Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 9, September
2023
POTRET
EKSISTENSI MANUSIA KERDIL (DWARFISME) DI DESA PALAK SIRING DARI PERSPEKTIF
INTERPERSONAL COMMUNICATION
Arif Hidayat
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro,
Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Dwarfisme merupakan individu yang memiliki kelainan pertumbuhan secara biologis, dan kerap mendapatkan stigma serta diskriminasi yang berdampak terhadap
self-confidence. Namun demikian,
ada diantara manusia kerdil yang mampu mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut dan mampu membangun eksistensi diri di tengah masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses membangun eksistensi diri dalam kacamata interpersonal
communication, serta untuk memahami faktor penyebab keberadaan manusia kerdil di Desa Palak
Siring. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Partisipan penelitian ini adalah enam orang manusia kerdil di Desa Palak
Siring yang dikumpulkan menggunakan
teknik wawancara semi-terstruktur yang panduannya telah divalidasi oleh dua subject
matter expert. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini mengungkap faktor genetik yang diwariskan dari sisi ibu (gen X) sebagai penyebab kondisi dwarfisme. Bentuk eksistensi manusia kerdil di Desa Palak
Siring terwujud dalam bentuk kontribusi sebagai pemimpin desa, mampu mengenyam
pendidikan tinggi, serta aktif membangun
presence di media sosial. Eksistensi
diperoleh melalui proses pemenuhan kebutuhan yang ditelaah dari aspek
interpersonal communication. Kesimpulannya adalah bahwa kondisi
dwarfisme merupakan disabilitas fisik yang bersifat genetis sehingga cenderung menetap sepanjang hidup. Untuk membangun
eksistensi di tengah stigma
negatif dilakukan dengan memenuhi tiap kebutuhan dalam hierarki kebutuhan manusia dengan membangun komunikasi yang efektif.�
Kata kunci: Eksistensi; Manusia Kerdil;
Interpersonal Communication.
Abstract
Dwarfism is an individual who has a biological growth
disorder, and often gets stigma and discrimination that has affect his
self-confidence. However, there are dwarfs who are able to overcome these
obstacles and to build their own existence in society. This study aims to
determine the process of building self-existence in the perspective of
interpersonal communication, as well as to understand the factors causing the
existence of little persons in Palak Siring Village. This is a
qualitative research using a. case study approach. The participants of
this study were six little persons in Palak Siring Village who were interviewed
using a semi-structured interview technique based on a guide validated by two
experts of subject matter. The results obtained from this study reveal genetic
factors inherited from the mother (gene X) as the cause of dwarfism. The
existence of little persons in Palak Siring Village is manifested in the form
of contributions as village leaders, being able to access higher education, and
actively building a presence on social media. The existence is obtained through
the process of meeting the needs that are examined from the perspective of
interpersonal communication. In conclusion, dwarfism is a physical disability
that is genetic in nature, so it tends to persist throughout life. Building
existence in the midst of negative stigma is carried out by fulfillling
every need in the hierarchy of human needs through building effective
communication.
Keywords:
Existence; Dwarfisme; Interpersonal Communication;
Pendahuluan
Tidak
semua manusia mengalami pertumbuhan yang sesuai dengan usia biologis, kondisi
ini disebut sebagai dwarfisme. Individu dengan dwarfisme atau
yang kerap disebut dengan manusia kerdil merupakan individu dengan tinggi
maksimal 147 cm. Hoover-Fong (2021),
Pauli (2019)
menyatakan bahwa prevalensi angka kelahiran individu dengan dwarfisme mencapai
1-2 dari 20.000 jiwa setiap tahun. Populasi dwarfisme sendiri terbanyak di Bengkulu Selatan terdapat
di Kedurang dan Padang Guci
Kaur.
Menurut penuturan Kepala desa Palak Siring dalam wawancara awal, menyatakan bahwa Kedurang tepatnya di desa Palak Siring angka dwarfisme adalah yang paling tinggi dengan jumlah 15 manusia kerdil dari 981 jumlah penduduk di desa Palak Siring
yang mana kesemuanya berasal
dari suku Pasemah. Dwarfisme
diklasifikasikan sebagai disabilitas fisik, karena kondisi tersebut menyebabkan
hambatan dalam mengakses fasilitas publik, dan secara biologis memiliki
kelainan dalam growth hormone atau hormon pertumbuhannya (Vishwakarma, 2017).
Hambatan dan kelainan yang dimiliki oleh manusia
kerdil (dwarfisme) menyebabkan adanya stigma yang beredar di lingkungan
masyarakat (Hidayat & Suranto,
2019).
Stigma merupakan sikap atau prasangka negatif, yang dihasilkan dari stereotip
terhadap kelompok minoritas (Trani et al., 2020).
Manusia Kerdil di desa Palak
Siring berdasarkan faktanya
sering mendapatkan stigma
di masyarakat, sering mendapatkan cemoohan, mendapatkan diskriminasi pekerjaan, kesulitan dalam akses layanan
publik, dan hambatan lainnya. Stigma yang diberikan
oleh sebagian anggota
masyarakat ini dapat menyebabkan manusia kerdil mengalami marginalisasi secara
sosial dimana hal ini cenderung mengarah pada praktik diskriminasi terhadap
penyandang disabilitas (ableism).
Beberapa wujud stigma yang diterima oleh
menusia kerdil seperti kekerasan, ujaran dan label �cebol�, hingga adanya aturan
atau kebijakan organisasi yang mendiskriminasi manusia kerdil (Rahmawati & Pratisti, 2019). Stigma dalam bentuk apapun dapat memengaruhi
kepercayaan diri, dan menyebabkan masalah psikologis seperti depresi dan
gangguan kecemasan (Trani et al., 2020).
Menurut Chen (2021):
60), Trani, (2020)
stigma yang hadir di kalangan masyarakat ini dapat merugikan manusia kerdil (dwarfisme)
dalam memperjuangkan keberfungsian sosial, dan meningkatkan eksistensinya di
ruang publik.
Selain itu, stigma juga dapat menghalangi
manusia kerdil (dwarfisme) berinteraksi di lingkungan sekitar karena
merasa dirinya tidak pantas untuk berada di tengah-tengah masyarakat (Chen et al., 2021).
Idealnya manusia kerdil
bisa mengakses fasilitas umum, mendapat pekerjaan yang layak, dan terhindar dari diskriminasi. Dwarfisme sendiri merupakan bentuk disabilitas yang diakui di
negara-negara seperti di India (Person with
Disabilities Act), Amerika (American Disability Act), dan Indonesia
yang dijamin oleh Pemerintah
melalui UU No 8 Tahun 2016.
Menurut penuturan narasumber dalam wawancara awal, manusia kerdil di desa Palak Siring mengalami realita yang berbeda dari kondisi ideal. Dimana mereka kesulitan mengakses fasilitas publik, kesulitan mengakses pendidikan tinggi, mendaat diskriminasi ketika mencari pekerjaan, serta mendapat stigma dan cemoohan. Kondisi semacam ini berpotensi
menjadi dampak negatif bagi self-confidence dan kesehatan mental seseorang. Menariknya, manusia kerdil di Desa Palak Siring ini tetap bisa menunjukkan
eksistensinya meski mendapat stigma dan perlakuan negatif dari beberapa
anggota masyarakat.
Eksistensi merupakan bentuk keberadaan dari seseorang atas kemampuan dan pencapaiannya dalam hidup, dimana eksitensi
dapat disamakan dengan aktualisasi diri (Krems et al., 2017):(Purna & Pusposari,
2021). Aktualisasi diri merupakan sebuah kondisi dimana individu sudah menyadari kapabilitas yang dimiliki, dan bebas mencapai puncak prestasi sesuai dengan potensi dalam diri (Feist et al., 2006).
Diantara manusia-manusia kerdil yang mampu menunjukkan eksistensi mereka yaitu dengan
menjadi pemimpin masyarakat desa, kepala desa, guru, dosen, pegiat seni,
menempuh pendidikan tinggi, mengelola media sosial, bekerja sebagai pendidik, hasil-hasil karyanya dimuat di berbagai media, serta aktif menjalin
komunikasi interpersonal dengan
anggota masyarakat yang lainnya walaupun mereka harus hidup
di tengah tantangan-tangan
yang sudah disebutkan sebelumnya.
Penelitian ini berusaha mengungkap proses membangun eksistensi oleh manusia kerdil yang sudah berhasil eksis atau berdaya agar dapat menjadi inspirasi bagi manusia kerdil lainnya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan memberi dasar ilmiah kebijakan di level daerah atau kabupaten terkait manusia kerdil serta ingin menelisik faktor penyebab terjadinya manusia kerdil. Komunikasi interpersonal (interpersonal communication) adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih. Interpersonal communication yang berkualitas melibatkan orang-orang yang mendengarkan satu sama lain dengan perhatian dan empati (Venter, 2019).
Melihat manusia kerdil yang mampu mengaktualisasikan diri di lingkungan masyarakat dan juga berinteraksi dengan komunikasi yang dilakukan dalam proses aktualisasi diri, maka pentingnya proses komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh manusia kerdil sehingga mampu berinteraksi daengan baik dan melawan stigma yang sering dilontarkan oleh masyarakat terkait dwarfisme. Karena komunikasi sendiri merupakan suatu keharusan bagi tiap manusia sehingga manusia kerdil harus bisa melakukan proses penyampaian informasi yang baik dari satu ke yang lainnya (Pirol, 2017).
Dalam hal ini, efektivitas komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Devito (2011) berupa: 1) keterbukaan; 2) empati; 3) sikap mendukung; 4) sikap positif; dan 5) kesetaraan. Manusia kerdil di Desa Palak Siring mampu menunjukkan eksistensi mereka dengan tetap aktif melakukan komunikasi interpersonal di lingkungan bermasyarakat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis proses perjalanan manusia kerdil (dwarfisme) di Desa Palak Siring dalam mengaktualisasikan diri atau menunjukkan eksistensi mereka di tengah masyarakat.
Untuk�itu penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai apa faktor
penyebab terjadinya dwarfisme di Desa Palak Siring khususnya
dari suku Pasemah, mengetahui proses manusia kerdil di Desa Palak
Siring membangun eksistensinya
dalam perspektif
interpersonal communication di masyarakat, dan mendiskripsikan bentuk
interpersonal communication pada manusia kerdil di Desa Palak Siring.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kasus yang menjadi sorotan utama dalam penelitian
ini adalah kasus manusia kerdil
yang mampu menunjukkan eksistensinya di tengah derasnya stigma dari masyarakat, dimana kasus ini akan
ditilik dari sudut pandang interpersonal
communication. Partisipan penelitian
ini adalah manusia kerdil di Desa Palak
Siring kecamatan Kedurang
yang berjumlah 6 orang, selain
itu terdapat juga beberapa partisipan lainnya seperti orang tua manusia kerdil,
masyarakat, dan tokoh daerah. Pemilihan partisipan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria:
Gambar 1 Kriteria Partisipan
Penelitian ini dilakukan di Desa Palak Siring. Terdapat dua sumber data dari penelitian ini.� Sumber data primer diambil dari wawancara dengan partisipan serta partisipan tambahan secara luring dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan dari pemerintah, pemilihan desa Palak Siring dikarenakan desa ini memiliki jumlah manusia kerdil terbanyak di Kabupaten Bengkulu Selatan. Selain wawancara penelitian ini juga menggunakan angket komunikasi interpersonal, angket eksistensi diri dan lembar data diri sebagai sumber data tambahan yang akan digunakan sebagai triangulasi sumber.
Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah data sensus kependudukan yang dimiliki oleh pemerintah desa Palak Siring. Penelitian ini dilaksanakan selama lebih kurang
3 bulan (Juni-Agustus 2021), dengan
rincian: 1) persiapan pembuatan instrumen penelitian (pedoman wawancara semi-terstruktur serta angket interpersonal
communication dan angket eksistensi
diri sebagai bentuk triangulasi sumber), 2) pengambilan data di lapangan berikut dokumentasi, dan 3) olah data hasil penelitian. Berikut adalah penjabaran
mengenai instrumen-instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini.
Gambar 2 Instrumen
Penelitian
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian menggunakan protokol analisis dari Miles dan Huberman,
Sugiyono, (2019) yang meliputi:
1) Reduksi data yang mana dilakukan
pemilihan dan penetapan hasil data kasar yang ditemukan di lapangan untuk direduksi dan menuliskan kembali hasil penelitian untuk disesuaikan pada tujuan penelitian. 2) Penyajian data yang mana dari hasil data kasar yang sudah direduksi, kemudian hasil data temuan yang sudah selesai dilakukan, lalu disajikan dalam bentuk teks
naratif dan juga tabel.
Serta 3) Penarikan kesimpulan
dan verifikasi yang mana pada tahapan
terakhir ini dilakukan interpretasi dari hasil reduksi
data dan penyajian data berdasarkan
hasil temuan untuk kemudian menemukan makna data yang akan disajikan dalam penelitian dan pada tahapan ini sudah
mencapai titik jenuh dalam hasil
penelitian yang sudah dilakukan proses berulang dalam tahapannya.
Untuk menjaga
keabsahan data penelitian, penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber. Dimana hasil wawancara partisipan diperiksa ulang dengan data angket eksistensi diri dan angket interpersonal
communication.
Hasil dan Pembahasan
Desa Palak Siring merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Kedurang Kabupaten Bengkulu Selatan. Rohadi
selaku Kepala Desa Palak
Siring mengatakan bahwa kondisi masyarakat Desa Palak
Siring didominasi petani di
kebun. Untuk jumlah penduduk di Desa Palak
Siring yaitu sebanyak 981 jiwa dengan pembagiannya
yaitu 542 laki-laki dan 439
perempuan.
A. Penyebab Kondisi Dwarfisme
Menurut penuturan
beberapa partisipan penelitian, tingginya kemunculan kondisi dwarfisme di desa Palak Siring disebabkan oleh beberapa hal:
1) Faktor Genetik
Penyebab utama dari kondisi dwarfisme
adalah kelainan genetik yang diturunkan dari ibu ke
anak laki-lakinya. Hal ini didukung dengan
fakta bahwa tidak ada perempuan
di desa Palak Siring yang mengalami
kondisi dwarfisme.
2) Legenda Asal Usul Manusia Kerdil dari Padang Guci Kaur
Kelainan genetik
yang diturunkan dari ibu ke anak
laki-lakinya dijelaskan secara tersirat dan diwariskan secara verbal turun temurun dalam
bentuk kisah mengenai asal usul
manusia kerdil di Padang Guci Kaur. Dimana pada cerita tersebut dikisahkan bahwa di Padang Guci Kaur terdapat satu keluarga
yang tidak memiliki anak, lalu keluarga
tersebut pergi ke hutan untuk
mencari kebutuhan makanan tetapi ketika sedang melakukan
pencarian untuk kebutuhan makanan, keluarga tersebut menemukan seorang anak perempuan.
Sehingga anak tersebut menjalin hubungan dengan masyarakat yang ada di Padang Guci Kaur, hingga pada akhirnya manusia kerdil memiliki populasi yang cukup banyak di daerah Padang Guci Kaur. Dan usut punya usut anak perempuan
tersebut yang membawa genetik manusia kerdil awal mulanya.
Manusia kerdil di Desa
Palak Siring ini ternyata
juga di dominasi oleh suku Pasemah.
3) Migrasi dari Padang Guci Kaur ke Palak Siring
Faktor yang dapat menjelaskan tingginya angka individu yang mengalami dwarfisme di desa Palak Siring adalah terjadinya migrasi penduduk dari padang Guci
Kaur ke Palak Siring. Dimana wanita
carrier gen dwarfisme dari
Padang Guci Kaur menikah dengan penduduk lokal desa Palak Siring dan menurunkan gen dwarfisme ke anak perempuannya,
serta menyebabkan terjadinya kondisi dwarfisme pada anak laki-laki. Migrasi dan perkawinan inilah yang menyebabkan kemunculan kondisi dwarfisme di desa Palak Siring.
B. Proses Membangun Eksistensi
Berdasarkan hasil angket eksistensi diri, ditemukan beberapa temuan sebagai berikut:
Tabel
1 Bentuk Eksistensi Manusia Kerdil di Desa Palak Siring.
Bentuk Eksistensi Manusia Kerdil di
Desa Palak Siring |
||
Kemampuan Berinteraksi, Berbaur, dan Berkomunikasi di Masyarakat Manusia kerdil di Desa Palak
Siring mampu menciptakan interaksi yang baik kepada masyarakat sekitar walaupun memiliki kondisi yang kerdil. Mampu berbaur dan berkomunikasi dengan masyarakat untuk menciptakan eksis agar dapat diakui keberadaannya. Begitupun terkait fasilitas seperti layanan kesehatan, transportasi, akses teknologi dan lain sebagainya mudah di akses oleh partisipan sebagai bentuk bahwa ternyata dengan kondisi yang kerdil mereka juga bisa. Mampu menghargai pendapat, bersuara di forum rapat, memberi ucapan selamat, mampu menjadi pendengar yang baik pun juga dilakukan partisipan kepada orang lain. |
Kemampuan Memimpin
Masyarakat Desa Manusia kerdil di Desa Palak Siring juga banyak melakukan cara agar keberadaannya bisa diakui di masyarakat salah satunya yaitu membuktikan bahwa dengan kondisi yang kerdil, mereka juga bisa memimpin dan mengarahkan masyarakat desa. Hal ini dibuktikan bahwa salah satu Manusia kerdil di Desa Palak
Siring pernah menjabat sebagai Kepala Desa dan menjadi Kepala Desa Teladan mewakili Provinsi Bengkulu untuk di undang ke istana
negara bertemu Presiden
RI yaitu Jokowi. |
Menciptakan Karya Disamping hal yang sudah
dilaukan Manusia kerdil di Desa Palak Siring, partisipan
ternyata juga mampu menciptakan karya sebagai bentuk agar keberadaan bisa diakui dan eksis di tengah perkembangan zaman yaitu dengan menciptakan karya. Hal ini diperkuat oleh partisipan bahwa selain bisa mengerjakan
berbagai tugas pelajaran ternyata juga bisa menciptakan karya dan di publikasikan di
media online. Karya tersebut
berupa tulisan-tulisan sastra seperti
cerita pendek (cerpen), puisi, buku, sastra, dan artikel yang di
upload di beberapa jurnal. |
Menempuh
Pendidikan Tinggi Pendidikan
menjadikan hal yang
paling penting dalam tonggak estafet manusia. Karena dengan pendidikan bisa menghantarkan menuju gerbang kesuksesan. Begitu pun hal nya yang dilakukan Manusia kerdil di Desa Palak
Siring. Mereka mampu menempuh pendidikan tinggi untuk membuktikan bahwa kondisi yang kerdil tidak menjadi halangan untuk menempuh pendidikan tinggi. Hal ini dibuktikan bahwa Manusia kerdil di Desa Palak
Siring bisa menempuh pendidikan sampai S1 dan bahkan S2 sehingga sampai sekarang menjabat sebagai Guru, Penceramah, dan juga Dosen. Selama duduk di bangku sekolah, partisipan ternyata mampu mengikuti pendidikan dengan baik sehingga bisa mendapatkan peringkat kelas dan di kenal oleh guru dan juga siswa lainnya. Yang artinya, dengan kondisi yang kerdil, ternyata mereka bisa bersaing
untuk dapat eksis dan diterima keberadaannya. |
Mampu Mengoperasikan Media Sosial Untuk dapat mengikuti
perkembangan zaman yang ada,
Manusia kerdil di Desa
Palak Siring juga mampu mengikuti
era digital atau teknologi
yaitu mampu mengoperasikan sosial media dan
mem publikasikan dirinya (self) ke
media publik. Adapun beberapa
sosial media yang digunakan
partisipan diantaranya: whatsapp, youtube, instagram, facebook, dan juga
twitter. Media sosial tersebut
digunakan partisipan untuk mempublikasikan dirinya ke media massa agar dapat dikenal dan berinteraksi ke berbagai pengguna
media sosial. Hal ini
juga di perkuat dengan banyak nya followers atau pengikut
di akun media sosial mereka yang sudah mencapai +1000 pengikut. |
Dimuat di Berbagai Media Dengan pencapaian yang telah
dilakukan Manusia kerdil di Desa Palak Siring agar dapat
eksis dan diakui keberadaannya di masyarakat, mereka juga mampu membuktikan bahwa bisa diliput di berbagai media baik cetak maupun online. Hal ini dikarenakan berkat dari pencapaian
yang dilakukan Manusia kerdil di Desa Palak Siring yaitu
melalui karya, memimpin, berinteraksi, dan berbedikasi untuk daerah dan juga dirinya agar bisa dikenal oleh masyarakat luas. |
Proses aktualisasi diri yang dilakukan manusia kerdil seperti yang dijelaskan di atas adalah bentuk eksistensi
yang dilakukan manusia kerdil agar keberadaannya bisa diakui di masyarakat dan juga untuk melawan stigma yang sering didapatkan oleh manusia kerdil terkait tidak bisa melakukan
apa-apa karena kondisi yang dimiliki. Hal ini juga meningkatkan kesadaran manusia kerdil lainnya bahwa dengan kondisi
yang dimiliki ternyata mampu eksis dan mengaktualisasikan dirinya di tengah masyarakat.
Selain itu terungkap juga pentingnya membangun first
impression yang baik kepada
masyarakat agar dapat terjalin interaksi dan mampu berbaur dengan
masyarakat lainnya. Dapat disimpulkan bahwa stigma yang didapat oleh manusia kerdil dapat diatasi dengan
menerapkan prinsip-prinsip
interpersonal communication dalam perjalanan
membangun eksistensi diri.
C. Bentuk Interpersonal Communication
Berdasarkan hasil wawancara, tahap-tahap
interpersonal communication yang dilakukan oleh partisipan manusia kerdil dalam membangun
eksistensi mereka terdiri dari tiga
tahapan yaitu proses pendekatan, membangun komunikasi dan mengembangkan kredibilitas. Proses pendekatan dilakukan untuk membuka ketika ingin berinteraksi atau memulai suatu
percakapan.
Melalui proses pendekatan
diharapkan antara komunikator dan komunikan bisa menerima antara
satu sama lain sehingga interaksi yang dilakukan bisa terjalin dengan lancar. Langkah pertama dalam suatu proses pendekatan adalah memperkenalkan diri dengan sopan dan memberikan penjelasan apa maksud dan tujuan yang ingin dilakukan dengan bahasa dan penyampaian yang mudah dimengerti antara satu sama
lain. Membangun komunikasi biasanya dilakukan manusia kerdil dengan menciptakan suasana yang nyaman dan akrab dalam setiap
tahapan komunikasi yang dilakukan. Suasana yang akrab dapat diperoleh
melalui percakapan ringan (small talk) dan gaya komunikasi yang informal sehingga
dapat tercipta.
suasana yang nyaman.
Mengembangkan kredibilitas
merupakan tahap terakhir yang memerlukan terpenuhinya beberapa faktor-faktor untuk dapat terciptanya komunikasi yang efektif. Diantaranya pada penjelasan berikut:
1. Keterbukaan (openness)
Berdasarkan hasil
data interpersonal communication mengenai aspek keterbukaan (openness) dijelaskan secara keseluruhan bahwa partisipan memiliki sikap keterbukaan (openness) yang
tinggi di lingkungan masyarakat. Mereka mampu berinteraksi dan memulai percakapan kepada masyarakat lain dengan baik. Walaupun
dengan kondisi yang kerdil (dwarfisme) mereka tetap bangga
akan kondisi tersebut. Saat bekerja, mereka bisa melaksanakan
pekerjaan dengan baik tanpa adanya
rasa mengeluh dan menghadapinya
dengan penuh syukur.
Ketika sedang menghadapi masalah, mereka juga melakukan komunikasi dengan pihak terdekat
salah satunya dengan keluarga untuk menemukan solusi terkait permasalahan yang sedang dihadapi. Berinteraksi dan bersosialisasi ternyata tidak menyurutkan mereka untuk terus berbaur
dengan masyarakat agar keberadaaan mereka bisa diakui walaupun
memiliki keterbatasan dengan kondisi tubuh yang kerdil (dwarfisme).
2. Empati (empathy)
Memiliki kondisi
tubuh yang kerdil (dwarfisme) bukan berarti harus menutup
sikap empati yang dimiliki oleh partisipan. Memang untuk dapat
menerima kondisi yang ada memerlukan waktu yang cukup lama. Namun, hal tersebut
bisa mengajarkan arti kesabaran untuk bisa menerima. Partisipan di lingkungan masyarakat tidak memiliki rasa minder sama sekali kepada masyarakat
yang berhasil, berprestasi,
ataupun meraih kesuksesan.
Partisipan mampu mengucapkan selamat kepada masyarakat yang berhasil meraih sesuatu. Hal tersebut ditunjukkan sebagai bentuk adaptasi kepada masyarakat di Desa Palak
Siring. Selain itu, partisipan
juga mampu menjadi pendengar yang baik, mampu berbaur, serta memahami pendapat orang lain.
3. Sikap Mendukung (supportiveness)
Sikap mendukung
(supportiveness) timbul karena
adanya sikap menerima dan mendukung antar sesama dalam
diri. Hal tersebut yang membuat partisipan menerima dan bangga akan kondisi tubuh
yang kerdil (dwarfisme).
Ada banyak cara untuk bisa eksis,
berinteraksi, dan berkomunikasi
kepada masyarakat salah satu yang dilakukan partisipan yaitu sikap saling mendukung
antar sesama masyarakat. Partisipan tidak memandang darimana lawan bicara berasal, melainkan menerima dan berbaur ke siapa
saja. Mampu memberikan ucapan selamat, menjadi pendengar, menghargai pendapat dilakukan oleh partisipan untuk menunjukkan jati diri partisipan
sebenarnya walaupun kondisi tidak seperti
orang pada umumnya.
4. Sikap Positif (positiveness)
Banyak sekali cemoohan atau ujaran kebencian
(hatespeech) yang didapatkan
oleh partisipan dengan kondisi tubuh yang kerdil (dwarfisme). Namun, dibalik itu semua partisipan
selalu bersikap positif akan situasi
yang ada. Sehingga keberadaan mereka dapat diterima oleh banyak kalangan di lingkungan masyarakat. Cemoohan atau ejekan
tidak dibalas oleh partisipan dengan hal yang negatif melainkan dibalas dengan sikap positif,
dalam hal ini untuk menunjukkan
bahwa partisipan tidak untuk dijauhi,
bukan untuk dibedakan, melainkan sama untuk saling
menerima dan berfikir positif.
5. Kesetaraan (equality)
Semua manusia
itu setara (equality) tidak ada yang beda sama sekali,
melainkan antar manusia harus mampu
saling menerima satu sama lain. Begitu pun yang dilakukan oleh partisipan agar bisa diterima di kalangan masyarakat walaupun memiliki kondisi tubuh yang kerdil (dwarfisme). Partisipan dengan kondisi yang kerdil mampu berinteraksi
dengan masyarakat, mampu berkumpul dan beradaptasi dengan orang lain, mampu akrab dengan
orang lain dan juga teman sebaya,
mampu menginspirasi orang
lain dengan karya yang dimiliki, mampu menjadi pendengar dan menerima akan pendapat
dan saran yang diberikan orang lain.
Sehingga, dengan
hal tersebut partisipan dapat eksis, dapat berkarya,
berkomunikasi dengan baik, berinteraksi dengan baik di lingkungan masyarakat dengan cara positif
yang partisipan lakukan untuk dapat diterima
di kalangan masyarakat. Selain
data hasil wawancara, didapatkan juga hasil dari angket eksistensi
diri dan angket
interpersonal communication. Penulis menyoroti beberapa temuan menarik sebagai berikut;
a) Rekapitulasi Hasil Angket Eksistensi Diri
Gambar 3 Rekapitulasi
Hasil Angket Eksistensi
Diri
Pada hasil
angket eksistensi diri, penulis menyoroti
beberapa pertanyaan yang menggaris bawahi mengenai diskriminasi pekerjaan yang diterima oleh manusia kerdil dimana 67% partisipan menyatakan pernah mengalami diskriminasi salah satunya dalam bentuk
sulit mendapatkan pekerjaan dikarenakan alasan tinggi badan yang kurang; selanjutnya 67% partisipan menghendaki pengadaan sarana transportasi yang bisa mengakomodir kebutuhan khusus mereka seperti
angkutan umum dikarenakan mereka kesulitan menggunakan kendaraan pribadi seperti motor; selanjutnya seluruh partisipan tidak merasa keberatan
jika mereka dan kondisi yang mereka alami diekspos kepada khalayak luas dengan harapan
bisa meningkatkan kesadaran masyarakat serta membantu menurunkan stigma.
Berkaitan dengan
dukungan kelompok, 67% partisipan berkeinginan untuk membuat komunitas
atau kelompok yang dapat merangkul individu dengan kondisi serupa sebagai bentuk dukungan (group support); terakhir
67% partisipan menyatakan bahwa mereka memiliki
media sosial yang berfungsi
sebagai kanal edukasi masyarakat luas mengenai kondisi
dwarfisme dan sebagai kanal informasi.
b) Rekapitulasi Hasil Angket Interpersonal Communication
Gambar 4 Rekapitulasi Hasil Angket Interpersonal Communication
Pada hasil
angket Interpersonal communication, penulis juga menyoroti beberapa pertanyaan yang menggambarkan upaya manusia kerdil untuk menjalin komunikasi. Pertanyaan yang pertama menggaris bawahi 83% partisipan memulai percakapan ketika berinteraksi dengan masyarakat yang artinya ada inisiatif
dari diri mereka untuk menjalin
komunikasi dengan masyarakat untuk mendapatkan first impression yang baik;
selanjutnya 67% partisipan mengatakan bahwa bangga dengan kondisi
yang dimiliki, hal ini merefleksikan baiknya tingkat self-confidence
para partisipan; selanjutnya
83% partisipan melakukan tukar pendapat dengan keluarga ketika ingin menyelesaikan
suatu masalah, hal ini menunjukkan
keterbukaan manusia kerdil terhadap masalah yang mereka alami; selanjutnya 83% partisipan sering mendapatkan cemoohan dari orang lain terkait kondisi yang dimiliki, hal ini menunjukkan
masih kuatnya stigma negatif mengenai manusia kerdil di masyarakat; serta 83% partisipan aktif memberikan pendapat ketika berdiskusi dan berinteraksi di tengah masyarakat, hal ini menunjukkan kepercayaan diri partisipan penelitian membawakan dirinya sendiri di tengah masyarakat.
Rekapitulasi hasil angket interpersonal communication ini
merupakan beberapa pertanyaan yang disoroti peneliti karena menarik. Dari hasil rekapitulasi kedua angket ini sebenarnya
dapat dilihat bahwa manusia kerdil
(dwarfisme) memiliki niat yang tinggi untuk bisa diakui
keberadaannya dan menghadapi
stigma dari proses yang dimiliki
oleh manusia kerdil hingga bisa eksis
di masyarakat. Lalu, penelitian
ini ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan
(policy brief) yang mampu memfasilitasi
kebutuhan manusia kerdil berdasarkan fakta temuan yang ada di lapangan.
D. Faktor Penyebab Keberadaan Manusia Kerdil di Desa
Palak Siring
Penelitian terdahulu
mengenai kondisi dwarfisme atau yang dalam istilah medis
dikenal dengan dengan istilah achondroplasia,
skeletal dysplasia, dan spondyloepiphyseal dysplasia. Ada beberapa
yang menjadi penyebab adanya faktor keberadaan
Manusia Kerdil di Desa Palak Siring Desa, yaitu:
a. Faktor Warisan Gen X
Dwarfisme terjadi
karena adanya faktor pewarisan gen X dari ibu. Menurut
hasil penelitian Ruyani dkk (2012) kondisi dwarfisme disebabkan karena adanya mutasi pada lengan Xp22.2-p22.2 dari kromosom X. Kondisi dwarfisme hanya ditemukan pada laki-laki karena kromosom X pada laki-laki (XY) hanya didapatkan dari ibu, ayah dari anak laki-laki akan menurunkan kromosom Y kepada anaknya. Sehingga bila terdapat mutasi
gen pada kromosom X yang menyebabkan
dwarfisme yang diturunkan dari ibu, maka
mutasi gen ini akan menjadi sifat
yang dominan.
Kondisi dwarfisme
jarang sekali ditemukan pada anak perempuan karena kromosom X pada anak perempuan (XX) didapatkan dari ibu dan ayah. Sehingga jika hanya
ibu yang menjadi carrier
gen dwarfisme sementara
ayah tidak membawa gen dwarfisme, kondisi dwarfisme memiliki peluang 1:4 untuk menjadi dominan. Meski demikian, anak perempuan yang ibunya menjadi carrier gen dwarfisme memikiki peluang 1:2 untuk menjadi carrier gen dwarfisme.
Pada kejadian
anak perempuan dengan ibu carrier gen dwarfisme dan ayah penyandang kondisi dwarfisme maka peluang anak
perempuan juga mengalami dwarfisme menjadi besar. Namun kondisi
ini jarang terjadi. Penjelasan ini dikonfirmasi dengan fakta bahwa
dari 15 orang manusia kerdil di desa Palak Siring dan
30 orang di kecamatan Kedurang
tidak ada yang berjenis kelamin perempuan.
Gambar 1 Genogram Keluarga Manusia Kerdil di Palak
Siring yang Menggambarkan Pewarisan
Sifat Dwarfisme (Ruyani et al., 2012)
E. Relevansi Kisah
Daerah dari Padang Guci
Kaur dengan Penyebab serta Pewarisan Gen Penyebab Dwarfisme
Kisah legenda terkait
awal mula adanya keberadaan dwarfisme di desa Palak Siring
yang ditransmisikan secara
oral melalui legenda yang mengisahkan
suatu keluarga dari Padang Guci Kaur yang menemukan seorang anak perempuan di hutan. Anak perempuan ini kemudian dikisahkan
menjadi asal usul kondisi dwarfisme.
Kisah legenda ini dapat dimaknai sebagai bentuk transmisi pengetahuan dari generasi ke
generasi mengenai penyebab dan proses pewarisan gen
dwarfisme. Pemaknaan Kisah legenda ini sejalan dengan temuan hasil penelitian
dari Ruyani (2012), yang mengungkap
bahwa mutasi gen dwarfisme ini dibawa
dan diturunkan oleh ibu kepada anak-anaknya sebagaimana yang telah dijelaskan di poin a.
Selain itu
kisah legenda ini juga dapat menjelaskan asal mula munculnya
kondisi dwarfisme di desa Palak Siring, dimana hal ini terjadi
karena adanya migrasi dari Padang Guci Kaur ke Palak Siring. Dimana
wanita carrier gen dwarfisme
dari Padang Guci Kaur menikah dengan penduduk lokal desa Palak Siring dan menurunkan
gen dwarfisme ke anak perempuannya, serta menyebabkan terjadinya kondisi dwarfisme pada anak laki-laki. Migrasi dan perkawinan inilah yang menyebabkan kemunculan kondisi dwarfisme di desa Palak Siring.
F. Bentuk Interpersonal
Communication dalam Proses Membangun
Eksistensi Manusia Kerdil
di Desa Palak Siring dalam Perspektif
Interpersonal Communication di Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap manusia kerdil di Desa Palak
Siring yang telah berhasil membangun eksistensi mereka, terungkap bahwa proses membangun eksistensi tersebut tidak lepas dari
proses interpersonal communication yang mereka lakukan. Dalam hal ini, eksistensi merujuk pada kondisi aktualisasi diri dalam Teori Hierarki Kebutuhan Maslow. Sehingga dapat dimaknai bahwa manusia kerdil
di desa Palak Siring telah mampu mencapai tahap aktualisasi diri di tengah stigma dan disabilitas fisik yang mereka alami.
Untuk mencapai
eksistensi tersebut manusia kerdil melalui proses memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah hierarkinya ketimbang kebutuhan aktualisasi diri. Proses memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini dapat dimaknai
dengan kacamata
interpersonal communication yang terdiri atas lima aspek: keterbukaan, empati, sikap positif, sikap mendukung, dan kesetaraan (Devito
Joseph, 2011).
Lebih lanjut,
Feist (2006) menerangkan
setidaknya ada lima tahapan dalam hierarki
kebutuhan maslow yang dimulai dari kebutuhan
fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan pengakuan dan kebutuhan aktualisasi diri.
a. Kebutuhan Fisiologis
Pemenuhan kebutuhan
fisiologis ini didasari pada kebutuhan akan sandang, pangan,
dan papan. Manusia kerdil di desa palak siring menerapkan komunikasi
interpersonal dengan aspek keterbukaan ketika mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis ini, dimana mereka
berusaha untuk mencari bantuan dan menyampaikan apa yang mereka butuhkan kepada orang disekitarnya terutama keluarga dan teman. Dengan upaya
membuka diri atas kesulitan yang mereka alami sehingga
kebutuhan mereka tersebut menjadi terpenuhi karena mendapat bantuan dari orang lain.
b. Kebutuhan Akan Rasa Aman
Berdasarkan pada fakta-fakta
yang ditemukan pada penelitian
ini dimana manusia kerdil sering mendapatkan stigma dan cemoohan yang memiliki potensi dampak negatif pada kondisi psikologisnya. Oleh karena itu kebutuhan akan
rasa amannya secara psikologis ini menjadi penting agar tidak muncul dampak
negatif dari stigma dan cemoohan. Untuk memenuhi kebutuhan ini mereka menggunakan
aspek sikap positif, dimana mereka tidak menginternalisasi
cemoohan yang mereka temui sehari-hari.
Lebih lanjut,
mereka juga menerapkan aspek keterbukaan, dimana mereka tidak
sungkan-sungkan untuk membagikan keresahannya kepada orang terdekat sehingga tidak terjadi tumpukan emosi negatif. Selain itu, mereka juga menerapkan sikap mendukung, dimana antar individu manusia kerdil saling menguatkan satu dengan yang lainnya.
c. Kebutuhan Sosial
Untuk memenuhi
kebutuhan sosial, manusia kerdil di desa Palak Siring menerapkan aspek keterbukaan, mereka menjalin komunikasi dan tetap berbaur dengan masyarakat, dimana mereka mampu berinteraksi
dan memulai percakapan dengan anggota masyarakat lain dengan baik. Berikutnya, mereka juga menerapkan aspek empati, dimana
mereka membantu kerabat atau masyarakat
sekitar ketika sedang kesusahan sebagai bentuk solidaritas sosial.
Selain itu
mereka juga menerapkan sikap saling mendukung
terutama antar individu manusia kerdil antara satu
dengan yang lainnya, dengan ini membantu
terbentuknya rasa solidaritas
kelompok. Terakhir, mereka juga menerapkan aspek kesetaraan, dimana mereka beranggapan
bahwa setiap orang diciptakan setara dengan kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Pandangan
semacam ini membuat mereka tidak canggung dan tidak enggan untuk
menjalin relasi sosial dengan masyarakat
di sekitar maupun sesama individu manusia kerdil.
d. Kebutuhan Akan Pengakuan
Untuk memenuhi
kebutuhan akan pengakuan, manusia kerdil di desa Palak Siring menerapkan aspek keterbukaan dengan mengawali komunikasi dengan anggota masyarakat yang lain. Selain itu dengan menerapkan aspek kesetaraan, dukungan, dan empati mereka dapat membangun
keakraban dengan anggota masyarakat. Sehingga pada puncaknya mereka mendapatkan pengakuan dari anggota masyarakat. Sikap positif juga berperan dalam pembentukan pengakuan ini, dimana mereka
selalu berpikir positif terhadap apapun yang mereka terima baik itu
cemoohan dari masyarakat sekitar. Sehingga cemoohan tersebut tidak mempengaruhi sikap mereka terhadap masyarakat.
e. Aktualisasi Diri
Setelah melalui
proses memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang lebih rendah hierarkinya, seluruh partisipan manusia kerdil dalam penelitian
ini telah mengaktualisasikan dirinya atau dalam kata lain mampu menegaskan eksistensinya, yang dibuktikan dalam bentuk: menjadi
seorang pemimpin desa, mampu menciptakan
karya tulis yang dimuat di berbagai media daring, mampu mencapai janjang pendidikan tinggi, menjadi seorang pendidik, serta aktif menggunakan
media sosial untuk terus mengedukasi masyarakat mengenai kondisi dwarfisme sekaligus menggaungkan pengembangan eksistensi mereka sehingga bisa diakui secara
luas oleh masyarakat.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa:
Faktor penyebab manusia kerdil yang utama adalah faktor
genetik yang terjadi akibat mutasi gen X yang diwariskan dari ibu ke anak.
Pengetahuan mengenai asal usul manusia
kerdil ini di trannsmisikan melalui kearifan lokal dalam bentuk legenda dari Padang Guci Kaur. Tingginya angka kondisi dwarfisme di Desa Palak
Siring dikarenakan migrasi penduduk carrier mutasi gen dwarfisme dari Padang Guci Kaur ke Palak Siring.
Eksistensi diri sebagai
wujud aktualisasi diri pada menurut hierarki kebutuhan Maslow dapat terwujud dengan memenuhi setiap tangga kebutuhan
dengan menerapkan proses
interpersonal communication. Pada puncak aktualisasi manusia kerdil di desa Palak Siring dibuktikan dengan berbagai macam bentuk esksistensi antara lain seperti menjadi seorang pemimpin desa, mampu menciptakan karya tulis yang dimuat di berbagai media daring, mampu mencapai janjang pendidikan tinggi, menjadi seorang pendidik, serta aktif menggunakan
media sosial untuk terus mengedukasi masyarakat mengenai kondisi dwarfisme sekaligus menggaungkan pengembangan eksistensi mereka sehingga bisa diakui secara
luas oleh masyarakat.
Bentuk interpersonal communication manusia
kerdil di Desa Palak Siring melalui
tahapan yang meliputi: keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Secara keseluruhan, manusia kerdil mampu melakukan
komunikasi dengan baik kepada khalayak.
Sehingga, antara komunikator dan komunikan bisa mendapatkan pesan yang dapat diterima dengan baik. Untuk melawan
stigma yang ada di tengah masyarakat, manusia kerdil juga mengaktualisasikan diri sehingga bisa
berproses, berinteraksi,
dan berbaur dengan masyarakat hingga kebaradaannya dapat diterima oleh khalayak.
BIBLIOGRAPHY
Chen, Y.-L., Chang, C.-C., Chen, Y.-M., Liu, T.-L.,
Hsiao, R. C., Chou, W.-J., & Yen, C.-F. (2021). Association between
affiliate stigma and depression and its moderators in caregivers of children
with attention-deficit/hyperactivity disorder. Journal of Affective
Disorders, 279, 59�65. https://doi.org/10.1016/j.jad.2020.09.121
Devito
Joseph, A. (2011). Komunikasi antar manusia. Tangerang Selatan: Kharisma
Publishing Group.
Feist,
J., Feist, G. J., & Roberts, T. A. (2006). Theories of Personality (6th
Editio). New York: McGraw-Hill.
Hidayat,
A., & Suranto, M. P. (2019). POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL MANUSIA
KERDIL PADA MASYARAKAT DI DESA PALAK SIRING KABUPATEN BENGKULU SELATAN.
Hoover-Fong,
J. E., Alade, A. Y., Hashmi, S. S., Hecht, J. T., Legare, J. M., Little, M. E.,
Liu, C., McGready, J., Modaff, P., & Pauli, R. M. (2021). Achondroplasia
Natural History Study (CLARITY): a multicenter retrospective cohort study of
achondroplasia in the United States. Genetics in Medicine, 23(8),
1498�1505. https://doi.org/10.1038/s41436-021-01165-2
Krems,
J. A., Kenrick, D. T., & Neel, R. (2017). Individual perceptions of
self-actualization: What functional motives are linked to fulfilling one�s full
potential? Personality and Social Psychology Bulletin, 43(9),
1337�1352. https://doi.org/10.1177/0146167217713191
Pauli,
R. M. (2019). Achondroplasia: a comprehensive clinical review. Orphanet
Journal of Rare Diseases, 14(1), 1�49.
https://doi.org/10.1186/s13023-018-0972-6
Pirol,
A. (2017). Komunikasi dan Dakwah Islam. Deepublish.
Purna,
P. A., & Pusposari, D. (2021). Kepribadian dan Aktualisasi Diri Unyil dalam
Petualangan Si Unyil. JoLLA: Journal of Language, Literature, and Arts, 1(2),
280�293.
Rahmawati,
J. L., & Pratisti, W. D. (2019). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan
Penerimaan Diri dengan Resiliensi pada Disabilitas. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Ruyani,
A., Karyadi, B., & Muslim, C. (2012). Biomedical and social aspects of
spondyloepiphyseal dysplasia tarda cases from Bengkulu District of Indonesia. International
Journal of Biomedical Science: IJBS, 8(4), 264.
Sugiyono,
P. D. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Sutopo. Bandung:
CV. Alfabeta.
Trani,
J.-F., Moodley, J., Anand, P., Graham, L., & Maw, M. T. T. (2020). Stigma
of persons with disabilities in South Africa: Uncovering pathways from
discrimination to depression and low self-esteem. Social Science &
Medicine, 265, 113449.
https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2020.113449
Venter,
E. (2019). Challenges for meaningful interpersonal communication in a digital
era. HTS: Theological Studies, 75(1), 1�6.
https://doi.org/10.4102/hts.v75i1.5339
Vishwakarma,
B. (2017). Right of Persons with Disabilities Act 2016 & Dwarfism.
Research.
Copyright holder: Arif Hidayat (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |