Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 8, Agustus 2023

 

ANALISIS YURIDIS ATAS KEBIJAKAN SELECTIVE POLICY DALAM PENANGANAN WARGA NEGARA ASING YANG MASUK KE INDONESIA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 PERIODE TAHUN 2020

 

Luthfi Kurniawan, Ardiansyah

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan tujuan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 dan menghentikan penularan yang disebabkan oleh mobilitas masyarakat dari dan ke luar wilayah Indonesia. Pemerintah menerapkan kebijakan regulasi di lapangan untuk penanganan pembatasan kedatangan orang asing ke Indonesia selama pandemi Covid-19. Kajian ini membahas tentang kebijakan selektif Direktorat Jenderal Imigrasi dalam membatasi kedatangan orang asing ke Indonesia pada masa pandemi Covid-19. Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Penerapan kebijakan selektif juga berlaku untuk penerbitan Visa dan izin tinggal yang jumlahnya sangat terbatas. Visa dan izin tinggal hanya diberikan kepada orang asing pemegang Visa Dinas, Visa Diplomatik, Visa Kerja, Visa Tinggal Terbatas, dan selanjutnya yang secara khusus wajib memiliki paspor dinas diplomatik. Pembatasan izin masuk tidak berlaku bagi orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional. Hal ini dimaksudkan agar rencana pembangunan ekonomi melalui pembangunan proyek strategis nasional tetap berjalan dan tidak terhambat oleh wabah Covid-19 di Indonesia.

 

Kata kunci: Covid 19; Kebijakan selektif, Imigrasi.

 

Abstract

The government has issued various policies with the aim of controlling the spread of Covid-19 and stopping transmission caused by public mobility from and outside the territory of Indonesia. The government implemented regulatory policies in the field to handle restrictions on the arrival of foreigners to Indonesia during the Covid-19 pandemic. This study discusses the selective policy of the Directorate General of Immigration in limiting the arrival of foreigners to Indonesia during the Covid-19 pandemic. The method in this study is normative juridical with a legal approach and a case approach. The application of selective policies also applies to the issuance of a very limited number of Visas and residence permits. Visas and residence permits are only granted to foreigners holding Service Visas, Diplomatic Visas, Work Visas, Limited Stay Visas, etc. who are specifically required to have a diplomatic service passport. Entry restrictions do not apply to foreigners who will work on national strategic projects. This is intended so that the economic development plan through the development of national strategic projects continues to run and is not hampered by the Covid-19 outbreak in Indonesia.

 

Keywords: Covid 19; Selective policy, Immigration.

 

Pendahuluan

Cepatnya perkembangan globalisasi membuat pergaulan dan kerjasama antar negara semakin meningkat dan intens yang berdampak pada menipisnya batasan antar negara yang diakibatkan oleh makin tingginya tingkat ketergantungan antar negara dan pergaulan internasional yang semakin terintegrasi. Menurut Castles (2005), De Hass dan Miller bahwa aliran dana dan modal melalui perdagangan dan investasi, nilai-nilai demokrasi, produk kultural, dan media juga semakin meningkat. Di atas semua itu, perpindahan orang atau migrasi antar negara semakin tidak terbendung (Sande, 2020).

Aktivitas migrasi internasional menunjukan peran penting negara. Negara berperan sebagai fasilitator untuk mempermudah akses individu maupun kelompok untuk melakukan migrasi sesuai dengan kepentingan nasional negara masing-masing. Meningkatnya arus migrasi antar negara baik untuk tujuan singkat serta untuk tujuan jangka panjang membuat setiap negara menerapkan aturan-aturan tertentu. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh setiap negara dalam bidang imigrasi bisa bersifat mempermudah ataupun membatasi pola migrasi orang asing.

Tahun 2020 menjadi ujian berat bagi seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Hal ini disebabkan mewabahnya penyakit baru novel coronavirus (2019-nCov) atau yang dikenal Covid-19 atau corona virus disease yang oleh Organisasi Kesehatan WHO (World Health Organization) merupakan kumpulan virus yang masuk dalam kategori baru dari keluarga orthocronavirinae dan masuk dalam keluarga coronaviridae dan ordo nidovirales. Virus ini memiliki persamaan seperti mers, sars yang menyerang saluran pernapasan.

Covid-19 ini merupakan virus mematikan dan dalam penyebaran yang cepat tanpa bersentuhan langsung. Awal mula virus ini berasal dari Wuhan, China yang diduga berasal dari kelelawar, yang digemparkan dengan seorang yang positif virus tersebut. Wabah virus corona atau novel coronavirus (2019-nCov) saat ini menjadi perhatian penuh oleh dunia, tidak hanya soal ancaman atau gangguan kesehatan bagi manusia secara personal maupun kelompok melainkan juga ancaman dalam bidang ekonomi suatu negara.

Penghentian mobilitas dan pergerakan manusia dalam lingkup domestik maupun internasional merupakan satu Tindakan yang wajib diambil oleh pemerintah untuk menekan penularan dan penyebaran virus Covid-19. Sebagai langkah konkret oleh Pemerintah memastikan akan mengambil kebijakan untuk melakukan pembatasan sosial dalam skala besar (lockdown) yang diiringi dengan kebijakan darurat sipil (Syauqi, 2020). Atas dasar peristiwa kejadian luar biasa tersebut maka Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mempunyai fungsi untuk melakukan kontrol orang dari luar ke dalam atau dalam keluar wilayah indonesia.

Fungsi tersebut berdasarkan amanat undang-undangan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, dalam Bab 1 Pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian disebutkan bahwa fungsi dari keimigrasian adalah fungsi pelayanan keimigrasian, keamanan negara, penegakkan hukum, dan sebagai fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, berbagai aturan turunan untuk melaksanakan Undang-undang merupakan elemen penting dalam mengoptimalkan fungsi keimigasian salah satunya adalah pelayanan bagi Warga Negara Asing (WNA) yang akan masuk dan tinggal di Indonesia selama masa pandemi COVID 19 (Ghazy & Mirwanto, 2020).

Prinsip kebijakan selektif (selective policy) merupakan kebijakan utama yang diberlakukan bagi setiap WNA yang akan masuk ke wilayah Indonesia, dimana hanya Warga Negara Asing (WNA) yang memberikan manfaat dan tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan masuk dan tinggal di wilayah Indonesia. WNA yang akan masuk dan tinggal pun harus memiliki maksud dan tujuan yang jelas selama berada di wilayah Indonesia. Dalam jurnal yang diteliti oleh Junior Perdana Sande menyebutkan bahwa setiap Negara memiliki istilah masing-masing dalam mengkategorikan negara rawan tersebut dalam istilah keimigrasian Indonesia negara dalam kategori rawan tersebut dikategorikan sebagai negara calling visa.

Dalam pelaksanaannya, diberlakukan juga kebijakan-kebijakan lain yang mendukung kebijakan selektif, seperti diterbitkannya peraturan menteri atau peraturan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi global sehingga kebijakan selektif dapat bersifat fleksibel dan dinamis mengikuti fluktuasi perkembangan virus Covid-19 di dunia internasional. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan tujuan untuk mengontrol penyebaran Covid-19 dan menghentikan penularan yang diakibatkan mobilitas orang dari dan keluar wilayah Indonesia.

Diawali dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, Dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok Dalam pelaksanaannya, diberlakukan juga kebijakan-kebijakan lain yang mendukung kebijakan selektif, seperti diterbitkannya peraturan menteri atau peraturan lainnya yang disesuaikan dengan kondisi global sehingga kebijakan selektif dapat bersifat fleksibel dan dinamis mengikuti fluktuasi perkembangan virus Covid-19 di dunia internasional.

Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan tujuan untuk mengontrol penyebaran Covid-19 dan menghentikan penularan yang diakibatkan mobilitas orang dari dan keluar wilayah Indonesia. Diawali dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, Dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok pada tanggal 05 Februari 2020 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia pada tanggal 31 Maret 2020.

Dengan pemberlakuan aturan tersebut tentunya berdampak langsung pada sektor riil, antara lain pariwisata, industri, ekonomi dan sektor vital lainnya serta ribuan orang asing akan terdampar (stranded) di wilayah indonesia dan pada bulan september 2020 melalui Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Visa Dan Izin Tinggal Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru bahwa untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dalam masa adaptasi kebiasaan baru, perlu dilakukan perubahan kriteria Orang Asing yang dikecualikan dalam pelarangan sementara Orang Asing masuk wilayah negara Republik Indonesia dan mencabut Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 (Widyanto & Ardyaningtyas, 2020).

Melalui instrument-instrument pendukung diatas dan sebagai bentuk implementasi kebijakan yang fleksibel, mudah dan cepat untuk menjawab tantangan dan perubahan yang sangat dinamis sebagai dampak penyebaran wabah virus Covid-19 cepat dan menjaga stabilitas kesehatan serta proyeksi peningkatan ekonomi nasional. Untuk itu prinsip selektif berdasarkan perundang-undangan harus dapat menjadi dasar penyusunan kebijakan yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan tentunya tidak membawa dampak buruk yang diakibatkan kesalahan dalam penyusunan kebijakan.

Dari latar belakang diatas peneliti akan menganalisa bagaimana kebijakan regulasi serta implementasi di lapangan terhadap penanganan pembatasan kedatangan WNA ke Indonesia pada masa pandemi Covid-19.

Berdasarkan urgensi penelitian yang telah dijabarkan dalam pendahuluan artikel ini, maka beberapa hal yang menjadi fokus permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1) Apa saja regulasi yang menjadi landasan kebijakan selective policy pihak Direktorat Jendral Imigrasi dalam melakukan pembatasan kedatangan WNA ke Indonesia dalam masa pandemi Covid-19? 2) Bagaimana implementasi kebijakan selective policy dalam rangka upaya mendukung program pemerintahdalam upaya menekan penyebaran virus Covid-19 di Indonesia?

 

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif Soekanto (1985), yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi Marzuki (2005), dilakukan dengan mengutamakan meneliti bahan pustaka atau dokumen yang disebut data sekunder, berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan (library research) dan dianalisis menggunakan analisis kualitatif (Soekanto, 2007). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) berupa penerapan implementasi kebijakan selective policy dalam rangka upaya mendukung program pemerintah dalam upaya menekan penyebaran virus Covid-19 di Indonesia (Johnny, 2006).

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Regulasi Yang Menjadi Landasan Kebijakan Selective policy Pihak Direktorat Jendral Imigrasi Dalam Melakukan Pembatasan Kedatangan WNA Ke Indonesia Dalam Masa

Globalisasi telah memberikan kemudahan setiap orang dalam hal melakukan perjalanan, untuk berpindah antar wilayah, antar negara dan antar benua hal tersebut dijamin dalam konstitusi atas dasar hak asasi manusia. Sehingga, tidak ada larangan bagi seseorang untuk melakukan migrasi dari suatu negara ke negara lainnya selama tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku yang berlaku di negara tersebut (Li, 2008).

Negara mempunyai peranan penting dalam aktivitas migrasi internasional, yaitu sebagai fasilitator, dimana dalam melakukan migrasi yang telah disesuaikan dengan kepentingan nasional masing- masing negara, diberikan kemudahan akses, baik bagi individu maupun kelompok.

Fenomena bermigrasinya seseorang dari satu negara ke Negara yang lainnya makin menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Hal ini tidak dipungkiri lagi dapat membawa dampak yang positif maupun negatif bagi Negara yang menjadi fokus untuk seseorang melakukan migrasi. Beberapa dampak positif yang menurut penulis dapat ditimbulkan dari adanya proses migrasi antar Negara yaitu penyerapan tenaga kerja dari luar wilayah Negara sehingga berdampak langsung terhadap meningkatnya perekonomian di suatu Negara. Selain itu, dengan adanya proses migrasi tersebut dinilai mampu untuk mendorong kemajuan suatu egara, termasuk dengan adanya peningkatan infrastruktur yang berkembang disuatu Negara tersebut (Castles et al., 2005).

Sementara itu, penulis berasumsi bahwa dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari adanya proses migrasi tersebut adalah penyebaran dan penularan virus Covid-19 yang dibawa oleh WNA masuk ke wilayah indonesia, terjadinya lonjakan jumlah penduduk di suatu Negara, sehingga beban di Negara tersebut semakin meningkat. Selain itu, bila tidak ditangani secara serius, maka bukan hal yang mustahil dengan adanya migrasi ini juga mendorong terjadinya lonjakan tindakan kriminalitas di suatu negara. Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu adanya upaya preventif yang harus dilakukan oleh pemerintah di suatu Negara untuk dapat menyaring setiap orang yang akan masuk. Saat ini, kewenangan untuk mengatur masuk dan keluarnya seseorang ke Negara Indonesia berada di Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Imigrasi.

Kewenangan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melaksanakan tugas dan fungsi di bidang keimigrasian, tercantum dalam Pasal 1 Angka (6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Dalam pasal ini disebutkan bahwa :Direktorat Jenderal Imigrasi adalah unsur pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di bidang Keimigrasian�.

Sementara itu, dalam Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi selaku bagian dari Pemerintah Republik Indonesia yang menjalankan tugas dan fungsi di bidang keimigrasian, memiliki empat fungsi keimigrasian. Keempat fungsi tersebut adalah memberikan layanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, fungsi hadirnya Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat pada dasarnya saling mengikat dan dapat mempengaruhi satu sama lain. Selain itu, penerapan dari keempat fungsi tersebut juga dapat diimplementasikan dalam kurun waktu yang bersamaan. Sebagai contoh, penerapan fungsi pelayanan keimigrasian dan penegakkan hukum yang dilakukan bersamaan pada saat melakukan pemeriksaan dokumen perjalanan dan izin masuk orang asing di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI). Dalam rangka mendukung program pemerintah dalam kondisi darurat pandemi Covid-19 maka Dirjen Imigrasi pun menerapkan selective policy dalam rangka membatasi masuknya WNA ke Indonesia demi mengantisipasi meluasnya penularan virus Covid-19 diseluruh wilayah Indonesia.

Jika mengacu pada selective policy yang memang dilakukan oleh Dirjen Imigrasi didalamnya terkandung dua pendekatan yang diambil sebagai tolak ukur yaitu pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan. Pendekatan keamanan menjadi sangat memungkinkan ketika Indonesia memasuki awal Pandemi Covid-19 pada kurun waktu sepanjang tahun 2020 (Gusnelly, 2016). Dimana merebaknya virus Covid-19 merupakan bagian dari antisipasi keamanan seluruh WNI agar membatasi masuknya para WNA yang diduga bisa menambah merebaknya serta tingginya penyebaran Virus Covid-19 di Indonesia.

Pendekatan kedua tentunya alasan kesejahteraan, dengan tidak dibatasinya pergerakan masuknya para WNA ke Indonesia bisa membuat meningginya kasus Covid-19 yang tentunya pada faktanya banyak korban meninggal dunia akibat virus tersebut. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi faktor kesejahteraan seluruh WNI yang bermukim di wilayah Indonesia (Santoso, 2012).

Dalam paragraf kesembilan bab pembahasan pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian disebutkan bahwaBerdasarkan kebijakan selektif (selective policy) yang menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, diatur masuknya Orang Asing ke dalam Wilayah Indonesia, demikian pula bagi Orang Asing yang telah memperoleh Izin Tinggal di Wilayah Indonesia harus sesuai dengan maksud dan tujuan selama berada di Indonesia. Berdasarkan kebijakan dimaksud serta dalam rangka melindungi kepentingan nasional, hanya orang asing yang memberikan manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum yang diperbolehkan masuk dan tinggal di Wilayah Indonesia�.

Berdasarkan aturan tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa tidak semua orang asing diperbolehkan untuk masuk dan tinggal di wilayah Indonesia, hanya orang asing yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa serta tidak mengganggu kepentingan umum yang diberikan izin tinggal di wilayah Indonesia dan orang asing yang dinilai tidak bermanfaat atau keberadaannya tidak sesuai dengan ketentuan, maka permohonan visa, dan atau izin masuk ke wilayah Indonesia akan ditolak. Penolakan permohonan izin masuk kepada orang asing dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atau Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI).

Ditetapkannya Covid-19 sebagai pandemi global oleh WHO memperkuat argumentasi sebelumnya bahwa sebagai barisan terdepan yang melakukanpenyaringanterhadap keluar masuknya seseorang ke wilayah Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi telah menerapkan selective policy untuk menekan semakin bertambahnya kasus persebaran Covid-19 di wilayah Indonesia. Diantaranya, dengan mengimplementasikan sejumlah aturan mengenai pembatasan pemberian izin masuk bagi Warga Negara Asing (WNA).

Pembatasan pemberian izin masuk diawali dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, Dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tanggal 05 Februari 2020. Penetapan RRT sebagai negara pertama yang menjadi objek pembatasan izin masuk disebabkan awal penyebaran Covid-19 berasal dari negara tersebut, sehingga diberlakukan pembatasan masuk dan keluar wilayah Indonesia bagi warga negara RRT.

Sebagai gantinya, setiap warga negara RRT yang tidak bisa kembali ke negaranya dan masa berlaku izin tinggalnya akan habis diberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa selama 30 (tiga puluh) hari. Dalam aturan tersebut, penerapan selective policy dapat terlihat dalam pasal 2 dan 3. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa pemberian bebas visa kunjungan dan visa kepada Warga Negara Tiongkok atau orang asing dari Negara Tiongkok sementara waktu dihentikan. Kemudian, dalam pasal selanjutnya dijelaskan bahwa warga negara dan orang asing yang dihentikan pemberian visanya adalah yang pernah tinggal atau mengunjungi wilayah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam kurun waktu 14 hari sebelum masuk ke wilayah Republik Indonesia.

Penerapan selective policy juga terdapat pada saat pemberian Izin Tinggal Dalam Keadaan Terpaksa (ITDKT) bagi WNA asal negara RRT. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor IMI-0954.GR.01.01 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa Kunjungan Saat Kedatangan dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok.

Dalam huruf e sub bab isi Surat Edaran, disebutkan bahwaKepala Kantor Imigrasi di seluruh Indonesia memberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Prosedur Teknis Pemberian, Perpanjangan, Penolakan, Pembatalan dan Berakhirnya Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Terbatas, dan Izin Tinggal Tetap Serta Pengecualian dari Kewajiban Memiliki Izin Tinggal, dengan melampirkan persyaratan: a) Paspor Kebangsaan atau dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku, b) visa, dan/atau, c) izin tinggal yang dimiliki�.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, penulis menyimpulkan bahwa tidak semua WNA asal RRT dapat diberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa (ITKT). Hanya WNA yang dapat memenuhi kriteria tersebut saja yang boleh mengajukan ITKT. Sementara, bagi WNA yang izin tinggalnya tidak sah atau telah habis masa berlakunya, tidak dapat diberikan ITKT. Bahkan, bagi yang telah habis masa berlaku izin tinggalnya akan dikenakan biaya beban sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Melihat penyebaran Covid-19 yang semakin luas, pada tanggal 28 Februari 2020 dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pemberian Visa Dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona menggantikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2020. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa setiap orang asing yang akan masuk ke wilayah Indonesia harus mengajukan permohonan visa kepada Pejabat Dinas Luar Negeri di Perwakilan Republik Indonesia di RRT.

Penerapan selective policy dalam aturan ini dapat ditinjau dari adanya kewajiban kepada setiap orang asing yang akan masuk ke wilayah Indonesia untuk melengkapi diri dengan surat keterangan sehat dari otoritas resmi dalam bahasa Inggris, berada di wilayah yang bebas corona selama 14 (empat belas) hari, dan mengisi pernyataan bersedia dikarantina atau singgah di wilayah bebas corona selama 14 hari jika terbukti memiliki gejala-gejala Covid-19 untuk warga negara RRT pemegang Izin Tinggal Keadaan terpaksa diperbolehkan untuk menambah masa berlaku izin tinggalnya selama 30 hari ke depan.

Pada tanggal 17 Maret 2020, Kementerian Luar Negeri mengeluarkan Surat Edaran Nomor D/00663/03/2020/64 Tentang Kebijakan Tambahan Pemerintah Indonesia Terkait Perlintasan Orang Dari dan Ke Indonesia. Dalam surat edaran ini, diputuskan untuk dilakukan penangguhan pemberian Bebas Visa Kunjungan (BVK), Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa on Arrival), dan Bebas Visa Diplomatik/Dinas selama 1 (satu) bulan. Sehingga setiap WNA diharuskan untuk memiliki visa yang dikeluarkan oleh Perwakilan Republik Indonesia, dengan melampirkan surat keterangan sehat dari otoritas resmi di masing-masing negara.

Juga untuk setiap pendatang yang dalam waktu 14 (empat belas) hari sebelum kedatangan pernah berkunjung ke Iran, Italia, Vatikan, Spanyol, Perancis, Jerman, Swiss, dan Inggris tidak diijinkan masuk/transit di wilayah Indonesia. Melengkapi pernyataan Kementerian Luar Negeri tersebut, Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan Dan Visa Kunjungan Saat Kedatangan Serta Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa. Bagi WNA yang tidak bisa kembali ke negaranya disebabkan kebijakan lockdown di negaranya, dapat diberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa.

Kebijakan selective policy juga terkait dengan konsep kedaulatan bahwa keimigrasian sangat terkait dengan aspek kedaulatan kemerdekaan dalam mengendalikan keluar masuknya orang didalam Negara tersebut. Hal ini juga terkait dengan isu pengendalian keluar masuknya antar lintas negara dan kewenangan untuk menerapkan seluruh regulasi yang telah dibuat untuk melindungi kepentingan nasional masing-masing negara (Dewansyah, 2015).

Menurut Deden Rafi Syafiq Rabbani, Indonesia memberlakukan selective policy ini secara normatif dalam seluruh regulasi yang terkait keimigrasian untuk mengatur masuknya WNA kedalam wilayah Indonesia yang juga termasuk bagian dari langkah antisipasi pencegahan terhadap wabah pandemi Covid-19 sebagai kondisi kedaruratan negara. Pendekatan selective policy juga dianggap memakai pendekatan keamanan nasional dan hak asasi manusia dalam lingkup urusan keimigrasian (Rabbani, 2021).

Keterkaitan asas selective policy tidak terlepas dari proses pengawasan, pemantauan dan pengendalian dari pejabat Imigrasi terkait terhadap WNA yang akan masuk kedalam wilayah Indonesia termasuk yang memang sudah berada di Indonesia. Hal ini terkait juga dengan peran Dirjen Imigrasi dalam melakukan pengawasan terhadap lalu lintas WNA yang akan masuk ke Indonesia. Pengawasan disini juga termasuk juga dalam upaya penindakan bagi para WNA yang tidak memiliki kelengkapan administrasi yang memang telah ditetapkan oleh regulasi dari Dirjen Imigrasi.

Menurut penulis, penerbitan peraturan tersebut merupakan Langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai upaya pembatasan aturan terhadap warga negara asing yang ingin masuk ke Wilayah Indonesia sebagai langkah peningkatan terhadap selective policy. Dalam peraturan tersebut, tidak hanya orang asing asal negara RRT atau yang pernah berada dan tinggal di negara tersebut saja yang diberikan pembatasan izin masuk ke Wilayah Indonesia.

Namun, penghentian sementara pemberian bebas visa kunjungan juga berlaku kepada orang asing penerima bebas visa kunjungan sesuai dengan yang tercantum pada lampiran Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. Lebih lanjut, disebutkan bahwa pemberian visa hanya dapat dilakukan berdasarkan permohonan melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

Dengan semakin menyebarnya COVID 19 di wilayah Indonesia, pemerintah kembali menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia pada tanggal 31 Maret 2020. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa WNA yang bisa masuk ke wilayah Indonesia adalah WNA pemegang Izin Tinggal Sementara (ITAS), Izin Tinggal Tetap (ITAP), Visa Diplomatik dan Visa Dinas, tenaga bantuan dan dukungan medis, pangan dan alasan kemanusiaan, awak alat angkut, dan Orang Asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional.

Bagi WNA pemegang Izin Tinggal Kunjungan, Izin Tinggal Terbatas, dan Izin Tinggal Tetap yang telah berakhir dan/atau tidak dapat diperpanjang masa berlakunya dilakukan penangguhan otomatis dengan memberikan Izin Tinggal Keadaan Terpaksa tanpa harus mengajukan permohonan ke kantor imigrasi.

 

B.     Implementasi Kebijakan Selective Policy Dalam Rangka Upaya Mendukung Program Pemerintah Dalam Upaya Menekan Penyebaran Virus Covid-19 di Indonesia

Pelaksanaan selective policy merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Penerapan kebijakan selektif merupakan upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi yang bertujuan untuk membatasi hanya orang asing yang membawa manfaat saja yang diperbolehkan memasuki wilayah Indonesia.

Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai instansi berwenang di bidang keimigrasian, di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan agenda pembangunan nasional dengan mengeluarkan berbagai kebijakan di bidang keimigrasian yang disesuaikan dengan situasi terkini dan juga terkait kepentingan nasional.

Menurut Morgenthau, kepentingan nasional mengacu kepada kesejahteraan umum dan proses hukum. Dalam kepentingan nasional mengandung unsur tuntutan secara rasional sesuai kebutuhan serta hal yang dapat berubah yang ditentukan oleh situasi tertentu. Oleh karenanya semua Negara pun melakukan segala upaya agar identitas politik dan budaya mereka agar tidak hilang tergerus oleh Negara lain. Morgenthau berpendapat bahwa konfik dan ancaman perang harus diminimalisir melalui penyesuaian kepentingan nasional (Sande, 2020).

Dalam kasus pandemi global Covid-19 ini, Direktorat Jenderal Imigrasi memberlakukan berbagai kebijakan dalam rangka memberi rasa aman dan kepastian hukum kepada setiap warga negara, khususnya bagi orang asing yang saat ini berada di wilayah Indonesia. Pembatasan pemberian izin masuk bagi orang asing yang ingin memasuki wilayah Indonesia di tengah menyebarnya wabah Covid-19 sebagai pandemi global, juga sejalan dengan amanat yang terkandung dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pejabat Imigrasi mempunyai kewenangan untuk menolak orang asing masuk Wilayah Indonesia dalam hal orang asing tersebut; 1) Namanya tercantum dalam daftar Penangkalan; 2) Tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan berlaku; 3) Memiliki dokumen Keimigrasian yang palsu; 4) Tidak memiliki Visa, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban memiliki Visa; 5) Telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Visa; 6) Menderita penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum; 7) Terlibat kejahatan internasional dan tindak pidana transnasional yang terorganisasi; 8) Termasuk dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap dari suatu negara asing; 9) Terlibat dalam kegiatan makar terhadap Pemerintah Republik Indonesia; atau 10) Termasuk dalam jaringan praktik atau kegiatan prostitusi, perdagangan orang, dan penyeludupan manusia.

Dengan dibatasinya izin masuk terhadap orang asing ke Wilayah Indonesia selain bertujuan untuk menghentikan penyebaran wabah Covid-19 yang mungkin saja berasal dari orang asing yang memasuki wilayah Indonesia. Sehingga, diharapkan dapat membantu menurunkan angka penyebaran Covid-19 secara nasional. Direktorat Jenderal Imigrasi juga memberikan izin tinggal keadaan terpaksa bagi orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang terkena dampak lockdown akibat virus corona.

Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa kepada setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang terkena dampak virus corona tersebut merupakan bentuk penegakkan hukum keimigrasian serta pemberian kepastian hukum dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Imigrasi. Sehingga, keberadaan orang asing tersebut dinyatakan legal secara hukum, meskipun izin tinggalnya telah berakhir atau tidak dapat dilakukan perpanjangan.

Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020, pelarangan sementara orang asing untuk masuk wilayah Indonesia diberikan pengecualian terhadap orang asing yang masuk ke dalam kategori berikut; 1) Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Tetap; 2)������� Orang Asing pemegang Visa Diplomatik dan Visa Dinas; 3) Orang Asing pemegang Izin Tinggal Diplomatik dan Izin Tinggal Dinas; 4) Tenaga bantuan dan dukungan medis, pangan dan alasan kemanusiaan; 5) Awak alat angkut; dan 6) Orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional.

Dari ketentuan diatas, disimpulkan bahwa pembatasan izin masuk tidak berlaku bagi orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional. Menurut penulis, pencantuman daftar orang asing tersebut bertujuan agar rencana pembangunan ekonomi melalui pengerjaan proyek strategis nasional tidak tetap berjalan dan tidak terhambat dengan adanya wabah Covid-19 di Indonesia.

Salah satu contoh penggunaan orang asing sebagai tenaga kerja dalam proyek strategis nasional adalah pada pembangunan infrastruktur yang merupakan bagian dari 5 fokus pembangunan selain pembangunan manusia, ekonomi wilayah, dan polhukhanham. Keberlangsungan pembangunan infrastruktur harus dapat terus berjalan, sebab sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan perekonomian negara.

Terkait penerapan penyesuaian Dirjen Imigrasi terhadap penerapan selective policy dalam masa pandemi Covid-19 berakibat pada terjadinya penurunan jumlah okupansi baik dari keberangkatan dan kedatangan di Indonesia baik WNA atau WNI sepanjang periode Januari-Desember 2020. Contoh dalam hal ini data yang diambil dari Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Soekarno-Hatta mengalami penurunan sebesar 82 persen. Hal ini sebabkan akibat kebijakan PSBB yang diambil pemerintah Indonesia dalam mengatasi pandemi Covid-19 (Halimah, 2021).

Penerapan selective policy juga berlaku untuk pemberian Visa dan ijin tinggal yang sifatnya sangat terbatas. Visa dan ijin tinggal hanya diberikan kepada WNA yang memegang Visa Dinas, Visa Diplomatik, Visa Kerja, Visa Tinggal Terbatas dan selanjutnya yang dikhususkan wajib memiliki paspor dinas diplomatik. Dirjen Imigrasi dalam upaya penuh mendukung program pemerintah dalam rangka mengantisipasi mewabahnya virus Covid-19 turun berperan aktif dalam memperketat pelaksanaan selective policy guna mengurangi keluar masuknya para WNA yang mungkin disinyalir akan membawa masuk virus Covid-19 ke wilayah Indonesia.

Dirjen Imigrasi secara hukum memiliki kedaulatan untuk berhak mengeluarkan kebijakan menolak serta membatasi kedatangan para WNA yang masuk ke wilayah Indonesia khususnya yang tidak masuk dalam kategori prioritas pemberian Visa. Dirjen Imigrasi pun selama status daruat Pandemi Covid-19 di Indonesia telah banyak mengeluarkan beberapa instrumen hukum yang telah dijelaskan sebelumnya diatas. Hal tersebut terkait juga sebagai bagian peran aktif Dirjen Imigrasi untuk menjadi garda terdepan dalam upaya menekan lajur penyebaran virus Covid-19 pada periode sepanjang kurun waktu tahun 2020.

Didalam Permen Hukum dan Ham Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan ijin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru mencakup hal-hal penting sebagai berikut; 1) Syarat bagi WNA pemegang visa atau ijin tinggal sah dan berlaku dapat masuk wilayah Indonesia dengan tempat pemeriksaan tertentu dan telah memenuhi protokol kesehatan. 2) Orang asing pemegang ijin tinggal kunjungan yang telah memperoleh ijin tinggal keadaan terpaksa dan berada di Indonesia dapat mengajukan permohonan perpanjangan ijin tinggal pada kantor Imigrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Pemberian tindakan administratif keimigrasian terhadap warga negara asing yang tidak memenuhi ketentuan syarat yang berlaku sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Kesimpulan

Direktorat Jenderal Imigrasi telah memberlakukan berbagai kebijakan strategis secara cepat dan tepat dalam status pandemi global Covid-19 di wilayah Indonesia. Dimulai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, Dan Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tanggal 05 Februari 2020.

Setelah dilakukan evaluasi, kembali diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pemberian Visa Dan Izin Tinggal Dalam Upaya Pencegahan Masuknya Virus Corona pada tanggal 28 Februari 2020. Menyikapi semakin banyaknya negara yang melakukan lockdown dan bertambahnya wilayah epidemi Covid-19, dikeluarkan Surat Edaran Nomor D/00663/03/2020/64 Tentang Kebijakan Tambahan Pemerintah Indonesia Terkait Perlintasan Orang Dari dan Ke Indonesia oleh Kementerian Luar Negeri, yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan Dan Visa Kunjungan Saat Kedatangan Serta Pemberian Izin Tinggal Keadaan Terpaksa.

Melihat perlunya pembatasan masuknya WNA ke wilayah Indonesia, dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia pada tanggal 31 Maret 2020.

Implementasi kebijakan selective policy dalam masa pandemi Covid-19 yaitu ditetapkan bahwa hanya WNA pemegang ITAS, ITAP, visa diplomatik, visa dinas, dan yang bekerja pada proyek strategis nasional yang bisa masuk ke wilayah Indonesia dengan membawa surat keterangan sehat dan telah berada di wilayah atau negara bebas Covid-19 selama 14 hari sebelum masuk ke wilayah Indonesia.

Terkait penerapan penyesuaian Dirjen Imigrasi terhadap penerapan selective policy dalam masa pandemi Covid-19 berakibat pada terjadinya penurunan jumlah okupansi baik dari keberangkatan dan kedatangan di Indonesia baik WNA atau WNI sepanjang periode Januari - Desember 2020. Contoh dalam hal ini data yang diambil dari Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Soekarno-Hatta mengalami penurunan sebesar 82 persen. Hal ini sebabkan akibat kebijakan PSBB yang diambil pemerintah Indonesia dalam mengatasi pandemi Covid-19.

Penerapan selective policy juga berlaku untuk pemberian Visa dan ijin tinggal yang sifatnya sangat terbatas. Visa dan ijin tinggal hanya diberikan kepada WNA yang memegang Visa Dinas, Visa Diplomatik, Visa Kerja, Visa Tinggal Terbatas dan selanjutnya yang dikhususkan wajib memiliki paspor dinas diplomatik. pembatasan izin masuk tidak berlaku bagi orang asing yang akan bekerja pada proyek strategis nasional hal ini bertujuan agar rencana pembangunan ekonomi melalui pengerjaan proyek strategis nasional tidak tetap berjalan dan tidak terhambat dengan adanya wabah Covid-19 di Indonesia.

 

BIBLIOGRAFI

Castles, S., Miller, M. J., & Ammendola, G. (2005). The Age of Migration: International Population Movements in the Modern World: New York: The Guilford Press,(2003), $30.00, 338 pages.

 

Dewansyah, B. (2015). Perkembangan Politik Hukum dan Kebutuhan Hukum Keimigrasian Indonesia: Menjawab Sebagian, Melupakan Selebihnya. Hasanuddin Law Review, 1(2), 140�162.

 

Ghazy, M. A., & Mirwanto, T. (2020). THE IMPORTANCE OF PREVENTIVE MONITORING MECHANISM ON REPLACEMENT OF PASSPORT DUE TO FORCE MAJEURE. Journal of Law and Border Protection, 2(2), 51�62.

 

Gusnelly, S. H. (2016). Migrasi, Kewarganegaraan, dan Partisipasi Imigran: Studi Kasus Imigran Turki di Belanda. Jurnal Kajian Wilayah, 1(1), 59�78.

 

Halimah, B. A. (2021). IMPLEMENTATION OF VISA SERVICES AS IMMIGRATION POLICY DURING PANDEMIC OF COVID-19. Journal of Administration and International Development, 1(1), 15�33.

 

Johnny, I. (2006). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing.

 

Li, P. S. (2008). World migration in the age of globalization: Policy implications and challenges. New Zealand Population Review, 33(34), 1�22.

 

Marzuki, P. M. (2005). Penelitian Hukum, Kencana. Jakarta.

 

Rabbani, D. R. S. (2021). Dinamika Penerapan Asas Selective Policy Dalam Hukum Keimigrasian Terhadap Penangkalan Warga Negara Asing Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Indonesia. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 10(1), 43.

 

Sande, J. P. (2020). Selective Policy Imigrasi Indonesia terhadap Orang Asing dari Negara Calling Visa. Indonesian Perspective, 5(1).

 

Santoso, I. (2012). Perspektif Imigrai Dalam Migrasi Indonesia. Bandung: Pustaka Raka Cipta.

 

Soekanto, S. (1985). Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cet.

 

Soekanto, S. (2007). Penelitian hukum normatif: Suatu tinjauan singkat.

 

Syauqi, A. (2020). Jalan Panjang Covid19. Jkubs, 1(1), 1�19.

 

Widyanto, G., & Ardyaningtyas, R. (2020). Kebijakan Selektif Di Bidang Keimigrasian Menghadapi Pandemi Global Covid-19. Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi, 3(2).

 

Copyright holder:

Luthfi Kurniawan, Ardiansyah (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: