Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 9, September
2023
AKIBAT
WANPRESTASI YANG DILAKUKAN PENYEWA DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA LAHAN BANGUNAN
Mohammad Sahrir
Syarif, Yusuf M. Said, Gunawan Nachrawi
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
IBLAM
E-mail: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Hubungan sewa menyewa dengan perorangan sangatlah erat karena sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari disebabkan masyarakat tidak mampu hidup
tanpa bantuan dari pihak lain seperti menyewakan barang yang berada pada pihak lain. Sewa menyewa yang sering terjadi dalam masyarakat
yaitu sewa menyewa rumah atau
bangunan, baik untuk pihak perorangan
maupun kelompok. Dalam sewa menyewa rumah
tersebut, kebanyakan para pihak sering melakukan
kesalahan baik pihak pemilik rumah
maupun pihak penyewa rumah sehingga
menimbulkan perselisihan kedua belah pihak.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode yuridis normatif yaitu penelitian yang mengutamakan data kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder tersebut dapat berupa bahan
hukum primer,sekunder
maupun tersier. Penelitian ini meliputi penelitian mengenai Akibat Wanprestasi Yang Dilakukan Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa dan Pertimbangan Hakim
Dalam Putusan Nomor
217/PDT/2020/PT SBY. Berdasarkan hasil
penelitian, penulis menyimpulkan Bahwa dengan adanya perbuatan
wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa rumah, maka terhadap pihak
yang dirugikan mempunyai hak untuk mengambil
tindakan-tindakan akan pemenuhan prestasi yang telah diperjanjikan, suatu perjanjian memberikan dampak bila perjanjian tersebut tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka pihak
lainnya mempunyai hak untuk melakukan
upaya hukum atau tuntutan. Putusan hakim terhadap wanprestasi merupakan putusan untuk melaksanakan
hukum yaitu Suatu putusan yang kadang-kadang diberikan apabila ganti rugi
tidak akan menjadi upaya hukum
yang layak. Putusan ini adalah suatu
perintah pengadilan yang memerintahkan kepada pihak yang melanggar supaya melaksanakan janji-janjinya dengan ancaman hukuman karena melanggar keputusan pengadilan dan Perintah supaya tidak melanggar perjanjian yaitu Suatu putusan adalah
suatu perintah pengadilan yang ditujukan kepada seseorang supaya tidak melanggar
perjanjiannya.
Kata kunci: Perjanjian; Sewa Menyewa; Wanprestasi.
Abstract
The relationship between renting and individual is very
close because it often occurs in everyday life because people are unable to
live without help from other parties such as renting goods that are to other
parties. Rent that often occurs in the community is renting a house or
building, both for individuals and groups. In renting a house, most parties
often make mistakes both on the landlord and the tenant of the house, causing
disputes between both parties. The research method used is the normative juridical
method, namely research that prioritizes literature data, namely research on
secondary data. The secondary data can be primary, secondary or tertiary legal
material. This research includes research on the Effects of Default by Tenants
in Lease Agreements and Judges' Considerations in Decision Number
217/PDT/2020/PT SBY. Based on the results of the study, the author concludes
that with the act of default in the rental agreement, the aggrieved party has
the right to take actions to fulfill the performance that has been agreed, an
agreement has an impact if the agreement is not fulfilled by one party, then
the other party has the right to make legal remedies or claims. A judge's
judgment on default is a judgment to enforce the law, that is, a judgment that
is sometimes rendered when compensation will not be a viable legal remedy. This
judgment is a court order that orders the offending party to carry out his
promises with the threat of punishment for violating the court decision and an
Order not to violate the agreement, namely: A judgment is a court order
directed to a person not to violate his agreement.
Keywords: Covenant;
Lease; Default.
Pendahuluan
Eksistensi perjanjian
sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui
landasannya pada ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang.
Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Bentuk-bentuk perjanjian
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu secara tertulis
dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu
perjanjian yang dibuat oleh
para pihak dalam wujud lisan, cukup
dengan kesepakatan para pihak tanpa dituangkan
di dalam tulisan (Vijayantera,
2020). Perjanjian
yang dibuat secara lisan/atau tidak
tertulis tetap mengikat dan tidak menghilangkan perjanjiannya, baik hak dan kewajiban
dari pihak yang bersepakat.
Dalam realitas kehidupan manusia selain perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa juga merupakan bentuk perjanjian yang kerap dilakukan oleh manusia di dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya. Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam suatu perjanjian
yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani kewajiban (debitur) tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban
(wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan alasan tersebut antara lain yakni:
1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan
ataupun kelalaiannya, Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian (Satrio,
1999). Dikatakan
orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya dapat
menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan
tidak berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan
kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu terjadi.
2. Karena keadaan memaksa (overmacht/force majure), diluar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah, Keadaan memaksa adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya
prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa
bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui
atau tidak dapat diduga akan
terjadi pada waktu membuat perikatan (Muhammad, 1986).
Hubungan sewa menyewa dengan perorangan sangatlah erat karena sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari disebabkan masyarakat tidak mampu hidup
tanpa bantuan dari pihak lain seperti menyewakan barang yang berada pada pihak lain. Sewa menyewa yang sering terjadi dalam masyarakat
yaitu sewa menyewa rumah atau
bangunan, baik untuk pihak perorangan
maupun kelompok. Dalam sewa menyewa rumah
tersebut, kebanyakan para pihak sering melakukan
kesalahan baik pihak pemilik rumah
maupun pihak penyewa rumah sehingga
menimbulkan perselisihan kedua belah pihak.
Pada dasarnya suatu perjanjian akan berlangsung dengan baik jika para pihak yang melakukan perjanjian tersebut dilandasi oleh itikad baik (good faith), namun apabila salah satu pihak tidak beritikad
baik atau tidak melaksanakan kewajibannya maka akan timbul perbuatan
wanprestasi. Perjanjian
yang dibuat secara sah tidak boleh
dibatalkan oleh satu pihak saja. Suatu
perjanjian hanya dapat dibatalkan, bilamana ada persetujuan
dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu. Sebenarnya, lepas dari sanksi
hukum yang dikenakan terhadap pihak yang melakukan wanprestasi, maka dari segi
etika, seharusnya suatu perjanjian itu dilaksanakan dengan itikad baik.
Prinsip kebebasan
berkontrak (freedom of contract pinciple)
menurut Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa segala perjanjian
yang dibuat secara sah mengikat seperti
undang-undang bagi para pihak yang mengadakannya (asas pucta sunt servanda) (Suharnoko, 2015). Sedangkan
keabsahannya tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang intinya, terdapat kesepakatan para pihak dalam membuat
perjanjian, kecakapan bertindak secara hukum, adanya objek
perjanjian yang jelas, dan sebab yang halal berhubungan dengan isi perjanjian
itu sendiri dimana perjanjian tersebut dibuat dengan tujuan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan (Santoso,
2012). Serta dilaksanakan
dengan itikad baik (in good faith).
Perjanjian sewa menyewa pada umumnya merupakan suatu perjanjian konsensuil, artinya perjanjian yang telah dibuat oleh pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa
mengikat pada detik tercapainya kata sepakat mengenai unsur-unsur pokok yaitu barang/harga. Selain itu juga meliputi sifat tuntut menuntut dari masing-masing pihak yang terikat di dalamnya, dari pihak pemilik
tentu akan menuntut terpenuhinya persyaratan-persyaratan maupun kewajiban-kewajiban yang diajukan.
Menurut ketentuan
Pasal 1571 KUHPerdata, kontrak sewa dapat
dibuat secara lisan, tetapi karena
dibuat secara lisan atau berdasarkan
saling percaya, banyak efek buruk
yang mungkin terjadi di kemudian hari. Dalam kesimpulan perjanjian sewa, jika salah satu pihak gagal
untuk membuat perjanjian dengan benar atau jika
salah satu pihak gagal memenuhi kewajiban awalnya yang disepakati. Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa kenyataannya banyak mengalami persoalan, diantaranya yaitu: 1) Debitur / penyewa sama sekali
tidak berprestasi, 2) Debitur / penyewa sama sekali tidak
berprestasi, 3) Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya.
Menurut Pasal
1553 KUH Perdata, dalam sewa menyewa, resiko
mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang,
yaitu pihak yang menyewakan. Tentang apakah artinya risiko itu sudah
kita ketahui dari bagian umum
hukum perjanjian. Risiko adalah kewajiban
untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek dari suatu
perjanjian (Subekti, 2005).
Peraturan tentang
resiko dalam sewa menyewa tidak
begitu ditegaskan dalam Pasal 1553 KUH Perdata tersebut. Peraturan tentang risiko dalam sewa
menyewa dapat kita ambil dari
Pasal 1553 KUH Perdata secara menyimpulkan. Dalam Pasal tersebut disebutkan �apabila barang yang disewa itu musnah karena
suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, perjanjian sewa menyewa gugur
demi hukum�. Dari perkataan
gugur demi hukum ini, dapat disimpulkan,
bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat
menuntut sesuatu apa dari pihak
lawannya, yang berarti kerugian akibat musnahnya barang yang dipersewakan harus dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menyewakan.
Penyewa dikatakan
telah melakukan wanprestasi, apabila dia dalam melakukan
pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya/selayaknya. Akibat yang timbul dari wanprestasi
adalah keharusan atau kemestian bagi debitur (penyewa)
membayar ganti rugi (schadevergoeding). Atau dengan adanya wanprestasi
oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian (Harahap, 1982).�
Sebab dengan
tindakan penyewa dalam melaksanakan kewajiban tidak tepat waktu atau
tak layak, jelas merupakan pelanggaran hak pemilik/yang menyewakan. Setiap pelanggaran hak orang lain, berarti merupakan perbuatan melawan hukum atau
onrechtmatige daad. Seperti halnya yang terjadi pada perjanjian sewa menyewa yang telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor
217/PDT/2020/PT SBY.
Awalnya hubungan
sewa menyewa ini berlangsung dengan baik antara
Penggugat (penyewa) dengan Tergugat 1 dan Tergugat 2 (penyewa) bahwa berdasarkan hal tersebut diatas
terjadilah hubungan hukum antara Penggugat
dengan Penggugat I didasarkan oleh adanya Perjanjian Perpanjangan Sewa Menyewa yang ditandatangani pada tanggal 03 Juli 2018, dimana Penggugat telah menyewa objek sewa
tersebut diatas dari Tergugat I terhitung sejak tanggal 11 Mei 2019 s/d tanggal
11 Mei 2022 (selama 3 tahun)
dengan total harga obyek sewa yang telah diterima oleh Tergugat I adalah sebesar Rp. 95.000.000, - (sembilan
puluh juta rupiah) dengan perincian pembayaran sebesar Rp.
30.000.000, - (tiga puluh juta rupiah) untuk masa sewa sejak tanggal
11 Mei 2019 s/d tanggal 11 Mei 2020 dan sebesar Rp. 65.000.000, - (enam puluh lima juta rupiah) untuk masa sewa sejak tanggal 11 Mei 2020 s/d tanggal 11 Mei 2022, yang mana harga
sewa menyewa tersebut telah dibayar lunas oleh Penggugat.
Sehingga menurut
hukum patut untuk dinyatakan bahwa Penggugat adalah penyewa dan penghuni yang beritikad baik. Bahwa amun
pada tanggal 18 Mei 2019, Tergugat
II yang mengaku selaku pemilik obyek sewa
mengirimkan surat pernyataan kepada Penggugat yang isinya adalah meminta kepada Penggugat untuk menggabungkan objek sewa pada akhir bulan Juli 2019.
Hal tersebut membuat Penggugat kaget dan merasa sangat dirugikan, mengingat bahwa selama ditandatanganinya Perpanjangan Perjanjian Sewa antara Penggugat dan Tergugat I, pihak Tergugat II sama sekali tidak mempermasalahkannya,
namun mengapa secara tiba-tiba Tergugat II menyuruh dan meminta Penggugat untuk keluar dan mengosongkan objek sewa jauh sebelum
masa sewa yang telah ditandatangani antara PENGGUGAT
dan Tergugat I berakhir yakni pada tanggal 11 Mei 2022. sehingga terjadilah Wanprestasi dari pihak penyewa.
Berdasarkan uraian
di atas rumusan penelitian ini sebagi berikut; 1) Bagaimana Akibat Wanprestasi Yang Dilakukan Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa. 2) Bagaimana Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Nomor 217/PDT/2020/PT SBY?
Metode Penelitian
Metode penelitian berperan penting untuk mendapatkan data yang akurat dan terpercaya. Metode penelitian ini juga digunakan sebagai alat atau cara
untuk pedoman dalam melakukan penelitian. Jenis penelitian yang
dilakukan dalam penelitian hukum ini adalah dengan
menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengutamakan data kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder tersebut dapat berupa bahan
hukum primer, sekunder maupun tersier (Hanitijo, 2000). Penelitian ini
meliputi penelitian mengenai Akibat Wanprestasi Yang Dilakukan Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa dan Pertimbangan Hakim
Dalam Putusan Nomor
217/PDT/2020/PT SBY.
Hasil dan Pembahasan
A. Perjanjian Sewa Menyewa Dan Akibat Hukumnya
Perkembangan hubungan
atau perbuatan hukum yang dilakukan masyarakat semakin kompleks. Hal ini berimplikasi pada bentuk perjanjian yang diinginkan, karena suatu perjanjian
lahir disebabkan adanya perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan oleh beberapa pihak. Sehingga mulailah diperlukan alat bukti sebagai
alat pembuktian pada waktu yang akan datang apabila terjadi perselisihan yang tidak diinginkan.
Bentuk suatu perjanjian bisa dibagi menjadi 2 (dua), diantaranya berupa perjanjian dalam bentuk lisan dan tertulis. Kemudian perjanjian tertulis dibagi menjadi perjanjian dengan akta otentik dan akta di bawah tangan.
Perbedaannya yaitu perjanjian yang dibuat oleh dan dihadapan notaris disebut dengan akta otentik. Sedangkan
perjanjian yang cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi
hanya oleh para pihak yang memiliki kepentingan saja disebut perjanjian
di bawah tangan atau berupa akta
di bawah tangan (Tista,
2013).
Sebelum suatu perjanjian dibuat, para pihak perlu memperhatikan
hal-hal yang menyangkut catatan awal, resume pembicaraan awal, dan pokok-pokok yang telah dijajaki dan terdapat titik temu dalam
negosiasi (perundingan) pembuatan perjanjian awal sewa menyewa.
Mengingat pra penyusunan perjanjian merupakan landasan perjanjian final maka setiap kesepakatan ada baiknya dituangkan
dalam nota kesepahaman atau lazim disebut
Memorandum of Understanding (MoU).
Unsur-unsur yang tercantum
dalam perjanjian sewa menyewa adalah
Salim (2003): �a) Adanya pihak yang
menyewakan dan pihak yang menyewa; b) Adanya kesepakatan antara kedua belah
pihak; c) Adanya objek sewa menyewa; d) Adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk menyerahkan kenikmatan kepada pihak penyewa atas
suatu benda; e) Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan
uang sewa kepada pihak yang menyewakan.
Sebelum terjadinya
kesepakatan maka para pihak harus memenuhi
ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang terdiri dari 4 (empat) syarat yaitu
terdapat kesepakatan para pihak dalam membuat
perjanjian, kecakapan bertindak secara hukum, adanya objek
perjanjian yang jelas, dan sebab yang halal berhubungan dengan isi perjanjian
itu sendiri dimana perjanjian tersebut dibuat dengan tujuan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan (Santoso, 2012). Serta dilaksanakan
dengan itikad baik (in good faith) (Anshori, 2018).
Berdasarkan ketentuan
Pasal 1338 KUHPerdata, dalam perjanjian yang dibuat secara sah
mempunyai akibat hukumnya yaitu yang memenuhi syarat Pasal 1320 KUHPerdata:
Berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya para pihak harus menaati perjanjian
itu sama dengan menaati undang- undang. Jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, maka ia
dianggap sama dengan melanggar undang-undang, ada akibat hukum tertentu,
yaitu dapat dikenakan sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian, ia akan mendapatkan hukuman/sanksi seperti yang ditetapkan dalam undang-undang.
Perjanjian mempunyai
kekuatan mengikat dan memaksa. Dalam perkara perdata, hukuman bagi pihak yang melanggar perjanjian ditetapkan oleh hakim berdasarkan
undang-undang atas permintaan pihak lain yang dirugikan. Menurut undang-undang, pihak yang melanggar perjanjian diharuskan: 1) Membayar ganti kerugian (1243 KUHPerdata). 2 Perjanjian dapat diputuskan (1266 KUHPerdata). 3) Menanggung resiko (1237 KUHPerdata). 4) Membayar biaya perkara bila digugat
di pengadilan (181 ayat (1)
HIR).
Tidak dapat ditarik kembali
atau dibatalkan secara sepihak kecuali atas persetujuan
kedua belah pihak (jadi dijanjikan
lagi) atau karena alasan yang cukup menurut undang-undang,
maka perjanjian dapat ditarik kembali
atau dibatalkan secara sepihak.
Harus dilaksanakan dengan itikad baik. Artinya
pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma; 1)
Kepatutan (artinya kepantasan, kelayakan, kesesuaian, kecocokan). 2) Kesusilaan (artinya kesopanan, keadaban). Kepatutan dan kesusilaan itu sebagai nilai
yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan, dan beradab sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh
masing-masing pihak yang berjanji,
Jadi apa yang harus dipenuhi itu harus
sesuai dengan kepatutan kesusilaan.
B.
Dasar Hukum
Perjanjian Sewa Menyewa
Sewa-menyewa atau perjanjian
sewa-menyewa diatur pada pasal 1548 sampai dengan pasal 1600 KUHPerdata. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian sewa menyewa terdapat dalam pasal 1548 KUHPerdata yang menyebutkan sewa menyewa adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang,
selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.
Sewa menyewa
merupakan salah satu perjanjian timbal balik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sewa
berarti pemakaian sesuatu dengan membayar uang sewa dan menyewa berarti memakai dengan membayar uang sewa. Menurut Wiryono Projodikoro, sewa menyewa barang adalah suatu penyerahan
barang oleh pemilik kepada orang lain itu untuk memulai dan memungut hasil dari barang itu
dan dengan syarat pembayaran uang sewa oleh pemakai kepada pemilik (Prodjodikoro, 1964).
Unsur esensial
dari sewa menyewa adalah barang, harga dan waktu tertentu. Sebagaimana halnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa merupakan
perjanjian konsensualisme, dimana perjanjian terbentuk berasaskan kesepakatan antara para pihak, satu sama
lain saling mengikatkan diri. Hanya saja perbedaannya dengan jual beli adalah
obyek sewa menyewa tidak untuk
dimiliki penyewa, tetapi hanya untuk
dipakai atau dinikmati kegunaannya sehingga penyerahan barang dalam sewa
menyewa hanya bersifat menyerahkan kekuasaan atas barang yang disewa tersebut. Bukan penyerahan hak milik atas barang
tersebut.
Subjek dari perjanjian sewa menyewa adalah para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa yaitu
pihak yang menyewakan dan pihak penyewa (Praba
et al., 2020). Pihak
yang menyewakan adalah
orang atau badan hukum yang
menyewakan rumah kepada pihak penyewa,
sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa rumah dari
pihak yang menyewakan (Anugrah
et al., 2019). Soleman (2018) Mengemukakan,
pihak-pihak yang terlibat dalam Perjanjian sewa-menyewa adalah: a) Pihak Penyewa. b) Pihak Yang Menyewakan
Pihak penyewa
adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau benda
dari pihak yang menyewakan. Dengan demikian, subyek dalam perjanjian sewa menyewa meliputi
yang menyewakan/menyerahkan
baik itu pemilik barang atau tidak perlu
pemilik barang dalam artian seseorang
yang mempunyai hak menikmati hasil atas suatu barang
sudah �dapat� dengan persyaratan tertentu secara sah menyewakan barang tersebut. Di pihak yang lain, yaitu yang menerima serta menikmati barang yang disewa tersebut dengan memberikan imbalan/ harga sewa.
Sewa menyewa seperti halnya jual beli
dan perjanjian lainnya pada
umumnya adalah suatu perjanjian konsensualisme, artinya ia sudah dan mengikat
saat tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu barang dan jasa. Ini berarti jika apa yang dikehendaki
oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya dan mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, maka dapat
dikatakan bahwa perjanjian sewa menyewa telah terjadi.
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Sewa Menyewa
Hubungan hukum
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang direalisasikan dalam bentuk perjanjian tentulah menimbulkan ikatan yang berisikan hak dan kewajiban para pihak. Demikian pula yang terjadi di dalam perjanjian sewa menyewa rumah, di mana para pihak pemilik rumah
berkewajiban menyerahkan rumahnya dan sebaliknya penyewa berhak atas rumah yang disewa. Berdasarkan kenyataan tersebut, hak dan kewajiban penyewa terhadap pemberi sewa dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1.
Hak dan
Kewajiban Penyewa
Hak sewa
adalah hak yang timbul dari perjanjian
sewa menyewa untuk mempergunakan suatu benda atau
barang dengan membayar harga sewa. Dari hak sewa yang didapat, maka dalam perjanjian
sewa menyewa rumah dapat dilihat
hal: dari si penyewa yang pokok adalah berhak
atas barang yang disewa yang dalam hal ini adalah
rumah, serta berhak untuk menikmati
barang yang disewa dengan rasa aman dan tentram.
Perjanjian sewa menyewa yang timbul karena persetujuan kedua belah pihak
secara yuridis akan menimbulkan kewajiban bagi pihak penyewa yang terdiri dari dua kewajiban pokok sebagaimana diuraikan oleh Subekti, (1999), yaitu:
1) Memakai barang yang disewakan sebagai seorang �bapak rumah yang baik�, (artinya merawat seakan-akan itu barang kepunyaan sendiri), sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian
sewanya; 2) Membayar harga sewa kepada
waktu-waktu yang telah dicantumkan.
Kewajiban pihak penyewa, yaitu: 1) Di dalam menempati rumah yang disewanya tersebut, pihak penyewa harus bertindak
sebagai bapak rumah tangga yang baik, artinya pihak
penyewa diwajibkan untuk menempati rumah tersebut seakan-akan miliknya sendiri. 2) Membayar harga sewa pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa rumah.
3) Melakukan perbaikan-perbaikan
kecil, misalnya: melakukan perbaikan-perbaikan jendela kunci dalam,
kaca-kaca jendela dan sebagainya.
Bila dilihat dari kewajiban
pokok dari si penyewa, maka
lebih ditekankan pada kewajiban penyewa sebagai bapak rumah
yang baik yang harus bertanggung jawab atas penggunaan rumah, dan juga sesuai dengan kegunaan dari barang yang disewa, dengan sebaik mungkin dan tidak disalahgunakan dari tujuan sewa
sesuai yang dijelaskan dalam Pasal 1560 KUHPerdata, misalnya dalam suatu perjanjian
sewa menyewa rumah yang disepakati adalah untuk tempat
tinggal, maka rumah tersebut harus dipergunakan sebagai tempat tinggal dan tidak boleh digunakan untuk tujuan lain,
seperti tempat usaha dibuat gudang,
maupun lainnya diluar yang diperjanjikan.
Apabila pihak penyewa menggunakan rumah yang disewa untuk kepentingan lain diluar yang diperjanjikan, maka atas perbuatan
penyewa tersebut telah melanggar Pasal 1561 KUHPerdata yang menyatakan bahwa �Jika si penyewa memakai
barang yang disewa untuk suatu keperluan
lain dari yang menjadi tujuannya, atau untuk suatu keperluan
sedemikian rupa sehingga dapat menerbitkan suatu kerugian kepada pihak yang menyewakan, maka pihak ini,
menurut keadaan, dapat meminta pembatalan
atas sewanya� (Subekti & Tjitrosudibio, 1999).
Selain kewajiban-kewajiban yang telah dijelaskan, penyewa juga harus bertanggung jawab terhadap pemeliharaan rumah dan perbaikan atas kerusakan rumah sewa selama waktu
sewa berlangsung serta pembetulan- pembetulan kecil sebagaimana diatur dalam Pasal 1583 KUHPerdata yang menyatakan bahwa �Pembetulan-pembetulan kecil dan sehari-hari dipikul oleh si penyewa.�.
Apabila si penyewa tidak melaksanakan
atau tidak melakukan sepenuhnya kewajiban yang telah dibebankan maka tentulah dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik rumah
selaku pihak yang menyewakan dengan terjadinya hal tersebut pemilik rumah dapat secara
langsung memberikan teguran yang dilakukan tidak ada reaksi
dari penyewa, maka pemilik rumah
dapat melakukan upaya biasa dengan
meminta ganti rugi secara musyawarah
atau dengan upaya hukum melalui
pengadilan yaitu dengan meminta pembatalan perjanjian atau meminta ganti
rugi sebagai akibat dari kelalaian
dari penyewa.
Sedangkan mengenai
tempat pembayaran harga sewa ini
juga tergantung dari kesepakatan para pihak, apakah pembayaran dilakukan di tempat barang yang menjadi objek sewa, di tempat pemilik rumah itu sendiri,
sebagaimana termuat dalam Pasal 1393 KUHPerdata yaitu: �Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan, jika dalam persetujuan tidak menetapkan suatu tempat, maka
pembayaran mengenai suatu barang yang sudah ditentukan harus terjadi di tempat di mana barang itu berada sewaktu
perjanjian ini dibuat.
Di samping
kewajiban pokok dari penyewa yang telah diuraikan, hal-hal lain yang harus diperhatikan sebagai seorang penyewa adalah melengkapi rumah yang disewa dengan perabotan-perabotan rumah, tidak boleh
merubah bentuk atau konstruksi bangunan rumah yang disewa tanpa persetujuan
dari pemiliknya seperti yang tercantum dalam Pasal 1554 KUHPerdata bahwa: �Pihak yang menyewa
tidak diperkenankan selama waktu sewa
mengubah wujud maupun tatanan barang yang disewakan.
2.
Hak dan
Kewajiban Yang Menyewakan
Dalam perjanjian sewa menyewa rumah, maka yang menjadi hak dari pemilik
rumah atau yang menyewakan meliputi beberapa hal pokok
yang diantaranya adalah menerima pembayaran harga atas barang
yang disewakan, pembayaran
dan uang itu diterima sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak. Selain itu pemilik rumah berhak
untuk memberikan teguran-teguran yang ditujukan kepada pihak penyewa
sehubungan dengan keadaan kondisi rumah yang disewa.
Adapun kewajiban pemberi sewa menurut Pasal
1550 KUH Perdata adalah: 1)
Menyerahkan barang yang disewakan itu kepada
si penyewa: 2) Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu
dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud; 3) Memberikan si penyewa kenikmatan
yang tentram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan.
Kewajiban lainnya
yang harus dilaksanakan
oleh pemilik rumah selaku pihak yang menyewakan dapat dilihat dalam pasal
1551 KUHPerdata yaitu: �Pihak yang menyewakan diwajibkan menyewakan barang yang disewakan dalam keadaan terpelihara
segala-galanya. Pihak yang menyewakan harus selama waktu sewa
menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan pada barang
yang disewakan, yang perlu dilakukan, terkecuali pembetulan- pembetulan yang menjadi wajibnya si penyewa.
Dilihat dari Pasal 1551 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata, maka barang yang disewakan kondisinya dalam keadaan terpelihara dengan baik, hal
ini tidak menutup kemungkinan barang yang tidak terpelihara tidak boleh disewakan, hal ini bisa
saja terjadi apabila pihak penyewa
mengetahui keadaan itu dan sepakat akan hal itu.
Selanjutnya Pasal 1552 KUHPerdata menegaskan bahwa kewajiban dari pihak yang menyewakan yaitu: Harus menanggung si penyewa
terhadap semua cacat dari barang
yang disewakan, yang merintangi
pemakaian barang itu, biarpun pihak
yang menyewakan itu sendiri tidak mengetahuinya
pada waktu dibuatnya persetujuan sewa, jika cacat itu
telah mengakibatkan sesuatu kerugian bagi si penyewa,
maka kepadanya pihak yang menyewakan diwajibkan memberikan ganti rugi.
Cacat atau kerusakan yang terjadi merupakan penghalang dalam penggunaan suatu barang, misalnya rumah yang disewakan sewaktu tercapai kesepakatan tidak mengalami cacat atau kerusakan, akan tetapi setelah
beberapa lama berjalan waktu sewa baru
terjadi kerusakan pada rumah tersebut sehingga penyewa kurang dapat menggunakan
dengan baik dan kurang mendapatkan kenikmatan dari rumah itu sepenuhnya,
maka hal ini menjadi tanggung
jawab yang harus dipenuhi oleh pemilik rumah karena disebabkan
oleh adanya cacat tersembunyi.
Jika kerusakan itu terjadi
dikarenakan perbuatan dari penyewa itu
sendiri, maka hal ini merupakan
tanggung jawab si penyewa untuk
melakukan segala pembetulan-pembetulan dari kerusakan yang terjadi dengan biaya sendiri.
D. Upaya Hukum yang dilakukan Terhadap Penyewa yang Melakukan
Wanprestasi
Dalam perjanjian
sewa menyewa apabila pihak yang menyewakan atau pihak penyewa tidak
melakukan kewajiban
masing-masing maka dikatakan
ia melakukan wanprestasi, lalai atau ingkar janji.
Disebut juga wanprestasi apabila ia melanggar
perjanjian, bila ia melakukan atau
berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
Apabila dalam perjanjian sewa menyewa terjadi wanprestasi maka tentu saja pihak
yang menyewakan dan pihak penyewa akan mencari
cara penyelesaian sengketa.
Keinginan dalam penyelesaian sengketa wanprestasi sangat berpengaruh terhadap upaya-upaya yang akan dilakukan untuk menentukan cara-cara penyelesaian sengketa. Hal ini berkaitan dengan hasil putusan yang dapat dihasilkan dari masing-masing cara penyelesaian yang berbeda satu sama lain.
Dengan adanya
perbuatan wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa rumah,
maka terhadap pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk
mengambil tindakan-tindakan
akan pemenuhan prestasi yang telah diperjanjikan, suatu perjanjian memberikan dampak bila perjanjian
tersebut tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka pihak
lainnya mempunyai hak untuk melakukan
upaya hukum atau tuntutan.
Upaya hukum
yang dilakukan jika terjadi wanprestasi dalam suatu perjanjian,
ada beberapa macam sebagaimana yang diungkapkan oleh (Muhammad,
1986) sebagai
berikut: 1) Tuntutan atas suatu Quantum Meruit Suatu pihak melepaskan
perjanjian sebelum pihak lainya menyelesaikanya
kewajiban di pihaknya, tetapi pihak lain itu telah melakukan
usaha persiapan, pihak yang dirugikan mungkin telah menderita
atas suatu quantum meruit (jumlah yang menjadi haknya) untuk usaha
yang dilakukan. 2) Putusan untuk melaksanakan hukum Suatu putusan
yang kadang-kadang diberikan
apabila ganti rugi tidak akan
menjadi upaya hukum yang layak. Putusan ini adalah
suatu perintah pengadilan yang memerintahkan kepada pihak yang melanggar supaya melaksanakan janji-janjinya dengan ancaman hukuman karena melanggar keputusan pengadilan. 3) Perintah supaya tidak melanggar
perjanjian Suatu putusan adalah suatu perintah pengadilan yang ditujukan kepada seseorang supaya tidak melanggar
perjanjiannya.
Dengan adanya
pihak penyewa yang lalai atau wanprestasi
akan kewajibannya untuk melaksanakan pembayaran yang terjadi selama waktu sewa,
maka pihak pemilik rumah dapat
mengajukan pembatalan sewa atau meminta
ganti rugi atas hal yang dideritanya.
Karena telah ada perjanjian sewa-menyewa sebelumnya, maka jika salah satu pihak ingkar janji
(wanprestasi) dengan tidak memenuhi isi perjanjian, maka pihak yang ingkar (dalam hal
ini penyewa), dapat digugat secara
perdata atas dasar wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi �Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya
suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun
telah dinyatakan Lalai, tetap Nilai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Untuk wanprestasi,
upaya yang dapat dilakukan adalah mengajukan gugatan atas dasar wanprestasi.
Namun sebelumnya perlu diberikan somasi pada penyewa tersebut.Somasi diberikan sebagai peringatan bahwa dia lalai melakukan
prestasi/kewajibannya membayar uang sewa, dan untuk itu mengingatkan
yang bersangkutan untuk segera memenuhi prestasi atau kewajibannya
tersebut.
Apabila setelah
diberikan somasi ternyata pihak penyewa tetap tidak
memenuhi kewajibannya, maka sewaktu-waktu bisa mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri
yang wilayahnya meliputi tempat rumah itu
berada. Menurut Pasal 1267 KUHPerdata yang berbunyi �Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih
dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan
persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.�
Ada beberapa hal yang dapat digugat atau
dituntut dari pihak yang wanprestasi, yaitu: 1) Pemenuhan perikatan, artinya bisa menuntut agar penyewa membayar utangnya terhadap pemilik rumah dan mengembalikan rumah tersebut kepada pemiliknya; 2) Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian; 3) Ganti kerugian. Ganti kerugian terdiri dari tiga
unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga. Biaya adalah
segala pengeluaran yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak. Rugi adalah
kerugian karena kerusakan barang-barang milik kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur. 4) Pembatalan perjanjian. Dengan pembatalan perjanjian, kedua belah pihak
kembali pada keadaan semula sebelum perjanjian diadakan. Apabila suatu pihak
sudah menerima sesuatu dari pihak
yang lain, baik itu uang atau barang, harus
dikembalikan. 5)�� Pembatalan perjanjian dengan ganti kerugian.
Apabila salah satu
pihak wanprestasi, maka dalam hal
ini pihak yang dirugikan dapat mengambil tindakan-tindakan yang sesuai menurut hukum. Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian
sewa menyewa rumah antara pemilik
rumah dengan penyewa rumah, maka pihak yang dirugikan biasanya terlebih dahulu memberitahukan, menegur dan memperingatkan pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya.
Dari Pasal 1238 KUH Perdata dapat dikatakan lalai apabila seorang
penyewa sudah diperingatkan/ sudah dengan tegas ditagih
janjinya melalui suatu peringatan baik tertulis maupun
secara lisan asalkan cukup tegas
menyatakan desakan kepada pihak yang berhutang agar melakukan prestasinya dengan segera atau dalam
waktu yang singkat.
E.
Pertimbangan
Hakim Dalam Memutus Perkara Nomor 217/PDT/2020/PT SBY
Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian
sebelumnya. Sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila
perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau bertentangan dengan kesusilaan.
Pertimbangan Hakim Pengadilan
Tinggi Surabaya yang mengadili perkara
perdata dalam peradilan tingkat banding, menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara gugatan
antara Saiun, laki-laki, lahir di Nganjuk tanggal 30 Juni 1958, agama Islam, warga
negara Indonesia, pekerjaan buruh
peternakan, warga negara
Indonesia beralamat Jl. Raya Martopuro
No. 29, Desa Martopuro, Kecamatan
Purwosari, Kabupaten Pasuruan.
Sebagai Penggugat
dengan Tanto Harsono: laki-laki lahir di Pasuruan tanggal 2 Juli 1956
agama Islam, warga negara Indonesia, pekerjaan karyawan swasta, beralamat di Jl. Diponegoro 72 RT.02/RW.08 Kel. Kebonsari
Kec Panggungrejo Kota Pasuruan., Selanjutnya disebut sebagai Terbanding I sekaligus Terbanding II semula Tergugat I Konvensi / Tergugat I Rekonvensi; dan illy
Tantono: laki-laki lahir di
Surabaya tanggal 5 Januari 1941 agama Budha, warga negara Indonesia, pekerjaan
wiraswasta, beralamat di
Jl. Diponegoro 35 RT.004/RW.012 Kel. Kebonsari Kec Panggungrejo
Kota Pasuruan selanjutnya disebut sebagai Terbanding II sekaligus Pembanding II semula Tergugat II Konvensi / Penggugat Rekonvensi.
Penggugat adalah
penyewa yang beritikad baik atas sebidang
tanah dan bangunan rumah dengan luas
tanah seluas 3.980 M2, yang
berlokasi atau terletak di Desa Martopuro, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur) atau setempat dikenal
dengan Jalan Raya Martopuro
No. 29, Kecamatan Purwosari,
Kabupaten Pasuruan (Jawa
Timur), untuk selanjutnya disebut �Obyek Sewa�.
Bahwa, Tergugat
I adalah pihak yang menyewakan �obyek sewa� tersebut diatas kepada Penggugat
yang menurut keterangannya telah mendapatkan persetujuan dari Tergugat II selaku pemilik atas obyek
sewa a quo dalam melakukan tindakan hukum untuk menyewakan
obyek sewa tersebut kepada Penggugat, kemudian hal tersebut diatas
terjadilah hubungan hukum antara Penggugat
dengan Tergugat I didasarkan oleh adanya Perjanjian Perpanjangan Sewa Menyewa yang ditandatangani pada tanggal 03 Juli 2018, dimana Penggugat telah menyewa obyek sewa
tersebut diatas dari tergugat I terhitung sejak tanggal 11 Mei 2019 s/d tanggal
11 Mei 2022 (selama 3 tahun)
dengan total harga obyek sewa yang telah diterima oleh Tergugat I adalah sebesar Rp. 95.000.000, - (sembilan
puluh juta rupiah) dengan perincian pembayaran sebesar Rp.
30.000.000, - (tiga puluh juta rupiah) untuk masa sewa sejak tanggal
11 Mei 2019 s/d tanggal 11 Mei 2020 dan sebesar Rp. 65.000.000, - (enam puluh lima juta rupiah) untuk masa sewa sejak tanggal 11 Mei 2020 s/d tanggal 11 Mei 2022, yang mana harga
sewa menyewa tersebut telah dibayar lunas oleh Penggugat, sehingga menurut hukum patut
untuk dinyatakan bahwa Penggugat adalah penyewa dan penghuni yang beritikad baik.�
Namun pada tanggal
18 Mei 2019, Tergugat II yang mengaku
selaku pemilik obyek sewa mengirimkan
surat pernyataan kepada Penggugat yang isinya adalah meminta
kepada Penggugat untuk mengkosongkan objek sewa pada akhir bulan Juli 2019, hal tersebut membuat
Penggugat kaget dan merasa sangat dirugikan, mengingat bahwa selama ditandatanganinya Perpanjangan Perjanjian Sewa antara Penggugat dan Tergugat I, pihak Tergugat II sama sekali tidak mempermasalahkannya,
namun mengapa secara tiba-tiba Tergugat II menyuruh dan meminta Penggugat untuk keluar dan mengosongkan objek sewa jauh sebelum
masa sewa yang telah ditandatangani antara Penggugat dan Tergugat I berakhir yakni pada tanggal 11 Mei 2022.
Penggugat selaku
penyewa dan penghuni obyek sengketa menurut Pasal 1550 KUHPerdata seharusnya mendapatkan perlakuan dari Tergugat I dan Tergugat II untuk memberikan Penggugat suatu kenikmatan yang tentram tanpa adanya
gangguan dari obyek yang disewakannya selama berlangsungnya sewa.
Tergugat II selaku
pemilik tidak dapat menghentikan masa sewa yang telah disepakati antara Penggugat dan Tergugat I yang pengakuannya dan keterangannya telah mendapatkan kuasa secara lisan
untuk bertindak melakukan perjanjian sewa menyewa dengan
Penggugat, sebagaimana Perjanjian Perpanjangan Sewa Menyewa yang ditandatangani pada tanggal 03 Juli 2018, hal tersebut diatur dalam Pasal 1570 KUH Perdata yang menyebutkan �jika sewa dibuat
dengan tulisan, maka sewa itu berakhir
demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa
diperlukannya sesuatu pemberhentian untuk itu.
Atas� Majelis Hakim memutuskan Menerima permohonan banding dari Kuasa
Hukum Pembanding I sekaligus
Terbanding I semula Penggugat Konvensi/Tergugat II Rekonvensi dan Kuasa
Hukum Terbanding II sekaligus
Pembanding II semula Tergugat II Konvensi/Penggugat Rekonvensi dan Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 35/Pdt.G/2019/PN Bil, tanggal 13 Februari 2020 serta Menghukum Pembanding I sekaligus Terbanding I semula Penggugat Konvensi/ Tergugat II Rekonvensi untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp.
150.000, (seratus lima puluh
ribu rupiah)
Analisis Penulis
Terhadap Putusan Hakim Nomor 217/PDT/2020/PT SBY. Suatu perjanjian adalah peristiwa dimana seorang berjanji seorang lain atau dimana dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Suatu perjanjian
yang dilakukan oleh para pihak
harus dilakukan dengan adanya kata sepakat dan dibuktikan dengan suatu akta
yang dibuat dengan sesuai dengan hal-hal
yang diperjanjikan oleh para pihak.
Perjanjian sewa menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri kepada pihak
yang lainnya untuk memberikan kepadanya kenikmatan dari suatu benda selama
waktu tertentu dengan pembayaran harga tertentu yang disetujui oleh pihak lain itu.
Dalam perjanjian sewa menyewa, barang yang dapat dijadikan sebagai objek dari
persewaan itu yaitu segala jenis
benda baik benda bergerak maupun benda tidak
bergerak, barang atau benda dalam
perdagangan yang dapat ditentukan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Seperti halnya
yang pada perjanjian sewa menyewa yang telah diputuskan dalam Putusan Nomor 217/PDT/2020/PT SBY
penulis berpendapat bahwa majelis hakim mempertimbangkan permohonan
banding yang diajukan oleh Kuasa Hukum Pembanding I sekaligus Terbanding I semula Penggugat Konvensi/Tergugat II Rekonvensi dan Kuasa
Hukum Terbanding II sekaligus
Pembanding II semula Tergugat II Konvensi/Penggugat Rekonvensi.
Dalam hal
ini telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara serta
syarat lainnya yang ditentukan oleh Undang-undang, maka permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima, Kemudian� setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memeriksa dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara beserta turunan resmi Putusan Pengadilan
Negeri Bangil Nomor 35/Pdt.G/2019/PN Bil, tanggal 13 Februari 2020.
Memori Banding, dan bukti surat-surat, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa alasan-alasan dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama, sudah tepat dan benar serta sesuai
dengan Perundang-undangan sehingga karenanya diambil alih dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam memutus perkara
ini, di tingkat banding untuk memutuskan Menerima permohonan banding dari Kuasa Hukum Pembanding I sekaligus Terbanding I semula Penggugat Konvensi/Tergugat II Rekonvensi dan Kuasa Hukum Terbanding
II sekaligus Pembanding II semula Tergugat II Konvensi/Penggugat Rekonvensi dan Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 35/Pdt.G/2019/PN Bil, tanggal 13 Februari 2020 serta Menghukum Pembanding I sekaligus Terbanding I semula Penggugat Konvensi/ Tergugat II Rekonvensi untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar Rp. 150.000, (seratus
lima puluh ribu rupiah).
Kesimpulan
Bahwa dengan adanya
perbuatan wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa rumah,
maka terhadap pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk
mengambil tindakan-tindakan
akan pemenuhan prestasi yang telah diperjanjikan, suatu perjanjian memberikan dampak bila perjanjian
tersebut tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka pihak
lainnya mempunyai hak untuk melakukan
upaya hukum atau tuntutan.
Upaya hukum yang dilakukan jika terjadi wanprestasi dalam suatu perjanjian,
ada beberapa macam sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Kadir Muhammad sebagai
berikut Tuntutan atas suatu Quantum Meruit yaitu Suatu pihak
melepaskan perjanjian sebelum pihak lainya
menyelesaikanya kewajiban
di pihaknya, tetapi pihak lain itu telah melakukan usaha persiapan, pihak yang dirugikan mungkin telah menderita
atas suatu quantum meruit (jumlah yang menjadi haknya) untuk usaha
yang dilakukan, Putusan untuk melaksanakan hukum yaitu Suatu
putusan yang kadang-kadang diberikan apabila ganti rugi tidak
akan menjadi upaya hukum yang layak.
Putusan ini adalah
suatu perintah pengadilan yang memerintahkan kepada pihak yang melanggar supaya melaksanakan janji-janjinya dengan ancaman hukuman karena melanggar keputusan pengadilan dan Perintah supaya tidak melanggar
perjanjian yaitu Suatu putusan adalah
suatu perintah pengadilan yang ditujukan kepada seseorang supaya tidak melanggar
perjanjiannya.
Bahwa Pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya yang mengadili
perkara perdata dalam peradilan tingkat banding, menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara
gugatan nomor
217/PDT/2020/PT SBY permohonan banding yang diajukan oleh Kuasa Hukum Pembanding
I sekaligus Terbanding I semula Penggugat Konvensi/Tergugat II Rekonvensi dan Kuasa Hukum Terbanding
II sekaligus Pembanding II semula Tergugat II Konvensi/Penggugat Rekonvensi, telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara serta
syarat lainnya yang ditentukan oleh Undang - undang, maka permohonan
banding tersebut secara
formal dapat diterima;
BIBLIOGRAPHY
Anshori, A. G. (2018). Hukum perjanjian Islam di
Indonesia: konsep, regulasi, dan implementasi. Ugm Press.
Anugrah,
R. B., Septarina Budiwati, S. H., & MH, C. N. (2019). Tanggung Jawab
Hukum Para Pihak Dalam Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Antara
Perseorangan Dengan Badan Hukum. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hanitijo,
R. (2000). Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Harahap,
M. Y. (1982). Segi-segi hukum perjanjian. (No Title).
Hs,
S. (2003). Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Muhammad,
A. (1986). Hukum perjanjian. Alumni, Bandung.
Praba,
D. A. P. U., Adnyani, N. K. S., & Sudiatmaka, K. (2020). Perjanjian
Sewa-Menyewa Rumah Kos (Indekos) Bagi Para Pihak Terkait Perjanjian Lisan Di
Kota Singaraja. Ganesha Law Review, 2(2), 132�143.
Prodjodikoro,
W. (1964). Hukum perdata tentang persetudjuan2 tertentu. (No Title).
Santoso,
L. (2012). Hukum Perjanjian Kontrak. Cakrawala, Yogyakarta.
Satrio,
J. (1999). Hukum Perikatan. Bandung: Alumni.
Soleman,
C. (2018). Perjanjian Sewa Menyewa Sebagai Perjanjian Bernama Berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Lex Privatum, 6(5).
Subekti,
R. (2005). Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa, Cetakan Kesepuluh.
Subekti,
R., & Tjitrosudibio, R. (1999). Hukum Perdata.
Suharnoko,
S. H. (2015). Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus. Prenada Media.
Tista,
A. (2013). Tanggunggugat Notaris Selaku Pejabat Umum dalam Pembuatan Perjanjian
Kredit Perbankan. Al-Adl: Jurnal Hukum, 5(9).
Vijayantera,
I. W. A. (2020). Kajian Hukum Perdata Terhadap Penggunaan Perjanjian Tidak
Tertulis Dalam Kegiatan Bisnis. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(1),
115�125.
Copyright holder: Mohammad Sahrir
Syarif, Yusuf M. Said Gunawan Nachrawi
(2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |