Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
ANALISIS
PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT RAWAT JALAN PASIEN JKN TERHADAP NILAI PERSEDIAAN DI
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT X
Nadia
Alwainy, Pujiyanto
Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Indonesia
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Perencanaan
farmasi adalah kegiatan dimana kuantitas dan waktu pengadaan produk farmasi
ditentukan berdasarkan hasil kegiatan seleksi untuk memastikan terpenuhinya
kriteria jenis, jumlah, waktu dan efisiensi yang tepat. Perencanaan kurang baik
mengakibatkan terjadinya kekosongan persediaan yang berdampak pada hutang obat
pasien rawat jalan sebagaimana terjadi di RS X pada Trimester I tahun 2023. Penelitian
ini bertujuan untuk mengevaluasi perencanaan kebutuhan obat di instalasi
farmasi rumah sakit X (IFRS), menghasilkan bukti komparasi efisiensi dan
memberikan usulan perbaikan pemecahan masalah tersebut. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif untuk menyusun model
perencanaan persediaan farmasi dengan menggunakan metode konsumsi yang
dikombinasikan dengan analisis ABC (Pareto). Dari perhitungan rencana kebutuhan
obat didapatkan total biaya yang dikeluarkan RS X pada trimester 1 (48,06%) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil perencanaan
dengan metode konsumsi. Hasil analisis ABC juga menunjukan komposisi kelompok A
35 item dengan volume order 277.194 (82,44 %),
kelompok B 28 item dengan volume order 43.316 (12,88%) dan kelompok C 77 item
dengan volume order 15.719 (4,68 %). Hasil penerapan metode konsumsi dan
analisis ABC dalam perencanaan dapat mengoptimalkan pengendalian persediaan
obat, mengurangi biaya, dan mencegah kekosongan persediaan sehingga disarankan
agar model ini diaplikasikan di IFRS X.
Kata
Kunci:
Perencanaan obat, Metode konsumsi,
Analisis ABC nilai pakai, Analisis ABC Investasi, Efisiensi Biaya
Abstract
Pharmaceutical planning is an activity
where the quantity and time of procurement of pharmaceutical products are
determined based on the results of selection activities to ensure the
fulfillment of the criteria of the right type, quantity, time and efficiency. Poor
planning resulted in a shortage of inventory which had an impact on outpatient
drug debt as happened at Hospital X in the first trimester of 2023. This study
aims to evaluate drug requirements planning in hospital pharmacy installation X
(IFRS), produce comparative evidence of efficiency and provide suggestions for
improvements in solving the problem. The method used in this study is
qualitative descriptive to compile a pharmaceutical inventory planning model
using the consumption method combined with ABC (Pareto) analysis. From the
calculation of the drug needs plan, it was found that the total cost incurred
by RS X in the 1st trimester (48.06%) was higher than the results of planning
with the consumption method. The results of ABC analysis also showed the
composition of group A 35 items with an order volume of 277,194 (82.44%), group
B 28 items with an order volume of 43,316 (12.88%) and group C 77 items with an
order volume of 15,719 (4.68%). The results of applying the ABC consumption and
analysis method in planning can optimize drug inventory control, reduce costs,
and prevent inventory vacancies, so it is recommended that this model be
applied in IFRS X.�
Keywords:
Drug planning, Consumption method, ABC use value analysis, ABC Investment
Analysis, Cost Efficiency
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Umar, 2020). Pelayanan farmasi merupakan salah satu komponen besar yang menyerap biaya operasional rumah sakit sehingga disebut sebagai pusat biaya (cost center) (Yoenus, 2012). Biaya yang timbul dari pelayanan farmasi terdiri dari biaya pengadaan obat-obatan, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), alat kesehatan medis hingga pengembangan teknologi untuk menunjang pelayanan (Pebrianti, 2015).
Tujuan perencanaan dan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (Tie et al., 2019).
RS X merupakan rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan utama kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan telah berdiri sejak tahun 1997. Visi RS X adalah menjadi rumah sakit yang memberikan pelayanan bermutu, terpercaya, di Jakarta Pusat tahun 2023 mengutamakan kepuasan yang terjangkau masyarakat dan mendapat barokah dari Allah SWT.
Berdasarkan dari data yang diberikan oleh RS X terkait anggaran total pembelanjaan farmasi pada Trimester I (1 Januari - 31 Maret) tahun 2023 menyerap hingga >50% dari total biaya operasional rumah sakit. Hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi RS X menyampaikan kendala yang saat ini masih dialami adalah stock out obat yang mengakibatkan terjadinya hutang obat pasien rawat jalan JKN sejumlah 265 pasien, 35 jenis Items Obat dan total quantity (7.037 item) yang tercatat pada Trimester 1 tahun 2023, sehingga terjadi pemesanan obat secara insidental, dan peminjaman stok obat kepada instalasi farmasi RS rekanan. Hal ini dapat terjadi karena belum adanya sistem perencanaan kebutuhan farmasi yang terukur sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit.
Fungsi manajemen logistik menurut Warisno (2022) yaitu fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, fungsi penganggaran, fungsi pengadaan, fungsi penyimpanan, fungsi pemeliharaan, fungsi penghapusan, fungsi pengendalian dan pengawasan. Perencanaan merupakan kegiatan pertama yang dilaksanakan dan merupakan salah satu fungsi yang menentukan keberhasilan kegiatan selanjutnya dimana jika tidak dilakukan dengan baik akan menyebabkan terjadinya kekosongan stok obat.
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui Metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi (Made et al., 2021). Metode ini sering dijadikan perkiraan yang paling tepat dalam perencanaan sediaan farmasi (Laukati et al., 2022). Perhitungan didasarkan atas analisa data konsumsi sediaan farmasi periode sebelumnya ditambah stok penyangga (buffer stock), stok waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa stok (Hartayu et al., 2020). Jumlah buffer stock bervariasi antara 10% sampai 20% dari kebutuhan atau tergantung kebijakan Rumah Sakit (Nadhifa et al., 2022). Sedangkan lead time adalah stok Obat yang dibutuhkan selama waktu tunggu sejak Obat dipesan sampai obat diterima (Nadhifa et al., 2022).
Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama Hukum Pareto (Ley de Pareto) adalah metode dalam manajemen persediaan (inventory management) untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai investasi tinggi (Afianti & Azwir, 2017).
Atas dasar tersebut penulis bermaksud untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang perencanaan kebutuhan obat di RS X dengan metode konsumsi dan analisis ABC untuk mengetahui nilai efisiensi antara metode perencanaan IFRS XYZ saat ini dengan metode yang digunakan dalam penelitian. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi salah satu solusi bagi sistem perencanaan dan pengendalian persediaan obat sehingga dapat mendukung pencapaian Visi dan Misi RS X.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terhadap sistem perencanaan kebutuhan obat rawat jalan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Sakit X. Dalam penelitian ini, akan digunakan metode konsumsi dan analisis ABC (Pareto) untuk menganalisis kebutuhan obat rawat jalan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi sistem perencanaan obat rawat jalan JKN yang telah dilakukan di Rumah Sakit X sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Penelitian ini juga akan menghitung jumlah kebutuhan obat rawat jalan JKN menggunakan metode konsumsi dan Analisis ABC untuk periode Januari hingga Maret 2023. Terakhir, penelitian ini akan membandingkan hasil peramalan dengan perencanaan yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit X untuk periode yang sama, yaitu Januari - Maret 2023.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional (non-eksperimental) dengan pendekatan deskriptif kualitatif (Sugiyono, 2021). Data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif dan telah tersedia sebelumnya. Jenis penelitian yang dilakukan adalah retrospektif, dengan fokus pada penggunaan metode konsumsi dan Analisis ABC (Pareto). Populasi penelitian ini adalah semua obat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terdaftar di Sistem Informasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit X (Notoatmodjo, 2019). Sampel penelitian akan mencakup obat rawat jalan JKN yang tercatat dalam Sistem Informasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit X.
Dalam hal eksklusi, penelitian ini akan mengesampingkan beberapa kriteria. Pertama, obat rawat jalan dengan sediaan obat suntik, obat inhalasi, cairan infus, dan obat inhalasi tidak dimasukkan dalam sampel penelitian ini. Selain itu, obat rawat jalan yang pengadaannya melalui donasi atau program pemerintah juga akan dikecualikan. Selain obat, bahan medis habis pakai yang tercatat dalam data penjualan farmasi rawat jalan JKN juga akan dikesampingkan dari penelitian ini.
Penelitian ini melibatkan pengumpulan data primer dan data sekunder. Berikut adalah rincian mengenai kedua jenis data yang dikumpulkan:
Data Primer diambil melalui observasi langsung terhadap proses pelayanan di Instalasi Farmasi RS X: Peneliti melakukan observasi langsung terhadap proses pelayanan di Instalasi Farmasi RS X untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang bagaimana sistem perencanaan dan pengadaan obat berjalan di rumah sakit tersebut. Dan wawancara mendalam yang dilakukan dengan beberapa pihak terkait, antara lain Kepala Instalasi Farmasi, Penanggung Jawab Gudang, dan Manajer Keuangan. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan langsung dari mereka mengenai prosedur perencanaan kebutuhan obat, pengadaan obat, dan pengelolaan farmasi di RS X.
Data Sekunder diambil dari data pengelolaan farmasi periode Januari - Maret 2023, data ini mencakup informasi mengenai pengelolaan farmasi, termasuk stok farmasi, penjualan farmasi, pemesanan obat farmasi, dan hutang obat pasien. Data stok farmasi dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan obat dan tingkat persediaan yang ada di rumah sakit. Data penjualan farmasi dapat memberikan gambaran tentang pola pemakaian obat dan tingkat permintaan dari pasien. Data pemesanan obat farmasi data ini dapat memberikan gambaran tentang kebutuhan obat yang dipesan dan tingkat pengadaan obat. Data hutang obat pasien data ini dapat memberikan informasi mengenai pola penggunaan obat oleh pasien dan implikasinya terhadap perencanaan kebutuhan obat.
Dengan pengumpulan data primer dan data sekunder yang komprehensif, penelitian ini dapat menggambarkan secara detail tentang sistem perencanaan kebutuhan obat dan pengelolaan farmasi di Instalasi Farmasi RS X.
A. Sistem
Perencanaan Obat di IFRS X
Jumlah
pelayanan resep di IFRS X pada tahun 2023 mencapai > 6000 per bulannya,
dimana mayoritas layanannya adalah pasien JKN, sehingga formularium rumah sakit
mengikuti ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Nomor
HK.01.07/MENKES/1970/2022 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/6485/2021 Tentang Formularium Nasional (Yanti
& krisselni Sitompul, 2021).
Manajemen
logistik farmasi mulai dari fungsi perencanaan hingga pengendaliaan persediaan
merupakan kewenangan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit X yang dikepalai oleh
Apoteker Penanggung Jawab. idealnya pengelolaan sediaan farmasi dilaksanakan
melalui sistem satu pintu (Juhana,
2023). Di IFRS X sampai dengan Maret 2023
terdapat XXX items sediaan farmasi aktif yang terdata pada sistem informasi RS,
dan 270 items (11,7%) diantaranya adalah obat-obat rawat jalan JKN yang terdata
ada pemakaian pada Trimester 1 tahun 2023, terdiri dari beberapa jenis sediaan
yaitu Tablet, Kapsul, Sirup, Inhaler, Insulin Pen dan Obat luar (obat tetes,
salep, dst).
Kegiatan pengadaan obat didahului dengan proses pemilihan dan perencanaan (Paputungan et al., 2020). Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan proses perencanaan pembelian obat Instalasi Farmasi RS X adalah sebagai berikut: (Gambar 1)
Gambar 1. Alur
Pengadaan Logistik Farmasi
Prosedur-prosedur ini menggambarkan langkah-langkah
yang diikuti dalam perencanaan pembelian obat di Rumah Sakit X.
B. Metode
Konsumsi
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi adalah:
A = Rencana kebutuhan per bulan pelayanan
B = Stok Kerja (Pemakaian rata-rata/ bulan pada Trimester 1 tahun 2023)
C = Buffer stock (10%-20% mengacu pada PMK 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi RS)
D = Lead Time Stock (7 hari = � x pemakaian rata-rata/ bulan)
E = Sisa stok (jumlah yang tersedia sisa pemakaian pelayanan bulan pelayanan sebelumnya)
Rumus:
Tabel 1
Hasil Perhitungan Rencana Kebutuhan Obat
(RKO) Berdasarkan Metode Konsumsi Periode Januari - Maret (Trimester 1)
Bulan Pelayanan |
Data Pembelian IFRS |
Rencana kebutuhan obat |
Selisih |
Persentase
(%) |
||
Jumlah Items |
Jumlah Biaya |
Jumlah Items |
Jumlah Biaya |
|||
Januari |
102 |
Rp 138.446.791 |
82 |
Rp 78.705.562 |
Rp 59.741.228 |
43,15% |
Februari |
152 |
Rp 249.133.018 |
109 |
Rp 113.631.123 |
Rp 135.501.895 |
54,39% |
Maret |
96 |
Rp 160.152.867 |
99 |
Rp 92.135.503 |
Rp 68.017.364 |
42,47% |
Total Trimester 1 |
|
Rp 547.732.676 |
|
Rp 284.472.188 |
Rp 263.260.488 |
48,06% |
Tabel diatas disajikan berdasarkan Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan obat rawat jalan JKN Trimester 1 2023 mengacu pada jumlah jenis item perbekalan farmasi dan dibandingkan dengan data pembelian IFRS X Trimester 1 2023. Hasil perhitungan dari tabel yang menunjukkan data pembelian obat di Instalasi Farmasi RS X pada bulan Januari, terdapat 102 item obat yang dibeli dengan total biaya sebesar Rp 138.446.791. Rencana kebutuhan obat seharusnya mencakup 82 item dengan biaya sebesar Rp 78.705.562. Terdapat selisih antara rencana dan pembelian sebesar Rp 59.741.228, yang merupakan 43,15% dari total biaya pembelian.
Pada bulan Februari, terdapat 152 item obat yang dibeli dengan total biaya sebesar Rp 249.133.018. Rencana kebutuhan obat seharusnya mencakup 109 item dengan biaya sebesar Rp 113.631.123. Terdapat selisih antara rencana dan pembelian sebesar Rp 135.501.895, yang merupakan 54,39% dari total biaya pembelian.
Pada bulan Maret, terdapat 96 item obat yang dibeli dengan total biaya sebesar Rp 160.152.867. Rencana kebutuhan obat seharusnya mencakup 99 item dengan biaya sebesar Rp 92.135.503. Terdapat selisih antara rencana dan pembelian sebesar Rp 68.017.364, yang merupakan 42,47% dari total biaya pembelian.
Total untuk trimester pertama adalah pembelian obat sebesar Rp 547.732.676 dengan rencana kebutuhan obat sebesar Rp 284.472.188. Terdapat selisih antara rencana dan pembelian sebesar Rp 263.260.488, yang merupakan 48,06% dari total biaya pembelian.
Dengan demikian, hasil tabel menunjukkan perbedaan antara rencana kebutuhan obat dan pembelian yang sebenarnya. Terdapat selisih biaya yang signifikan antara rencana dan pembelian obat, yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam perencanaan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi RS X selama periode tersebut.
C. Analisis
ABC Nilai Pakai
Tabel
2
Hasil
Pengelompokan Persediaan Farmasi Kategori Obat Berdasarkan Analisis ABC
Pemakaian dengan Persentase 70-20-10 di IFRS X
Kelompok |
Jumlah Pemakaian |
Persentase Pemakaian |
Jumlah Item Obat |
Persentase Item Obat |
A |
384.005 |
69,57% |
35 |
12,96% |
B |
112.722 |
20,42% |
41 |
15,19% |
C |
55.270 |
10,01% |
194 |
71,85% |
Total |
551.997 |
100,00% |
270 |
100,00% |
Dari data tabel yang disajikan, terlihat bahwa kelompok A memiliki persentase sebesar 12,96% dari total item obat, namun mencakup sebesar 69,57% dari persentase pemakaian obat secara keseluruhan. Kelompok B memiliki persentase sebesar 15,19% dari total item obat, tetapi mencakup persentase pemakaian obat sebesar 20,42%. Sementara itu, kelompok C memiliki persentase sebesar 71,85% dari jumlah total item obat, namun hanya mencakup persentase pemakaian obat sebesar 10,01%.
Hasil perhitungan analisis ABC menunjukkan bahwa
komposisi persentase item obat dalam kelompok A, B, dan C memiliki kebalikan
dengan persentase pemakaian obat. Dengan kata lain, meskipun kelompok A memiliki jumlah item obat yang lebih sedikit, obat-obat
dalam kelompok ini memiliki tingkat pemakaian yang tinggi. Sebaliknya, kelompok
C memiliki jumlah item obat yang paling banyak, tetapi tingkat pemakaian obat
dalam kelompok ini lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa fokus
perencanaan dan pengendalian persediaan obat seharusnya diberikan pada kelompok
A, yang memiliki tingkat pemakaian yang tinggi meskipun jumlah item obatnya
lebih sedikit. Dengan memperhatikan komposisi dan pemakaian obat dalam setiap
kelompok, rumah sakit dapat mengoptimalkan perencanaan persediaan obat dengan
lebih efektif dan efisien.
D. Analisis
ABC Nilai Investasi
Tabel 3
Hasil Pengelompokan Persediaan Farmasi
Kategori Obat Berdasarkan Analisis ABC Investasi dengan Persentase 70-20-10 di
RS X
Kelompok |
Jumlah Investasi (Rp) |
Persentase Nilai Investasi |
Jumlah Item Obat |
Persentase Item Obat |
A |
389.741.490 |
69,82% |
39 |
14,44% |
B |
112.009.726 |
20,07% |
56 |
20,74% |
C |
56.432.639 |
10,11% |
175 |
64,81% |
Total |
558.183.855 |
100,00% |
270 |
100,00% |
Dari tabel yang disajikan, terlihat bahwa kelompok A memiliki persentase sebesar 14,44% dari total item obat, namun menyerap investasi sebesar 69,82%. Kelompok B memiliki persentase sebesar 20,74% dari total item obat, dan menyerap investasi sebesar 20,07%. Sementara itu, kelompok C memiliki persentase sebesar 64,81% dari jumlah total item obat, tetapi hanya menyerap investasi sebesar 10,11%.
Berdasarkan analisis ABC, pengelompokkan item obat
berdasarkan rencana kebutuhan dananya menunjukkan bahwa kelompok A menyerap
investasi yang sangat tinggi, yakni sekitar 69,82%
dari total dana obat keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok A memiliki item obat yang memiliki nilai investasi yang
signifikan dibandingkan dengan kelompok lainnya. Dengan demikian, fokus
perencanaan kebutuhan obat dan pengendalian persediaan harus diberikan pada
kelompok A, mengingat investasi yang besar yang terlibat dalam kelompok ini.
Dengan melakukan pengelolaan yang efisien dan efektif terhadap persediaan obat
dalam kelompok A, rumah sakit dapat mengoptimalkan penggunaan dana obat dan mengurangi biaya investasi secara keseluruhan.
Tabel 4
Hasil Perhitungan Rencana Kebutuhan Obat
(RKO) Berdasarkan Metode Konsumsi dengan Kombinasi Pengelompokan Analisis ABC
Nilai Pakai
Kelompok |
Rencana Kebutuhan Obat Trimester
1 Tahun 2023 |
|||
Jumlah Pemesanan |
Persentase Pemesanan |
Jumlah Items |
Persentase items |
|
A |
277.194 |
82,44% |
35 |
25,00% |
B |
43.316 |
12,88% |
28 |
20,00% |
C |
15.719 |
4,68% |
77 |
55,00% |
Total |
336.229 |
100,00% |
140 |
100,00% |
Hasil dari kombinasi perhitungan rencana kebutuhan obat (RKO) rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Sakit X menggunakan metode konsumsi yang kemudian dikelompokkan dengan Analisis ABC Nilai Pakai telah menunjukkan hasil yang penting. Kombinasi ini membantu dalam menentukan prioritas pengadaan perbekalan farmasi dan memungkinkan pengkategorian obat menjadi fast moving (bergerak cepat) dan slow moving (bergerak lambat). Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa RKO rumah sakit terdiri dari kelompok A sebesar 82,44%, kelompok B sebesar 12,88%, dan kelompok C sebesar 4,68%.
Hasil ini memberikan informasi yang berharga bagi Rumah Sakit X dalam merencanakan kebutuhan obat rawat jalan JKN. Kelompok A, dengan persentase yang signifikan, menunjukkan bahwa obat-obat dalam kelompok ini merupakan yang paling sering digunakan dan memiliki nilai pakai yang tinggi. Oleh karena itu, perencanaan pengadaan dan pengendalian persediaan obat pada kelompok A harus menjadi prioritas utama.
Di sisi lain, kelompok B dan C memiliki persentase yang lebih rendah, menunjukkan bahwa obat-obat dalam kelompok ini memiliki tingkat pemakaian yang lebih rendah. Meskipun demikian, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dalam kelompok B dan C juga tetap penting untuk memastikan ketersediaan obat yang diperlukan bagi pasien. Dengan menggunakan kombinasi metode konsumsi dan Analisis ABC Nilai Pakai, Rumah Sakit X dapat mengoptimalkan pengelolaan persediaan obat, mengurangi biaya, dan memastikan ketersediaan obat yang memadai sesuai dengan prioritas dan tingkat pemakaian.
����������� Berdasarkan hasil penelitian mengenai perencanaan kebutuhan obat rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menggunakan metode konsumsi dengan analisis ABC, beberapa kesimpulan dapat diambil: (1) Sistem perencanaan dan pengadaan obat yang sedang diterapkan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam PMK Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Sistem ini terbukti menghasilkan tingkat persediaan dan investasi yang tinggi. (2) Melalui penerapan model perencanaan obat yang diuji menggunakan kombinasi metode konsumsi dan analisis ABC, terbukti bahwa nilai persediaan dapat dikurangi, sehingga rumah sakit dapat mencapai efisiensi biaya yang lebih baik. (3) Dengan menggunakan analisis ABC, obat dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat pemakaian dan nilai investasi, yang kemudian memudahkan perencanaan dan pengendalian persediaan obat serta mencegah terjadinya kekurangan persediaan (stock out).
Berdasarkan hasil uji coba model perencanaan kebutuhan obat rawat jalan JKN berikut beberapa usulan yang dapat diberikan kepada RS X, sebagai berikut: (1) Model perencanaan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode sederhana yang terukur dan sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Oleh karena itu, disarankan agar model ini diaplikasikan di IFRS. (2) Pentingnya melakukan evaluasi lanjutan selama satu tahun untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan dapat menilai tren pemakaian obat di IFRS. Evaluasi ini akan membantu meningkatkan tingkat keakuratan dalam perencanaan kebutuhan obat. (3) Metode kombinasi yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk perencanaan obat dalam periode tiga bulanan atau per bulan, sesuai dengan kebijakan dan anggaran RS. Kelebihan lainnya adalah analisis ABC dapat mengelompokkan obat berdasarkan prioritas dan kategori pergerakan obat (fast dan slow moving). (4) Diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan manajemen bagi kepala IFRS. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, kursus, atau melanjutkan studi S2 dalam bidang administrasi rumah sakit. Dengan peningkatan keterampilan manajemen, pengelolaan di IFRS dapat ditingkatkan. (5) Pentingnya adanya program monitoring dan evaluasi terhadap proses kegiatan yang dilakukan di IFRS. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pencatatan untuk setiap kegiatan, sehingga setiap orang bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing.
BIBLIOGRAFI
Afianti, H. F., & Azwir, H. H. (2017).
Pengendalian Persediaan dan Penjadwalan Pasokan Bahan Baku Import Dengan Metode
Abc Analysis di PT Unilever Indonesia, Cikarang, Jawa Barat. Jurnal Iptek,
21(2), 77�90.
Hartayu, T. S., Wijoyo, Y., & Manik, D. G. (2020).
Manajemen dan Pelayanan Kefarmasian di Apotek: Dengan Metode Problem-Based
Learning Dalam Kerangka Paradigma Pedagogi Reflektif. Sanata Dharma
University Press.
Juhana, A. A. (2023). The Faktor-Faktor Terjadinya
Follow Up (FU) Pengiriman Obat Dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) Di Rumah Sakit
Islam Jemursari Surabaya: diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menempuh ujian akhir program" sarjana". Jenggala: Jurnal Riset
Pengembangan Dan Pelayanan Kesehatan, 2(01).
Laukati, Y., Mutiara, R., & Erni, N. (2022). Model
Perencanaan dan Pengadaan Obat dengan Metode ABC Indeks Kritis (Studi Kasus Di
Rumah Sakit Jiwa dr. Soeharto Heerdjan Jakarta). Jurnal Health Sains, 3(3),
504�515.
Made, N., Saraswati, A., & Wirasuta, I. M. A. G.
(2021). Strategi Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi pada Beberapa Apotek di
Kabupaten Gianyar. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences, 11(1),
412938.
Nadhifa, A., Zakaria, M., & Irwansyah, D. (2022).
Analisis Metode Abc (Always, Better, Control) dan Eoq (Economic Order Quantity)
Dalam Pengendalian Persediaan Obat Pada Klinik Vinca Rosea. Industrial
Engineering Journal, 11(2).
Notoatmodjo, S. (2019). Promosi Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Paputungan, R. A., RARES, J., & Palar, N. (2020).
Evaluasi Logistik Alat Kesehatan di Puskesmas UPTD Pinolosian Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan. Jurnal Administrasi Publik, 6(95).
Pebrianti, P. (2015). Manajemen Logistik Pada Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabelota Kabupaten Donggala. Katalogis, 3(7).
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R & D (2 Ctk 3). CV Alfabeta.
Tie, A., Panjaitan, F., & Manullang, R. R. (2019).
Analisis Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Obat BPJS Fast Moving
Berdasarkan Metode Konsumsi Dikombinasikan Dengan Analisis Abc dan Reorder
Point (Studi Kasus Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang). Jurnal Akuntansi Bisnis Dan Keuangan, 6(2), 1�8.
Umar, A. (2020). Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien
Terhadap Pelayanan Obat di Apotek X Desa Pattimang Kecamatan Malangke Kabupaten
Luwu Utara Tahun 2020. Jurnal Kesehatan Luwu Raya, 7(1), 22�27.
Warisno, A. (2022). Manajemen Pendidikan Karakter
Siswa di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK),
4(5), 5073�5080.
Yanti, D. M. M., & krisselni Sitompul, M. (2021). Penerepan
Keputusan Menteri Kesehatan RI NO HK. 01.07. MENKES/247/2020 di Pelabuhan
Internasional Tanjung Balai Karimun Oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II
Tanjung Balai Karimun. JURNAL MARITIM, 2(2), 98�106.
Yoenus, M. (2012). Evaluasi Peraturan Daerah No. 2
Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus Dalam Rangka
Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat Di Rumah Sakit Umum Daerah Puri Husada
Tembilahan Tahun 2010). Program Pasca Sarjana Universitas Terbuka Jakarta.
Copyright holder: Nadia Alwainy, Pujiyanto (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |