Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 8, Agustus 2023

 

STUDI PERLINDUNGAN PANTAI DESA LARIKE KABUPATEN MALUKU TENGAH

 

David D. M. Huwae1, Lydia R. Parera2

1Politeknik Negeri Ambon, Indonesia

2Universitas Pattimura, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memahami karakteristik gelombang yang menghantam dinding pantai Desa Larike dan menganalisis sistem perlindungan pantai yang efektif sebagai alternatif perlindungan pantai tersebut. Penelitian dilakukan di pantai Desa Larike Kabupaten Maluku Tengah. Metodologi penelitian survei dan observasi langsung di lapangan, peramalan gelombang berdasarkan data angin dengan metode Shore Protection Manual dengan bantuan Software Windrose. Tinggi gelombang ekstrim pada periode tertentu dapat diketahui dengan menggunakan metode distribusi Gumbel, sedangkan pengaruh fluktuasi muka air laut (tide surut) dianalisis menggunakan metode Admiralty. Hasil penelitian menunjukkan tinggi gelombang maksimum di laut dalam (Ho) 2,60 m, panjang gelombang (L) 35,679 m dengan kecepatan (C) 4,789 m/detik pada periode (T) 6,70 detik dari Barat Daya. Alternatif pengamanan terbaik diperoleh berupa struktur pemecah gelombang rubble mound yang diletakkan pada kedalaman - 5 m dengan jarak dari garis pantai (y) = 70 m, panjang L bangunan = 134 m dan lebar celah (b) = 50,60 m memberikan pantulan sebesar 30%, menyerap energi gelombang sebesar 51,8% dan gelombang transmisi sebesar 18,2%.

 

 

Kata kunci: System Perlindungan Pantai; Karakteristik Gelombang.

 

Abstract

This study aims to analyze and understand the characteristics of the waves that hit the coastal wall of Larike Village and analyze an effective coastal protection system as an alternative to protecting the coast. The research was conducted on the beach of Larike Village, Central Maluku Regency. Survey research methodology and direct field observation, wave forecasting based on wind data using the Shore Protection Manual method with the help of Windrose Software. Extreme wave heights at certain periods can be determined using the Gumbel distribution method, while the effects of sea level fluctuations (tide and ebb) are analyzed using the Admiralty method. The results showed that the maximum wave height in the deep sea (Ho) was 2.60 m, wavelength (L) 35.679 m and, speed (C) 4.789 m/s in the period (T) 6.70 seconds from the southwest. The best security alternative is obtained in the form of a rubble mound breakwater structure placed at a depth of -5 m with a distance from the shoreline (y) = 70 m, length L of the building = 134 m, and gap width (b) = 50.60 m giving a reflection of 30 %, absorbing 51.8% of wave energy and 18.2% of transmitting waves.

Keywords: Coastal Protection System; Wave Characteristics

 

Pendahuluan

Wilayah pantai merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian/perikanan, pariwisata dan sebagainya (Aldian et al., 2019);(Ekosafitri et al., 2017). Keragaman potensi sumberdaya yang tinggi, berperan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan hidup (Mangunjaya, 2006);(Budiani et al., 2018). Kawasan pesisir pantai Desa Larike dalam waktu terakhir telah ini mengalami kerusakan yang cukup parah dan sangat memprihatinkan. Kerusakan tersebut terjadi erosi pantai akibat serangan gelombang laut yang mengakibatkan kerusakan pada jalan raya dan permukiman penduduk (Fadilah, 2013).

Guna mengatasi masalah tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah telah melakukan perbaikan kembali setiap kerusakan-kerusakan yang terjadi (Yuwono, 1998). Namun pengalaman membuktikan bahwa pada musim tertentu gelombang badai yang datang dari arah Selatan Barat Daya menghantam di seluruh wilayah perairan pantai tersebut menjadi rusak lagi (Bambang, 1999). Hasil analisa kerusakan wilayah pesisir pantai Kota Ambon dan Maluku Tengah, kondisi perubahan garis pantai yang terdiri dari Kecamatan Nusaniwe mengalami erosi (kemunduran) rata-rata -5,732 m/thn, dengan pembobotan tingkat kerusakan dan kepentingan menunjukan bahwa, bobot yang paling tinggi berada pada pantai Eri dengan nilai 1025 level-A.

Dari uraian permasalahan di atas, maka timbullah ide untuk melakukan penelitian guna memperoleh Sistem Perlindungan Pantai Desa Larike Kabupaten Maluku Tengah yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana memahami karakteristik gelombang yang menerpa bibir pantai teluk ambon bagian luar. Bagaimana memperoleh sistem perlindungan pantai yang efektif sesuai kondisi gelombang dan fisik pantai yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan memahami karakteristik gelombang yang menghantam dinding pantai Desa Larike Kabupaten Maluku Tengah. Menganalisa sistem perlindungan pantai yang efektif sebagai alternatif untuk melindungi pantai tersebut.

 

Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu pengamatan secara langsung di lapangan yang terjadi akibat serangan gelombang di pesisir pantai teluk ambon bagian luar. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus merupakan suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan (Sugiyono, 2017).

Penelitian ini dilakukan di pesisir pantai Desa Larike Kabupaten Maluku Tengah. Pemilihan lokasi didasarkan pada pengembangan wilayah, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi Batu Layar Desa Larike

 

Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian ini, adalah: 1) Data angin harian tahun 2012 sampai dengan Maret 2022, diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Balai Besar Wilayah IV Stasiun Meteorologi Klas II Pattimura Ambon. 2) Peta Batimetri dan Topografi Pulau-pulau tahun 2019 (dikoreksi 25 Mei 2020), oleh TNI AL Dinas Hidro-Oseanografi Jakarta. 3) Peta Geologi Lembar Ambon, Maluku tahun 1993, oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Geologi (PPPG) Bandung. 4) Data pasang surut; berupa pengukuran pasang surut bulan April 2022 dan pasang surut ramalan bulan April tahun 2022 oleh TNI AL Dinas Hidro-Oseanografi Jakarta.

Teknik analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Data angin dianalisa dengan menggunakan Software Windrose untuk mengetahui kecepatan dan arah angin dominan, hasil analisa ini selanjutnya akan dibuat peramalan gelombang dengan menggunakan metode Shore Protection Manual. 2) Untuk memprediksi tinggi gelombang signifikan dilakukan analisis frekuensi dengan menggunakan metode periode ulang tertentu, yaitu distribusi Gumbel. 3) Data pasang surut dianalisa menggunakan metode Admiralty untuk mengetahui tipe pasang surut dan menentukan elevasi muka air laut (MHWL, MLWL, MSL) berdasarkan pengukuran pasang surut selama 1 bulan dan sinkrunkan dengan data pasang surut yang dikeluarkan oleh TNI AL Dinas Hidro-Oseanografi.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Pembangkitan Gelombang Angin

Hasil perhitungan tegangan gesek angin maksimum tahun 2012 sampai 2022 ditampilkan dalam mawar angin seperti pada Gambar 2, diperoleh bahwa angin maskimum terjadi pada beberapa arah mata angin. Namun dalam meramalkan gelombang dan penentuan panjang fetch efektif yang menjadi perhatian utama adalah angin maksimum dari arah Selatan Barat Daya. Dengan menggunkan rumus (4) diperoleh fecth efektif = 128,43 km. Selanjutnya berdasarkan hasil hitungan tegangan angin dan fecth efektif diperoleh tinggi gelombang ekstrim Hs sebesar 2,60 m dengan periode Ts 6,70 detik. Selanjutnya analisa gelombang ekstrim dengan periode ulang 50 tahunan dengan metode distribusi probabilitas Gumbel (Fisher-Tippett Type I) diperoleh Hsr sebesar 3,03 m atau berkisar antara 2,35 m sampai 3,71 m dengan waktu Tsr adalah 7,45 detik atau berkisar antara 6,53 detik sampai 8,37 detik, seperti diperlihatkan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 2 Mawar Angin Maksimum (2012-2022)

 

Gambar 3 Tinggi gelombang ekstrim

 

Gambar 4 Periode gelombang ekstrim

 

Berdasarkan analisa gelombang ekstrim dengan periode ulang 50 tahunan dilakukan perhitungan gelombang rencana dilokasi bangunan, bahwa gelombang pecah dengan kemiringan dasar laut (m) = 0.05, tinggi dan periode gelombang di laut dalam (Ho) 3,03 m, periode (T) 7,45 detik, koefisien refraksi Kr = 0,916 dan koefisien pendangkalan Ks = 0,946, dengan kedalaman (ds), maka di peroleh tinggi gelombang tinggi gelombang pecah (Hb) 3,47 m dengan kedalaman gelombang pecah (db) 3,99 m, seperti diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Gelombang rencana di lokasi studi

 

B.     Tinggi Muka Air Rencana (DWL)

Elevasi muka air rencana pada penelitian ini, direncanakan hanya didasarkan pada pasang surut, wave setup dan pemanasan global.

1. Pasang surut

Dari data pengukuran pasang surut diperoleh beberapa elevasi muka air yaitu MHWL: +2,08m; MSL: +1,14m dan MLWL: +0,20 m.

2. Wave Setup

Setup gelombang dihitung dihitung dengan nilai Hb = 3,47 m; diperoleh Sw = 0,65 m.

3. Kenaikan muka air laut karena pemanasan global Kenaikan muka air laut karena pemanasan global (sea level rise, SLR) diperkirakan untuk 2072 diperoleh sebesar 0,30 m.

4. Elevasi muka air rencana ditetapkan berdasarkan ketiga faktor tersebut, sehingga:

DWL MHWL = MHWL + Sw + SLR

= + 2,08 + 0,65 + 0,30

= + 3,03 m

DWL MLWL= MLWL + Sw

= + 0,20 + 0,69

= + 0,89 m

 

C.    Sistim Perlindungan Pantai

Berdasarkan permasalahan kondisi lokasi studi yang dihadapi, maka yang harus diatasi adalah: 1) Serangan gelombang terhadap pemukiman, sarana dan prasarana umum yang ada di lokasi. 2) Erosi/abrasi pantai menyebabkan rusaknya infrastruktur jalan dan fasilitas umum serta pemukiman pesisir pantai. 3) Pendaratan dan perlindungan kapal/perahu nelayan saat badai.

Dengan demikian untuk mengatasi permasalahan tersebut dilakukan analisis terhadap fungsi bangunan sistim perlindungan pantai, seperti diperlihatkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Hubungan permasalahan lokasi dengan jenis bangunan

Permasalahan

Jenis bangunan

detach breakwater

Revetmen

Reboisasi

Beach

Nourishment

Serangan gelombang

S

S

KS

KS

Erosi/Abrasi

S

S

KS

KS

Pendaratan/perlindungan perahu

 

S

 

KS

 

KS

 

KS

Keterangan: S (sesuai) dan KS (kurang sesuai)

 

D.    Alternatif Bangunan Pengaman Pantai

Berdasarkan hubungan permasalahan pantai dengan jenis bangunan, selanjutnya langkah pemecahan masalah sebagaimana diringkaskan dalam Tabel 2.

 

Tabel 2 Ringkasan pemecahan masalah lokasi studi

No

Permasalahan

Pemecahan masalah

1

-               Limpasan gelombang pada pemukiman

-               Pendaratan/perlindungan perahu

-               Revetmen

-               detach breakwater

-               detach breakwater

2

Abrasi gelombang pada jalan dan fasilitas umum

-               revetmen

-               detach breakwater

3

-               Erosi pantai

-               Sempadan pantai

-               detach breakwater

-               Perda sempadan pantai

-               Penyuluhan masyarakat

 

Kondisi bathimetri di sekitar daerah studi dengan kedalam air laut berkisar antara 0-490 meter dengan kemiringan lereng topografi bawah lautnya lebih bervariasi. Dibagian utara berkisar antara 5-15 % sedangkan di bagian selatan berkisar antara 10-25 % (LIPI Ambon, 1991). Keadaan topografimemperlihatkan garis pantai dengan panjang  2,86 km dengan elevasi puncak bangunan  5 m diukur dari dasar pantai mengalami kerusakan akibat erosi pantai. Untuk mengetahuibentukdansituasi kontur dari alur pantai secara detail diperlihatkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Topografi dan bathimetri pantai Desa Larike

 

Alternatif penanganan 1

Alternatif 1 adalah bangunan revetment yang memisahkan daratan dan perairan pantai dan berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan gelombang (Yannovita et al., 2017). Revetment dibuat dengan sisi miring menghadap ke laut guna menyerap energi gelombang sepenuhnya pada dinding dan terbuat dari beton bertulang dan timbrisan batu sebagai pengisi (Bestari, 2022). Pada bagian bawah depan bangunan dibuat lapisan pelindung kaki proteksi (toe protection) menggunakan pasangan batu. Pada bagian belakang konstruksi dibuatkan drainase agar air tidak masuk ke belakang revetment. Gambar 7, memperlihatkan tipikal rivetmen hasil hitungan diletakkan sepanjang 2,86 km sebagai pelindung jalan raya, permukiman dan sarana umum lainnya.

Elevasi revetment dihitung dan dianalisa terhadap DWL MHWL = + 3,03 m dan DWL MLWL = + 0,89 m, untuk mengatasi limpasan gelombang agar tidak naik ke permukaan bangunan, maka diperoleh runup gelombang Ru = 1,61 m dan Wave Set-up Sw = 0,65 m, sehingga penentuan elevasi puncak bangunan diperoleh Hmax = 5,50 m. Guna mengatasi erosi, maka pada bagian bawah depan bangunan dibuat lapisan pelindung kaki proteksi (toe protection) menggunakan pasangan batu sesuai hasil hitungan. Selanjutnya berdasarkan letak kemiringan bangunan sebesar 410 terhadap arah datangnya gelombang dihitung dan dianalisa kestabilan struktur akibat gaya hidrostatis dan hidrodinamis serta daya dukung tanah diperoleh struktur aman. Bentuk bangunan ini didesain sehingga dapat memperindah pantai.

Gambar 7 Tipikal revetmen hasil analisis

 

Alternatif penanganan 2

Alternatif 2 adalah bangunan pemecah gelombang lepas pantai (Anugrah, 2022). Dengan adanya bangunan ini gelombang yang datang menghantam pantai sudah pecah pada suatu tempat yang agak jauh dari pantai, sehingga energi gelombang yang datang sampai di pantai cukup kecil (Setiawan & Ginting, 2018). Detach breakwater selain untuk melindungi hantaman gelombang juga digunakan untuk menahan sedimen yang kembali ke laut yang disebabkan oleh onshore-offshore transport (Sudianto, 2021). Lama kelamaan sedimen yang tertahan tersebut menumpuk dan membentuk tombolo yang nantinya berfungsi sebagai penahan sedimen sejajar pantai serta tetap menyediakan akses bagi perahu nelayan untuk mencapai pantai.

Bangunan ini diletakan sejajar garis pantai dengan membentuk formasi tombolo yang berfungsi sebagai penahan sedimen sejajar pantai serta tetap menyediakan akses bagi perahu nelayan untuk mencapai pantai. Gambar 10, memperlihatkan tipe Rouble mound breakwater hasil analisis, secara empirik diperoleh bangunan breakwater didesain agar terjadinya formasi tombolo pada daerah dibelakangnya. Penentuan panjang breakwater L dan Lebar gap B ditentukan sesuai range yang diberikan dari panjang struktur breakwater L sebagai fungsi dari panjang gelombang Ls dan jarak antara breakwater dan garis pantai y (CEM, 1992).

Berdasarkan lokasi penelitian pada kedalaman d = - 5,00 m dengan jarak antara garis pantai dengan letak bangunan y = 70 m dan panjang gelombang Ls = 52,20 m, maka diperoleh panjang bangunan L = 134 m dan lebar gap B = 50,60 m. Elevasi breakwater dihitung dan dianalisa terhadap MHWL = 2.08 m, Karena gelombang akan pecah pada kedalaman 3,99 m, sehingga db < dLWL < dHWL berarti di lokasi bangunan pada kedalaman d = -5 m gelombang tidak pecah. Pada studi ini besar kemampuan breakwater memantulkan energi diberikan oleh koefisien refleksi x = 0.3, sehingga energi yang terpantul Et = 201,49 kN , energi yang ditransmisikan Etr = 122,24 kN sehingga energy yang diserap oleh breakwater Es = 347,91 kN atau dapat di simpulkan bahwa energi yang ditimbulkan oleh gelombang ET = 671, 65 kN akan diserap oleh breakwater sebesar 51,80%.

 

Gambar 11 Tipikal breakwater hasil analisis

 

E.     Pola Pengaman Pantai

Analisis permasalahan pantai Dusun Larike dan solusinya telah dilakukan secara empirik terhadap kedua alternatif selanjutnya di buatlah penilaian terhadap pola terbaik yang akan digunakan, seperti diperlihatkan dalam Tabel 3, terlihat bahwa pola terbaik untuk pengamanan tersebut adalah alternatif 2. Dengan demikan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah dalam rangka menanggulangi permasalahan yang sering terjadi di peraian pantai Desa Larike.

 

Tabel 3 Ringkasan hasil penilaian kedua alternatif

 

Aspek Penilaian

Penilaian

Alternatif 1

Alternatif 2

Limpasan gelombang

Baik

Baik

Erosi/Abrasi

Baik

Baik

Sempadan pantai

Sedang

Baik

Pendaratan/perlindungan perahu

Sedang

Baik

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara empirik maupun uji numerik dapat disimpulkan bahwa:

Karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin diperoleh tinggi gelombang maksimum di laut dalam (Ho) 2,60 m, panjang gelombang (L) 35,679 m dengan kecepatan rambat (C) 4,789 m/det pada periode (T) 6,70 detik dari arah Barat Daya. Hasil analisa refraksi dan shouling pada kedalaman laut - 5 m, diperoleh tinggi gelombang (H) 2,78 m.Gelombang pecah terjadi pada kedalaman (db) 3,99 m dengan tinggigelombang pecah (Hb) 3,47 m.

Alternatif pemilihan berupa struktur rubble mound breakwater yang ditempatkan pada kedalaman - 5 m dengan jarak dari garis pantai (y) = 70 m dan lebar gap (b) = 50,60 m memberikan akumulasi energi total gelombang yang mengenai struktur breakwater adalah ET = 671,65 kN.�� Dari hasil analisa refleksi diperoleh energi gelombang yang dapat diserap struktur breakwater sebesar 470,15 kN dan yang dipantulkan sebesar 201,49 kN. Hal ini berarti penempatan struktur breakwater memberikan respons dinamis terhadap energi total gelombang sebesar 70 %.

 

 

BIBLIOGRAFI

Aldian, R., Zuryani, E., & Ulni, A. Z. P. (2019). Perubahan Garis Pantai Sebagai Akibat Dari Abrasi Dan Akresi Di Kawasan Pesisir Pantai Barat Sumatera Barat. Social, Humanities, and Educational Studies (SHES): Conference Series, 5(4), 152�161.

 

Anugrah, R. L. T. (2022). Perencanaan Bangunan Pemecah Gelombang Di Pantai Samas Kabupaten Bantul. Universitas Widya Dharma.

 

Bambang, T. (1999). Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta.

 

Bestari, N. A. S. (2022). Refleksi Gelombang Pada Model Bangunan Pemecah Gelombang Sisi Miring Dengan Rongga Berisi Batuan= Wave Reflection On Sloping Hollow Breakwater Containing Rocks. Universitas Hasanuddin.

 

Budiani, S. R., Wahdaningrum, W., Yosky, D., Kensari, E., Pratama, H. S., Mulandari, H., Iskandar, H. T. N., Alphabettika, M., Maharani, N., & Febriani, R. F. (2018). Analisis Potensi dan Strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Komunitas di Desa Sembungan, Wonosobo, Jawa Tengah. Majalah Geografi Indonesia, 32(2), 170�176.

 

Ekosafitri, K. H., Rustiadi, E., & Yulianda, F. (2017). Pengembangan wilayah pesisir pantai utara jawa tengah berdasarkan infrastruktur daerah: Studi kasus Kabupaten Jepara. Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan), 1(2), 145�157.

 

Fadilah, F. (2013). Identifikasi kerusakan pantai kabupaten bengkulu tengah provinsi bengkulu.

 

Mangunjaya, F. M. (2006). Hidup harmonis dengan alam: esai-esai pembangunan lingkungan, konservasi, dan keanekaragaman hayati Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

Setiawan, I. K. D., & Ginting, J. W. R. (2018). Refleksi Gelombang Pada Pemecah Gelombang Tenggelam Blok Beton Berkait. Jurnal Teknik Hidraulik, 9(1), 33�42.

 

Sudianto, E. R. (2021). Sedimentasi Muara Sungai Jangkok. Penerbit NEM.

 

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif : Untuk Penelitian yang bersifat : Eksploratif, Enterpretif, Interaktif, dan Konstruktif. Alfabeta.

 

Yannovita, W., Besperi, B., & Gunawan, G. (2017). Desain Breakwater Sisi Miring Sebagai Upaya Mengantisipasi Limpasan Air Laut Pada Bangunan Revetment Di Pantai Malabero Kota Bengkulu. Inersia: Jurnal Teknik Sipil, 9(2), 1�10.

 

Yuwono, N. (1998). Dasar-dasar Penyusunan Master Plan Pengelolaan dan Pengamanan Daerah Pantai. UGM, Yogyakarta.

 

 

 

Copyright holder:

David D. M. Huwae, Lydia R. Parera (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: