Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 8, Agustus 2023

 

ANALISIS PEMANFAATAN WAKAF HIDROPONIK SEBAGAI SOLUSI PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI TAPOS DEPOK�

 

Refri Raditya Nugraha, Muhsan Syarafuddin

Hukum Keluarga Islam, STDI Imam Syafi�i

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk Analisis Pemanfaatan Wakaf Hidroponik sebagai Solusi Pembiayaan Pendidikan di Tapos Depok. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mengkaji analisis dana abadi hidroponik sebagai sumber pendanaan pendidikan di pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi manfaat dan tantangan memanfaatkan pertanian hidroponik untuk menghasilkan pendapatan untuk tujuan pendidikan. Melalui wawancara dengan pemangku kepentingan utama, studi ini mengungkapkan keuntungan dari pertanian hidroponik, seperti produksi sayuran yang efisien dan berkelanjutan, yang mengarah pada peningkatan pendapatan untuk kebutuhan pendidikan. Penelitian ini juga mengidentifikasi tantangan teknis dan manajemen dalam operasi sistem hidroponik, serta strategi pemasaran dan distribusi. Temuan ini menyoroti aspek pendidikan implementasi hidroponik, memberikan pengalaman belajar yang berharga bagi siswa dalam pertanian modern, teknologi hidroponik, manajemen kebun, dan keterampilan kewirausahaan. Studi ini menggarisbawahi pentingnya dukungan dan kolaborasi masyarakat dalam memperluas jangkauan pasar dan menekankan peran pesantren sebagai agen pembangunan lokal yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Secara keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa penerapan dana abadi hidroponik sebagai solusi pembiayaan telah berdampak positif terhadap kemandirian, keberlanjutan, dan pendidikan pesantren.

 

Kata Kunci: Wakaf hidroponik; Pembiayaan Pendidikan; Pesantren; Wakaf.

 

Abstract

This study aims to Analysis of the Utilization of Hydroponic Endowments as a Solution for Education Financing in Tapos Depok. This research using interview methods examines the analysis of hydroponic endowments as a funding source for education in Islamic boarding schools (pesantren). The research aims to explore the benefits and challenges of utilizing hydroponic farming to generate income for educational purposes. Through interviews with key stakeholders, the study reveals the advantages of hydroponic farming, such as efficient and sustainable vegetable production, leading to increased revenue for educational needs. The research also identifies technical and management challenges in hydroponic system operation, as well as marketing and distribution strategies. The findings highlight the educational aspects of hydroponic implementation, providing valuable learning experiences for students in modern agriculture, hydroponic technology, garden management, and entrepreneurial skills. The study underscores the significance of community support and collaboration in expanding market reach and emphasizes the role of Islamic boarding schools as local development agents contributing to economic growth and community welfare. Overall, the research shows that the application of hydroponic endowments as a financing solution has positively impacted the independence, sustainability, and education of Islamic boarding schools.

 

Keywords: Hydroponic Endowments; Education Financing; Islamic Boarding Schools; Waqf.

 

Pendahuluan

Wakaf memiliki peranan sosial ekonomi yang penting dalam agama Islam. Dalam sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan umat Muslim. Wakaf telah digunakan untuk mendukung bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan, dan peradaban Islam secara umum.

Wakaf pertama kali dilakukan oleh Umar bin al Khatthab dengan seizin Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Umar memiliki sebuah kebun yang subur dan produktif di Khaibar. Dengan semangat untuk membantu sesama dan meningkatkan kesejahteraan umat, Umar berkonsultasi dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. tentang cara mendermakan kebun tersebut. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. menganjurkan agar kebun tersebut tetap menjadi aset yang dikelola dengan baik, dan hasilnya didermakan kepada masyarakat. Dengan kata lain, kebun tersebut tetap terjaga dan dikelola dengan baik, sementara hasilnya didermakan untuk kepentingan umat (Akhlaq et al., 2021).

Wakaf memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Dalam pengelolaannya, wakaf harus dikelola secara produktif dalam dimensi ekonomi Islam. Hal ini akan menghasilkan pengembangan harta wakaf yang berorientasi pada kepentingan sosial dan dapat dirasakan oleh umat. Lembaga wakaf memiliki tanggung jawab yang besar dalam menggerakkan kegiatan masyarakat. Tujuannya bukan untuk memperoleh kekuasaan di pemerintahan atau berorientasi pada profit semata seperti perusahaan swasta dan lembaga non-wakaf lainnya. Perkembangan wakaf Islam bertujuan untuk membentuk karakter khusus yang dapat meningkatkan hukum Islam. Pengelolaan dana wakaf harus memiliki tujuan yang jelas dan harus dialokasikan/didistribusikan dengan orientasi bisnis yang Islami (Zainal, 2020).

Beberapa contoh model pengelolaan dan pengembangan dana wakaf meliputi pemberdayaan ekonomi umat melalui program UMKM, optimalisasi tanah wakaf di daerah perkebunan dengan mengembangkan perkebunan seperti sawit, kedelai, dan kentang, optimalisasi tanah wakaf di daerah strategis dengan mendirikan lembaga pendidikan yang dilengkapi dengan fasilitas tempat tinggal dan maal halal, mengoptimalkan dana wakaf yang berorientasi pada penyerapan tenaga kerja, dan menghidupkan daerah miskin menjadi daerah potensi ekonomi, serta banyak lagi.

Melihat sejarah wakaf, dapat dipahami bahwa wakaf mengajarkan umat Islam tentang pentingnya sumber ekonomi yang berkelanjutan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Wakaf adalah instrumen ekonomi yang memberikan kehidupan bagi pengelola dan masyarakat, bukan hanya menjadi beban pengelola atau mengandalkan bantuan dari masyarakat. Pada masa sahabat, wakaf telah menjadi sumber ekonomi dan pembiayaan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, pada masa khilafah Harun al Rasyid, perpustakaan Bayt al-Hikmah didanai oleh kekayaan wakaf. Pada masa keemasan Universitas Al Azhar, operasional yayasan, gaji dosen, dan beasiswa mahasiswa dari seluruh dunia dapat dibiayai sepenuhnya dari hasil pengelolaan harta wakaf. Namun, disayangkan sebagian besar kekayaan wakaf yayasan Al Azhar telah diambil oleh Negara sejak pemerintahan Jamal Abd Nasr (Muhayat, 2013).

Adapun Turki juga telah menganut pemanfaatan wakaf produktif dengan mendirikan Direktorat Jenderal Wakaf yang tugasnya bertanggung jawab atas semua pengelolaan wakaf produktif yang mencapai sebesar 37.914 jenis wakaf produktif. Pemanfaatan dana wakaf ini juga telah merambah ke pendidikan tinggi dari 195 universitas yang ada di turki, ada sekitar 75 universitas yang telah berjalan mengelola wakaf produktif (Napitu et al., 2021).

Pengelolaan dan pengembangan wakaf di Indonesia membutuhkan komitmen bersama dari pemerintah, ulama, dan masyarakat. Selain itu, perlu dilakukan penyusunan ulang terkait berbagai aspek yang terkait dengan wakaf, termasuk harta yang diwakafkan, tujuan wakaf, nadzir, dan pengelolaan wakaf secara profesional. Wakaf harus diberikan kepada individu atau lembaga khusus yang memiliki kompetensi yang memadai untuk mengelolanya dengan profesional dan amanah. Implementasi ini sangat penting mengingat adanya perubahan kebijakan dalam pengelolaan wakaf. Pemerintah memberikan perhatian besar dalam memberdayakan wakaf sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan, karena wakaf dianggap sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memantau perkembangan pengelolaan wakaf, model-modelnya, dan dampaknya terhadap penguatan kesejahteraan umat (Hazami, 2016).

Amanat pembukaan UUD 1945 menegaskan pentingnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam konteks ini, tidak ada perubahan yang diizinkan, sehingga setiap pemimpin bangsa harus berjuang dengan segala daya dan upaya untuk memastikan bahwa bangsa Indonesia menjadi cerdas. Pendidikan adalah salah satu sarana utama untuk mencapai hal ini, di mana setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tanpa hambatan. Namun, dalam kenyataannya, bangsa Indonesia menghadapi berbagai hambatan seperti biaya pendidikan yang tinggi, peningkatan biaya pendidikan yang tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan masyarakat, ketidakseimbangan antara kapasitas sekolah negeri dengan kebutuhan masyarakat, dan fakta bahwa membangun sekolah berkualitas membutuhkan biaya yang besar (Jaharuddin, 2018).

Bahkan, ada pandangan umum di masyarakat bahwa sekolah berkualitas adalah sekolah yang mahal. Faktanya, ada sekolah yang mengenakan biaya yang sangat tinggi, bahkan mencapai ratusan juta rupiah. Meskipun ada juga sekolah yang biayanya masih terjangkau, tetapi dianggap tidak berkualitas. Akibatnya, terbentuk pandangan bahwa orang-orang miskin seolah-olah tidak berhak mendapatkan pendidikan berkualitas. Namun, kita harus mengingat kembali bahwa pendidikan adalah hak setiap masyarakat Indonesia, tanpa memandang status sosial mereka.

Pesantren Nurul Huda di Tapos, Depok, merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam menyebarkan nilai-nilai agama dan pendidikan kepada para santri. Namun, seperti banyak lembaga pendidikan lainnya, pesantren ini juga dihadapkan pada tantangan pembiayaan yang sering kali mempengaruhi kelangsungan dan kualitas pendidikan yang diselenggarakan.

Dalam upaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan pembiayaan ini, pemanfaatan wakaf hidroponik telah muncul sebagai alternatif yang menarik. Wakaf hidroponik merupakan bentuk inovatif dari wakaf yang menggunakan teknologi hidroponik untuk menanam tanaman secara efisien tanpa menggunakan media tanah. Metode ini memungkinkan produksi sayuran yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Pesantren Nurul Huda telah mengimplementasikan wakaf hidroponik dengan tujuan memperoleh pendapatan tambahan untuk membiayai kebutuhan pendidikan. Hasil panen sayuran sebagian digunakan untuk pemenuhan kebutuhan para santri di pesantren, seperti pemakanan harian. Sementara itu, sebagian lainnya dijual untuk mendapatkan pendapatan yang dapat digunakan untuk pembangunan dan perbaikan fasilitas, gaji tenaga pendidik, atau pemberian beasiswa kepada santri kurang mampu.

Namun, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa permasalahan yang perlu diperhatikan. Pertama, keterbatasan jumlah hasil panen dapat menjadi kendala dalam menjaga kelangsungan dan keberlanjutan pendanaan pendidikan. Dalam skala produksi wakaf hidroponik yang terbatas, hasil panen sayuran mungkin tidak mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan pembiayaan pendidikan di Tapos. Kedua, pengelolaan dan distribusi hasil panen juga menjadi tantangan. Perlu diperhatikan sistem pengelolaan dan distribusi yang efektif dan adil. Terdapat kebutuhan untuk mengatur alokasi dan penyaluran hasil panen secara merata, sehingga semua pihak yang terlibat dapat memperoleh manfaat yang seimbang.

Ketiga, keberlanjutan pendanaan juga menjadi faktor penting. Kehandalan wakaf hidroponik sebagai solusi pembiayaan pendidikan di Tapos tergantung pada keberlanjutan dan kestabilan hasil panen. Faktor-faktor seperti cuaca, penyakit tanaman, atau kendala teknis dapat mempengaruhi produksi dan hasil panen. Oleh karena itu, perlu dilakukan manajemen yang efektif untuk meminimalkan risiko dan menjaga konsistensi pendapatan.

Dalam konteks ini, analisis mendalam perlu dilakukan terkait potensi, kelayakan, dan dampak yang mungkin timbul dari pemanfaatan wakaf hidroponik sebagai solusi pembiayaan pendidikan di Pesantren Nurul Huda di Tapos, Depok. Analisis ini akan memberikan pandangan holistik dan faktual terkait potensi, tantangan, dan peluang yang dapat dihadapi dalam mengimplementasikan wakaf hidroponik sebagai sumber pembiayaan yang berkelanjutan.�

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif untuk tujuan mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan menginterpretasikan insiden, keyakinan, dan ciri-ciri umum individu atau kelompok masyarakat secara lebih rinci (Sugiyono, 2018). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengamati tanda-tanda dan gejala yang terjadi dalam konteks yang sedang diteliti.

Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan menggunakan panduan atau daftar pertanyaan terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk menggali informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan secara tatap muka atau melalui telepon, dan berlangsung dalam suasana yang terbuka dan mengikuti alur yang fleksibel. Selain itu, penulis juga mencatat dan merekam wawancara untuk mendokumentasikan data yang diperoleh secara akurat.

Metode wawancara memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk menggali pemahaman yang lebih mendalam tentang persepsi, sikap, keyakinan, dan pengalaman responden terkait dengan topik penelitian. Dengan pendekatan ini, penulis dapat memperoleh data yang kaya dan mendalam, serta memperoleh wawasan yang lebih komprehensif terkait dengan fenomena yang sedang diteliti (Sugiyono, 2018).

Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan memberikan gambaran yang jelas tentang peristiwa yang terjadi. Pendekatan ini dilakukan dengan menguraikan fakta-fakta yang ditemukan dan memberikan deskripsi yang terperinci. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan studi literatur dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, artikel, dan informasi terkait yang relevan dengan topik penelitian ini (Azwar, 2007).

Melalui penerapan metode pendekatan kualitatif wawancara deskriptif, penulis dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang insiden, keyakinan, dan ciri-ciri umum individu atau kelompok terkait dengan topik penelitian. Metode ini juga memungkinkan penulis untuk mengamati tanda-tanda dan gejala yang ada dalam konteks yang diteliti.

Dengan demikian, penggunaan metode pendekatan kualitatif wawancara deskriptif dalam penelitian ini memberikan ruang untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif dan mendalam tentang fenomena yang diteliti. Pendekatan ini memungkinkan penulis untuk menggambarkan secara rinci dan mendalam peristiwa yang diamati, serta memberikan landasan yang kuat untuk mendukung temuan dan kesimpulan penelitian.

 

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan dan penyebaran institusi pendidikan Islam di Indonesia tidak terlepas dari praktik filantropi yang melibatkan berbagai jenis lembaga, mulai dari sekolah, madrasah, pesantren, hingga perguruan tinggi. Salah satu bentuk filantropi dalam bidang pendidikan adalah melalui wakaf, yaitu proses menyerahkan aset dari pewakaf kepada penerima wakaf untuk didirikan sebagai lembaga pendidikan. Wakaf ini dapat berupa tanah atau bangunan, dan dalam era modern, cakupan wakaf semakin luas.

Lembaga wakaf memiliki peran penting sebagai sumber pendanaan bagi institusi pendidikan Islam. Keberadaan sistem wakaf dalam Islam dipengaruhi oleh sistem ekonomi Islam yang memandang bahwa aspek ekonomi erat kaitannya dengan ajaran agama dan hukum syariah Islam. Oleh karena itu, aktivitas ekonomi dianggap sebagai ibadah dan memberikan kontribusi pada kemaslahatan bersama (Ningsih et al., 2021).

Wakaf produktif dapat menjadi solusi yang efektif dalam meningkatkan akses pendidikan. Melalui penggunaan dana wakaf, institusi pendidikan dapat memberikan beasiswa atau bantuan pendidikan kepada siswa yang kurang mampu secara finansial. Dengan demikian, wakaf produktif dapat membuka pintu kesempatan bagi mereka yang sebelumnya tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak (Nurbayani, 2020).

Tak hanya itu, wakaf produktif juga memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dana wakaf dapat dialokasikan untuk memperbaiki fasilitas pendidikan yang ada, meningkatkan kualitas pengajaran, dan mengembangkan program pendidikan yang lebih inovatif. Hal ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik dan memastikan bahwa siswa mendapatkan pendidikan yang berkualitas (Amal et al., 2022).

Keberlanjutan pembiayaan juga menjadi keunggulan dalam pemanfaatan wakaf produktif untuk pendidikan. Pendapatan yang dihasilkan dari investasi wakaf dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan jangka panjang dalam pendidikan, seperti gaji guru, perbaikan fasilitas, dan pengembangan kurikulum. Dengan pendanaan yang berkelanjutan, institusi pendidikan tidak perlu terus-menerus bergantung pada dana pemerintah atau biaya sekolah yang dibebankan kepada siswa.

Selain itu, wakaf produktif juga memberdayakan masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Masyarakat dapat berpartisipasi aktif dengan menyumbangkan wakaf mereka, baik dalam bentuk harta maupun keterampilan, untuk mendukung pendidikan di komunitas mereka (Sutra, 2020). Hal ini menciptakan ikatan sosial yang kuat antara masyarakat dan lembaga pendidikan, serta memperkuat rasa memiliki terhadap pendidikan yang dilakukan di lingkungan mereka sendiri.

Pada kesempatan kali ini, penelitian mengenai wakaf produktif jenis hidroponik untuk pembiayaan pesantren membawa pada pemahaman yang lebih mendalam tentang potensi dan manfaat yang dapat diperoleh melalui pemanfaatan teknologi hidroponik dalam konteks pendidikan di pesantren.

Penerapan wakaf hidroponik sebagai sumber pembiayaan pendidikan di pesantren memiliki beberapa keuntungan. Pertama, metode hidroponik memungkinkan produksi sayuran yang lebih efisien dan berkelanjutan tanpa menggunakan media tanah (Widodo et al., 2021). Hal ini memungkinkan pesantren untuk menghasilkan hasil panen yang lebih besar dalam ruang terbatas, sehingga dapat meningkatkan pendapatan yang digunakan untuk membiayai kebutuhan pendidikan.

Selain itu, wakaf hidroponik juga memiliki potensi untuk menjadi sumber pendapatan tambahan melalui penjualan hasil panen. Pesantren menjual sayuran yang dihasilkan melalui metode hidroponik kepada masyarakat sekitar atau dalam pasar lokal. Pendapatan dari penjualan ini digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan pendidikan di pesantren, seperti pembangunan dan perbaikan fasilitas, pengadaan buku dan peralatan belajar, serta pemberian beasiswa kepada santri yang kurang mampu.

Penerapan wakaf hidroponik juga memiliki aspek pendidikan yang penting. Pesantren dapat memanfaatkan metode hidroponik sebagai sarana pembelajaran bagi para santri. Mereka dapat belajar tentang pertanian modern, teknologi hidroponik, manajemen kebun, dan keterampilan berwirausaha. Hal ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan santri, tetapi juga memberikan pengalaman praktis yang berharga dalam mengelola usaha pertanian yang berkelanjutan.

Adapun beberapa tantangan yang timbul dalam penerapan wakaf hidroponik untuk pembiayaan pesantren. Tantangan pertama adalah aspek teknis dalam pengelolaan sistem hidroponik. Pesantren perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam mengoperasikan dan merawat sistem hidroponik agar dapat mencapai hasil panen yang optimal. Tantangan kedua adalah aspek manajemen dan pemasaran. Pesantren memiliki strategi yang efektif dalam mengelola produksi dan distribusi hasil panen hidroponik. Mereka juga perlu memahami pasar potensial dan cara memasarkan produk mereka dengan baik untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.

Setelah dikonfirmasi terkait pemanfaatan wakaf hidroponik melalui wawancara bahwa pemanfaatan wakaf hidroponik telah memberikan dampak positif dalam pembiayaan pendidikan di pesantren. Dengan adanya kegiatan pertanian hidroponik, pesantren dapat memanen sayuran secara mandiri dan menjualnya untuk memperoleh pendapatan tambahan. Pendapatan ini digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan pendidikan, seperti pembangunan dan perbaikan fasilitas, gaji tenaga pendidik, serta pemberian beasiswa kepada santri kurang mampu (Naim, 2023).

Penerapan wakaf hidroponik sebagai sumber pembiayaan pendidikan memungkinkan pesantren untuk mengembangkan kemandirian dan keberlanjutan dalam pembiayaan. Dengan mengelola kebun wakaf hidroponik, pesantren dapat menghasilkan pendapatan secara berkelanjutan tanpa tergantung pada sumbangan atau dana dari pihak luar. Hal ini memberikan stabilitas dan keberlanjutan dalam menjaga kelangsungan pendidikan di pesantren (Hadi, 2023).

Selain itu, Ustad Basith, (2023) juga menekankan pentingnya peran komunitas dan masyarakat sekitar dalam mendukung pemanfaatan wakaf hidroponik. Melalui kerjasama dengan masyarakat, pesantren dapat memperluas jangkauan pasar untuk menjual hasil panen hidroponik. Dalam hal ini, pesantren berperan sebagai agen pembangunan lokal yang turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Temuan lain yang ditemukan adalah bahwa penerapan wakaf hidroponik juga memberikan nilai edukasi bagi para santri. Melalui kegiatan pertanian hidroponik, santri dapat belajar tentang teknologi pertanian modern, keberlanjutan lingkungan, dan keterampilan berwirausaha. Hal ini memberikan pengalaman praktis yang berharga bagi santri dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa pemanfaatan wakaf hidroponik sebagai solusi pembiayaan pendidikan di Tapos Depok memberikan dampak positif dalam meningkatkan kemandirian, keberlanjutan, dan edukasi di pesantren. Melalui kegiatan pertanian hidroponik, pesantren dapat menghasilkan pendapatan tambahan yang dapat digunakan untuk membiayai pendidikan dan memajukan pesantren secara berkelanjutan. Dukungan dari komunitas dan peran edukatif bagi santri juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan implementasi wakaf hidroponik sebagai sumber pembiayaan pendidikan.

 

Kesimpulan

Penerapan wakaf hidroponik sebagai sumber pembiayaan pendidikan di pesantren memiliki beberapa keuntungan, seperti efisiensi produksi sayuran yang lebih tinggi dan peningkatan pendapatan pesantren melalui penjualan hasil panen. Metode hidroponik dalam wakaf juga memiliki nilai edukasi yang penting, memungkinkan santri untuk belajar tentang pertanian modern, teknologi hidroponik, manajemen kebun, dan keterampilan berwirausaha.

Tantangan dalam penerapan wakaf hidroponik termasuk aspek teknis pengelolaan sistem hidroponik dan manajemen serta pemasaran hasil panen. Pesantren perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta strategi yang efektif untuk mencapai hasil panen optimal dan memasarkan produk dengan baik.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa pemanfaatan wakaf hidroponik memberikan dampak positif dalam meningkatkan kemandirian, keberlanjutan, dan edukasi di pesantren. Pendapatan tambahan dari kegiatan pertanian hidroponik digunakan untuk membiayai berbagai kebutuhan pendidikan, seperti pembangunan fasilitas, gaji tenaga pendidik, dan pemberian beasiswa kepada santri yang kurang mampu.

Dukungan dari komunitas dan peran edukatif bagi santri juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan implementasi wakaf hidroponik sebagai sumber pembiayaan pendidikan. Pesantren dapat bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk memperluas pasar penjualan hasil panen dan menjadi agen pembangunan lokal yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Dengan mengatasi tantangan teknis dan manajemen, serta memanfaatkan potensi edukatif dan dukungan komunitas, penerapan wakaf hidroponik dapat menjadi solusi yang efektif dalam pembiayaan pendidikan di pesantren, memberikan kemandirian, keberlanjutan, dan pengembangan pengetahuan serta keterampilan bagi para santri.

 

BIBLIOGRAFI

Akhlaq, S. K., Possumah, B. T., & Anwar, S. (2021). Analisis Strategi Pengelolaan Wakaf sebagai Bisnis Sosial Islam-Study Kasus Yayasan Wakaf Produktif Pengelola Aset Islami Indonesia. Iltizam Journal of Shariah Economic Research, 5(2), 127�145.

 

Amal, I., Azahriana, S., & Safira Yasmin, T. (2022). Kegiatan Relawan Dompet Dhuafa Dalam Memberikan Pelayanan Pada Fakir Miskin Dan Lansia. KAIS Kajian Ilmu Sosial, 3(1), 37�48. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/kais/

 

Azwar, S. (2007). Metode penelitian, edisi I. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

 

Basith, A. (2023). Hasil Wawancara.

 

Hadi. (2023). Hasil Wawancara.

 

Hazami, B. (2016). Peran dan aplikasi Wakaf dalam mewujudkan kesejahteraan umat di Indonesia. Analisis, XVI(1), 173.

 

Jaharuddin. (2018). Potensi Wakaf Uang Untuk Pendidikan. Ikraith-Humaniora, 2(2), 84�94.

 

Muhayat, I. (2013). Lembaga Wakaf: Suatu Solusi Pembiayaan Pendidikan Islam. Edukasi, 1(1), 128�138.

 

Naim. (2023). Hasil Wawancara.

 

Napitu, R. M., Lubis, R., & Nasution, H. (2021). Potensi Wakaf Uang dan Model Pengembangannya: Studi Kasus di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 1224�1233. http://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jiedoi:http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v7i3.2603

 

Ningsih, I. W., Nurasa, A., Sobron M, D., Syah, M., & Erihadiana, M. (2021). Manajemen Pembiayaan Pendidikan Lembaga Filantropi Yatim Mandiri dalam Pemberdayaan Mahasiswa Yatim (Study Analisis Program MEC). JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 4(8), 859�869. https://doi.org/10.54371/jiip.v4i8.357

 

Nurbayani, A. (2020). Strategi Pemberdayaan Wakaf Produktif Dalam Upaya Memakmurkan Umat. Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah, 5(2), 167�188. https://doi.org/10.15575/tadbir.v5i2.2101

 

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta.

 

Sutra, R. (2020). Implementasi Pengolahan Wakaf Produktif Di Global Wakaf Dalam Menyejahterakan Umat. SAKINA: Journal of Family Studies, 4(3).

 

Widodo, S. E., Widagdo, S., & Zulferiyenni. (2021). HIDROPONIK SEBAGAI SUMBER DANA MANDIRI DAN PENINGKATAN GIZI WARGA PONDOK PESANTREN ISLAM ULUL ALBAB, DESA BANJAR AGUNG, KEC. JATI AGUNG, KAB. LAMPUNG SELATAN. Pengabdian UNILA, 1�10.

 

Zainal, V. R. (2020). Pengelolaan Dan Pengembangan Wakaf Produktif. Al-Awqaf: Jurnal Wakaf Dan Ekonomi Islam, 9(1), 1�16. https://doi.org/https://doi.org/10.47411/al-awqaf.v9i1.32

 

 

Copyright holder:

Refri Raditya Nugraha, Muhsan Syarafuddin (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: