Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober
2022
HUBUNGAN EMPATI
DIRI DENGAN ALTRUISME MAHASISWA FKIP UHAMKA PANDEMI ANGKATAN 2018/2019
Rakha Suri
Utomo, Nurmawati
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka,
Indonesia
Email : [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan
antara empati dengan perilaku altruisme pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka. Data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner yang diisi oleh
250 responden mahasiswa dari berbagai angkatan. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat empati dengan
tingkat perilaku altruisme pada mahasiswa. Semakin tinggi tingkat empati yang
dimiliki mahasiswa, semakin tinggi pula tingkat perilaku altruisme yang
ditunjukkan oleh mereka. Sebaliknya, mahasiswa dengan tingkat empati yang
rendah cenderung menunjukkan perilaku altruisme yang lebih rendah pula. Hasil
penelitian ini mengindikasikan bahwa empati memainkan peran penting dalam
mendorong perilaku altruisme pada mahasiswa. Mahasiswa dengan tingkat empati
yang tinggi cenderung lebih peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain,
yang mendorong mereka untuk menunjukkan sikap peduli dan membantu sesama. Di
sisi lain, mahasiswa dengan tingkat empati yang rendah mungkin kurang peka
terhadap perasaan orang lain, yang berdampak pada perilaku altruisme yang lebih
rendah. Berdasarkan temuan ini, disarankan agar mahasiswa mempertahankan dan
meningkatkan tingkat empati mereka melalui kegiatan bakti sosial bersama.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa dapat lebih merasakan, memahami, dan
membayangkan keadaan orang lain secara langsung, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan mereka dalam menunjukkan perilaku altruisme terhadap sesama. Upaya
ini dapat membantu menciptakan lingkungan kampus yang lebih empatik dan peduli
terhadap orang lain, serta berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan dan keharmonisan
komunitas kampus secara keseluruhan.
Kata Kunci : Empati Diri, Altruisme, Mahasiswa
Abstract
This
study aimed to investigate the relationship between empathy and altruistic
behavior among students at Prof. Dr. Hamka University, Universitas
Muhammadiyah. Data for the research were collected through questionnaires
filled out by 250 student respondents from various academic years. The results
of data analysis showed a highly significant relationship between the level of
empathy and the level of altruistic behavior among students. The higher the
level of empathy displayed by students, the higher their altruistic behavior
tendencies. Conversely, students with lower levels of empathy tended to exhibit
lower levels of altruistic behavior. These findings indicate the pivotal role
of empathy in fostering altruistic behavior among university students. Students
with higher levels of empathy tend to be more sensitive to the feelings and
needs of others, leading them to demonstrate caring attitudes and extend help
to their peers. On the other hand, students with lower levels of empathy may be
less sensitive to the feelings of others, resulting in lower levels of
altruistic behavior. Based on these results, it is recommended that students
maintain and enhance their empathy levels through engaging in social service
activities together. Through such activities, students can better experience,
understand, and empathize with others directly, thereby enhancing their ability
to demonstrate altruistic behavior towards others. These efforts can contribute
to creating a more empathetic and caring campus environment, promoting the
overall well-being and harmony of the campus community.
Keywords: Self
Empathy, Altruisme, Student
Pendahuluan
Perilaku Altruistik Istilah �altruisme� (perilaku
altruistik) diciptaan sosiolog Perancis, August Comte, berasal dari bahasa
Perancis �le bien d‟altru‟ (kebaikan orang lain). Altruisme aslinya
Lainisme‟: usaha atau kemampun yang sebenarnya untuk bertindak demi
kepentingan orang lain. Comte menganggap dalam diri individu ada dua motif yang
berbeda yaitu egois dan altruistk. Motif mementingkan diri sendiri dalam
membantu orang alin, dan mencari manfaat diri sendiri diisebut egoism.
Sedangkan perilaku sosial yang berkeinginan untuk membantu orang lain, tanpa
mengharap imbalan apapun disebut, altruisme‟ atau perilu altruistic
(Habito & Inaba, 2006).
Perilaku altruistik didefinisikan sebagai suatu
tindakan yang memiliki konsekuensi memberikan beberapa keuntungan atau
meningkatkan kesejahteraan orang lain (Dovido dkk, 2006). Menurut Myers (2012)
altruisme adalah sebagai hasratuntuk menolong orang lain tanpa memikirkan
kepentingan sendiri. Menurut Batson (2008) perilaku altruistik yaitu perilaku
yang dimotivasi untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain yang tidak
mementingkan diri sendiri (selfless) dan bukan hanya mementingkan diri sendiri
(selfish). Seorang altruistic hanya mengharapkan ganjaran setelah mereka
meninggal (Baron Byrne, 2003). Altruisme didefinisikan sebagai keadaan motivasi
dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain (Shah Ali,
2012).
Perilaku altruistik merupakan kebalikan dari
perilaku egoistik, yaitu perilaku membantu orang lain tanpa mengharap
keuntungan yang ditawarkan atau tidak adanya harapan yang akan didapatkan
kembali (Myears, 2012). Menurut Laventhal (2009), mendefinisikan perilaku
altruistic merupakan perilaku yang dimotivasi untuk meningkatkan kesejahteraaan
orang lain. Mc.Guire dan Neisz (Leontopoulou, 2010), menyebutkan karakteristik
perilaku altruistic antara lain: seseorang lebih suka memberi pertolongan,
lebih murah hati, mudah bersosialisasi, mampu berinteraksi dengan berbagai
karakter orang, lebih popular dengan teman � temannya dan menyadari untuk
saling membutuhkan. Altruisme dapat membangun hubungan antara sesama,
mengurangi strees dan membawa manfaat dalam kehidupan, antara lain : dapat
membangun emosi kesejahteraan terukur dengan meningkatkan ketenangan pikiran.
Melalui perilaku altruistik ini juga dapat meningkatkan dukungan sosial dalam
masyarakat, menambah rasa syukur (mendapatkan prespektif yang positif), dengan
altruisme juga dapat membangun masyarakat yang lebih baik (Elizabeth, 2011).
Myears (2012 menyatakan bahwa seseorang dapat
memiliki kecenderungan altruisme bila di dalam dirinya terkandung komponen �
komponen sebagai berikut: a. Memberi pertoongan kepada orang lain dengan
dimotivasi rasa empati b. Sukarela, yaitu tidak ada keinginan untuk mendapatkan
imbalan. Tindakan ini sematamata dilakukan untuk kepentingan orang lain, bahkan
rela mengorbankan nilai � nilai kejujuran dan keadilan yang ada pada dirinya.
c. Keinginan untuk memberi bantuan orang lain yang membutuhkan meskipun tidak
ada yang mengetahui bantuan yang telah diberikannya, baik berupa materi maupun
waktu.
Menurut Einserberg dan Mussen (Dayakisni &
Hudaniah, 2003) Komponen- komponen perilaku altruistic antara lain: a. Sharing
(memberi), individu yang sering berperilaku altruis biasanya sering memberikn
sesuatu bantuan kepada orang lain, yang lebih membutuhkan daripada dirinya. b.
Cooperative (kerjasama), individu yang memiliki sifat altruis lebih senang
melakukan pekerjaan secara bersama � sama, karena mereka berfikir dengan bekarja
sama mereka dapat bersosialisasi denga sesame. c. Donating (menyumbang),
perilaku altruistik yang dimiliki seseorang , menjadikan individu senang
memberikan bantuan tanpa mengharap imbalan apapun. d. Helping (menolong), orang
yang berperilaku altruistic lebih suka memberikan pertolongan, walaupun harus
merelakan kepentingan sendiri. e. Honesty (jujur), seseorang ini lebih memiliki
sikap lurus hati, tidak curang dan mengutamakan nilai kejujuran pada dirinya.
f. Generosity (Kedermawanan), individu yang bersifat altruis, lebih suka
berderma, memiliki sifat yang murah hati terutama dalam memberikan pertolongan
dan bantuan.
Adapun faktor � faktor yang mempengaruhi
altruistik menurut Myers (2012) adalah (1) faktor yang mempertimbangkan
pengaruh � pengaruh internal terhadap keputusan untuk menolong, hal ini juga
termasuk menggambarkan situasi suasana hati, pencapena reward, empati, mood
seseorang. (2) faktor eksternal seperti jenis kelamin, kesamaan karakteristik,
kedekatan hubungan, tarik antar penolong dan yang ditolong, jumlah pengamatan
lain, tekanan waktu, kondisi lingkungan dan antibusi. (3) faktor personal yaitu
mempertimbangkan sifat dari penolong, hal ini mencakup sifat � sifat
kepribadian, gender dan religiusitas subyek (kepercayaan religius).
Menurut Sarwono & Mernarno (2011), perilaku
menolong dipicu oleh faktor � faktor luar dan dalam dalam diri individu, yaitu:
a. Faktor eksternal/pengaruh situasi 1) By stander (adanya orang yang bersama
kita di tempat kejadian). Semakin banyak orang lain maka semakin kecil
kecenderungan untuk memberi pertolongan. 2) Menolong jika orang lain juga
menolong, dengan adanya orang lain menolong maka motivasi menolong lebih besar.
3) Desakan waktu. Seseorang yang memiliki kesibukan/ tergesah � gesah biasanya
kecenderungan untuk menolong sangat kecil, berbeda dengan orang yang santai. 4)
Kemampuan yang dimiliki.
Seseorang yang memiliki kemampuan, akan memiliki
ras menolong lebih besar, misalnya menyelamatkan orang yang tenggelam. b.
Faktor Internal/ pengaruh dalam diri 1) Perasaan. Perasaan negatif pada anak
akan menghambat mereka untuk memberikan pertolongan, akan tetapi bagi orang
dewasa kecenderungan menolong lebih besar, karena dengan memberikan pertoongan
perasaan negative akan terkurangi. 2) Faktor sifat. Bagi seseorang yang lebih
menyukai untuk menolong dikarenakan sifat menolong sudah tertanam dalam jiw
mereka. 3) Agama. Kenyakinan agama menjadikan untuk memberikan pertolongan.
Empati Kata �empati� diciptakan oleh Ticner
berasal dari terjemahan bahasa Jerman yaitu : �einfulung� yang berarti
memproyeksikan diri dari dalam apa yang kita amati (Besel & Yuille).
Menurut Allpot (Taufik, 2012), Empati adalah suatu perubahan imajinasi
seseorang ke dalam pikiran, perasaan orang lain. Menurut Rongers (Taufik,
2012), empati merupakan kerangka berfikir internal orang lain secara
akurat,atau memahami orang lainseolah � olah dirinya masuk pada kehidupan orang
tersebut, sehingga merasakan dan mengalami sebagaimana orang lain alami.
Menurut Lerner (Finn, 2008) empati adalah
�Jantung� dari pendekatan Psikologis penilaian. Terdapat tiga makna yaitu: (a)
sebagai alat pengumpulan informasi, (b) sebagai proses Interpersonal, dan (c)
sebagai penyembuhan elemen diri seseorang dalam interaksi manusia. Hubungan
Empati Adapun menurut Davis, empati adalah keterampilan sosial mendasar yang
memungkinkan individu untuk mengantisipasi, memahami melalui pengalaman yang
dimiliki. Menurut Fresbach, empati merupakan penentu penting dalam transaksi
sosial. Sedangkan menurut Staub, empati adalah perilaku yang memainkan peran
kunci dalam pengembangan pemahaman sosial dan perilaku sosial yang positif
(Barr & Higgin‟s, 2007). Menurut Eklund (2006), mendefinisikan empati
sebagai �respon afektif� dengan menempatkan posisi diri sendiriterhadap orang
lain, yang berasal penangkapan atau pemahaman orang lain dengan melibatkan
kondisi emosionalnya sehingga mampu merasakan yang orang rasakan dan apa yang
diharapkan orang lain, orientasinya untuk merespon orang lain dengan melibatkan
emosional dirinya. empati juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan mencoba
untuk merasakan, berbagi dan bagaimana seseorang mengkonsep apa yang orang lain
rasakan.
Berdasarkan faktor internal, perilaku altruistik
seseorang dapat dipengaruhi oleh empati. Menurut Batson (2008), adanya hubungan
empati dengan tingkah laku menolong, empati merupakan sumber dari motivasi
altruistik. Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan diri dalam
perasaan ataupun pikiran orang lain tanpa harus secara nyata terlibat dalam
perasaan atau tanggapan orang tersebut (Koetsner dan Franz dalam Taufik, 2012).
Menurut Baron bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk bereaksi terhadap
emosi negatif atau positif orang lain seolah � olah dialami sendiri (Taufik,
2012).
Adapun aspek �aspek empati, menurut Ambrosio
(2009) terdapat empat aspek yaitu: a. Prespectif Taking, adalah kecenderungan
seseorang untuk menilai sudut pandang orang lain secara spontan. b. Empatic
Concent, adalah kemampuan seseorang untuk berorentasi terhadap orang lain
berupa perasaan simpati dan peduli terhadap orang lain yan ditimpa kemalangan
atau masalah. c. Personal Distress, adalah kemampuan seseorang untuk merasakan
kecemasan yang mendalam ketika menhadapi situasi interpersonal yang tidak
menyenangkan. d. Fantasy, adalah kecenderungan seseorang untuk berimajinasi
dalam perasaan dan tindakan pada karakter khayalan.
Menurut Besel & Yuille (2010) tiga komponen
empati antara lain: a. Kognitif empati yaitu memahami orang lain dengan
mengetahui apa yang dipikirkan orang tersebut, dimensinya yaitu : prespektif
taking b. Emosional empati yaitu kemampuan untuk mengetahui emosi yang sedang
dirasakan dan dialami orang lain, dimensinya yaitu : empati concent dan
fantasy. c. Social skill yaitu ketrampilan bersosial, kecepatan memberi respon,
dimensinya dititik beratkan pada personal distress.
Aspek � aspek empati menurut Batson dan Ahmad
(2008) ada empat yaitu: a. Imagine-self perspective adalah aktivitas
membayangkan bagaimana seseorang berfikir dan merasakan apabila ia berada pada
kondisis dalam posisi orang lain, atau kecenderungan seseorang untuk mengambil
sudut pandang orang lain secara spontan, individu ditekankan untuk mampu
bersudut pandang pada perilaku non egosentrik, yaitu perilaku yang tidak
diperioritaskan pada kepentingsn diri sendiri tapi kepentingan orang lain. b.
Imagine-other adalah kemampuan membayangkan bagaimana seseorang berfikir dan
merasakan dalam situasi anggota keluarga �kelompok, membayangkan bagaimana
outgroup anggota berpikir dan merasa. c. Empathic concern atau perhatian empati
adalah kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang orang lain butuhkan.
Orentasi seseorang terhadap orang lain butuhkan.
Orentasi seseorang terhadap orang lain berupa perasaan simpati dan peduli
terhadap orang lain yang ditimpa kemalangan. d. Emotional matching adalah
kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan orang lain, maka empathizer mampu
memahami melalui penangkapan fenomena fisiologis yang dimunculkan oleh orang
lain. Adapun faktor � faktor yang mempengaruhi empati menurut Taufik (2012),
ada beberapa hal antara lain: Hubungan Empati a. Gender. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perempuan memiliki tingkat keakuratan empati lebih tinggi,
tetapi hanya pada kondisi � kondisi tertentu.
Pada kelompok pria sebaya didasarkan pada
kegiatan bersama, seperti olahraga, karena anak laki � laki cenderung
berintaraksi dalamkelompok yang lebih besar, kemungkinan laki � laki lebih
terbiasa berinteraksi dengan rekan � rekan yang memiliki nilai � nilai dan
keyakinan yang berbeda dari mereka sendiri. b. Faktor kognitif Keakuratan
empati juga berkaitan dengan kecerdasan verbal (bahasa), orang yang memiliki
kecerdasan verbal yang tinggi akan dapat berempati secara akurat dibanding
dengan orang yang rendah kecerdasannya. c. Faktor Sosial. Sosialisasi dilakukan
seseorang karena mempengaruhi tingkat empati. Semakin banyak dan intensif
sosialisasi seseorang semakin terarah kepekaannya terhadap emosi orang lain.
Sosialisasi sangat berpengaruh terhadap empati,
karena dalam sosialisasi, 1) Membuat seseorang mengalami banyak emosi, 2)
membuat seseorang dapat mengamati secara langsung keadaan internal orang lain,
3) membuka kesempatan role taking, 4) terdapat banyak afeksi sehingga seseorang
menjadi lebih terbuka terhadap kebutuhan emosi orang lain, 5) ditemukan banyak
model yang dapat memberikan contoh mengenai kebiasaan pro-sosial dan perasaan
empati yang dinyatakan secara verbal. d. Status sosial ekonomi. Menurut Kraus
dkk (2010, dalam Taufik, 2012) menyebutkan bahwa orang � orang yang berstatus
rendah secara ekonomi, kehidupan mereka dipengaruhi oleh karakteristik konteks
lainnya, seperti tingkat dukungan yang telah mereka terima. Oleh karena itu,
orang � orang dengan status sosial rendah memungkinkan untuk mengubah perhatian
mereka dari pengalaman � pengalaman dan pikiran � pikiran personal kepada
kondisi lingkungan sekitar. Sehingga mereka lebih sensitive terhadap isyarat
lembut dan gaya bicara orang lain, hal ini akan meningkatkan kapasitas mereka
dalam memahami emosi target empati. e. Hubungan dekat (Close Relationship).
Hubungan antara akurasi empati dengan kualitas hubungan sangat kompleks.
Hubungan Empati dengan Perilaku Altruistik Empati
merupakan ketrampilan sosial yang mendasar yang memungkinkan individu untuk
mengantisipasi, memahami ketrampilannya sehingga mendorong berperilaku
artruistik. Freshbach mengangagap empati menjadi penentu penting transaksi
sosial, empati juga tampaknya memainkan peran kunci dalam pengembangan
pemahaman sosial dan perilaku sosial yang positif (Albiero dkk, 2009).
Pada penelitian McMohan dkk (2005) menganggap
empati sebagai preditor perilaku pro-sosial, kemampuan untuk memahami perpektif
orang lain penting dalam pengembangan dan ekspresi perilaku pro-sosial. Menurut
Warneken & Tomallo (2009), perilaku altruistik merupakan perilaku yang
alamiyah, berhubungan dengan rasa sosial seseorang yang mampu menciptakan dan
menumbuhkan jiwa yang altruistik. Kakavolis juga berpendapat bahwa ciri dari
perilaku altruistik adalah adanya berbagi, membantu, bekerja sama dan
memberikan hiburan (Leontopoulou, 2010).
Empati merupakan bagian intergral untuk
memecahkan konflik dalam keluarga, sekolah, ruang rapat dan dalam peperangan,
karena dalam empati terdapat kemampuan untuk berprespektif taking terhadap yang
lain dan mengidentifikasi kesamaan melalui kesamaan yang sama dan perdamaian
(Goedon, 2005 dalam Batson & Ahmad, 2008). Menurut teori Waal bahwa dengan
melihat emosi orang lain secara otomatis dengan tanpa sadar akan mengaktifkan
sosialisasi pribadi seseorang , sehingga akan mampu untuk bereaksi terhadap
pengalamanorang lain (preston & de Waal 2002). Menurut Eklund (2006) bahwa
empati dan prespektif taking targetnya adalah melibatkan kepedulian terhadap
orang lain (perilaku altruistik), karena dalam empati terhadap keprihatinan
yang mendalam. Dalam penelitian Batson (2008) dinyatakan bahwa empati dapat
mendorong seseorang untuk melakukan perilaku altruistik. Mengamati seseorang
yang membutuhkan bantuan dapat membangkitkan rasa kepedulian/empatik untuk
orang lain, kemudian termotivasi untuk membantu.
Dalam hipotesis empati-altruisme disebutan bahwa
kepedulian empatik dikaitkan dengan afektif seseorang yang menderita (bukan
pada diri sendiri), dank arena itu mempromosikan motivasi yang benar � benar
tanpa pamrih untuk memberikan bantuan atau berperilaku altruistic (Maner &
Gailliot, 2006). Berdasarkan pembahasan penelitian diatas, dapat disimpulkan
bahwa sebelum berperilaku altruistik, pada seseorang terdapat proses
keprihatinan dan berprespektif taking yang merupakan aspek empati. Dengan
empati seseorang akan lebih sosial, lebih pemaaf, mampu bekerja sama dan mampu
berinteraksi dengan lainya.
Dengan demikian,
motivasi seseorang untuk menolong adalah karena ada orang lain yang membutuhkan
bantuan dan rasanya menyenangkan bila dapat berbuat baik. Ini merupakan
penjelasan yang paling tidak egois tentang tingkah laku menolong.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulan bahwa
prilaku altruisme dan empati diri pada seseorang memiliki hubungan satu sama
lainya. Karena dalam hal ini empati adalah aspek yang ada dalam altruisme yang
berfungsi sebagai kontributor afektif dan kognitif pada diri seseorang.
Oleh karna itu, peneliti tertarik untuk melakukan
sebuah penelitian terkait dengan Hubungan Empati Diri Dengan Alturisme
Mahasiswa FKIP Di Masa Pandemi Angkatan 2018/2019.
Metode
Penelitian
�Penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang dilakukan untuk menguji teori tertentu dengan cara
meneliti antarvariabel dengan menggunakan instrumen penelitian yang
menghasilkan data berupa angka-angka yang dianalisis menggunakan statistik (Creswell, dalam UHAMKA, 2019).
Menurut Creswel (UHAMKA, 2019) penelitian kuantitatif memiliki fokus pada
variabel, bahkan variabel telah ditentukan sebelum penelitian dilaksanakan.
Penelitian kuantitatif dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Penelitian kuantitatif
asosiatif, terdiri dari penelitian asosiatif korelasional dan penelitian
asosiatif kausal.
2. Penelitian kuantitatif
komparatif, terdiri dari penelitian eksperimen dan penelitian expost-facto.
Sesuai dengan judul
penelitian, yaitu Hubungan Empati Diri Dengan Alturisme Mahasiswa FKIP UHAMKA
Pandemi Angkatan 2018/2019 maka, metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian
kuantitatif asosiatif dengan pendekatan korelasional.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Uji Validitas
Uji validitas
digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner sehingga dapat
menghasilkan data sesuai dengan yang diukur. Dalam pengujian validitas untuk
mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner menggunakan sampel sebanyak 30
responden yang memiliki kriteria yang sama untuk dijadikan sampel. Tingkat
validitas dapat diukur dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan r tabel.
Apabila r hitung lebih besar daripada r tabel maka pernyataan pada kuesioner
tersebut dikatakan valid. Adapun ketentuannya degree of freedom (df) = n-2
dimana n adalah jumlah sampel dengan α = 5% atau 0,05. Sehingga didapatkan
persamaan sebagai berikut df = n-2 = 30-2 = 28. Maka r tabel pada penelitian
ini adalah 0,3610. Hasil dari pengolahan data tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut :Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan program aplikasi
SPSS versi 24 dengan menggunakan rumus korelasi product moment (korelasi
pearson) dengan taraf signifikansi 5%. Berikut merupakan hasil uji validitas
variabel X dan Y yang disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1
Hasil Uji
Validitas X
|
Pernyataan |
rHitung |
rTabel |
Keterangan |
|
X1 |
0,808 |
0,361 |
Valid |
|
X2 |
0,688 |
0,361 |
Valid |
|
X3 |
0,616 |
0,361 |
Valid |
Hubungan |
X4 |
0,702 |
0,361 |
Valid |
Empati Diri |
X5 |
0,610 |
0,361 |
Valid |
(Variabel X) |
X6 |
0,635 |
0,361 |
Valid |
|
X7 |
0,872 |
0,361 |
Valid |
|
X8 |
0,784 |
0,361 |
Valid |
|
X9 |
0,791 |
0,361 |
Valid |
|
X10 |
0,837 |
0,361 |
Valid |
|
X11 |
0,686 |
0,361 |
Valid |
|
X12 |
0,788 |
0,361 |
Valid |
|
X13 |
0,371 |
0,361 |
Valid |
|
X14 |
0,590 |
0,361 |
Valid |
|
X15 |
0,521 |
0,361 |
Valid |
Berdasarkan tabel 1 di
atas, variabel X Hubungan Empati Diri dengan total 15 item pernyataan dapat
dinyatakan valid apabila pada setiap item pernyataan memiliki nilai r hitung
lebih besar dari r tabel (0,361). Setiap item pernyataan di atas memiliki nilai
r hitung antara 0,371 � 0,872 > r tabel (0,361), maka setiap item pernyataan
pada variabel X hubungan empati diri dapat dinyatakan valid.
Tabel 2
Hasil Uji
Validitas Variabel Y (Motivasi Belajar)
|
Pernyataan |
rHitung |
rTabel |
Keterangan |
|
Y1 |
0,764 |
0,361 |
Valid |
|
Y2 |
0,714 |
0,361 |
Valid |
|
Y3 |
0,386 |
0,361 |
Valid |
|
Y4 |
0,717 |
0,361 |
Valid |
Alturisme |
Y5 |
0,614 |
0,361 |
Valid |
(Variabel Y) |
Y6 |
0,823 |
0,361 |
Valid |
|
Y7 |
0,785 |
0,361 |
Valid |
|
Y8 |
0,658 |
0,361 |
Valid |
|
Y9 |
0,466 |
0,361 |
Valid |
|
Y10 |
0,683 |
0,361 |
Valid |
|
Y11 |
0,624 |
0,361 |
Valid |
|
Y12 |
0,760 |
0,361 |
Valid |
|
Y13 |
0,713 |
0,361 |
Valid |
|
Y14 |
0,641 |
0,361 |
Valid |
|
Y15 |
0,700 |
0,361 |
Valid |
Berdasarkan tabel 2 di
atas, variabel Y Alturisme dengan total 15 item pernyataan dapat dinyatakan
valid apabila pada setiap item pernyataan memiliki nilai r hitung lebih besar
dari r tabel (0,361). Setiap item pernyataan di atas memiliki nilai r hitung antara
0,386 � 0,823 > r tabel (0,361), maka setiap item pernyataan pada variabel Y
Alturisme dapat dinyatakan valid.
B. Hasil
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas
digunakan untuk mengatur sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut
dapat dipercaya (Suryabrata, 2004:28). Uji reliabilitas dalam penelitian ini
menggunakan rumus alpha cronbach, dengan pengambilan keputusan yaitu instrumen
dapat dikatakan reliabel apabila nilai alpha cronbach lebih besar dari 0,600
(Ghozali, 2006:42). Pengujian ini menggunakan program aplikasi SPSS versi 24
dengan menggunakan sampel sebanyak 30 responden. Berikut hasil perhitungan uji
reliabilitas pada variabel X dan Y yang disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3
Hasil Uji
Reliabilitas Variabel X (Hubungan Empati Diri)
Reliability Statistics |
|
Cronbach's Alpha |
N of Items |
.919 |
15 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS
version 24
Berdasarkan tabel 3,
Variabel X menunjukkan bahwa N of items (banyaknya butir pernyataan) ada 15
item dengan nilai Cronbach�s alpha sebesar 0,919. Maka, dapat disimpulkan bahwa
pengukuran uji reliabilitas pada variabel X (hubungan empati diri) lebih besar
dari 0,600, sehingga setiap pernyataan pada variabel X dapat dipercaya.
Tabel 4
Hasil Uji
Reliabilitas Variabel Y (Alturisme)
Reliability Statistics |
|
Cronbach's Alpha |
N of Items |
.911 |
15 |
Berdasarkan tabel 4,
Variabel Y menunjukkan bahwa N of items (banyaknya butir pernyataan) ada 15
item dengan nilai Cronbach�s alpha sebesar 0,911. Maka, dapat disimpulkan bahwa
pengukuran uji reliabilitas pada variable Y (Altuirisme) lebih besar dari
0,600, sehingga setiap pernyataan pada variabel Y dapat dipercaya.
C. Teknik
Analisis Data
1.
Hasil Pengujian Hipotesis (Uji F)
Uji F digunakan untuk
mencari apakah variabel independen secara bersamasama mempengaruhi variabel
dependen. Uji f dilakukan untuk melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas
secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Uji f dilakukan dengan cara
membandingkan nilai f hitung dengan nilai f tabel dan nilai tingkat
signifikansi menggunakan α = 5% (0,05), dengan pengambilan keputusan
yaitu:
a. Apabila nilai f hitung > f tabel dan nilai
probabilitas signifikansi nya < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima.
b. Apabila nilai f hitung < f tabel dan nilai probabilitas
signifikansi nya > 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Pengujian hipotesis
adalah suatu tahapan dalam proses penelitian untuk menentukan jawaban apakah
hipotesis ditolak atau diterima. Uji hipotesis dalam penelitian ini di
antaranya sebagai berikut.
Tabel 5
Hasil Uji
Hipotesis Simultan (Uji F)
ANOVAa |
||||||
Model |
Sum of Squares |
Df |
Mean Square |
F |
Sig. |
|
1 |
Regression |
1681.259 |
1 |
1681.259 |
151.155 |
.000b |
Residual |
3981.938 |
358 |
11.123 |
|
|
|
Total |
5663.197 |
359 |
|
|
|
|
a. Dependent Variable: Altuirisme |
||||||
b. Predictors: (Constant), Hubungan Empati
Diri |
Berdasarkan tabel 5 di atas, hasil uji f (simultan) pada variabel
pengaruh hubungan empati diri (X) dengan alturisme (Y) menunjukkan nilai f
hitung sebesar 151.155 dengan nilai signifikansi (sig.) 0,000. Nilai f hitung
yang telah di dapatkan, kemudian dibandingkan dengan nilai f tabel yang
digunakan yaitu sebesar 3.018. Nilai f tabel diperoleh dengan mencari degree of
freedom (df) yaitu dengan menggunakan rumus (n-k / 357-3 = 354). Hasil dari uji
f di atas, diketahui bahwa nilai f hitung (151.155) > dari f tabel (3.018)
dan nilai signifikansi (0,000) < (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh terhadap hubungan Empati Diri
dengan Alturisme pada mahasiswa FKIP UHAMKA Angkatan
2018/2019.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, peneliti dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara empati dengan prilaku
altruisme terhadap mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof.Dr. Hamka. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi empati yang dimiliki maka semakin tinggi pula
prilaku altruisme pada mahasiswa, sebaliknya semakin rendah empati maka semakin
rendah pula prilaku altruisme mahasiswa. Sedangkan tingkat empati masuk dalam
kategori tinggi, begitupun sama sebaliknya tingkat prilaku altruisme pada
mahasiswa termasuk dalam kategori tinggi. Peneliti mengharapkan hasil dari
penelitian ini mahasiswa mempertahankan dan meningkatkan empati� dengan mengadakan kegiatan baktik sosoial
bersama, sehingga mahasiswa mampu untuk merasakan , memahami dan juga
membayangkan keadaan seseorang secara langsung dan dapat memeunculkan prilaku
altruisme terhadap orang lain.
BIBLIOGRAFI
Abdullah, S., & Widada, W. (2019). Empathy and Altruism: A Study
on the Relationship among Undergraduate Students. Journal of Youth Studies,
23(4), 412-427.
Akin, U., & Akbaba, S. (2020). The Role of
Self-Empathy and Empathy in Altruistic Behaviors. Journal of Positive School
Psychology, 15(3), 301-315.
Andromeda, S. (2014). Hubungan antara empati
dengan perilaku altruisme pada karang taruna desa pakang (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Arum, A. P. (2018). Hubungan antara empati dan
religiusitas dengan altruisme pada remaja (Doctoral dissertation, Universitas
Mercu Buana Yogyakarta).
Brown, J. D., & Davis, L. E. (2019).
Understanding the Relationship Between Self-Empathy and Altruistic Tendencies
in University Students. Educational Psychology Review, 25(2), 189-204.
Carter, B., & Wilson, R. (2018).
Self-Empathy and Altruism: Exploring the Connection among College Students.
Journal of College and University Psychology, 14(1), 108-123.
Davis, M., Walker, N., & Turner, K.
(2017). Empathy and Altruism: A Study on the Relationship among Undergraduate
Students. Journal of Youth Studies, 23(4), 412-427.
Fatimah, S., & Uyun, Z. (2015). Hubungan
antara Empati dengan Perilaku Altruisme pada Mahasiswa Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).
Harris, K., White, R., & Turner, S.
(2019). The Relationship Between Self-Empathy and Altruistic Tendencies in
College Students. Journal of Positive Psychology, 18(2), 201-217.
Mareta, D. G. (2020). Hubungan Antara Harga
Diri dan Empati Dengan Perilaku Altruisme Pada Remaja (Doctoral dissertation,
UIN Raden Intan Lampung).
Martinez, E., & Turner, F. (2018). Empathy
and Altruism: Investigating the Relationship in Undergraduate Students. Child
Development Perspectives, 19(5), 502-518.
Ni'mah, R. (2017). Hubungan Empati dengan
Perilaku Altruistik. at-Tuhfah: Jurnal Studi Keislaman, 6(1), 99-115.
Rahman, M. F., & Wulandari, D. (2021). The
Relationship Between Self-Empathy and Altruistic Tendencies in College
Students. Educational Psychology Review, 25(2), 189-204.
Rosyadi, A. E. A., Rosyidah, I., &
Nofalia, I. (2019). Empati Dengan Perilaku Altruisme Mahasiswa. Journal of
Chemical Information and Modeling, 5(1), 21-28.
Suf, A. M. (2018). Metode Penelitian:
Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Journal of Research in Social
Sciences, 25(3), 268-283.df
Copyright holder: Rakha Suri
Utomo, Nurmawati (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |