Syntax Literate: JurnalIlmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.9, September
2023
PENGARUH
SISTEM PERPAJAKAN, TARIF PAJAK, KEADILAN PAJAK DAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP
ETIKA PENGGELAPAN PAJAK
Cindi Faujia
Putri, Mumun Maemunah, Carolyn Lukita
Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Buana Perjuangan
E-mail: [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan bertujuan
agar menganalisis pengaruh sistem perpajakan, tarif pajak, keadilan
pajak serta pemeriksaan pajak terhadap etika penggelapan pajak. Pengumpulan data dimanfaatkan dengan menggunakan kuisioner. Sampel pada studi ini ialah wajib
pajak yang tercantum pada
KPP Pratama Karawang dengan
total sampel 100 responden wajib pajak. Analisis
data yang dimanfaatkan ialah
metode pengujian hipotesis dengan memanfaatkan pemodelan Struktural equation modeling (SEM) dengan dukungan perangkat lunak SmartPLS versi 3.0. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem perpajakan
serta tarif pajak tidak berpengaruh
terhadap etika penggelapan pajak akan tetapi keadilan
pajak dan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwasannya penerapan keadilan pajak yang kian tinggi serta pemeriksaan
pajak yang lebih ketat terbukti berdampak dalam meminimalisir tingkat penggelapan pajak. Kian tinggi tingkat keadilan pajak serta juga pemeriksaan pajak yang semakin ketat, maka tingkat
penggelapan pajak pun dapat diminimalisir.
Kata Kunci: Sistem Perpajakan, Tarif Pajak, Keadilan Pajak, Pemeriksaan Pajak, Penggelapan Pajak.
Abstract
This study
was carried out with the aim of analyzing the influence of the tax system, tax
rates, tax justice and tax audits on the ethics of tax evasion. Data collection
was utilized using questionnaires. The sample in this study is taxpayers listed
at KPP PratamaKarawang with a total sample of 100
taxpayer respondents. The data analysis used is the hypothesis testing method
using Structural Equation Modeling (SEM) with the support of SmartPLS version 3.0 software. The research results show
that the tax system and tax rates do not influence the ethics of tax evasion,
but tax justice and tax audits influence the ethics of tax evasion. Based on
the results of this research, it was found that the increasing implementation
of tax fairness and increasingly stringent tax audits have proven to have an
impact in reducing the level of tax evasion. The higher the level of tax
justice and the stricter tax audits, the level of tax evasion can be minimized
Keywords: Tax System, Tax Rates, Tax Justice, Tax Audit, Tax Evasion
Pendahuluan
����������� Indonesia sebagai negara berkembang, memerlukan anggaran yang cukup besar untuk menanggung pembangunan nasional, anggaran tersebut bersumber dari berbagai asal pemasukan negara, salah satunya ialah pajak. Pandangan undang-undang nomor 7 tahun 2021� terkait ketetapan umum serta tata cara perpajakan, pajak yakni partisipasi wajib yang wajib dikeluarkan kepada negara oleh individu atau badan usaha yang diatur oleh Undang-undang, tanpa menerima kompensasi langsung serta dimanfaatkan untuk kepentingan negara guna mencapai kemakmuran masyarakat (Sari et al., 2021). Oleh karena itu pajak dipungut dari warga negara Indonesia serta mampunyai kewajiban yang mampu dipaksakan penagihannya.
����������� Etika penggelapan pajak adalah konsep yang menyangkut pertimbangan moral atau etis terkait dengan tindakan menghindari atau menggelapkan pembayaran pajak yang seharusnya dilakukan oleh individu atau entitas hukum. Etika serta perilaku seseorang dapat mempengaruhi kencenderungan� individu agar memenuhi kewajiban menyetorkan pajak atau justru bersikap negatif dengan menjalankan tindakan kecurangan pajak (putri, et al 2020). Dalam penerapan nya mengetahui bahwa tidak terdapat ketidakadilan atau penyalahgunaan dalam sistem perpajakan serta perilaku negatif yang di lakukan oleh para pemimpin, dengan melakukan penyalahgunaan anggaran pajak bagi kepentingan pribadi atau kelompok, dapat memicu persepsi wajib pajak terhadap etika dan kepatuhan dalam membayar pajak. Ketidaksesuaian atau tidak sistematisnya sistem perpajakan yang ditentukan serta terdapat aturan perpajakan yang dianggap hanya melahirkan profit satu pihak serta mendatangkan kerugian dari pihak lain nya yang menimbulkan ketidakpercayaan wajib pajak terhadap pengelolaan dana pajak yang mereka bayarkan sehingga menimbulkan persepsi bahwa perilaku tersebut etis untuk dijalankan (Ervana, 2019).
����������� Maraknya kasus tentang penggelapan pajak dan banyaknya asumsi tentang pajak yang negatif mengakibatnya munculnya pandangan masyarakat bahwasannya penggelapan pajak ialah perbuatan yang baik untuk dilakukan. Terdapat beberapa kasus yang melibatkan wajib pajak badan ataupun individu yang berkaitan dengan penggelapan pajak. beberapa kasus penggelapan pajak diantaranya sebagai berikut:
Tabel 1 Kasus Penggelapan pajak
Tahun |
Kasus |
2023 |
Hartanto Sutardja, seorang
pengusaha yang sengaja tidak memberikan faktur pajak informasi atas transaksi pembelanjaan serta transaksi pemberian barang kena pajak atau
penjualan atas nama PT PAZIA RETAILINDO milik
Hartanto Sutardja. Terbukti secara
sah serta meyakini bersalah ikut bersama dalam tindak pidana perpajakan secara berlanjut. Atas perbuatan yang dilakukan tersebut maka tersangka divonis dua tahun penjara dan denda Rp. 2,9 milyar |
2023 |
Kasus penggelapan
pajak UPT Samsat Pangururan melibatkan empat anggota Satlantas Polres Samosir, almarhum Bripka AS dan seorang pejabat kehormatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Aksi tersebut dilakukan sejak tahun 2018 dan menimbulkan kerugian hingga Rp 2,5 miliar. Bripka AS dan honor Bapenda menipu warga dengan memberikan dokumen pembayaran pajak yang terlihat asli, padahal dokumen tersebut palsu. |
2022 |
Tindak pidana pajak staf Kanwil
DJP Jawa Timur I menunjukkan berkas
perkara tindak pidana perpajakan saat serah terima
berkas dari tersangka ke kejaksaan surabaya. Kedua tersangka merupakan direktur dua perseroan pengadaan barang serta jasa. Ronald Ferdinand ialah direktur PT Ramando Putra, yang
kedua ialah Teguh Setiabudi Direktur PT Budi Karya Mandiri. Kedua perseroan terkait dipastikan sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai
Rp 5,54 miliar yang dipungut
sejak 2011 hingga 2012. Rinciannya, PT RP merugikan penerimaan negara sebesar
Rp.3,9 miliar sedangkan PT
BKM merugikan negara sebanyak
Rp.1,64 miliar. |
2019 |
Direktur Jambi Jaya Makmur (JJM) perusahaan yang bergerak di pengadaan solar nonsubsidi, divonis 4 tahun penjara oleh Jaksa. Tersangka melakukan penggelapan pajak dengan menyampaikan SPT Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) secara berkala
ke kantor tersebut serta mempublikasikan faktur pajak yang bukan berdasarkan transaksi yang sesungguhnya. Hal ini dilakukan sejak Oktober 2013 hingga juni 2015. Akibat perbuatannya, menimbulkan kerugian negara sekitar Rp.3,1 miliar |
2018 |
Albertus Irwan
Tjahjadi Oedi, Direktur
CV HASRAT dengan sengaja memberikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan
yang tidak benar,serta
tidak memberikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai PPN bulan juni, juli, oktober dan november 2001 yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp.10,68
miliar. |
����������� Beragam kasus yang terdapat pada tabel 1 menyampaikan yakni kasus penggelapan pajak masih terjadi hingga saat ini, Ramainya kasus penggelapan pajak di masyarakat dapat mengakibatkan kerugian negara. Tindakan penggelapan pajak sering terjadi tidak hanya dikalangan petugas pajak, begitupun Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) serta Wajib Pajak Badan karena terdapat keinginan agar meminimalkan beban pajaknya (Hurriyah, 2018).
Dilihat dari contoh diatas ada banyak cara yang bisa dijalankan wajib pajak agar mengurangi biaya yang wajib mereka bayarkan kepada pemerintah. Salah satu penyebab banyak masyarakat tidak melakukan pembayaran pajak salah satunya didasari oleh maraknya kasus penggelapan pajak. Oleh karena itu, wajib pajak mampu mempunyai pandangan bahwasannya penggelapan pajak adalah perilaku yang beretika. Oleh karena itu permasalahan tersebut perlu dikaji kembali oleh para peneliti dengan tujuan mencari solusi untuk mengurangi jumlah penggelapan pajak yang terjadi setiap tahunnya.
����������� Penggelapan pajak ialah suatu upaya atau strategi agar mengurangi atau bahkan menghilangkan beban pajak dengan cara melanggar hukum undang-undang yang ada di indonesia, aksi penggelapan pajak bisa diamati dari beberapa tanda yang menunjukan bahwa wajib pajak tidak memberitahukan harta yang seharusnya, menyetor beban pajak terutang yang tidak selaras dengan yang sudah dibebankan, serta yang kian parah yakni tidak menyampaikan SPT.
Hal ini terjadi karena pandangan masyarakat dan pemerintah mengenai pajak berbeda, salah satu penyebab perbedaan persepsi tersebut adalah kurangnya informasi mengenai pengeluaran uang pajak yang di terima oleh pemerintah pada setiap tahun nya. Karena tidak adanya kejelasan dan transparansi mengenai penggunaan uang tersebut memicu masyarakat enggan untuk menyetorkan pajak. Penggelapan pajak juga menjadi dampak tidak teraihnya target penerimaan pajak yang telah di tetapkan. pada dasarnya wajib pajak cenderung menghindari atau membayar pajak sekecil mungkin karena menganggap akan mengurangi penghasilan mereka (Ervana, 2019). Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa penggelapan pajak ialah perilaku ilegal dan melanggar peraturan perpajakan.
����������� Salah satu faktor penyebab terjadinya penggelapan pajak ialah pemahaman mengenai sistem pajak. Di indonesia, struktur perpajakan yang ditentukan ialah self assesment system, dimana pada sistem ini terdapat elemen kepercayaan terhadap wajib pajak agar menjumlahkan, melaporkan serta membayar pajak selaras dengan kaidah perpajakan yang berlaku. Wajib pajak diberikan tanggung jawab dan kewenangannya sendiri. Dengan demikian,� penerapan self assesment system memberikan peluang bagi wajib pajak untuk melakukan manipulasi terhadap jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan, sehingga sistem ini banyak disalahgunakan oleh wajib pajak yang enggan mematuhi aturan perpajakan, dengan demikian hal itu tentu saja bisa mengakibatkan tindakan penggelapan pajak (Sari et al., 2021).
Sistem perpajakan menjadi acuan bagi wajib pajak dalam mencukupi kewajiban pajak mereka, kian baik sistem perpajakan tersebut maka wajib pajak akan kian taat dalam mencukupi kewajiban pajak yang dimiliki. Hasil penelitian (Yuni Dasa Ningsih, 2020) menyatakan bahwasannya sistem pajak berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Peneltian ini sejalan dengan penelitian yang di kemukakan oleh (Sari et al., 2021) menyatakan bahwa sistem pajak berpengaruh pada pandangan wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.
����������� Tarif pajak ialah faktor penting lainnya yang menjadi salah satu alasan minimnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Tarif pajak ialah persentase yang dimanfaatkan untuk menentukan total pajak yang harus ditanggungkan kepada wajib pajak. Penetapan tarif ini harus didasarkan pada prinsip keadilan, dimana pemungutan pajak diwajibkan adil dan merata.
Dengan demikian pajak harus dikenakan kepada wajib pajak secara proporsional sesuai dengan kemampuan mereka untuk membayar serta sejalan dengan manfaat yang mereka terima (Sari et al., 2021). Dinaikkannya tarif pajak oleh pemerintah dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi faktanya terjadi sebaliknya. Tingginya tarif pajak malah menyebabkan peningkatan tindakan penggelapan pajak. Akibatnya, pendapatan yang semestinya masuk ke kas negara menjadi berkurang. Dari penelitian yang di lakukan oleh (Yuni dasa ningsih.,2020) diketahui bahwasannya tarif pajak berpengaruh relevan pada etika penggelapan pajak.
����������� Keadilan dalam perpajakan juga memiliki dampak pada wajib pajak untuk menjalankan perilaku penggelapan pajak. Seseorang akan berkeinginan melaksanakan penggelapan pajak apabila mereka merasa bahwa tidak ada keadilan dalam perpajakan. Wajib pajak menganggap pajak adil jika besarnya pajak yang harus mereka bayarkan sebanding dengan kesanggupan mereka untuk membayar bersama keuntungan yang dapat mereka terima. Dengan demikian, wajib pajak akan berpendapat bahwa biaya pajak yang mereka tanggung seimbang dengan keuntungan yang mereka terima. Akan tetapi, jika sistem pajak dianggap tidak adil, maka tingkat kepatuhan akan menurun.
Dampaknya, kecondongan perilaku penghindaran pajak ataupun penggelapan pajak akan meningkat, serta perilaku tersebut akan dianggap etis atau wajar dijalankan, meskipun sebenarnya tindakan tersebut melanggar ketetapan yang ada (Monica & Arisman, 2018). Menurut beragam studi yang sudah dijalankan oleh (Ervana, 2019) serta (Anmelia et al , 2022) menjalankan penelitian hasilnya yakni memperoleh bahwa keadilan mempunyai pengaruh positif pada pandangan wajib pajak terkait etika penggelapan pajak. Namun pada penelitian lain yang dijalankan oleh (Monica & Arisman, 2018) menyampaikan hasil bahwasannya keadilan tidak berdampak pada pandangan wajib pajak terkait etika penggelapan pajak.
����������� Salah satu proses agar meminimalisir penggelapan pajak harus dilakukan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan merupakan komponen penting dalam menentukan kebenaran dan keakuratan laporan yang disampaikan oleh wajib pajak (Ervana, 2019). Minimnya kegiatan pemeriksaan pada wajib pajak mampu menciptakan celah bagi mereka untuk memanipulasi data atau bahkan menghindari pelaporan pajak sepenuhnya (Maharani et al., 2021). oleh karena itu pemerintah perlu meningkatkan kegiatan pemeriksaan pajak secara rutin dan teratur, semakin sering dilakukan pemeriksaan pajak, akan menjadi dampak positif terhadap etika wajib pajak terkait manipulasi pajak. hal ini selaras dengan penelitian (Maharani et al., 2021) yang menunjukan yakni pemeriksaan pajak berdampak positif terhadap persepsi wajib pajak terkait etika penggelapan pajak. Namun tidak searah dengan penelitian (Ervana, 2019) yang menyebutkan bahwasannya pemeriksaan pajak tidak berdampak pada pandangan wajib pajak terkait etika penggelapan pajak.
����������� Acuan peneliti pada penelitian ini adalah penelitian yang dijalankan oleh (Yuni Dasa Ningsih, 2020), peneliti menggunakan variabel yang sama yakni sistem pajak, keadilan pajak serta tarif pajak selanjutnya perbedaan pada penelitian ini peneliti menggunakan variabel pemeriksaan pajak. Berikutnya penelitian yang dilakukan (Safitri, 2022) peneliti memasukan variabel yang sama yakni sistem pajak, keadilan pajak sedangkan perbedaan penelitian ini peneliti menambahkan variabel yaitu keadilan pajak dan pemeriksaan pajak. Selanjutnya peneliti menggunakan acuan dari (Ervana, 2019) dengan persamaan variabel pemeriksaan pajak, keadilan pajak serta tarif pajak, sedangkan perbedaan dari penelitian ini yaitu peneliti memanfaatkan variabel sistem pajak.
����������� Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dipicu oleh maraknya kasus penggelapan pajak baik oleh wajib pajak maupun pihak
fiskus. Dalam menjalankan sebuah pemerintahan pajak menjadi salah satu penompang yang berperan penting untuk membantu negara, tetapi banyak masyarakat
indonesia yang melakukan penggelapan pajak dengan berbagai alasan. oleh sebab itu peneliti tertarik
menjalankan penelitian dengan judul �Pengaruh Sistem perpajakan, Tarif Pajak, Keadilan pajak, dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Etika Penggelapan Pajak�
Theory of Planned Behaviour
����������� Ajzen (1991) menyampaikan bahwasannya Theory of Planned Behavior (TPB) ialah pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA). Teori perilaku terencana (TPB) memiliki variabel kontrol perilaku yang tidak dimiliki oleh teori tindakan beralasan (TRA). Variabel kontrol perilaku berarti bukan seluruh tindakan yang dijalankan oleh seorang individu berada di bawah kendali individu terkait. Teori perilaku terencana menyampaikan yakni niat berperilaku individu ditentukan oleh tiga faktor utama: sikap, norma subjektif, serta kontrol perilaku yang dipersepsikan.
����������� Dalam
kaitannya dengan etika penggelapan pajak, sikap terhadap
penggelapan pajak akan terbentuk atau menjadi wajar
ketika wajib pajak memiliki keyakinan serta evaluasi yang memihak atau positif terhadap
penggelapan pajak.
����������� Kerangka
pemikiran dalam penelitian ini menjabarkan hubungan antara
variabel independen dan dependen. penelitian menetapkan Sistem Perpajakan,
Tarif Pajak, Keadilan Pajak dan
Pemeriksaan Pajak selaku
variabel independen, selanjutnya untuk variabel dependen
yakni
Etika Penggelapan Pajak. berlandaskan penjabaran
diatas, kerangka konseptual pada penelitian
ini yakni:
�Persepsi
Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan
Pajak� (Y) Sistem Perpajakan (X1) Tarif Pajak
(X2) Keadilan Pajak (X3) Pemeriksaan Pajak (X4)
Gambar1 Kerangka
Pemikiran
Hipotesis
Pengaruh Sistem Perajakan Terhadap Etika Penggelapan Pajak
����������� Pada dasarnya sistem perpajakan ialah mengenai tinggi minimnya tarif pajak, mekanisme pajak, serta kewajiban untuk menyetorkan pajak juga diperlukan demi membiayai pengelolaan negara pada upaya pembangunan. Sistem pajak yang ditentukan di Indonesia yakni self assesment system, sistem ini terdapat elemen kepercayaan terhadap wajib pajak agar menjumlahkan, melaporkan serta membayar pajak selaras dengan peraturan perpajakan yang ada. Bersama hal itu, wajib pajak diberikan tanggung jawab dan kewenangan sedangkan fiskus (pemerintahan) hanya mengawasi.� Dengan menggunakan sistem ini, diharapkan bahwa pelaksanaan administrasi perpajakan dilakukan dengan lebih teratur, terkontrol, sederhana serta mampu dengan gampang diyakini oleh wajib pajak.
����������� Relevansi nya antara sistem perpajakan dengan teori perilaku terencana adalah setiap wajib pajak memiliki cara pandang yang berbeda-beda terhadap kontrol perilaku sistem pajaknya, jika penerapan self assesment system semakin baik maka akan dihasilkan pajak yang optimal serta membenahi kontrol perilaku terkait pandangan wajib pajak supaya berpikir bahwa penggelapan pajak tidak etis dan menyetorkan kewajiban nya. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya manipulasi pajak akan semakin berkurang dan sebaliknya, jika sistem perpajakan kurang baik, maka wajib pajak akan beranggapan bahwa kecurangan seperti penggelapan pajak akan semakin meningkat (Natasya & Gunawan, 2022)
����������� Hasil penelitian (Yuni Dasa Ningsih, 2020) menyatakan bahwa sistem pajak berdampak pada persepsi wajib pajak terkait etika penggelapan pajak. Studu ini searah dengan studi yang di sampaikan oleh (Sari et al., 2021) menyampaikan yakni sistem pajak berdampak pada pandangan wajib pajak terkait etika penggelapan pajak.
Berlandaskan uraian diatas mampu diringkas yakni hipotesis pertama pada penelitian ini yaitu:
H1: Sistem pajak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak
Pengaruh Tarif Pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak
����������� Tarif pajak merupakan persentase dari kewajiban pajak yang wajib dibayar oleh wajib ajak sebagai
bagian dari kewajiban mereka sebagai warga negara. Ketika pemerintah menerapkan tarif pajak yang terlalu tinggi, maka memungkinkan wajib pajak untuk
menjalankan aksi manipulasi pajak. Pajak dianggap suatu beban yang mampu menyusuti pendapatan wajib pajak. Ketika ada peluang untuk
menghindari atau menggelapkan pajak, wajib pajak mungkin
akan memanfaatkannya.
Alasan wajib
pajak menjalankan manipulasi pajak serta penghindaran pajak oleh wajib pajak bisa melibatkan
beberapa faktor, seperti kemampuan finansial yang terbatas, kurangnya moralitas terhadap pajak, biaya kewajiban pajak yang tinggi, sistem perpajakan yang tidak efisien, dan kurangnya transfaransi dalam mengungkapkan tindakan penggelapan pajak baik dari
pihak wajib pajak serta pihak
fiskus. Salah satu faktor yang dapat mengurangi moralitas terhadap pajak ialah penentuan tarif pajak yang sangat tinggi sehingga hal itu dapat
membebani wajib pajak.
����������� Relevansi nya tarif
pajak dengan Theory of
Planned Behavior adalah
tarif pajak yang tinggi bisa berdampak
pada sifat individu terhadap kewajiban pajak. Jika tarif pajak di anggap adil dan wajar, individu cenderung meiliki sikap yang positif terhadap pembayaran pajak. Namun sebaliknya jika tarif pajak
di anggap tidak adil atau terlalu
tinggi maka sikap individu akan menjadi negatif
terhadap pembayaran pajak.
����������� Berdasarkan studi yang telah dijalankan oleh (Yuni Dasa Ningsih, 2020) yang menyampaikan bahwasannya tarif pajak berdampak positif pada tindakan manipulasi pajak yang maknanya kian tinggi tarif pajak mampu menaikan penggelapan pajak, hal ini searah bersama studi yang dijalankan oleh (Anmelia et al, 2022) menyampaikan bahwasannya tarif pajak berdampak pada etika terkait manipulasi pajak. Berlandaskan uraian diatas peneliti menyimpulkan hipotesis:
H2: Tarif
pajak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak
Pengaruh Keadilan pajak terhadap etika Penggelapan Pajak �
����������� Keadilan adalah suatu perilaku yang mampu memicu persepsi
wajib pajak terkait etika dalam
manipulasi pajak. Penggelapan pajak dikatakan sebagai suatu hal yang memiliki aspek wajar oleh sebagian individu karena adanya ketidakadilan dalam penggunaan dana pajak, kasus korupsi
yang melibatkan pemerintah,
dan kurangnya keyakinan bahwa pajak yang mereka bayar memberikan
manfaat langsung kepada mereka. Penelitian sebelumnya juga telah menunjukan bahwa variabel keadilan mempengaruhi bagaimana penggelapan pajak dipersepsikan dalam berbagai dimensi.
����������� Relevansi nya keadilan
dengan Theory of Planned Behavior ialah bahwasannya pada teori terkait, diperoleh perbedaan dalam persepsi norma subjektif wajib pajak individu terkait etika penggelapan
pajak yang dipengaruhi oleh
berbagai situasi. Oleh karena itu, penting
bagi masyarakat memiliki persepsi individu terhadap tekanan sosial yang mereka rasakan terkait etika penggelapan
pajak. Bagi Wajib Pajak tindakan
yang adil untuk memenuhi kewajiban perpajakan sangat penting. tindakan yang adil yang didapatkan oleh Wajib Pajak dapat
menjadi dukungan bagi mereka agar memenuhi kewajiban perpajakannya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin rendah
keadilan yang didapatkan kepada seorang wajib pajak dalam
pengenaan serta pemungutan pajak maka kemungkinan persepsi etis wajib
pajak individu untuk menjalankan penggelapan pajak semakin tinggi.
����������� Studi yang dijalankan oleh (Sari et al., 2021) serta studi yang dijalankan (Natasya & Gunawan, 2022) mempunyai hasil keadilan berdampak positif pada tindakan manipulasi pajak. Yang berarti kian adilnya sistem perpajakan, maka semakin rendah kemungkinan wajib pajak untuk menjalankan penggelapan pajak.
Dilihat dari uraian
diatas maka peneliti menurunkan hipotesis:
H3: Keadilan pajak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak
Pengaruh
pemeriksaan pajak terhadap etika penggelapan pajak
����������� Pemeriksaan perpajakan ialah rangkaian aktivitas yang bertujuan agar mencari, menyusun, memproses data serta informasi lainnya guna menguji ketaatan wajib pajak atau perusahaan terhadap kewajiban perpajakan serta agar tujuan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya pemeriksaan pajak otoritas pajak dapat mengidentifikasi potensi pelanggaran atau ketidakpatuhan dalam pelaporan dan pembayaran pajak, bersama ini menciptakan rasa tanggung jawab dan kesadaran bagi wajib pajak untuk mematuhi peraturan perpajakan. Kesadaran akan kemungkinan pemeriksaan juga dapat mempengaruhi sikap wajib pajak atau perusahaan terkait penggelapan pajak.
����������� Pemeriksaan pajak meningkatkan resiko terdeteksinya tindakan penggelapan pajak. Ketika wajib pajak menyadari adanya resiko pemeriksaan dan konsekuensi hukum yang mungkin timbul akibat penggelapan pajak, mereka akan lebih cenderung untuk mematuhi aturan dan menghindari praktik penggelapan pajak. Dalam hal ini, pemeriksaan pajak berperan dalam membentuk etika wajib pajak dengan mengurangi motivasi untuk melakukan tindakan yang tidak patuh terhadap perpajakan.
����������� Relevansi nya pemeriksaan pajak dengan Theory of Planned Behavior adalah bahwa individu cenderung bertindak sesuai dengan keyakinan mereka tentang sejauh mana mereka memiliki kendali atas tindakan tersebut. pemeriksaan pajak dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak tentang sejauh mana mereka memiliki kontrol atas kewajiban pajak mereka. Misalnya, jika wajib pajak merasa yakni pemeriksaan pajak ialah hal yang menakutkan mereka mungkin berfikir bahwa mereka memiliki sedikit kendali atas kepatuhan pajak mereka. Dengan demikian otoritas pajak dapat merancang strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kepatuhan pajak melalui pemeriksaan pajak yang adil dan transparan. Jadi pandangan wajib pajak terkait etika penggelapan pajak kian tidak etis dijalankan.
����������� Studi (Ervana, 2019) menunjukan bahwa pemeriksaaan pajak tidak berdampak pada pandangan wajib pajak terkait etika manipulasi pajak namun studi terdahulu yang dijalankan oleh (Anmelia et al, 2022)menyampaikan bahwasannya pemeriksaan pajak berdampak pada etika penggelapan pajak. Berlandaskan penjabaran diatas maka peneliti menurunkan hipotesis:
H4: Pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak
Metode Penelitian
����������� Pendekatan
yang dilakukan pada penelitian
ini ialah kuantitatif yaitu data dari pejumlahan dan pengukuran seperti data, serta hasil data dari penyebaran kuisioner. dengan data yang digunakan berupa data primer ialah data yang dihasilkan langsung dari responden
di lokasi survey (Sugiyono,
2012) serta data sekunder yakni data yang dihasilkan langsung dari sumber-sumber
lain yang membantu penelitian
ini (Sugiyono, 2012).
����������� Populasi yang menjadi
fokus pengamatan pada penelitian ini yaitu Wajib pajak orang pribadi yang tercatat di KPP Pratama Karawang. Bersama total sampel
penelitian yang di gunakan
total 100 sampel yang diambil
dengan menggunakan rumus slovin berdasarkan metode purvosive sampling yakni
metode pemilihan sampel secara sengaja,
memutuskan sendiri sampel yang akan diperoleh sebab adanya alasan tertentu,
jadi sampel yang diperoleh tidak asal, tapi ditetapkan
oleh peneliti. Adanya evaluasi
pada pengambilan sampel adalah responden yang mempunyai NPWP serta yang tecatat di KPP Pratama Karawang.
Teknik penggumpulan
data yang dipakai yakni menyebarkan kuisioner atau angket kepada
wajib pajak yang tercatatat di KPP Pratama
Karawang untuk mengukur pendapat, sikap dan persepsi responden. Studi ini memanfaatkan metode analisis model structural
PLS dengan bantuan software SmartPLS
3.0. Tahapan analisis data melalui tiga bagian
yakni analisis outer model, analisis
inner model serta
pengujian hipotesis.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Data Menggunakan Structural Equation Modeling-Partial Least
Square (SEM-PLS)
Pengujian Outer Model (Evaluasi Model Pengukuran Reflektif)
1.Convergent Validity (Loading Factor)
����������� Convergent
validity pada SEM-PLS sering disebut
dengan loading factors, yaitu
sebuah nilai yang dihasilkan oleh setiap indikator pada masing-masing variabelnya.
Untuk mengukur tingkat
validitas konvergen, ditinjau dengan hasil pengujian loading
factors. Indikator bisa
dinyatakan valid jika nilai loading factor lebih
tinggi dari 0,70. Berikut hasil output loading factors dari penelitian ini:
Tabel 2 Loading
Factors
|
Keadilan Pajak |
Pemeriksaan Pajak |
Penggelapan Pajak |
Sistem Perpajakan |
Tarif Pajak |
X1.1 |
|
|
|
0.721 |
|
X1.2 |
|
|
|
0.884 |
|
X1.3 |
|
|
|
0.783 |
|
X1.4 |
|
|
|
0.794 |
|
X2.1 |
|
|
|
|
0.832 |
X2.2 |
|
|
|
|
0.833 |
X2.3 |
|
|
|
|
0.873 |
X2.4 |
|
|
|
|
0.815 |
X3.1 |
0.877 |
|
|
|
|
X3.2 |
0.904 |
|
|
|
|
X3.3 |
0.907 |
|
|
|
|
X3.4 |
0.873 |
|
|
|
|
X4.1 |
|
0.872 |
|
|
|
X4.2 |
|
0.869 |
|
|
|
X4.3 |
|
0.940 |
|
|
|
X4.4 |
|
0.852 |
|
|
|
Y1 |
|
|
0.810 |
|
|
Y2 |
|
|
0.885 |
|
|
Y3 |
|
|
0.908 |
|
|
Y4 |
|
|
0.915 |
|
|
Y5 |
|
|
0.932 |
|
|
Sumber: Hasil olah
data software smart-PLS (peneliti, 2023)
�����������
Berlandaskan output pada Tabel di atas,
menyampaikan hasil penelitian menunjukan bahwasannya indikator penelitian tidak mempunyai masalah validitas konvergen/loading
factor. Selain itu nilai
koefisien seluruh indikator berada diatas 0,7 Selanjutnya, mampu disampaikan bahwasannya indikator-indikator
pada penelitian ini mempunyai validitas konvergen yang cukup. Dengan itu, indikator
pada penelitian ini dinyatakan valid. serta dapat dinyatakan bahwa rangkaian indikator pada penelitian ini mewakili setiap
variabel yang digunakan. Dengan demikian pengujian ini layak
dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
2. Average Variance Extracted (AVE)
����������� Pengujian
average variance extracted (AVE)
dilakukan untuk mengetahui nilai yang diperoleh pada setiap variabel. Variabel dengan validitas
yang baik ditentukan dengan
nilai AVE harus di atas batas
0,5. Berlandaskan hasil pengujian yang dilakukan diperoleh nilai untuk variabel
keadilan pajak senilai 0.793, variabel pemeriksaan pajak senilai 0,781.
variabel penggelapan pajak senilai 0.794,
variabel sistem perpajakan senilai 0.636 serta variabel tarif pajak senilai 0.703. Artinya nilai AVE pada semua variabel mempunyai nilai > 0,5. hal itu dapat diringkas
yakni seluruh
variabel laten pada penelitian ini layak mewakili
indikator. Berikut hasil lengkap uji (AVE):
Tabel 4 Nilai Average Variance Extracted
|
Average Variance Extracted (AVE) |
Keadilan Pajak |
0.793 |
Pemeriksaan Pajak |
0.781 |
Penggelapan Pajak |
0.794 |
Sistem Perpajakan |
0.636 |
Tarif Pajak |
0.703 |
Sumber: Hasil olah
data software smart-PLS (peneliti, 2023)
����������� Dikarenakan tidak ada permasalahan terhadap pengujian Average variance extracted (AVE), maka kemudian yang diuji ialah masalah
yang berhubungan dengan Discriminant validity.
3. Discriminant Validity
����������� Pengujian discriminant validity dapat dilihat melalui analisis fornell-lacker criterion yaitu uji validitas yang dijalankan untuk mengetahui nilai hubungan antara variabel pada variabel itu sendiri, serta variabel pada variabel lainya. Nilai hubungan dengan variabel sendiri tidak bisa lebih kecil dari nilai hubungan dengan variabel lainnya.
����������� Melihat hasil uji validitas diskriminan melalui
fornell-lackercriterion terlihat bahwa nilai semua konstruk
lebih besar daripada hubungan setiap konstruk pada konstruk lainnya. Oleh karena itu, mampu
diringkas yakni konstruk pada penelitian ini mempunyai angka
validitas diskriminan yang baik. Berikut hasil
lengkap dari uji fornell-lackercriterion:
Tabel 3 Forner
Lacker Criterion
|
Keadilan Pajak |
Pemeriksaan Pajak |
Penggelapan Pajak |
Sistem Perpajakan |
Tarif Pajak |
Keadilan Pajak |
0.890 |
|
|
|
|
Pemeriksaan Pajak |
0.621 |
0.884 |
|
|
|
Penggelapan Pajak |
0.692 |
0.344 |
0.891 |
|
|
Sistem Perpajakan |
0.872 |
0.667 |
0.647 |
0.797 |
|
Tarif Pajak |
0.774 |
0.673 |
0.627 |
0.759 |
0.839 |
Sumber: Hasil olah
data software smart-PLS (peneliti, 2023)
�����������
Hasil pengujian validitas deskriminan menggunakan metode fornell, terlihat bahwa nilai pada setiap
variabel lebih tinggi dibanding korelasi antara variabel tersebut pada variabel lainnya, pada variabel sistem perpajakan menunjukan nilai 0.797, pada variabel tarif pajak menunjukan
nilai 0.839. pada variabel keadilan pajak menunjukan nilai 0.890, variabel pemeriksaan pajak menunjukan nilai 0.884, serta variabel penggelapan pajak menunjukan nilai 0.891 Sehingga mampu diringkas yakni variabel tersebut memiliki nilai diskriminan yang baik.
4. Composite Reliability dan Cronbach�s Alpha
����������� Uji composite reliability serta cronbach�s alpha ialah uji yang dijalankan agar menilai reliabilitas konstruk agar dapat diyakini melalui blok indikator. konstruk dikatakan reliabel jika hasil composite reliability serta cronbach�s alpha di atas 0,70.
����������� Hasil
pengujian pada pengamatan
kali ini diketahui yakni semua variabel
pada penelitian ini mendapatkan hasil composite realibility serta cronbach�s alpha lebih dari 0,70. dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan bahwasannya semua variabel laten pada pengamatan
kali ini bisa dibilang reliabel serta model yang dibangun mempunyai tingkat reliabilitas yang amat baik. Berikut ialah
hasil lengkap dari nilai composite
reliability serta cronbach�s
alpha:
Tabel 5 Nilai Composite
Reliabilitydan Cronbach�s Alpha
|
Cronbach's Alpha |
Composite Reliability |
Keadilan Pajak |
0.913 |
0.939 |
Pemeriksaan Pajak |
0.907 |
0.934 |
Penggelapan Pajak |
0.935 |
0.951 |
Sistem Perpajakan |
0.811 |
0.874 |
Tarif Pajak |
0.860 |
0.905 |
Sumber: Hasil olah
data software smart-PLS (peneliti, 2023)
�����������
Setelah melalui hasil
uji outer model maka pada
penelitian ini sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Oleh
sebab itu studi ini layak
untuk dilangsungkan pada tahap berikutnya.
����������� Setelah evaluasi model pengukuran dikatakan valid serta reliabel, maka langkah berikutnya yaitu menjalankan uji model struktural Pengujian terhadap model sktruktural dijalankan melalui empat tahapan, yaitu melihat hasil dari nilai R-Square, Q-Square (Q2) serta Good of Fit (GoF). Berikut ialah uraian hasil uji pada tiap-tiap komponen pengujiannya:
1.
Analisis hasil R-Square
����������� Uji R-Square digunakan untuk menunjukan seberapa besar dampak variabel laten independen terhadap variabel laten dependen. Dengan dilakukannya uji ini bisa mengetahui seberapa besar proporsi variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel independen.
����������� Hasil penelitian dengan output SmartPLS diperoleh nilai �R-Square dari variabel dependen penggelapan pajak yaitu sebesar 0,542 dengan variabel independen sistem perpajakan, tarif pajak, keadilan pajak serta pemeriksaan pajak. R-Square tersebut mengindikasikan bahwa variabel independen sistem perpajakan, tarif pajak, keadilan pajak dan pemeriksaan pajak mampu menjelaskan variabel dependen penggelapan pajak sebesar 54,2%, sedangkan 45,8% terpengaruhi oleh variabel lain yang belum diikutsertakan pada model penelitian ini.
Tabel 6 hasil uji R-Square
|
R Square |
R Square Adjusted |
Penggelapan Pajak |
0.542 |
0.523 |
Sumber: Hasil olah
data software smart-PLS (peneliti, 2023)
2.
Uji Q-Square
����������� Penelitian ini melakukan pada tahapan uji inner model untuk mengevaluasi nilai observasi yang di hasilkan oleh model. Angka Q-Square yang kian besar dari nol, mempunyai angka relevansi prediksi yang baik, kemudian angka Q-Square yang kurang dari nol mempunyai angka relevansi prediksi yang kurang baik. Hasil dari Q-Square pada studi ini memperoleh angka sebesar 0,78. Yang mengindikasikan bahwa model penelitian mempunyai prediktif yang baik sebab mempunyai angka lebih besar dari nol yakni 0,78. Hal ini menerangkan bahwasannya model tersebut layak digunakan untuk prediksi dengan efektif berdasarkan data yang digunakan pada penelitian. Berikut ialah hasil lengkap dari uji Q-Square:
Q2������ =1-(1-R12) (1-R22)
=1-(1-0,542) (1-0,523)
= 0,78
3.
Analisis
Pengujian Godness of Fit (GoF)
����������� Analisis Goodness of
Fit (GoF), untuk mengukur sejauh mana kecocokan model dengan data yang diamati agar mendapatkan model
yang fit. Kategori nilai GoF yaitu 0.1 sebagai
tingkat kesesuaian yang kecil, 0.25 sebagai tingkat kesesuaian yang sedang dan 0.38 sebagai tingkat kesesuaian yang tinggi. Adapun rumus yang dipakai yaitu :
����������� Dalam analisis ini memerlukan dua nilai, yaitu nilai rata-rata (AVE) serta nilai R2. Dilihat dari data dari output pengujian SmartPLS mulanya diperoleh rata-rata angka AVE total 0,741 serta angka R2 total 0,523. Jika sudah diketahui nilai AVE dan R2, langkah berikutnya ialah menjumlahkan angka Goodness of Fit dengan menggunakan rumus di atas.
= 0,627
����������� Hasil penghitungan diatas mendapatkan nilai GoF sebesar 0,627 dimana lebih besar dari 0,38. Oleh karena itu, kesimpulannya adalah model yang telah dibangun memiliki tingkat GoF atau kecocokan yang amat baik.
����������� Setelah menjalankan uji R-Square,
Q-Square dan Goodness of Fit, dapat disimpulkan bahwasanya
model yang telah di bentuk ialah robust (kuat). Hal ini menyatakan bahwa model tersebut dapat mengartikan dan memprediksi data dengan baik serta memiliki
kemampuan yang solid dalam menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang terlibat pada penelitian.
����������� Bagian
ini menguji hipotesis penelitian yang dapat dipahami dengan menggunakan T-statistik dan nilai probabilitas. Peneliti menggunakan tingkat �relevansi
5%. yang berarti angka t-statistik yang dipakai sebesar 1,96. Kriteria penerimaan hipotesis memakai t-statistik artinya jika t-statistik > 1,96 maka hipotesis diterima, dan sebaliknya., untuk menuntukan apakah hipotesis diterima atau ditolak dengan
menggunakan nilai probabilitas (P-value) yakni Ha di terima apabila
P-Values < 0,05.
����������� Hasil
pengujian hipotesis, apakah hipotesis diterima atau ditolak
dapat diamati dari bootstraping report pada
Tabel Path Coefficient berikut:
Tabel 8 Path Coefficient
|
Original Sample (O) |
Sample Mean (M) |
Standard Deviation (STDEV) |
T Statistics (|O/STDEV|) |
P Values |
Keadilan Pajak -> Penggelapan
Pajak |
0.433 |
0.396 |
0.223 |
1.984 |
0.045 |
Pemeriksaan Pajak -> Penggelapan
Pajak |
0.283 |
-0.286 |
0.138 |
2.051 |
0.041 |
Sistem Perpajakan ->
Penggelapan Pajak |
0.218 |
0.266 |
0.217 |
1.006 |
0.315 |
Tarif Pajak -> Penggelapan
Pajak |
0.317 |
0.322 |
0.202 |
1.570 |
0.117 |
Sumber: Hasil olah
data software smart-PLS (peneliti, 2023)
�����������
����������� Berdasarkan tabel diatas penerimaan atau penolakan hipotesis bisa diuraikan sebagai berikut:
Hipotesis I: Pengaruh Sistem Perpajakan terhadap Etika Penggelapan Pajak.
����������� Berlandaskan outputpath coefficients dapat diperoleh sistem perpajakan tidak berpengaruh dan tidak signifikan pada penggelapan pajak. Hal itu dapat
diperoleh dari angka t-statistic 1,006 yang kurang dari 1,96 serta signifikansi pada tingkat alpha 5% (0,315 > 0,05). Demikian rumusan hipotesis ialah menolak H1: maknanya sistem perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap etika
penggelapan pajak.
Hipotesis II: Pengaruh Tarif Pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak.
����������� Berlandaskan outputpath coefficients mampu memperoleh bahwasanya tarif pajak tidak berpengaruh serta tidak signifikan pada penggelapan pajak. Hal itu bisa
diperoleh dari angka t-statistic 1,570 yang kurang dari 1,96 serta signifikansi pada alpha 5% (0,117 > 0,05). Demikian rumusan hipotesis ialah menolak H2: manknanya tarif pajak tidak berpengaruh signifikan pada etika penggelapan pajak.
Hipotesis III: Pengaruh
Keadilan Pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak
����������� Berlandaskan outputpath coefficients diyakini bahwasannya keadilan pajak memiliki pengaruh secara signifikan pada penggelapan pajak. Hal tersebut dilihat dari angka t-statistic 1,984 dimana lebih besar dari 1,96 serta signifikansi pada alpha 5% (0,045 < 0,05). Demikian rumusan hipotesis ialah menerima H3:maknanya keadilan pajak berpengaruh signifikan pada etika penggelapan pajak.
Hipotesis IV: Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak
����������� Berlandaskan outputpath coefficients mampu diamati
bersamayakni �pemeriksaan pajak memiliki pengaruh secara signifikan pada penggelapan pajak. Hal ini bisa
dilihat dari nilai t-statistic sebesar 2,051 yakni lebih besar dari 1,96 dan juga signifikansi pada �tingkat alpha 5% (0,041 < 0,05). Demikian, rumusan hipotesis ialah menerima H4: maknanya pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan pada penggelapan pajak.
Pengaruh Sistem Perpajakan terhadap Etika
Penggelapan Pajak
����������� Hasil uji hipotesis pertama pada studi ini menerangkan yakni
sistem perpajakan tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap etika
penggelapan pajak. Hasil
ini didukung oleh fakta bahwasannya angka
t-statistic 1,006� dimana kurang dari 1,96 serta signifikan alpha 5% (0,315 > 0,05). Artinya hipotesis
pertama studi ini ditolak. Artinya
meskipun sistem
perpajakan yang diterapkan pemerintah terus membaik, namun hal
itu tidak dapat mempengaruhi seseorang untuk menjalankan penggelapan pajak.
�������� Sistem perpajakan di Indonesia menganut self assesment system. pada sistem ini, menuntut wajib pajak untuk berperan aktif didalam menjalankan kewajiban perpajakannya, temuan studi menunjukan yakni sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Ini berarti, baik maupun buruknya sistem pajak saat ini tidak bisa membawa pengaruh terhadap keputusan wajib pajak untuk melakukan penggelapan pajak. Sikap etika atau tidak etis seseorang cenderung dipengaruhi oleh norma-norma perilaku yang ada dalam lingkungannya.
Begitupun Jika suatu negara memiliki sistem perpajakan yang baik, maka perilaku penggelapan pajak dianggap tidak etis dan sebaliknya. Hasil studi ini di dukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya oleh (Karlina et al., 2021) serta (Safitri, 2022) yang menghasilkan pendapat bahwa sistem perpajakan tidak berpengaruh pada etika penggelapan pajak. berbeda dengan studi yang dilaksanakan oleh (Monica & Arisman, 2018) yang menyampaikan bahwasannya sistem perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak.
Pengaruh Tarif Pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak
����������� Dari hasil pengujian variabel tarif pajak pada studi ini diperoleh bahwasannya tarif pajak tidak memiliki pengaruh signifikan pada etika dalam penggelapan pajak. Hasil ini didukung oleh angka t-statistic 1,570 di bawah 1,96 dan alpha 5% (0,117 > 0,05). Artinya, hipotesis kedua penelitian ini ditolak. Artinnya, tinggi rendahnya tarif pajak yang ditentukan oleh fiskus, hal itu tidak dapat berpengaruh kepada perilaku wajib pajak untuk menjalankan manipulasi pajak.
����������� Wajib pajak condong menjalankan manipulasi pajak ketika diberi peluang, walaupun tarif pajak yang dikenakan minim. Namun perlu diperhatikan bahwa pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan tarif pajak agar masyarakat khususnya wajib pajak mampu sepenuhnya mencukupi kewajiban perpajakan. Hasil studi ini didukung oleh penelitian-penelitian �sebelumnya oleh (Maharani et al., 2021) serta (Valentia & Susanty, 2021) . yang menunjukan bahwasannya tarif pajak tidak berpengaruh pada etika penggelapan pajak, berbeda dengan pengamatan yang dijalankan oleh (Herlangga & Pratiwi, n.d.) yang menerangkan bahwasannnya tarif pajak berpengaruh pada etika penggelapan pajak.
Pengaruh Keadilan Pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak
����������� Hasil pengujian variabel keadilan pajak pada studi ini menerangkan bahwasannya keadilan pajak memperoleh pengaruh signifikan pada etika dalam penggelapan pajak. Hal ini dukung deingan angka t-statistic 1,984 diatas 1,96 serta alpha 5% (0,045 < 0,05). Maknanya, hipotesis ketiga diterima. Artinya kian tinggi tingkat keadilan pajak yang dijalankan pemerintah, maka akan kian mempengaruhi terhadap persepsi wajib pajak bahwasannya penggelapan pajak ialah perilaku yang tidak etis dilakukan. Penggelapan pajak tidak pernah dibenarkan atau dianggap etis. meskipun manfaat dari pembayaran pajak mungkin belum sepenuhnya dirasakan, pajak adalah seluruh kewajiban warga negara dan harus dibayarkan.
����������� Keadilan dalam perpajakan ialah salah satu faktor eksternal yang memicu perilaku wajib pajak. Maksudnya ialah memperlakukan semua wajib pajak individu serta badan yang memiliki status ekonomi yang sama secara setara. Hasil studi ini di dukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya. (Sari et al., 2021) serta (Pratiwi & Prabowo, 2019) dengan hasil keadilan pajak berdampak pada etika penggelapan pajak. Akan tetapi, studi yang jalankan oleh (Yuni Dasa Ningsih, 2020) ialah keadilan pajak tidak berdampak terhadap penggelapan pajak.
Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak
����������� Hasil pengujian variabel pemeriksaan pajak pada studi ini menyampaikan bahwasannya pemeriksaan pajak berdampak pada etika manipulasi pajak. Hal ini dibuktikan deingan t-statistic 2,051 diatas 1,96 serta signifikan pada alpha 5% (0,041 < 0,05). Artinya hipotesis keempat diterima. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwasannya kian tinggi intesitas penyidikan pajak yang dijalankan oleh fiskus jadi semakin besar pandangan wajib pajak bahwasannya perilaku penggelapan pajak ialah perilaku yang tidak etis. Ini karena semakin tinggi intesitas pemeriksaan pajak, semakin tinggi kemungkinan terdeteksinya tingkat kecurangan, sehingga wajib pajak condong melihat bahwa penggelapan pajak ialah perilaku yang tidak beretika.
Pemeriksaan pajak yang ketat berperan lebih efektif dalam
mencegah manipulasi pajak. Dengan semakin
ketatnya pemeriksaan pajak, wajib pajak
semakin pasif terhadap manipulasi pajak dan menganggap manipulasi pajak sebagai tindakan tidak etis, sebaliknya
apabila intesitas pemeriksaan pajak minim, maka wajib pajak
mempunyai peluang agar menjalankan manipulasi pajak serta beranggapan
bahwa manipulasi pajak ialah perilaku
yang etis untuk dilakukan. Hasil studi ini sejalan dengan
peneliti oleh (Maharani et al., 2021) serta
(Wahyulianto, 2019) yang juga menunjukan bahwa pemeriksaan pajak berdampak pada etika penggelapan pajak. Tetapi studi
ini berbeda dengan studi yang dijalankan oleh (Ervana, 2019)
yang menyampaikan bahwasannya
pemeriksaan pajak tidak berdampak pada etika penggelapan pajak.
Kesimpulan
����������� Tujuan peneilitian ini ialah untuk menganalisis pengrauh Sistem Perpajakan, Tarif Pajak, Keadilan Pajak dan Pemeriksaan pajak terhadap Etika Penggelapan Pajak. Hasil t-statistic dalam observasi penelitian ini menyimpulkan bahwa sistem perpajakn tidak memiliki pemicu yang relevan terhadap perilaku dalam etika penggelapan pajak. yang berarti baik buruknya sistem perpajakan hal itu tidak berpengaruh terhadap wajib pajak untuk menjalankan penggelapan pajak. Kemudian mengenai tarif pajak yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap etika penggelapan pajak yang artinya tinggi rendahnya tarif pajak yang berlaku saat ini tidak berpengaruh terhadap wajib pajak menjalankan tindakan penggelapan pajak.
Sedangkan kesimpulan mengenai keadilan pajak berpengaruh signifikan terhadap etika penggelapan pajak artinya kian tinggi tingkat keadilan pajak yang dilaksanakan oleh pihak fiskus maka dengan itu dapat memberikan dampak mengenai pandangan wajib pajak bahwa penggelapan pajak tidak boleh dilakukan. dan pada pemeriksaan pajak juga berpengaruh signifikan pada etika penggelapan pajak dengan kata lain kian tinggi intensitas pemeriksaan pajak, maka wajib pajak akan beranggapan bahwasannya penggelapan pajak sebagai tindakan yang tidak beretika untuk dilakukan.
����������� Hasil pada penelitian ini bisa dijadikan acuan oleh pemerintah agar mengembangkan strategi yang efektif
dalam meminimalisir perilaku penggelapan pajak. Langkah-langkah seperti meningkatkan keadilan pajak dan meningkatkan ketatnya pemeriksaan pajak, telah terbukti dapat mengurangi tingkat penggelapan pajak. Hanya empat variabel yang masukan pada studi ini, dan masih banyak faktor
lain yang mungkin dapat memengaruhi penggelapan pajak. Selain itu, sampel penelitian ini hanya terdiri
dari 100 responden, sehingga mungkin tidak dapat mewakili
seluruh wajib pajak di KPP Pratama Karawang. Oleh
karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan agar lebih mendalam dengan mempertimbangkan variabel independen tambahan yang dapat memengaruhi penggelapan pajak, dan juga penting untuk pemerintah
menyampaikan kepada masyarakat bahwa pajak yang di bayarkan benar-benar tepat sasaran untuk kemaslahatan
rakyat.
BIBLIOGRAPHY
Dhea
Anmelia Putri*1 Adriyanti Agustina Putri2 Della Hilia Anriva. (2022). The
Effect Of The Taxation System, Tax Audit, Tax Justice And Tax Rates On The
Ethics Of Tax Evasion (Case Study Of The Handsome Pratama Service Office) Dan
Tarif Pajak Terhadap Etika Penggelapan Pajak ( Studi Kasus. 2(5), 675�683.
Ervana,
O. N. (2019). Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Keadilan Pajak Dan Tarif Pajak
Terhadap Etika Penggelapan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Klaten). 1(1), 80�92. https://doi.org/10.24964/japd.v1i1.802
Herlangga,
K., & Pratiwi, R. (n.d.). Pengaruh Pemahaman Perpajakan , Self Assessment
System, Dan Tarif Pajak Terhadap Tindakan Penggelapan Pajak ( Tax Evasion)(Studi
Kasus Pada Wajib PajakTerdaftar Di Kpp Pratama Ilir � Timur Palembang ) Abstrak. 28, 1�18.
I,
R putri, H. mahmudah. (n.d.). pengaruh keadilan , diskriminasi dan etika uang terhadap
persepsi mengenai etika penggelapan pajak. 5(1), 46�66.
Karlina,
Y., Kurniawan, A., & Umiyati, I. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Niat
Melakukan Penggelapan Pajak. JASS (Journal of Accounting for ��� Sustainable Society), 2(02), 28�54.
https://doi.org/10.35310/jass.v2i02.670
Maharani,
G. A. A. I., Endiana, I. D. M., & Kumalasari, P. D. (2021). Pengaruh Moral Wajib
Pajak, Sanksi Pajak, Sistem Pajak, Pemeriksaan Pajak Dan Tarif Pajak Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Atas Tax Evasion. Jurnal Kharisma, 3(1),
63�72. https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/kharisma/article/view/1679
Monica,
T., & Arisman, A. (2018). Pengaruh Keadilan Pajak, Sistem Perpajakan, Dan Diskriminasi
Pajak Terhadap Persepsi Wajib Pajak Orang Pribdai Mengenai Etika Penggelapan
Pajak (Tax Evasion) (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Seberang
Ulu Kota Palembang). Jurnal Akuntansi, 1�15. http://eprints.mdp.ac.id/2467/1/Jurnal-2014210069.pdf
Natasya,
& Gunawan, A. (2022). Pengaruh Sistem , Keadilan , Dan Sanksi Perpajakan Terhadap
Persepsi Etis Wajib Pajak Orang Pribadi Mengenai Tax Evasion. Jurnal Informasi
Akuntansi, 2, 70�90.
Pratiwi,
E., & Prabowo, R. (2019). Keadilan dan Diskriminasi Pajak Terhadap Penggelapan
Pajak: Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi. AFRE (Accounting and Financial
Review), 2(1), 8�15. https://doi.org/10.26905/afr.v2i1.3008
Safitri,
T. A. (2022). Pengaruh Sistem Perpajakan, Keadilan, Dan � Sanksi Pajak Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion) ����� Dengan Teknologi Informasi Sebagai
Variabel Moderasi. �� Braz Dent J., 33(1),
1�12.
Sari,
N. P. P., Sudiartana, I. M., & Dicriyani, N. L. G. M. (2021). Pengaruh
Keadilan Pajak, Sistem Perpajakan, Tarif Pajak, dan Sanksi Perpajakan Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Jurnal �� Kharisma, 3(1), 140�149.
Sugiyono. 2012. Memahami penelitian kualitatif. Bandung : Alfabeta
Ulfa
Hurriyah. (2018). Pengaruh tarif pajak, sistem perpajakan, ketepatan pengalokasian
dan diskriminasi pajak terhadap tax evasion di kpp pratama sidoarjo barat.
Valentia,
T., & Susanty, M. (2021). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Persepsi Wajib
Pajak. 1(4), 335�348.
Wahyulianto,
R. D. W. I. (2019). Pengaruh pemahaman atas sistem perpajakan, tarif pajak dan
pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak (tax evasion).
Yuni
Dasa Ningsih. (2020). Pengaruh Sistem Perpajakan, Keadilan, Tarif Pajak, Ketepatan
Pengalokasian, dan Diskriminasi terhadap Tindakan Penggelapan. File:///C:/Users/VERA/Downloads/ASKEP_AGREGAT_ANAK_and_REMAJA_PRINT.Docx,
21(1), 1�9.
Copyright holder: Cindi Faujia
Putri, Mumun Maemunah, Carolyn Lukita
(2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |