Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

 

PENGARUH SOURCE CREDIBILITY DAN MESSAGE CREDIBILITY DI TIKTOK LIVE STREAMING TERHADAP IMPULSIVE BUYING BEHAVIOR

 

Putri Nila Rahmataini1*, Reza Safitri2, Bambang Dwi Prasetyo3

1*,2,3Program Studi S2 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Indonesia

Email: 1*[email protected], 2[email protected], 3[email protected]

 

Abstrak

Dalam era pesatnya perilaku pembelian impulsif melalui live streaming shopping, fenomena ini menjadi sorotan utama, terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi apa yang mendorong individu untuk terlibat dalam impulsive buying behavior saat menonton TikTok live streaming. Penelitian ini menggunakan Elaboration Likelihood Model (ELM) untuk menganalisis peran message credibility sebagai jalur sentral dan source credibility sebagai jalur periferal dalam membentuk perceived persuasiveness dan perilaku pembelian impulsif. Penelitian ini dianalisis menggunakan SEM-PLS dengan pendekatan berbasis jalur untuk menjelaskan karakteristik terkait dengan masing-masing rute. Hasil studi ini mengungkapkan bahwa kedua jalur persuasi, yaitu message credibility sebagai jalur sentral dan source credibility sebagai jalur periferal, memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk sikap individu. Namun, hanya jalur periferal yang memengaruhi secara signifikan perubahan perilaku dalam pembelian impulsif. Temuan ini tidak hanya memiliki dampak teoritis pada literatur tentang perdagangan streaming langsung dan ELM, tetapi juga memiliki implikasi praktis yang relevan bagi para profesional di industri perdagangan streaming langsung.

 

Kata kunci: Kredibilitas pesan; Kredibilitas sumber; Perilaku pembelian impulsif; Elaboration likelihood model (ELM); Perceived persuasiveness

 

Abstract

With the growing prevalence of impulsive buying behavior in live streaming shopping, this phenomenon has become a subject of study, particularly in Indonesia. This research aims to explore what drives people to engage in impulsive buying behavior on TikTok live streaming by analyzing the role of the Elaboration Likelihood Model (ELM), using message credibility as the central route and source credibility as the peripheral route in perceived persuasiveness and impulsive buying behavior. This study was analyzed using SEM-PLS path analysis with a path-based approach to explain the characteristics associated with each route. The study reveals that both persuasion routes, message credibility as the central route, and source credibility as the peripheral route, significantly contribute to the formation of attitudes. However, only the peripheral route significantly influences changes in impulsive buying behavior. These findings not only have theoretical implications for the literature on live streaming commerce and ELM but also have relevant managerial implications for practitioners in the live streaming commerce industry.

 

Keywords: Message credibility; Source credibility; Impulsive buying behavior; Elaboration Likelihood Model (ELM); Live streaming shopping; Perceived persuasiveness

 

Pendahuluan

Media sosial kini berfungsi sebagai sarana vital dalam pemasaran dan komunikasi lintas berbagai bidang, salah satunya karena kemampuan media sosial dalam mengizinkan individu berinteraksi dengan bebas serta memberikan beragam metode bagi para pemasar untuk berinteraksi dan menjangkau konsumen (Appel et al., 2020), serta berpengaruh dalam pengambilan keputusan di berbagai industri (Messner et al., 2019). Namun karena media sosial terus berubah, penting untuk memahami perannya dalam konteks perilaku konsumen dan pemasaran (Appel et al., 2020).

Dengan adanya penggunaan media sosial dalam kegiatan berbelanja secara daring, diperlukan strategi untuk menarik perhatian para pelanggan agar mampu bersaing (Macready, 2022). Jejaring sosial, terutama platform berbagi foto dan video, menarik untuk digunakan sebagai tempat yang efektif untuk iklan dan komunikasi merek�(Huang et al., 2018). TikTok saat ini menjadi salah satu platform media sosial yang populer dan diminati oleh berbagai kelompok usia (Lestarini, 2023), yang telah merevolusi media sosial sejak 2016 dengan beragam topik konten dan pengguna yang banyak (Tempo.co, 2023).

Lewat kemajuannya, kini aplikasi TikTok tak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, melainkan juga dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pemasaran digital baru yang inovatif (Tiktok for Business, 2022). Tiktok mengembangkan layanannya dengan meluncurkan fitur terbaru yang dikenal sebagai Tiktok Shop Live, sebagai cara baru yang ditawarkan Tiktok agar memungkinkan penggunanya untuk melakukan aktivitas berjualan sambil menjalin interaksi dengan pembeli melalui fitur live streaming (Tiktok Shop, 2022).

Live streaming shopping merupakan sebuah model baru dari social media�(Sun et al., 2019). Saat ini layanan live streaming di mana video disiarkan secara real time, telah diadopsi oleh banyak penjual individu kecil sebagai alat penjualan langsung untuk memberikan detail informasi produk kepada pelanggan dengan lebih lengkap �(Wongkitrungrueng & Assarut, 2020), dengan berbelanja lewat live streaming, pelanggan memiliki kemampuan untuk mengirimkan pertanyaan melalui layar mereka, yang kemudian dapat dijawab secara langsung oleh penyiar secara real-time�(Wongkitrungrueng & Assarut, 2020).

Live streaming muncul sebagai saluran pemasaran efektif didukung oleh teknologi baru dan disediakan melalui komputer pribadi dan perangkat ponsel pintar�(Chen & Lin, 2018), telah menjadi fenomena universal, yang perlu di eksplorasi secara mendalam (Satyavani & Chalam, 2018; Zhang & Shi, 2022), (Wu et al., 2020), hal ini juga akibat dari interaksi yang terjadi diantara live streamer dan konsumen, serta presentasi secara detail terkait sebuah produk yang dengan mudah memicu impulsive buying behavior �(Wongkitrungrueng & Assarut, 2020).

Impulsive buying behavior merupakan respon konsumsi yang didapatkan konsumen dari pengaruh internal, eksternal, atau situasional dan dimediasi oleh faktor emosi seperti komponen afektif dan kognitif�(Mothersbaugh et al., 2020). Impulse buying behavior dipengaruhi faktor seperti pengalaman optimal, serta keyakinan dalam mempercayai suatu hal (Wu et al., 2016), juga dipengaruhi motif utilitarian dan hedonic secara positif niat dalam pembelian online, ditemukan pula bahwa tiga dimensi kehadiran sosial (kehadiran platform live streaming, pemirsa, kegiatan live streaming) berpengaruh secara signifikan terhadap kepercayaan konsumen sehingga memicu perilaku pembelian impulsif konsumen (Wu et al., 2020).

Live streaming saat ini telah menjadi semakin umum, ini mengakibatkan muncul masalah baru yang mengganggu banyak streamer untuk menarik audience dan meningkatkan tingkat konversi (Guo et al., 2022). Streamer berperan sebagai penjual atau pemandu belanja �(Zhang et al., 2022), yang memiliki peranan penting dalam memengaruhi keberhasilan penjualan dalam kegiatan live streaming�(Liu et al., 2021). Terkait perihal tersebut, streamer berperan sebagai komunikator, perlu dipilih secara tepat karena berperan untuk mempengaruhi bagaimana pesan komunikasi diterima oleh penerima pesan�(Belch et al., 2020), serta karena keberhasilan live streaming commerce bergantung pada interaksi langsung antara streamer dan pelanggan dan keterlibatan pelanggan (Xue et al., 2020).

Guo et al. (2022) menyoroti bahwa karakteristik streamer merupakan faktor utama dalam mempengaruhi popularitas streamer, niat menonton, dan niat pembelian. Pemahaman terkait hal ini dikenal juga dengan source credibility (Kenski & Jamieson, 2017). Hal ini di dukung oleh Gass & Seiter (2018) yang mengungkapkan bahwa karakteristik komunikator berperan dalam proses persuasi, hal ini dilatar belakangi kemungkinan komunikator menganalisis dan beradaptasi kepada audiens ketika mencoba untuk menjadi persuasif. Credibility didefinisikan oleh Messner et al. (2019) sebagai seseorang yang mempercayai karakteristik mereka yang menyajikan pesan melalui saluran komunikasi, dan memahami pesan yang disampaikan (Kenski & Jamieson, 2017).

Hingga saat ini, beberapa peneliti telah memperhatikan karakteristik streamer dalam risetnya, Heo et al. (2020) mengeksplorasi hubungan antara atribut streamer (daya tarik, keahlian, dan kepercayaan) pada pembentukan modal sosial.� Xu et al. (2019) yang mendalami efek daya tarik streamer pada kondisi kognitif dan emosional konsumen dan tanggapan mereka selanjutnya. Serta Ismagilova et al. (2020) melakukan riset meta analisis yang menunjukan pengaruh karakteristik streamer pada behavioral intention dalam konteks e-WOM.

Perlu dilakukan eksplorasi lebih lanjut terkait operasionalisasi karakteristik streamer (Guo et al., 2022), hubungan antara sifat pribadi pada online impulse buying oleh konsumen juga perlu dieksplorasi �(Lo et al., 2016), serta faktor lain dari broadcaster/streamer seperti cara berkomunikasi dan pesona pribadi harus dimasukan pada penelitian lanjutan�(Hu et al., 2017). Dengan demikian, berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini ingin melakukan analisis lebih lanjut untuk meneliti bagaimana karakteristik streamer mempengaruhi impulsive buying behavior.

Hal lain yang membuat orang melakukan impulsive buying behavior adalah message credibility (Shamim & Islam, 2022). Karakteristik pesan adalah penilaian individu terhadap kebenaran isi komunikasi (Brosius et al., 2022). Dilanjutkan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Chen et al. (2019) yang menemukan bahwa kualitas dan kesamaan informasi sangat membantu dalam mempengaruhi sikap positif pembaca terhadap produk yang direkomendasikan, yang pada gilirannya mengarah pada impulsive buying dalam perdagangan yang dilakukan melalui wechat. Kemudian Shamim & Islam (2022) menemukan bahwa konten berkualitas tinggi dan informatif pada sebuah postingan di media sosial facebook dapat meningkatkan kepercayaan pembaca terhadap postingan influencer dan berakhir dengan impulsive buying.

Terdapat sedikit penelitian yang menganalisis pengaruh message credibility terhadap impulsive buying behavior melalui live streaming shopping. Dapat dilihat dari Foy et al. (2017) yang melakukan riset eksperimen untuk mengetahui pengaruh message credibility pada validitas informasi. Kim et al. (2022) juga melakukan riset terkait bagaimana message credibility dapat memediasi penyampaian pesan naratif pada green advertising. Jaeger & Weber (2020) melakukan riset terkait bagaimana message credibility yang dipengaruhi oleh green advertisement dapat memediasi self-versus, other-benefit dan sustainable consumption pada keinginan untuk membeli produk organik.

Pernyataan mendapatkan dukungan Shamim & Islam (2022) yang mengindikasikan bahwa penelitian di masa depan perlu memvalidasi efek gabungan dari sumber, pesan, dan kredibilitas media. Karena kredibilitas media telah diketahui mempengaruhi impulsive buying behavior (Shamim & Islam, 2022), penelitian ini ingin mempelajari dan menyoroti efek gabungan dari source credibility, dan message credibility pada impulsive buying behavior.

Sebagian besar penelitian tentang impulsive buying behavior diuji dalam konteks teori stimulus-respons (Akram et al., 2018; Xu et al., 2020; Ming et al., 2021; Lin et al., 2023), reasoned action approach (RAA) (Kimiagari & Malafe, 2021; Sun Y., 2020). Chen & Lin (2018) menggunakan signaling theory untuk mempelajari impulsive buying behavior dalam platform Wechat, dan memberikan saran bagi penelitian lanjutan untuk melakukan riset di platform yang berbeda seperti facebook, kemudian Shamim & Islam (2022) menggunakan signaling theory, juga menyarankan riset lanjutan untuk mendiskusikan topik ini pada platform lain.

Riset ini mempelajari respon perilaku dari source credibility, dan message credibility. Konsep perilaku terkait erat dengan persuasi, sehingga upaya persuasif yang berhasil akan menghasilkan beberapa jenis modifikasi kognitif, afektif, atau perilaku pada target (Stacks et al., 2019).

Gao et al. (2021) menggunakan elaboration likelihood model (ELM) untuk mengetahui bagaimana audiens live streaming menerima pesan persuasif untuk mengeksplorasi proses pengambilan keputusan, melalui dua rute berbeda, terdiri dari rute sentral (central route) dan periferal (peripheral route), penelitian ini menyarankan studi masa depan untuk mengkaji perubahan perilaku pada konteks streaming langsung. Zhu (2021) melakukan penelitian kualitatif menggunakan ELM dan menemukan bahwa faktor-faktor yang membuat live-streaming begitu sukses dalam e-commerce bergantung pada hubungan unik yang terjalin antara konsumen dan pedagang. ELM biasanya digunakan untuk menjelaskan mekanisme pemrosesan informasi pengguna di media sosial online (Gao et al., 2021). Maka, penelitian ini akan mengadopsi ELM untuk mempelajari impulsive buying behavior pada platform Tiktok live streaming shopping.

Elaboration likelihood model (ELM) merupakan deskripsi tentang bagaimana cara seseorang mengendalikan informasi mempengaruhi sikap atau perilaku mereka, perubahan dalam sikap atau perilaku pribadi didasarkan pada pemrosesan pesan melalui central route (rute sentral) dan peripheral route (rute periferal) (Petty & Cacioppo, 1986). Central route berarti individu memproses argumen yang berkaitan dengan pesan, sedangkan peripheral route berarti individu memproses isyarat informasi (Zhou et al., 2016).

Premis ELM menunjukan bahwa ketika kemungkinan elaborasi tinggi, pemrosesan informasi akan terjadi melalui central route dan ketika kemungkinan elaborasi rendah, pemrosesan terjadi melalui peripheral route (Petty R. et al., 1986), hal ini memungkinkan kita untuk memeriksa impulsive buying behavior dari perspektif pembuat keputusan konsumen. Serta sebagai pembuat keputusan, individu dapat mengikuti rute sentral seperti menimbang manfaat dan risiko dari pembelian yang dilakukan lewat pesan yang disampaikan oleh sumber, atau mengandalkan isyarat periferal seperti hubungan antara sumber informasi dan dirinya sendiri (Gao et al., 2021). Hal ini dibuktikan oleh penelitian oleh McAlister & Bargh (2016) yang meneliti kegunaan ELM untuk menjelaskan pemrosesan iklan pada anak-anak prasekolah, peserta dengan keterlibatan tinggi responsif terhadap argumen disajikan dalam iklan, sedangkan peserta dengan keterlibatan rendah tidak.

ELM disini memiliki dua dimensi yaitu message credibility dan source credibility. Message credibility mengacu pada bagaimana individu menilai kebenaran isi komunikasi (Appelman & Sundar, 2016). Dan source credibility mengacu pada kepercayaan individu pada sumber yang menyampaikan pesan (Sigler, 2017).

Shi et al. (2018) mengemukakan jika seseorang berpikir bahwa informasi yang diberikan relevan dengan perilaku target atau mereka memiliki keahlian yang tinggi, mereka akan cenderung menghabiskan upaya kognitif yang diperlukan untuk meneliti informasi yang disampaikan. Sebaliknya, jika seseorang merasa bahwa informasi tersebut tidak relevan atau mereka memiliki keahlian yang rendah, mereka mungkin mengandalkan beberapa isyarat periferal untuk mengubah sikap mereka. Maka audiens yang menilai kebenaran isi komunikasi dan memiliki keahlian yang tinggi akan mengubah sikap mereka melalui central route, sedangkan audiens yang percaya pada sumber dan memiliki keahlian yang rendah akan mengubah sikap mereka melalui peripheral route. Untuk melihat hal ini, dalam penelitian ini akan ditambahkan karakteristik demografis yang berbeda seperti usia, tingkat pendidikan, dan jumlah pendapatan.

Penting untuk mengukur efektivitas intervensi persuasif pada ELM (Thomas et al., 2019). Namun untuk mengukur persuasiveness yang sebenarnya sering kali sulit (O�Keefe, 2018). Penelitian sebelumnya terkait ELM menggunakan perceived persuasiveness sebagai variabel mediator untuk mengukur pengaruh persuasiveness (Williams & Smith, 2014; Johnson & Anderson, 2021; Setini, 2020; Smith & Johnson, 2020). Dengan demikian Menggunakan ELM, riset ini akan mempelajari bagaimana pengaruh live streamer dilihat dari source credibility sebagai peripheral route, and message credibility sebagai central route pada perceived persuasiveness dan impulsive buying behavior dimediasi.

Berdasarkan uraian diatas, riset ini mencoba mengisi gap riset yang ada untuk membuktikan bahwa: 1) source credibility and message credibility mempersuasi audience (perceived persuasiveness), dan membuat audience melakukan impulsive buying behavior. Hal ini diilustrasikan melalui kerangka konseptual sebagai berikut:

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode penelitian berbasis kuantitatif yaitu penelitian yang berkaitan erat dengan statistik atau angka yang memungkinkan peneliti untuk mendeskripsikan fenomena secara numerik, juga dapat membantu menentukan korelasi di antara dua variabel atau lebih (Stockemer, 2018). Selanjutnya penelitian ini akan dijelaskan menggunakan strategi statistik deskriptif untuk menjelaskan serta meringkas kondisi, situasi, serta beragam variabel yang timbul pada masyarakat yang dijadikan sebagai objek penelitian, serta untuk memungkinkan penelitian agar memusatkan diri pada suatu unit tertentu yang sangat mendalam yang dapat merujuk pada sasaran penelitian (Bungin, 2018), dan stastistik asosiatif untuk memahami hubungan yang mendasari mengapa suatu situasi atau kondisi tertentu dapat terjadi (Kriyantono, 2020).

Dalam penelitian ini populasi yang dipilih followers Natasha Surya di Tiktok. Hingga Juli 2023 jumlah followers Natasha Surya mencapai 1,7 juta (Surya, 2023). Karena jumlah populasi diketahui, penentuan total sampel yang akan digunakan untuk penelitian ini perhitungannya mengikuti rumus slovin, hal ini merujuk pada pemaparan Kriyantono (2020), dan dihasilkan sampel minimum sebanyak 95 orang. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode angket, penelitian ini akan mengumpulkan data pada bulan Juli 2023, dan disebarkan melalui survei online.

Analisis data yang digunakan dalam riset ini yaitu partial least squares structural equation modeling (PLS-SEM) menggunakan program komputer Smart PLS, dengan tiga tahap uji: 1) tahap inisiasi (penentuan model awal); 2) tahap estimasi (uji reliabilitas, validitas, kolinearitas model struktural, signifikansi dan relevansi hubungan model struktural, serta, kekuatan penjelasan model); dan 3) tahap finalisasi (pengujian hipotesis penelitian) (Hair et al., 2021).

 

Hasil dan Pembahasan

 

Tabel 1

Karakteristik Responden

Karakteristik

Kategori

Frekuensi

Persentase

Jenis Kelamin

Perempuan

89

0,94

Laki-laki

6

0,06

Usia

<20

4

4,21

20-25

22

23,15

26-30

46

48,42

>30

23

24,21

Domisili

Balikpapan

1

1,05

Bandung

16

16,84

Bekasi

4

4,21

Bengkulu

1

1,05

Jakarta

30

31,58

Malang

7

7,37

Pontianak

1

1,05

Semarang

1

1,05

Serang

2

2,11

Surabaya

17

17,89

Tangerang

7

7,37

Tangerang Selatan

3

3,16

Yogyakarta

5

5,26

Pendidikan

SMA

19

20

Diploma

3

3,16

S1

61

64,21

S2

12

12,63

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

6

6,32

Pegawai BUMN

12

12,63

Pegawai Negeri Sipil

3

3,16

Pegawai Swasta

46

48,42

Pelajar/Mahasiswa

13

13,68

Tenaga Ahli/Professional

1

1,05

Wiraswasta

14

14,74

Penghasilan

< Rp 4.500.000

17

17,89

Rp 4.500.000 - Rp 10.000.000

45

47,37

Rp 10.000.000 - Rp 20.000.000

22

23,16

> Rp 20.000.000

11

11,58

 

Pada tahap pertama analisis data, data akan distandarisasi, dan setiap bobot indikator ditetapkan pada pengelompokan nilai 1 (Hair et al., 2021), selanjutnya menggunakan software SmartPLS, persamaan model analisis digambarkan sebagai berikut:

 

Text Box:

Gambar 1

Persamaan Model Analisis

 

Selanjutnya pada tahap analisis data kedua, akan dilakukan pengujian outer moder dan inner model (Hair et al., 2021). Untuk uji outer model pertama indikator dinyatakan reliabel, jika loadings indikator melebihi angka 0.708 (Hair et al., 2021), sehingga peneliti melakukan pengujian validitas konvergen sebanyak 6 kali, dengan mengeliminiasi indikator yang memiliki nilai dibawah standard, sehingga dihasilkan nilai indikator loading yang sesuai yaitu diatas 0.708, dan di hasilkan model analisis akhir sebagai berikut:

 

Text Box:

Gambar 2

Model akhir hasil uji loading factor

 

Kemudian, mengacu pada Hair et al. (2021) dilanjutkan dengan melakukan pengujian reliabilitas dengan mengamati konsistensi internal, nilai reliabilitas diharapkan berada dalam rentang antara 0,70 hingga 0,90, sementara nilai di atas 0,90 dianggap memiliki masalah (Hair et al., 2021). Skor Konsistensi Reliabilitas Internal Impulsive Buying Behavior 0,786, Message Credibility 0,830, Source Credibility 0,842, Perceived Persuasiveness 0,773. Seluruh variabel menggambarkan bahwa skor reliabilitas komposit untuk semua variabel berada diantara 0,70 dan 0,90. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh variabel telah memenuhi kriteria reliabilitas yang ditetapkan.

Pengujian Validitas konvergen mencerminkan rata-rata dari nilai kuadrat loading indikator yang terkait dengan suatu konstruk, nilai AVE yang diterima harus berada di atas 0,5. (Hair et al., 2021). Skor Uji Validitas Konvergen Impulsive Buying Behavior 0,648, Message Credibility 0,710, Source Credibility 0,728, Perceived Persuasiveness 0,631. Semua nilai AVE dari indikator dalam riset ini telah melebihi angka 0.5. Oleh karena itu, hasil uji validitas konvergen ini memenuhi kriteria yang diperlukan dan dapat digunakan untuk melanjutkan tahapan analisis selanjutnya.

Tahap validitas diskriminan dengan melihat nilai korelasi heterotrait�monotrait ratio (HTMT) (Henseler et al. dalam Hair et al., 2021), jika nilai HTMT antara konstruk berada di bawah 0.90, maka dapat dianggap bahwa validitas diskriminan antara konstruk tersebut telah terpenuhi (Hair et al., 2021). Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa semua nilai HTMT untuk setiap indikator berada di bawah angka 0.90. Berdasarkan hasil ini, seluruh variabel yang telah dianalisis dalam penelitian ini memenuhi kriteria validitas diskriminan.

 

Tabel 2

Uji Validitas Diskriminan

 

Impulsive Buying Behavior

Message Credibillity

Perceived Persuasiveness

Source Credibility

Impulsive Buying Behavior

Message Credibillity

0,395

Perceived Persuasiveness

0,583

0,500

Source Credibility

0,291

0,720

0,757

 

Langkah berikutnya, dilakukan pengujian pemodelan struktural inner model untuk akan mengevaluasi signifikansi dan relevansi statistik melalui pengamatan terhadap bobot indikator lewat tiga tahap (Hair et al., 2021). Pertama model regresi struktural harus diperiksa potensi masalah kolinearitasnya, dengan melihat skor konstruk dari konstruk prediktor pada setiap regresi dalam model struktural digunakan untuk perhitungan nilai variance inflation factor (VIF), nilai VIF harus kurang 5 (Hair et al., 2021). Hasil tabel 3 mengindikasikan tidak adanya permasalahan kolinearitas yang signifikan antara prediktor-prediktor dalam model karena seluruh nilai VIF dibawah 5.

 

Tabel 3

Kolinearitas Model Struktural

 

Impulsive Buying Behavior

Message Credibillity

Perceived Persuasiveness

Source Credibility

Impulsive Buying Behavior

 

 

Message Credibillity

 

1,149

 

Perceived Persuasiveness

1,000

 

Source Credibility

 

1,149

 

�

Kedua, dilakukan evaluasi terhadap signifikansi dan relevansi dari koefisien jalur dalam model struktural untuk menentukan nilai t dari koefisien jalur, nilai path coefficient berkisar antara -1 dan +1, (Hair et al., 2021). Hasil uji signifikansi dan relevansi dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai koefisien jalur pada riset ini berada dalam rentang -1 dan +1.

Tabel 4

Uji Signifikasi dan Relevansi

 

Impulsive buying behavior

Message Credibillity

Perceived Persuasiveness

Source Credibility

Impulsive Buying Behavior

 

 

 

 

Message Credibillity

 

 

0,194

 

Perceived Persuasiveness

0,316

 

 

 

Source Credibility

 

 

0,334

 

 

Ketiga, pengujian koefisien determinasi (R2) konstruk endogen, ini mencerminkan variasi yang dapat dijelaskan oleh struktur endogen dalam model, nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1, semakin tinggi nilai R2 maka semakin besar variabilitas yang dapat dijelaskan oleh model. (Hair et al., 2021). Hasil pengujian koefisien determinasi pada tabel 5 memperlihatkan bahwa nilai R2 pada riset ini berada dalam rentang 0 hingga 1. Sehingga dapat dipahami bahwa koefisien determinasi dalam riset ini memiliki interpretasi yang dapat dijelaskan secara memadai.

 

Tabel 5

Uji Koefisien Determinasi

 

R Square

Impulsive buying behavior

0,100

Perceived persuasiveness

0,196

 

Pada tahap finalisasi, akan dilakukan pengujian hipotesis hasil penelitian serta efek mediasi. Metode yang digunakan untuk pengujian ini adalah uji bootstrapping (Hair et al., 2021). Dalam uji bootstrapping, pengujian signifikansi hipotesis dapat dilakukan melalui perhitungan t-values pada koefisien jalur (path coefficients), serta dengan menggunakan nilai critical values (p-values), indikator dinyatakan signifikan secara statistik pada taraf signifikansi 5% jika nilai t-value melebihi 1.96, serta nilai p-values kurang dari 0.05 (tingkat signifikansi 5%) (Hair et al., 2021). Nilai path coefficient yang berkisar pada -1 hingga +1 dapat memberikan gambaran tentang kekuatan hubungan antara variabel yang terlibat, nilai negatif mengindikasikan hubungan negatif yang kuat, sementara nilai positif mengindikasikan hubungan positif yang kuat (Hair et al., 2021).

Hasil uji statitik bootstrapping yang dilakukan menggunakan program SmartPLS menunjukan bahwa Hipotesis 1 yang menguji pengaruh message credibility (X1) terhadap perceived persuasiveness (M) memiliki nilai path coefficient sebesar 0.194, t-statistic sebesar 2.008, dan p-values sebesar 0.045. Dapat diketahui bahwa hipotesis ini berpengaruh signifikan. Nilai t-statistic yang lebih dari 1.96 (nilai kritis untuk taraf signifikansi 5%) dan nilai p-values yang tidak lebih dari 0.05 menunjukkan bahwa hipotesis ini dapat diterima.

Selain itu, berdasarkan nilai path coefficient yang positif (0.194), bisa dijelaskan bahwa ada hubungan positif yang kuat antara message credibility (X1) dan perceived persuasiveness (M). Ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kredibilitas pesan, semakin tinggi juga tingkat persuasiveness yang dirasakan oleh audiens. Oleh karena itu, hasil pengujian ini mendukung hipotesis 1 yang mengungkapkan bahwa message credibility berpengaruh positif serta signifikan pada perceived persuasiveness.

Selanjutnya Hipotesis 1a yang menguji pengaruh source credibility (X2) terhadap perceived persuasiveness (M) memiliki nilai path coefficient sebesar 0.334, t-statistic sebesar 3.094, dan p-values sebesar 0.002. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis 1a berpengaruh signifikan. Nilai t-statistic yang melebihi 1.96 dan nilai p-values yang tidak lebih dari 0.05 menunjukkan bahwa hipotesis ini signifikan dan dapat diterima.

Interpretasi lebih lanjut dari nilai path coefficient yang positif (0.334) memperlihatkan adanya hubungan positif yang kuat antara source credibility (X2) dan perceived persuasiveness (M). Artinya, semakin tinggi kredibilitas sumber, semakin besar pula pengaruhnya terhadap tingkat persuasiveness yang dirasakan audiens. Maka, hasil pengujian ini mendukung hipotesis 1a yang mengemukakan bahwa source credibility berpengaruh positif serta signifikan terhadap perceived persuasiveness.

Hipotesis 1c menguji pengaruh dari message credibility (X1) terhadap impulsive buying behavior (Y) yang dimediasi oleh perceived persuasiveness (M). Hasil analisis menunjukkan bahwa path coefficient dari hubungan ini memiliki nilai sebesar 0.061. Selanjutnya, nilai t-statistic sebesar 1.541 dan p-values sebesar 0.123 menggambarkan bahwa hipotesis tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Meskipun nilai path coefficient-nya positif, hal ini mengindikasikan bahwa perceived persuasiveness (M) tidak memainkan peran sebagai mediator antara hubungan message credibility (X1) dan impulsive buying behavior (Y).

Namun, hasil analisis juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara perceived persuasiveness (M), message credibility (X1), dan impulsive buying behavior (Y). Oleh karena itu, berdasarkan temuan ini, hipotesis 1 yang mengklaim adanya mediasi oleh perceived persuasiveness (M) dalam hubungan antara message credibility (X1) dan impulsive buying behavior (Y) tidak dapat diterima.

Hipotesis 1d menguji pengaruh dari source credibility (X2) terhadap impulsive buying behavior (Y) yang dimediasi oleh perceived persuasiveness (M). Dalam analisis ini, nilai path coefficient dari hubungan ini tercatat sebesar 0.105. Selanjutnya, t-statistic yang mencapai 2.275 dan p-values sebesar 0.023 menunjukkan bahwa hipotesis ini memiliki dampak yang signifikan. Lebih lanjut, nilai path coefficient yang positif memberikan gambaran bahwa perceived persuasiveness (M) berperan sebagai mediator dalam hubungan antara source credibility (X2) dan impulsive buying behavior (Y). Dengan temuan ini, hipotesis 1d dapat diterima, mendukung adanya peran mediasi perceived persuasiveness (M) dalam hubungan antara source credibility (X2) dan impulsive buying behavior (Y).

 

Pembahasan

Dalam konteks audiens yang mengikuti live streaming di platform TikTok, penelitian ini menunjukkan bahwa ketika audiens secara aktif fokus pada karakteristik pesan yang disampaikan dalam siaran langsung tersebut, mereka akan mengalami pengaruh. Temuan ini konsisten dengan teori Elaboration Likelihood Model (ELM) yang mencoba untuk menjelaskan peran dari jalur sentral dalam variabel yang menghasilkan perubahan sikap (Petty et al., 2015). Temuan ini juga sejalan dengan studi sebelumnya oleh Xu & Warkentin (2020), yang menekankan bahwa karakteristik pesan mampu memengaruhi perubahan sikap.

Dua temuan menarik yang dihasilkan dari penelitian ini. Pertama, penelitian menunjukkan bahwa semakin jelas pesan yang disampaikan oleh Natsoe dalam siaran TikTok langsung, semakin persuasif audiensnya. Temuan ini mendukung hasil studi Moradi & Zihagh (2022), yang menggarisbawahi bahwa jalur sentral dapat meningkatkan pengaruh secara signifikan. Selanjutnya, temuan kedua menunjukkan bahwa kelengkapan pesan yang disampaikan dalam siaran TikTok langsung oleh Natsoe berhubungan dengan pengaruh yang lebih besar terhadap audiens. Temuan ini mendapatkan dukungan dari studi McAlister & Bargh (2016), yang menggunakan ELM untuk menjelaskan bagaimana pesan dalam iklan diproses oleh individu dengan tingkat keterlibatan yang berbeda.

Hasil ini sejalan pula dengan pandangan Sigler (2017), yang mengusulkan bahwa jalur sentral digunakan untuk mengolah pesan persuasif yang memerlukan pemikiran mendalam ketika audiens secara aktif mempertimbangkan isi pesan. Studi sebelumnya telah menemukan bahwa faktor jalur sentral dalam ELM memiliki potensi dalam mempengaruhi individu (Williams & Smith, 2014; Johnson & Anderson, 2021; Setini, 2020; Smith & Johnson, 2020). Namun, belum ada penelitian yang secara eksplisit membuktikan bahwa kredibilitas pesan dalam siaran TikTok langsung dapat memengaruhi audiens. Karena itu, penelitian ini memberikan sumbangan baru dengan mengkonfirmasi bahwa kualitas pesan memiliki dampak pada individu yang memiliki kebutuhan informasi tinggi.

Selanjutnya temuan dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kredibilitas sumber dalam live streaming TikTok, semakin besar pengaruhnya terhadap audiens. Temuan ini sesuai dengan teori Elaboration Likelihood Model (ELM) yang mencoba menjelaskan peran spesifik melalui jalur periferal pada variabel dalam menghasilkan perubahan sikap (Petty et al., 2015).

Temuan menarik lain dapat dilihat dari daya tarik Natsoe dalam live streaming TikTok yangtidak memiliki dampak yang signifikan terhadap persuasivitas audiens. Hasil ini berlawanan dengan penemuan Lou & Yuan (2019) yang menyimpulkan bahwa daya tarik influencer dalam konten merek memiliki dampak positif terhadap kepercayaan pengikut mereka. Hasil ini juga berbeda dengan penelitian terbaru oleh Li et al. (2023) yang menunjukkan bahwa seorang live streamer dapat secara langsung memengaruhi perilaku konsumsi pengguna online, terutama dalam hal daya tarik.

Namun, hasil positif ditemukan dalam sub-variabel keahlian. Temuan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualifikasi seorang sumber, semakin besar pengaruhnya terhadap audiens. Hasil ini sesuai dengan pandangan O�Keefe (2013), yang menyatakan bahwa penerima pesan dapat mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan sederhana seperti keahlian komunikator, kesukaan, dan reaksi terhadap orang lain.

Selanjutnya, diketahui pula bahwa semakin terpercaya seorang sumber, semakin besar pengaruhnya terhadap audiens. Temuan ini sesuai dengan studi Chung & Cho (2017) yang menyimpulkan bahwa sumber yang terpercaya dapat menciptakan sikap yang efektif, dan kepercayaan yang dimiliki oleh seorang influencer berpengaruh pada keterlibatan konsumen (Berne-Manero & Marzo-Navarro, 2020). Hasil ini juga konsisten dengan riset terbaru oleh Ismagilova et al. (2020) yang menyatakan bahwa karakteristik pemberi informasi dapat mempengaruhi upaya persuasi.

Temuan dalam riset ini memperlihatkan bahwa, meskipun message credibility dan perceived persuasiveness menunjukan hubungan positif hal tersebut tidak mempengaruhi audiens dalam berperilaku pembelian impulsif (impulsive buying behavior). Temuan pada riset ini bertolak belakang dengan penelitian Thomas et al. (2019), yang menemukan bahwa selain pesan dapat mempengaruhi persuasiveness juga mempengaruhi perubahan perilaku.

Mengadopsi temuan terbaru Kumar et al. (2023) yang memaparkan bahwa perubahan sikap dapat mempengaruhi perubahan perilaku dalam hal ini intensi pembelian, temuan dalam penelitian ini menunjukan hal yang berbeda. Hasil dari penelitian ini juga memberikan persepsi baru bahwa central route tidak menjadi prediktor dominan, karena apabila didasarkan pada ELM, central route merupakan prediktor dominan (Moradi & Zihagh, 2022).

Selain itu hasil penelitian ini menunjukan bahwa melalui ELM ditemukan bahwa impulsive buying behavior tidak dipengaruhi oleh message credibility. �Sehingga temuan ini menolak temuan Jaeger & Weber (2020) yang mengemukakan bahwa message credibility dapat meningkatkan keinginan pembelian, serta temuan dari riset terbaru oleh Shamim & Islam (2022) mengemukakan hal yang membuat orang melakukan impulsive buying behavior adalah message credibility.

Temuan dalam riset ini memperlihatkan bahwa, source credibility dimediasi perceived persuasiveness mempengaruhi audiens dalam berperilaku pembelian impulsif (impulsive buying behavior). Temuan pada riset ini sesuai dengan temuan (Xu & Warkentin, 2020) bahwa source credibility berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku. Namun bertolak belakang dengan temuan dari riset terbaru oleh Kumar et al. (2023) yang menemukan bahwa sikap yang dibentuk melalui isyarat periperal diketahui tidak berpengaruh pada perubahan perilaku yang dirasakan dalam penelitian.

Selain itu apabila didasarkan pada ELM, merujuk pada riset terbaru Tsiotsou et al. (2022) central route merupakan prediktor dominan, sedangkan hasil dari penelitian ini memberikan persepsi baru bahwa peripheral route merupakan prediktor dominan.

Selanjutnya dikatakan bahwa dalam ELM, konsep kemungkinan elaborasi (elaboration likelihood) digunakan untuk menilai motif individu, yang didalamnya dikatakan bahwa konsumen yang berpendidikan tinggi akan cenderung meneliti informasi logis yang didapatkan melalui rute sentral dibandingkan melalui petunjuk periferal (peripheral cues) (Duverger dalam Moradi & Zihagh, 2022). Bila disandingkan dengan temuan dalam riset ini, dapat dilihat bahwa 80% audiens yang menjadi partisipan dalam riset memiliki pendidikan yang tinggi, temuan Duverger (dalam Moradi & Zihagh, 2022) bertolak belakang dengan hasil riset ini yang menunjukan bahwa perubahan perilaku dipengaruhi oleh peripheral route. Melalui hal ini dapat ditentukan pula bahwa audiens Tiktok live streaming Natsoe memproses informasi melalui periferal.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa melalui ELM ditemukan bahwa impulsive buying behavior dipengaruhi oleh source credibility. Sehingga temuan ini sesuai dengan temuan Zhou et al. (2016) yang mengemukakan bahwa peripheral cue yang persuasif di live streaming shopping membantu pemirsa untuk mengevaluasi produk dengan lebih baik dan membuat keputusan konsumsi yang lebih tepat. Serta temuan Chiu (2022) yang menemukan bahwa orang yang terpengaruh oleh cues pada rute periferal cenderung menunjukan sikap positif pada iklan dan memiliki perubahan perilaku dalam intensi pembelian lebih tinggi.

 

Kesimpulan

Secara keseluruhan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam konteks live streaming TikTok, impulsive buying behavior tidak dipengaruhi secara signifikan oleh message credibility atau perceived persuasiveness. Meskipun ada hubungan positif antara message credibility dan perceived persuasiveness, keduanya tidak memengaruhi audiens dalam perilaku pembelian impulsif. Sebaliknya, impulsive buying behavior lebih dipengaruhi oleh source credibility. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor kepercayaan terhadap sumber informasi dalam live streaming memiliki dampak yang lebih besar terhadap keputusan pembelian impulsif audiens daripada karakteristik pesan atau persuasiveness. Hal ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang memengaruhi impulsive buying behavior dalam konteks media sosial dan live streaming.

Temuan dalam riset ini menunjukan bahwa 80% audiens yang menjadi partisipan dalam riset memiliki pendidikan yang tinggi dan perubahan perilaku yang terjadi dipengaruhi oleh peripheral route. Hal ini bertolak belakang dengan temuan Duverger (dalam Moradi & Zihagh, 2022) yang menyampaikan bahwa konsumen yang berpendidikan tinggi akan cenderung meneliti informasi logis yang didapatkan melalui rute sentral (central route) dibandingkan melalui petunjuk periferal (peripheral routes). Hal ini dapat dijadikan sebagai peluang untuk penelitian di masa mendatang dalam mengembangkan isu ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Akram, U., Hui, P., Khan, M., Yan, C., & Akram, Z. (2018). Factors affecting online impulse buying: Evidence from Chinese social commerce environment. Sustainability. https://doi.org/https://doi.org/10.3390/su10020352

 

Appel, G., Grewal, L., Hadi, R., & Stephen, A. (2020). The future of social media in marketing. Journal of the Academy of Marketing science, 48(1), 79-95. https://doi.org/10.1007/s11747-019-00695-1

 

Appelman, A., & Sundar, S. (2016). Measuring message credibility: Construction and validation of an exclusive scale. Journalism & Mass Communication Quarterly, 93(1), 59-79. https://doi.org/10.1177/1077699015606057

 

Berne-Manero, C., & Marzo-Navarro, M. (2020). Exploring how influencer and relationship marketing serve corporate sustainability. Sustainability, 12(11), 4392. https://doi.org/10.3390/su12114392

 

Brosius, A., Hameleers, M., & van der Meer, T. (2022). Can we trust measures of trust? a comparison of results from open and closed questions. Quality & Quantity, 56, 2907�2924. https://doi.org/10.1177/1077699015606057

 

Chen, C.-C., & Lin, Y.-C. (2018). What drives live-stream usage intention? The perspectives of flow, entertainment, social interaction, and endorsement. Telematics and Informatics, 35(6), 293-303. https://doi.org/10.1016/j.tele.2017.12.003

 

Chen, Y., Lu, Y., Wang, B., & Pan, Z. (2019). How do product recommendations affect impulse buying? An empirical study on WeChat social commerce. Information & Management, 56(2), 236-248. https://doi.org/10.1016/j.im.2018.09.002

 

Chiu, Y.-P. (2022). An elaboration likelihood model of Facebook advertising effectiveness: Self-monitoring as a moderator. Journal of Electronic Commerce Research, 23(1), 33-44.

 

Chung, S., & Cho, H. (2017). Fostering parasocial relationships with celebrities on social media: Implications for celebrity endorsement. Psychology & Marketing 34.4 (2017):, 34(4), 481-495. https://doi.org/10.1002/mar.21001

 

Foy, J., LoCasto, P., Briner, S., & Dyar, S. (2017). Would a madman have been so wise as this?� The effects of source credibility and message credibility on validation. Memory & cognition, 45, 281-295. https://doi.org/10.3758/s13421-016-0656-1

 

Gao, X., Xu, X.-Y., Tayyab, S., & Li, Q. (2021). How the live streaming commerce viewers process the persuasive message: an ELM perspective and the moderating effect of mindfulness. Electronic Commerce Research and Applications, 49, 101087. https://doi.org/10.1016/j.elerap.2021.101087

 

Guo, Y., Zhang, K., & Wang, C. (2022). Way to success: understanding top streamer's popularity and influence from the perspective of source characteristics. Journal of Retailing and Consumer Services, 64, 102786. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2021.102786

 

Heo, J., Kim, Y., & Yan, J. (2020). Sustainability of live video streamer�s strategies: Live streaming video platform and audience�s social capital in South Korea. Sustainability, 12(5), 1969. https://doi.org/10.3390/su12051969

 

Huang, R., Ha, S., & Kim, S.-H. (2018). Narrative persuasion in social media: an empirical study of luxury brand advertising. Journal of Research in Interactive Marketing, 12(3). https://doi.org/doi/10.1108/JRIM-07-2017-0059

 

Ismagilova, E., Slade, E., Rana, N., & Dwivedi, Y. (2020). The effect of characteristics of source credibility on consumer behaviour: A meta-analysis. Journal of Retailing and Consumer Services, 53, 101736. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2019.01.005

 

Jaeger, A.-K., & Weber, A. (2020). Can you believe it? The effects of benefit type versus construal level on advertisement credibility and purchase intention for organic food. Journal of Cleaner Production, 257, 120543. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2020.120543

 

Johnson, M., & Anderson, L. (2021). The impact of electronic advertising on consumer behavior. Electronic Marketing Research, 15(4), 123-140. https://doi.org/10.1016/j.elerap.2021.101087

 

Kim, E., Shoenberger, H., Kwon, E., & Ratneshwar, S. (2022). A narrative approach for overcoming the message credibility problem in green advertising. Journal of Business Research, 147, 449-461. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2022.04.024

 

Kimiagari, S., & Malafe, N. (2021). The role of cognitive and affective responses in the relationship between internal and external stimuli on online impulse buying behavior. Journal of Retailing and Consumer Services, 61, 102567. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2021.102567

 

Kumar, S., Prakash, G., Gupta, B., & Cappiello, G. (2023). How e-WOM influences consumers' purchase intention towards private label brands on e-commerce platforms: Investigation through IAM (Information Adoption Model) and ELM (Elaboration Likelihood Model) Models. Technological Forecasting and Social Change, 187, 122199. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2022.122199

 

Li, L., Feng, Y., & Zhao, A. (2023). An interaction�immersion model in live streaming commerce: the moderating role of streamer attractiveness. Journal of Marketing Analytics, 1-16. https://doi.org/10.1057/s41270-023-00225-7

 

Lin, S.-C., Tseng, H.-T., Shirazi, F., Hajli, N., & Tsai, P.-T. (2023). Exploring factors influencing impulse buying in live streaming shopping: a stimulus-organism-response (SOR) perspective. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, 35(6), 1383-1403. https://doi.org/10.1108/APJML-12-2021-0903

 

Lo, L.-S., Lin, S.-W., & Hsu, L.-Y. (2016). Motivation for online impulse buying: A two-factor theory perspective. International Journal of Information , 36(5), 759-772. https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2016.04.012

 

Lou, C., & Yuan, S. (2019). Influencer marketing: How message value and credibility affect consumer trust of branded content on social media. Journal of interactive advertising, 19(1), 58-73. https://doi.org/10.1080/15252019.2018.1533501

 

McAlister, A., & Bargh, D. (2016). Dissuasion: The elaboration likelihood model and young children. Young Consumers, 17(3), 210-225. https://doi.org/10.1108/YC-02-2016-00580

 

Ming, J., Jianqiu, Z., Bilal, M., Akram, U., & Fan, M. (2021). How social presence influence impulse buying behavior in live streaming commerce? The role of SOR theory. International Journal of Web Informatic Systems, 300-320. https://doi.org/10.1108/IJWIS-02-2021-0012

 

Moradi, M., & Zihagh, F. (2022). A meta‐analysis of the elaboration likelihood model in the electronic word of mouth literature. International Journal of Consumer Studies, 46(5), 1900-1918. https://doi.org/10.1111/ijcs.12814

 

O�Keefe, D. (2018). Message pretesting using assessments of expected or perceived persuasiveness: Evidence about diagnosticity of relative actual persuasiveness. Journal of Communication, 68(1), 120-142. https://doi.org/10.1093/joc/jqx009

 

Ohanian, R. (1991). The impact of celebrity spokespersons' perceived image on consumers' intention to purchase. Journal of Advertising Research, 31(1), 46�54.

 

Petty, R., & Cacioppo, J. (1986). The elaboration likelihood model of persuasion. Springer New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4612-4964-1

 

Petty, R., Cacioppo, J., & Kasmer, J. (2015). The role of affect in the elaboration likelihood model of persuassion. Dalam L. Donohew, H. Sypher, & E. Higgins (Penyunt.), Communication, social cognition, and affect (PLE: emotion). Psychology Press.

 

Satyavani, M., & Chalam, G. V. (2018). Online impulse buying behaviour � a suggested approach. IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM), 77-83. https://doi.org/10.9790/487X-2008047783

 

Setini, M. (2020). Integrated social media marketing with elaboration likelihood model (ELM) in Bali, Indonesia. Journal of Marketing Research, 25(2), 78-92.

 

Shamim, K., & Islam, T. (2022). Digital influencer marketing: how message credibility and media credibility affect trust and impulsive buying. Journal of Global Scholars of Marketing Science, 32(4), 601-626. https://doi.org/10.1080/21639159.2022.2052342

 

Smith, A., & Johnson, P. (2020). Cybersecurity practices in small and medium-sized enterprises. Computers & Security, 85, 1-15. https://doi.org/10.1016/j.cose.2020.102009

 

Sun, Y. (2020). Analysis of impulsive buying behavior in live broadcast scenarios. Education Reform and Development, 2(2). https://doi.org/10.26689/erd.v2i2.2135

 

Sun, Y., Shao, X., Li, X., Guo, Y., & Ni, K. (2019). How live streaming influences purchase intentions in social commerce: An IT affordance perspective. Electronic Commerce Research and Applications. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.elerap.2019.100886.

 

Surya, N. (2023). Tiktok: Natasha Surya. Retrieved from Tiktok: https://www.tiktok.com/@natasha.surya

 

Tempo.co. (2023, Maret 14). Mengenal Tiktok affiliate dan cara daftarnya. Retrieved from Tempo Website: https://tekno.tempo.co/read/1702541/mengenal-tiktok-affiliate-dan-cara-daftarnya

 

Thomas, R., Masthoff, J., & Oren, N. (2019). Can i influence you? development of a scale to measure perceived persuasiveness and two studies showing the use of the scale. Frontiers in Artificial Intelligence, 2, 24. https://doi.org/10.3389/frai.2019.00024

 

Tiktok for Business. (2022). TikTok works: how entertainment on TikTok improves efficiency for brands. Retrieved from Tiktok For Business Web Site: https://www.tiktok.com/business/en-SG/blog/tiktok-works-how-entertainment-improves-efficiency-for-brands?redirected=1

 

Tiktok Shop. (2022). Why Tiktok shop. Retrieved from Tiktok Website: https://shop.tiktok.com/business/id?source_page=TT4B

 

Tsiotsou, R., Koles, B., Paul, J., & Loureiro, S. (2022). Theory generation from literature reviews: A methodological guidance. International Journal of Consumer Studies, 46(5), 1505-1516. https://doi.org/10.1111/ijcs.12861

 

Williams, K., & Smith, J. (2014). Exploring the effects of social media on interpersonal communication. Journal of Communication Studies, 21(3), 45-62. https://doi.org/10.1080/15332861.2014.910729

 

Wongkitrungrueng, A., & Assarut, N. (2020). The role of live streaming in building consumer trust and engagement with social commerce sellers. Journal of Business Research, 543-556. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.08.032.

 

Wu, I.-L., Chen, K.-W., & Chiu, M.-L. (2016). Defining key drivers of online impulse purchasing: A perspective of both impulse shoppers and system users. International Journal of Information Management, 284-296. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2015.11.015.

 

Wu, I.-L., Chiu, M.-L., & Chen, K.-W. (2020). Defining the determinants of online impulse buying through a shopping process of integrating perceived risk, expectation-confirmation model, and flow theory issues. International Journal of Information Management. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2020.102099

 

Xu, F., & Warkentin, M. (2020). Integrating elaboration likelihood model and herd theory in information security message persuasiveness. Computers & Security, 98, 102009. https://doi.org/10.1016/j.cose.2020.102009

 

Xu, X., Wu, J.-H., Chang, Y.-T., & Li, Q. (2019). The investigation of hedonic consumption, impulsive consumption and social sharing in e-commerce live-streaming videos. PACIS 2019 Proceedings, 43. Retrieved from https://aisel.aisnet.org/pacis2019/43

 

Xue, J., Liang, X., Xie, T., & Wang, H. (2020). See now, act now: How to interact with customers to enhance social commerce engagement? Information & Management, 57(6), 103324. https://doi.org/10.1016/j.im.2020.103324

 

Zhang, M., & Shi, G. (2022). Consumers� impulsive buying behavior in online shopping based on the influence of social presence. Computational Intelligence and Neuroscience, 2022, 8. https://doi.org/10.1155/2022/6794729

 

Zhou, T., Lu, Y., & Wang, B. (2016). Examining online consumers� initial trust building from an elaboration likelihood model perspective. Information Systems Frontiers, 18, 265-275. https://doi.org/10.1007/s10796-014-9530-5

 

Zhu, J. (2021). How live-streaming has been utilized to function on the market of e-commerce in recent China. 2021 International Conference on Public Relations and Social Sciences (ICPRSS 2021), 533-536. https://doi.org/https://doi.org/10.2991/assehr.k.211020.212

 

Copyright holder:

Putri Nila Rahmataini, Reza Safitri, Bambang Dwi Prasetyo (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: