Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 8, Agustus
2023
ANALISIS HUKUM MENGENAI KEWAJIBAN MEMBERIKAN DATA KESEHATAN PASIEN PADA
BPJS
Esti Harjanti Candrarini1, Hery Wahyudhi2, Eko Jarwanto3
1Universitas Airlangga, 2Universitas Merdeka Malang
Email: [email protected], malang/[email protected], [email protected]
Abstrak
Kesehatan merupakan kebutuhan bagi setiap orang di dunia ini, mengobati penyakit dianggap mahal sehingga mereka akan memilih untuk menjaga kesehatan melalui pencegahan sejak dini dan menjalankan pola hidup yang seimbang. Segala penyakit akan direkam oleh dokter dan kemudian disebut sebagai Rekam medis. Data Kesehatan Pasien ini sama pentingnya dengan data diri atau identitas sehingga perlu untuk dilindungi dan hal tersebut merupakan hak pasien dalam menjaga kerahasiaanya. Namun, terdapat aturan yang dapat membuka akses kerahasiaan tersebut demi suatu kepentingan sehingga pihak rumah sakit berkewajiban untuk membuka rekam medis pasien. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yang mana menggunakan peraturan perundang-undangan dan jurnal dalam melakukan analisis dalam penelitian ini. Hasilnya adalah pihak aparat hukum dalam pengadilan atau atas permintaan institusi/lembaga yang tercantum dalam Undang-Undang dapat memiliki akses untuk membuka kerahasiaan rekam medis. Ini juga termasuk BPJS yang merupakan institusi Negara yang sah berdasarkan Undang-Undang. Namun setiap pihak perlu untuk mengikuti pola mekanisme yang telah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan dalam rangka memberikan perlindungan maksimal bagi rekam medis tersebut dari kebocoran dan penyalahgunaan.
Kata kunci: Kesehatan; Rekam Medis; Undang-Undang; Pasien.
Abstract
Health
is a necessity for everyone in this world, treating diseases is considered
expensive so they will choose to maintain health through early prevention and
living a balanced lifestyle. All diseases will be recorded by doctors and then
referred to as medical records. Patient Health Data is as important as personal
data or identity so it needs to be protected and it is the patient's right to
maintain its confidentiality. However, there are rules that can open access to
confidentiality for the sake of interest so that the hospital is obliged to
disclose the patient's medical record. The research method used is a
qualitative descriptive method which uses laws and regulations and journals in
conducting analysis in this study. The result is that law enforcement in court
or at the request of institutions / institutions listed in the Law can have
access to disclose the confidentiality of medical records. This also includes
BPJS which is a legitimate State institution under the Law. However, each party
needs to follow the pattern of mechanisms that have been described in the
Minister of Health Regulation in order to provide maximum protection for these
medical records from leakage and misuse.
Keywords: Covid-19 Pandemic; Fly Over; Risk Management.
Pendahuluan
Bagi setiap orang di dunia, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang paling mendasar dalam menjalani kehidupan (Ardinata, 2020). Maka dari itu,
masyarakat akan berupaya untuk menjaga kesehatannya melalui pola kehidupan
yang berimbang seperti olahraga yang terstruktur, tidur yang teratur, hingga makanan yang sehat dan bergizi guna keadaan tubuhnya
tetap dalam keadaan fit (Zahra, 2016). Namun tidak
sedikit orang-orang melupakan
kehidupan sederhana ini. Mereka terlalu
menikmati kehidupan saat ini (makanan
yang tidak sehat) dan melupakan olahraga sehingga membuat tubuhnya kurang memperoleh asupan gizi dan bergerak (Hanifah, 2011). Ini akan berpengaruh
pada tidak terangsangnya sistem kekebalan tubuh sehingga kuman atau bakteri
jahat dapat dengan mudah masuk.
Bahkan, bila mereka tidak melaksanakan
kehidupan yang berimbang, justru akan memberi
dampak pada kesehatan tingkat lanjut sepert salah satu contohnya diabetes.
Ketika suatu penyakit
kronis telah menyerang, tentunya langkah pengobatan akan diupayakan dan dalam hal ini
akan keluar biaya yang cukup mahal untuk sekali berobat.
Inilah mengapa akan jauh lebih
baik mencegah penyakit tersebut menguasai diri manusia ketimbang harus menahan sakit
tiap harinya dan biaya yang terus mengucur. Bagi mereka yang mengkhawatirkan hal tersebut, tentunya akan memanfaatkan asuransi kesehatan yang ada baik yang disediakan
oleh pihak swasta maupun Pemerintah. Indonesia memiliki sistem kesehatan yang terintegrasi yang disebut Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). JKN tersebut kemudian
diberikan mandatnya dalam penyelenggaraanya melalui BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) Kesehatan.
Ini merupakan salah satu fasilitas negara yang dipersembahkan
kepada masyarakat guna membantu dalam
masalah pengobatan (R Hapsara Habib Rachmat,
2018).
Selanjutnya, data pasien atau
rekam medis merupakan data yang merekap penyakit-penyakit atau diagnosis
yang dimiliki pasien, dialkukan oleh pihak perawat atau dokter
(Astutik, 2018). Data ini sangat penting dan bersifat rahasia sehingga perlu untuk dilindungi
demi menghindarkan dari penyalahgunaan. Banyak pertanyaan
yang mempertanyakan hal ini, namun tidak
sedikit pula yang kurang peduli mengingat hal tersebut dianggap
kurang penting.
Dapat dipahami bahwa
kerahasiaan data kesehatan pasien merupakan hak masing-masing individu dan tentunya mereka berhak untuk tidak
membagikan data kesehatan sebagai upaya perlindungan
dari penyalahgunaan tersebut. Ini juga telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang mengatur bahwa �setiap Dokter dan Dokter
Gigi dalam menyelenggarakan
praktik kedokteran harus membuat rekam
medis dan rekam medis ini harus
dijaga kerahasiaannya oleh
Dokter atau Dokter Gigi dan pimpinan
sarana pelayanan kesehatan�.
Namun dalam kasusnya di lapangan, keberadaan rekam medis seseorang diperlukan dalam rangka untuk kepentingan penyelidikan. Berdasarkan pada uraian ini, maka dalam penelitian ini akan mengkaji mengenai �kewajiban memberikan data kesehatan pasien pada BPJS� dengan menelusuri baik perundang-undangan maupun fakta-fakta yang terdapat dalam media-media yang akurat dan kredibel.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah
metode deskriptif kualitatif. Dalam pemahaman yang dikemukakan Sugiyono (2017), metode ini
berdasarkan pada filsafat postpositivisme yang digunakan untuk meneliti dalam kondisi objek
yang alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci. Dalam teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, bersifat induktif/kualitatif, bersumber dari jurnal dan media-media pemberitaan
yang kredibel, lalu hasil penelitian ini lebih menekankan
pada makna ketimbang generalisasi.
Penelitian deskriptif kualitatif
ini memiliki tujuan untuk menggambarkan,
melukiskan, menerangkan, menjabarkan, menjelaskan, dan menjawab secara lebih rinci dan mendalam mengenai permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin satu individu,
kelompok atau kejadian. Dalam penelitian ini, manusia merupakan
instrumen dalam penelitian dan hasil penelitiannya berupa kata-kata atau pernyataan yang sesuai dengan keberadaan
fakta sesungguhnya.
Hasil dan Pembahasan
Data kesehatan pasien sama pentingnya
dengan data diri pribadi seseorang (Utomo et al.,
2020). Inilah yang membuat masyarakat harus menyadari bahwa menjaga data pribadi merupakan perilaku menjaga diri dari tindak
kejahatan. Apalagi, berkembanganya teknologi telah melahirkan kejahatan siber yang begitu masif. Penangananya
akan sangat sulit mengingat aksi kriminal dalam jaringan ini sangat sulit terlacak keberadaanya. Potensi kerugian mungkin tidak terlalu berpengaruh
langsung oleh mereka yang menjadi korban kejahatan siber, namun dampak
negatif yang ditimbulkan
sangat cukup untuk menjatuhkan moral dan mental seseorang.
Dalam sisi kesehatan, menjaga data kesehatan atau rekam medis merupakan
hak bagi setiap warga negara yang ingin berobat (Abduh, 2021). Kerahasiaanya
juga telah terjamin dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Hal ini memungkinkan mereka untuk tidak dengan
mudah memberikan data kesehatan kepada pihak lain. Didalam
kewajiban memberikan data kesehatan pasien pada BPJS, tindakan tersebut masih perlu untuk
dipertanyakan. Dalam hak
dan kewajiban peserta yang tercantum dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS serta turunanya, tidak menyebutkan bahwa pasien wajib untuk
menyerahkan data kesehatan kepada pihak manapun,
termasuk itu diluar rumah sakit
yang merawatnya.
Jadi, dalam hal ini pasien
memiliki hak untuk tidak memberikan
datanya kepada siapapun sebagai langkah perlindungan data pribadi dari penyalahgunaan
tersebut (Anugerah
& Tantimin, 2022). Namun dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis,
disebutkan disana bahwa meskipun informasi mengenai identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya
oleh pihak rumah klinis, petugas pengelola dan pimpinan sarana kesehatan (rumah sakit), namun
informasi ini dapat dibuka antara
lain untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum atas
perintah pengadilan dan memenuhi permintaan institusi/lembaga sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (Mahendra,
2019).
Permintaan ini harus disampaikan secara tertulis kepada pimpinan Rumah Sakit.
Selain itu, Peraturan ini juga mengatur tentang kepemilikan, manfaat, dan tanggung dalam pengelolaan rekam medis yang dibuka tersebut (Indonesia,
2006). Berdasarkan pada peraturan tersebut, dapat pahami bahwa
data kesehatan dari pasien dapat dibuka
kerahasiaannya jika itu adalah untuk
kepentingan pengadilan atau pemenuhan permintaan institusi/lembaga negara yang diatur dalam Undang-Undang.
Disana juga disampaikan bahwa permintaan tersebut harus diajukan secara tertulis kepada pihak terkait sehingga
memiliki payung hukum ketika terjadi
penyimpangan dalam tata kelola rekam medis,
atau terjadi kebocoran sehingga pihak pasien saat
melakukan tindakan penggunggugatan secara hukum akibat kelalaian
aparat tersebut dan diperkuat dengan keberadaan dokumen tertulis ini. Lalu, apakah BPJS Kesehatan termasuk dalam lembaga atau
institusi terkait seperti yang terdapat dalam Undang-Undang.
BPJS merupakan
Badan Penyelenggara Kesehatan yang resmi dan legal, dimana memiliki kekuatan hukum yang tetap (Undang-Undang) (Dewi, 2022). Dalam hal ini, BPJS Kesehatan juga dapat dianggap sebagai salah satu institusi Pemerintah yang juga berhak untuk mengakses rekam medis pasien
tentunya tetap mengikuti mekanisme pengelolaan yang telah diatur dalam Permenkes
Nomor 269 Tahun 2008 (Sylvia Anjani
& Maulana Tomy Abiyasa, 2023). Rekam medis yang dibagikan ke BPJS Kesehatan tentunya digunakan untuk mengkalkulasikan penghitungan jumlah total dalam biaya pengobatan, mengingat dengan rekam medis maka
akan dapat dijabarkan perawatan dan pengobatan jenis apa yang telah dilakukan oleh pasien secara akurat. Disamping itu, rekam medis juga dapat dijadikan acuan untuk mengetahui
data statistik pengidap penyakit sehingga dapat dijadikan sebagai data pelaporan yang telah diterjemahkan menggunakan bahasa yang dipahami masyarakat sebagai sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat (Dwijosusilo
& Sarni, 2018).
Langkah tersebut tentunya penting agar masyarakat memahami penyakit-penyakit yang mengidapnya
serta apa pemicunya sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sejak dini sebelum
mencapai tahapan kronis dan berpotensi meninggal. Ini juga akan menggugah kesadaran masyarakat untuk disiplin dalam menjaga kesehatannya melalui pola hidup
yang seimbang. Lalu, apakah
pihak rumah sakit atau pasien
diwajibkan untuk menyerahkan datanya pada BPJS? Tanggapan dari pertanyaan tersebut akan kembali lagi
pada Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tersebut, yakni tetap mengikuti
mekanisme yang ada seperti adanya dokumen tertulis yang sah di mata hukum
dan mengikuti alur pengelolaan data pasien tersebut agar tidak bocor atau disalahgunakan.
Jadi, dapat dipahami bahwa pihak pasien maupun
rumah sakit tidak diwajibkan untuk menyerahkan rekam medis karena
terdapat Undang-Undang yang
mengatur kerahasiaan data kesehatan pasien dan itu merupakan hak
(Wardany,
2019). Namun, ketika hal tersebut
digunakan untuk kepentingan yang lebih urgensi seperti untuk kepentingan penyelidikan atau edukasi (tanpa menampilkan identitas pasien), maka hal
tersebut diperbolehkan edukasi (tanpa menampilkan identitas pasien), maka hal
tersebut diperbolehkan selama mengikuti mekanisme hukum atau aturan yang telah ditetapkan dan berlaku bagi seluruh
pihak yang terlibat.
Kesimpulan
Kesehatan merupakan kebutuhan yang
paling utama bagi manusia untuk menjalani kehidupannya. Oleh karena itu,
penting bagi masyarakat untuk menjaga kesehatan melalui pola hidup yang
seimbang. Mengingat kesehatan itu sangat mahal, maka lebih baik mencegah
ketimbang mengobati. Dalam setiap penyakit yang dimiliki pasien, akan direkam
oleh para dokter yang kemudian disebut sebagai rekam medis atau data kesehatan
pasien. Data ini sama pentingnya dengan menjaga data pribadi sehingga
masyarakat memiliki hak untuk melindungi datanya tersebut. Ini juga telah
diperkuat dengan keberadaan UU Kedokteran.
Namun, demi kepentingan pemeriksaan
dan permintaan suatu institusi/lembaga yang tercantum dalam Undang-undang yang
berlaku, maka kerahasiaan data tersebut dapat dibuka dalam rangka memenuhi
kepentingan tersebut. Hal tersebut bersifat wajib namun tetap mengikuti
mekanisme yang diatur dalam Peraturan Kementerian Kesehatan dalam hal tata
kelola rekam medis tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghindari kecerobohan
yang membuat data tersebut bocor atau disalahgunakan.
BIBLIOGRAFI
Abduh, R. (2021). Kajian Hukum Rekam Medis Sebagai
Alat Bukti Malapraktik Medis. De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 6(1),
221�234.
Anugerah,
F., & Tantimin, T. (2022). Pencurian Data Pribadi di Internet dalam
Perspektif Kriminologi. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 8(1), 419�435.
Ardinata,
M. (2020). Tanggung jawab negara terhadap jaminan kesehatan dalam perspektif
hak asasi manusia. Jurnal Ham, 11(2), 319�332.
Astutik,
A. (2018). TA: Rancang Bangun Aplikasi Rekam Medis Pasien Berbasis Web pada
Klinik TS Beauty Center Bojonegoro. Institut Bisnis dan Informatika Stikom
Surabaya.
Dewi,
D. K. (2022). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL (JKN) BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN (Studi di
RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM).
Dwijosusilo,
K., & Sarni, S. (2018). Peranan Rekam Medis Elektronik Terhadap Sistim
Informasi Manajemen Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
Hanifah,
E. (2011). Cara Hidup Sehat. PT Balai Pustaka (Persero).
Indonesia,
K. K. (2006). Manual rekam medis. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Mahendra,
M. (2019). Analisis Pelaksanaan Rekam Medis Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Rasidin Padang Tahun 2018. Universitas Andalas.
R
Hapsara Habib Rachmat, D. P. H. (2018). Penguatan upaya kesehatan masyarakat
dan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan di Indonesia. UGM PRESS.
Sugiyono.
(2017). Metode Penelitian Kualitatif : Untuk Penelitian yang bersifat :
Eksploratif, Enterpretif, Interaktif, dan Konstruktif. Alfabeta.
Sylvia
Anjani, S. K. M., & Maulana Tomy Abiyasa, A. (2023). Disrupsi Digital
dan Masa Depan Rekam Medis (Kajian Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun
2022 Tentang Rekam Medis Elektronik). Selat Media.
Utomo,
H. P., Gultom, E., & Afriana, A. (2020). Urgensi Perlindungan Hukum Data
Pribadi Pasien dalam Pelayanan Kesehatan Berbasis Teknologi di Indonesia. Jurnal
Ilmiah Galuh Justisi, 8(2), 168�185.
Wardany,
S. (2019). PERLINDUNGAN HUKUM REKAM MEDIS PASIEN DI RUMAH SAKIT.
Zahra,
L. A. Y. U. (2016). HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN GIZI DENGAN GAYA HIDUP SEHAT
MAHASISWA. UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA.
Copyright holder: Esti Harjanti
Candrarini, Hery Wahyudhi,
Eko Jarwanto (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |