Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERATAAN DOKTER SPESIALIS DI INDONESIA: SEBUAH TINJAUAN NARATIF

 

Sri Herlina Dalimunthe, Puput Oktamianti

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kajian Administrasi Rumah Sakit, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Distribusi dokter spesialis masih menjadi masalah penting dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Pemerataaan dokter spesialis harus disesuaikan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan standar dokter spesialis pada setiap daerah. Pemerintah terus melakukan upaya dengan membuat beberapa kebijakan guna mengoptimalkan distribusi dokter spesialis di seluruh daaerah di Indonesia.�Penulisan artikel ini dibuat untuk menganalisis kebijakan dan regulasi pemerataan dokter spesialis yang dibuat oleh pemerintah serta melihat kendala maupun perkembangan implementasi kebijakan tersebut. Metode yang digunakan adalah Narrative Review yaitu dengan mengevaluasi dan menganalisis kebijakan pemerintah serta jurnal penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik penelitian. Hasil menunjukkan standar pemenuhan dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kabupaten/kota dengan 3 dokter spesialis dasar dan 4 spesialis lainnya hingga tahun 2021 hanya mencapai 74,9%. Persentase tersebut jauh dari target RPJMN 2020-2024 dan target Reformasi SKN yaitu sebanyak 90%. Berdasarkan hasil tinjauan naratif, dapat disimpulkan bahwa distribusi pemerataan dokter spesialis di Indonesia masih belum optimal untuk mengatasi maldistribusi dokter spesialis. Faktor ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat serta insentif para dokter spesialis mempengaruhi implementasi kebijakan pemerataan dokter spesialis.

 

Kata kunci: pemerataan dokter spesialis; dokter spesialis; kebijakan pemerataan; Indonesia

 

Abstract

The distribution of specialist doctors remains a critical issue in Indonesia's health care system. The distribution of specialist doctors must be adjusted to the number of residents and the basic needs of specialist doctors in each region. The government continues to pursue initiatives by implementing several policies to optimize the distribution of specialist doctors in all regions of Indonesia. The purpose of this article is to analyse the government policies and regulations on specialist doctors� distribution and to examine the constraints and progress in the implementation of these policies. Narrative Review has been adopted as the main method for evaluating and analysing government policies and previous research journals that are relevant to the research topic. The results exhibit that the standard for fulfilling specialist doctors at district/city Regional General Hospitals (RSUD) with 3 basic specialist doctors and 4 other specialists until 2021 only reaches 74.9%. This percentage is far from the 2020-2024 RPJMN's target and the SKN Reform target of 90%. Based on the results of the narrative review, the uneven distribution of specialist doctors in Indonesia is still not adequate to overcome the maldistribution across the country. Community economic, social, and cultural factors as well as incentives for specialist doctors influence the implementation of the specialist doctors' equalisation policy.

 

Keywords: �distribution of specialist doctors, specialist doctors, equalisation policy, Indonesia

 

 

Pendahuluan

����������������������� Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa, kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan dan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap hal yang menyebabkan gangguan kesehatan di masyarakat Indonesia dapat menimbulkan kerugian bagi negara. Oleh karena itu, upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan langkah berkelanjutan dalam pembentukan sumber daya manusia Indonesia serta menjadi investasi bagi pembangunan negara. (Indonesia, 2009)

����������������������� Tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam sistem pelayanan kesehatan agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal dan merata di seluruh Indonesia. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya kesehatan yang adil dan merata sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 16 serta pasal 26 dimana pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dan dapat mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. (Indonesia, 2009)

����������������������� Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami krisis Sumber Daya Manusia kesehatan dari 57 negara di dunia. Salah satu yang masih menjadi permasalahan bagi pemerintah Indonesia saat ini adalah jumlah serta distribusi tenaga kesehatan, salah satunya adalah distribusi dokter spesialis. Kurangnya pemerataan dokter spesialis di Indonesia serta jumlah dokter spesialis yang masih cenderung rendah menyebabkan ketidakseimbangan dan kesenjangan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan spesialistik pada masyarakat di hampir seluruh wilayah di Indonesia. (Nugraha, Manik, & Su'udi, 2020)

����������������������� Berdasarkan standar pelayanan medik di Rumah Sakit umum dalam Permenkes Nomor 30 tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, menyatakan bahwa standar pelayanan medik spesialis meliputi pelayanan medik spesialis dasar dan pelayanan medik spesialis lain. Paling sedikit terdapat 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik di Rumah Sakit tipe C dan 2 (dua) spesialis dasar di Rumah Sakit Tipe D. (Kemenkes, 2019) Hal tersebut juga tertuang dalam program Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2020-2024. Pemerintah menginginkan adanya pemerataan tenaga kesehatan sesuai standar dan peningkatan persentase puskesmas serta rumah sakit umum daerah kabupaten/kota yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis lainnya sebesar 90%. (Kemenkes, 2022)

����������������������� Data Profil Kesehatan tahun 2021 menunjukkan persentase rumah sakit kelas C di kabupaten/kota di Indonesia� yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis penunjang tahun 2021 sebesar 75,3%. Persentasi tertinggi terdapat di Provinsi Aceh dan Kepulauan Bangka Belitung yaitu 100%, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Provinsi Maluku (38,5%) dan Papua (31,6%). Data tersebut merupakan indikator yang menunjukkan masih belum terpenuhinya standar minimal distribusi pemerataan dokter spesialis di Rumah Sakit di Indonesia. Pemerataaan dokter spesialis harus disesuaikan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan standar dokter spesialis pada setiap daerah. Pemerintah terus melakukan upaya dengan membuat beberapa kebijakan guna mengoptimalkan distribusi dokter spesialis di seluruh daaerah di Indonesia. (Kemenkes, 2021)

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah pendekatan studi Narrative Review dengan menggunakan penelusuran literatur terkait data jumlah dan distribusi dokter spesialis, regulasi maupun kebijakan peraturan pemerintah serta perundang-undangan. Penelusuran literatur dan evaluasi jurnal penelitian berdasarkan online database Google Scholar dan PubMed terkait perkembangan kebijakan pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Data jumlah dokter spesialis di Indonesia bersumber dari Profil Kesehatan yang terbaru dalam 3 tahun terakhir yaitu tahun 2019 sampai dengan tahun 2021. Setelah didapatkan data, literatur serta jurnal yang terkait, hasil sintesa pengambilan kesimpulan diambil secara objektif dengan menggunakan analisa dan kompetensi yang dimiliki oleh penulis.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Gambaran Jumlah dan Distribusi Dokter Spesialis di Provinsi di Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2019 sampai dengan Profil Kesehatan Tahun 2021

 

Tabel 1

Jumlah dan Distribusi Dokter Spesialis di Provinsi di Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2019 sampai dengan Profil Kesehatan Tahun 2021

No

Provinsi

2019

2020

2021

1

Aceh

698

794

881

2

Sumatera Utara

1.450

1.909

2.087

3

Sumatera Barat

755

925

975

4

Riau

569

817

927

5

Jambi

318

394

400

6

Sumatera Selatan

664

918

1.004

7

Bengkulu

175

205

211

8

Lampung

580

671

697

9

Kep. Bangka Belitung

162

207

222

10

Kepulauan Riau

330

384

403

11

DKI Jakarta

5.084

5.781

5.966

12

Jawa Barat

3.031

5.573

6.024

13

Jawa Tengah

3.582

4.129

4.197

14

DI Yogyakarta

1.000

1.117

1.078

15

Jawa Timur

4.519

5.175

5.511

16

Banten

1.112

1.680

1.926

17

Bali

1.130

1.477

1.533

18

Nusa Tenggara Barat

335

407

425

19

Nusa Tenggara Timur

135

231

384

20

Kalimantan Barat

252

336

417

21

Kalimantan Tengah

219

283

298

22

Kalimantan Selatan

447

553

553

23

Kalimantan Timur

465

689

739

24

Kalimantan Utara

101

125

129

25

Sulawesi Utara

402

519

566

26

Sulawesi Tengah

242

289

306

27

Sulawesi Selatan

1.078

1.398

1.604

28

Sulawesi Tenggara

187

220

262

29

Gorontalo

124

137

151

30

Sulawesi Barat

83

99

111

31

Maluku

89

129

170

32

Maluku Utara

81

88

127

33

Papua Barat

83

97

131

34

Papua

131

196

309

Indonesia

29.613

37.952

40.724

 

������ ����������� Jumlah serta distribusi dokter spesialis dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 semakin bertambah. Tabel 1 menunjukkan jumlah dokter spesialis terbesar terpusat pada pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah dokter spesialis terendah terdapat di daerah Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Papua Barat. Pada tahun 2021 jumlah dokter spesialis terbesar terdapat di Jawa Barat sebanyak 6.024 dokter spesialis dan jumlah terendah terdapat di Sulawesi Barat dengan 111 dokter spesialis.

B.  Persentase Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) Dokter Spesialis Dasar dan 3 (tiga) Dokter Spesialis Penunjang menurut Provinsi di Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2019 sampai dengan Profil Kesehatan tahun 2021

 

Tabel 2

Persentase Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) Dokter Spesialis Dasar dan 3 (tiga) Dokter Spesialis Penunjang menurut Provinsi di Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2019 sampai dengan Profil Kesehatan Tahun 2021

No

Provinsi

2019

2020

2021

1

Aceh

47

95,8

100,0

2

Sumatera Utara

90

81,8

84,8

3

Sumatera Barat

60

71,4

71,4

4

Riau

91

62,5

75,0

5

Jambi

44

61,5

75,0

6

Sumatera Selatan

44

57,1

69,0

7

Bengkulu

43

90,0

80,0

8

Lampung

75

81,3

81,3

9

Kep. Bangka Belitung

43

87,5

100,0

10

Kepulauan Riau

60

25,0

60,0

11

DKI Jakarta

100

N/A

N/A

12

Jawa Barat

79

79,1

80,8

13

Jawa tengah

74

91,1

94,6

14

DI Yogyakarta

75

88,9

88,9

15

Jawa Timur

80

80,4

86,7

16

Banten

50

88,9

81,8

17

Bali

67

75,0

81,8

18

Nusa Tenggara Barat

80

75,0

69,2

19

Nusa Tenggara Timur

29

40,0

71,4

20

Kalimantan Barat

50

61,1

57,9

21

Kalimantan Tengah

33

66,7

71,4

22

Kalimantan Selatan

73

86,7

72,2

23

Kalimantan Timur

56

71,4

83,3

24

Kalimantan Utara

75

40,0

80,0

25

Sulawesi Utara

50

37,5

52,9

26

Sulawesi Tengah

58

55,0

60,9

27

Sulawesi Selatan

64

73,3

78,1

28

Sulawesi Tenggara

56

35,7

50,0

29

Gorontalo

40

62,5

77,8

30

Sulawesi Barat

75

42,9

57,1

31

Maluku

0

40,0

38,5

32

Maluku Utara

40

33,3

57,1

33

Papua Barat

33

25,0

66,7

34

Papua

88

20,0

31,6

 

Indonesia

62

69,8

75,3

 

������������������ Persentase Rumah Sakit kabupaten/kota kelas C di Indonesia yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis penunjang berdasarkan data Profil Kesehatan pada tabel 2, menunjukkan masih banyak rumah sakit yang belum mencapai 100% dalam pemenuhan standar dokter spesialis. Persentase 100% pada tahun 2021 terdapat pada wilayah Aceh serta Kepulauan Bangka Belitung. Persentase terendah tahun 2021 terdapat di daerah Papua sebanyak 31,6% serta Maluku 38,5%. Pada periode tahun 2020 dan 2021 tidak ada data dari DKI Jakarta dikarenakan tidak adanya pelaporan data rumah sakit kabupaten/kota kelas C di DKI Jakarta yang memiliki dokter spesialis.

C.  Perkembangan Kebijakan Pemerataan Dokter Spesialis di Indonesia

 

Tabel 3

Regulasi dan Kebijakan Terkait Distribusi Dokter Spesialis di Indonesia

No.

Regulasi

Konten Kebijakan

1.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

2.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

Penempatan Tenaga Kesehatan oleh Pemerintah dilaksanakan dengan pengangkatan pegawai negeri sipil, perjanjian kerja atau penugasan khusus sebagai TNI/POLRI

3.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS)

Wajib Kerja Dokter Spesialis merupakan penempatan dokter spesialis di Rumah Sakit milik pemerintah pusat maupun pemerintah daaerah

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Wajib Kerja Dokter Spesialis dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Pelayanan Spesialistik di Indonesia

(WKDS telah dicabut berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 62P/HUM/2018 dan diganti dengan program Pendayagunaan Dokter Spesialis pada tahun 2019)

Dokter spesialis lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis dari perguruan tinggi negeri di dalam negeri dan perguruan tinggi di luar negeri wajib mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis.

Menteri menempatkan dokter spesialis berdasarkan alokasi penempatan serta pemetaan dokter spesialis di Indonesia selama minimal 1 tahun.

4.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis

Menteri Kesehatan menetapkan alokasi penempatan dokter spesialis sesuai dengan pemetaan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis

Peserta PGDS adalah Penerima Bantuan Biaya Pendidikan secara langsung (PBL) dan penerima Bantuan Biaya Pendidikan secara tidak langsung (PBTL).

Peserta penempatan dokter spesialis ditempatkan pada Rumah Sakit Pemerintah Pusat, Rumah Sakit Pemerintah Daerah, atau Rumah Sakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Jangka waktu penempatan dokter spesialis selama 12 (dua belas) bulan.

5.

Reformasi Sistem Kesehatan Nasional

(Buku Putih Reformasi Sistem Kesehatan Nasional Bapenas 2022)

Inovasi pendidikan dokter spesialis (pendidikan spesialis berbasis Rumah Sakit)

Pengembangan kerjasama Fakultas Kedokteran dan rumah sakit untuk pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit

Pengaturan skema pendidikan dokter spesialis dengan rumah sakit institusi pendidiknya

Peningkatan jumlah kuota dan daya tampung pendidikan spesialis

Beasiswa pendidikan dokter spesialis

Pemerintah mengatur regulasi kebijakan tenaga kesehatan termasuk distribusi pemerataaan dokter spesialis yang dijelaskan pada tabel 3. Regulasi kebijakan pemerintah dimulai dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang secara umum menegaskan bahwa Pemerintah berperan dalam mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Peran pemerintah dalam mengatur tenaga kesehatan kemudian menghasilkan kebijakan-kebijakan khususnya untuk dokter spesialis yang tertuang dalam Peraturan Presiden serta Peraturan Menteri Kesehatan. Gambaran jumlah dan distribusi dokter spesialis pada tabel 1 dan 2 merupakan hasil riset dari Kementrian Kesehatan terhadap jumlah dokter spesialis pada kurun waktu yang berbeda dengan regulasi yang berbeda. Profil Kesehatan tahun 2019 merupakan masa peralihan dari program Wajib Kerja Dokter Spesialis menuju program Pendayagunaan Dokter Spesialis dan Profil Kesehatan Tahun 2021 merupakan gambaran dari implementasi program Pendayagunaan Dokter Spesialis.�

 

Pembahasan

A.  Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS)

Dalam rangka peningkatan akses serta pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan spesialistik, pemerintah melakukan upaya pemerataan dokter spesialis di Indonesia melalui program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Program WKDS wajib diikuti oleh lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis dari perguruan tinggi negeri di dalam negeri dan perguruan tinggi di luar negeri. Peserta WKDS akan ditempatkan selama minimal 1 (satu) tahun di Rumah Sakit daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan; Rumah Sakit rujukan regional; atau Rumah Sakit rujukan provinsi yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahap awal, penempatan peserta WKDS diprioritaskan bagi lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis anak, spesialis obstetri dan ginekologi, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif. (Indonesia, 2017)

Berdasarkan data dari Profil Kesehatan pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, persentase distribusi dokter spesialis terutama pada Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis penunjang di Indonesia menunjukkan peningkatan. Pada Profil Kesehatan tahun 2015 persentase distribusi dokter spesialis di Indonesia sebesar 35,14% sedangkan pada Profil Kesehatan tahun 2018 sebanyak 61,63%. Data menunjukkan adanya peningkatan distribusi dokter spesialis di berbagai provinsi di Indonesia yang tercatat selama berjalannya program WKDS sejak tahun 2017. (Kemenkes, 2015)(Kemenkes, 2018)

Program WKDS telah dijalankan selama kurang lebih 1 tahun. �Komnas HAM menyatakan adanya unsur pelanggaran HAM dalam Perpres yang mengatur program WKDS. Komnas HAM merekomendasikan agar Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang dengan biaya pribadi atau swasta dapat diberikan kebebasan untuk mengikuti WKDS ataupun tidak. Program WKDS dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa. WKDS kemudian diganti dengan program Pendayagunaan Dokter Spesialis pada tahun 2019 berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 62P/HUM/2018. (Indonesia, 2019)(CNN, 2019)

B.     Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS)

Kebijakan Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS) merupakan program pemerintah menggantikan kebijakan WKDS yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis. PGDS bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap akses pelayanan kesehatan spesialistik. (Kemenkes, 2020)

PGDS pada tahap awal akan diprioritaskan kepada 7 (tujuh) jenis profesi program dokter spesialis, antara lain : Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium, Spesialis Anak, Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah, Spesialis Anestesi dan Terapi Insentif dan Spesialis Radiologi. Peserta PGDS merupakan peserta penerima bantuan biaya pendidikan secara langsung dan secara tidak langsung (ASN dan Non ASN). Para dokter spesialis akan melaksanakan program selama 12 (dua belas) bulan dan ditempatkan pada Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Rumah sakit milik Pemerintah Daerah atau Rumah Sakit lain yang ditetapkan oleh Menteri. (Indonesia,2019)

Dalam implementasi PGDS sejak tahun 2019, data menunjukkan adanya peningkatan persentase pemerataan dokter spesialis di berbagai provinsi di Indonesia. Data Profil Kesehatan yang terlampir pada Tabel 2 menunjukkan persentase Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) Dokter Spesialis Dasar dan 3 (tiga) Dokter Spesialis Penunjang mengalami peningkatan sejak tahun 2019 ke tahun 2021 sebesar 13%.

C.    Reformasi Sistem Kesehatan Nasional

Pandemi Covid 19 menunjukkan masih lemahnya sistem kesehatan nasional terutama kemampuan pencegahan dan penanganan lonjakan kasus di berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia. Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan salah satu strategi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 untuk mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia. Reformasi SKN merupakan perbaikan seluruh aspek sistem kesehatan nasional, termasuk tenaga kesehatan.

Distribusi tenaga kesehatan termasuk dokter spesialis masih belum merata dan produksi dokter spesialis masih terbatas. Berdasarkan data Bappenas tahun 2020 menunjukkan rasio dokter spesialis sebanyak 0,163 per 1000 penduduk. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dimana Malaysia memiliki rasio 1,3 dan Turki memiliki rasio 0,6 dokter spesialis per 1000 penduduk. Standar pemenuhan dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kabupaten/kota dengan 3 dokter spesialis dasar dan 4 spesialis lainnya hingga tahun 2021 hanya mencapai 74,9%. Persentase tersebut jauh dari target RPJMN 2020-2024 dan target Reformasi SKN yaitu sebanyak 90%. (Ali, dkk, 2022)

D.  Determinan Distribusi Pemerataan Dokter Spesialis di Indonesia

Pemerataan distribusi tenaga kesehatan masih menjadi masalah di negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah. WHO memperkirakan dari setengah populasi dunia yang tinggal di daerah pedesaan hanya dilayani oleh 38% dari total tenaga kesehatan. Indonesia merupakan contoh negara yang memiliki tantangan terhadap distribusi tenaga kesehatan termasuk dokter spesialis berhubungan dengan geografis yang luas dan variasi regional yang besar dalam sistem pelayanan kesehatan. Pola distribusi ini berhubungan dengan kesenjangan kesehatan dimana penduduk di daerah perkotaan memiliki akses yang lebih baik terhadap pelayanan kesehatan, dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : individu (umur, jenis kelamin, latar belakang), sumber daya pekerjaan (sarana dan prasarana), lingkungan dan budaya. (Meliala, Hort, & Trisnantoro, 2013)

Faktor lainnya yang mempengaruhi distribusi pemerataan dokter spesialis terutama didaerah kabupaten/kota yang masih kurang perhatian dari pemerintah pusat, antara lain : taraf sosial ekonomi masyarakat, tingkat pertumbuhan ekonomi, sistem kesehatan daerah dan infrastruktur rumah sakit, kesenjangan rural-urban, sistem pendidikan dokter spesialis yang masih kurang memadai, dan kurangnya insentif. Insentif dan tunjangan yang diberikan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah juga tidak cukup untuk bersaing dengan tunjangan ditawarkan di sektor swasta. Dokter spesialis memilih untuk bekerja di Rumah Sakit Swasta dengan potensi pendapatan praktik swasta yang lebih tinggi. Faktor-faktor tersebut yang mengurangi minat dokter spesialis untuk bekerja di wilayah yang lebih terpencil. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dari masyarakat dan stake holder terkait untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan pemerataan dokter spesialis di Indonesia (Priyatmoko, Lazuardi, & Hasanbasri, 2014).

�

Kesimpulan

����������� ����������� Distribusi dokter spesialis di Indonesia saat ini masih berpusat di Pulau Jawa dan daerah perkotaan. Daerah yang berkembang memiliki kesempatan yang lebih besar dibandingkan dengan daerah tertinggal dalam peminatan praktik dokter spesialis. Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan yang bertujuan untuk meningkatan distribusi pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Dalam perjalanannya kebijakan-kebijakan yang diterapkan mengalami perubahan dan perkembangan. Perkembangan kebijakan tersebut memberikan hasil yang baik dalam peningkatan persentase distribusi dokter spesialis di berbagai wilayah di Indonesia, meskipun belum optimal. Implementasi kebijakan pemerintah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : sosial, budaya, ekonomi, pembangunan infrastruktur serta insentif para dokter spesialis. Oleh karena itu implementasi kebijakan harus didukung oleh masyarakat setempat dan stake holder terkait guna mewujudkan pemerataan distribusi dokter spesialis di Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Sekretariat Negara

 

Nugraha,�S.M., Manik, C. G. & Su�udi, A. (2020). Analisis Kebijakan Tenaga Kesehatan Non-PNS di Puskesmas. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 4 No. 1, April 2020. https://doi.org/10.22435/jpppk.v4i1.3273.
Google Scholar

 

Kemenkes. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Kemenkes. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2020-2024. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Kemenkes. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2021. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Kemenkes. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Kemenkes. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis. Jakarta : Presiden Republik Indonesia

 

Kemenkes. (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Kemenkes. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

 

CNN Indonesia. (2019). Kronologi Pembatalan Perpres Jokowi soal Dokter Spesialis. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191104160710-260-445490/kronologi-pembatalan-perpres-jokowi-soal-dokter-spesialis, diakses 21 Mei 2023)

 

Indonesia. (2019). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis. Jakarta : Presiden Republik Indonesia

 

Ali, P. B., Solikha, D. A., Arifi, M. D., Siahaan, R. G., Firdaus, M. Z., Ariteja, S., . . . Taqiyah, H. (2022). Buku Putih Reformasi Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat.

 

Kemenkes. (2020). Panduan Peserta Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS). Jakarta: Kementrian Kesehatan.

 

Meliala, A., Hort, K., & Trisnantoro, L. (2013). Addressing the unequal geographic distribution of specialist doctors in Indonesia : The role of the private sector and effectiveness of current regulations. Social Science & Medicine, 30-34. PubMed

 

Priyatmoko, H., Lazuardi, L., & Hasanbasri, M. (2014). Analisis Determinan Ketersediaan Dokter Spesialis dan Gambaran Fasilitas Kesehatan di RSU Pemerintah Kabupaten/Kota Indonesia (Analisis data RIFASKES 2011). Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 173-182. Google Scholar

 

 

Copyright holder:

Sri Herlina Dalimunthe, Puput Oktamianti (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: