Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

STRATEGI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH TERBANGUN DI KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR

 

Achmad Fauzi, Umar Mansyur, Rudi Mahmud Zafrullah

Universitas Pakuan, Indonesia

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Berbagai kegiatan berkembang di kabupaten ini, mulai dari rumah tinggal atau villa, kemudian resort, berbagai tempat wisata, hotel dan penginapan muncul. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kecenderungan yang akan berkembang, perlu dikaji strategi pengendalian pemanfaatan ruang terbangun dalam upaya mengatur dan memperketat pembangunan, khususnya di daerah resapan air, secara lebih selektif, terutama dalam memberikan izin pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah 1). Menganalisis perubahan penggunaan lahan pada tahun 2015 dan 2022. 2). Menganalisis intensitas pemanfaatan ruang terbangun di Kecamatan Cisarua. 3). Merumuskan strategi pengendalian pemanfaatan ruang di Kecamatan Cisarua. Teknik analisis yang digunakan dalam perubahan penggunaan lahan pada tahun 2015 dan 2022 adalah SIG dan analisis deskriptif, analisis untuk mengetahui intensitas pemanfaatan ruang wilayah terbangun di kabupaten Cisarua dengan menggunakan model perhitungan KZT dari Perbup No. 92 tahun 2018 dan analisis deskriptif untuk merumuskan strategi pengendalian pemanfaatan ruang di kabupaten Cisarua dengan menggunakan analisis SWOT. Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2015-2022 pada lahan terbangun di Kecamatan Cisarua seluas 56,62 Ha yang paling banyak mengalami peningkatan perubahan yaitu untuk bangunan rumah tinggal seluas 39,39 Ha dan perubahan non bangunan menjadi lahan terbangun pada kisaran tahun 2015-2022 sebesar 57,38 Ha.��

 

Kata kunci: Built-up space, Mengontrol pemanfaatan ruang, daerah resapan air.

 

Abstract

Various activities develop in this district, starting from residential houses or villas, then resorts, various tourist attractions, hotels and inns appear. Therefore, to anticipate the trend that will develop, it is necessary to study the strategy of controlling the utilization of built-up space in an effort to regulate and tighten development, especially in water catchment areas, more selectively, especially in giving permission to build. The purpose of this research is 1). Analyze land use changes in 2015 and 2022. 2). Analyzing the intensity of utilization of built-up space in Cisarua District. 3).Formulate strategies for controlling space utilization in Cisarua District. The analysis techniques used in land use change in 2015 and 2022 are GIS and descriptive analysis, analysis to determine the intensity of utilization of built-up area space in Cisarua district by using the KZT calculation model from Perbup No. 92 of 2018 and descriptive analysis and analysis to formulate strategies for controlling space utilization in Cisarua district using SWOT analysis. Changes in land use from 2015-2022 on built-up land in Cisarua District covering an area of 56.62 Ha, which most experienced an increase in changes, namely for residential buildings of 39.39 Ha and non-built-up changes to built-up land in the 2015-2022 range of 57.38 Ha.

 

Keyword: Built-up space, Controlling Space Utilization, Water Catchment Area.

 

Pendahuluan

Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan penataan ruang diwujudkan dengan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2016 Tentang RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2016-2036. Adapun tujuan penataan ruang sebagaimana dijelaskan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor adalah untuk mewujudkan tata ruang wilayah yang berkualitas, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertumpu pada kegiatan pariwisata, permukiman, industri dan pertanian dalam rangka mendorong perkembangan wilayah yang merata dan berdaya saing menuju Kabupaten Bogor termaju dan sejahtera.

Kabupaten Bogor dengan luas 2.986 Km2 memiliki potensi pengembangan, pembangunan, ekspolarasi, eksploitasi terhadap potensi sumber daya alam ditunjang dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi dan sarana-prasana yang mendukung. Perkembangan wilayah Kabupaten Bogor lambat laun akan menjadi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan, daya dukung lahan dan peruntukanya sehingga terjadi perubahan penggunaan lahan. Maka jika melihat dari wilayah yang luas tersebut dan juga tingkat penduduk yang cukup tinggi akan kebutuhan kawasan permukiman dan kawasan komersial akan tinggi juga.

Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat Kabupaten Bogor berpenduduk 5.427.068 jiwa. Hal ini menjadikan Kabupaten Bogor sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi Jawa Barat, bahkan di Indonesia.

Kecamatan Cisarua yang bagian dari Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat vital bagi banyak daerah yang berada di bawahnya dan merupakan Kawasan Konservasi Air Tanah yang berfungsi sebagai daaerah resapan air. Menurut PERPRES No. 60 tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetakpunjur, arahan Kecamatan Cisarua didominasi oleh Zona B3 dengan fungsi kawasan dan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung lingkungan sedang hingga rendah, tingkat pelayanan prasarana dan sarana rendah, dan merupakan kawasan potensial resapan air.

Berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2016-2036, arahan ruang di Kecamatan Cisarua berupa Hutan Konservasi (HK), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Pertanian Lahan kering (LK), Kaasan perkebunan dan Tanaman Tahunan (PB), Permukiman Perkotaan Kepadatan Sedang (Pp2), Permukiman Perkotaan Kepadatan Rendah (Pp3), Kawasan Perdesaan (PD) dan Enclave Kawasan Hutan (EH).

Kecamatan Cisarua selain berperan sebagai kawasan resapan air juga memiliki panorama yang indah, udara yang sejuk, serta akses yang mudah menjadikan sebagai kawasan yang sangat menarik dan diminati oleh siapa saja. Berbagai aktivitas berkembang di kecamatan ini, mulai dari rumah tinggal atau vila, kemudian muncul resort, berbagai tempat wisata, hotel dan penginapan. Selain itu, telah dibangun pula berbagai tempat pendidikan dan pelatihan. Pertumbuhan kawasan terbangun di Kecamatan Cisarua begitu cepat sehingga mengakibatkan kurang terkendalinya intensitas penggunaan lahan.

Kajian wilayah terbangun merupakan salah satu metoda untuk menghitung instensitas pemanfaatan ruang disuatu wilayah terkecil yang dapat dibangun terhadap zona yang ditetapkan sebagai rujukan pengambilan keputusan boleh atau tidaknya pemanfaatan fungsi/kegiatan terbangun pada peruntukkan ruang non terbangun untuk membatasi perkembangan pemanfaatan kegiatan terbangun dan melindungi luas areal lahan non terbangun.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kecenderungan yang akan berkembang perlu adanya kajian strategi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah terbangun dalam upaya penertiban dan pengetatan pembangunan khususnya di daerah resapan air dengan lebih selektif, khususnya dalam memberikan izin untuk membangun.

Tujuan dari penelitian ini adalah 1). Mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan tahun 2015 dan tahun 2022. 2). Menganalisis intensitas pemanfaaatan ruang wilayah terbangun di Kecamatan Cisarua. 3).Merumuskan strategi pengendalian pemanfaatan ruang di Kecamatan Cisarua.

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil studi kasus di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Luas Wilayah Kecamatan Cisarua sebesar 7.394,14 Ha terdiri dari 10 desa yaitu desa Cibeureum, Tugu Selatan, Citeko, Cisarua, Jogjogan, Leuwimalang, Kopo, Cilember, Batulayang dan Tugu Utara. Secara geografis Kecamatan Cisarua terletak di antara 06�42'LS dan 106�56' BB. Penelitian dilaksanakan selama 6 (Enam) bulan yang dimulai pada Februari 2023 sampai dengan Juli 2023. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1

Lokasi Penelitian

 

Peralatan dalam penelitian ini menggunakan GPS,alat tulis dan laptop. Metode penelitian menggunakan data sekunder dari Bapedalitbang Kabupaten Bogor dan Dinas PUPR dan data primer hasil survey penggunaan lahan dan wawancara. Metoda pengumpulan data untuk perubahan penggunaan lahan tahun 2015 dan tahun 2022 adalah melalui pengumpulan data sekunder untuk citra satelit dan data primer untuk penamaan atribut data spasial. Metoda pengumpulan data intensitas pemanfaaatan ruang wilayah terbangun di Kecamatan Cisarua adalah melalui pengumpulan data sekunder dan wawancara ke instansi terkait. Metoda pengumpulan data untuk merumuskan strategi pengendalian pemanfaatan ruang di Kecamatan Cisarua, adalah melalui pengumpulan data sekunder dan data primer seperti wawancara terkait kebijakan dan hasil dari tujuan 1 dan tujuan 2.

Analisa perubahan penggunaan lahan tahun 2015 dan tahun 2022 memakai analisa GIS dan deskriptif. Analisa untuk mengetahui intensitas pemanfaaatan ruang wilayah terbangun di Kecamatan Cisarua dengan menggunakan model perhitungan KZT dari Perbup No. 92 Tahun 2018 dan analisis deskriptif. Analisa untuk merumuskan strategi pengendalian pemanfaatan ruang di Kecamatan Cisarua memakai analisis SWOT.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2015-2022

Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua tahun 2015-2022 dapat dilihat bahwa untuk bangunan tempat tinggal mengalami peningkatan yang sangat dominan seluas 39.39 Ha (0,53%), kelas lahan tersebut meliputi villa dan rumah tinggal, perdagangan dan jasa bertambah sebesar 7.34 Ha (0,10%), pariwisata bertambah sebesar 4.50 Ha (0.06 %). Untuk kelas lahan yang mengalami penurunan yaitu kebun campuran sebesar 49.87 Ha (-0,67 %), tanah kosong sebesar 9.87 Ha (-0.13%), tegalan/ladang sebesar 0.53 ha (-0.01%). Perubahan penggunaan sangat terlihat pada kelas lahan bangunan tempat tinggal seperti untuk villa dan rumah tinggal perubahan ini terjadi secara perlahan tapi pasti.

Perubahan lahan kebun campuran untuk bangunan rumah tinggal paling besar terjadi di Desa Cibeureum sebesar 8,81 Ha, Batulayang sebesar 8,07 Ha, Tugu Utara sebesar 7,60 Ha, Citeko sebesar 3,50 Ha, Tugu Selatan sebesar 2,84 Ha, Cilember sebesar 1,58 Ha dan luas yang paling terkecil yaitu desa Cisarua sebesar 0,06 Ha. Perubahan tersebut sebelumnya berada di lahan kebun campuran dan tanah kosong yang sangat menurun luasnya pada tahun 2022. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua di pengaruhi beberapa faktor, salah satu faktor perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua yaitu aspek fisik lahan berupa topografi yang relatif berbukit, suhu yang dingin dan udara yang sejuk serta mempunyai keindahan alam sehingga banyak orang yang ingin membangun.

Aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitar lokasi yang bermata pencaharian sebagai petani dan penggarap kebun yang menjual aset tanahnya untuk di bangun villa/resort untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini didukung dengan tingginya keinginan masyarakat diluar kecamatan cisarua untuk berinvestasi terkait dengan kawasan wisata di puncak.� Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.

 

Tabel 1

Perubahan Penggunaan Lahan Kecamatan Cisarua Tahun 2015-2022

No

Guna Lahan

Tahun 2015

%

Tahun 2022

%

Perubahan Dari Tahun 2015-2022

%

 

 

1

�Bangunan Gedung

13.36

0.18

13.36

0.18

0.00

0.00

 

2

�Bangunan Tempat Tinggal

1021.59

13.80

1060.99

14.33

39.39

0.53

 

3

�Industri dan Pergudangan

3.48

0.05

5.75

0.08

2.26

0.03

 

4

�Kesehatan

2.77

0.04

2.77

0.04

0.00

0.00

 

5

�Pariwisata

216.16

2.92

220.67

2.98

4.50

0.06

 

6

�Pekarangan

2.85

0.04

2.85

0.04

0.00

0.00

 

7

�Pendidikan

2.73

0.04

4.40

0.06

1.67

0.02

 

8

�Perdagangan dan Jasa

83.40

1.13

90.74

1.23

7.34

0.10

 

9

�Peribadatan

1.00

0.01

1.00

0.01

0.00

0.00

 

10

�Perkantoran

1.52

0.02

1.52

0.02

0.00

0.00

 

11

�Jalan

107.24

1.45

108.68

1.47

1.44

0.02

 

12

�Hutan

2589.82

34.98

2589.82

34.98

0.00

0.00

 

13

�Kebun Campuran

2640.42

35.66

2590.55

34.99

-49.87

-0.67

 

14

�Kolam/Danau

7.27

0.10

7.27

0.10

0.00

0.00

15

�Pemakaman

3.77

0.05

3.77

0.05

0.00

0.00

16

�Perkebunan

28.79

0.39

28.95

0.39

0.16

0.00

17

�Rumput

97.30

1.31

102.32

1.38

5.02

0.07

18

�Sawah

414.34

5.60

412.79

5.58

-1.55

-0.02

19

�Semak Belukar

20.22

0.27

20.22

0.27

0.00

0.00

20

�Sungai

32.93

0.44

32.93

0.44

0.00

0.00

21

�Tanah Kosong

68.77

0.93

58.90

0.80

-9.87

-0.13

22

�Tegalan/Ladang

44.35

0.60

43.82

0.59

-0.53

-0.01

 

�Total

7404.07

100.00

7404.06

100

0.00

0

Sumber: Hasil Analisis

 

Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2015-2022 pada lahan terbangun di Kecamatan Cisarua seluas 56,62 Ha yang paling banyak mengalami peningkatan perubahan yaitu untuk bangunan tempat tinggal sebesar 39,39 Ha dan perubahan non terbangun ke lahan terbangun pada rentang waktu 2015-2022 seluas 57,38 Ha.


Gambar 1

Peta Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2015-2022

 

 

B.  Analisa Intensitas Pemanfaatan Ruang Kawasan Terbangun Di Kecamatan Cisarua

Berdasarkan hasil perhitungan Kawasan Zona Terbangun (KZT) didapatkan hasil bahwa Desa� Cibeureum� untuk zona pertanian lahan kering (LK) sudah melebihi lahan untuk dibangun sebesar 20,21 Ha begitupun juga untuk� kawasan peruntukan perkebunan dan tanaman tahunan (PB) sudah melebihi luasnya sebesar 117,30 Ha. Untuk desa Tugu Selatan kawasan hutan produksi tetap kawasan terbangunnya masih tersedia dari batas yang sudah di tetapkan 0,93 Ha, untuk kawasan peruntukan lahan kering sudah melebihi sebesar 7,58 Ha sedangkan kawasan perkebunan dan tanaman tahunan masih tersedia sebesar 258,61 Ha. Untuk di Desa Cisarua zona terbangunnya sudah melebihi sebesar 2,38 Ha dan desa Leuwimalang masih tersedia 0,03 Ha.

Untuk di Desa Citeko di zona pertanian lahan kering sudah melebih zona terbangunnya sebesar 3,92 ha namun di zona peruntukan perkebunan dan tanaman tahunan masih tersedia 41,28 Ha. Untuk di desa Jogjogan tidak ada zona terbangunnya namun sudah tidak bisa untuk dibangun, di zona kawasan peruntukan lahan kering sudah melebihi 0,54 Ha namun di kawasan peruntukan perkebunan dan tanaman tahunan masih tersedia sebesar 3,64 Ha. Untuk di Desa Kopo di zona pertanian lahan kering sudah melebihi 3,97 Ha dan kawasan peruntukan perkebunan dan tanaman tahunan masih tersedia 0,01 Ha. Untuk di desa Cilember di zona hutan produksi tetap masih tersedia lahan untuk dikembangkan sebesar 0,53 Ha dan di peruntukan perkebunan dan tanaman tahunan sebesar 4,03 ha namun di zona peruntukan lahan kering sudah melebihi kawasan terbangunnya sebesar 3,62 Ha.

Untuk desa Batulayang di zoan hutan Produksi tetap masih tersedia lahan sebesar 0,75 Ha begitupun dengan peruntukan perkebunan dan tanaman tahunan sebesar 4,67 Ha. Untuk di Desa Tugu Utara, kawasan hutan produksi tetap masih tersedia lahan sebesar 32,22 ha dan zona peruntukan pekebunan dan tanaman tahunan masih tersedia lahan sebesar 69,65 Ha, namun zona pertanian lahan kering (LK) sudah tidak tersedia lahan karena sudah melebihi sebesar 9,06 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2

Analisa Intensitas Pemanfaatan Ruang Kawasan Terbangun di Kecamatan Cisarua

No

Desa

Pola Ruang

Luas KZT (Ha)

Total Luas (Ha)

Luas Desa (Ha)

KZT Maks (%)

Zona Terbangun Max (Ha)

Luas Terbangun Eksiting (Ha)

Hasil

Analisa (Ha)

Keterangan

a

b

c

d

e

f

g

h (d x g)

i

j (i-h)

k

1

Cibeureum

Pertanian Lahan Kering

172,99

555,53

1.111,11

10

17,30

37,51

20,21

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

382,55

20

76,51

193,81

117,30

Sudah Melebihi

2

Tugu Selatan

Kawasan Hutan Produksi Tetap

9,25

1645,26

2.656,79

10

0,93

0

- 0,93

Masih Tersedia

Kawasan Peruntukan Lahan Kering

169,51

10

16,95

24,53

7,58

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

1466,49

20

293,30

34,69

- 258,61

Masih Tersedia

3

Cisarua

Pertanian Lahan Kering

25,08

25,08

246,97

10

2,51

4,89

2,38

Sudah Melebihi

4

Leuwimalang

Pertanian Lahan Kering

0,27

0,27

131,53

10

0,03

0

-� 0,03

Masih Tersedia

4

Citeko

Kawasan Peruntukan Lahan Kering

47,34

387,05

583,06

10

4,73

8,65

3,92

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

339,71

20

67,94

26,66

-�� 41,28

Masih Tersedia

5

Jogjogan

Kawasan Hutan Produksi Tetap

0,03

124,73

236,32

10

0,00

0

-� 0,00

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan Lahan Kering

84,21

10

8,42

8,96

0,54

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

40,49

20

8,10

4,46

- 3,64

Masih Tersedia

6

Kopo

Kawasan Peruntukan Lahan Kering

237,01

237,07

659,4755

10

23,70

27,67

3,97

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

0,06

20

0,01

0

-� 0,01

Masih Tersedia

7

Cilember

Hutan Produksi Tetap

12,95

104,18

296,68

10

1,30

0,77

-� 0,53

Masih Tersedia

Kawasan Peruntukan Lahan Kering

53,66

10

5,37

8,99

3,62

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

37,57

20

7,51

3,48

-� 4,03

Masih Tersedia

8

Batulayang

Kawasan Hutan Produksi Tetap

7,53

110,13

273,90

10

0,75

0

-� 0,75

Masih Tersedia

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

102,6

20

20,52

15,85

- 4,67

Masih Tersedia

9

Tugu Utara

Kawasan Hutan Produksi Tetap

363,23

904,82

1.201,29

10

36,32

4,1

- 32,22

Masih Tersedia

Kawasan Peruntukan Lahan Kering

153,38

10

15,34

24,4

9,06

Sudah Melebihi

Kawasan Peruntukan� Perkebunan dan Tanaman Tahunan

388,21

20

77,64

7,99

- 69,65

Masih Tersedia

Sumber : Hasil Analisis


C.      Strategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kecamatan Cisarua

Analisis SWOT mengarahkan analisis strategi dengan cara memfokuskan perhatian pada kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang terakit dengan pengendalian pemanfaatan ruang di Kecamatan Cisarua. Maka perlunya identifikasi terhadap peluang dan ancaman yang dihadapi serta kekutan dan kelemahan yang dimiliki melalui telaah terhadap pemanfaatan ruang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

 

Tabel 3

Matrik Analisis SWOT

 

KEKUATAN (S)

KELEMAHAN (W)

 

1. Kecamatan Cisarua masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)

2. Kecamatan Cisarua mempunyai kondisi fisik alam yang indah dan iklim yang sejuk

3. Adanya perkebunan teh di puncak

4. Tersedianya fasilitas hotel dan tempat wisata yang menarik

5. Aksesibilitas yang mudah di jangkau dan moda angkutan yang memadai.

6. Sebagai kawasan hulu yang perlu dijaga kelestariannya sebagai daerah resapan air.

1.    Kurangnya SDM terkait pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang di kecamatan Cisarua

2.    Belum tersedianya aturan yang mengatur sampai ke zoning regulation

3.    Belum ditetapkannya aturan insentif dan disinsentif

4.    Banyaknya bangunan yang berdiri tanpa ijin dan melanggar zonasi.

5.    Kurangnya koordinasi antar kementerian pusat dan daerah dalam pengelolaan puncak

6.    Kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan

7.    Kepemilihan lahan yang sudah bukan penduduk asli

PELUANG (O)

1.    Kegiatan pariwisata menjadi sumber pendapatan Pemda Kabupaten Bogor

2.    Banyaknya investor untuk berusaha di kecamatan Cisarua.

3.    Meningkatnya pendapatan masyarakat

4.    Meningkatnya kebutuhan tenaga kerja

 

STRATEGI SO

1.      Mengembangkan kawasan wisata alam dengan memanfaatkan potensi alam yang ada tanpa mengurangi fungsi dan daya dukung lingkungan alam.

2.      Mengembangkan kawasan wisata buatan yang berorientasi pasar domestik dan mancanegara secara selektif dengan tetap menjaga fungsi pelestarian alam yang berkelanjutan; dan

3.      Penyediaan prasarana pendukung pariwisata sesuai kebutuhan kegiatan pariwisata dengan tetap memperhatikan kemampuan lingkungan setempat

STRATEGI WO

1.    Pelatihan SDM terkait pengendalian pemanfaatan ruang

2.    Memperkuat peran PPNS

3.    Pengetatan perizinan dan sosialisasi pengawasan dan pengendalian ruang

4.    Pemantauan dan evaluasi Hak Atas Tanah di kawasan Puncak

5.    Memperkuat lembaga kerjasama antar daerah yang berfungsi untuk melakukan koordinasi, fasilitasi kerjasama dan kemitraan dalam pemanfaatan ruang dan pengendalian pembangunan di Kecamatan Cisarua;

6.    Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi pembangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan

7.    Mendorong penguatan Peran Masyarakat

ANCAMAN (T)

1.    Perubahan guna lahan dari non terbangun ke terbangun

2.    Terbitnya UU Cipta Kerja untuk kemudahan berusaha dan berinvestasi menjadi semakin banyaknya perizinan.

3.    Penurunan kualitas lingkungan akibat perubahan guna lahan

4.    Bertambahnya lahan kritis di kawasan hulu

5.    Longsor dan Banjir di berbagai daerah baik di Bogor maupun di Jakarta

6.    Kemacetan Lalu Lintas

7.    Konflik pemanfaatan ruang antara masyarakat dan pemerintah

STRATEGI ST

a.    Menetapkan kawasan lindung sesuai dengan fisik lahan, daya dukung dan daya tampung lingkungan;

b.    Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;

c.    Menerapkan prinsip zero delta Q policy pada daerah resapan air;

d.   Membatasi perkembangan kegiatan budidaya

terbangun di kawasan rawan bencana untuk

meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;

e.    Membatasi perkembangan kawasan terbangun pada enclave yang berada di dalam kawasan hutan ataupun yang berbatasan dengan kawasan hutan;

f.     Membatasi perkembangan kawasan terbangun pada daerah sempadan sungai, situ dan mata air; dan

g.    Membatasi pengembangan prasarana wilayah di dalam dan di sekitar kawasan lindung.

h.    Penanaman pohon dan sumur resapan di kawasan Puncak dengan berbasis komunitas masyarakat dengan pola dengan tahap pertama dilakukan penguatan peran masyarakat, pelaksanaan melibatkan masyarakat setempat

STRATEGI WT

1.    Penyusunan peraturan tentang mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang daerah

2.    Menjaga daerah resapan air (catchment area) diupayakan senantiasa hijau dengan cara ditanami oleh berbagai jenis tanaman keras sehingga dapat menyerap air dengan kuantitas yang banyak yang pada akhirnya dapat mencegah banjir, serta menjadi persediaan air tanah.

3.    Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;

4.    Menetapkan aturan prinsip Zero Delta Q Policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun;

5.    Mengendalikan jumlah pergerakan transportasi melalui pengembangan sistem transportasi massal yang terintegrasi dengan wilayah di sekitar daerah.

6.    Memberlakukan insentif dan disinsentif terhadap pelaku kegiatan.

7.    Pengetatan pemberian izin dengan memberikan KDB yang kecil.

8.    Moratorium izin terhadap kawasan yang sudah melebihi daya tampung ruang.

9.    Pencabutan izin, pembatalan izin dan pembongkaran bangunan terhadap bangunan yang melanggar

10.              Pemberlakuan denda adminstratif.

11.              Menetapkan aturan ketat terhadap pembangunan di sepanjang sempadan sungai

 

Kesimpulan

Perubahan penggunaan lahan dari tahun 2015-2022 pada lahan terbangun di Kecamatan Cisarua seluas 56,62 Ha yang paling banyak mengalami peningkatan perubahan yaitu untuk bangunan tempat tinggal sebesar 39,39 Ha dan perubahan non terbangun ke lahan terbangun pada rentang waktu 2015-2022 seluas 57,38 Ha.

Intensitas pemanfaatan ruang kawasan terbangun di Kecamatan Cisarua berdasarkan hasil analisa desa yang masih tersedia lahan untuk dikembangkan yaitu Desa Tugu Selatan di zona Hutan Produksi tetap (HP) seluas 0,93 Ha dan Kawasan Peruntukan Perkebunan dan Tanaman Tahunan (PB) seluas 258,61 Ha. Desa Leuwimalang di peruntukan Pertanian Lahan Kering (LK) seluas 0,03 Ha. Desa Citeko di peruntukan Pertanian Lahan Kering (LK) seluas 41,28 Ha. Desa Jogjogan di Kawasan Peruntukan Perkebunan dan Tanaman Tahunan (PB) seluas 3,64 Ha. Desa Kopo di Kawasan Peruntukan Perkebunan dan Tanaman Tahunan (PB) seluas 0,01 Ha. Desa Cilember di Peruntukan Huran Produksi Tetap (HP) seluas 0,53 Ha dan Kawasan Peruntukan Perkebunan dan Tanaman Tahunan (PB) seluas 4,03 Ha. Desa Batulayang di Peruntukan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 0,75 Ha dan Kawasan Peruntukan Perkebunan dan Tanaman Tahunan (PB) seluas 4,67 Ha dan Desa Tugu Utara di Peruntukan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 32,22 Ha dan Kawasan Peruntukan Perkebunan dan Tanaman Tahunan (PB) seluas 69,65 Ha.

Untuk desa yang sudah tidak bisa kembangkan yaitu Desa Cibeureum, Tugu Selatan di peruntukan Pertanian Lahan kering (LK), Desa Cisarua di peruntukan Pertanian Lahan kering (LK), Desa Citeko di peruntukan Pertanian Lahan kering (LK), Desa Jogjogan di peruntukan Pertanian Lahan kering (LK), Desa Kopo di peruntukan Pertanian Lahan kering (LK), Desa Cilember di peruntukan Pertanian Lahan kering (LK) dan Desa Tugu Utara di peruntukan Pertanian Lahan kering (LK).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

As-syakur, A.R., Suarna, I.W., Adnyana, I.W.S., Rusna, I.W., Laksmiwati, I.A.A., & Diara, I.W. (2010). Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung. Jurnal Bumi Lestari, 10(2), 200-207.

 

Arsyad. (2006). Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor.

 

Barlowe, R. (1978). Land Resources Economics. Prentice Hall, Inc.

 

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bogor (Bappedalitbang). (2016). Perda RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2016-2036.

 

Bappenas. (2018). Peraturan Bupati No. 92 Tahun 2018 tentang Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kabupaten Bogor.

 

Biro Pusat Statistik (BPS). (2022). Kabupaten Bogor dalam Angka. BPS, Kabupaten Bogor.

 

Bratakusumah, D.S., & Riyadi. (2004). Perencanaan Pembangunan Daerah : Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Gramedia Pustaka Utama.

 

Baja, S. (2012). Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah Pendekatan Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta.

 

Hermawan, H. (2018). Metode Kuantitatif untuk Riset Bidang Kepariwisataan. Open Science Framework.

 

Hardjowigeno, S., & Widiatmaka. (2011). Evaluasi Kesesuaian Lahan & Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada University Press.

 

Jayadinata, J.T. (1999). Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah. ITB Bandung.

 

Kustiawan, I. (1997). Konversi Lahan Pertanian di Pantai Utara Jawa. Prisma, 26(1), 15-31.

 

Masik, A. (2005). Hubungan Modal Sosial dan Perencanaan. Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, 16(3), 1�23.

 

Copyright holder:

Achmad Fauzi, Umar Mansyur, Rudi Mahmud Zafrullah (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: