Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 9, September
2023
Gloria Erysa
Meilinda Situmorang, Amy Yayuk Sri Rahayu
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Dinas Sosial melalui Program Keluarga Harapan
(PKH) komponen kesejahteraan
disabilitas dalam penanggulangan kemiskinan di Kota
Bengkulu dengan yang didasarkan
pada teori peran oleh Jim
Ife dan Frank Tesoriero yang mencakup empat peran utama:
peran fasilitatif, peran edukasional, peran representasional, dan peran teknis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif,
dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Teknik penentuan informan dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian
ini menggambarkan bahwa Dinas Sosial Kota Bengkulu selaku lembaga yang bertanggung jawab terhadap penanganan kemiskinan di wilayah Kota Bengkulu, telah
menjalankan peran fasilitatif, peran edukasional, peran representasional, dan peran teknis dengan baik
dalam pelaksanaan program. Kehadiran dan peranan Dinas Sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH) komponen kesejahteraan disabilitas di Kota
Bengkulu telah berhasil memberikan kesejahteraan bagi KPM PKH, program PKH juga ini
mampu mencapai tujuannya dalam mengurangi kemiskinan di Kota
Bengkulu dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia pada kelompok masyarakat yang sangat miskin, termasuk
di dalamnya penerima manfaat komponen disabilitas. Keberhasilan program
ini bukan hanya terletak pada pemberian bantuan finansial semata, tetapi juga pada peran multifaset dari Dinas Sosial yang membantu mewujudkan kesejahteraan holistik bagi keluarga-keluarga
tersebut.
Kata Kunci; Program Keluarga Harapan; Dinas Sosial; Kemiskinan; Disabilitas.
Abstract
This study aims to
find out the role of the Social Departement through
the disability welfare component of the Family Hope Program (PKH) in
alleviating poverty in Bengkulu based on the role theory of Jim Ife and Frank Tesoriero� which
includes four main roles. facilitative role, educational role, representative
role, and technical role. The research method used in this research is
qualitative, with a descriptive approach. Data collection techniques were
carried out by means of interviews, literature studies, and documentation. The
technique of determining informants with purposive sampling technique. The
findings of this study demonstrate that the Bengkulu City Social Department, in
its capacity as an organization tasked with addressing poverty in Bengkulu, has
effectively fulfilled its responsibilities in executing the program through
facilitation, education, representation, and technical expertise. The Social
Department has a significant role in providing welfare for beneficiaries of the
Family Hope Program (PKH) in Bengkulu, particularly in the context of disability
support. The PKH program demonstrates efficacy in its objective of poverty
reduction and enhancement of human well-being in Bengkulu City. This study aims
to explore the availability of services specifically designed to support those
facing extreme poverty, with a particular focus on those who are beneficiaries
of the disability component. The efficacy of this program is contingent upon
not only its provision of financial aid, but also the multifarious involvement
of the Social Department in fostering comprehensive well-being for these
households.
Keywords: Family Hope Program;
Social Departement; Poverty; Disability.
Pendahuluan
Kemiskinan di Indonesia, seperti di banyak negara lain, adalah isu yang kompleks dan multifaset. Sejak kemerdekaannya pada tahun 1945, Indonesia telah menghadapi tantangan besar dalam upaya
mengurangi kemiskinan di berbagai wilayah dan kalangan masyarakatnya. Menurut pandangan Amartya Sen (1976), konsep
kemiskinan tidak hanya terbatas pada keterbatasan pendapatan semata, melainkan memiliki dimensi yang lebih luas.
Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai keadaan di mana seseorang kekurangan satu atau lebih kemampuan
dasar yang diperlukan untuk mencapai fungsi minimal dalam hidup bersosial (Tamboto
& Manongko, 2019). Ini melibatkan
tidak hanya kekurangan pendapatan yang cukup untuk memperoleh
kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal (kemiskinan berdasarkan pendapatan), tetapi juga ketidakmampuan untuk mengakses perawatan medis yang diperlukan (kemiskinan akibat kesehatan yang buruk).
Selain itu, hal ini
juga mencakup keterbatasan dalam mengakses pendidikan, berpartisipasi dalam proses politik, atau berperan dalam
kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Sen (1976) memandang
kemiskinan tidak hanya sebagai kurangnya
pendapatan, tetapi sebagai ketidakmampuan untuk mencapai "kemampuan dasar" atau "capabilities", yang menekankan
bahwa manusia seharusnya memiliki kebebasan untuk memilih dan menjalani jenis kehidupan yang mereka nilai.
Oleh karena itu, kemiskinan,
menurut Sen, bukan hanya tentang kekurangan
materi, tetapi juga tentang kekurangan kapasitas atau kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bermakna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, kemiskinan adalah keadaan ketika seseorang atau sekelompok orang tidak memiliki akses atau sumber
daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan bukan hanya tentang kekurangan
finansial semata, tetapi juga mencakup ketidakmampuan untuk mengakses peluang dan layanan yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS), pada bulan Maret 2023, populasi
penduduk miskin di Indonesia diperkirakan
mencapai sekitar 25,9 juta individu. Jumlah ini mengalami
penurunan sekitar 460 ribu orang jika dibandingkan dengan data pada bulan September 2022, atau mengalami penurunan sebesar 260 ribu orang jika dibandingkan dengan data pada bulan Maret tahun sebelumnya. Secara proporsional, persentase penduduk miskin di seluruh negara juga mengalami penurunan dalam jangka waktu satu
tahun terakhir, turun dari 9,54% pada Maret 2022 menjadi 9,36% pada Maret 2023.
Baik dari segi jumlah
maupun persentase, angka kemiskinan nasional pada bulan Maret 2023 mencapai level terendah sejak dimulainya wabah pandemi Covid-19. BPS mendefinisikan penduduk miskin sebagai individu yang memiliki pengeluaran rata-rata di
bawah Garis Kemiskinan.
Garis kemiskinan per kapita
pada Maret 2023 dipatok sebesar
Rp550.458 per kapita per bulan.
Sementara, Garis Kemiskinan
rumah tangga sebesar Rp2.592.657 per rumah tangga miskin per bulan.
Program Keluarga Harapan merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mengatasi dan mengurangi kemiskinan di
Indonesia (Gultom
et al., 2020). PKH telah
berdiri sejak tahun 2007 dan kini memasuki tahun ke-16, terus dijalankan secara konsisten di berbagai Provinsi di Indonesia.
Pada saat PKH diperkenalkan
pada tahun 2007, program ini
menargetkan rumah tangga penerima manfaat yang tergolong dalam kelompok yang sangat
miskin, yakni mereka yang memiliki pendapatan di bawah 80 persen dari ambang batas kemiskinan resmi pada waktu itu.
PKH memberikan bantuan social secara langsung kepada keluarga penerima manfaat, yang kemudian dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan
adanya bantuan ini, keluarga miskin memiliki kesempatan lebih besar untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka, termasuk
pendidikan anak-anak, perawatan kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 25/HUK/2009 tentang Inisiatif Keluarga Harapan untuk Rumah Tangga yang Sangat
Miskin (RTSM), Program Keluarga Harapan ini merujuk kepada
suatu skema perlindungan sosial yang melibatkan pemberian uang tunai kepada Keluarga
yang Sangat Miskin (KSM), selama keluarga
tersebut memenuhi kewajibannya.
Tujuan dari Program Keluarga Harapan adalah untuk mengurangi
jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan
serta meningkatkan taraf kualitas sumber daya manusia,
terutama anak-anak, ibu hamil, dan penyandang disabilitas. Kesejahteraan keluarga miskin
yang memiliki anggota penyandang disabilitas merupakan isu yang kompleks dan memerlukan perhatian khusus, karena penyandang disabilitas berada dalam situasi yang lebih rentan terhadap
kemiskinan dan kesulitan akses terhadap layanan dasar seperti
kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan (Tanjung,
2018).
Skema komponen kesejahteraan yang ditujukan untuk penyandang disabilitas dalam rangka Program Keluarga Harapan (PKH) diperkenalkan
pada tahun 2016. Namun,
pada saat itu skema ini masih
bersifat tambahan dan tidak terintegrasi secara penuh dalam
program tersebut. Skema ini
diberikan kepada keluarga penerima manfaat yang telah ada sebelumnya, atau kepada keluarga
prasejahtera yang memenuhi persyaratan tertentu, seperti memiliki anggota keluarga ibu hamil dan balita,
serta anak usia sekolah.
Jumlah penerima
manfaat dari skema ini mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2017, jumlah penerima manfaat mencapai 45 ribu orang, dan ketika terintegrasi dengan Asas Sosial Pemberdayaan Data dan Informasi Berbasis (ASPDB) pada tahun 2018,
jumlahnya meningkat menjadi 55 ribu orang. Peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2019, dengan jumlah penerima
manfaat mencapai 108 ribu orang. Namun, terjadi penurunan jumlah penerima manfaat pada tahun 2020 menjadi 102 ribu orang. Penurunan ini disebabkan
oleh perubahan skema pada tahun 2020, di mana manfaat hanya diberikan kepada penyandang disabilitas di dalam keluarga, dengan batasan satu orang penyandang disabilitas untuk setiap keluarga.
Dengan kata lain, meskipun
terdapat program yang ditujukan
untuk penyandang disabilitas, pada tahun 2020 terjadi perubahan dalam pendekatan skema. Program ini hanya diberikan kepada penyandang disabilitas yang merupakan bagian dari suatu
keluarga, dan jumlah penerima manfaatnya dibatasi satu orang penyandang disabilitas dalam setiap keluarga.
Hal ini menyiratkan bahwa, meskipun ada upaya program untuk kelompok penyandang disabilitas, tidak terdapat upaya yang signifikan untuk secara langsung
menargetkan kebutuhan individu penyandang disabilitas (Zakiah
et al., 2020).
Perluasan cakupan
bantuan sosial sebagian besar masih terkonsentrasi pada rumah tangga miskin dengan anak-anak, tetapi kelompok lain seperti lansia dan penyandang disabilitas belum mendapatkan bantuan sosial yang memadai (Baru,
2020). Padahal,
rumah tangga dengan anggota keluarga yang mengalami disabilitas seringkali harus menghadapi pengeluaran tambahan (extra cost)
untuk memenuhi kebutuhan mereka, yang berbeda dengan kondisi rumah tangga
yang tidak memiliki anggota disabilitas.
Ada beberapa faktor yang membuat isu ini
memerlukan perhatian khusus, yang pertama adalah keluarga miskin yang sudah menghadapi tekanan ekonomi, dengan kehadiran anggota keluarga yang menyandang disabilitas dapat menambah biaya tambahan, seperti untuk perawatan
medis, alat bantu, terapi, dan lain-lain.
Lalu, penyandang disabilitas
sering memerlukan fasilitas khusus atau modifikasi di rumah untuk mendukung
kehidupan sehari-hari mereka (Norhalim,
2019). Ini bisa
menjadi tantangan bagi keluarga miskin yang mungkin tidak memiliki
sumber daya untuk melakukan perubahan tersebut.
Lalu, dalam hal stigma sosial, di banyak masyarakat masih ada stigma terhadap penyandang disabilitas. Keluarga miskin dengan anggota yang penyandang disabilitas mungkin menghadapi diskriminasi ganda � karena kemiskinan dan disabilitas. Dan seringkali, penyandang disabilitas mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan karena hambatan fisik, kurangnya keterampilan, atau prasangka dari pemberi kerja.
Ini menambah tantangan bagi keluarga miskin dalam meningkatkan kondisi ekonomi mereka. Kemiskinan pun dapat meningkatkan risiko seseorang mendapatkan disabilitas, seperti melalui malnutrisi, kondisi hidup yang buruk, atau kurangnya akses ke perawatan
kesehatan, seperti pendapat Pinilla-Roncancio (2015) bahwa secara umum, kemiskinan
dan disabilitas saling memengaruhi satu sama lain.
Gambar 1 Perbandingan
Konsumsi Rumah Tangga Disabilitas
Data Susenas
2020 mengonfirmasi bahwa produktivitas rata-rata rumah tangga yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas ternyata cenderung lebih rendah. Hal ini terlihat dari
pola konsumsi yang menunjukkan penurunan sebesar 5,28% pada rata-rata konsumsi
rumah tangga dengan penyandang disabilitas. Namun, perlu dicatat bahwa
di dalam kelompok rumah tangga dengan
penyandang disabilitas tingkat sedang dan berat, terjadi peningkatan konsumsi sebesar 14,17%. Ini mengindikasikan
bahwa secara keseluruhan, rumah tangga dengan penyandang
disabilitas sedang dan berat mengalami kenaikan biaya tambahan sekitar 15-20% untuk memenuhi kebutuhan hidup (Bappenas, 2021).
Hasil studi
dari Prospera juga mengindikasikan bahwa perbandingan tingkat kemiskinan antara rumah tangga yang tidak memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas dengan rumah tangga
yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas, baik ringan maupun berat,
cenderung lebih tinggi. Hal ini menjadi lebih signifikan
jika mempertimbangkan biaya tambahan yang terkait dengan kondisi disabilitas. Rumah tangga yang tidak memiliki penyandang disabilitas memiliki tingkat kemiskinan sebesar 8,3%.
Sementara itu, rumah tangga dengan
anggota keluarga penyandang disabilitas ringan memiliki tingkat kemiskinan sebesar 12,6%, yang meningkat menjadi 15,4% jika biaya tambahan yang berkaitan dengan disabilitas juga dimasukkan dalam perhitungan. Lebih lanjut, rumah
tangga dengan penyandang disabilitas berat memiliki tingkat kemiskinan mencapai 16,33%, yang akan meningkat menjadi 24,3% jika biaya tambahan
disabilitas juga diperhitungkan.
Dengan kata lain, apabila standar garis kemiskinan yang digunakan tetap konstan, hal ini
menyiratkan bahwa dalam perancangan program-program
bantuan sosial, banyak rumah tangga
dengan penyandang disabilitas yang mungkin semakin mengalami keterbatasan dalam mengakses berbagai program bantuan tersebut.
Berdasarkan data dari
World Health Organization (WHO), penyandang disabilitas memang merupakan salah satu kelompok minoritas terbesar di dunia.� Lebih dari 7 miliar
orang atau setara dengan 15% populasi dunia hidup dengan beberapa
bentuk kecacatan dan keterbatasan fisik, dimana 2-4% diantaranya mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatannya sehari-hari, dan 190 juta orang (3,8%) di antaranya berusia 15 tahun ke atas dan prevalensi
disabilitas lebih tinggi di negara berkembang (WHO,
2021). Sedangkan di Indonesia, jumlah
penyandang disabilitas berdasarkan data Susenas 2020 cukup signifikan yakni sebesar 22,22 juta jiwa atau
8,5% dari total populasi
Indonesia (TNP2K, 2021). Pada akses perlindungan sosial, tercatat hanya 1,07 juta jiwa penyandang
disabilitas yang masuk kedalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau 5% saja (Bappenas,
2021).
Menurut definisi
dalam Declaration on the Right of Disabled Persons
(1975) yang menegaskan disabilitas
adalah "any person unable to ensure by himself
or herself, wholly or partly, the necessities of a normal individual or social
life, as a result of deficiency, either congenital or not in his or her
physical or mental capabilitas" yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "penyandang cacat" adalah setiap orang yang tidak dapat memenuhi
sendiri, seluruhnya atau sebagian, kebutuhan hidup individu dan/atau sosial yang normal, sebagai akibat dari kekurangan,
baik bawaan maupun bukan bawaan,
dalam dirinya. kemampuan fisik atau mental.
Penyandang disabilitas
sering kali menghadapi kesulitan ekonomi akibat biaya tambahan
yang mungkin diperlukan untuk perawatan kesehatan, alat bantu, atau terapi.
Selain itu, mereka mungkin mengalami hambatan dalam mendapatkan pekerjaan atau pendapatan yang stabil karena keterbatasan
fisik atau stigma sosial. Hal ini dapat menggambarkan bahwa belum sempurnanya
penjaminan hak ekonomi bagi para penyandang disabilitas dapat berpengaruh terhadap hak-hak mereka secara keseluruhan.
Hak ekonomi
adalah bagian penting dari hak
asasi manusia, dan untuk penyandang disabilitas, akses dan kesempatan dalam hal ekonomi memiliki
dampak yang signifikan pada
kemandirian, martabat, dan kualitas hidup mereka (Hastuti
et al., 2022). Ketidakmampuan
mendapatkan pekerjaan yang layak dan penghasilan yang cukup dapat menyebabkan
penyandang disabilitas terjerumus dalam kemiskinan dan ketergantungan
pada bantuan sosial atau dukungan keluarga.
Biaya kesehatan dan perawatan yang tinggi dapat menjadi beban
besar bagi penyandang disabilitas dan keluarga mereka. Ketidakmampuan untuk mengakses layanan kesehatan yang diperlukan dapat berdampak negatif pada kesehatan dan kualitas hidup mereka.
Dengan meningkatkan
penjaminan hak ekonomi bagi penyandang
disabilitas, termasuk akses yang lebih baik ke pendidikan,
pelatihan, kesempatan kerja yang inklusif, dan dukungan kesehatan, mereka dapat lebih
mandiri secara ekonomi dan mendapatkan kesempatan yang setara dalam berkontribusi pada masyarakat dan pembangunan negara
(Dewi,
2015). Upaya dan kebijakan
yang berfokus pada inklusi
dan kesetaraan adalah kunci untuk mencapai
tujuan ini.
Penyandang disabilitas
berat yang menerima bantuan Program Keluarga Harapan
(PKH) terbagi dalam sembilan kategori, yakni penyandang disabilitas fisik; disabilitas rungu dan wicara; disabilitas netra dan fisik; disabilitas netra, rungu dan wicara; disabilitas rungu, wicara dan fisik; disabilitas intelektual, disabilitasmental, dan disabilitas
ganda/multi.
Tabel 1 Data Jumlah Komponen Kesejahteraan Disabilitas PKH di
Kota Bengkulu Tahun 2023
No. |
Kecamatan/ Kelurahan |
Jumlah Komponen Disabilitas |
1 |
Kampung Melayu |
26 |
2 |
Selebar |
14 |
3 |
Singaran Pati |
13 |
4 |
Gading Cempaka |
8 |
5 |
Ratu Agung |
17 |
6 |
Ratu Samban |
20 |
7 |
Teluk Segara |
14 |
8 |
Sungai Serut |
12 |
9 |
Muara Bangkahulu |
33 |
Total |
157 |
Sumber: Dinas Sosial
Kota Bengkulu, 2023
Dinas
Sosial memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di tingkat
daerah. Peran aktif Dinas Sosial dalam pelaksanaan
PKH sangat penting untuk memastikan bahwa program ini berjalan dengan
baik dan memberikan manfaat maksimal bagi keluarga penerima
manfaat (Rahmawati & Kisworo, 2017). Meskipun program ini diselenggarakan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial, keterlibatan Dinas Sosial di tingkat daerah sangat krusial untuk menjamin efektivitas dan kesuksesan
program tersebut. Kerjasama dan koordinasi
yang baik antara Dinas Sosial dengan lembaga
pemerintah dan masyarakat lainnya juga akan memperkuat keberhasilan implementasi PKH dalam upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin penyandang disabilitas.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka bisa ditarik sebuah
rumusan masalah yang nantinya akan dibahas
dalam penelitian ini yang akan dilakukan
sehingga akan menghasilkan kajian yang terarah dan mendalam. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1) Bagaimana peran Dinas Sosial melalui Program�� Keluarga Harapan
(PKH) komponen kesejahteraan
disabilitas dalam penanggulangan kemiskinan di Kota
Bengkulu? 2) Bagaimana hambatan
Dinas Sosial melalui
Program Keluarga Harapan (PKH) komponen.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Mengacu pada pandangan Creswell (2020), penelitian kualitatif
merupakan pendekatan yang digunakan untuk menggali dan memahami makna yang diberikan oleh individu atau kelompok
terhadap suatu permasalahan sosial.
"Qualitative research is an approach for exploring and understanding the
meaning individuals or group ascribe to a social or human problem." Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian
yang memiliki tujuan eksplorasi dan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel dalam konteks sosial.
Penelitian deskriptif sering kali disifatkan menjadi sehingga tujuan utamanya bukan untuk menguji
hipotesis atau membuat generalisasi (Bungin, 2011).
Fokus penelitian yakni
pembatasan masalah dan topik dalam sebuah
penelitian yang lebih didasarkan pada tingkat kepentingan masalah yang akan dipecahkan (Sugiyono, 2013). Penelitian ini
meneliti tentang peran Dinas Sosial melalui Program Keluarga Harapan
(PKH) komponen kesejahteraan
disabilitas dalam penanggulangan kemiskinan di Kota
Bengkulu dengan berfokus
pada teori peran dari (Ife & Tesoriero, 2008).
Lokasi penelitian merujuk pada area geografis atau tempat tertentu
di mana studi atau penelitian dilakukan. Ini adalah lokasi fisik
di mana peneliti mengumpulkan
data, mengamati fenomena, atau melaksanakan eksperimen yang relevan dengan tujuan penelitian.
Menentukan lokasi penelitian adalah langkah kritis yang penting penelitian kualitatif, yang memberi kemudahan bagi peneliti dalam pelaksanaan studi kualitatif. Adapun lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Kota Bengkulu.
Pemilihan subjek penelitian
atau informan dalam penelitian ini dilakukan melalui
prosedur purposive, yang merupakan
salah satu pendekatan untuk memilih informan
yang memiliki relevansi dengan isu penelitian
tertentu, seperti yang dijelaskan oleh Burhan Bungin (Bungin, 2011). Penentuan informan
dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, di mana pemilihan
informan didasarkan pada keyakinan bahwa informan memiliki potensi untuk memberikan
informasi yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian. Yang menjadi informan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1) Kepala Dinas Sosial Kota Bengkulu������� ����������� : 1orang
2) Koordinator Program Keluarga Harapan Kota Bengkulu� : 1orang
3) Pendamping Sosial PKH �������������������������������������������������� :
5orang
4) Masyarakat KPM komponen kesejahteraan disabilitas����� : 5orang
Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
Data Primer, merupakan informasi yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian.
Data primer diperoleh melalui
metode studi lapangan (field research), dengan
menggunakan teknik wawancara. Wawancara adalah proses interaksi tatap muka di mana dua orang atau lebih berdialog
untuk memperoleh informasi atau keterangan tertentu. Dalam penelitian ini, metode wawancara yang diterapkan adalah wawancara bebas terpimpin.
Data Sekunder, untuk mendapatkan data sekunder, peneliti melakukan kajian literatur melalui dokumen tertulis seperti studi kepustakaan.
Juga, peneliti mengakses
media terkait, termasuk peraturan daerah, koran lokal, media elektronik daerah, dan peraturan yang relevan untuk mengumpulkan informasi yang mendukung kebutuhan penelitian.
Analisis data dalam penelitian
kualitatif adalah proses
yang dilakukan secara sistematis untuk bekerja dengan data, mengatur dan mengelompokkannya menjadi bagian yang dapat dikelola, mengorganisasi secara sistematis, mengidentifikasi pola-pola yang signifikan, dan menentukan temuan yang penting serta yang perlu dikomunikasikan kepada orang lain. Dalam konteks keabsahan data penelitian ini, digunakan teknik triangulasi yang sesuai dengan kerangka
yang dijelaskan oleh Burhan Bungin.
Teknik ini dapat diwujudkan melalui langkah-langkah berikut:1)
Membandingkan hasil pengamatan yang diperoleh dari penelitian dengan hasil dari
wawancara yang dilakukan. 2)
Melakukan perbandingan antara pernyataan atau perilaku yang ditampilkan oleh individu di depan publik dengan
tindakan yang mereka lakukan secara pribadi. 3) Membandingkan apa yang dikatakan oleh
orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang mereka sampaikan pada berbagai waktu yang berbeda. 4) Membandingkan kondisi dan sudut pandang individu
dengan beragam pendapat dan perspektif yang berasal dari berbagai
kalangan, seperti masyarakat umum, individu berpendidikan menengah atau tinggi,
dan pihak pemerintahan. 5) Mengkontraskan hasil dari wawancara dengan dokumen yang relevan yang berkaitan dengan topik penelitian.
Dengan menggunakan pendekatan
ini, penelitian ini memastikan bahwa data yang dihasilkan dapat diperkuat dan diverifikasi melalui pendekatan multiperspektif yang beragam.
Hasil dan Pembahasan
A. Peran Dinas Sosial melalui
Program Keluarga Harapan (PKH) komponen kesejahteraan disabilitas� dalam penanggulangan kemiskinan di Kota
Bengkulu
Dinas Sosial Kota Bengkulu yang merupakan
lembaga yang bertanggung jawab terhadap penanganan kemiskinan di wilayah
Kota Bengkulu. Masalah sosial kemiskinan
ini merupakan fenomena sosial yang tidak bisa dihindari
keberadaanya dalam kehidupan masyarakat. pemerintah mengeluarkan� Peraturan
Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan untuk meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan kemiskinan.
Untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai peran Dinas Sosial dalam pemberdayaan
masyarakat melalui Program Keluarga Harapan (PKH) komponen kesejahteraan disabilitas di Kota
Bengkulu,� Dr. Sahat Marulitua
Situmorang, AP, MM selaku kepala Dinas Sosial Kota Bengkulu
mengatakan, Dinas Sosial dalam melaksanakan peranannya mengacu pada Peraturan Presiden No 15 tahun 2010 BAB III Pasal 3 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yaitu untuk mengentaskan
beban pengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, mengembangkan
dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil, dan mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan.
Dalam Peraturan Presiden tersebut, diinstruksikan pendirian Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K) di tingkat pusat yang
komposisinya mencakup berbagai elemen seperti pemerintah, masyarakat, sektor usaha, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya. Sementara itu, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan dibentuk
Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK) untuk wilayah
masing-masing.
Pembahasan penelitian
ini adalah mengenai bagaimana peran dinas sosial
dalam Program Keluarga
Harapan (PKH) komponen kesejahteraan
disabilitas yang didasarkan
pada kerangka teori peran oleh Jim Ife dan Frank Tesoriero, yang mencakup empat peran utama: peran
fasilitatif, peran edukasional, peran representasional, dan peran teknis.
1. Peran Fasilitatif
Terkait peran fasilitatif, peneliti akan membahas tentang
peran oleh Dinas Sosial dalam memfasilitasi pelaksanaan Program Keluarga
Harapan (PKH) komponen kesejahteraan
disabilitas dalam rangka memperkuat potensi individu dan meningkatkan tingkat kesejahteraan, serta mendukung integrasi aktif dalam kehidupan
sosial sehingga mereka dapat hidup
secara mandiri.
Sebagai fasilitator,
Dinas Sosial menyediakan fasilitas untuk melakukan pendataan secara khusus terhadap
keluarga-keluarga yang memiliki
anggota dengan disabilitas di wilayah cakupan
program PKH yang berpotensi menjadi
penerima manfaat PKH. Pendataan ini melibatkan
pengumpulan informasi tentang jenis disabilitas,
tingkat keparahan, dan kebutuhan khusus yang dimiliki anggota keluarga tersebut. Dinas Sosial juga melakukan verifikasi data untuk memastikan keabsahan informasi yang diajukan oleh keluarga penerima potensial.
Status keberadaan data seseorang dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan kepesertaan bansos dapat diketahui dengan cara menanyakan
langsung (datang langsung ke bagian
pelayanan masyarakat atau melalui email) ke Dinas Sosial dengan menunjukkan persyaratan yang ada.� Dinas Sosial bertanggung jawab untuk mengidentifikasi keluarga-keluarga yang berpotensi
memenuhi kriteria penerimaan manfaat PKH. Mereka melakukan pendataan di komunitas dan wilayah yang menjadi
cakupan program, mengumpulkan
informasi mengenai kondisi sosial, ekonomi, dan anggota keluarga.
Setelah data pendataan
terkumpul, Dinas Sosial melanjutkan dengan proses verifikasi data. Ini melibatkan pengecekan dan validasi informasi yang diajukan oleh keluarga penerima potensial. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa data yang diberikan akurat dan sesuai dengan ketentuan program. Berdasarkan hasil pendataan dan verifikasi data,
Dinas Sosial melakukan seleksi untuk menentukan
keluarga yang memenuhi syarat sebagai penerima manfaat PKH.
Mereka memastikan bahwa bantuan yang diberikan benar-benar diterima oleh keluarga yang membutuhkan. Dinas Sosial juga dapat melakukan pemutakhiran data secara berkala, mengingat situasi keluarga dapat berubah dari waktu
ke waktu. Pemutakhiran data memastikan bahwa bantuan yang diberikan tetap tepat sasaran. Dengan melakukan pendataan dan verifikasi data
yang akurat, Dinas Sosial memastikan bahwa bantuan sosial yang diberikan melalui PKH tepat sasaran dan benar-benar bermanfaat bagi keluarga yang membutuhkan, serta membantu mencegah penyalahgunaan dan kecurangan dalam program. Dengan melakukan pendataan dan identifikasi yang komprehensif,
Dinas Sosial membantu memastikan bahwa keluarga dengan anggota disabilitas mendapatkan perhatian yang sesuai dalam program PKH, sehingga mereka dapat menerima bantuan yang sesuai dengan kebutuhan mereka untuk meningkatkan
kesejahteraan dan partisipasi
dalam masyarakat. Dinas Sosial juga menjadi pusat informasi terkait PKH, memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai kriteria penerimaan, tahapan program, dan manfaat yang
diberikan. Dinas Sosial memberikan informasi kepada masyarakat tentang kriteria yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat menjadi penerima manfaat PKH.
Ini termasuk kriteria pendapatan, jumlah anggota keluarga, kondisi sosial ekonomi, dan lain sebagainya.
Dinas Sosial juga menyediakan
fasilitas berupa pusat pengaduan yang dapat diakses oleh masyarakat atau penerima manfaat berupa informasi kontak yang dapat dihubungi oleh masyarakat atau penerima manfaat
untuk mengajukan pertanyaan, memberikan masukan, atau melaporkan
kendala terkait program. Dinas
Sosial Kota Bengkulu juga berkoordinasi
dengan instansi Dinas Sosial di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk memastikan
implementasi program yang seragam
dan terintegrasi.
a. Peran Edukasional
Terkait peran edukasi, Dinas Sosial memiliki peran penting dalam memberikan
edukasi kepada KPM PKH dengan anggota keluarga disabilitas. Edukasi ini tidak
hanya berkaitan dengan pemahaman mengenai program PKH itu sendiri, tetapi juga mencakup aspek lain yang dapat membantu keluarga meningkatkan kualitas hidup dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh anggota keluarga dengan disabilitas. Dinas Sosial memberikan pemahaman kepada keluarga dengan disabilitas tentang hak-hak mereka sebagai warga negara dan penerima manfaat, serta bagaimana cara melindungi hak-hak tersebut.
Dinas Sosial dapat memberikan
informasi tentang pentingnya pendidikan inklusif bagi anak
dengan disabilitas, membantu keluarga memahami bagaimana anak-anak mereka dapat berpartisipasi dalam pendidikan. Dinas Sosial membantu mengedukasi keluarga tentang stigma dan diskriminasi
yang mungkin dihadapi oleh individu dengan disabilitas, serta cara mengatasi dan menghadapi situasi tersebut. Melalui peran edukasi ini,
Dinas Sosial membantu keluarga dengan anggota disabilitas memahami hak, peluang,
dan keterampilan yang dapat
membantu mereka meningkatkan kualitas hidup dan berpartisipasi secara penuh dalam
masyarakat.
b. Peran Representasional
Peran representasional ini berkaitan dengan melaksanakan interaksi dengan entitas-entitas di masyarakat yang bertujuan untuk kepentingan individu, kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan. Peranan ini melibatkan beberapa strategi, yaitu memperoleh sumber informasi, melakukan advokasi, memanfaatkan media sosial, menjalin hubungan masyarakat, membentuk jaringan kerja, serta berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Terkait peran representasional, Dinas Sosial melakukan advokasi untuk membela individu
penyandang disabilitas yang
mengalami tindakan diskriminatif, sekaligus membangun jaringan kolaborasi melalui membina hubungan dengan banyak pemangku
kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan individu penyandang disabilitas. Namun, melihat bahwa mayoritas
KPM PKH komponen kesejahteraan
disabilitas di Kota Bengkulu adalah
mereka dengan disabilitas berat, maka peran representasional
Dinas Sosial dalam konteks ini mungkin
memang tidak terlalu dominan seperti yang mungkin terjadi di daerah dengan kelompok penerima yang lebih beragam.
Meskipun mayoritas
penerima adalah disabilitas berat, Dinas Sosial tetap perlu
melakukan konsultasi dengan keluarga penerima manfaat ini untuk memahami
permasalahan yang dihadapi mereka, mendengarkan aspirasi dan kebutuhan, serta memastikan bahwa bantuan yang diberikan sesuai dengan harapan mereka. Dinas Sosial juga melakukan advokasi publik untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang hak-hak penyandang disabilitas dan pentingnya menghindari diskriminasi.
c. Peran Teknis
Berkaitan dengan
peran teknis, Dinas Sosial memiliki peran teknis yang penting dalam pelaksanaan
Program Keluarga Harapan (PKH) khususnya
untuk penerima manfaat dengan disabilitas. Peran ini melibatkan aspek operasional dan teknis dalam menyelenggarakan program, serta memastikan bahwa penerima manfaat dengan disabilitas mendapatkan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dinas Sosial
bertanggung jawab untuk melakukan pendataan keluarga dengan anggota disabilitas, termasuk mengidentifikasi jenis dan tingkat keparahan disabilitas. Lalu, Dinas Sosial
juga memberikan pelatihan kepada Pendamping Sosial PKH selaku tenaga kesejahteraan sosial yang bekerja langsung dengan penerima manfaat dengan disabilitas, agar mereka memiliki pemahaman yang baik mengenai kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh KPM
PKH komponen kesejahteraan disabilitas ini.
B. Hambatan Dinas Sosial melalui
Program Keluarga Harapan (PKH) komponen kesejahteraan disabilitas� dalam penanggulangan kemiskinan di Kota
Bengkulu
Hambatan dari pelaksanaan Program Keluarga
Harapan (PKH) komponen kesejahteraan
disabilitas di Kota Bengkulu, sangat bergantung dan dipengaruhi secara signifikan oleh kebijakan program tersebut serta peran pendamping
sosial yang bertanggung jawab dalam implementasi
program di lapangan. Kebijakan
program telah dirancang dan
diperbaharui sedemikian rupa sesuai evaluasi
yang telah dilakukan dari hasil pelaksanaan
tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil penemuan di lapangan terkait hambatan pelaksanaan dalam kebijakan Program Keluarga
Harapan (PKH), beberapa aspek
yang menjadi hambatan terhadap pelaksanaan program tersebut, antara lain:
a. Masih ada ketidaksesuaian antara data yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan kondisi aktual Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Fenomena ini disebabkan oleh kurangnya efektivitas dalam evaluasi program dan pemutakhiran data KPM dalam beberapa tahun sebelumnya. Ada beberapa kendala yang terjadi, seperti nama-nama KPM yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan dari komponen
kesejahteraan disabilitas
Program Keluarga Harapan (PKH).
Terkadang, proses pendataan
awal dalam DTKS juga dilakukan dengan kurang tepat, sehingga
individu yang seharusnya memenuhi kriteria sebagai KPM PKH tidak terdaftar. Data DTKS yang dijadikan
landasan untuk menentukan calon penerima manfaat tidak sepenuhnya mencerminkan situasi masyarakat secara akurat. Dalam observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti bersama Pendamping Sosial, ditemukan beberapa contoh kasus serupa.
Kesalahan-kesalahan semacam
ini seringkali berdampak jangka panjang di lapangan.
Perubahan pola pikir masyarakat sulit diubah; ada
yang mengandalkan bantuan
yang diterima dan enggan untuk mandiri. Sementara itu, Pendamping Sosial tidak bisa secara
paksa mencabut hak KPM tanpa bukti
yang telah disetujui oleh
RT/ RW setempat dan Koordinator
Wilayah. Hal semacam ini dapat melahirkan masalah yang lebih kompleks, tidak hanya terkait dengan
pengentasan kemiskinan fisik, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana mengatasi kemiskinan moral.
b. Perubahan
dari e-pkh menjadi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG), menjadi
kendala bagi para pendamping sosial, karena pendamping PKH sudah tidak memiliki
akses untuk melakukan akurasi data. Ketidaksinkronan data antar aplikasi, membuat data penerima atau calon
penerima baru tidak bisa diperbarui
dengan cepat.
Tidak terakomodirnya perubahan data penerima manfaat seperti kematian, penambahan anggota keluarga, atau perubahan status dalam aplikasi SIKS-NG dapat menjadi masalah serius dalam pelaksanaan
Program Keluarga Harapan (PKH), jika
data tidak diperbarui dengan akurat, bantuan yang diberikan dapat menjadi tidak
tepat sasaran atau bahkan diberikan
kepada mereka yang tidak memenuhi syarat. Ini dapat merugikan efektivitas dan integritas program.
c. Banyak masyarakat masih kurang paham tentang
berbagai jenis disabilitas dan kebutuhan khusus apa yang mereka perlukan diperlukan. Ini dapat mengakibatkan ketidakpekaan terhadap kebutuhan keluarga dengan anggota disabilitas dalam program.
d. Terdapat
KPM pindah alamat tanpa memberi laporan
ke Pendamping Sosial, sehingga hal tersebut tentunya
menjadi pekerjaan tambahan untuk Pendamping Sosial mencari tahu alamat
rumah KPM bersangkutan.
Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang
di atas maka kesimpulan dari penelitian ini adalah Kehadiran dan peranan Dinas Sosial melalui Program Keluarga Harapan
(PKH) komponen kesejahteraan
disabilitas di Kota Bengkulu memberikan
kesejahteraan bagi KPM PKH komponen kesejahteraan disabilitas di Kota Bengkulu. Berdasarkan
penelitian yang yang dilakukan di Kota Bengkulu, program PKH ini
mampu mencapai tujuannya dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia
pada kelompok masyarakat
yang sangat miskin, termasuk di dalamnya
penerima manfaat dengan disabilitas.
Keberhasilan program ini bukan
hanya terletak pada pemberian bantuan finansial semata, tetapi juga pada peran multifaset dari Dinas Sosial yang membantu mewujudkan kesejahteraan holistik bagi keluarga-keluarga
tersebut. Peran Dinas Sosial
dalam pelaksanaan dan pengawasan program PKH menjadi kunci dalam mencapai
hasil positif ini, antara lain:
Dalam peran fasilitatif, Dinas Sosial Kota
Bengkulu mengidentifikasi, mengumpulkan
data, dan memverifikasi keluarga
penerima manfaat potensial. Dinas Sosial memastikan bahwa bantuan sosial diberikan kepada keluarga yang memenuhi kriteria dan membutuhkan, serta mencegah penyalahgunaan. Dinas Sosial juga
menjadi sumber informasi terkait PKH dan memberikan fasilitas pengaduan.
Dalam peran edukasional, Dinas Sosial Kota
Bengkulu memberikan edukasi
kepada keluarga penerima manfaat dengan disabilitas. Ini termasuk pemahaman tentang program PKH, hak-hak warga, pendidikan inklusif, dan cara mengatasi stigma serta diskriminasi. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup dan partisipasi anggota keluarga disabilitas dalam masyarakat.
Dalam peran representasional, Dinas Sosial
Kota Bengkulu melibatkan interaksi
dengan masyarakat dan advokasi untuk hak-hak penyandang disabilitas. Meskipun peran representasionalnya mungkin tidak dominan
seperti di daerah dengan kelompok penerima yang lebih beragam, Dinas Sosial tetap dapat memainkan
peran penting dalam memastikan keberlanjutan program dan hak-hak
penyandang disabilitas.
Dalam peran teknis, Dinas Sosial Kota
Bengkulu memiliki peran operasional dan teknis dalam pelaksanaan PKH. Ini melibatkan pendataan keluarga dengan anggota disabilitas, pelatihan Pendamping Sosial PKH untuk bekerja dengan penerima manfaat disabilitas, serta memastikan dukungan sesuai kebutuhan.
Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) komponen kesejahteraan disabilitas di Kota Bengkulu menghadapi
sejumlah hambatan, antara lain:
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak selalu sesuai
dengan situasi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebenarnya. Evaluasi dan pemutakhiran data sebelumnya kurang efektif, menyebabkan KPM yang tidak memenuhi syarat menerima bantuan. Data yang tidak akurat ini
berdampak pada keputusan di
lapangan dan sulit untuk mengubah pola pikir masyarakat
yang terlanjur tergantung
pada bantuan.
Perubahan dari e-PKH menjadi
Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next
Generation (SIKS-NG) menyulitkan pendamping
sosial. Ketidakselarasan
data antar aplikasi menghambat pembaruan data penerima manfaat. Ketidakakuratan data dapat menyebabkan bantuan tidak tepat sasaran
dan mempengaruhi efektivitas
program.
Masyarakat kurang paham tentang jenis
disabilitas dan kebutuhan khusus yang diperlukan. Hal ini mengakibatkan kurangnya sensitivitas terhadap kebutuhan keluarga dengan anggota disabilitas dalam program.
Beberapa KPM pindah alamat
tanpa memberi tahu pendamping sosial, mengakibatkan kesulitan bagi pendamping sosial untuk menemukan alamat mereka dan memantau situasi terkini.
BIBLIOGRAPHY
Baru, K. J. S. (2020). Berinvestasi Pada Manusia.
Bungin, B. (2011). Metode Penelitian
Kuantitatif Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.
Creswell, J. W., & Wekke, I. S.
(2020). Berpikir Seperti Peneliti Kualitatif.
Dewi,
U. (2015). Implementasi kebijakan kuota bagi penyandang disabilitas untuk
mendapatkan pekerjaan di kota Yogyakarta. Natapraja, 3(2).
Gultom,
H., Kindangen, P., & Kawung, G. M. V. (2020). Analisis Pengaruh Program
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) DAN Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap
Kemiskinan di Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Pembangunan Ekonomi Dan
Keuangan Daerah, 20(4).
Hastuti,
L. T., Harahap, B., Rianto, A., & Sulistyaningsih, N. (2022). Peran
Organisasi-Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam Pemberdayaan Penyandang
Disabilitas di Kota Surakarta. Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari�ah Dan Hukum,
7(2), 147�161.
Ife,
J., & Tesoriero, F. (2008). Community development: Alternatif pengembangan
masyarakat di era globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 265.
Norhalim,
M. (2019). Keberfungsian Sosial Penyandang Disabilitas Tunadaksa Pasca
Pemanfaatan Modifikasi Motor Roda Tiga Di Komunitas Difabel Motor Community
Ciputat Timur. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif �.
Pinilla-Roncancio,
M. (2015). Disability and poverty: two related conditions. A review of the
literature. Revista de La Facultad de Medicina, 63, 113�123.
Rahmawati,
E., & Kisworo, B. (2017). Peran Pendamping dalam Pemberdayaan Masyarakat
Miskin melalui Program Keluarga Harapan. Journal of Nonformal Education and
Community Empowerment, 161�169.
Sen,
A. (1976). Poverty: an ordinal approach to measurement. Econometrica:
Journal of the Econometric Society, 219�231.
https://doi.org/10.2307/1912718
Sugiyono,
D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif
dan R&D.
Tamboto,
H. J. D., & Manongko, A. A. C. (2019). Model Pengentasan Kemiskinan
Masyarakat Pesisir Berbasis Literasi Ekonomi dan Modal Sosial. Makaria
Waya.
Tanjung,
M. (2018). Dampak Pemberian Bantuan Stimulan Terhadap Pemberdayaan Ekonomi
Penyandang Disabilitas Alumni Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas
Yogyakarta Perspektif Maqāşid Syarī�ah. Universitas Islam
Indonesia.
Zakiah,
K., Lestari, V. P., & Putra, H. D. (2020). Akuntabilitas Pelaksanaan
Program Keluarga Harapan (PKH): Komponen Kesejahteraan Sosial (Lanjut Usia dan
Disabilitas Berat) di Indonesia. Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara
Badan Keahlian DPR RI.
Copyright holder: Gloria Erysa
Meilinda Situmorang, Amy Yayuk Sri Rahayu (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |