Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

ASPEK KEMANDIRIAN SISWA PADA PROYEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR PANCASILA DI SMA NEGERI 3 KLATEN

 

Anton Sri Budaya, Rahayu Retnaningsih, Siti Rochmiyati

Pascasarjana Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Indonesia

Email: [email protected]. [email protected], [email protected].

 

Abstrak

Aspek Kemandirian Siswa Pada Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila di SMA Negeri 3 Klaten. Anton Sri Budaya, Rahayu Retnaningsih, Siti Rochmiyati. Pada abad ke-21 tuntutan Pelajar Indonesia adalah memiliki, menguasai kompetensi agar terbentuk manusia indonesia yang keunggulan, produktif, memiliki pemahaman demokratis. Keahlian dan ketrampilan melalui 4 C : keterampilan (Collaboration) bekerja sama, (Comunication) berkomunikasi, (Critical thinking) kritis, dan (Creativity) kreatif. Rumusan masalah penelitian ini untuk mengetahui Aspek Kemandirian Siswa SMA Negeri 3 Klaten. Dimensi Kemandirian dibagi 2 Sub dimensi : (1) Kesadaran diri dan situasi yang dihadapi, (2) Regulasi diri. Pada sub dimensi (1) Kesadaran diri dan situasi yang dihadapi dibagi dua indikator : (a) Mengidentifikasi pemilihan penjurusan peminatan, studi lanjut sesuai minat bakat dan kemampuan. (b) Melakukan refleksikan masukan saran dan informasi, menganalisis karakteristik dan ketrampilan yang diperlukan dalam pilihan jurusan dan studi lanjut . Sementara itu untuk Sub dimensi (2) Regulasi diri dibagi tiga indikator : (a) Mengendalikan dan menyesuaikan emosi dengan tepat saat menghadapi situasi tertekan, (b) Mengevaluasi efektifitas strategi pembelajaran, menetapkan tujuan pembelajaran, prestasi dan pengembangan, (c) Menentukan prioritas pribadi, memiliki inisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, menggunakan metode angket dalam pengambilan data kemudian diolah menjadi deskripsi.

 

Kata kunci: Aspek Kemandirian, Proyek Penguatan, Profil Pelajar Pancasila

 

Abstract

Aspects of Student Independence in the Project to Strengthen Pancasila Student Profiles at SMA Negeri 3 Klaten. Anton Sri Budaya, Rahayu Retnaningsih, Siti Rochmiyati. In the 21st century, the demands of Indonesian students are to have, to master competence in order to form Indonesian people who are superior, productive, have a democratic understanding. Expertise and skills through the 4 C's: skills (Collaboration) work together, (Communication) communicate, (Critical thinking) critical, and (Creativity) creative. The formulation of the research problem is to find out the Aspects of Student Independence in SMA Negeri 3 Klaten. The independence dimension is divided into 2 sub dimensions: (1) self-awareness and situations encountered, (2) self-regulation. In the sub-dimensional (1) Self-awareness and the situation faced, two indicators are divided: (a) identifying the selection of specialization majors, further studies according to interests, talents and abilities. (b) Reflect on suggestions and information input, analyze the characteristics and skills needed in the choice of majors and further study. Meanwhile for Sub dimension (2) Self-regulation is divided into three indicators: (a) Controlling and adjusting emotions appropriately when facing stressful situations, (b) Evaluating the effectiveness of learning strategies, setting learning goals, achievement and development, (c) Determining personal priorities , has the initiative to seek and develop knowledge and skills. This research is a qualitative descriptive study, using a questionnaire method in collecting data and then processing it into a description.

 

Keywords: Aspects of Independence, Project for Strengthening, Pancasila Student Profiles

 

Pendahuluan

Berdasarkan program pemerintah dalam melakukan penyesuaian kurikulum yang bertujuan mewujudkan profil para pelajar di Indonesia, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan mencanangkan Program Profil Pelajar Pancasila, sesuai Visi dan Misi kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagaimana tertuang dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan No. 22 tahun 2020 tentang rencana strategis kementerian pendidikan dan kebudayaan tahun 2020 � 2024. Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai Pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai � nilai Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mewajibkan semua warga negara untuk memahami dan mengamalkan Pancasila sebagai pegangan hidup (Ismail et al., 2021).

Dalam proses pembelajaran tidak sebatas pada konteks pengetahuan belaka namun harus sampai pada bagaimana mengimplementasikan dalam kehidupan nyata. Pendidikan di Indonesia semestinya mengarah pada terwujudnya pelajar yang mampu berpikir kritis, komprehensip, dan bangga dengan jati dirinya sebagai anak Indonesia. Profil pelajar Pancasila dalam pendidikan di Indonesia dijabarkan dalam enam dimensi, Salah satunya adalah gotong royong (Anantyarta & Sari, 2017).

Profil pelajar Pancasila dirancang untuk menjawab satu pertanyaan besar, yakni peserta didik dengan profil (kompetensi) seperti apa yang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan Indonesia. Dalam hal penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks tersebut, profil pelajar Pancasila memiliki rumusan kompetensi yang melengkapi fokus di dalam pencapaian Standar Kompetensi Lulusan di setiap jenjang satuan pendidikan Kompetensi profil pelajar Pancasila memperhatikan faktor internal yang berkaitan dengan jati diri, ideologi, dan cita-cita bangsa Indonesia, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan konteks kehidupan dan tantangan bangsa Indonesia di Abad ke-21 yang sedang menghadapi masa revolusi industri 4.0 (Ismail et al., 2021).

Pelajar Indonesia diharapkan memiliki kompetensi untuk menjadi warga negara yang demokratis serta menjadi manusia unggul dan produktif di Abad ke-21. Oleh karenanya, Pelajar Indonesia diharapkan dapat berpartisipasi dalam pembangunan global yang berkelanjutan serta tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan. Selain itu, Pelajar Indonesia juga diharapkan memiliki kompetensi untuk menjadi warga negara yang demokratis serta menjadi manusia unggul dan produktif di Abad ke-21. Oleh karenanya, Pelajar Indonesia diharapkan dapat berpartisipasi dalam pembangunan global yang berkelanjutan serta tangguh dalam Dimensi-dimensi tersebut menunjukkan bahwa profil pelajar Pancasila tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif, tetapi juga sikap dan perilaku sesuai jati diri sebagai bangsa Indonesia sekaligus warga dunia menghadapi berbagai tantangan (Anton & Trisoni, 2022).

Profil pelajar Pancasila adalah karakter dan kemampuan yang dibangun dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri setiap individu peserta didik melalui budaya satuan pendidikan, pembelajaran intrakurikuler, projek penguatan profil pelajar Pancasila, dan ekstrakurikuler. Projek penguatan profil pelajar Pancasila Projek Lintas Disiplin Ilmu yang kontekstual dan berbasis pada kebutuhan masyarakat atau permasalahan di lingkungan satuan pendidikan. (Pada pendidikan kesetaraan berupa projek pemberdayaan dan keterampilan berbasis profil Pelajar Pancasila) (Satria et al., 2022).

Projek penguatan profil pelajar Pancasila diharapkan dapat menginspirasi peserta didik untuk berkontribusi bagi lingkungan sekitarnya. Bagi pekerja di dunia modern, keberhasilan menjalankan projek akan menjadi prestasi Dalam skema kurikulum, pelaksanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila terdapat di dalam rumusan Kepmendikbudristek No.56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran yang menyebutkan bahwa Struktur Kurikulum di jenjang PAUD serta Pendidikan Dasar dan Menengah terdiri atas kegiatan pembelajaran intrakurikuler dan projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sementara pada Pendidikan Kesetaraan terdiri atas mata pelajaran kelompok umum serta pemberdayaan dan keterampilan berbasis profil pelajar Pancasila. Penguatan projek profil pelajar Pancasila diharapkan dapat menjadi sarana yang optimal dalam mendorong peserta didik menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila (Satria et al., 2022).

Hal penting yang harus diakui oleh siswa adalah bahwa suatu hari setelah menyelesaikan sekolahnya, mereka akan bekerja sama, tidak hidup sendiri. Kesuksesan individu bukanlah kekuatan pendorong di balik penemuan atau usaha bisnis apa pun. Kolaborasi pasti akan mendapat manfaat besar dari kerja sama tim atau gotong royong. Sebagai pendidik, kita sering perlu berkolaborasi untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Setiap siswa harus terhubung sepanjang tahapan pembelajaran secara bersamaan, dan kita harus mengajari mereka bahwa meskipun kita tidak selalu berbagi ide, kita tetap perlu bekerja sama. Siswa akan belajar betapa pentingnya kerja sama untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi di masa depan. Seorang guru harus mampu menginspirasi siswa untuk berani mengambil resiko dan bekerja sama. Siswa akan membutuhkan banyak kolaborasi ide di masa depan. Kolaborasi akan dibutuhkan di masa depan untuk memecahkan masalah manusia. Siswa yang tidak dapat bekerja sama secara efektif berisiko menjadi sulit dipahami oleh orang lain dan tidak dapat diberdayakan. (Halim et al., 2021).

Lebih dari itu, pembentukan kolaborasi dapat digunakan untuk melakukan percepatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan secara bersama-sama. Bahkan, dalam proses pencapaian tujuan tersebut, tidak dianjurkan melakukan pengotakngotakan atas tugas-tugas yang diemban oleh masing-masing pihak. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Nawawi (1984) bahwa kolaborasi merupakan upaya sadar dalam mencapai tujuan bersama yang telah mereka tetapkan melalui pembagian tugas/pekerjaan. Pembagian kerja tersebut bukanlah sebagai bentuk pengotak-ngotakan kerja, tetapi masih harus dinilai sebagai satu kesatuan kerja yang semuanya terarah pada pencapaian tujuan bersama. Sementara itu pada sisi yang lain, pembentukan kolaborasi juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan atas pelaksanaan suatu pekerjaan yang besar, beban pendanaan yang besar, penyediaan aset kerja, ataupun untuk penanggulangan berbagai permasalahan yang berat dan rumit yang tidak mungkin dapat dikerjakan secara individual tanpa ada partisipasi dan campur tangan dari pihak lain. Kolaborasi itu merupakan suatu proses sharing atau kerja sama antarpihak, baik yang dilakukan antarpribadi/individu maupun antarorganisasi, yang terkait dengan sharing pandangan, ide-ide, ataupun sharing pendanaan dan sebagainya yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh anggota kolaborator atau pihak yang terlibat.

�Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap kemandirian pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Klaten dalam pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila pada sub elemen : Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi yang terdiri dari dua indikator meliputi : (1) Mengidentifikasi pemilihan penjurusan peminatan, studi lanjut sesuai minat bakat dan kemampuan serta tantangan dan potensi diri yang dimiliki di masa depan. (2) Melakukan refleksikan masukan saran dan arahan serta informasi, menganalisis karakteristik dan ketrampilan yang diperlukan atau yang menghambat dalam pilihan jurusan dan studi lanjut. pada sub elemen : Regulasi diri terdiri dari tiga indikator meliputi : (1) Mengendalikan dan menyesuaikan emosi dengan tepat saat menghadapi situasi yang menantang dan tertekan. (2) Mengevaluasi efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan, serta menetapkan tujuan pembelajaran, prestasi dan pengembangan di masa depan.(3) Menentukan prioritas pribadi, memiliki inisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai untuk mencapai tujuan di masa depan.

Sedangkan dari kelima indikator tersebut diuraikan menjadi masing masing 3 butir pernyataan dan terbentuk kedalam 15 butir pernyataan. Semua butir pernyataan telah dilakukan uji jadi expert oleh para ahli dibidangnya.

 

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, objektivitas terhadap hal-hal yang menjadi fokus penelitian sangat diutamakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengumpulkan data, mendeskripsikannya, menganalisisnya, dan kemudian membuat kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah penelitian yang diangkat (Miles, 2017).

Desain Penelitian

Berikut adalah langkah-langkah peneltian dan pengembangan yang dilakukan:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Prosedur Penyusunan Instrumen

 

Potensi yang ditemukan disana adalah adanya kendala dalam penilaian afektif (aspek kemandirian) di SMA Negeri 3 Klaten. Sedangkan masalahnya adalah, guru tidak mempunyai instumen penilaian yang layak dan berkualitas untuk digunakan sebagai pedoman penilaian ranah afektif.

Mengumpulkan Informasi

Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara faktual, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan informasi. Dalam langkah ini peneliti mengumpulkan data-data yang terkumpul, yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan. Dalam data tersebut didapatkan informasi sebagai berikut :

a.         Guru Cenderung mengesampingkan penilaian.

b.        Perlakuan guru dalam menilai ranah afektif setiap peserta didik hanya terbatas pada pengamatan perilaku keseharian di sekolah saja,

c.         Pengembangan instrumen penilaian afektif (aspek kemandirian) yang valid dan reliabel pada Sekolah Menengah Atas belum pernah dilakukan.

Desain Produk

a.         Perumusan dimensi dan aspek penilaian sikap mandiri sesuai dengan pengertian sikap disiplin menurut beberapa ahli, serta cakupan penilaian sikap dimensi kemandirian pada proyek penguatan profil pelajar pancasila di jenjang Sekolah Menengah Atas kurikulum merdeka.

b.        Penjabaran indikator penilaian sikap mandiri

c.         Perancangan kisi-kisi penilaian sikap mandiri berdasarkan indikator yang telah dijabarkan

d.        Penyusunan produk berupa lembar observasi penilaian sikap mandiri

Implementasi

Implementasi merupakan penerapan yang bertujuan untuk menerapkan instrumen yang telah dikembangkan agar pengajar dapat menggunakan instrumen untuk dapat melakukan penilaian afektik aspek kemandirian pada Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Klaten dengan mengunakan metode angket kepada siswa dengan jumlah: 80 Siswa. Setelah dilakukan pengujian pada pengembangan instrument berhasil maka selanjutnya instrumen akan diterapkan dalam kondisi yang nyata.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Penilaian afektif (aspek kemandirian)

Seluruh rangkaian pembelajaran mengarah pada ketercapaian tujuan sebagai arah untuk memperoleh hasil yang maksimal. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus menjadi pertimbangan penting dalam melakukan rancangan pembelajaran. Secara teoritik, tujuan pembelajaran meliputi tujuan kognitif, tujuan psikomotorik, dan tujuan afektif. Tiga tujuan pembelajaran ini paling utama menjadi pertimbangan penting guru dalam perencanaan dan pengelolaan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran dari segi afektif mengarah pada pembentukan empatik yang melibatkan perasaan atau emosi yang menjadi dasar bagi peserta didik tumbuh menjadi manusia yang menghargai atau menghormati orang lain di lingkungannya. Bloom (Winkel, 1987: 152) membagi ranah afektif menjadi beberapa tingakatan, yaitu; 1) penerimaan, berkaitan dengan kepekaan peserta didik menerima penjelasan guru; 2) partisipasi, berkaitan dengan kerelaan atau kesediaan untuk secara aktif turut serta dalam suatu kegiatan; 3) penilaian dan penentuan sikap, berkaitan dengan kemampuan menilai sesuatu dan menentukan sikap atas hasil penilaian terhadap sesuatu tersebut; 4) organisasi, berkaitan dengan kemampuan membentuk nilai pedoman hidup yang dapat menjadi pegangan dalam hidup; dan 5) pembentukan pola hidup, berkaitan dengan kemampuan penghayatan nilai kehidupan yang kemudian diserap menjadi milik pribadi untuk mengatur kehidupan sendiri.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran secara afektif membentuk daya empatik peserta didik sehingga mereka menjadi pribadi yang peka terhadap kehidupan di sekeliling mereka. Peserta didik yang memiliki afektif yang baik akan mampu mengorganisir berbagai nilai positif di masyarakat serta mampu membedakan nilai-nilai negatif di lingkungan sosialnya. Nilai positif yang mereka pahami akan diserap sebagai suatu sistem nilai pengambilan sikap dan pembentukan kehidupan mereka di tengah masyarakat.

B.  Pengembangan Instrumen Penilaian afektif Aspek kemandirian pada proyek penguatan profil pelajar pancasila.

Dalam membangun karakter atau menumbuhkan budi pekerti di sekolah, ada tiga pilar yang perlu dijadikan pijakkan. Ketiga pilar memadukan potensi dasar anak. Pilar yang dipakai untuk mewujudkan sekolah berkarakter meliputi tiga hal. Pertama, membangun watak, kepribadian, atau moral. Kedua, mengembangkan kecerdasan majemuk. Ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Agar ketiga pilar itu tetap pada landasan yang kokoh, maka ada kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan. Pembangunan watak, kepribadian, dan moral seperti sidiq yang artinya benar/jujur dan kepedulian dapat dijabarkan dengan memberi indikator untuk memudahkan pengontrolan. Pengembangan kecerdasan majemuk mengacu pada prinsip bahwa anak itu cerdas. Kecerdasan yang dimiliki setiap anak berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu pengembangan kecerdasan pada setiap individu. Kebermaknaan pembelajaran mengacu pada sebuah proses. Untuk mengembangkan kecerdasan majemuk serta menanamkan perilaku atau pembangunan watak, kepribadian, dan moral perlu kebermaknaan pembelajaran. Pembelajaran yang dapat memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian anak. Supaya tercapai semua harapan menjadi sekolah berkarakter, diperlukan kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan. Agar pembentukan karakter lebih mudah dipantau dan dinilai, maka perlu adanya indikator.

Langkah-langkah dalam pembentukan karakter atau budi pekerti adalah:

1.      Memasukkan konsep karakter pada setiap kegiatan pembelajaran dengan cara:

a.       Menanamkan nilai kebaikan pada anak (knowing the good). Menanamkan konsep diri pada anak setiap akan memasuki materi pelajaran. Baik itu dalam bentuk janji tentang karakter, maupun pemahaman makna pada karakter yang akan disampaikan.

b.      Menggunakan cara yang membuat anak memiliki alasan atau keinginan untuk berbuat baik (desiring the good). Memberikan beberapa contoh kepada anak mengenai karakter yang sedang dibangun. Misalnya melalui cerita dengan tokoh-tokoh yang mudah dipahami siswa.

c.       Mengembangkan sikap mencintai perbuatan baik (loving the good). Agar anak mengembangkan karakter yang baik, maka ada penghargaan bagi anak yang membiasakan melakukan kebaikan. Begitu pula anak yang melakukan pelanggaran, supaya diberi hukuman yang mendidik.

d.      Melakukan perbuatan baik (acting the good). Karakter yang sudah mulai dibangun melalui konsep diaplikasikan dalam proses pembelajaran selama di sekolah. Selain itu, juga memantau perkembangan anak dalam praktik pembangunan karakter di rumah. Dalam hal, ini guru sebagai model. Guru akan banyak dilihat siswa. Apa yang dilakukan oleh guru, dianggap benar oleh siswa. Untuk itulah guru harus memberikan contoh yang positif.

2.      Membuat slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkah laku masyarakat di sekolah.

3.      Pemantauan secara kontinyu. Pemantauan secara kontinyu merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan karakter atau budi pekerti. Dalam pemantauan ini ada data yang dimiliki guru. Anak yang sudah melakukan pembiasaan berbuat baik, masuk dalam penilaian afektif. Bagi anak yang belum bisa melakukan pembiasaan berbuat baik atau masih sering melakukan aktivitas di luar aturan, perlu langkah persuasif agar bisa melakukan; pembiasaan yang positif. Penanaman moral ini dilakukan dengan cara pendampingan guru. Selain sebagai model perilaku sehari-hari dalam bentuk perilaku yang bisa diteladani, guru juga melakukan pemantauan secara berkelanjutan terhadap perkembangan moral anak. Guru juga bisa membangun komunikasi yang efektif dengan orangtua tentang perilaku anak di rumah. Semua itu untuk menyiapkan anak-anak dalam rangka mengokohkan konsep moral pada diri mereka.

4.      Penilaian orang tua. Orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam membangun karakter anak. Waktu anak di rumah lebih banyak daripada di sekolah dan rumah merupakan tempat pertama anak berkomunikasi serta bersosialisasi dengan lingkungannya. Untuk itulah, orangtua diberikan kesempatan untuk menilai anak, khususnya dalam pembentukan moral/ budi pekerti.

Dengan penerapan empat hal di atas maka diharapkan bisa menumbuhkan budi pekerti melalui pembiasaan karakter di lingkungan sekolah sekaligus melibatkan peran orang tua sebagai pendidik utama dan pertama.

�Di sekolah, penguatan pendidikan karakter ini telah dilakukan dengan baik yaitu dengan menyelipkan nilai-nilai karakter ini pada setiap aktivitas pembelajaran (Dalyono & Lestariningsih, 2016). Namun hal ini tidak akan berjalan maksimal karena semestinya pendidikan karakter harus melibatkan semua aspek lingkungan secara garis besar yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat (Supranoto, 2015). Di masyarakat pola pendidikan karakter ini sebenarnya telah dilakukan melalui aturan norma serta kearifan lokal yang berlaku di masyarakat, sehingga setiap individu akan dibatasi dan dilurskan oleh aturan norma serta kearifan lokal tersebut sehingga menjadi terbiasa dalam sikap karakter yang sesuai dan diterima di masyarakat itu sendiri (Ruyadi, 2010). Sedangkan pendidikan karakter di lingkungan keluarga merupakan pendidikan karakter terbaik yang bisa dilakukan. Namun, selama ini usaha optimalisasi pendidikan karakter di lingkungan keluarga ini kurang maksimal atau belum dikonsep dengan baik (Syarbini, 2014). Karena kurangnya kesadaran orang tua dalam pendidikan karakter untuk ananknya, kesibukan orang tua, dan ketidaktahuan orang tua bagaimana cara membentuk karakter anak yang baik (Muslikhin, 2019).

�Inilah momentum yang baik bagi semua pihak, baik guru dan orang tua untuk memngembangkan pendidikan karakter anak. Saat ini 24 jam anak berada di rumah, sehingga sangat tepat guru dan orang tua berkolaborasi mendesain pola pendidikan karakter yang baik selama pembelajaran jarak jauh di rumah ini. Kualitas komunikasi orang tua dan anak yang semakin baik akan meningkatkan kepercayaan anak terhadap orang tuanya (Badudu, 2019). Di sinilah seharusnya orang tua mengambil peran sebagai pendidik karakter yang handal. Pendidikan karakter di lingkungan keluarga harus bisa dioptimalkan dalam kondisi ini. Jangan dibiarkan terlewat begitu saja. Inilah momentum yang baik untuk menebar benih karakter tersebut. Wadah atau tempat penyemaian sudah cukup baik tinggal bagaimana cara menyemainya. Tentu tidak semua orang tua paham akan hal itu. Disamping itu, sangat diperlukan bantuan guru di sekolah untuk tetap melakukan sinergitas dengan para orang tua selama pandemi ini.

�Asmani (2011) berpendapat bahwa tujuan pendidikan karakter mandiri adalah penanaman nilai-nilai kemandirian dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Senada dengan pendapat tersebut, Selain itu, Hasan (Zubaedi, 2011:18) menyatakan bahwa pendidikan karakter mandiri secara perinci memiliki lima tujuan. Pertama, mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang memiliki hak mengatur diri sendiri dengan tujuan menjaga ketertiban umum. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang bertanggungjawab, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

C.  Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif (Aspek kemandirian)

Spesifikasi produk yang akan dikembangkan adalah berupa lembar observasi sikap mandiri peserta didik pada Sekolah Dasar yang valid dan reliabel. Lembar observasi yang dirancang adalah menggunakan skala Likert dengan 4 (Empat) kriteria penilaian. Kriteria penilaian yang digunakan yaitu berupa skor dari angka 1 sampai angka 4. Skor bernilai 1 apabila peserta didik Tidak Pernah (TD) melakukan. Skor bernilai 2 apabila peserta didik kadang-kadang (KD) melakukan. Skor bernilai 3 apabila peserta didik Sering (SR) melakukan. Skor bernilai 4 apabila peserta didik Sering melakukan. Indikator yang dirancang yaitu berjumlah 3 (tiga) indikator. Kemudian pada masing-masing indikator dikembangkan menjadi 4 (empat) butir pernyataan, lalu semua pernyataan berjumlah 15 (lima belas) butir pernyataan.

Setelah menentukan tujuan pengukuran afektif kemandirian ditetapkan, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kis instrumen. Kisi-kisi ini pada dasarnya berisi tentang definisi konseptual yang ingin diukur, kemudian ditentukan definisi operasional dan selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah indikator. Indikator merupakan acuan untuk menulis instrumen

 

Tabel 1

Konsep Indikator Mandiri

 

 

Dimensi

 

Sub Dimensi

 

 

Sub sub Dimensi

Diakhir Fase E

Kelas X � XII (Usia 16-18 Tahun)

 

 

Indikator

 

 

 

 

 

 

 

MANDIRI

 

Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi

Mengenali kualitas dan minat diri serta tantangan yang dihadapi

Mengidentifikasi kekuatan dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi pada konteks pembelajaran, sosial dan pekerjaan yang akan dipilihnya di masa depan.

Mengidentifikasi pemilihan penjurusan peminatan, studi lanjut sesuai minat bakat dan kemampuan serta tantangan dan potensi diri yang dimiliki di masa depan.

Mengembangkan

refleksi diri

Melakukan refleksi terhadap umpan balik dari teman, guru, dan orang dewasa lainnya, serta informasi informasi karir yang akan dipilihnya untuk menganalisis karakteristik dan keterampilan yang dibutuhkan dalam menunjang atau menghambat karirnya di masa depan.

Melakukan refleksikan masukan saran dan arahan serta informasi, menganalisis karakteristik dan ketrampilan yang diperlukan atau yang menghambat dalam pilihan jurusan dan studi lanjut .

 

Regulasi diri

Regulasi emosi

Mengendalikan dan menyesuaikan emosi yang dirasakannya secara tepat ketika menghadapi situasi yang menantang dan menekan pada konteks

belajar, relasi, dan pekerjaan.

Mengendalikan dan menyesuaikan emosi dengan tepat saat menghadapi situasi yang menantang dan tertekan.

Penetapan tujuan belajar, prestasi, dan pengembangan diri serta rencana strategis untuk mencapainya

Mengevaluasi efektivitas strategi pembelajaran digunakannya, serta menetapkan tujuan belajar, prestasi,

dan pengembangan

diri secara spesifik dan merancang strategi yang sesuai untuk menghadapi tantangan-tantangan yang akan dihadapi pada konteks pembelajaran, sosial dan pekerjaan yang akan dipilihnya di masa depan.

Mengevaluasi efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan, serta menetapkan tujuan pembelajaran, prestasi dan pengembangan di masa depan.

 

Menunjukkan inisiatif dan bekerja secara mandiri

Menentukan prioritas

pribadi, berinisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik sesuai tujuan di masa depan.

Menentukan prioritas pribadi, memiliki inisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai untuk mencapai tujuan di masa depan

 

 

Tabel 2

Kisi-kisi Instrumen Kemandirian

DEFINISI

INDIKATOR

BUTIR SOAL

TP

KD

SR

SL

 

MANDIRI :

 

Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab
atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran
akan diri
dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri.

 

Mengidentifikasi pemilihan penjurusan peminatan, studi lanjut sesuai minat bakat dan kemampuan serta potensi diri yang dimiliki di masa depan

 

1. Saya memilih jurusan peminatan sesuai minat, bakat dan kemampuan serta potensi yang ada pada diri saya.

 

 

 

 

2. Saya memilih jurusan dan tempat studi lanjut, sesuai minat, bakat dan kemampuan serta potensi yang ada pada diri saya.

 

 

 

 

3. Saya mengetahui tantangan dan hambatan serta dampak terhadap pemilihan jurusan peminatan yang telah ditentukan.

 

 

 

 

 

Melakukan refleksikan masukan saran dan arahan serta informasi, menganalisis karakteristik dan ketrampilan yang diperlukan atau yang menghambat dalam pilihan jurusan dan studi lanjut.

4. Saya menerima masukan, saran serta arahan dari orang lain dalam hal pemilihan jurusan peminatan.

 

 

 

 

5. Saya mendapatkan informasi tentang studi lanjut dari orang lain.

 

 

 

 

6. Saya mendapatlkan pelayanan guru tentang pemilihan jurusan dan perguruan tinggi untuk studi lanjut.

 

 

 

 

 

Mengendalikan dan menyesuaikan emosi dengan tepat saat menghadapi situasi yang menantang dan tertekan.

7. Saya mampu meredam emosi bila dalam kondisi yang tertekan.

 

 

 

 

8. Saya menyesuaikan sikap apabila ada alternatif pilihan yang lebih baik.

 

 

 

 

9. Saya meminta maaf membenahi perkataan atau perbuatan yang membuat orang lain tersinggung.

 

 

 

 

 

Mengevaluasi efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan, serta menetapkan tujuan pembelajaran, prestasi dan pengembangan di masa depan.

 

10. Saya mengganti strategi pembelajaran yang kurang efektif dengan tujuan pembelajaran.

 

 

 

 

11. Saya menetapkan target prestasi pada setiap tujuan pembelajaran yang terlaksana.

 

 

 

 

12. Saya mengevaluasi capaian prestasi untuk dipertahankan maupun ditingkatkan pengembangan prestasi dimasa depan.

 

 

 

 

Menentukan prioritas pribadi, memiliki inisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai untuk mencapai tujuan di masa depan

13. Saya memilih mengikuti bimbingan belajar dari pada berjalan jalan dengan teman

 

 

 

 

14. Saya mengikuti kegiatan ekstrakuler saat pelajaran sekolah selesai.

 

 

 

 

15. Saya meminjam dan membaca buku perpustakaan untuk mengisi waktu luang

 

 

 

 

1. Tidak pernah (TP)

2. Kadang Kadang (KD)

3. Sering (SR)

4. Selalu (SL)

 

�Berdasarkan uraian di atas instrumen penilaian sikap mandiri yang dikembangkan oleh peneliti ini akan lebih sesuai untuk menilai sikap kemandirian siswa yang sebenarnya. Dimana penilaian dilakukan dengan alat evaluasi yang tepat dan cara yang tepat yaitu dengan skala Likert yang merupakan alat evaluasi untuk penilaian non tes. Pada desain instrumen, peneliti mengembangkan 5 butir indikator sikap kemandirian siswa yang terdiri dari 15 butir pernyataan sikap kemandirian siswa dengan responden siswa sebanyak 80. Diperoleh data sebagai berikut :

 

 

Untuk Dimensi Kemandirian dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang dibagi kedalam dua sub dimensi yaitu : (1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi, (2) Regulasi diri. Pada sub dimensi (1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dibagi menjadi dua indikator yaitu : (a) Mengidentifikasi pemilihan penjurusan peminatan, studi lanjut sesuai minat bakat dan kemampuan serta tantangan dan potensi diri yang dimiliki di masa depan. (b) Melakukan refleksikan masukan saran dan arahan serta informasi, menganalisis karakteristik dan ketrampilan yang diperlukan atau yang menghambat dalam pilihan jurusan dan studi lanjut . Sementara itu untuk Sub dimensi (2) Regulasi diri dibagi kedalam tiga indikator yaitu : (a) Mengendalikan dan menyesuaikan emosi dengan tepat saat menghadapi situasi yang menantang dan tertekan, (b) Mengevaluasi efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan, serta menetapkan tujuan pembelajaran, prestasi dan pengembangan di masa depan, (c) Menentukan prioritas pribadi, memiliki inisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai untuk mencapai tujuan di masa depan dari 80 Responden siswa.

 

Tabel 3

No

Skor siswa

Kategori

1

X > 51

Sangat Tinggi

2

42 < X ≤ 51

Tinggi

3

33 < X ≤ 42

Sedang

4

24 ≤ X ≤ 33

Rsndah


Tabel 4

Kesimpulan

Kategori

Sangat Tinggi

4 Siswa

Tinggi

30 Siswa

Sedang

26 Sswa

 

Bisa diambil sebuah kesimpulan dari data yang diperoleh bahwa Kemandirian siswa pada Proyek Penguatan Profil Pelajar pancasila dikategorikan tinggi ( rata rata : 45,45 ) adapun butir pernyataannya tertera pada tabel di atas.

 

 

Penjelasan tabel 3 sebagai berikut : untuk Dimensi Kemandirian pada sub dimensi (1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dibagi menjadi dua indikator yaitu : (a) Mengidentifikasi pemilihan penjurusan peminatan, studi lanjut sesuai minat bakat dan kemampuan serta tantangan dan potensi diri yang dimiliki di masa depan. (b) Melakukan refleksikan masukan saran dan arahan serta informasi, menganalisis karakteristik dan ketrampilan yang diperlukan atau yang menghambat dalam pilihan jurusan dan studi lanjut. Siswa yang memperoleh skor sangat tinggi sebanyak 4 siswa sementara yang meemperoleh skor tinggi sebanyak 39 siswa sisanya memperoleh skor sedang dari total responden.

 

Tabel 5

No

Skor siswa

Kategori

1

X > 20

Sangat Tinggi

2

17 < X ≤ 20

Tinggi

3

13 < X ≤ 17

Sedang

4

10 ≤ X ≤ 13

Rsndah

 

Tabel 6

Kesimpulan

Kategori

Sangat Tinggi

11 Siswa

Tinggi

39 Siswa

Sedang

30 Sswa

 

Bisa diambil sebuah kesimpulan dari data yang diperoleh bahwa Dimensi Kemandirian siswa pada Proyek Penguatan Profil Pelajar pancasila untuk sub dimensi untuk dimensi (1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dibagi menjadi dua indikator yaitu dikategorikan tinggi ( rata rata : 18,53 ) adapun butir pernyataannya tertera pada tabel di atas.

 

 

�Terjadi -pada tabel 3 sebagai berikut : untuk Dimensi Kemandirian pada Sub dimensi (2) Regulasi diri dibagi kedalam tiga indikator yaitu : (a) Mengendalikan dan menyesuaikan emosi dengan tepat saat menghadapi situasi yang menantang dan tertekan, (b) Mengevaluasi efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan, serta menetapkan tujuan pembelajaran, prestasi dan pengembangan di masa depan, (c) Menentukan prioritas pribadi, memiliki inisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai untuk mencapai tujuan di masa depan, untuk jumlah indikator ada tiga, ketiga indikator dikembangkan menjadi sembilan butir instrumen diperoleh hasil siswa yang memperoleh skor sedang ada 34 orang sementara skor sangat tinggi ada 8 orang.

 

Tabel 7

No

Skor siswa

Kategori

1

X > 31

Sangat Tinggi

2

26 < X ≤ 31

Tinggi

3

20 < X ≤ 26

Sedang

4

15 ≤ X ≤ 20

Rsndah

�

 

Tabel 8

 

Kesimpulan

Kategori

 

Sangat Tinggi

8 Siswa

 

Tinggi

38 Siswa

 

Sedang

34 Sswa

 

�

�Untuk rata rata capaian skor sub dimensi Regulasi diri adalah : 26, 96 tergolong tirggi. Pencapaian skor maksimal adalah 36.

 

Kesimpulan

Saat menjalani hidup yang penuh tantangan, pelajar Indonesia diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dengan kemandirian, siswa cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak serta tidak merasa bergantung pada orang lain.

Dimensi Kemandirian dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila yang dibagi kedalam dua sub dimensi yaitu : (1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi, (2) Regulasi diri. Pada sub dimensi (1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dibagi menjadi dua indikator yaitu: (a) Mengidentifikasi pemilihan penjurusan peminatan, studi lanjut sesuai minat bakat dan kemampuan serta tantangan dan potensi diri yang dimiliki di masa depan. (b) Melakukan refleksikan masukan saran dan arahan serta informasi, menganalisis karakteristik dan ketrampilan yang diperlukan atau yang menghambat dalam pilihan jurusan dan studi lanjut. Sementara itu untuk Sub dimensi (2) Regulasi diri dibagi kedalam tiga indikator yaitu : (a) Mengendalikan dan menyesuaikan emosi dengan tepat saat menghadapi situasi yang menantang dan tertekan, (b) Mengevaluasi efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan, serta menetapkan tujuan pembelajaran, prestasi dan pengembangan di masa depan, (c) Menentukan prioritas pribadi, memiliki inisiatif mencari dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai untuk mencapai tujuan di masa depan dari 80 Responden siswa Bisa diambil sebuah kesimpulan dari data yang diperoleh bahwa Kemandirian siswa pada Proyek Penguatan Profil Pelajar pancasila dikategorikan tinggi ( rata rata : 45,45 ).

Maka dapat disimpulkan untuk 15 butir soal instrumen aspek kemandirian yang diujikan melalui angket kepada 80 orang siswa kelas X SMA Negeri 3 Klaten yang sudah mengunakan Kurukulum Merdeka diperoleh hasil siswa memiliki kategori yang yang tinggi dalam aspek kemandirian pada Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila serta memiliki dampak baik dan memberikan hasil analisis deskripsi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan guru dalam melakukan penilaian aspek kemandirian dalam pelaksanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila pada masa yang akan datang.

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Allen, M. Y., & Yen, W. M. (1979). Introduction to measurement theory. Berkeley, California: Brooks/Cole Publishing Company.

 

Andersen, L. W. (1981). Assessing affective characteristics in the schools. Boston: Allyn and Bacon.

 

Andriansyah. (2015). Manajemen Transportasi dalam Kajian dan Teori. Jakarta Pusat: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama.

 

Ansori, A., & Samsudin, A. (2013). Transformasi Pembelajaran Di Pendidikan Non Formal (Upaya mempersiapkan pendidik dan peserta didik dalam menghadapi tantangan global untuk menjadi manusia pembelajar). Empowerment, 2(1), 1-15.

 

Asmani, M. J. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.

 

Berk, L. E. (2005). Infants, Children and Adolescence. New York: Pearson Education, Inc.

 

Daradjat, Z. (1976). Perawatan Jiwa Untuk Anak. Jakarta: Bulan Bintang.

 

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pustaka Setia.

 

Flesh, J. L. (1975). Measuring Agreement Between Two Judges on the Presence of Assessment.

 

Gable, R. K. (1986). Instrument development in the affective domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.

 

Harvey, J. H., & Smith, W. P. (1991). Social Psychology: An attribution Approach. London: The C.V Mosby Company.

 

Sudrajat, A. (2017). Peranan Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Dalam Penilaian Pembelajaran Sesuai Kurikulum 2013 di SMK Ma�arif 1 Wates Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Dan Hukum.

 

Mardapi, D. (2003). Pengukuran Penilaian & Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika.

 

Setiasih. (2014). Upaya Guru Dalam Meningkatkan Kemampuan Afektif Siswa Studi Kasus Guru Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas VII A SMP N 1.

 

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.137.

 

Copyright holder:

Anton Sri Budaya, Rahayu Retnaningsih, Siti Rochmiyati (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: