Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

KUNJUNGAN PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT PASCA PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS RUMAH SAKIT PREMIER SURABAYA

 

Evelyn Hendarta, Prastuti Soewondo, Hartono Tanto

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia

Rumah Sakit Premier Surabaya, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan garis terdepan dan sekaligus pintu masuk mendapat layanan kesehatan di rumah sakit. Selama pandemi Covid-19, kunjungan pasien ke IGD meningkat. Setelah kasus Covid-19 mereda dan WHO telah mencabut kondisi darurat pandemi di seluruh dunia (WHO, 2023), menarik untuk diamati tentang karakteristik kunjungan pasien ke IGD. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik, membandingkan karakteristik kunjungan IGD di Rumah Sakit Premier Surabaya di bulan Febuari 2022 (puncak penyebaran Omicron) dan Febuari 2023 sebagai pembanding. Ditemukan ada perbedaan pola jam kedatangan, umur dan metode pembayaran pasien IGD.

 

Kata kunci: IGD; Covid-19; jumlah pasien

 

Abstract

Emergency department (ED) is hospital front line and �a way in to obtain medical service. During Covid-19 pandemic, patient visits to IGD has increased. After reduction of Covid-19 cases and WHO retracted pandemic emergency status (WHO, 2023), it is interesting to analyze characteristic of ED patient visit. This study is a descriptive analytic study, comparing ED visit characteristics in Premier Surabaya Hospital in February 2022 (peak of Omicron transmission) and February 2023 as comparison period. This study found that there are differences in hour-of-day pattern, age, and payment method of ED patients.

 

Keywords: Emergency; Covid-19; patient volume

 

Pendahuluan

Sejak World Health Oranization (WHO) menyatakan keadaan situasi pandemi di tanggal 11 Maret 2020, sebanyak 235 negara telah terjangkit Covid-19 (WHO, 2023). Indonesia tidak terkecuali di mana pemerintah Indonesia mengumumkan kasus Covid-19 pertama dan kedua pada tanggal 2 Maret 2020 (Supari et al., 2021), setelah terdeksi penularan dari satu pertemuan yang dihadiri oleh warga negara asing di tanggal 14 Febuari 2020. Virus terus berkembang dan setelah itu laporan kasus Covid-19 terus menyebar secara ekponensial. Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi di Indonesia melalui Keputusan Presiden nomor 11 tahun 2020, tepatnya pada tanggal 31 Maret 2021. Penyebaran virus Covid-19 berdampak besar pada seluruh aspek kehidupan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sampai dengan bulan February 2023, telah tercatat 6,7 juta kasus positif dan sekitar 161 ribu orang meninggal dunia di negara kita akibat virus tersebut.

Sebagai reaksi cepat dalam pandemi, Pemerintah telah memberi himbauan kepada rumah sakit untuk memprioritaskan pelayanan untuk penderita Covid-19 dan menunda pelayanan elektif, walau tetap dihimbau untuk memberikan pelayanan yang bersifat gawat darurat yang membutuhkan perawatan segera (Kemenkes, 2021). Di tatanan implementasi, arahan ini punya banyak tantangan mengingat lonjakan jumlah pasien yang membutuhkan pelayanan darurat sementara banyak tenaga kesehatan terjangkit virus termasuk dokter/dokter spesialis yang ikut terpapar. Selama pandemi, jumlah kunjungan pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Indonesia tercatat sebesar 15.786.974 pasien (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2021; Sholehah et.al, 2022).

Sebagai ujung tombak rumah sakit, IGD merupakan garis terdepan dan sekaligus pintu masuk mendapat layanan kesehatan di rumah sakit. Sesuai kebutuhan, pasien gawat darurat dapat akses ke layanan IGD secara 24 jam tanpa dibutuhkan perjanjian terlebih dahulu. Filosofi layanan IGD, pasien harus mendapat layanan secara cepat dan tepat sesuai kebutuhan medis. Ketika jumlah pasien di IGD meningkat di saat lonjakan kasus tinggi, unit IGD sering mengalami kekurangan ketersediaan sumber daya termasuk tenaga kesehatan sehingga berdampak pada waktu tunggu pasien yang lama untuk mendapat layanan. Menumpuk jumlah pasien di IGD, bahkan sudah memenuhi selasar dengan menggunakan velbed tambahan, menyebabkan layanan medis sering tidak terpenuhi dan berdampak pada kepuasan pasien (Anang, 2017; Fitri et.al, 2022).

Setelah kasus Covid-19 mereda dan WHO telah mencabut kondisi darurat pandemi di seluruh dunia (WHO, 2023), menarik untuk diamati tentang karakteristik kunjungan pasien ke IGD. Apakah karakteristik pasien berubah? Memahami dan mercermati karakteristik pasien yang mendapat layanan di IGD dapat dijadikan dasar penguatan perencanaan yang lebih baik untuk mengantisipasi apabila kondisi pandemi muncul kembali di masa depan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik, menggunakan data sekunder yang diambil dari sistem informasi Rumah Sakit Premier Surabaya. Periode yang diteliti adalah bulan Febuari 2022 saat terjadi lonjakan varian Omicron Covid-19 (WHO, 2023). Sebagai pembanding, data kunjungan IGD juga dikumpulkan pada bulan Febuari 2023 ketika kondisi pandemi sudah mereda.

Gambar 1. Trend Covid-19 di Indonesia (source: WHO, 2023)

 

Variabel kunci kunjungan pasien ke IGD yang dianalisis adalah jumlah kunjungan rerata harian dalam satu bulan observasi, jam kedatangan, jenis penyakit, tingkat kegawatdaruratan, metode pembayaran dan jenis kunjungan (pertama atau berulang) ke rumah sakit.

RS Premier Surabaya memiliki 10 ranjang di IGD. Tim IGD bekerja dalam 3 shift: shift pagi, shift siang dan shift malam. Ada tenaga kerja tetap sebanyak 37 orang, terdiri dari 32 orang perawat dan 5 orang supir ambulans. Dokter jaga IGD di shift pagi dan siang sejumlah 4 orang dokter, dan di shift malam 2 orang. Untuk tiap pasien yang datang ke IGD, dokter atau perawat terlatih akan melakukan penilaian skala triase di ruang triase dalam waktu kurang dari lima menit. Kemudian perawat akan menempatkan pasien IGD sesuai dengan kasus dan skala triase untuk mendapatkan mendapatkan teindakan pemeriksaan dan pengobatan selanjutnya.

Dengan status rumah sakit kelas B, RS Premier Surabaya harus dapat memberikan pelayanan IGD level III sebagai standar minimal layanan IGD (Kepmenkes 856/Menkes/SK/IX/2009). Jenis pelayanan IGD level III adalah dapat memberikan pelayanan diagnosa dan penanganan masalah A, B dan C, yaitu jalan napas (airway problem), pernapasan (breathing), dan sirkulasi pembuluh darah (circulation problem), memiliki alat-alat yang lengkap termasuk ventilator, dan dapat melakukan resusitasi dan bedah cito. Dari sisi SDM, harus tersedia dokter spesialis bedah, Obsgyn, anak dan penyakit dalam on-site, sedangkan dokter spesialis lainnya on-call.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Jumlah kunjungan IGD

Dari catatan RS Premier Surabaya, didapatkan informasi jumlah kunjungan pasien ke IGD seperti yang disajikan di tabel 1. Tercatat total kunjungan ke IGD di Febuari 2022 sebanyak 1676 pasien atau 60 pasien per hari, dengan jumlah kunjungan IGD terbanyak dalam sehari 105 kunjungan. Di Febuari 2023, total kunjungan IGD adalah total 1239 pasien atau 44 pasien per hari, dengan jumlah kunjungan terbanyak dalam sehari 89 kunjungan. Jumlah kunjungan di Febuari 2023 adalah 26% lebih rendah dibandingkan Febuari 2022.

 

 

 

 

Tabel 1

Jumlah Kunjungan IGD

 

Penelitian terdahulu mengenai jumlah kunjungan IGD umumnya membandingkan masa sebelum Covid (tahun 2019) dan saat pandemi (tahun 2020). Penelitian di Italia oleh Morello et al (2021) menemukan adanya penurunan kunjungan IGD sebesar 31,4% di saat pandemi. Penurunan terbesar adalah di saat gelombang pertama Covid-19 di Italia (awal April 2020) sebesar 66,4%. Di bulan-bulan berikutnya, kunjungan IGD tetap lebih rendah dibandingkan dengan sebelum pandemi, dengan penurunan antara 23% - 25%.

Penelitian oleh Kim, Y-S et al (2022) di Korea juga menemukan penurunan kunjungan ke IGD sebesar 37,6% saat pandemi di tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Namun lama rawat pasien di IGD justru meningkat 203,7%, dan ada peningkatan penggunaan ambulans 9,0% dan peningkatan jumlah pasien yang sakit parah 2,1%.

Dibandingkan dengan dua penelitian di atas, ada perbedaan pola kunjungan IGD di RS Premier Surabaya berbeda. Saat pandemi (Febuari 2022) kunjungan pasien ke IGD lebih tinggi dibandingkan saat bukan pandemi (Febuari 2023). Namun karena penelitian yang penulis lakukan menggunakan periode yang sangat singkat, masih perlu dikaji lebih lanjut dengan periode pengamatan yang lebih panjang untuk memastikan apakah perubahan ini bersifat permanen.

B.  Pola waktu kedatangan


Pola waktu kedatangan pasien ke IGD dalam dilihat di gambar 2 dan gambar 3.

Gambar 2. Waktu Kedatangan Pasien ke IGD � Februari 2022


Gambar 3. Waktu Kedatangan Pasien ke IGD � Febuari 2023

 

Dari dua histogram di atas, terlihat ada pergeseran pola jam kedatangan pasien ke IGD. Di Febuari 2022, puncak kedatangan pasien adalah di pagi hari. Pasien mulai banyak datang di jam 5 pagi, puncaknya di jam 6 sampai jam 9 pagi. Hampir 30% pasien datang di antara jam itu. Setelah jam 9, pasien yang datang berkurang, dan terendah adalah antara tengah malam sampai jam 5 pagi. Di Febuari 2023, pasien mulai banyak datang ke IGD di atas jam 7 pagi dan puncak kedatangan pasien adalah antara jam 2 dan jam 3 siang. Dari pola waktu kedatangan ini, penulis menarik kesimpulan bahwa sudah ada perubahan tingkat kecemasan pasien. Saat pandemi, tingkat kecemasan pasien tinggi dan berkunjung ke IGD sepagi mungkin. Setelah pandemi mereda, kunjungan ke IGD seperti pola jam kerja kantor, yaitu tinggi di antara jam 8 pagi -12 siang, turun di jam makan siang, dan naik lagi setelah jam makan siang.

Banyak penelitian terdahulu yang mengamati pola kunjungan IGD selama 24 jam, untuk memprediksi jumlah kunjungan pasien. Penelitian oleh McCarthy, M et al (2008) menggunakan data kunjungan IGD selama satu tahun, menyimpulkan bahwa kedatangan pasien IGD di waktu tertentu adalah tidak berhubungan dengan kedatangan di jam berikutnya, atau bersifat acak. Karena itu sulit untuk memprediksi volume IGD dalam jangka pendek.

C.  Demografis pasien

Untuk karakteristik demografik pasien (data di tabel 2), terlihat bahwa ada pergeseran kategori usia pasien. Di Febuari 2022, pasien di bawah usia 18 tahun hanya sekitar 10%, sebagian besar adalah usia dewasa mencapai 57%, dan lansia 33%. Di Febuari 2023, pasien di bawah usia 18 tahun meningkat menjadi 18%, dan usia dewasa berkurang menjadi 47%. Sementara pasien lansia tidak berubah banyak.

 

 

 

 

Tabel 2


Demografis Pasien

 

Rendahnya kunjungan pasien di bawah usia 18 tahun semasa pandemi ini sejalan dengan penelitian oleh Dopfer et al (2020). Penelitian dilakukan di IGD khusus anak di Jerman, dan mengkaji jumlah kunjungan di bulan Januari � April 2019 dan 2020. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kunjungan pasien anak semasa pandemi turun 63,8% dibandingkan sebelum pandemi. Para peneliti memperkirakan penurunan ini disebabkan oleh kekhawatiran orang tua atas resiko penularan Covid-19. Walaupun anak-anak memiliki kemungkinan lebih rendah untuk sakit parah akibat Covid-19, para orang-tua enggan untuk berkunjung ke dokter ataupun rumah sakit. Hal lain yang mungkin juga menyebabkan penurunan kunjungan ke IGD anak ini adalah turunnya kejadian penyakit menular. Karena kesadaran tinggi penduduk Jerman melakukan social distancing dengan ketat, ditambah dengan penutupan sekolah dan kegiatan umum, menyebabkan turunnya mortalitas dan morbiditas anak-anak. �

Untuk jenis kelamin, proporsi pria/wanita di Febuari 2022 dan di Febuari 2023 relatif sama. Pasien IGD wanita lebih banyak daripada pasien pria. Ini serupa dengan profil pasien IGD di RS Cipto Mangunkusumo: wanita sebesar 52% (Habib, H. et al, 2023), dan di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya: wanita sebesar 52% (RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya, 2023). Dibandingkan dengan data kunjungan IGD di Amerika Serikat, ternyata di tahun 2017 55% pengunjung IGD adalah wanita (Agency for Healthcare Research and Quality, 2021).

D.  Pola penyakit

Dalam pencatatan data penyakit pasien, RS Premier menggunakan coding ICD-10. ICD-10 adalah sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan yang dibuat oleh WHO, dan merupakan revisi ke-10 dari klasifikasi ini. Di Indonesia, penggunaan ICD-10 telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sejak 19 Febuari 1996 (Kemenkes, 2022).

Dari data coding penyakit, di bulan Febuari 2022 ada 257 diagnosa penyakit. Sebanyak 40% dari pasien IGD yang datang di Febuari 2022 didiagnosa menderita Covid-19. Walaupun Indonesia sudah mengadakan vaksinasi Covid-19 sejak Januari 2021, namun varian Omicron masih menyebabkan lonjakan infeksi kedua. Lonjakan ini bahkan lebih tinggi dari gelombang infeksi pertama di bulan Juli 2021 (Gambar 1). �Di bulan Febuari 2023 ada 320 diagnosa penyakit. Diagnosa terbanyak di bulan Febuari 2023 adalah flu perut, sebesar 8% dari total kunjungan IGD. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di bulan Febuari 2022 sebesar 5,2% dari kunjungan IGD, dan di Febuari 2023 menurun menjadi 4%.

Tabel 3 memperlihatkan perbandingan Top-10 diagnosa ICD yang paling umum di bulan Febuari 2022 dan Febuari 2023. Delapan dari 10 penyakit itu ternyata sama di kedua period yang diamati. Di Febuari 2023, Covid-19 sudah tidak menjadi diagnosa pasien IGD.

 

Tabel 3

Top-10 diagnosa paling umum di IGD

 

E.  Triase

Untuk tiap kunjungan ke IGD, perlu dilakukan triase. Ketepatan dalam menentukan kriteria triase dapat memperbaiki aliran pasien yang datang ke unit gawat darurat, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas kesehatan yang sesuai (Habib, H et al, 2016). Untuk menentukan pasien mana yang harus diprioritaskan untuk cepat dilayani di IGD, RS Premier Surabaya menggunakan Australia Triage Scale (ATS) yang membagi dalam 5 kategori, yaitu:

1.      Kategori ATS 1: kondisi mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera

2.      Kategori ATS 2: penilaian dan perawatan dalam 10 menit. Pasien dalam kondisi yang dapat mengancam nyawa atau penurunan tanda vital yang dapat menyebabkan kegagalan sistem organ tubuh, atau mengalami nyeri hebat

3.      Kategori ATS 3: penilaian dan perawatan dalam 30 menit. Kondisi yang berpotensi mengancam nyawa atau meningkatkan morbiditas dari pasien

4.      Kategori ATS 4: penilaian dan perawatan dalam 60 menit. Kondisi yang berpotensi meningkatkan morbiditas dari pasien

5.      Kategori ATS 5: penilaian dan perawatan dalam 120 menit. Kondisi tidak segera, yaitu kondisi kronik atau minor diama gejala tidak berisiko memberat bila pengobatan tidak segera diberikan

Perbandingan tingkat kegawatdaruratan pasien di Febuari 2022 dan Febuari 2023 disajikan di Tabel 4. Di kedua periode, pasien dengan kondisi mengancam nyawa atau berpotensi mengancam nyawa (kategori ATS 1, 2 dan 3) berjumlah kurang dari 10% dari total kunjungan. Sebagian besar kunjungan IGD ternyata tidak darurat.

 

Tabel 4


Tingkat Kegawatdaruratan

 

Fenomena bahwa banyak kunjungan ke IGD sebenarnya tidak darurat, juga banyak terjadi di negara lain. Penelitian terdahulu mendapatkan bahwa setidaknya 30% kunjungan ke IGD tidak darurat (Uscher-Pines et al, 2014; Korczak et al, 2022).

F.   Metode pembayaran

RS Premier Surabaya mengadakan perjanjian kerjasama dengan berbagai asuransi kesehatan swasta dan TPA seperti AdMedika, dan perusahaan (baik swasta mupun BUMN/BUMD), untuk memberikan kemudahan bagi pasien untuk berobat. Dari data internal rumah sakit di tahun 2023 ini, diketahui bahwa berdasarkan nilai pendapatan total rumah sakit (IGD, rawat inap dan rawat jalan), proporsi pendapatan adalah 13% dari perusahaan, 40% dari asuransi dan 48% pembayaran pribadi.

Tabel 5 memperlihatkan metode pembayaran yang digunakan oleh pasien IGD. Di bulan Febuari 2022, sebagian besar pasien IGD membayar layanan kesehatan menggunakan asuransi swasta (54% dari total pasien, 36 asuransi yang berbeda). Asuransi yang paling banyak digunakan adalah Prudential. Di bulan Febuari 2023, proporsi pasien IGD yang menggunakan asuransi swasta sebesar 36%, ada 37 asuransi yang digunakan dan yang terbanyak adalah Mandiri Inhealth.

 

Tabel 5


Metode Pembayaran

 

Perbedaan jumlah pasien IGD dengan asuransi swasta yang cukup tinggi di masa pandemi (910 vs. 445), menunjukkan bahwa pasien dengan asuransi swasta lebih mungkin datang ke IGD. Penulis memperkirakan hal ini ada hubungannya dengan harga obat Covid-19 yang mahal sehingga pasien tanpa asuransi tidak berani datang berobat. Ini juga merefleksikan kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa pemerintah menanggung biaya penyakit Covid-19.

Dari telaah literaur, penulis menemukan penelitian mengenai hubungan kepemilikan asuransi swasta dengan penggunaan layanan kesehatan. Penelitian tersebut membandingkan tingkat penggunaan layanan kesehatan di berbagai negara dan menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara orang yang memiliki asuransi swasta dan yang tidak memiliki asuransi swasta, dalam hal tingkat kunjungan ke IGD (Zhang et al, 2020).

G. Pasien dengan kunjungan pertama

Tabel 6 memperlihatkan berapa banyak pasien IGD sudah pernah berobat ke RS Premier Surabaya sebelumnya, atau pasien baru. Dapat dilihat bahwa di kedua periode, sebagian besar kunjungan ke IGD adalah dari pasien lama (sekitar 90%). �Artinya pasien yang sudah pernah datang ke rumah sakit, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap, cukup puas dengan layanan rumah sakit sehingga datang lagi saat ada kondisi gawat darurat.

Tabel 6


Pasien baru

 

Kualitas layanan rumah sakit berpengaruh besar dalam hal penentuan pilihan tempat berobat oleh pasien (Saeed, 1998). Hal lain yang juga berpengaruh adalah kemudahan proses administrasi, image rumah sakit, biaya pengobatan dan cakuan asurasnsi kesehatan.

 

Kesimpulan

Terdapat beberapa perbedaan karakteristik kunjungan IGD bulan Febuari 2022 dan Febuari 2023, yaitu jam kunjungan ke IGD, usia pasien dan metode pembayaran yang digunakan. Di bulan Febuari 2022, puncak kedatangan pasien di pagi hari, pasien mayoritas dewasa dan lansia, dan metode pembayaran terbanyak adalah dengan asuranssi. Untuk penyakit, tingkat kegawatdarutan, jenis kelamin dan komposisi pasien baru/lama, tidak ada perbedaan signifikan antara kedua periode yang dibandingkan. Perlu diteliti lebih lanjut menggunakan periode waktu yang lebih panjang untuk melihat apakah perbedaan itu bersifat sementara atau permanen.

 

BIBLIOGRAFI

 

Agency for Healthcare Research and Quality, Rockville, MD (2021). Internet Citation: Gender and Emergency Department Visits.

 

Dopfer, C., Wetzke, M., Scharff, AZ., Mueller, F., Dressler, F., Baumann, U., Sasse, M., Hansen, G., Jablonka, A. & Happle, C. (2020). Covid-19 related reduction in pediatric emergency healthcare utilization � a concerning trend. BMC Pediatrics, 20, 427

 

Fitri, S., Rasyid TA., Tobing VY. (2022). Hubungan pengetahuan perawat terhadap pelaksanaan triase anak di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(10), 14865-14877

 

Habib, H., Prabowo, Y., Sulistio, S., Mulyana, R.M. & Albar, I.A. (2023). The association of the Covid-19 outbreak with in-hospital mortality: A single-center study from Indonesia. Clinical Epidemiology and Global Health, 20 (2023) 101219

 

Habib, H., Mulyana, R.M., Sulistio, S. & Albar, I.A. (2016). Triase modern Rumah Sakit dan Aplikasinya di Indonesia.

 

Kemenkes (2021). tersedia di https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/um
um/20200416/0033691/pelayanan-rutin-rumah-sakit-selama-masa-pandemi-covid-19/

 

Kemenkes (2022). Manfaat coding dalam pendataan pasien.

 

Kim, Y.-S.; Kim, I.-B; Kim, S.-R; Cho, B.-J. (2022). Changes in Emergency Department case severity and Length of Stay before and after Covid-19 outbreak in Korea. Healthcare, 10, 1540

 

Korczak, V., Yakubu, K., Angeli, B., Middleton, P., Dinh, M., Lung, T. & Jan, S. (2022). Understanding patient preferences for emergency care for lower triage acuity presentations during GP hours: a qualitative study in Australia. BMC Health Services Research, 22:1442

 

McCarthy, M.L., Zeger, S.L., Ding, R., Aronsky, D., Hoot, N.R. & Kelen, G.D. (2008). The challenge of predicting demand for Emergency Department services. Academic Emergency Medicine, 15:337-346

 

Morello, Fulvio et al. (2021). After the first wave and beyond lockdown: long-lasting changes in emergency department visit number, characteristics, diagnoses and hospital admissions. Internal and Emergency Medicine, 16:1683-1690

 

RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya. (2023). Profil 2023.

 

Saeed, K. (1998). Factors affecting patients� choice of hospitals. Annals of Saudi Medicine, 18(5)

 

Sholehah, B., Irfandi, U., Handoko, Y.T. & Rahman, H.F. (2022). Pengalaman perawat dalam menghadapi crowded pasien Corona Virus 19 (Covid 19) di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 4(3),955-970

 

Supari et al. (2021). The association between initial Covid-19 spread and meteorological factors in Indonesia. Environmental Sustainability, 4:569-578

 

Uscher-Pines, L., Pines, J., Kellermann, A., Gillen, E. & Mehrotra, A. (2013). Deciding to visit the Emergency Department for non-urgent conditions: a systematic review of the literature. The American Journal of Managed Care, 19 (1):47-59

 

Zhang, C., Fu, C., Song, Y., Feng, R., Wu, X. & Li, Y. (2020). Utilization of public health care by people with private health insurance: a systematic review and meta-analysis. BMC Public Health, 20:1153

 

WHO. (2023). Statement on the fifteenth meeting of the IHR (2005) Emergency Committee on the Covid-19 pandemic.

�����������

Copyright holder:

Evelyn Hendarta (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: