Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 8, Agustus
2023
GAMBARAN
USIA, JENIS KELAMIN, KEBIASAAN OLAH RAGA, DAN KELELAHAN KERJA PENGERAJIN TENUN
DI YOGYAKARTA
Ismaul Ma�arif1, Yustinus
Denny Ardyanto Wahyudino2, Nur Afni
Sharfina3
1,2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
3Politeknik Borneo Medistra, Balikpapan, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Kelelahan kerja menjadi permasalahan yang masih luput dari
perhatian pekerja industri termasuk pengerajin tenun. Kelelahan kerja secara berkepanjangan dapat mengakibatkan penurunan produktifitas pekerja. Banyak faktor yang diduga dapat memicu
kelelahan kerja dilihat dari faktor
internal dan eksternal. Penelitian
ini memiliki tujuan untuk melihat
sejauh mana pengaruh faktor internal diantaranya usia, jenis kelamin,
dan kebiasaan olah raga pengerajin tenun dengan kelelahan kerja yang dialami. Desain penelitian ini adalah cross sectional, yang artinya
pengambilan data hanya diambil dalam satu
waktu. Penelitian dilakukan denganmelibatkan 87 responden sebagai sampel penelitian yang diambil dengan teknik total sampling. Hasil penelitian
didapatkan rata-rata usia responden sekitar 56-65 tahun (47,1%) jenis kelamin perempuan (67,8%). Penelitian ini juga menyatakan adanya pengaruh antara jenis kelamin, usia, dan kebiasaan olahraga terhadap kelelahan kerja pada pengerajin tenun di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Kata Kunci: Kelelahan Kerja; Pengerajin; Kebiasaan Olah Raga; Usia; Jenis Kelamin.
Abstract
Work fatigue is a
problem that continues to elude the attention of industrial workers, especially
weavers. Worker productivity can suffer as a result of prolonged weariness.
Multiple reasons, both internally and externally, are suspected of contributing
to work fatigue. The aim of the research is to identify the extent to which
internal factors such as age, gender, and exercise routines of weavers with
work fatigue are influenced. The design of the research is cross-sectional,
which means data is accumulated only once. This research had 87 respondents as
a research sample selected using the total sampling technique. The results of
the research revealed that the average age of the respondents (47.1%) was
between 56 -65 years old, mayority the weavers was
female (67.8%). The research additionally identified a correlation between
gender, age, and exercise routines and work fatigue among weavers in Special
Region of Yogyakarta.
Keywords: Work Fatigue;
Weavers; Exercise; Age; Gender.
Pendahuluan
Kelelahan menjadi kondisi yang dapat terjadi pada setiap manusia. Kelelahan secara terus menerus dan berkepanjangan dapat terjadi pada siapapun tidak memandang usia, jenis kelamin,
hingga berbagai macam profesi pekerjaan.
Kelelahan ini dapat menimbulkan ancaman ketidak stabilan kondisi fisik maupun psikis
yang dapat mempengaruhi produktifitas pekerjaan yang terjadi secara fisik maupun mental.
Berdasarkan data
yang ditemukan oleh Labour
Organization tahun 2016, tercatat
hamper 32% pekerja mengalami
kelelahan kerja yang diantaranya 27%nya dengan tingkat kelelahan yang berat. National Safety Council melalui
survei tahun 2017 terhadap 2.010 pekerja di Amerika
Serika, mencatat kelelahan
pada pekerja menjadi faktor terjadinya kecelakaan kerja. Penelitian lain juga mendukung pernyataan tersebut diketahui bahwa kelelahan kerja yang berkepanjangan ini memicu terjadinya peningkatan absensi, produktivitas pekerja, bahkan peningkatan kecelakaan kerja.
Setidaknya
setiap pekerja memiliki satu atau
beberapa faktor resiko terjadinya kelelahan kerja. Apabila faktor resiko tersebut tidak ditanggulangi sedini mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya peningkatan absensi pekerja, menurunnya produktifitas pekerja, hingga menigkatnya angka kecelakaan kerja (Council, 2017). Kelelahan kerja yang terjadi secara terus menerus dan tidak ditanggulangi seperti telah disebutkan
akan mempengaruhi produktifitas kerja (Golden, 2012).
Di negara berkembang sebagian besar penduduknya bekerja di dalam sector informal. Sektor usaha informal sebagai unit usaha ekonomi berukuran kecil saat ini masih kurang mendapatkan perhatian dari pemilik usaha dan pekerja. Akan tetapi, jika dilihat secara seksama sektor ini juga memiliki potensi terjadinya kelelahan kerja atau penyakit lain bagi pekerjanya. Pekerja pada kelompok informal tergolong pada �underserved working population� dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan kerja seperti yang diharapkan.
Diperkirakan
jumlah angkatan kerja yang bekerja pada sektor industri pemerintah dan swasta, baik sektor formal maupun informal dimana sebagian besar (lebih kurang 80%) berada pada sektor informal (Narpati et al., 2019). Indonesia sebagai negara berkembang diperkirakan 30-70% pekerja yang bekerja disektor informal. Pekerja ini tersebar
disektor industri pemerintahan, swasta (Noeraini, 2015).
Industri
tenun dengan mesin tradisional atau sering di kenal Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang ada di Yogyakarta merupakan salah
satu kebudayaan dan kerjinan khas indonesia,
proses pengerjaan nya murni menggunakan tenaga manusia tanpa bantuan mesin,
perlengkapan seadanya menjadi modal utama berjalannya industri tenun ini. Proses dari pembuatan tenun sangat riskan menimbulkan kejadian kelelahan kerja baik penyebab.
Kelelahan
kerja menjadi salah satu persoalan krusial yang perlu ditanggulangi karena kelelahan dapat menyebabkan kecakapan kerja menghilang, kondisi kesehatan menurun sehingga dapat memicu kecelakaan
kerja, serta produktivitas dan prestasi kerja menurun (Verawati, 2016).
Faktor penyebab
kelelahan kerja ada beberapa aspek,
yaitu aspek internal (usia, jenis kelamin,
status gizi, status kesehatan,
kebiasaan merokok, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, kebiasaan berolah raga), aspek eksternal (masa kerja, waktu kerja,
sikap kerja, beban kerja) dan lingkungan kerja (Suma�mur, 2014).
Aspek pekerjaan yang
repetitive juga dapat memicu
terjadinya kelelahan kerja (Mital et al., 2000). Berdasarkan
uraian diatas peneliti tertarik untuk melihat gambaran
aspek internal diantaranya usia, jenis kelamin,
kebiasaan berolah raga, dan
tingkat kelelahan pada pengerajin tenun.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi
penelitian adalah total pengerajin tenun di DIY
Yogyakarta sebanyak 87 orang, seluruh
populasi dijadikan sampel diambil sebanyak 87 orang karena peneliti memilih teknik total sampling.�
Penelitian dilakukan
pada bulan Desember 2022�Maret
2023.
Peneliti menetapkan kriteria inklusi berupa: berprofesi sebagai penenun, terdaftar sebagai penenun dalam paguyuban tenun, melakukan kegiatan menenun di dalam rumah industri,
bersedia, bersedia mengikuti penelitian sampai. Pengumpulan�� data dilakukan menggunakan kuesioner secara tertulis. Data yang telah didapatkan oleh penelitian dianalisis dengan menggunakan uji chi-Square
menggunakan aplikasi SPSS.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
analisis univariat menggambarkan karakteristik penelitian yaitu usia, jenis kenis
kelamin, dan kebiasaan olah raga.
A. Distribusi Usia Pengerajin Tenun di Yogyakarta
Penelitian ini memberikan gambaran karakteristik usia responden
yang terlibat dalam penelitian ini yang ditunjukan melalui tabel 1.
Tabel 1 Distribusi Usia Pengerajin Tenun di DIY (n=87)
Usia |
Frekuensi (F) |
Persentase (%) |
26 � 35 Tahun |
1 |
1,1 |
36 � 45 Tahun |
7 |
8,0 |
46 � 55 Tahun |
32 |
36,8 |
56 � 65 Tahun |
41 |
47,1 |
>65 Tahun |
6 |
6,9 |
Total |
87 |
100 |
(Sumber: Data Primer, 2023)
Penelitian ini memberikan hasil gambaran persebaran usia pengerajin tenun yang terlibat dalam penelitian ini mayoritas berada pada usia rentang 56-65 tahun dengan total 41orang
(47,1%). Seseorang yang berumur
muda sanggup melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut maka kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun karena
merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan
tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya (Kusgiyanto et al., 2017).
B. Distribusi Jenis Kelamin Pengerajin Tenun di Yogyakarta
Distribusi jenis kelamin responden di sajikan melalui tabel
berikut:
Tabel 2 Distribusi Jenis Kelamin Pengerajin Tenun di DIY (n=87)
Jenis Kelamin |
Frekuensi (F) |
Persentase (%) |
Perempuan |
59 |
67,8 |
Laki-Laki |
28 |
32,2 |
Total |
87 |
100 |
(Sumber:
Data Primer, 2023)
Hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin, terdata bahwa responden yang terlibat didominasi berjenis kelamin perempuan sebanyak 59 orang
(67,8%). Secara umum
170 wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik atau kekuatan otot
laki-laki tetapi dalam hal tertentu
wanita lebih teliti dari pada laki-laki. Untuk kerja fisik, wanita
mempunyai volume oksigen maksimal 15-30% lebih rendah dibandingkan lakilaki, Hal ini yang menyebabkan perempuan cenderung mengalami kelelahan kerja (Perwitasari & Tualeka,
2014).
C. Distribusi Tingkat Kelelahan Pengerajin Tenun di Yogyakarta
Distribusi kelelahan kerja
responden dijabarkan melalui tabel 3.
Tabel 3 Distribusi Tingkat Kelelahan Pengerajin Tenun di DIY
(n=87)
Kelelahan Kerja |
Frekuensi (F) |
Persentase (%) |
Alami Kelelahan |
8 |
|
Ringan |
11 |
3,4 |
Sedang |
66 |
71,3 |
Berat |
2 |
25,3 |
Total |
87 |
100 |
(Sumber:
Data Primer, 2023)
Hasil analisis tingkat kelelahan tergambar bahwa mayoritas pengerajin mengeluluhkan kelelahan namun Sebagian besar mengeluhkan kelelahan dengan tingkat yang sedang. Kelelahan kerja responden pada penelitian ini digambarkan dalam tabel tersebut, terlihat bahwa seluruh responden mengalami kelelahan kerja dengan tingkat kelelahan sedang.
Kelelahan adalah proses yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan, kapasistas atau kinerja sebagai
akibat dari aktivitas kerja, kelelahan adalah suatu keadaaan ketika seseorang merasa lelah secara
fisik atau yang dapat disebabkan oleh kegiatan yang di lakukan terus menerus (Mississauga,
2012).
D.
Distribusi Kebiasaaan Olah
Raga Pengerajin Tenun di Yogyakarta
Distribusi
kebiasaan olah raga pengerajin tenun dapat dijabarkan melalui tabel 4 berikut.
�
Tabel 4 Distribusi Kebiasaan Olah Raga Pengerajin Tenun di DIY
(n=87)
Jenis Kelamin |
Frekuensi (F) |
Persentase (%) |
Tidak Berolah
raga |
73 |
83,9 |
Jarang |
11 |
12,6 |
Sering |
3 |
3,4 |
Total |
87 |
100 |
(Sumber:
Data Primer, 2023)
Hasil analisis kebiasaan olah raga responden, ditemukan 73 orang
para pengerajin tenun menyatakan tidak melakukan aktifitas olah raga dengan persentase 83,9 %. Diketahui
bahwa pada kelompok yang dilakukan intervensi olahraga menunjukkan 172 kualitas tidur, kemampuan kerja, dan fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan
kelompok yang tidak berolahraga (De Vries, 2017). Kualitas
tidur yang baik ini dibutuhkan dalam proses pemulihan. Dengan demikian, aktivitas olahraga sangat efektif dalam memulihkan
kelelahan (Dahlan &
Widanarko, 2022).
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang bisa ditarik dari peneliatian
ini adalah usia mayoritas pengerajin tenun pada usia rentang 56-65 tahun masih aktif
untuk bekerja. Jika, dilihat dari jenis
kelaminnya Sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Kebiasaan berolah raga pada pengerajin tenun dilaporkan tidak melakukan kegiatan olah raga, maka dari hasil
pendataan terkait tingkat kelelahan hampir semua pekerja
mengeluhkan kelelahan kerja dengan tingkat
yang sedang.
BIBLIOGRAPHY
Council, N. S. (2017). Fatigue in the workplace:
Causes & consequences of Employee Fatigue.
Dahlan, A., & Widanarko, B.
(2022). Analisis Kecukupan Tidur, Kualitas Tidur, Dan Olahraga Dalam Memulihkan
Kelelahan Akut Dan Kronis Pada Pekerja Migas-X. PREPOTIF : Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 6(1), 597�606.
https://doi.org/10.31004/prepotif.v6i1.3099
De Vries, H. (2017). An Integrated Approach for Understanding Health Behavior: The I - Change Model as an Example. Psychology and Behavioral Science International Journal, 2(2).
Golden,
L. (2012). The effects of working time on productivity and firm performance,
research synthesis paper. International Labor Organization (ILO) Conditions
of Work and Employment Series, 33.
Kusgiyanto,
W., Suroto, S., & Ekawati, E. (2017). Analisis Hubungan Beban Kerja Fisik,
Masa Kerja, Usia, Dan Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Kelelahan Kerja Pada
Pekerja Bagian Pembuatan Kulit Lumpia Di Kelurahan Kranggan Kecamatan Semarang
Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 5(5), 413�423.
Mital,
A., Kilbom, �., & Kumar, S. (2000). Ergonomics guidelines and problem
solving. Elsevier.
Mississauga. (2012). A Review of Mechanisms, Outcomes, and Measurement of Fatigue at Work: The Toronto Workshop. CRE-MSD.
Narpati,
J. R., Ekawati, E., & Wahyuni, I. (2019). Hubungan Beban Kerja Fisik,
Frekuensi Olahraga, Lama Tidur, Waktu Istirahat Dan Waktu Kerja Dengan
Kelelahan Kerja (Studi Kasus Pada Pekerja Laundry Bagian Produksi Di Cv. X
Tembalang, Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 7(1),
337�344.
Noeraini,
A. A. (2015). Ekonomi Informal di Indonesia, Suatu Tinjauan Pustaka. Sustainable
Competitive Advantage (SCA), 5(1).
Perwitasari,
D., & Tualeka, A. R. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Kerja
Subjektif Pada Perawat di RSUD DR. Mohommad Soewandhi Surabaya. The
Indonesian Journal of Safety, Health And Environment, 1(1), 15�23.
https://doi.org/10.20473/ijosh.v6i3.2017.362-370
Suma�mur,
P. K. (2014). Higiene perusahaan dan kesehatan Kerja (Hiperkes) edisi 2. Penerbit
Sagung Seto. Jakarta.
Verawati,
L. (2016). Hubungan tingkat kelelahan subjektif dengan produktivitas pada
tenaga kerja bagian pengemasan di cv sumber barokah. The Indonesian Journal
of Occupational Safety and Health, 5(1), 51�60.
https://doi.org/10.20473/ijosh.v5i1.2016.51-60
Copyright holder: Ismaul Ma�arif, Yustinus
Denny Ardyanto Wahyudino,
Nur Afni Sharfina (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |