Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober
2022
ANALISIS KEBIJAKAN PEMERATAAN DOKTER SPESIALIS DI INDONESIA: SEBUAH TINJAUAN NARATIF
Sri Herlina Dalimunthe, Puput Oktamianti
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kajian Administrasi Rumah Sakit, Universitas Indonesia, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Distribusi dokter spesialis masih menjadi masalah
penting dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Pemerataaan
dokter spesialis harus disesuaikan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan standar
dokter spesialis pada setiap daerah. Pemerintah terus melakukan upaya dengan
membuat beberapa kebijakan guna mengoptimalkan distribusi dokter spesialis di
seluruh daaerah di Indonesia.�Penulisan artikel ini dibuat untuk menganalisis kebijakan dan
regulasi pemerataan dokter spesialis yang dibuat oleh pemerintah serta melihat
kendala maupun perkembangan implementasi kebijakan tersebut. Metode yang
digunakan adalah Narrative Review yaitu dengan mengevaluasi dan
menganalisis kebijakan pemerintah serta jurnal penelitian sebelumnya yang
relevan dengan topik penelitian. Hasil menunjukkan standar pemenuhan dokter spesialis di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) kabupaten/kota dengan 3 dokter spesialis dasar
dan 4 spesialis lainnya hingga
tahun 2021 hanya mencapai 74,9%. Persentase tersebut jauh dari target RPJMN
2020-2024 dan target Reformasi SKN yaitu sebanyak 90%. Berdasarkan hasil tinjauan naratif, dapat disimpulkan bahwa
distribusi pemerataan dokter spesialis di Indonesia masih belum optimal untuk
mengatasi maldistribusi dokter spesialis. Faktor ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat serta insentif para dokter spesialis mempengaruhi implementasi
kebijakan pemerataan dokter spesialis.
Kata kunci: pemerataan dokter spesialis; dokter spesialis; kebijakan pemerataan; Indonesia
Abstract
The distribution of
specialist doctors remains a
critical issue in Indonesia's health care system. The distribution of specialist doctors
must be adjusted to the number of residents and the basic needs of specialist doctors in each
region. The government continues to pursue
initiatives by implementing several policies to optimize the
distribution of specialist doctors in all regions of Indonesia. The purpose of this article is to
analyse the government policies
and regulations on specialist doctors� distribution and to examine the constraints and progress in the implementation of these
policies. Narrative Review has been adopted as the main method for evaluating
and analysing government policies and previous research journals
that are relevant to the
research topic. The results exhibit that the standard for fulfilling specialist
doctors at district/city Regional General Hospitals (RSUD) with 3 basic specialist
doctors and 4 other specialists until 2021 only reaches 74.9%. This percentage
is far from the 2020-2024 RPJMN's target and the SKN Reform
target of 90%. Based on the results of the narrative review, the uneven distribution of specialist
doctors in Indonesia is still not adequate to overcome the maldistribution
across the country. Community economic, social, and cultural factors as well as
incentives for specialist doctors influence the implementation of the
specialist doctors' equalisation policy.
Keywords: �distribution of specialist doctors, specialist doctors, equalisation
policy, Indonesia
Pendahuluan
����������������������� Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa, kesehatan merupakan salah satu
unsur kesejahteraan dan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Setiap hal yang menyebabkan gangguan kesehatan di
masyarakat Indonesia dapat menimbulkan kerugian bagi negara. Oleh karena itu, upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan langkah berkelanjutan dalam
pembentukan sumber daya manusia Indonesia serta menjadi investasi bagi
pembangunan negara. (Indonesia, 2009)
����������������������� Tenaga kesehatan memiliki peranan penting
dalam sistem pelayanan kesehatan agar masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan yang maksimal dan merata di seluruh Indonesia. Pemerintah bertanggung
jawab atas ketersediaan sumber daya kesehatan yang adil dan merata sebagaimana
tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 16
serta pasal 26 dimana pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dan dapat
mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya. (Indonesia, 2009)
����������������������� Indonesia
merupakan salah satu negara yang mengalami krisis Sumber Daya Manusia kesehatan
dari 57 negara di dunia. Salah satu yang masih menjadi permasalahan bagi
pemerintah Indonesia saat ini adalah jumlah serta distribusi tenaga kesehatan, salah
satunya adalah distribusi dokter spesialis. Kurangnya pemerataan dokter
spesialis di Indonesia serta jumlah dokter spesialis yang masih cenderung
rendah menyebabkan ketidakseimbangan dan kesenjangan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan kesehatan spesialistik pada masyarakat di hampir seluruh
wilayah di Indonesia. (Nugraha, Manik,
& Su'udi, 2020)
����������������������� Berdasarkan
standar pelayanan medik di Rumah Sakit umum dalam Permenkes Nomor 30 tahun 2019
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, menyatakan bahwa standar
pelayanan medik spesialis meliputi pelayanan medik spesialis dasar dan
pelayanan medik spesialis lain. Paling sedikit terdapat 4 (empat) spesialis
dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik di Rumah Sakit tipe C dan 2 (dua)
spesialis dasar di Rumah Sakit Tipe D. (Kemenkes, 2019) Hal tersebut juga
tertuang dalam program Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam Rencana Strategis
Kementrian Kesehatan tahun 2020-2024. Pemerintah menginginkan adanya pemerataan
tenaga kesehatan sesuai standar dan peningkatan persentase puskesmas serta
rumah sakit umum daerah kabupaten/kota yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis
dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis lainnya sebesar 90%. (Kemenkes, 2022)
����������������������� Data
Profil Kesehatan tahun 2021 menunjukkan persentase
rumah sakit kelas C di kabupaten/kota di Indonesia� yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis
dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis penunjang tahun 2021 sebesar 75,3%.
Persentasi tertinggi terdapat di Provinsi Aceh dan Kepulauan Bangka Belitung
yaitu 100%, sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Provinsi
Maluku (38,5%) dan Papua (31,6%). Data tersebut merupakan indikator yang
menunjukkan masih belum terpenuhinya standar minimal distribusi pemerataan
dokter spesialis di Rumah Sakit di Indonesia. Pemerataaan dokter spesialis harus
disesuaikan dengan jumlah penduduk dan kebutuhan standar dokter spesialis pada
setiap daerah. Pemerintah terus melakukan upaya dengan membuat beberapa
kebijakan guna mengoptimalkan distribusi dokter spesialis di seluruh daaerah di
Indonesia. (Kemenkes, 2021)
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah pendekatan
studi Narrative Review dengan menggunakan penelusuran literatur terkait data
jumlah dan distribusi dokter spesialis, regulasi maupun kebijakan peraturan
pemerintah serta perundang-undangan. Penelusuran literatur dan evaluasi jurnal
penelitian berdasarkan online database Google Scholar dan PubMed terkait
perkembangan kebijakan pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Data jumlah
dokter spesialis di Indonesia bersumber dari Profil Kesehatan yang terbaru dalam
3 tahun terakhir yaitu tahun 2019 sampai dengan tahun 2021. Setelah didapatkan data,
literatur serta jurnal yang terkait, hasil sintesa pengambilan kesimpulan
diambil secara objektif dengan menggunakan analisa dan kompetensi yang dimiliki
oleh penulis.
Hasil dan Pembahasan
A. Gambaran Jumlah dan Distribusi Dokter Spesialis di Provinsi di
Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2019 sampai dengan Profil
Kesehatan Tahun 2021
Tabel
1
Jumlah
dan Distribusi Dokter Spesialis di Provinsi di Indonesia berdasarkan Profil
Kesehatan Tahun 2019 sampai dengan Profil Kesehatan Tahun 2021
No |
Provinsi |
2019 |
2020 |
2021 |
1 |
Aceh |
698 |
794 |
881 |
2 |
Sumatera Utara |
1.450 |
1.909 |
2.087 |
3 |
Sumatera Barat |
755 |
925 |
975 |
4 |
Riau |
569 |
817 |
927 |
5 |
Jambi |
318 |
394 |
400 |
6 |
Sumatera Selatan |
664 |
918 |
1.004 |
7 |
Bengkulu |
175 |
205 |
211 |
8 |
Lampung |
580 |
671 |
697 |
9 |
Kep. Bangka Belitung |
162 |
207 |
222 |
10 |
Kepulauan Riau |
330 |
384 |
403 |
11 |
DKI Jakarta |
5.084 |
5.781 |
5.966 |
12 |
Jawa Barat |
3.031 |
5.573 |
6.024 |
13 |
Jawa Tengah |
3.582 |
4.129 |
4.197 |
14 |
DI Yogyakarta |
1.000 |
1.117 |
1.078 |
15 |
Jawa Timur |
4.519 |
5.175 |
5.511 |
16 |
Banten |
1.112 |
1.680 |
1.926 |
17 |
Bali |
1.130 |
1.477 |
1.533 |
18 |
Nusa Tenggara Barat |
335 |
407 |
425 |
19 |
Nusa Tenggara Timur |
135 |
231 |
384 |
20 |
Kalimantan Barat |
252 |
336 |
417 |
21 |
Kalimantan Tengah |
219 |
283 |
298 |
22 |
Kalimantan Selatan |
447 |
553 |
553 |
23 |
Kalimantan Timur |
465 |
689 |
739 |
24 |
Kalimantan Utara |
101 |
125 |
129 |
25 |
Sulawesi Utara |
402 |
519 |
566 |
26 |
Sulawesi Tengah |
242 |
289 |
306 |
27 |
Sulawesi Selatan |
1.078 |
1.398 |
1.604 |
28 |
Sulawesi Tenggara |
187 |
220 |
262 |
29 |
Gorontalo |
124 |
137 |
151 |
30 |
Sulawesi Barat |
83 |
99 |
111 |
31 |
Maluku |
89 |
129 |
170 |
32 |
Maluku Utara |
81 |
88 |
127 |
33 |
Papua Barat |
83 |
97 |
131 |
34 |
Papua |
131 |
196 |
309 |
Indonesia |
29.613 |
37.952 |
40.724 |
������ ����������� Jumlah serta distribusi dokter spesialis dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 semakin bertambah. Tabel 1 menunjukkan jumlah dokter spesialis terbesar terpusat pada pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah dokter spesialis terendah terdapat di daerah Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Papua Barat. Pada tahun 2021 jumlah dokter spesialis terbesar terdapat di Jawa Barat sebanyak 6.024 dokter spesialis dan jumlah terendah terdapat di Sulawesi Barat dengan 111 dokter spesialis.
B. Persentase Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) Dokter Spesialis Dasar dan 3 (tiga) Dokter
Spesialis Penunjang menurut Provinsi di Indonesia berdasarkan Profil Kesehatan
tahun 2019 sampai dengan Profil Kesehatan tahun 2021
Tabel
2
Persentase
Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) Dokter Spesialis
Dasar dan 3 (tiga) Dokter Spesialis Penunjang menurut Provinsi di Indonesia
berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2019 sampai dengan Profil Kesehatan Tahun
2021
No |
Provinsi |
2019 |
2020 |
2021 |
1 |
Aceh |
47 |
95,8 |
100,0 |
2 |
Sumatera Utara |
90 |
81,8 |
84,8 |
3 |
Sumatera Barat |
60 |
71,4 |
71,4 |
4 |
Riau |
91 |
62,5 |
75,0 |
5 |
Jambi |
44 |
61,5 |
75,0 |
6 |
Sumatera Selatan |
44 |
57,1 |
69,0 |
7 |
Bengkulu |
43 |
90,0 |
80,0 |
8 |
Lampung |
75 |
81,3 |
81,3 |
9 |
Kep. Bangka Belitung |
43 |
87,5 |
100,0 |
10 |
Kepulauan Riau |
60 |
25,0 |
60,0 |
11 |
DKI Jakarta |
100 |
N/A |
N/A |
12 |
Jawa Barat |
79 |
79,1 |
80,8 |
13 |
Jawa tengah |
74 |
91,1 |
94,6 |
14 |
DI Yogyakarta |
75 |
88,9 |
88,9 |
15 |
Jawa Timur |
80 |
80,4 |
86,7 |
16 |
Banten |
50 |
88,9 |
81,8 |
17 |
Bali |
67 |
75,0 |
81,8 |
18 |
Nusa Tenggara Barat |
80 |
75,0 |
69,2 |
19 |
Nusa Tenggara Timur |
29 |
40,0 |
71,4 |
20 |
Kalimantan Barat |
50 |
61,1 |
57,9 |
21 |
Kalimantan Tengah |
33 |
66,7 |
71,4 |
22 |
Kalimantan Selatan |
73 |
86,7 |
72,2 |
23 |
Kalimantan Timur |
56 |
71,4 |
83,3 |
24 |
Kalimantan Utara |
75 |
40,0 |
80,0 |
25 |
Sulawesi Utara |
50 |
37,5 |
52,9 |
26 |
Sulawesi Tengah |
58 |
55,0 |
60,9 |
27 |
Sulawesi Selatan |
64 |
73,3 |
78,1 |
28 |
Sulawesi Tenggara |
56 |
35,7 |
50,0 |
29 |
Gorontalo |
40 |
62,5 |
77,8 |
30 |
Sulawesi Barat |
75 |
42,9 |
57,1 |
31 |
Maluku |
0 |
40,0 |
38,5 |
32 |
Maluku Utara |
40 |
33,3 |
57,1 |
33 |
Papua Barat |
33 |
25,0 |
66,7 |
34 |
Papua |
88 |
20,0 |
31,6 |
|
Indonesia |
62 |
69,8 |
75,3 |
������������������ Persentase Rumah Sakit kabupaten/kota kelas C di
Indonesia yang memiliki 4 (empat) dokter spesialis dasar dan 3 (tiga) dokter
spesialis penunjang berdasarkan data Profil Kesehatan pada tabel 2, menunjukkan
masih banyak rumah sakit yang belum mencapai 100% dalam pemenuhan standar dokter
spesialis. Persentase 100% pada tahun 2021 terdapat pada wilayah Aceh serta
Kepulauan Bangka Belitung. Persentase terendah tahun 2021 terdapat di daerah
Papua sebanyak 31,6% serta Maluku 38,5%. Pada periode
tahun 2020 dan 2021 tidak ada data dari DKI Jakarta dikarenakan tidak adanya
pelaporan data rumah sakit kabupaten/kota kelas C di DKI Jakarta yang memiliki
dokter spesialis.
C. Perkembangan Kebijakan Pemerataan Dokter Spesialis di Indonesia
Tabel
3
Regulasi dan Kebijakan Terkait Distribusi Dokter Spesialis di Indonesia
No. |
Regulasi |
Konten
Kebijakan |
1. |
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan |
Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan,
dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. |
2. |
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan |
Penempatan Tenaga Kesehatan oleh Pemerintah dilaksanakan dengan
pengangkatan pegawai negeri sipil, perjanjian kerja atau penugasan khusus
sebagai TNI/POLRI |
3. |
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib
Kerja Dokter Spesialis (WKDS) |
Wajib Kerja Dokter Spesialis merupakan penempatan dokter spesialis di
Rumah Sakit milik pemerintah pusat maupun pemerintah daaerah |
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2016
tentang Penyelenggaraan Wajib Kerja Dokter Spesialis dalam Rangka Pemenuhan
Kebutuhan Pelayanan Spesialistik di Indonesia (WKDS telah dicabut berdasarkan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 62P/HUM/2018 dan diganti dengan program Pendayagunaan Dokter
Spesialis pada tahun 2019) |
Dokter spesialis lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis
dari perguruan tinggi negeri di dalam negeri dan perguruan tinggi di luar
negeri wajib mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis. Menteri menempatkan dokter spesialis berdasarkan alokasi penempatan
serta pemetaan dokter spesialis di Indonesia selama minimal 1 tahun. |
|
4. |
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang
Pendayagunaan Dokter Spesialis |
Menteri Kesehatan menetapkan alokasi penempatan dokter spesialis
sesuai dengan pemetaan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia |
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2019
tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 tentang
Pendayagunaan Dokter Spesialis |
Peserta PGDS adalah Penerima Bantuan Biaya Pendidikan secara langsung
(PBL) dan penerima Bantuan Biaya Pendidikan secara tidak langsung (PBTL). |
|
Peserta penempatan dokter spesialis ditempatkan pada Rumah Sakit
Pemerintah Pusat, Rumah Sakit Pemerintah Daerah, atau Rumah Sakit lain yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. |
||
Jangka waktu penempatan dokter spesialis selama 12 (dua belas) bulan. |
||
5. |
Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (Buku Putih Reformasi Sistem Kesehatan Nasional
Bapenas 2022) |
Inovasi pendidikan dokter spesialis (pendidikan spesialis berbasis
Rumah Sakit) |
Pengembangan kerjasama Fakultas Kedokteran dan rumah sakit untuk
pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit |
||
Pengaturan skema pendidikan dokter spesialis dengan rumah sakit
institusi pendidiknya |
||
Peningkatan jumlah kuota dan daya tampung pendidikan spesialis |
||
Beasiswa pendidikan dokter spesialis |
||
Pemerintah mengatur regulasi kebijakan tenaga kesehatan termasuk distribusi pemerataaan dokter spesialis yang dijelaskan pada tabel 3. Regulasi kebijakan pemerintah dimulai dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang secara umum menegaskan bahwa Pemerintah berperan dalam mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Peran pemerintah dalam mengatur tenaga kesehatan kemudian menghasilkan
kebijakan-kebijakan khususnya untuk dokter spesialis yang tertuang dalam Peraturan
Presiden serta Peraturan Menteri Kesehatan. Gambaran jumlah dan distribusi
dokter spesialis pada tabel 1 dan 2 merupakan hasil riset dari Kementrian Kesehatan terhadap jumlah
dokter spesialis pada kurun waktu yang berbeda dengan regulasi yang berbeda. Profil
Kesehatan tahun 2019 merupakan masa peralihan dari program Wajib Kerja Dokter
Spesialis menuju program Pendayagunaan Dokter Spesialis dan Profil Kesehatan
Tahun 2021 merupakan gambaran dari implementasi program Pendayagunaan Dokter
Spesialis.�
Pembahasan
A. Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS)
Dalam rangka peningkatan akses serta pemenuhan kebutuhan masyarakat
terhadap pelayanan spesialistik, pemerintah melakukan upaya pemerataan dokter
spesialis di Indonesia melalui program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Program
WKDS wajib diikuti oleh lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis dari perguruan tinggi negeri di dalam
negeri dan perguruan tinggi di luar negeri. Peserta WKDS akan ditempatkan
selama minimal 1 (satu) tahun di Rumah Sakit daerah terpencil,
perbatasan, dan kepulauan; Rumah Sakit rujukan regional; atau Rumah Sakit
rujukan provinsi yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahap awal,
penempatan peserta WKDS diprioritaskan bagi lulusan pendidikan profesi program
dokter spesialis anak, spesialis obstetri dan ginekologi, spesialis bedah,
spesialis penyakit dalam, dan spesialis anestesi dan terapi intensif. (Indonesia,
2017)
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan pada tahun
2015 sampai dengan tahun 2018, persentase distribusi dokter spesialis terutama
pada Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) dokter
spesialis dasar dan 3 (tiga) dokter spesialis penunjang di Indonesia
menunjukkan peningkatan. Pada Profil Kesehatan tahun 2015 persentase distribusi
dokter spesialis di Indonesia sebesar 35,14% sedangkan pada Profil Kesehatan
tahun 2018 sebanyak 61,63%. Data menunjukkan adanya peningkatan distribusi
dokter spesialis di berbagai provinsi di
Indonesia yang tercatat selama berjalannya program WKDS sejak tahun 2017. (Kemenkes,
2015)(Kemenkes, 2018)
Program WKDS telah dijalankan selama kurang lebih 1 tahun. �Komnas HAM menyatakan adanya unsur pelanggaran HAM dalam Perpres yang mengatur program WKDS. Komnas HAM merekomendasikan agar Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang dengan biaya pribadi atau swasta dapat diberikan kebebasan untuk mengikuti WKDS ataupun tidak. Program WKDS dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO mengenai Penghapusan Kerja Paksa. WKDS kemudian diganti dengan program Pendayagunaan Dokter Spesialis pada tahun 2019 berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 62P/HUM/2018. (Indonesia, 2019)(CNN, 2019)
B. Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS)
Kebijakan Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS) merupakan program
pemerintah menggantikan kebijakan WKDS yang diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis dan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan
Presiden Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis. PGDS
bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap akses pelayanan
kesehatan spesialistik.
PGDS pada tahap awal akan diprioritaskan kepada 7 (tujuh) jenis profesi program dokter spesialis, antara lain : Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium, Spesialis Anak, Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah, Spesialis Anestesi dan Terapi Insentif dan Spesialis Radiologi. Peserta PGDS merupakan peserta penerima bantuan biaya pendidikan secara langsung dan secara tidak langsung (ASN dan Non ASN). Para dokter spesialis akan melaksanakan program selama 12 (dua belas) bulan dan ditempatkan pada Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Rumah sakit milik Pemerintah Daerah atau Rumah Sakit lain yang ditetapkan oleh Menteri. (Indonesia,2019)
Dalam implementasi PGDS sejak tahun 2019, data menunjukkan adanya peningkatan persentase pemerataan dokter spesialis di berbagai provinsi di Indonesia. Data Profil Kesehatan yang terlampir pada Tabel 2 menunjukkan persentase Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C yang memiliki 4 (empat) Dokter Spesialis Dasar dan 3 (tiga) Dokter Spesialis Penunjang mengalami peningkatan sejak tahun 2019 ke tahun 2021 sebesar 13%.
C. Reformasi Sistem Kesehatan Nasional
Pandemi Covid 19 menunjukkan masih lemahnya sistem kesehatan nasional terutama kemampuan pencegahan dan penanganan lonjakan kasus di berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia. Reformasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan salah satu strategi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 untuk mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia. Reformasi SKN merupakan perbaikan seluruh aspek sistem kesehatan nasional, termasuk tenaga kesehatan.
Distribusi tenaga kesehatan termasuk dokter spesialis masih belum merata dan produksi dokter spesialis masih terbatas. Berdasarkan
data Bappenas tahun 2020 menunjukkan rasio dokter spesialis sebanyak 0,163 per
1000 penduduk. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan negara lain dimana
Malaysia memiliki rasio 1,3 dan Turki memiliki rasio
0,6 dokter spesialis per 1000 penduduk. Standar pemenuhan dokter spesialis di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kabupaten/kota dengan 3 dokter spesialis dasar dan 4 spesialis
lainnya hingga tahun 2021 hanya mencapai 74,9%. Persentase tersebut jauh
dari target RPJMN 2020-2024 dan target Reformasi SKN yaitu sebanyak 90%. (Ali, dkk, 2022)
D. Determinan Distribusi Pemerataan Dokter Spesialis di
Indonesia
Pemerataan distribusi tenaga kesehatan masih menjadi masalah di negara
berkembang dan negara berpenghasilan rendah. WHO memperkirakan dari setengah
populasi dunia yang tinggal di daerah pedesaan hanya dilayani oleh 38% dari
total tenaga kesehatan. Indonesia merupakan contoh negara yang memiliki
tantangan terhadap distribusi tenaga kesehatan termasuk dokter spesialis
berhubungan dengan geografis yang luas dan variasi regional yang besar dalam
sistem pelayanan kesehatan. Pola distribusi ini berhubungan dengan kesenjangan
kesehatan dimana penduduk di daerah perkotaan memiliki akses yang lebih baik
terhadap pelayanan kesehatan, dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di
daerah pedesaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain
: individu (umur, jenis kelamin, latar belakang), sumber daya pekerjaan
(sarana dan prasarana), lingkungan dan budaya.
Faktor lainnya yang mempengaruhi distribusi pemerataan dokter spesialis terutama didaerah kabupaten/kota yang masih kurang perhatian dari pemerintah pusat, antara lain : taraf sosial ekonomi masyarakat, tingkat pertumbuhan ekonomi, sistem kesehatan daerah dan infrastruktur rumah sakit, kesenjangan rural-urban, sistem pendidikan dokter spesialis yang masih kurang memadai, dan kurangnya insentif. Insentif dan tunjangan yang diberikan oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah juga tidak cukup untuk bersaing dengan tunjangan ditawarkan di sektor swasta. Dokter spesialis memilih untuk bekerja di Rumah Sakit Swasta dengan potensi pendapatan praktik swasta yang lebih tinggi. Faktor-faktor tersebut yang mengurangi minat dokter spesialis untuk bekerja di wilayah yang lebih terpencil. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dari masyarakat dan stake holder terkait untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan pemerataan dokter spesialis di Indonesia (Priyatmoko, Lazuardi, & Hasanbasri, 2014).
�
Kesimpulan
����������� ����������� Distribusi
dokter spesialis di Indonesia saat ini masih berpusat di Pulau Jawa dan daerah
perkotaan. Daerah yang berkembang memiliki kesempatan yang lebih besar
dibandingkan dengan daerah tertinggal dalam peminatan praktik dokter spesialis.
Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan yang bertujuan untuk meningkatan
distribusi pemerataan dokter spesialis di Indonesia. Dalam perjalanannya
kebijakan-kebijakan yang diterapkan mengalami perubahan dan perkembangan.
Perkembangan kebijakan tersebut memberikan hasil yang baik dalam peningkatan
persentase distribusi dokter spesialis di berbagai wilayah di Indonesia,
meskipun belum optimal. Implementasi kebijakan pemerintah dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain : sosial, budaya, ekonomi,
pembangunan infrastruktur serta insentif para dokter spesialis. Oleh karena itu
implementasi kebijakan harus didukung oleh masyarakat setempat dan stake
holder terkait guna mewujudkan pemerataan distribusi dokter spesialis di
Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Jakarta : Sekretariat Negara
Nugraha,�S.M., Manik, C. G. & Su�udi, A. (2020).
Analisis Kebijakan Tenaga Kesehatan Non-PNS di Puskesmas. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Vol. 4 No. 1, April 2020. https://doi.org/10.22435/jpppk.v4i1.3273.
Google Scholar
Kemenkes. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2022 Tentang Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2020-2024. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2021. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2020. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Indonesia. (2017). Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis. Jakarta : Presiden Republik Indonesia
Kemenkes. (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
CNN Indonesia. (2019). Kronologi Pembatalan Perpres Jokowi soal Dokter Spesialis. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191104160710-260-445490/kronologi-pembatalan-perpres-jokowi-soal-dokter-spesialis, diakses 21 Mei 2023)
Indonesia. (2019). Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis. Jakarta : Presiden Republik Indonesia
Ali, P. B., Solikha, D. A., Arifi, M. D., Siahaan, R. G., Firdaus, M.
Z., Ariteja, S., . . . Taqiyah, H. (2022). Buku Putih Reformasi Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat.
Kemenkes. (2020). Panduan Peserta Pendayagunaan Dokter Spesialis
(PGDS). Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Meliala, A., Hort, K., & Trisnantoro, L. (2013). Addressing the
unequal geographic distribution of specialist doctors in Indonesia : The role
of the private sector and effectiveness of current regulations. Social Science
& Medicine, 30-34. PubMed
Priyatmoko, H., Lazuardi, L., & Hasanbasri, M. (2014). Analisis
Determinan Ketersediaan Dokter Spesialis dan Gambaran Fasilitas Kesehatan di
RSU Pemerintah Kabupaten/Kota Indonesia (Analisis data RIFASKES 2011). Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 173-182. Google Scholar
Copyright holder: Sri Herlina
Dalimunthe, Puput Oktamianti (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |