Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e- ISSN: 2548-1398


Vol. 8, No. 8, Agustus 2023

 

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA METFORMIN DAN GLIMEPIRIDE BERDASARKAN KADAR GDP PADA PASIEN DM TIPE 2 DI RSUD DR.M.SOEWANDHIE PADA TAHUN 2019

 

Muhammad Zaim Abbas Hisyam, Sri Purwaningsih, Hermina Novida

Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bersifat analitik observasional retrospektif menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien Diabetes Melitus tipe 2 (rawat jalan) di RSUD Dr. Soewandhie tahun 2019. Sampel penelitian ini berjumlah 121 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (43 pasien dengan terapi metformin, 40 pasien dengan terapi glimepiride, dan 38 pasien dengan terapi kombinasi). Analisis data penelitian ini menggunakan data GDP (Gula Darah Puasa) sebelum dan tiga bulan setelah mendapat terapi metformin atau sulfonilurea (glimepiride) atau kombinasi keduanya pada rekam medis. Hasil: Analisis data dilakukan menggunakan uji Friedman. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kontrol Pada penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa kemanjuran penggunaan metformin dosis tinggi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Jepang. Efikasi dan keamanan metformin serupa ketika digunakan baik dua kali sehari atau tiga kali sehari. (∆GDP) terapi metformin, glimepiride, dan kombinasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 (p=0,575). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada efektivitas terapi metformin, glimepiride, dan kombinasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhie tahun 2019. Pada penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa terdapat kemanjuran penggunaan metformin dosis tinggi pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Jepang. Efikasi dan keamanan metformin serupa ketika digunakan baik dua kali sehari atau tiga kali sehari. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menilai angka kontrol (∆GDP) terapi metformin, glimepiride, dan kombinasi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan memperhatikan faktor lain seperti kepatuhan minum obat, diet, dan aktivitas fisik.

 

Kata kunci: Diabetes Melitus Tipe 2; Metformin; Sulfonilurea; Kombinasi Oral Anti Diabetes; Efektivitas; Glukosa Darah Puasa.

 

Abstract

This study is retrospective observational analysis using secondary data in the form of medical records of type 2 Diabetes Mellitus patients (outpatient) at Dr. Soewandhie Hospital in 2019. The study sample amounted to 121 samples that fit the inclusion criteria (43 patients with metformin therapy, 40 patients with

 

 

How to cite:

Muhammad Zaim Abbas Hisyam, Sri Purwaningsih, Hermina Novida (2023) Perbandingan Efektivitas Antara Metformin dan Glime Berdasarkan Kadar Gdp pada Pasien Dm Tipe 2 di Rsud Dr.M.Soewandhie pada Tahun 2019, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6

piride

(8) 8,

 

E-ISSN:

 

2548-1398

Published by:

Ridwan Institute


glimepiride therapy, and 38 patients with combination therapy). Data analysis of this study used GDP (Fasting Blood Sugar) data before and three months after receiving metformin or sulfonylurea (glimepiride) therapy or a combination of both in medical records. Results: Data analysis was performed using the Friedman test. This study showed no significant difference in control In a study conducted in Japan showed that the efficacy of using high doses of metformin in patients with type 2 diabetes mellitus in Japan. The efficacy and safety of metformin are similar when used either twice daily or thrice daily. (∆GDP) metformin, glimepiride, and combination therapy in patients with type 2 diabetes mellitus (p = 0.575). Conclusion: There was no significant difference in the effectiveness of metformin, glimepiride, and combination therapy in type 2 diabetes mellitus patients at Dr. Soewandhie Hospital in 2019. Research conducted in Japan showed that there was efficacy of using high doses of metformin in patients with type 2 diabetes mellitus in Japan. The efficacy and safety of metformin are similar when used either twice daily or thrice daily. Further research needs to be done to assess the control rate (∆GDP) of metformin, glimepiride, and combination therapy in type 2 diabetes mellitus patients by taking into account other factors such as medication adherence, diet, and physical activity.

 

Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus; Metformin; Sulfonylureas; Combination Of Oral Anti-Diabetic; Effectiveness; Fasting Blood Glucose.

 

Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit metabolic yang ditandai dengan adanya hiperglikemia baik oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja ataupun keduanya (Indonesia, 2021). Terdapat 4 tipe utama diabetes melitus berdasarkan Perkeni 2021 yaitu tipe 1, yang ditandai dengan kurangnya produksi insulin dan tipe 2, yang disebabkan oleh penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh, DM gestasional dan DM tipe lain (Indonesia, 2021). Diabetes melitus tipe 2 merupakan 90% dari seluruh diabetes (Riskesdas,2018).

Organisasi WHO memperkirakan terdapatnya perbedaan laju prevalensi DM tipe 2 yang signifikan pada beberapa tahun kedepan. International Diabetes Federation (IDF) memprediksikan bahwa pada tahun 2019 hingga 2030 terdapat kenaikan jumlah pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 juta. Sebagian besar peningkatan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang (Organization, 2016). Di Indonesia, prevalensi DM nasional adalah sebesar 8,5 persen atau sekitar 20,4 juta orang Indonesia terdiagnosis DM. Perkeni 2021 di Indonesia, prevelensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter sebesar 2% yang mana mengalami peningkatan 0,5% dari hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%.

Sementara prevelensi menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% tahun 2013 menjadi 8,5% tahun 2018. Penanganan diabetes melitus tipe 2 sangat beragam, mulai dari terapi non farmakologis sampai terapi farmakologis. Terapi non farmakologis yang harus diedukasikan kepada pasien meliputi menjaga pola makan, berolahraga. Terapi farmakologis untuk pasien diabetes melitus tipe 2 bermacam-macam mulai dari pemberian injeksi insulin maupun Oral Anti Diabetes (Hiyoshi et al., 2019).


Setiap obat diabetes melitus memiliki keberagaman meliputi cara kerja, cara pemberian, efek samping, dll.

Salah satu jenis obat diabetes melitus adalah metformin, yang merupakan salah satu OAD. Metformin bekerja secara tidak langsung pada insulin dengan cara menghambat proses glukoneogenesis dan glikogenolisis, memperlambat penyerapan glukosa pada usus, dan meningkatkan sensitifitas insulin dalam tubuh. Metformin dapat menurunkan glukosa darah hingga normoglikemi, sehingga pada konsumsi metformin tidak menyebabkan rasa lapar pada pasien. Pengobatan diabetes melitus tipe 2 bisa dengan monoterapi dan terapi kombinasi. Contoh lain obat diabetes melitus tipe 2 adalah sulfonilurea. Sulfonilurea merupakan salah satu OAD lain. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh sulfonilurea yakni peningkatan berat badan dan hipoglikemia (Khairinnisa et al., 2020). Secara teoritis, perbedaan mendasar antara sulfonilurea dan metformin adalah dalam hal cara kerja dan efek samping.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr.Soewandhie yang merupakan rumah sakit umum yang memungkinkan pasien penderita DM tipe 2 dari latar belakang yang berbeda dan belum pernah ada penelitian tentang perbedaan efektivitas kedua obat tersebut pada pasien DM tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie,sehingga mendorong dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui efektivitas dari obat diabetes melitus tipe 2 yang paling umum diberikan diantaranya Metformin dan Glimepiride pada penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie.

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan penelitian ini sebagai berikut;

1) Bagaimana efektivitas terapi metformin pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie. 2) Bagaimana efektivitas terapi sulfonilurea (glimepiride) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr,Soewandhie. 3) Bagaimana efektivitas terapi kombinasi metformin dan sulfonilurea (glimepiride) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie. 4) Bagaimana perbandingan efektivitas obat antara terapi metformin, glimepiride (sulfonilurea) dan kombinasi keduanya pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie pada tahun 2019 ?

Tujuan dari penelitian ini adalah; Mengetahui dan menganalisis perbandingan efektivitas obat berdasar kadar gula darah dari penggunaan metformin dan glimepiride (sufonilurea) yang merupakan OAD oral yang paling umum digunakan di masyarakat untuk penyakit DM tipe 2 pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie. Menganalisis efektivitas terapi metformin pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie

 

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik dengan studi observasional. Rancangan penelitian yang dipilih adalah studi retrospektif dengan menggunakan rekam medis pasien DM tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie dengan desain penelitian cross- sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rekam medis pasien dewasa dengan diagnosis DM tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie pada tahun 2019. Sampel dalam


penelitian ini adalah rekam medis pasien dengan diagnosis DM tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie yang memenuhi kriteria inklusi dan ekklusi.

Kriteria Inklusi; (a) Pasien DM tipe 2 usia ≥40 tahun yang berobat di RSUD Dr Soewandhie pada tahun 2019. (b) Pasien DM tipe 2 dengan terapi metformin selama tiga bulan. (b) Pasien DM tipe 2 dengan terapi sulfonylurea (glimepiride) selama tiga bulan.

(c) Pasien DM tipe 2 dengan terapi kombinasi metformin dan sulfonilurea (glimepiride) selama tiga bulan. (d) Terdapat data GDP (Gula Darah Puasa) sebelum dan tiga bulan setelah mendapat terapi metformin atau sulfonilurea (glimepiride) atau kombinasi keduanya pada rekam medis pasien.

Kriteria Ekslusi; (a) Pasien DM tipe 2 dengan usia < 40 tahun. (b) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan terapi farkamakologis berupa insulin, incretin based therapy, meglitinide, thiazolidinediones, SGLT2 inhibitor, alpha glukosidase inhibitor, dan sufonilurea selain glimepiride.

Data sekunder berupa rekam medis pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie Surabaya pada tahun. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa rekam medis pasien yang memenuhi kriteria inklusi,lembar pengumpulan data rekam medis,dan program/software statistika yang sesuai. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr.Soewandhie. Waktu penelitian ini dimulai dari Juli 2021-Juni 2022.


Gambar 1 Alur Penelitian

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2022 sampai dengan Mei 2022. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa data rekam medis pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride di RSUD Dr.Soewandhie periode Januari 2019 s.d Desember 2019. Data rekam medis yang dibutuhkan pada penelitian ini meliputi kadar gula darah berupa GDP pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi metformin, glimepiride, dan kombinasi sebelum terapi dan tiga bulan setelah mendapatkan terapi. Pada pengumpulan data didapatkan 121 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (43 pasien dengan terapi metformin, 40 pasien dengan terapi glimepiride, dan 38 pasien dengan terapi kombinasi).


A.     Karakteristik Umum Pasien dengan Terapi Metformin, Glimepiride, dan Kombinasi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr.Soewandhie Pada Tahun 2019

1.      Karakteristik Umum Jenis Kelamin Pasien dengan Terapi Metformin, Glimepiride, dan Kombinasi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr.Soewandhie Pada Tahun 2019

Tabel 1 Jenis Kelamin Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Metformin,

Glimepiride, dan Kombinasi di RSUD Dr.Soewandhie Pada Tahun 2019 berdasarkan variabel GDP

������������������������ Jenis Terapi��������������������������


Metformin Glimepiride� �Kombinasi

Jenis Kelamin� �Laki-Laki�������������� 18�������������������� 10�������������������� 16����������

���������������������������� Perempuan����������� 25�������������������� 30�������������������� 22����������

Total��������������������������������������������������� 43�������������������� 40�������������������� 38


Chi-Square

0,189


 

Jenis kelamin merupakan data nominal sehingga digunakan analisis chi-square test dan didapatkan nilai signifikansi 0,189 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak didapatkan perbedaan yang bermakna terhadap jenis kelamin pada pasien dengan terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride.

 

2.      Karakteristik Umum Usia Pasien dengan Terapi Metformin, Glimepiride, dan Kombinasi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Soewandhie Pada Tahun 2019

Tabel 2 Usia Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Metformin, Glimepiride, dan Kombinasi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhie Pada Tahun 2019 berdasarkan variabel GDP

����������������������� Jenis Terapi������������������������

 

Metformin

Kombinasi

Glimepiride

Mann Whitney

Usia���� 40-49 Tahun

2

2

1

 

50-59 Tahun

13

10

12

 

60-69 Tahun

21

13

16

 

70-79 Tahun

3

12

6

0,358

80-89 Tahun

3

1

5

 

90-99 Tahun

1

0

0

 

Total

43

38

40

 

 

Usia merupakan data rasio sehingga digunakan analisis diuji normalitas dengan uji K-S dan didapatkan hasil bahwa data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji komparasi dengan Mann whitney test dan didapatkan nilai signifikansi 0,358 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak didapatkan perbedaan yang bermakna terhadap usia pasien dengan terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride.


B.     Karakteristik Umum Dosis Obat Pasien dengan Terapi Metformin, Kombinasi dan Glimepiride Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhie Pada Tahun 2019

1.      Dosis Obat Pasien Dengan Terapi Metformin

Tabel 3 Dosis obat yang didapatkan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi metformin di RSUD Dr. Soewandhie pada Tahun 2019 berdasarkan variabel GDP

� �Dosis Obat (mg/hari)��� �Jumlah Pasien� �

������������ 500 mg 2x1��������������������������� 43��������������

 

2.      Dosis Obat Pasien dengan Terapi Kombinasi

Tabel 4 Dosis obat yang didapatkan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi kombinasi di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019 berdasarkan variabel GDP

Dosis Obat (mg/hari)��������� Jumlah

������������������������������������������������������� Pasien������

500mg 2x1 + 1mg 1x1

8

500mg 2x1 + 2mg 1x1

13

500mg 2x1 + 3mg 1x1

6

500mg 2x1 + 4mg 1x1

11

 

3.      Dosis Obat Pasien Dengan Terapi Glimepiride

Tabel 5 Dosis Obat Yang Didapatkan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Glimepiride di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019 berdasarkan variabel GDP

Dosis Obat (mg/hari)

1mg 1x1

Jumlah

������������������������������������������������ �Pasien������

14

2mg 1x1

19

3mg 1x1

5

4mg 1x1

2

 

C.     Hasil Analisis Kontrol Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Metformin di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Tabel 6 Karakteristik Umum Glukosa Darah Puasa (GDP) Pasien dengan Terapi Metformin berdasarkan

GDP

n

Minimum

Maximum

Rata-Rata

Sebelum Terapi Metformin

43

94

306

162.60

Tiga Bulan Setelah Terapi Metformin

43

62

259

147.70

 

Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien sebelum mendapatkan terapi metformin adalah diantara rentang 94 s/d 306 mg/dL dengan rata-rata GDP 163 mg/dL; Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien tiga bulan setelah mendapatkan terapi metformin adalah diantara rentang 62 s/d 259 mg/dL dengan rata-rata GDP 148 mg/dL.


Tabel 7 Hasil kadar glukosa darah (∆GDP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi metformin 1000 mg/hari atau sulfonilurea (glimepiride 1-4 mg/hari) atau kombinasi (metformin 1000 mg/hari + glimepirid 1-4 mg/hari)

 

Metformin

Glimepiride

Kombinasi

∆GDP

-150 s/d -101

n

0

3

0

 

 

%

0,0%

7,5%

0,0%

 

-100 s/d -51

n

2

3

4

 

 

%

4,7%

7,5%

10,5%

 

-50 s/d -1

n

14

11

12

 

 

%

32,6%

27,5%

31,6%

 

0 s/d 50

n

19

17

17

 

 

%

44,2%

39,5%

44,7%

 

51 s/d 100

n

5

5

4

 

 

%

11,6%

12,5%

10,5%

 

101 s/d 150

n

3

1

1

 

 

%

7,0%

2,5%

2,6%

Total

 

n

43

40

38

 

 

%

100%

100%

100%


 

Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa dari 43 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi metformin 1000 mg/hari 0 pasien mendapatkan hasil ∆GDP - 150 s/d -101 yang artinya terdapat penurunan GDA 3 bulan setelah terapi daripada GDA sebelum terapi diantara rentang -150 s/d -101; 2 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -100 s/d -51 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -100 s/d -51; 14 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -50 s/d

-1 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -50 s/d -1; 19 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 0 s/d 50 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 0 s/d 50; 5 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 51 s/d 100 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 51 s/d 100; dan 3 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 101 s/d 150 yang artinya terdapat peningkatam GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 101 s/d 150.

 

D.     Hasil Analisis Kontrol kadar glukosa darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Kombinasi di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Tabel 8 Karakteristik Umum Glukosa Darah Puasa (GDP) Pasien dengan Terapi Kombinasi

GDP

n

Minimum

Maximum

Rata-Rata

Sebelum Terapi Kombinasi

38

87

339

163.11

Tiga Bulan Setelah Terapi Kombinasi

38

77

339

154.79

 

Berdasarkan tabel 8 didapatkan bahwa dari 38 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi kombinasi metformin 1000 mg/hari dan glimepirid 1-4 mg/hri 0 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -150 s/d -101 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -150 s/d -101; 4 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -100 s/d -51 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -100 s/d -51; 12 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -50 s/d -1 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah


terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -50 s/d -1; 17 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 0 s/d 50 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 0 s/d 50; 4 pasien mendapatkan hasil

∆GDP 51 s/d 100 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 51 s/d 100; dan 1 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 101 s/d 150 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 101 s/d 150.

 

E.     Hasil Analisis Kontrol kadar glukosa darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Glimepiride di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Tabel 9 Karakteristik Umum Glukosa Darah Puasa (GDP) Pasien dengan Terapi Glimepiride

GDP

n

Minimum

Maximum

Rata-Rata

Sebelum Terapi Glimepiride

40

92

338

176.33

Dua Bulan Setelah Terapi Glimepiride

40

84

341

173.95

 

Berdasarkan tabel 9 didapatkan bahwa dari 40 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan terapi glimepirid 1-4 mg/hri 3 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -150 s/d - 101 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -150 s/d -101; 3 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -100 s/d -51 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -100 s/d -51; 11 pasien mendapatkan hasil ∆GDP -50 s/d -1 yang artinya terdapat penurunan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang -50 s/d -1; 17 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 0 s/d 50 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 0 s/d 50; 5 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 51 s/d 100 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 51 s/d 100; dan 1 pasien mendapatkan hasil ∆GDP 101 s/d 150 yang artinya terdapat peningkatan GDP 3 bulan setelah terapi daripada GDP sebelum terapi diantara rentang 101 s/d 150.

 

F.      Hasil Analisis Statistika Perbedaan Kadar Glukosa Darah Terapi Metformin, Kombinasi, dan Glimepiride Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Tabel 10 Kontrol kadar glukosa darah (∆GDP) Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Metformin, Kombinasi, Glimepiride di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Jenis Obat������ N Minimum� �Maximum� �Std. Deviation p Value

∆GDP� �Metformin������� 43��������������� -71���������������� 116����������������� 42.878

 

Kombinasi

38

-94

171

48.421

 

 

Glimepiride

40

-143

140

57.392

 

 

Berdasarkan data ∆GDP terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride, didapatkan nilai minimum ∆GDP dengan terapi metformin adalah -71, dengan terapi kombinasi adalah -94, dan dengan terapi glimepiride adalah -143; dan nilai maksimum

∆GDP dengan terapi metformin adalah 116, dengan terapi kombinasi adalah 171, dan dengan terapi glimepiride adalah 140. Data ∆GDP terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride diuji normalitas dengan uji K-S dan didapatkan hasil bahwa data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji Friedman dan didapatkan nilai signifikansi 0,575 (p>0,05) yang artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar glukosa


darah (∆GDP) terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhie pada tahun 2019.

Pada penelitian ini didapatkan 121 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (43 pasien dengan terapi metformin, 40 pasien dengan terapi glimepiride, dan 38 pasien dengan terapi kombinasi) yang akan dianalisis kadar glukosa darah sebelum terapi dan tiga bulan setelah mendapatkan terapi. Literatur yang memuat penelitian tentang perbedaan kontrol kadar glukosa darah terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride yang memuat variabel kontrol kadar glukosa darah berupa GDP masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar glukosa darah (GDP) antara terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi pada tahun 2019.

 

G.    Karakteristik Umum Pasien dengan Terapi Metformin, Kombinasi dan Glimepiride Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

1.      Karakteristik Umum Jenis Kelamin Pasien dengan Terapi Metformin. Kombinasi, dan Glimepiride pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Dalam penelitian ditemukan bahwa pasien dengan terapi metformin berjumlah 43 orang dengan proporsi 18 pasien berjenis kelamin laki-laki dan 25 pasien berjenis kelamin perempuan. Pasien dengan terapi kombinasi berjumlah 38 orang dengan proporsi 16 pasien laki-laki dan 22 pasien perempuan. Sedangkan pada pasien dengan terapi glimepiride berjumlah 40 orang dengan proporsi 10 pasien laki-laki dan 30 pasien perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan diantara pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi pada tahun 2019 sebagian besar adalah pasien berjenis kelamin perempuan. Hasil tersebut sesuai dengan data Riskesdas tahun 2018, yang menunjukan bahwa di Indonesia perempuan (1,8%) lebih banyak menderita diabetes mellitus daripada laki-laki (1,2%).

Diabetes mellitus (DM) dengan cepat menjadi salah satu penyakit tidak menular yang paling umum di seluruh dunia, dan prevalensinya di kalangan orang dewasa telah meningkat selama beberapa dekade terakhir. International Diabetes Federation memperkirakan bahwa 382 juta orang di seluruh dunia menderita DM pada tahun 2013. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035. Hasil penelitian ini sesuai dengan Penelitian Zhang (2019) yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki persentase penderita diabetes yang lebih tinggi dibandingkan laki- laki. Dalam sebuah studi kesehatan wanita, risiko terkena DM dua kali lebih tinggi di antara individu dengan hipertensi dibandingkan di antara mereka dengan SBP antara 120 dan 129 mmHg.

Mayoritas data dari populasi keturunan Eropa Barat atau Asia menunjukkan prevalensi diabetes tipe 2 yang sedikit lebih tinggi di antara pria daripada wanita; secara global, berdasarkan atlas IDF 2018, diperkirakan 221 juta pria dan 204 juta wanita diperkirakan menderita diabetes tipe 2 pada tahun 2017. Faktor-faktor potensial yang mungkin relevan dengan pemerataan angka kejadian diabetes tipe 2 pada pria dan wanita di antara orang dewasa yang lebih tua dapat mencakup perubahan yang berkaitan dengan transisi hormonal yang terjadi selama menopause pada wanita pada usia ~50 tahun. Misalnya, peningkatan deposisi lemak viseral di antara wanita setelah menopause dapat meningkatkan resistensi insulin dan peningkatan insiden sindrom metabolik pada wanita yang lebih tua. Studi prospektif lainnya menunjukkan faktor risiko seperti kolesterol high-


density lipoprotein dan aktivitas fisik selama waktu senggang dikaitkan dengan perkembangan DMT2 hanya pada wanita, sementara peningkatan tekanan darah sistolik, kebiasaan merokok, dan asupan alkohol harian yang tinggi memprediksi perkembangan DMT2 pada pria saja (Alanazi et al., 2017);(H. Zhang et al., 2019);(Issaka et al., 2022).

 

2.      Karakteristik Umum Usia Pasien dengan Terapi Metformin, Kombinasi, dan Glimepiride pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pasien dengan terapi metformin berjumlah 43 orang dengan proporsi 2 pasien berusia diantara 40-49 tahun; 13 pasien berusia

diantara 50-59 tahun; 21 pasien berusia diantara 60-69 tahun; 3 pasien berusia diantara

70-79 tahun; 3 pasien berusia diantara 80-89 tahun; dan 1 pasien berusia diantara 90-99 Tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 terbanyak yang mendapatkan terapi metformin di RSUD Dr. Soewandhi adalah pasien dengan rentang umur 60-69 tahun.

Pasien dengan terapi kombinasi berjumlah 38 orang dengan proporsi 2 pasien berusia diantara 40-49 tahun; 10 pasien berusia diantara 50-59 tahun; 13 pasien berusia

diantara 60-69 tahun; 12 pasien berusia diantara 70-79 tahun; 1 pasien berusia diantara 80-89 tahun; dan 0 pasien berusia diantara 90-99 Tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 terbanyak yang mendapatkan terapi kombinasi di RSUD Dr. Soewandhi adalah pasien dengan rentang umur 60-69 tahun.

Sedangkan pasien dengan terapi glimepiride berjumlah 40 orang dengan proporsi 1 pasien berusia diantara 40-49 tahun; 12 pasien berusia diantara 50-59 tahun; 16 pasien

berusia diantara 60-69 tahun; 6 pasien berusia diantara 70-79 tahun; 5 pasien berusia diantara 80-89 tahun; dan 0 pasien berusia diantara 90-99 Tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 terbanyak yang mendapatkan terapi glimepiride di RSUD Dr. Soewandhi adalah pasien dengan rentang umur 60-69 tahun.

Hasil tersebut sejalan dengan data yang dirilis oleh Riskesdas , yang menunjukan bahwa penderita diabetes melitus terbesar berada pada rentang usia 55-64 tahun dan 65- 74 tahun. Fungsi fisiologis manusia penting untuk dipertahankan untuk optimalisasi kehidupan sehari-hari. Seiring dengan peningkatan usia, terjadi proses degenerative yang dapat mengganggu fungsi fisiologis tubuh. Proses ini dapat memicu berbagai kondisi yang menyebabkan kerentanan tubuh terhadap penyakit baik penyakit menular maupun tidak menular. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, lansia sebagian besar mengalami penyakit tidak menular yang ditimbulkan oleh proses degeneratif seperti hipertensi (63.5) %, masalah gigi (53.6) %, penyakit sendi (18) %, masalah mulut (17)

%, diabetes mellitus (5.7) %, penyakit jantung (4.5) %, stroke (4.4) %, gagal ginjal (0.8)

% dan kanker (0.4) %.

Beban diabetes mellitus meningkat secara global, dan pada tingkat yang jauh lebih cepat di negara maju, seperti Eropa Barat. Distribusi jenis kelamin adalah sama, dan puncak insiden pada usia sekitar 55 tahun. Prevalensi diabetes di antara orang dewasa tua menunjukkan tren yang sama dengan populasi umum. Namun, prevalensi mungkin telah diremehkan karena pelaporan diri dan tingginya tingkat diabetes yang tidak terdiagnosis (Khan et al., 2020).

Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diabetes antara lain usia tua yang mengikuti kejadian obesitas dan dengan tingkat aktivitas fisik yang rendah. DM tipe 2 lanjut usia tampaknya karena beberapa mekanisme di antaranya dapat menyebutkan latar belakang genetik, harapan hidup yang panjang menyebabkan penurunan sekresi insulin,


dan modifikasi beberapa faktor lingkungan yang bertanggung jawab untuk obesitas sentral. Obesitas sentral menyebabkan terjadinya resistensi insulin, yang merupakan penyebab utama sindrom metabolik dan DM tipe 2 pada orang dewasa dan orang tua. Kurangnya aktivitas fisik ditambah dengan gangguan makan yang menjadi ciri gaya hidup modern adalah faktor yang paling memberatkan. Namun, beberapa penelitian terbaru juga menunjukkan peran faktor lain seperti arginine vasopressin (AVP) atau fragmen c-terminalnya, yang disebut Copeptin, dalam mekanisme DM pada orang tua melalui sensitivitas insulin yang lebih rendah. AVP mempengaruhi glikogenolisis hati dan sekresi glukagon juga (Chentli et al., 2015);(Maina Gatimu et al., 2016).

 

3.      Karakteristik Umum Dosis Obat Pasien dengan Terapi Metformin, Kombinasi, dan Glimepiride Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

a.      Dosis Obat Pasien dengan Terapi Metformin

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 43 pasien dengan terapi metformin didapatkan 43 pasien tersebut semuanya mendapatkan terapi metformin dengan dosis 500 mg 2x1. Pasien yang diobati dengan metformin dosis rendah lebih kecil kemungkinannya untuk memperoleh manfaat penuh darinya dan pada akhirnya mungkin gagal mencapai / mempertahankan target kadar glukosa darah yang diinginkan. Sementara banyak pasien perlu memulai metformin dengan dosis lebih rendah dan secara bertahap meningkatkannya untuk meminimalkan efek samping gastrointestinal, dosis target di antara pasien dengan fungsi ginjal yang memadai adalah 2.000-2.500 mg / hari. Kurang dosis metformin tanpa kontraindikasi atau intoleransi dapat menyebabkan kegagalan pengobatan. Faktor lain yang berkontribusi terhadap kemunduran kontrol kadar glukosa darah pada terapi metformin adalah tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendapatan rumah tangga tahunan yang lebih rendah, dan ras / etnis non-Putih / Kaukasia.

 

b.      Dosis Obat Pasien dengan Terapi Kombinasi

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 38 pasien dengan terapi kombinasi didapatkan 8 pasien mendapatkan terapi kombinasi dengan dosis 500mg 2x1 + 1mg 1x1; 13 pasien mendapatkan terapi kombinasi dengan dosis 500mg 2x1 + 2mg 1x1; 6 pasien mendapatkan terapi kombinasi dengan dosis 500mg 2x1 + 3mg 1x1; dan 11 pasien mendapatkan terapi kombinasi dengan dosis 500mg 2x1 + 4mg 1x1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien dengan diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi sebagian besar adalah pasien yang mendapatkan terapi kombinasi dosis obat 500mg 2x1

+ 2mg 1x1. Kombinasi dosis tetap glimepiride dan metformin cocok untuk diabetes awal maupun diabetes jangka panjang.

Berdasarkan penelitian Sahay (2020) kombinasi glimepiride 2 mg dan metformin 500 mg paling banyak diresepkan. Kombinasi sulfonilurea modern (glimepiride) dan metformin secara luas diresepkan untuk kontrol glukosa darah yang efektif karena kemampuannya masing-masing pengobatan terhadap "gangguan sekresi insulin" dan "resistensi insulin". Terapi kombinasi awal dengan kombinasi glimepiride dan metformin dapat memberikan manfaat dari efek warisan melalui kontrol glukosa sebelumnya, menghindari kadar glukosa darah negatif yang terkait dengan komplikasi mikro dan makrovaskular. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular (CVD), dan adanya hipertensi pada pasien diabetes meningkatkan risiko komplikasi mikro dan makrovaskular dan kematian. Meskipun berbagai agen anti-diabetes,


kombinasi glimepiride dan metformin adalah pilihan yang lebih disukai pada pasien hipertensi dengan diabetes untuk kontrol glukosa darah yang optimal (Sahay et al., 2020).

 

c.       Dosis Obat Pasien dengan Terapi Glimepiride

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari 40 pasien dengan terapi glimepiride didapatkan 14 pasien yang mendapatkan terapi glimepiride dengan dosis 1 mg/hari; 19 pasien mendapatkan terapi glimepiride dengan dosis 2 mg/hari; 5 pasien mendapatkan terapi glimepiride dengan dosis 3 mg/hari; dan 2 pasien mendapatkan terapi sulfonilurea (glimepiride) dengan dosis 4 mg/hari. Dengan demikian bahwa pasien terbanyak adalah pasien yang mendapatkan terapi glimepiride dengan dosis 2 mg/hari. Glimepiride efektif dalam peningkatan kontrol kadar glukosa darah pasien dengan diabetes melitus (DM) tipe 2, sebagaimana didokumentasikan oleh beberapa uji klinis, namun mekanisme pasti tindakannya belum ditetapkan secara jelas.

Penelitian yang dilakukan oleh Kabadi dan Kabadi dimulai dengan pemberian oral tablet glimepiride 2 mg sekali sehari di pagi hari pada minggu ke 0. Dosis ditingkatkan 1 mg setiap 2 minggu. Dosis kemudian dipertahankan selama sisa masa studi 24 minggu. Follow up penelitian dilakukan 2 minggu sekali pada durasi 8 minggu dan kemudian setiap 4 minggu sekali selama sisa masa studi. Penelitian ini membuktikan bahwa glimepiride meningkatkan sekresi insulin sepanjang durasi OGTT, termasuk fase pertama. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa glimepiride mencapai kontrol kadar glukosa darah yang diinginkan pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 melalui penurunan sekresi dan peningkatan sensitivitas terhadap insulin.

Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin dan kegagalan sel yang progresif, oleh karena itu sekretagog sel berguna untuk mencapai kontrol kadar glukosa darah yang cukup. Glimepiride adalah sulfonilurea generasi kedua yang merangsang sel pankreas untuk melepaskan insulin. Selain itu, telah terbukti bekerja melalui beberapa mekanisme pankreas ekstra. Obat ini diberikan sebagai monoterapi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di mana kontrol kadar glukosa darah tidak dicapai dengan modifikasi diet dan gaya hidup. Kisaran dosis efektif adalah 1 sampai 8 mg/hari, tetapi harus digunakan dengan hati-hati pada orang tua dan pada pasien dengan penyakit ginjal atau hati. Glimepiride dapat diminum sebelum atau sesudah sarapan pagi dengan hasil yang sama.

Kemanjuran glimepiride 2 mg/hari selama 2 minggu pada kadar glukosa darah tidak berbeda secara signifikan selama periode 0�4 jam ketika obat diberikan segera sebelum sarapan atau 30 menit setelah sarapan. Dosis awal glimepiride adalah 1-2 mg yang biasanya diminum sebelum sarapan. Dosis disesuaikan dengan pemantauan kadar glukosa darah sendiri dan secara bertahap ditingkatkan sampai kontrol kadar glukosa darah tercapai. Glimepiride mengurangi kadar glukosa darah dan meningkatkan kadar insulin dalam darah. Penelitian Basit et al. (2012) menunjukkan penurunan kadar glukosa pada T2DM yang lebih besar dalam darah (4,1 vs 1,9 mmol/L) dan peningkatan C-peptida (1,8 vs 1,4 mg/L) dan insulin plasma (41 vs 25 mu/L) dengan 2 mg/hari glimepiride dibandingkan dengan placebo (Basit, Riaz and Fawwad, 2012).

 

 

H.    Hasil Analisis Kontrol kadar glukosa darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Terapi Metformin Di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien sebelum mendapatkan terapi metformin adalah diantara rentang 94 s/d 306 mg/dL dengan


rata-rata GDP 163 mg/dL; Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien tiga bulan setelah mendapatkan terapi metformin adalah diantara rentang 62 s/d 259 mg/dL dengan rata- rata GDP 148 mg/dL. Metformin adalah obat penurunan berat badan yang efektif pada pasien dengan berat badan yang berlebih dan obesitas yang memicu terjadinya kondisi resisten insulin, namun tidak ada keamanan absolut untuk penggunaan metformin untuk mengontrol berat badan pada populasi diabetes dan non-diabetes. Banyak penelitian saat ini mengevaluasi efektivitas metformin pada obesitas, meskipun tidak memiliki penilaian keamanan jangka panjang dari obat tersebut, manfaat lain telah jelas didokumentasikan dalam hal kontrol gula darah, peningkatan resistensi insulin dan mengurangi faktor risiko penyakit.

Metformin adalah obat penurun glukosa yang di minum dan banyak digunakan untuk diabetes melitus tipe 2 dan direkomendasikan sebagai obat lini pertama dalam pedoman pengobatan baru-baru ini dari American Diabetes Association (ADA) dan European Association for the Study of Diabetes (EASD). Metformin berasal dari tanaman Galega officinalis (French lilac), tanaman yang secara tradisional digunakan di Eropa sebagai obat untuk pengobatan diabetes (DM). Efek utamanya adalah menurunkan output glukosa hepatik, sebagian besar disebabkan oleh penekanan glukoneogenesis, yang mengarah pada penurunan tingkat glukosa darah puasa(GDP) tanpa stimulasi insulin dan menstabilkan berat badan.

 

I.       Hasil Analisis Kontrol kadar glukosa darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Kombinasi di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien sebelum mendapatkan terapi kombinasi adalah diantara rentang 87 s/d 339 mg/dL dengan rata-rata GDP 163 mg/dL; Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien tiga bulan setelah mendapatkan terapi kombinasi adalah diantara rentang 77 s/d 339 mg/dL dengan rata-rata GDP 155 mg/dL. Metformin saat ini merupakan obat penurun glukosa lini pertama untuk orang dengan DMT2 karena manfaatnya termasuk tidak adanya penambahan berat badan, atau bahkan penurunan berat badan, dan kurangnya hipoglikemia. Jika intervensi perilaku seperti diet dan olahraga dan dosis maksimum yang dapat ditoleransi dari satu obat penurun glukosa oral gagal mencapai target kadar glukosa darah, obat penurun glukosa lainnya sering ditambahkan (Madsen et al., 2016).

Metformin dan sulfonilurea adalah terapi kombinasi yang paling umum digunakan dalam mengobati diabetes tipe 2. Sulfonilurea direkomendasikan sebagai rejimen pengobatan lini kedua dalam pengelolaan diabetes tipe 2, sementara masih banyak juga yang menggunakan sulfonilurea sebagai pengobatan lini pertama sebagai pengganti metformin. Kombinasi metformin dengan sulfonilurea tampaknya lebih aman daripada beralih atau memilih regimen obat kombinasi sulfonilurea lainnya. Penelitian yang dilakukan Gebrie (2021) menunjukkan terapi kombinasi metformin-sulfonilurea dapat bermanfaat bagi banyak pasien dengan membantu mereka mencapai target kadar HbA1c (<7%) dibandingkan metformin-insulin. Selain itu, terapi kombinasi metformin- sulfonilurea juga dapat mengurangi banyak faktor risiko kardiovaskular dan hasil kardiovaskular komposit dibandingkan dengan metformin-insulin (Gebrie et al., 2021).

Obat anti diabetik oral dengan berbagai mekanisme, seperti meningkatkan fungsi pankreas untuk mensekresi insulin, mengurangi resistensi insulin jaringan tubuh atau meningkatkan glukagon-like peptide-1, telah dikembangkan dan sedang digunakan. Namun, monoterapi agen penurun glukosa menunjukkan peningkatan kegagalan kontrol glukosa darah dari waktu ke waktu, dan umumnya membutuhkan sejumlah obat


antidiabetes dalam kombinasi atau insulin. Glimepiride dan metformin adalah agen anti diabetik oral yang umum digunakan oleh pasien di seluruh dunia. Metformin meningkatkan resistensi insulin, dan merupakan obat utama pada pasien diabetes tipe 2 yang baru didiagnosis oleh sebagian besar pedoman. Glimepiride adalah sulfonilurea generasi ketiga yang merangsang sekresi insulin. Glimepiride memiliki selektivitas tinggi terhadap saluran kalium sensitif ATP pankreas, meningkatkan transportasi glukosa, dan menunjukkan berbagai efek ekstra pankreatik pada sel otot dan lemak. Glimepiride umumnya diresepkan sebagai monoterapi primer atau obat tambahan ketika monoterapi metformin gagal (Kim et al., 2014);(Sahay et al., 2020).

Terapi kombinasi dengan metformin dan glimepiride menunjukkan kemanjuran yang lebih baik daripada monoterapi metformin atau glimepiride pada pasien diabetes tipe 2 yang gagal mengontrol glukosa dengan metformin. Kombinasi sulfonilurea modern (glimepiride) dan metformin secara luas diresepkan untuk kontrol glukosa darah yang efektif karena kemampuannya untuk dalam memperbaiki keadaan gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin. Pasien dengan diabetes memiliki keadaan gangguan pada pengaturan lipid sehingga menyebabkan adanya risiko yang tinggi terhadap penyakit kardiovaskular aterosklerotik (ASCVD). Tingkat kolesterol LDL yang meningkat disertai dengan kolesterol HDL yang menurun merupakan prediktor penyakit cardiovascular terkuat pada pasien dengan diabetes tipe 2. Glimepiride dan metformin bermanfaat dalam memperbaiki dislipidemia pada pasien diabetes tipe 2 dengan mengurangi LDL, trigliserida, dan meningkatkan kadar HDL-C (Sahay et al., 2020).

 

J.      Hasil Analisis Kontrol kadar glukosa darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terapi Glimepiride di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Glukosa Darah Puasa (GDP) pasien sebelum mendapatkan terapi glimepiride adalah diantara rentang 92 s/d 338 mg/dL dengan rata-rata GDP 176 mg/dL; Glukosa Darah Puasa (GDP) tiga bulan setelah mendapatkan terapi glimepiride adalah diantara rentang 84 s/d 341 mg/dL dengan rata- rata GDP 174 mg/dL. Tidak ada pasien yang mengalami hipoglikemia pada saat mendapatkan terapi glimepiride. Pada penelitian yang dilakukan oleh Inukai dengan membandingkan pasien yang mendapatkan terapi sulfonilurea konvensional dengan pasien yang beralih dari terapi sulfonilurea konvensional ke glimepiride menunjukkan bahwa tidak ada perubahan HbA1C atau GDP yang signifikan yang diamati pada 3 atau 6 bulan setelah pengobatan glimepiride.

Pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa penggantian 6 bulan sulfonilurea konvensional (baik gliclazide atau glibenclamide) dengan glimepiride mengurangi resistensi insulin, dan glimepiride lebih efektif pada pasien diabetes dengan obesitas di Jepang jika dibandingkan dengan pasien diabetes melitus tipe 2 tanpa obesitas di Jepang.

 

 

K.    Hasil Analisis Statistika Perbedaan Kontrol kadar glukosa darah Terapi Metformin, Kombinasi, dan Glimepiride Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di RSUD Dr. Soewandhi pada Tahun 2019

Dalam penelitian ditemukan bahwa tidak adanya perbedaan yang bermakna pada kontrol kadar glukosa darah (∆GDP) terapi metformin, kombinasi, glimepiride pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi pada tahun 2019. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil analisa statistika perbedaan kontrol kadar glukosa darah terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride yang mendapatkan hasil nilai signifikansi sebesar


0,575, yang dimana nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Ramadhan dan Hanum (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sebagian besar pasien diabetes memiliki kontrol kadar glukosa darah yang buruk. Pasien tersebut sebagian besar berjenis kelamin perempuan, pasien lansia, tingkat pendidikan yang rendah, tidak bekerja dan onset menderita DM adalah 1-5 tahun yang lalu. Kontrol kadar glukosa darah merupakan hal yang penting untuk dipertahankan dan secara rutin diperiksa pada penderita, untuk menurunkan angka kejadian komplikasi akibat DM.

Akurasi diagnostik GDP dalam menilai tingkat kadar glukosa darah pada pasien pasien diabetes tipe 2 dewasa. Hasil penelitian tersebut menunjukan beberapa hasil. Pertama, level GDP memiliki korelasi signifikan dengan HbA1C. Kedua, gula darah puasa efektif digunakan sebagai prediktor HbA1c <7,0% seperti yang ditunjukkan oleh AUC sebesar 0,89 (95% CI: 0,849-0,930). Ketiga, efisiensi keseluruhan GDP tetap unggul pada nilai cut-off 150 mg/dL dengan indeks Youden yang lebih tinggi daripada pada cut-off yang dipilih lainnya. GDP dapat digunakan untuk mencerminkan kontrol kadar glukosa darah pada diabetes dewasa di daerah dengan fasilitas tes HbA1C yang terstandar tidak tersedia. Nilai target 150 mg/dL ditemukan lebih cocok untuk pemantauan kontrol kadar glukosa darah pada orang dewasa Pakistan.

Efek penurun insulin dari glimepiride mungkin serupa tetapi sedikit lebih besar dari metformin pada subjek dengan karakteristik demografi yang sebanding. Selain itu, penggunaan glimepiride / metformin 1/500 mg dua kali sehari sebagai agen anti diabetik oral dalam terapi kombinasi dengan insulin glargine dapat menghasilkan outcome penyakit yang lebih baik daripada penggunaan glimepiride empat kali sehari dalam pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol kadar glukosa darah yang tidak memadai.

Dengan ditunjangnya hasil penelitian ini oleh beberapa teori dan hasil penelitian lain, dapat disimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada control kadar glukosa darah (∆GDP) terapi metformin, kombinasi, dan glimepiride bagi pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUD Dr. Soewandhi pada tahun 2019. Penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan yakni peneliti belum dapat menjangkau data kontrol kadar glukosa darah lain seperti GDP, G2PP, dan HbA1C dikarenakan keterbatasan data kontrol kadar glukosa darah yang tertera dalam rekam medis pasien. Selain itu, penelitian ini juga tidak melakukan analisis mengenai faktor lain yang diduga mempengaruhi kontrol kadar glukosa darah, seperti kepatuhan minum obat, diet, dan aktivitas fisik.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, maka kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain:

Pemberian terapi metformin efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah puasa pada pasien DM tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie. Pemberian terapi sulfonilurea (glimepiride) tefektif untuk menurunkan kadar glukosa darah puasa pada pasien DM tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie. Pemberian terapi kombinasi metformin dan sulfonilurea (glimepiride) efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah puasa pada pasien DM tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara efektivitas monoterapi metformin,sulfonilurea (glimepiride) dan kombinasi metformin dan sulfonilurea (glimepiride) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Dr.Soewandhie pada tahun 2019.


BIBLIOGRAFI

Alanazi, N. H., Alsharif, M. M., Rasool, G., Alruwaili, A. B. H., Alrowaili, A. M. Z., Aldaghmi, A. S., Al Shkra, M. K. D., Alrasheedi, F. A., Alenezi, G. S., & Alanazi,

M. T. (2017). Prevalence of diabetes and its relation with age and sex in Turaif city, northern Saudi Arabia in 2016�2017. Electronic Physician, 9(9), 5294.

 

Chentli, F., Azzoug, S., & Mahgoun, S. (2015). Diabetes mellitus in elderly. Indian Journal of Endocrinology and Metabolism, 19(6), 744. https://doi.org/10.4103/2230- 8210.167553

 

Gebrie, D., Manyazewal, T., A Ejigu, D., & Makonnen, E. (2021). Metformin-insulin versus metformin-sulfonylurea combination therapies in type 2 diabetes: a comparative study of glycemic control and risk of cardiovascular diseases in Addis Ababa, Ethiopia. Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity, 3345�3359. https://doi.org/10.2147/DMSO.S312997

 

Hiyoshi, T., Fujiwara, M., & Yao, Z. (2019). Postprandial hyperglycemia and postprandial hypertriglyceridemia in type 2 diabetes. Journal of Biomedical Research, 33(1), 1.

 

Indonesia, P. E. (2021). Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 dewasa di Indonesia 2019. PB PERKENI. Jakarta: PB PERKENI.

 

Issaka, A., Cameron, A. J., Paradies, Y., Bosu, W. K., Houehanou, Y. C. N., Kiwallo, J. B., Wesseh, C. S., Houinato, D. S., Nazoum, D. J. P., & Stevenson, C. (2022). Effect of age and sex on the associations between potential modifiable risk factors and both type 2 diabetes and impaired fasting glycaemia among West African adults. BMC Public Health, 22(1), 1�11. https://doi.org/0.1186/s12889-022-13588-w.

 

Khairinnisa, A., Yusmaini, H., & Hadiwiardjo, Y. H. (2020). Perbandingan Penggunaan Glibenclamid-Metformin dan Glimepirid-Metformin Terhadap Efek Samping Hipoglikemia Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Kota Tangerang Selatan Bulan Januari�Oktober Tahun 2019. Seminar Nasional Riset Kedokteran, 1(1).

 

Khan, M. A. B., Hashim, M. J., King, J. K., Govender, R. D., Mustafa, H., & Al Kaabi,

J. (2020). Epidemiology of type 2 diabetes�global burden of disease and forecasted trends. Journal of Epidemiology and Global Health, 10(1), 107. https://doi.org/10.2991/jegh.k.191028.001.

 

Kim, H., Kim, D., Cha, B., Park, T. S., Kim, K., Kim, D., Chung, C. H., Park, J., Jang, H. C., & Choi, D. (2014). Efficacy of glimepiride/metformin fixed‐dose combination vs metformin uptitration in type 2 diabetic patients inadequately controlled on low‐dose metformin monotherapy: A randomized, open label, parallel group, multicenter study in K orea. Journal of Diabetes Investigation, 5(6), 701�708. https://doi.org/10.1111/jdi.12201.

 

Madsen, K. S., K�hler, P., K�hler, L. K., Madsbad, S., Metzendorf, M., Richter, B., & Hemmingsen, B. (2016). Metformin and sulphonylurea (second‐or third‐generation)


combination therapy for adults with type 2 diabetes mellitus. The Cochrane Database of Systematic Reviews, 2016(9). https://doi.org/10.1002/14651858.CD012368.

 

Maina Gatimu, S., Williesham Milimo, B., & San Sebastian, M. (2016). Prevalence and determinants of diabetes among older adults in Ghana.

 

Organization, W. H. (2016). Global report on diabetes. Geneva: World Health Organization; 2016. World Health Organization. Global Report on Diabetes Geneva World Health Organization.

 

Sahay, R. K., Mittal, V., Gopal, G. R., Kota, S., Goyal, G., Abhyankar, M., & Revenkar,

S. (2020). Glimepiride and metformin combinations in diabetes comorbidities and complications: real-world evidence. Cureus, 12(9).

 

Zhang, H., Ni, J., Yu, C., Wu, Y., Li, J., Liu, J., Tu, J., Ning, X., He, Q., & Wang, J.

(2019). Sex-based differences in diabetes prevalence and risk factors: a population- based cross-sectional study among low-income adults in China. Frontiers in Endocrinology, 10, 658. https://doi.org/10.3389/fendo.2019.00658

 

Zhang, Q., Zhao, G., Yang, N., & Zhang, L. (2019). Fasting blood glucose levels in patients with different types of diseases. Progress in Molecular Biology and Translational Science, 162, 277�292.


Copyright holder:

Muhammad Zaim Abbas Hisyam, Sri Purwaningsih, Hermina Novida 2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: