Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS PADA PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS 5 SEKOLAH DASAR BINAAN 2 GUGUS 6 KECAMATAN CIRACAS

 

Syifa Nur Aulia Nugrahita, Prima Mutia Sari

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Kemampuan literasi sains diperlukan pada abad 21. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan literasi sains pada siswa kelas 5 di Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas 5 sebanyak 117 siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas. Teknik pengambilan data menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen yang digunakan adalah instrumen soal literasi sains berbentuk essai dan pedoman wawancara dengan guru wali kelas. Teknik analisis data yang digunakan adalah dekriptif kuantitatif. Hasil deskripsi data dilakukan dengan memperhatikan nilai rata-rata (mean) dan nilai yang paling banyak timbul (modus).�Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah siswa dengan kategori kemampuan literasi sains tinggi sebesar 18%, siswa dengan kategori kemampuan literasi sedang sebesar 67%, dan siswa dengan kategori kemampuan literasi sains rendah sebesar 15%. Berdasarkan indikator literasi sains, indikator konten sains mendapatkan skor rata-rata 3,44 (34%), indikator proses mendapatkan skor rata-rata 2,16 (21%), indikator konteks aplikasi sains mendapatkan skor rata-rata 2,34 (23%), dan indikoator sikap sains mendapatkan skor rata-rata 2,30 (22%). Kesimpulan penelitian ini adalah rata-rata kemampuan literasi sains dalam kategori sedang dan indikator tertinggi terdapat pada indikator konten sains.

 

Kata Kunci: Analisis; Literasi Sains; IPA.

 

Abstract

Science literacy skills are needed in the 21st century. This study aims to determine the level of science literacy ability in grade 5 students in Assisted Elementary School 2 Cluster 6 Ciracas District. The sample of this study was 117 grade 5 students. The population in this study is grade 5 students of Primary School Target 2 Cluster 6 Ciracas District. The data retrieval technique uses cluster random sampling technique. The instruments used are science literacy question instruments in the form of essays and interview guidelines with homeroom teachers. The data analysis technique used is quantitative descriptive. The results of data description are carried out by paying attention to the average value (mean) and the most arising value (mode). The results of the research that have been conducted are students with high science literacy ability category by 18%, students with medium literacy ability category by 67%, and students with low science literacy ability category by 15%. Based on science literacy indicators, science content indicators get an average score of 3.44 (34%), process indicators get an average score of 2.16 (21%), science application context indicators get an average score of 2.34 (23%), and science attitude indichoators get an average score of 2.30 (22%). The conclusion of this study is the average science literacy ability in the medium category and the highest indicator is found in the science content indicator.

 

Keywords: Analysis; Science Literacy; IPA.

 

Pendahuluan

Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan sains dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang semakin berat, salah satunya adalah bahwa dunia pendidikan hendaknya dapat menghasilkan sumber daya manusia yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki seseorang dalam menghadapi perkembangan zaman pada abad 21. Salah satu kemampuan yang diperlukann untuk dapat menghadapi memasuki era abad 21 ini adalah kemampuan literasi sains.

Menurut Yulianti (2020), literasi sains merupakan suatu ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan ekonomi, termasuk di dalamnya kemampuan spesifik yang dimilikinya. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat.

Selanjutnnya, dalam kerangka kerja PISA (Programme for International Student Assessment) dari OECD (2019), mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan untuk terlibat masalah yang berhubungan dengan sains dan dengan gagasan sains sebagai warga negara yang reflektif. PISA menerangkan bahwa literasi sains peserta didik di Indonesia masih sangat rendah. Pada tahun 2012 Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara. Namun pada tahun 2015, Indonesia mengalami peningkatan menjadi peringkat ke-62 dari 69 negara. Pada tahun 2018 Indonesia berada pada peringkat ke-73 dari 79 negara. Hasil ini menunjukan bahwa pembelajaran IPA belum mendorong siswa untuk menguasai kemampuan literasi sains.

Pembelajaran IPA sebaiknya dilakukan secara sistematis, hal tersebut untuk menumbuhkan kemampuan siswa dalam berpikir, bekerja dan bersikap secara ilmiah. Menurut Usman (2011), pembelajaran IPA merupakan salah satu muatan materi yang perlu lebih ditingkatkan mutunya, karena kemampuan dalam muatan materi ini akan sangat dibutuhkan oleh siswa dalam kehidupn sehari-hari. Pembelajaran IPA di SD sangat bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pembelajaran IPA di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara ilmiah.

Berdasarkan observasi dan wawancara salah satu sekolah dasar di Binaan 2 Gugus 6 ditemukan bahwa guru-guru kurang memahami literasi sains, selain itu pembelajaran IPA yang dirancang oleh guru belum mendorong penguasaan literasi sains. Sebelum merancang pembelajaran IPA berbasis literasi sains dibutuhkan data yang valid terkait dengan kemampuan literasi sains siswa. Hasil PISA (2019) hanya mewakili beberapa sekolah saja yang dijadikan sampel penilaian, oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui kemampuan literasi sains dari beberapa sekolah di satu daerah tertentu.

Berdasarkan beberapa permasalahan yang ada, dapat diketahui bahwa analisis keterampilan literasi sains diperlukan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa yang dibutuhkan guru untuk menyiapkan perangkat pembelajaran yang sesuai untuk siswa. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk menganalisis tidak hanya dari satu sekolah dasar saja, namun peneliti akan melakukan penelitian dalam lingkup di sekolah dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas yang terdiri dari 8 sekolah dasar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan literasi sains pada siswa kelas 5 di Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan sebagai bekal diri ketika sudah terjun langsung ke dunia pendidikan serta dijadikan referensi untuk acuan ketika melaksanakan penelitian selanjutnya.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada siswa kelas 5 di Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas dengan jumlah 4 sekolah sebagai sampel penelitian. Adapun nama sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian antara lain; SDN Susukan 01 Pagi, SDN Susukan 02 Pagi, SDN Susukan 06 Pagi, dan SDN Susukan 09 Pagi.

Penelitian akan dilakukan pada semester II (Genap) pada tahun ajaran 2022/2023. Berikut adalah gambaran dari kegiatan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

 

Tabel 1

Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Tahun Ajaran 2022/2023

Kegiatan

Bulan

Des

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Ags

Pengajuan Judul Penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyusunan Proposal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Seminar Proposal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Permohonan Izin Penelitian pada Pihak Sekolah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Uji Instrumen Penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pelaksanaan Penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Laporan Penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Publikasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif (Notoatmodjo, 2012). Metode ini digunakan untuk mengetahui hasil analisis kemampuan literasi sains siswa kelas 5 sekolah dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas yang terdiri dari 4 sekolah antara lain; SDN Susukan 01 Pagi, SDN Susukan 02 Pagi, SDN Susukan 06 Pagi, dan SDN Susukan 09 Pagi Tahun Ajaran 2022/2023 (Margono, 2017).

 

Tabel 2

Populasi Penelitian

No

Nama Sekolah

Kelas

Jumlah Peserta didik

1

SDN Susukan 01 Pagi

VA

30

VB

30

2.

SDN Susukan 02 Pagi

VA

30

VB

30

3.

SDN Susukan 06 Pagi

VA

30

4.

SDN Susukan 07 Pagi

VA

30

VB

30

5.

SDN Susukan 09 Pagi

VA

32

VB

32

6.

SDN Rambutan 01 Pagi

VA

30

VB

30

7.

SDN Rambutan 03 Pagi

VA

30

VB

30

VC

30

8.

SDIT Al-Kahfi

VA

30

VB

30

Jumlah

484

 

Populasi dalam penelitian ini menghasilkan lebih dari 100 sampel yang akan tersebar ke dalam 16 kelas, dan menggunakan 25% dari jumlah populasi yang ada (Chandra, 2017). Teknik pengambilan sampel pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Ukuran sampel yang digunakan yaitu jumlah peserta didik 122 peserta didik yang terdiri dari 4 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas (Fenti Hikmawati, 2020.

 

Hasil dan Pembahasan

Data Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa

A.    Distribusi Frekuensi

Data hasil perhitungan ini adalah data hasil uji kemampuan literasi sains siswa sekolah dasar kelas 5 pada tema 9 �Benda-Benda di Sekitar Kita�. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh data penelitian mengenai hasil analisis keterampilan piterasi sains siswa kelas 5 dengan nilai tertinggi = 100 dan nilai terendah 9, nilai rata-rata = 61, nilai median (Me) = 59, nilai modus (Mo) = 53, dan simpangan baku (Sd) = 18.

Tabel 3

Distribusi Hasil Analisis Kemampuan Literasi Sains pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas

Kelas

Interval

Kelas interval

Nilai tengah

Batas nyata

Frekuensi

Absolut

Kumulatif

Relatif

1

9

20

9-20

14.3

8,5-20,5

3

3

3%

2

21

31

21-31

25.9

20,5-31,5

4

7

3%

3

32

43

32-43

37.6

31,5-43,5

11

18

9%

4

44

55

44-55

49.2

43,5-55,5

28

46

24%

5

56

66

56-66

60.8

55,5-66,5

24

70

21%

6

67

78

67-78

72.5

66,5-78,5

26

96

22%

7

79

89

79-89

84.1

78,5-89,5

18

114

15%

8

90

101

90-101

95.7

89,5-101,5

3

117

3%

117

100%

 

Tabel 4

Data Kemampuan Literasi Sains pada Pembelajaran IPA Kelas 5 Siswa Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas

Nilai tertinggi

100

Nilai terendah

9

Jangkauan

91

Banyak kelas

8

Panjang kelas

12

Mean

61

Median

59

Modus

53

Simpangan baku

18

Varians

326

 

Berdasarkan tabel 4 dapat menghasilkan grafik histogram dan poligon analisis kemampuan literasi sains siswa kelas 5 sebagai berikut:

 

Gambar 1. Grafik Analisis Kemampuan Literasi Sains pada Pembelajaran IPA Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas

 

Berdasarkan tabel dan grafik distribusi frekuensi analisis kemampuan literasi sains di atas, terlihat bahwa sebagian besar siswa memperoleh nilai 44-55 sebanyak 28 siswa atau jika dalam persentase sebanyak 24%, nilai tertinggi antara 90-100 sebanyak 3 siswa atau jika dalam persentase sebanyak 3%, dan nilai terendah antara 9-20 sebanyak 3 siswa atau jika dalam persentase sebanyak 3%.

B.     Kategori Literasi Sains

Berdasarkan perolehan nilai kemampuan literasi sains pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 sekolah dasar binaan 2 gugus 6 kecamatan ciracas tema 9, maka distribusi perolehan nilai kemampuan literasi sains siswa kelas 5 adalah sebagai berikut:

 

Tabel 5

Distribusi dan Persentase Analisis Kemampuan Literasi Sains Berdasarkan Kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah secara Keseluruhan

Kategori

Interval

Nilai

Jumlah

Persentase

Tinggi

X>79

80-100

21

18%

Sedang

43≤X≤79

43-79

78

67%

Rendah

X<43

0-42

18

15%

 

 

 

117

100%

 

Dari tabel distribusi 5 analisis kemampuan literasi sains dalam aspek konten, proses, aplikasi konteks, dan sikap berdasarkan tiga kategori tinggi, sedang, dan rendah juga dapat dilihat pada diagram berikut:

 

Gambar 2. Diagram Persentase Berdasarkan Kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah secara Keseluruhan

 

Selanjutnya, kemampuan literasi sains setiap kategori pada masing-masing siswa dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Diagram Kemampuan Literasi Sains Berdasarkan Kategori Tinggi, Sedang, dan Rendah

 

Dapat disimpulkan dari tabel 5 bahwa siswa dengan tingkat kemampuan literasi sains sedang lebih banyak sebesar 67% dibandingkan dengan siswa dengan tingkat kemampuan literasi sains tinggi sebesar 18% dan siswa dengan tingkar kemampuan literasi sains rendah sebesar 15%. Secara keseluruhan, kemampuan literasi sains pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 sekolah dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas adalah 67% berada pada kategori sedang dengan rentang nilai yang diperoleh oleh siswa adalah nilai antara 43-79.

C.    Indikator Literasi Sains

Indikator literasi sains yang diukur adalah indikator konten sains, indikator proses sains, indikator konteks aplikasi sains, dan indikator sikap sains. Data kemampuan literasi sains setiap indikator dapat dilihat pada gambar 4 sebagai berikut:

 

Gambar 4. Diagram Perbandingan Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas 5 secara Keseluruhan Berdasarkan Indikator Literasi Sains

 

Berdasarkan gambar 4 di atas menunjukkan diagram persentase dari tiap indikator literasi sains. Indikator konten sains mendapatkan angka tertinggi yang didapatkan oleh siswa ketikan menjawab soal berdasarkan indikator konten sebesar 34%. Untuk indikator konteks sains mendapatkan sebesar 23%, indikator sikap sains mendapatkan sebesar 22%, dan untuk indikator sikap sebesar 21%. Perbedaan dari angka persentase tiap indikator literasi sains tentunya disesuaikan dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda. Hal tersebut akan dibahas pada pembahasan hasil penelitian berdasarkan pengamatan oleh peneliti yang diperkuat dengan mewawancarai tiap wali kelas dari objek sekolah penelitian.

Selanjutnya, kemampuan literasi sains setiap indikator pada masing-masing sekolah dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini.

 

Gambar 5. Diagram Perbandingan Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas 5 Setiap Sekolah Berdasarkan Indikator Literasi Sains

 

Berdasarkan diagram perbandingan di atas, menunjukkan bahwa setiap sekolah memiliki nilai yang berbeda. SDN Susukan 02 Pagi mendapatkan nilai rata-rata tertinggi dari sekolah lainnya dengan setiap nilai rata-rata dari indikator antara lain; indikator konten sains mendapat skor rata-rata 3,68, indikator proses sains mendapat skor rata-rata 2,73, indikator konteks sains mendapat skor rata-rata 2,78, dan untuk indikator sikap sains mendapat skor rata-rata 2,55. Kemudian, untuk sekolah yang masih rendah dalam mendapatkan skor rata-rata dari indikator literasi sains yaitu SDN Susukan 01 yang mendapatkan skor untuk indikator konten sains mendapat skor rata-rata 3,10, indikator proses sains mendapatkan skor rata-rata 1,84, untuk indikator konteks sains mendapatkan skor rata-rata 1,90, dan untuk indikator sikap sains mendapatkan skor rata-rata 2,00.

 

Pembahasan Hasil Penelitian

A.    Kategori Literasi Sains

Analisis hasil penelitian yang telah didapatkan oleh peneliti berdasarkan teknik pengumpulan data berupa tes 8 butir soal esai pada peserta didik serta pengamatan secara langsung diperkuat dengan wawancara oleh wali kelas dari empat sekolah objek penelitian. Peneliti membagi menjadi 3 kategori tingkatan kemampuan literasi sains siswa kelas 5 sekolah dasar yang berada di Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas antara lain:

1.      Siswa dengan Kemampuan Literasi Sains Tinggi

Siswa dengan kemampuan literasi sains tinggi berjumlah 21 orang dari keseluruhan sekolah penelitian. Nilai yang didapatkan siswa saat uji tes yang memiliki kategori tinggi yaitu 80 � 100, jika dalam persentase menunjukkan sejumlah 18% siswa dalam kategori literasi sains tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh peneliti serta wawancara dengan wali kelas seluruh sekolah yang menjadi objek penelitian, siswa dalam kategori tinggi memiliki kemampuan dalam menganalisis soal dengan baik, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman konten materi yang disampaikan oleh guru selain itu, siswa dalam kategori tinggi telah terbiasa dalam kegiatan literasi tingkat tinggi, sehingga siswa dalam kategori tinggi mampu menjawab soal berdasarkan indikator-inikator literasi sains. Literasi sains berhubungan dengan penyelidikan ilmiah yang membutuhkan perancangan pembelajaran dan alat untuk evaluasi yang baik.

Pentingnya merancang sebuah pembelajaran yang baik serta sesuai dengan kebutuhan siswa akan meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Dalam literasi sains, kompetensi dalam merancang penyelidikan ilmiah mengalami nilai keefektifan paling tinggi, yang secara berurutan diikuti oleh menjelaskan fenomena secara ilmiah kemudian menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (Adib Rifqi, 2019).

2.      Siswa dengan Kemampuan Literasi Sains Sedang

Siswa dengan kemampuan literasi sains sedang berjumlah 78 orang dari keseluruhan sekolah penelitian. Nilai yang didapatkan siswa saat uji tes yang memiliki kategori sedang yaitu 43 � 79, jika dalam persentase menunjukkan sejumlah 67% siswa dalam kategori literasi sains sedang.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata kemampuan literasi sains siswa berada pada kategori sedang. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa dengan soal literasi sains. Seiring dengan pengamatan secara langsung yang dilakukan oleh peneliti serta diperkuat oleh wawancara oleh wali kelas secara keseluruhan bahwa siswa dengan kategori sedang memiliki sedikit kesulitan dalan memahami materi jika tidak diimbangi dengan praktik. Pembiasaan yang dilakukan oleh setiap wali kelas saat sebelum pembelajaran dimulai untuk literasi bacaan akan kurang maksimal jika tidak diimbangi proses sains dalam sebuah praktik. Dibuktikan ketika rata-rata siswa banyak ditemukan kesulitan saat menjawab soal dengan indikator proses sains.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nurohmah (2015), yang juga mengungkapkan bahwa pada kemampuan literasi sains siswa yang diukur rata-rata berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan indikator pencapaian kompetensi tidak sesuai dengan indikator literasi sains yang dirancang dalam pembelajaran. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains dalam kategori sedang atau rata-rata disebabkan oleh indikator hasil pembelajaran dengan indikator literasi sains yang kurang optimal dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian berupa evaluasi berbasis kemampuan literasi sains.

3.      Siswa dengan Kemampuan Literasi Sains Rendah

Siswa dengan kemampuan literasi sains tinggi berjumlah 21 orang dari keseluruhan sekolah penelitian. Nilai yang didapatkan siswa saat uji tes yang memiliki kategori rendah yaitu 0 � 42, jika dalam persentase menunjukkan sejumlah 15% siswa dalam kategori literasi sains rendah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti secara langsung berupa uji tes dan disertai dengan wawancara oleh wali kelas objek penelitian bahwa siswa yang masih memiliki kemampuan literasi sains kategori rendah dari segi kemampuan dalam menganalisis soal masih kurang dan kurang terbiasa dalam menemukan soal tangkat tinggi, selain itu, siswa dalam kategori rendah memiliki kesulitan dalam memahami indikator-indikator literasi sains. Sikap yang ditunjukkan oleh siswa yang memiliki kategori rendah juga kurang aktif dalam pembelajaran walaupun hanya ditemukan beberapa siswa saja, tetapi ini dapat menjadi salah satu faktor siswa tersebut mengalami kesulitan dalam kemampuan literasi sains.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam praktik dan guru tidak selalu memberi kesempatan untuk praktik masih bergantung dengan materi yang dipelajari. Selain itu, siswa masih mengalami kesulitan dalam menjawab soal literasi sains karena keuslitan dalam memahami kosa kata sains dalam kehidupan sehari-hari. Penyebab rendahnya literasi sains siswa Indonesia disebabkan beberapa hal antara lain yaitu: pembelajaran yang bersifat terpusat pada guru (teacher centered), rendahnya sikap positif siswa dalam mempelajari sains, terdapat beberapa kompetensi yang tidak disukai responden (siswa) terkait konten, proses dan konteks (Sumartati, 2010).

B.     Indikator Literasi Sains

1.      Konten Sains

Berdasarkan gambar 4 dan gambar 5 dapat dilihat bahwa pada keempat sekolah, indikator konten sains menjadi indikator dengan skor tertinggi. Secara keseluruhan siswa mendapatkan skor rata-rata dalam indikator konten sains sebesar 3,44 jika dalam angka persentase sebesar 34%. Konten sains,merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang diperlukan untuk memahami fenomena� alam� dan� perubahan� yang dilakukan�� terhadap�� alam�� melalui aktivitas��� manusia��� (Suciati,��� dkk., 2013).�� Hal�� ini�� dapat�� membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan dari berbagai bidang ilmu baik konsep-konsep fisika, kimia, biologi, ilmu bumi dan antariksa. Hal tersebut membuktikan bahwa siswa lebih memahami konten materi ketika guru menjelaskan materi yang disampaikan. Selain itu, teks bacaan yang dibaca oleh siswa sangat berpengaruh terhadap kemampuan literasi sains siswa.

Kualitas pembelajaran, assessmen, dan buku teks yang digunakan berpengaruh terhadap akan mempengaruhi kemampuan literasi sains siswa. Selanjutnya, dari hasil observasi atau wawancara diketahui bahwa siswa lebih cenderung memahami isi bacaan jika teks bacaan pada soal sesuai dengan materi konten yang sedang dipelajari. Pembiasaan yang dilakukan oleh setiap sekolah saat sebelum melaksanakan proses pembelajaran dengan melakukan pembiasaan membaca buku bacaan memiliki pengaruh kepada kemampuan literasi sains siswa (Fadilah, 2020).

Berdasarkan hasil observasi bahwa SD B mendapatkan skor tertinggi dikarenakan SD B terbiasa dalam memahami teks bacaan literasi sains, sedangkan sekolah yang mendapatkan skor terendah adalah SD A dikarenakan siswa kurang terbiasa dalam menjawab soal literasi sains, selain itu dibuktikan bahwa dalam menjawab soal tidak sesuai dengan indikator konten sains.

2.      Proses Sains

Berdasarkan gambar 4 dan gambar 5 dapat dilihat pada keempat sekolah, indikator proses sains menjadi indikator dengan skor terendah. Secara keseluruhan siswa mendapatkan skor rata-rata dalam indikator konteks aplikasi sains sebesar 2,16 jika dalam angka persentase sebesar 21%. Proses sains merujuk pada proses mental yang melibatkan suatu jawaban dari pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan. Pada indikator proses sains siswa mengalami kesulitan dalam menarik sebuah kesimpulan dalam memecahkan masalah selain itu, ketika dalam praktik tidak sepenuhnya guru memberikan praktik sehingga siswa tidak terbiasa dalam proses sains. Dari hasil data membuktikan bahwa proses sains lebih sulit dialami oleh peserta didik dibandingkan dengan ketiga indikator lainnya. Proses sains yang dilaksanakan oleh wali kelas berupa praktik saat pembelajaran dilaksanakan. Setelah siswa memahami konten sains, maka diperlukan sebuah proses praktik. Hal tersebut sangat berpengaruh pada kemampuan literasi sains.

Menurut Yulianti (2017), indikator proses sains berkenaan dengan bagaimana cara siswa mempu menyelesaikan sebuah permasalahan yang diberikan dan mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam dunia nyata. Pendapat tersebut sesuai dengan analisis pengamatan secara langsung dan wawancara dari setiap wali kelas bahwa tidak semua wali kelas mengadakan sebuah praktik dari setiap materi yang sedang dipelajari. Banyak siswa yang masih kesulitan dalam praktik dan menarik sebuah kesimpulan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari gambar 5 terlihat perbedaan bahwa SD B memiliki skor rata-rata dalam indikator proses sains tertinggi dibandingkan dengan ketiga sekolah lainnya. SD B sering mengadakan praktikum ketika pembelajaran IPA atau sering mengaitkan pada kehidupan sehari-hari dan sebelum dimulai praktik wali kelas mendemonstrasikan terlebih dahulu, sehingga memudahkan siswa dalam memahami proses sains walaupun dalam berbentuk soal pertanyaan sekaligus. Kemudian, untuk sekolah yang mendapatkan skor terendah yatitu ada pada sekolah SD A. Pada SD A tidak selalu mengadakan sebuah praktik dan guru menyesuaikan dengan materi yang bersangkutan, selain itu guru jarang memberikan stimulus di awal pembelajaran sehingga siswa kurang memahami dalam proses literasi sains.

3.      Konteks Aplikasi Sains

Berdasarkan gambar 4 dan gambar 5 secara keseluruhan siswa mendapatkan skor rata-rata dalam indikator konteks aplikasi sains sebesar 2,36 jika dalam angka persentase sebesar 23%. Konteks aplikasi sains lebih menekankan pada kehidupan sehari-hari, serta mengaplikasikan sains dalam pemecahan masalah nyata. Hasil observasi menunjukkan bahwa konteks aplikasi sains dari keempat sekolah masih kurang baik. Siswa masih kesulitan dalam menjawab soal yang berkaitan dalam pemecahan masalah sehari-hari dikarenakan siswa belum terbiasa dalam mengenal kosakata sains pada kehidupan nyata.

Rata-rata skor yang didapatkan dari uji tes membuktikan bahwa siswa kelas 5 dalam indikator konteks sains masih cenderung rendah. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan wawancara kepada wali, siswa masih kesulitan dalam pemahaman konten dan proses sains, sehingga berdampak pada indikator konteks aplikasi sains yang ikut rendah. Menurut Sujana (2014) berpendapat bahwa dalam literasi penekanannya hendaknya tidak hanya terletak pada aspek konten melainkan juga terhadap aspek konteks. Karena secara harfiah aspek konteks erat kaitannya dengan perubahan mengenai sebuah kemampuan terutama dalam berpikir logis dan rasional. Peneliti sependapat dengan ahli bahwa ketika pendidik mengharapkan siswa memiliki kemampuan literasi sains yang baik, maka juga harus diimbangi dengan konteks aplikasi sains yang baik.

Dari keempat sekolah menunjukkan bahwa SD B mendapatkan skor tertinggi, hal tersebut dikarenakan siswa terbiasa dalam mehami soal yang berkaitan dengan konteks aplikasi sains, selain itu guru melakukan sebuah pembiasaan di awal pembelajaran dengan memberikan stimulus dengan kejadian yang sedang berlangsung misalnya seperti keadaan cuaca, keadaan alam sekitar lalu mengaitkan konten serta praktik yang sebelumnya dilakukan sehingga siswa menjadi terbiasa dalam konteks aplikasi sains. Selanjutnya berdasarkan observasi bahwa SD A mendapatkan skor terendah. Bedasarkan hasil pengamatan dan wawancara wali kelas5 menyatakan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh siswa adalah kesulitan dalam memahami konten materi dikarenakan tidak disertai gambar atau contoh benda konkret saat pembelajaran IPA, dan guru kelas menyadari bahwa tidak disertai pembuktian atau praktikum sehingga siswa tidak terbiasa mengaitkan kondisi sehari-hari dengan konteks sains.

4.      Sikap Sains

Berdasarkan gambar 4 dan gambar 5 secara keseluruhan siswa mendapatkan skor rata-rata dalam indikator konteks aplikasi sains sebesar 2,30 jika dalam angka persentase sebesar 22%. Sikap sains lebih kepada sikap yang mendukung penyelidikan ilmiah, kepercayaan diri, minat terhadap sains dan rasa tanggung�� jawab�� terhadap�� sumber daya dan lingkungan. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa siswa masih kurang dalam sikap sains. Hal tersebut dikarenakan siswa belum terbiasa untuk mengetahui bagaimana sikap sains dan seperti apa yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Yuliati (2017) cara paling baik untuk meningkatkan literasi sains adalah dengan cara menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan pendapat ahli, bahwa hasil penelitian ditemukan beberapa siswa yang masih kesulitan dalam menerapkan sikap literasi sains dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pengamatan secara langsung dan wawancara dari wali kelas ketika melaksanakan penelitian, guru memiliki keterampilan yang baik dalam memberikan contoh sikap serta sarana sekolah juga sangat memadai dalam proses pembelajaran. Jika tidak didukung oleh ketiga indikator lainnya seperti indikator konteks, proses, dan konteks yang baik, maka indikator sikap juga akan berpengaruh.

Berdasarkan data observasi SD B mendapatkan skor tertinggi dalam sikap sains, hal tersebut terjadi dikarenakan siswa mendapatkan skor tinggi dalam indikator konten, proses, serta konteks aplikasi sains. Sedangkan untuk SD A mendapatkan skor terendah dalam sikap sains. Hal tersebut terjadi dikarenakan siswa masih mendapatkan skor yang rendah juga dalam indikator konten, proses, serta konteks aplikasi sains.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis kemampuan literasi sains pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan: (1) Kemampuan literasi sains pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 mendapatkan nilai rata-rata (Mean) = 61, Median (Me) = 59, nilai modus (Mo) = 53, dan nilai Sudut Deviasi atau Simpangan Baku = 18. (2) Hasil perhitungan deskripsi data menunjukkan bahwa siswa kelas 5 yang mendapatkan nilai 80-100 sebanyak 21 siswa, rentang nilai 43-79 sebanyak 78 siswa, dan rentang nilai 0-42 sebanyak 18 siswa. (3) Hasil analisis kemampuan literasi sains pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas menunjukkan bahwa terdapat 3 kategori tingkatan kemampuan literasi sains siswa antara lain: Siswa dengan kategori kemampuan literasi sains tinggi sebesar 18%, siswa dengan kategori kemampuan literasi sedang sebesar 67%, dan siswa dengan kategori kemampuan literasi sains rendah sebesar 15%. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar siswa kelas 5 Sekolah Dasar Binaan 2 Gugus 6 Kecamatan Ciracas memiliki kemampuan literasi pada pembelajaran IPA dengan kategori sedang. (4) Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti mendapatkan hasil bahwa berdasarkan indikator literasi sains, siswa yang memiliki kemampuan literasi sains berdasarkan indikator konten sains dengan skor rata-rata 3,44 (34%), siswa dengan kemampuan literasi sains berdasarkan indikator proses dengan skor rata-rata 2,16 (21%), siswa dengan kemampuan literasi sains berdasarkan indikator konteks aplikasi sains dengan skor rata-rata 2,34 (23%), dan siswa dengan kemampuan literasi sains berdasarkan indikoator sikap sains dengan skor rata-rata 2,30 (22%).

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

�Al-Jauhari, A. (2021). Kata Pengantar. Dialog, 44(1), i�Vi. https://doi.org/10.47655/dialog.v44i1.470

 

Andersen, L. W. (1981). Assessing affective characteristics in the schools. Boston: Allyn and Bacon.

 

Anggrawan, A. (2019). Analisis Deskriptif Hasil Belajar Pembelajaran Tatap Muka dan Pembelajaran Online Menurut Gaya Belajar Mahasiswa. MATRIK: Jurnal Manajemen, Teknik Informatika Dan Rekayasa Komputer, 18(2), 339�346. https://doi.org/10.30812/matrik.v18i2.411

 

Anjarsari, P. (2014). Literasi Sains Dalam Kurikulum Dan Pembelajaran Ipa Smp. Prosiding Semnas Pensa VI �Peran Literasi Sains�.

 

Ansori, A& Samsudin, A. (2013). Transformasi Pembelajaran Di Pendidkan Non Formal(Upaya mempersiapkan pendidik dan peserta didik dalam menghadapitantangan global untuk menjadi manusia pembelajar). Empowerment, 2(1), 1-15.

 

Arif, M. (2015). Penerapan Aplikasi Anates Bentuk Soal Pilihan Ganda. Edutic - Scientific Journal of Informatics Education, 1(1), 1�9. https://doi.org/10.21107/edutic.v1i1.398

 

Asyhari, A. (2015). Profil Peningkatan Kemampuan Literasi Sains Siswa Melalui Pembelajaran Saintifik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 4(2), 179�191. https://doi.org/10.24042/jpifalbiruni.v4i2.91

 

Berk, L. E. (2005). Infants, Children and Adolescence. New York: Pearson Education, Inc.

 

Daradjat, Z. (1976). Perawatan Jiwa Untuk Anak. Jakarta: Bulan Bintang.

 

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

 

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Djemari Mardapi. (2003). Pengukuran Penilaian & Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika

 

Dwisetiarezi, D., & Fitria, Y. (2021). Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Pembelajaran IPA Terintegrasi di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(4), 1958�1967.

 

Fadilah, S. I. T. W. D. A. C. A. P. (2020). Sma Pada Pembelajaran Biologi. Jurnal Program Studi Pendidikan Biologi, 10(1), 27�34.

 

Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan: Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pustaka Setia.

 

Flesh, J. L. (1975). Measuring Agreement Between Two Judges on the Presence of Assessment.

 

Fuadi, H., Robbia, A. Z., Jamaluddin, J., & Jufri, A. W. (2020). Analisis Faktor Penyebab Rendahnya Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 5(2), 108�116. https://doi.org/10.29303/jipp.v5i2.122

 

Gable, R. K. (1986). Instrument development in the affective domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.

 

Harvey, J.H & Smith, W.P., (1991), Social Psychology An attribution Approach, The C.V Mosby Company, London.

 

Hayat, B., & Suryadi, B. (n.d.). Prosiding Konferensi Ilmiah Tahunan Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia ( Hepi ) Tahun 2014.

 

Kemampuan, A., Sains, L., Hasil, T., Wajo, T. K., Askah, A., Kaleleng, A., Guru, P., Dasar, S., Keguruan, F., Ilmu, D. A. N., & Makassar, U. M. (2022). Analisis kemampuan literasi sains terhadap hasil belajar ipa siswa kelas v sdn 23 assorajang kecamatan tanasitolo kabupaten wajo

 

Mathematics, A. (2016). 済無No Title No Title No Title. 1�23.

 

Nadhifatuzzahro, D., Setiawan, B. S., & Sudibyo, E. (2015). Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas VII-B SMP Negeri 1 Sumobito Melalui Pembuatan Jamu Tradisional. Seminar Nasional Fisika Dan Pembelajarannya, 6(5), 21�27. http://fmipa.um.ac.id/wp-content/uploads/Prosiding2015/Media/Fisika2015_01-Media-Dalin-Navidai.pdf

 

Naila, I., & Khasna, F. T. (2021). Pengaruh Pembelajaran Daring Terhadap Kemampuan Literasi Sains Calon Guru Sekolah Dasar: Sebuah Studi Pendahuluan. Jurnal Review Pendidikan Dasar: Jurnal Kajian Pendidikan Dan Hasil Penelitian, 7(1), 42�47. https://doi.org/10.26740/jrpd.v7n1.p42-47

 

Narut, Y. F., & Supradi, K. (2019). Literasi Sains Peserta Didik Dalam Pembelajaran IPA di Indonesia. Jurnal Inovasi Pendidikan Dasar, 3(1), 61�69.

 

Novitasari, N. (2018). Profil Kemampuan Literasi Sains Mahasiswa Calon Guru Biologi. Biosfer: Jurnal Tadris Biologi, 9(1), 36. https://doi.org/10.24042/biosf.v9i1.2877

 

Nugroho, S. A. (2017). Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP Bertema Interaksi di Kabupaten Purbalingga. Skripsi, FMIPA, Semarang: Universitas Negeri Semarang.

 

Puspasari, H., & Puspita, W. (2022). Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa terhadap Pemilihan Suplemen Kesehatan dalam Menghadapi Covid-19. Jurnal Kesehatan, 13(1), 65. https://doi.org/10.26630/jk.v13i1.2814

 

Pratiwi, S. N., Cari, C., & Aminah, N. S. (2019). Pembelajaran IPA Abad 21 dengan Literasi Sains Siswa. Jurnal Materi Dan Pembelajaran Fisika, 9, 34�42.

 

Raharja, N. M. G., Kristiantari, M. R., & Manuaba, I. S. (2019). Model Pembelajaran Think Pair Share Berpengaruh Terhadap Kompetensi Pengetahuan IPA Siswa Kelas V SD. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaan IPA Indonesia, 9(3), 95�103.

 

Setiawan, A. R. (2019). Pembelajaran Tematik Berorientasi Literasi Saintifik. Jurnal Basicedu, 4(1), 51�69. https://doi.org/10.31004/basicedu.v4i1.298

 

Sutrisna, N. (2021). Analisis Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik SMA di Kota Sungai Penuh. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(12), 2683.

 

Sunarwan, D. (2018). Analisis Kegiatan Literasi Sains pada Pembelajaran Multikeaksaraan. Jurnal Eduscience, VI, 30�41.

 

Utami, R. T., & Desstya, A. (2021). Analisis Cakupan Literasi Sains dalam Buku Siswa Kelas V Tema 4 Karya Ari Subekti di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 5(6), 5001�5013. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i6.1556

 

Utami*, S. H. A., Marwoto, P., & Sumarni, W. (2022). Analisis Kemampuan Literasi Sains pada Siswa Sekolah Dasar Ditinjau dari Aspek Konten, Proses, dan Konteks Sains. Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, 10(2), 380�390. https://doi.org/10.24815/jpsi.v10i2.23802

 

Wahyuni, I. T., Sari, P. M., & Kowiyah. (2021). Identifikasi keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA di SDN Gugus 1 Kecamatan Duren Sawit. JPD: Jurnal Pendidikan Dasar, 12�22. http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpd/article/view/17461

 

Wahyuningsih, S. (2021). Literasi Sains Di Sekolah Dasar Jakarta 2021. Literasi Numerasi Di Sekolah Dasar.

 

Widiantono, N. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas 5 Sd. Scholaria: Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 7(3), 199. https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2017.v7.i3.p199-213

 

Wajo, T. K., Askah, A., Kaleleng, A., Guru, P., Dasar, S., Keguruan, F., Ilmu, D. A. N., & Makassar, U. M. (2022). Analisis kemampuan literasi sains terhadap hasil belajar ipa siswa kelas v sdn 23 assorajang kecamatan tanasitolo kabupaten wajo.

 

Wahyuningsih, S. (2021). Literasi Sains Di Sekolah Dasar Jakarta 2021. Literasi Numerasi Di Sekolah Dasar.

 

Copyright holder:

Syifa Nur Aulia Nugrahita, Prima Mutia Sari (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: