research is classified into survey research using
a quantitative approach. This research is included in the descriptive research.
The study was conducted at the outpatient pharmacy at XYZ Hospital, West Java.
The time of the research was carried out at the pharmacy operating hours in
November 2019-February 2020. The results of this study are: (1) There is an
influence between service quality on patient satisfaction at the IFRS XYZ
pharmacy with assessment and prescription services, drug information services
(PIO), and counseling are part of the aspects that must be considered by IFRS
XYZ so that patient satisfaction is fulfilled. (2) There is no influence between
patient scores on patient satisfaction at the IFRS XYZ pharmacy, where patients
feel that the pharmacy has not provided the best value. (3) There is an
influence between patient satisfaction on repurchasing drug prescriptions at
IFRS XYZ pharmacies with a significant positive parameter coefficient. (4)
There is an influence between the quality of service on prescription
repurchases at IFRS XYZ pharmacies which indicates that the higher the quality
of service, the greater the repurchase of prescriptions by patients. (5) There
is no effect between patient scores on repurchasing prescriptions at IFRS XYZ
pharmacies with a negative parameter coefficient and no significant effect.
Keywords:
Pendahuluan
Kesehatan merupakan suatu hal yang penting
dan menjadi kebutuhan dalam kehidupan setiap manusia serta merupakan hak asasi
manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Pembangunan
di bidang kesehatan salah satunya adalah menjamin tersedianya pelayanan
kesehatan yang bermutu.
Rumah sakit merupakan organisasi penyedia
layanan dibidang kesehatan yang sudah semestinya menata diri dengan
mengorientasikan layanannya kepada pasien lewat pelayanan kesehatan guna
mengembangkan organisasi itu sendiri sehingga mampu menghadapi tantangan
persaingan menjamurnya rumah sakit. Rumah sakit harus dapat menjamin
tersedianya pelayanan yang bermutu agar memberikan kepuasan tersendiri bagi
pasiennya.
Persaingan yang semakin ketat akhir-akhir ini
menuntut sebuah lembaga penyedia jasa untuk selalu memanjakan pelanggan dengan
memberikan pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang
atau jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik
kepadanya. Terjadinya peningkatan jumlah rumah sakit memberi kebaikan dan juga
kemudahan bagi masyarakat Indonesia sehingga masyarakat mendapatkan fasilitas
kesehatan dengan cepat, murah, dan terjangkau. Dilain pihak memiliki arti
tantangan bagi rumah sakit karena berdampak pada ketatnya persaingan. Oleh
karena itu rumah sakit harus dapat melihat perubahan dan iklim persaingan jasa
kesehatan dilingkungannya sehingga dapat berkompetisi dengan unggul.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah bagian
dari fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan
kefarmasian untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Salah satu bagian dari
instalasi farmasi rumah sakit adalah apotek rumah sakit, yaitu tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pelayanan apotek
rumah sakit diperlukan oleh masyarakat untuk memberikan jaminan pengobatan
rasional (efektif, aman, tersedia, dan biaya terjangkau). Selain itu juga
diperlukan pelayanan yang berkualitas agar dapat memuaskan masyarakat sebagai
konsumen. Instalasi farmasi adalah bagian dari revenue center rumah sakit, maka
salah satu upaya yang dilakukan pihak rumah sakit dengan meningkatkan kualitas
pelayanan di bagian instalasi farmasi dan dituntut untuk memberikan pelayanan
yang cepat, tepat, dan teliti sehingga dapat memuaskan pelanggan.
Rumah Sakit Umum XYZ didirikan atas dasar
beberapa faktor antara lain: Perbandingan jumlah ratio antara jumlah penduduk
dan jumlah tempat tidur yang masih jauh dari ideal; Pelayanan kesehatan yang
belum terjangkau secara keseluruhan oleh masyarakat; Teknologi Rumah Sakit yang
masih di anggap tertinggal dari Kabupaten dan Kota lain di Jawa Barat. Rumah
Sakit ini juga didirikan untuk meningkatkan kualitas derajat kesehatan
masyarakat serta turut serta menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten.
Salah satu aspek yang perlu ditingkatkan
dalam pelayanan kesehatan dan kualitas adalah pelayanan dibidang farmasi. Data
yang diperoleh dalam 5 tahun terakhir kunjungan pasien rawat jalan dibandingkan
dengan jumlah pembelian farmasi dengan resep obat di Apotek IFRS XYZ, maka
diperoleh estimasi jumlah resep obat yang ditebus di Apotek Instalasi Farmasi
RS XYZ.
Hasil
pengamatan dan wawancara singkat yang dilakukan kepada pasien instalasi farmasi
menunjukkan bahwa pasien mengeluh tentang waktu tunggu penyerahan obat yang
masih lama dan masih ada resep yang di-copy,
yang berarti pasien masih harus ke apotek lain untuk menebus resep obat yang
kurang.
Mengingat pentingnya peran apotek bagi rumah
sakit, maka rumah sakit harus lebih menaruh perhatian terhadap peningkatan
kualitas pelayanan apotek di Instalasi Farmasi RS XYZ. Kualitas yang baik akan
melahirkan kepuasan tersendiri bagi pasien. Lima dimensi kualitas layanan yaitu
berwujud (tangible), keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), dan kepastian (emphaty). Rumah sakit yang
mengoptimalkan proses layanannya pada lima dimensi tersebut akan dikatakan
berkualitas baik. Fenomena rumah sakit merefleksikan penilaian pasien terhadap
rumah sakit, baik itu merupakan penilaian mereka sendiri terhadap rumah sakit
secara keseluruhan maupun didapat dari membandingkan dengan rumah sakit
lainnya. Dengan memperhatikan kelima dimensi tersebut dan reputasi rumah sakit,
pasien bisa lebih puas dan kepuasan pasien memberi keuntungan bagi rumah sakit.
Kepuasan merupakan perasaan senang atau
kecewa seseorang yang diperoleh dari kesan terhadap kinerja atau hasil suatu
produk dengan harapan-harapannya. Oleh karena itu, perlu ditumbuhkan dan
dipertahankan serta ditingkatkan persepsi pasien yang baik terhadap layanan
sehingga pasien yang merasa puas akan cenderung loyal dan dapat meningkatkan
minat mereka dalam pembelian kembali produk atau jasa yang sama.
Atas dasar latar belakang diatas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan
dan Penilaian Pasien terhadap Kepuasan Pasien serta dampaknya pada Pembelian
Kembali Resep di IFRS XYZ”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh tingkat kepuasan pasien umum rawat jalan terhadap pelayanan resep yang
dilakukan oleh apotek di instalasi farmasi serta dampaknya pada pembelian
kembali resep obat di apotek instalasi rumah sakit XYZ.
Penelitian ini memfokuskan instalasi farmasi
rumah sakit XYZ sebagai objek penelitian, sehingga hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan pihak manajemen instalasi farmasi rumah sakit,
terutama di apotek instalasi farmasi rumah sakit XYZ rangka meningkatkan
kualitas pelayanan jasa.
Metode Penelitian
Penelitian ini digolongkan kedalam penelitian
survai dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian survai mengkaji
populasi (universe) yang besar maupun
kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih. Ditinjau dari
tujuannya penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif. Penelitian
dilakukan di apotek instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit XYZ, Jawa Barat.
Waktu penelitian dilakukan di jam operasional apotek pada bulan November 2019 -
Februari 2020. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasien
rawat jalan yang pernah melakukan pembelian farmasi dengan resep di apotek instalasi
farmasi RS XYZ. Dari asumsi target populasi tersebut, dapat dihitung sampel
yang akan digunakan berdasarkan rumus slovin dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
n
n : adalah
ukuran sampel
N : adalah
populasi sampel
e : adalah
level presisi (diasumsikan confidance level 90%, P=10)
Maka jika dimasukkan kedalam rumus:
n =
570 / (1+570 (0.1)2)
= 85.07
= 85 responden
Dari perhitungan diatas, diperoleh jumlah
responden sebagai sampel penelitian sebanyak 85 responden.
Teknik sampling pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling. Purposive
sampling merupakan teknik pengambilan yang berdasarkan ciri-ciri yang
dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan
tujuan penelitian. Instrument pengumpulan data menggunakan data primer dan data
sekunder.
a.
Data primer
Data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner yang didesain untuk
memperoleh data yang dibutuhkan dari responden, yaitu pasien rawat jalan yang
pernah menebus resep di Apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit XYZ. Pertanyaan
yang disusun berdasarkan indikator yang sudah ditentukan. Bila perlu dilakukan
wawancara untuk mendapatkan data-data tambahan yang melengkapi data kuesioner.
b.
Data Sekunder
Diperoleh dari pengumpulan informasi yang relevan dengan penelitian yang
bersangkutan, antara lain dilakukan melalui pengumpulan informasi dari buku dan
jurnal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Dalam
penelitian dimana pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner
sebagai instrumen penelitian, maka diperlukan adanya skala pengukuran agar alat
ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data
kuantitatif.
Hasil dan Pembahasan
Data yang tersedia dianalisis menggunakan
metode Structural Equation Modeling
(SEM) dengan software Partial Square
(Smart-PLS) versi 3.0. Evaluasi
penggunaan metode ini dilakukan dengan menilai outer model dan inner model.
Outer model atau model pengukuran
dapat dilakukan melalui analisis faktor konfirmatori (CFA) yaitu dengan menguji
validitas dan reliabilitas item pembentuk konstruk laten. Kemudian dilanjutkan
dengan evaluasi model struktural atau inner model dan pengujian signifikasi untuk
pengaruh antar konstruk atau variabel.
Model outer akhir dari penelitian ini
menghasilkan beberapa variabel yang direfleksikan oleh indikatornya. Tahap-tahap
dalam analisis SEM PLS menurut Ghozali (2014) mengevaluasi model outer
reflektif menggunakan 4 kriteria yaitu menguji validitas dan reliabilitas
variabel dengan melihat convergent validity, discriminant validity dan composite
reliability & cronbach’s
alpha pada masing-masing variabel. Hasil pengujian
adalah sebagai berikut:
1.
Convergent Validity (Validitas Konvergen)
Untuk menguji convergent validity digunakan nilai outer loading atau loading
factor. Suatu indikator dinyatakan memenuhi convergent validity dalam kategori baik apabila nilai outer loading >0.7. Untuk penelitian yang
bersifat confirmatory dan nilai loading factor antara 0.6-0.7 masih dapat diterima untuk penelitian yang
bersifat explanatory. Selanjutnya
untuk p-value <0.05 dianggap signifikan dan nilai batasan untuk Average Variance Extracted (AVE) >0.50 serta composite reliability adalah >0.70.
Tabel 1
Output Loading Factor
KuP |
KP |
NP |
PK |
Ket |
|
KuP1 |
|
0.881 |
Valid |
||
KuP2 |
|
0.903 |
|
|
Valid |
KuP3 |
|
0.707 |
|
|
Valid |
KuP4 |
|
0.945 |
|
|
Valid |
KuP5 |
|
0.911 |
|
|
Valid |
KP1 |
0.917 |
|
|
|
Valid |
KP2 |
0.938 |
|
|
|
Valid |
KP3 |
0.936 |
|
|
|
Valid |
KP4 |
0.917 |
|
|
|
Valid |
KP5 |
0.903 |
|
|
|
Valid |
NP1 |
|
|
0.838 |
|
Valid |
NP2 |
|
|
0.740 |
|
Valid |
NP3 |
|
|
0.642 |
|
Valid |
PK1 |
|
|
|
0.923 |
Valid |
PK2 |
|
|
|
0.941 |
Valid |
PK3 |
|
|
|
0.923 |
Valid |
PK4 |
|
|
|
0.936 |
Valid |
Sumber: data primer diolah (2020)
Berdasarkan sajian data pada tabel diatas,
diketahui bahwa ada salah satu indikator variabel yang memiliki outer loading kurang dari 0.7. Ukuran
refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0.70 dengan
konstruk yang diukur, tetapi menurut Ghozali untuk penelitian tahap awal dari
pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.5 sampai 0.6 dianggap cukup
memadai. Dimana hasil yang didapatkan yaitu NP3 memiliki nilai 0,642 sehingga
masih dianggap cukup memadai. Dengan begitu semua indikator dinyatakan layak
atau valid untuk mengukur konstruknya.
Setelah data Combined
Loading and Cross-Loadings telah memenuhi kriteria, selanjutnya pengukuran
dari Convergent validity adalah dengan melihat nilai Average Variance
Extracted (AVE) yang digunakan
untuk evaluasi validitas konvergen dimana kriteria yang harus dipenuhi yaitu AVE >0.50.
Nilai AVE setiap konstruk dapat dilihat tabel di bawah ini:
Tabel 2
Output Latent Variable Coefficients
|
KuP |
NP |
KP |
PK |
R-Square |
|
|
0.774 |
0.873 |
Composite Reliability |
0.966 |
0.941 |
0.787 |
0.963 |
Cronbach’s Alpha |
0.956 |
0.922 |
0.663 |
0.949 |
Avg. Var. Extracted |
0.851 |
0.763 |
0.554 |
0.867 |
Sumber : Data primer
diolah (2020)
Untuk memudahkan membaca
hasil Output Latent Variable
Coefficients, berikut ini rincian nilai AVE untuk masing-masing
variabel laten:
Tabel 3
Nilai Average Variance Extracted (AVE)
Average Variances
Extracted (AVE) |
|||
Variabel Laten |
Nilai AVE |
Kriteria |
Keterangan |
KuP |
0.851 |
> 0.50 |
Memenuhi Convergent Validity |
NP |
0.763 |
> 0.50 |
Memenuhi Convergent Validity |
KeP |
0.554 |
> 0.50 |
Memenuhi Convergent Validity |
PK |
0.867 |
> 0.50 |
Memenuhi Convergent Validity |
Sumber : Data primer
diolah (2020)
Berdasarkan tabel 3
tersebut di atas dapat diketahui bahwa kelima konstruk telah memenuhi convergent
validity. KuP memiliki nilai 0.851
> 0.50, NP memiliki
nilai 0.763 > 0.50, KP memiliki nilai 0.554 > 0.50, dan PK memiliki nilai 0.867 > 0.50. Maka dari itu, semua variabel telah memenuhi kriteria convergent
validity.
2.
iscriminant Validity (Validitas Diskriminan)
Discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of Average Variance Extracted (√AVE)
setiap konstruk dengan nilai Average
Variance Extracted (AVE). Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada
nilai korelasi konstruk AVE dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik.
Pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reabilitas component score variabel laten. Direkomendasikan nilai
AVE harus lebih besar dari 0.5058
Tabel 4
Average Variant Extracted (AVE)
|
AVE |
√AVE |
KuP |
NP |
KP |
PK |
KuP |
0.851 |
0.922 |
(0.922) |
0.937 |
0.988 |
0.912 |
NP |
0.763 |
0.873 |
0.937 |
(0.873) |
0.951 |
0.882 |
KP |
0.554 |
0.744 |
0.988 |
0.951 |
(0.744) |
0.895 |
PK |
0.867 |
0.931 |
0.912 |
0.882 |
0.895 |
(0.931) |
Sumber: Data primer diolah (2020)
Tabel 4 menunjukan
kriteria validitas diskriminan telah terpenuhi ditunjukkan dengan akar kuadrat
AVE (√AVE) secara umum lebih besar daripada koefisien korelasi antar konstruk
pada masing-masing indikator dari setiap variabel dapat mengukur variabel
tersebut secara tepat daripada dengan variabel lain yaitu Kualitas Pelayanan dapat dengan tepat mengukur variabel Inovasi Kualitas Pelayanan dengan akar kuadrat Kualitas Pelayanan sebesar 0.922 lebih besar daripada akar kuadrat
AVE Kualitas Pelayanan ke Kepuasan Pasien sebesar 0.988. Namun
akar kuadrat AVE Kualitas
Pelayanan lebih kecil
dibandingkan dengan korelasi antar konstruk ke Pembelian Kembali sebesar 0.912 dan Nilai
Pasien sebesar 0.937.
3.
Composite Reliability (Validitas Diskriminan)
Composite Reliability merupakan bagian yang digunakan untuk
menguji nilai reliabilitas indikator-indikator variabel. Variabel dapat
dikatakan memenuhi composite reliability
apabila nilai composite reliability
dari masing-masing variabel nilainya >0,7. Berikut ini adalah nilai hasil
dari composite reliability dari
masing-masing variabel.
Tabel 5
Composite Reliability
|
Composite Reliability |
Kriteria |
Keterangan |
KP |
0.966 |
>0,7 |
Reliabel |
KuP |
0.941 |
>0,7 |
Reliabel |
NP |
0.787 |
>0,7 |
Reliabel |
PK |
0.963 |
>0,7 |
Reliabel |
Sumber: Data Primer diolah, 2020
Berdasarkan data pada tabel diatas, nilai
Composite Reliability dari variabel kualitas pelayanan adalah >0,7 yaitu
sebesar 0,941, kepuasan pasien adalah >0,7 yaitu sebesar 0,966, sedangkan nilai
pasien memiliki nilai >7 yaitu 0,787 dan Pembelian Kembali yaitu >0,7
atau sebesar 0,963. Dilihat dari nilai Composite
Reliability pada masing-masing variabel yang besarnya >0,7 menunjukkan
bahwa keempat variabel tersebut reliabel.
4.
Cronbach Alpha
Uji reliabilitas dengan composite reliability diatas dapat diperkuat dengan menggunakan
nilai cronbach’s alpha. Suatu variabel dapat dikatakan
reliabel apabila memiliki nilai Cronbach Alpha >0,7. Berikut ini adalah
nilai cronbach’s alpha dari
masing-masing variabel.
Tabel 6
Cronbach’s Alpha
|
Cronbach's Alpha |
Kriteria |
Ket |
KP |
0.956 |
>0,7 |
Reliabel |
KuP |
0.922 |
>0,7 |
Reliabel |
NP |
0.663 |
<0,7 |
Kurang
Reliabel |
PK |
0.949 |
>0,7 |
Reliabel |
Sumber: data primer diolah, 2020
Berdasarkan tabel di atas hasil dari Cronbach’s Alpha variabel Kualitas
Pelayanan >0.7 yaitu sebesar 0.922. Kepuasan Pasien >0,7 yaitu sebesar 0.956,
dan Pembelian Kembali >0,7 yaitu sebesar 0.949. Sedangkan nilai pasien
kurang dari 0.7 yaitu hanya sebesar 0.663. Dengan demikian hasil ini dapat
menunjukkan bahwa salah variabel penelitian, yaitu variabel nilai pasien tidak memenuhi
persyaratan nilai cronbach’s alpha,
sehingga disimpulkan bahwa kepuasan pasien, kualitas pelayanan, Pembelian
kembali memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi, sedangkan nilai pasien
memiliki tingkat reliabilitas yang rendah.
Pada penelitian ini akan dijelaskan evaluasi
model struktural (inner model) dengan
menggunakan uji kebaikan model (Goodness
of Fit) untuk memastikan bahwa model struktural yang dibangun robust dan akurat. Evaluasi inner model dapat dilihat dari beberapa
indikator yang meliputi 2 (dua) kriteria yaitu R-square (R²) dan
Q-square (Q²). Berikut ini hasil analisis menggunakan diagram model pada program Smart-PLS versi 3.0.
Gambar 1
Diagram
Lengkap SEM
R-square (R²) menunjukkan koefisien
determinasi sejauh mana suatu konstruk
mampu menjelaskan model.
Tabel 7
Nilai R Square (R²)
|
R Square |
R Square Adjusted |
KP |
0.774 |
0.768 |
PK |
0.873 |
0.868 |
Sumber : Data primer
diolah (2020)
Pada pengujian hipotesis digunakan nilai
koefisien jalur (Uji Path Coefficient)
yang digunakan untuk menunjukkan seberapa kuat efek atau pengaruh variabel eksogen
kepada variabel endogen yang kemudian dinilai
signifikansinya berdasarkan nilai t-statistics
setiap path. Pada program smart-PLS,
hasil uji hipotesis dapat dilihat melalui path
Coefficients teknik Bootstrapping
sebagai berikut:
Tabel 9
Nilai Inner Weight
|
Original Sample (O) |
Sample Mean (M) |
Standard Deviation (STDEV) |
T Statistics (|O/STDEV|) |
t- tabel (Tt) |
Hasil |
P Values |
Ket |
KuP -> KP |
0.824 |
0.828 |
0.036 |
22.822 |
1,989 |
Ts>Tt |
0.000 |
Positif
signifikan |
NP -> KP |
0.103 |
0.100 |
0.055 |
1.868 |
1,989 |
Ts>Tt |
0.062 |
Negative
tdk signifikan |
KP -> PK |
0.751 |
0.750 |
0.074 |
10.201 |
1,989 |
Ts>Tt |
0.000 |
Positif
signifikan |
KuP -> PK |
0.205 |
0.206 |
0.076 |
2.701 |
1,989 |
Ts>Tt |
0.000 |
Positif
signifikan |
NP -> PK |
-0.003 |
-0.003 |
0.042 |
0.066 |
1,989 |
Ts>Tt |
0.066 |
Negative
tdk signifikan |
Sumber: data primer diolah, 2020
Path Coefficient dikatakan signifikan apabila nilai >1.960.
Berdasarkan skema inner model yang
telah ditampilkan pada tabel gambar 4 diatas dapat dijelaskan bahwa path coefficient terbesar ditunjukkan
dari pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien sebesar 22.822.
Kemudian pengaruh terbesar kedua adalah
pengaruh kepuasan pasien terhadap Pembelian kembali sebesar 10,201, pengaruh
kualitas pelayanan terhadap Pembelian kembali sebesar 2.701, pengaruh nilai
pasien terhadap kepuasan pasien sebesar 1.868, dan pengaruh nilai pasien terhadap
Pembelian kembali sebesar 0.066.
Semakin besar nilai path coefficient pada
satu variabel eksogen terhadap variabel endogen, maka semakin kuat pula
pengaruh antar variabel eksogen terhadap variabel endogen tersebut. Sehingga
berdasarkan uraian hasil dapat disimpulkan bahwa variabel nilai pasien memiliki
nilai kurang dari 1.960, yang berarti bahwa pengaruh nilai pasien terhadap
kepuasan pasien dan nilai pasien terhadap Pembelian kembali adalah lemah.
Sedangkan variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien, variabel
kualitas pelayanan terhadap pembelian kembali, dan variabel kepuasan pasien
terhadap Pembelian kembali memiliki path coefficient dengan angka lebih dari
1.960 sehingga dapat dikatakan berpengaruh positif.
Untuk pengujian hipotesis menilai
signifikansi model prediksi dalam pengujian model struktur dilakukan dengan
melihat t Statistic dan P Values. Hipotesis ini dapat dinyatakan diterima
apabila P Values < 0,05. Pada penelitian ini ada pengaruh langsung dan tidak
langsung karena terdapat variabel endogen, variabel eksogen, dan variabel
mediasi.
Pengujian ini mengajukan sebanyak 5
hipotesis. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis bootstrapping.
Melalui hasil nilai t-statistik yang diperoleh, dapat diketahui pengaruh
tingkat signifikansi antara variabel eksogen ke variabel endogen. Apabila nilai
t-statistik >1.989 (t-tabel significansi 5%) maka pengaruhnya adalah
signifikan.
Selanjutnya melalui hasil dari nilai P Value
yang diperoleh apabila nilai P Value pada setiap variabel <0,05 maka H0 ditolak.
Pengaruh positif dapat dilihat melalui Original Sample. Penelitian ini mempunyai
beberapa hipotesis berupa H0 dan H1 dari masing-masing variabel dimana H0
merupakan asumsi hipotesis yang tidak memiliki pengaruh, sedangkan H1
merupakana asumsi hipotesis yang memiliki pengaruh. Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis yang ditunjukkan pada tabel 4.21, dapat dijelaskan bahwa:
H1: Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan
pasien di RS XYZ
Hasil pengujian sebagaimana disajikan pada
tabel 4.23 menunjukkan bahwa direct effect variabel Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan diperoleh nilai t-statistics
sebesar 22.822 dengan
P Values < 0,05 sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu variabel Nilai Pelanggan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan karena nilai t-statistics
>1.989.
H2: Nilai Pasien berpengaruh terhadap Kepuasan
Pasien di RS XYZ
Hasil pengujian sebagaimana disajikan pada
tabel 4.23 menunjukkan bahwa direct effect variabel Nilai Pelanggan terhadap Kepuasan Pelanggan diperoleh nilai t-statistics
sebesar 1.868 dengan P
Values >0,05 sebesar 0,062. Hal ini menunjukkan bahwa
H0 diterima dan H1 ditolak yaitu variabel Kualitas Pelayanan berpengaruh tidak
signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan karena nilai t-statistics
<1.989.
H3: kepuasan pasien berpengaruh terhadap Pembelian
kembali resep obat di RS XYZ
Hasil pengujian sebagaimana disajikan pada
tabel 4.23 menunjukkan bahwa direct effect Kepuasan Pasien terhadap Pembelian Kembali diperoleh nilai t-statistics
sebesar 10.201 dengan P Values < 0,05 sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu variabel
Nilai Pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan
karena nilai t-statistics >1.989.
H4: Kualitas
Pelayanan berpengaruh terhadap Pembelian kembali resep obat di RS XYZ
Hasil pengujian sebagaimana disajikan pada
tabel 4.23 menunjukkan bahwa direct effect Kualitas Pelayanan terhadap Pembelian Kembali diperoleh nilai t-statistics
sebesar 2.701 dengan P Values >0,05 sebesar 0,066. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yaitu variabel
Nilai Pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan
karena nilai t-statistics >1.989.
H5: Nilai Pasien berpengaruh terhadap Pembelian
kembali resep obat di RS XYZ
Hasil pengujian sebagaimana disajikan pada
tabel 4.23 menunjukkan bahwa direct effect variabel Nilai Pasien terhadap Pembelian Kembali diperoleh nilai t-statistics
sebesar 0.066 dengan P Values < 0,05 sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak yaitu Nilai
Pasien berpengaruh tidak signifikan terhadap Pembelian Kembali karena nilai t-statistics
<1.989.
Penelitian ini melihat
pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Pengaruh langsung adalah
pengaruh yang terjadi antara dua buah variabel laten ketika sebuah panah
menghubungkan keduanya. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang
terjadi antara dua variabel laten ketika tidak ada panah langsung antara kedua
variabel tersebut melainkan melalui satu atau lebih variabel laten lain sesuai
jalur yang ada. Pengujian langsung yaitu pengaruh kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pasien, pengaruh nilai pasien terhadap kepuasan pasien, dan pengaruh kepuasan pasien terhadap pembelian kembali. Pengaruh tidak
langsung melibatkan variabel intervening
yaitu pengaruh kualitas pelayanan terhadap pembelian kembali melalui kepuasan pasien, dan pengaruh nilai pasien terhadap
pembelian kembali melalui kepuasan pasien.
Pembahasan
1.
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan
pasien di RS XYZ
Kualitas
merupakan sebuah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan58. Kualitas pelayanan erat kaitannya dengan kepuasan pasien yang melibatkan
perasaan puas atau kecewa. Hasil analisis menunjukkan positif signifikansi hubungan antara kualitas
pelayanan terhadap kepuasan pasien yaitu sebesar 0,000 (<0,05). Hasil
penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Grestiyaning59
yang membuktikan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap
kepuasan pasien. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Rahadi Nova60 membuktikan
bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.
Dalam pelayanan kefarmasian, pengkajian dan
pelayanan resep, Pelayanan Informasi Obat (PIO),
serta konseling merupakan bagian dari aspek yang harus diperhatikan oleh instalasi
farmasi rumah sakit agar tepenuhinya kepuasan oleh pasien. Ada beberapa hal
yang masih perlu ditingkatkan seperti pengerjaan resep yang masih tergolong
lama. Hal ini diperjelas dalam data analisis deskriptif, dimana waktu tunggu
pengambilan obat mendapatkan nilai rata-rata 2,89, yang berarti pasien ragu-ragu
dalam pernyataan waktu tunggu pelayanan obat yang tidak lama. Kecepatan
pegawai apotek instalasi farmasi rumah sakit (apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian) dalam pelayanan menurut waktu tunggu pelayanan resep racikan yang
ideal adalah 25 menit (Suwaryo dkk, 2011) dan resep tanpa racikan sebesar 15
menit (Harijono dan Soepangkat, 2011).
Pasien ragu-ragu dalam
pernyataan waktu tunggu pelayanan obat yang tidak lama mungkin disebabkan
karena kurangnya pemahaman pasien tentang waktu tunggu pelayanan resep tanpa
racikan dan dengan racikan. Berdasarkan wawancara singkat peneliti dengan
beberapa pasien, pasien menganggap waktu pembelian obat racikan sama halnya
dengan obat non racikan, sehingga ketika menebus obat racikan mereka menganggap
hanya 15 menit saja dan jika melebihi waktu tersebut maka pasien akan merasa kurang
puas. Terutama apabila pasien yang resepnya tanpa racikan selesai lebih dulu
dari pasien yang resep dengan racikan sementara yang mengantri lebih dulu
adalah pasien dengan resep dengan recikan.
Dalam kasus ini maka sebaiknya
sebelum pegawai apotek IFRS memproses resep pasien, maka sebaiknya pegawai
memberitahukan terlebih dahulu prosedur berapa lama waktu tunggu yang
seharusnya diberikan sampai obat selesai diproses, dan juga ketika
pegawai akan memanggil pasien untuk diserahkan obatnya sebaiknya pegawai selain
menyebut nomor dan nama pasien, pegawai IFRS juga menambahkan atau menyebutkan
bahwa resep tersebut adalah resep racikan atau tanpa racikan, agar pasien lain
bisa mengerti bahwa resep racikan lebih cepat dalam pengerjaan ketimbang resep
tanpa racikan. Jam terbang membaca resep juga berpengaruh dan ikut
menentukan kecepatan pelayanan. Resep yang tidak terbaca menyebabkan pegawai
IFRS harus mengkonfirmasi kembali obat ke dokter agar tidak terjadi kesalahan.
Dan juga dengan melihat jumlah pasien yang menebus
resep di IFRS sebaiknya rumah sakit dapat menambah pegawai di apotek IFRS,
terutama apoteker. Menurut, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi menajerial
dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan
Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien. Sedangkan rata-rata
pasien rawat jalan penerima resep yaitu sekitar 250 orang. Jika disesuaikan
dengan PMK No. 58 tahun 2014 yaitu 1 apoteker untuk 50 orang, maka harusnya
apoteker yang menangani resep pasien rawat jalan di apotek instalasi farmasi
rumah sakit XYZ adalah 5 orang agar pasien tidak menunggu lama dalam pembelian
resep. Peraturan ini belum diterapkan oleh rumah sakit, karena berdasarkan data
yang diperoleh peneliti bahwa tenaga apoteker yang berada di rumah sakit XYZ
hanya 4 orang. Apoteker 4 orang tersebut membawahi semua bidang rumah sakit,
sehingga apoteker memiliki tanggung jawab rangkap yang menyebabkan kurang
efektifnya dalam melayani pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Eka
Arimbawa, yaitu kecepatan pelayanan berhubungan secara signifikan terhadap
kepuasan pasien.
2.
Pengaruh Nilai Pasien terhadap Kepuasan
pasien di RS XYZ
Nilai pasien merupakan suatu
ikatan emosional yang terjalin antara pasien dan produsen setelah pasien
menggunakan produk atau jasa yang diberikan oleh produsen dan mendapati bahwa
produk atau jasa tersebut memberikan nilai tambah atau menguntungkan untuk
pasien. Hasil analisis menunjukkan negatif tidak signifikan hubungan antara
nilai pasien terhadap kepuasan pasien yaitu sebesar 0,062 (>0,05) dengan
t-statistic lebih kecil daripada t tabel. Hasil penelitian ini tidak mendukung
penelitian sebelumnya oleh Grestiyaning dimana menunjukkan adanya pengaruh
antara nilai terhadap kepuasan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh persepsi atau sudut pandang pasien yang tidak hanya melibatkan nilai
emosional (emotional value), tapi
juga nilai sosial (social value) dan
nilai performa jasa (performance value).
Pasien
merasa apotek belum memberikan nilai yang terbaik. Masih ada obat yang tidak
diterima sesuai resep atau obat yang
kosong dan juga penjelasan pegawai apotek yang kurang memuaskan. Hasil analisis
diperoleh pasien masih merasa ragu-ragu dalam pernyataan “penjelasan obat
apotek instalasi farmasi lebih baik”, dimana diperoleh nilai rata-rata yaitu
sebesar 2,71.
3.
Pengaruh Kepuasan Pasien terhadap Pembelian Kembali
resep obat di RS XYZ
Kotler
dan Amstrong menyatakan nilai pasien suatu hasil yang dirasakan oleh pelanggan yang
mengalami kinerja sebuah perusahaan telah sesuai dengan yang harapannya,
tingkat perasaan setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dia rasakan
dibandingkan dengan harapan. Hasil analisis menunjukkan positif signifikansi
hubungan antara kepuasan pasien terhadap Pembelian kembali resep obat yaitu
sebesar 0,000 (<0,05).
Kepuasan yang dirasakan dari
suatu produk atau jasa erat hubungannya dengan kepercayaan yang akan diberikan
pasien kepada penyedia produk atau jasa. Dengan memahami apa yang menjadi
kepuasan mereka, maka dengan begitu pasien akan merasa senang sehingga akan
mendorong pasien untuk terus percaya terhadap rumah sakit dan instalasi farmasi
sehingga kemudian melakukan pembelian resep di instalasi farmasi rumah sakit.
Menurut tjipto, dkk (2001)
kepuasan konsumen ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sikap pendekatan
petugas medis terhadap konsumen, Prosedur yang tidak membingungkan konsumen, waktu
tunggu yang tidak terlalu lama yang dirasakan oleh konsumen, keramahan petugas
kesehatan terhadap konsumen, Proses penyembuhan yang dirasakan konsumen. Indikator yang paling berpengaruh dalam kepuasan pasien
adalah rasa nyaman dan pelayanan yang diberikan.
4.
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Pembelian
Kembali di RS XYZ?
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa koefisien
parameter bernilai positif signifikan dimana t-statistics lebih besar
dari t-tabel, koefisien parameter bernilai positif menunjukkan bahwa semakin
tinggi kualitas pelayanan, maka akan meningkatkan reputasi instalasi farmasi
rumah sakit sehingga pembelian kembali di IFRS semakin meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh
Caruana mendukung bahwa jika jasa layanan yang diterima melampaui harapan
pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.
Sebaliknya jika jasa layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka
kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya
secara konsisten.
Penelitian yang dilakukan
Saragih dkk (2010), menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara keramahan petugas terhadap loyalitas pasien. Menurut
Yunevy dan Haksamana (2013), kepuasan pasien diukur dari tingkat subyektif,
baik itu dari keadaan emosional atau kebutuhan yang diperlukan, dimana salah
satunya tingkat kepuasan pasien dapat diperlakukan kurang baik cenderung untuk
mengabaikan saran dan nasehat petugas. Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan Manurung (2010), mengatakan bahwa keramahan petugas memiliki
hubungan positif dengan minat kembali menebus resep obat.
5.
Pengaruh Nilai Pasien terhadap Pembelian
Kembali di RS XYZ?
Salah satu faktor penentu nilai pasien atau pelanggan (customer value) yaitu image value yang merupakan
nilai yang didapat dari persepsi pelanggan terhadap keseluruhan komponen yang
menghasilkan jasa atau reputasi di mata konsumen. Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa nilai t-statistics lebih kecil daripada t tabel yaitu sebesar 0.066 dengan P Values < 0,05 sehingga parameter
bernilai negatif dan tidak berpengaruh signifikan.
Pada variabel ini belum
ditemukan penelitian terdahulu yang bertujuan untuk membuktikan apakah kepuasan
pasien berpengaruh sebagai mediator
antara nilai pasien dan pembelian kembali
resep obat, tapi pada hasil penelitian ini, faktor emotional
value dimungkinkan menjadi penyebab bahwa nilai berpengaruh tidak
signifikan terhadap pembelian kembali karena berkaitan
dengan seberapa besar rumah sakit disukai, dikagumi dan dipercaya oleh pasien. Hal
ini berarti bahwa kualitas yang baik bukan hanya dilihat dari persepsi rumah
sakit, melainkan juga berdasarkan persepsi pasien.
Layanan kefarmasian juga
menjadi tuntutan profesionalisme dapat dilihat sebagai faktor untuk
mengevaluasi nilai pasien. Pelayanan kefarmasian di apotek instalasi farmasi
rumah sakit meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, dan Monitoring Efek
Samping Obat (MESO).
Standar pelayanan kefarmasian
adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah
suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI., 2016).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,
maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Ada pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien di
apotek IFRS XYZ dengan pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi obat
(PIO), serta konseling merupakan bagian dari aspek yang harus diperhatikan oleh
IFRS XYZ sehingga tepenuhinya kepuasan oleh pasien. (2) Tidak ada pengaruh
antara nilai pasien terhadap kepuasan pasien di apotek IFRS XYZ, dimana pasien merasa apotek belum memberikan
nilai yang terbaik. (3) Ada pengaruh antara kepuasan pasien terhadap pembelian kembali resep obat
di apotek IFRS XYZ dengan koefisien parameter bernilai positif signifikan. (4) Ada pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap pembelian kembali resep di
apotek IFRS XYZ yang menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas pelayanan maka
akan meningkatkan pembelian kembali resep oleh pasien. (5) Tidak ada pengaruh
antara nilai pasien terhadap pembelian kembali resep di apotek IFRS XYZ dengan
koefisien parameter bernilai negatif dan tidak berpengaruh signifikan.
BIBLIOGRAFI
Ahyari, Agus. (2002). Manajemen Produksi,
Pengendalian Produksi. Yogyakarta: BPEE.
Aditama, YT. (2014).
Rumah Sakit dan Konsumen. Jakarta: PPFKM UI.
Asih & Pratiwi.
(2010). Perilaku Prososial ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal
Psikologi, Volume I, No 1. Kudus: Universitas Muria Kudus.
Assauri, S. (2003).
Manajemen Pemasaran Jasa, Jilid 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Daulay, Nurjannah.
(2017). Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan
Pembelian. (Studi Kasus Pada Ayam Penyet Surabaya Jl. Dr. Mansyur Medan).
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Medan.
Felisitas. (2018).
Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Fasilitas Rumah Sakit terhadap Kepuasan Pasien
(Studi Kasus Pada Pasien Rumah Sakit Karitas Weetabula Sumba Barat Daya).
Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Skripsi.
Gaspersz, V. (2003).
Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gronroos, C. (1990).
Service Management and Marketing: A Moment of Truth. Singapore: Maxwell
Macmillan International.
Hafidzi, Anan Alreza.
(2013). Pengaruh Kelengkapan Produk dan Pelayanan Terhadap Keputusan Pembelian
(Studi Kasus Pada Swalayan Bravo Di Kota Bojonegoro). Universitas Negeri
Semarang. Skripsi.
Hasan, Ali. (2013).
Marketing dan Kasus-Kasus Pilihan. Jogjakarta: Cups Publishing.
Hendri, Ma’ruf. (2005).
Pemasaran Ritel. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Heskett, J. L., Sasser,
W. E., & Schlesinger, L. A. (1997). The Service Profit Chain: How Leading
Companies Link Profit and Growth to Loyalty, Satisfaction, and Value. New York:
The Free Press.
Information Environment.
(2000). 2nd ed. The McGraw-Hill Companies, New York.
I Made Dangsina Wibawa.
(2014). Analisis Pengaruh Promosi, Kelengkapan Produk, Kualitas Pelayanan,
Kenyamanan Berbelanja Terhadap Keputusan Pembelian Pada Waserba Tenera Asahan.
Jurnal EMBA, 1.
Kotler, P. (2002).
Manajemen Pemasaran (Edisi Millenium). Jilid 2. Jakarta: PT Prenhallindo.
Kotler, P. (2005).
Manajemen Pemasaran. Jilid I dan II. Jakarta: PT. Indeks.
Kotler, P., & Keller,
K. L. (2008). Manajemen Pemasaran (Edisi ke-13). Jakarta: Erlangga.
Lupiyoadi, Rambat.
(2001). Manajemen Pemasaran Jasa, Teori dan Praktek. Edisi Pertama. Jakarta:
Salemba Empat.
Manurung, Lidya. (2010).
Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan terhadap Pelayanan
Instalasi Farmasi dengan Minat Pasien Menebus Kembali Resep di Instalasi
Farmasi RSUD Budhi Asih Tahun 2010. Tesis.
Manajemen Kualitas Produk
& Jasa. (2010). Yogyakarta. Ekonesia.
Marcel, Davidson. (2003).
Service Quality in Concept and Theory. Published by American Press. USA.
Nasution, M. N. (2004).
Manajemen Jasa Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nova, Rahadi. (2010).
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Pada Rumah
Sakitpku Muhammadiyah Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Parasuraman, A.,
Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (2007). Reassessment of Expectations as a
Comparison Standard in Measuring Service Quality: Implications for Future
Research. Journal of Marketing.
Peter, J. P., &
Olson, J. C. (2003). Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jakarta:
Erlangga.
Prabowo, Wahyu. (2015).
Pengaruh Harga, Promosi, Lokasi, Kelengkapan Produk, dan Kualitas Pelayanan
terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Empiris Pada Konsumen Indomaret di Kabupaten
Karanganyar).
Raharjani, J. (2005).
Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Pasar Swalayan
Sebagai Tempat Berbelanja. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, 2(1),
Januari.
Republik Indonesia.
(2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta.
Samuelson, P., &
Nordhaus, W. D. (2000). Macroeconomics. Jakarta: Airlangga.
Sidharta, Tommy. (2008).
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Minat Beli Kembali Konsumen (Studi Kasus
Pada Konsumen Perusahaan Jasa Servis Daihatsu Astra International Di
Surakarta). Tesis. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Siregar, C. J. P. (2004).
Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siregar, C. J. P. (2004).
Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stemvelt, R. C. (2004).
(Diterjemahkan oleh Purwoko) Perception of Service Quality. Allyn and Bacon.
Massachusetts.
Stiregar, C. J. P.
(2004). Farmasi Rumah Sakit. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Supartiningsih, Solichah.
(2017). Kualitas Pelayanan an Kepuasan Pasien Rumah Sakit: Kasus Pada Pasien
Rawat Jalan. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 6(1), 9-15,
Januari.
Tjiptono. (2001).
Manajemen Pemasaran dan Analisa Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE.
Tjiptono, F. (2006).
Manajemen Jasa. Edisi Pertama. Yogyakarta : Andi.
Tjiptono, Fandy. (2008).
Strategi Pemasaran. Edisi 3. ANDI: Yogyakarta.
Tjiptono, Fandy. (2008).
Strategi Pemasaran. Edisi ke-3. Yogyakarta: ANDI.
Utami, Christina Widhya.
(2010). Manajemen Ritel. Jakarta: Salemba Empat.
Wongkar, L. (2000).
Analisis Waktu Tunggu Pelayanan Pengambilan Obat di Apotek Kimia Farma Kota
Pontianak tahun 2000. Universitas Indonesia. Depok.
Wijaya, Tony. (2012).
Manajemen Kualitas Jasa. Jakarta: PT. Indeks.
Widodo, Tri. (2016).
Pengaruh Kelengkapan Produk dan Kualitas Pelayanan terhadap Keputusan Pembelian.
Among Makarti Vol.9 No.17, Juli 2016.
Yamit, Zulian. (2010).
Manajemen Kualitas Produk & Jasa. Yogyakarta. Ekonesia.
Yong, C. Z., Yun, Y. W.,
Loh, L. (2003). The Quest for Global Quality. Jakarta: Pustaka Delapratasa.)
Copyright holder: Nur Arih Inkiyiendari Tomayahu, Wahono Sumaryono, Derriawan (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |