Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 9, September
2023
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA YANG BEKERJA DI LUAR
NEGERI BERDASARKAN PRINSIP NEGARA HUKUM
Shaviera Indar Dhanty, Parasian
Simanungkalit, Dadang Herli
Saputra
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Rendahnya tingkat pendidikan TKI yang bekerja di luar negeri seringkali menjadikan nasib TKI semakin kurang menguntungkan. Meskipun hal itu tidak
seluruhnya benar, namun yang terkena musibah perlakuan ketidakadilan yang bersifat merugikan kebanyakan mereka yang tingkat pendidikannya kurang. Tingkat pendidikan juga akan sangat berpengaruh terhadap penguasaan bahasa, akses informasi teknologi dan budaya di mana mereka bekerja, terutama bagi TKI yang bekerja pada lembaga-lembaga atau institusi, seperti rumah sakit,
restoran, pertokoan, maupun lembaga lain yang menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi
adalah persoalan yang
sangat krusial. Ini berarti
kualitas pendidikan merupakan faktor penting dalam pertimbangan
dalam mengirim tenaga kerja ke
luar negeri. Makna dan arti
pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27
ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga
Negara Indonesia berhak atas
pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Program penempatan
TKI ke luar negeri, merupakan salah satu upaya penanggulangan masalah pengangguran. Peranan pemerintah dalam program ini di titik beratkan pada aspek pembinaan,serta
perlindungan dan memberikan
berbagai kemudahan kepada pihak yang terkait, khususnya TKI dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS). Apabila telah memperoleh
izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Dalam hal perlindungan terhadap TKI maka hak perlindungan itu dimulai dimulai
sejak pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna
penempatan.
Kata kunci:
Perlindungan Hukum, Tenaga Kerja
Indonesia, Negara Hukum.
Abstract
The low
level of education of migrant workers working abroad often makes the fate of
migrant workers less favorable. Although this is not entirely true, those
affected by the calamity of injustice treatment that are detrimental to most of
those with less education. The level of education will also greatly affect
language acquisition, access to technological information and the culture in
which they work, especially for migrant workers who work in institutions or
institutions, such as hospitals, restaurants, shops, and other institutions
that make language as a means of communication is a very crucial issue. This
means the quality of education is an important factor in consideration in
sending workers abroad. The meaning and significance of work for everyone is
reflected in the 1945 Constitution Article 27 paragraph (2) states that every
Indonesian citizen has the right to work and a decent living for humanity. The
migrant worker placement program abroad is one of the efforts to overcome the
unemployment problem. The role of the government in this program focuses on
aspects of development, protection and providing various facilities to related
parties, especially migrant workers and Private Indonesian Labor Placement
Implementers (PPTKIS). If you have obtained permission from the government to
carry out migrant worker placement services abroad in accordance with Law No.
39 of 2004 concerning the Placement and Protection of Indonesian Workers
Abroad. In terms of protection for migrant workers, the right to protection
starts from pre-placement, placement period, until post-placement.
Keywords: Legal
Protection, Indonesian Labor, State of Law.
Pendahuluan
Sedikitnya lapangan kerja menyebabkan minat sebagian besar masyarakat Indonesia untuk melakukan migrasi dan bekerja di luar negeri sebagai buruh migrant Indonesia (Timan,
2021). Pengiriman
buruh migran Indonesia ke hampir seluruh
Negara penempatan,didominasi
oleh perempuan dan mayoritas
mereka bekerja di sektor informal, seperti pembantu rumah tangga (PRT), baby sitter dan perawat
manusia lanjut usia (manula). Khususnya perempuan, berkontribusi besar terhadap laju ekonomi
Negara.
Perempuan, yang pada awalnya
tersingkir dari kerja perladangan untuk kemudian digantikan dengan tenaga teknologi modern di era pemerintahan soeharto dan dikenal dengan peristiwa �green revolution�, harus
mencari penghidupan yang
lain. Feminisasi kemiskinan
dan konsep patriarkhal pun terjadi untuk selanjutnya
kemudian menempatkan perempuan dalam sektor kerja domestik,
mendapat upah yang murah dengan perlindungan
yang minim (Wahyudi,
2015). Inilah
yang terjadi pada buruh migran Indonesia di luar negeri,
yang mayoritas bekerja sebagai PRT migran.
Namun besarnya buruh migran, terutama
perempuan, ke beberapa Negara pemasok terutama Malaysia tidak diimbangi dengan perlindungan yang ada. Mereka masih dipandang sebagai komoditi untuk memenuhi permintaan pasar dan bukan pekerja Indonesia di luar negeri
yang wajib dilindungi. Komoditi ini tercermin
dari minimnya poin perlindungan di Undang-Undang no.39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja
Indonesia yang selanjutnya disebut
TKI di luar negeri (PPTKILN).
Pada kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri menyebabkan banyaknya warga negara
Indonesia/TKI mencari pekerjaan
ke luar negeri. Dari tahun ke tahun
jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya animo tenaga kerja yang akan bekerja ke
luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja di luar negeri di satu sisi mempunyai
sisi positif, yaitu mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri namun mempunyai pula sisi negatif berupa
resiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI.
Risiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar risiko perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas dapat dihindari
atau minimal dikurangi.
Rendahnya tingkat pendidikan TKI yang bekerja di luar negeri seringkali menjadikan nasib TKI semakin kurang menguntungkan. Meskipun hal itu tidak
seluruhnya benar, namun yang terkena musibah perlakuan ketidakadilan yang bersifat merugikan kebanyakan mereka yang tingkat pendidikannya kurang. Tingkat pendidikan juga akan sangat berpengaruh terhadap penguasaan bahasa, akses informasi teknologi Gusti (2021) dan budaya
di mana mereka bekerja, terutama bagi TKI yang bekerja pada lembaga-lembaga atau institusi, seperti rumah sakit,
restoran, pertokoan, maupun lembaga lain yang menjadikan bahasa sebagai alat komunikasi
adalah persoalan yang
sangat krusial. Ini berarti
kualitas pendidikan merupakan faktor penting dalam pertimbangan
dalam mengirim tenaga kerja ke
luar negeri.
Makna dan arti pentingnya
pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Program penempatan TKI ke luar negeri, merupakan salah satu upaya penanggulangan
masalah pengangguran.
Peranan pemerintah
dalam program ini di titik beratkan pada aspek pembinaan, serta perlindungan dan memberikan berbagai kemudahan kepada pihak yang terkait, khususnya TKI dan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta (PPTKIS).2 Apabila telah memperoleh izin dari pemerintah
untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri (Sutedi, 2009).
Dengan banyaknya jumlah penduduk yang diatas rata-rata, maka banyak orang atau masyarakat yang melakukan migrasi dengan dorongan dari beberapa
faktor yang sudah dibahas seperti diatas. Kejadian ini menjadi salah satu pendukung mengapa orang melakukan human
mobility, dimana seseorang akan melakukan perpindahan atau pergerakan tidak hanya tertuju kepada
daerah atau negara lain, akan tetapi bisa
juga menuju ke banyak negara, tergantung dari motif dan tujuan yang akan dilakukan oleh orang tersebut.
Kejadian seperti tersebut dalam perkembangannya bisa dilihat bahwa pergerakan
seseorang yang melakukan perpindahan tersebut tidak selalu terjadi
karena didorong oleh kehendak pribadi, melainkan juga mengarah kepada kepentingan atau tujuan dari
sebuah kelompok atau golongan tertentu
untuk memenuhi sebuah misi atau
motif dan tujuan untuk mencari sesuatu yang menguntungkan bagi kelompok tersebut, dengan tujuan baik
maupun tidak baik, sehingga perpindahan atau pergerakan yang dilakukan memiliki pola atau
pattern tertentu yang sudah
direncanakan oleh kelompok atau golongan tersebut.
Pola atau motif ini harus diwaspadai
oleh sebuah daerah atau negara sebagai bentuk respon untuk
menanggapi pergerakan manusia yang terus meningkat seiring berjalannya waktu dan seiring dengan perkembangan zaman atau globalisasi. Kegiatan pergerakan manusia yang terjadi seperti ini biasa disebut
sebagai migrasi.
Adapun tujuan dari perlindungan TKI sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU No No. 39 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: a) Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b) Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat
asal di Indonesia; c) Meningkatkan
kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Dalam penempatan dan perlindungan
TKI di luar negeri, pemerintah
memiliki tugas untuk mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI
di luar negeri, dimana dalam melaksanakan tugas tersebut Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas pembantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Hal ini dimaksudkan
sebagai tanggung jawab Pemerintah dalam meningkatkan upaya perlindungan bagi TKI di luar negeri. Sebagai konsekuensi dari tanggung jawab
tersebut maka sesuai dengan Pasal
7 UU No No. 39 Tahun 2004 Pemerintah berkewajiban untuk: a) Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri; b) Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI; c) Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri; d) Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; e)
Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purnavpenempatan.
Perlindungan negara bagi warga negaranya merupakan hak warga
negara yang dijamin oleh undang-undang.
Dalam hal perlindungan terhadap TKI maka hak perlindungan
itu dimulai dimulai sejak pra
penempatan, masa penempatan,
sampai dengan purna penempatan (Yuliartini
& Mangku, 2020). Di luar
negeri perlindungan terhadap
TKI dilaksanakan oleh oleh Perwakilan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang mana perlindungan
itu didasarkan kepada peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional.
Setelah bangsa
Indonesia merdeka, pengerahan
tenaga kerja Indonesia khususnya ke luar
negeri baru mulai diatur tahun 1970 dengan keluarnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 Tahun 1970 tentang Pengerahan Tenaga Kerja jo. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 1 Tahun 1983 tentang Perusahaan Pengerahan
Tenaga Kerja Indonesia ke
Luar Negeri dan selanjutnya beberapa
kali disempurnakan oleh Menteri Tenaga Kerja terakhir dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. 104 Tahun 2000 jo. No. 104A Tahun
2000 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke
Luar Negeri.
Gerakan reformasi yang berhasil
menumbangkan pemerintahan orde baru telah
membangkitkan semangat untuk melakukan koreksi/perbaikan terhadap kekurangan pemerintahan masa lalu termasuk di bidang hukum yang masih banyak menggunakan produk hukum peninggalan
kolonial dan atau produk hukum nasional
yang dipandang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan yang ada.
Oleh karena itu, pada tanggal 25 Maret 2003 pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Undang-undang ini
mencabut enam ordonansi peninggalan Belanda
yang masih berlaku, salah satunya adalah Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Negeri.
Dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri diatur dengan Undang-undang
(Pasal 34).
Untuk melaksanakan
amanat Pasal 34 Undang-undang ini, pada tanggal 18 Oktober 2004 pemerintah
menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (Lembaran
Negara RI Tahun 2004 Nomor
133, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4445).
Adapun tujuan dari perlindungan TKI sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UU No No. 39 Tahun 2004 adalah sebagai berikut: a) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; b) menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri, di negara tujuan, sampai kembali ke tempat
asal di Indonesia; c) meningkatkan
kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Dalam penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, pemerintah memiliki tugas untuk mengatur,
membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI
di luar negeri, dimana dalam melaksanakan tugas tersebut Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas pembantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Hal ini 30 dimaksudkan sebagai tanggung jawab Pemerintah dalam meningkatkan upaya perlindungan bagi TKI di luar negeri.
Salah satu daerah asal TKI yang cukup besar di Indonesia adalah NTB khususnya Pulau Lombok. Sampai dengan akhir tahun
2009 berdasarkan data pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB jumlah TKI yang bekerja di luar negeri mencapai 650.000 orang. Remittance yang dikirim
oleh TKI sebanyak Rp2.000.000.000, - (dua milyar rupiah) per hari belum termasuk yang dikirim lewat teman
yang pulang atau yang dibawa langsung oleh TKI yang bersangkutan.
�Untuk melindungi TKI yang bekerja di luar negeri (work in
overseas), pemerintah telah
menetapkan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI
di Luar Negeri dan peraturan pelaksanaannya.
Meskipun demikian TKI belum dapat terlindungi
secara layak baik pada tahap pra penempatan (pre-placement), saat penempatan (during
placement), dan setelah penempatan
(postplacement).
Berbagai kasus menimpa TKI yang bekerja di luar negeri seakan tidak mengenal kata akhir mulai dari
tindakan kekerasan, pelecehan seksual, upah, jam kerja, dan waktu istirahat yang tidak sesuai dengan
perjanjian kerja, dan
lain-lain yang melanggar harkat
dan martabat manusia (Febriyanto
& Rohman, 2018).
Dalam kaitannya dengan perlindungan pra penempatan TKI yang meliputi pemberian informasi dan pengurusan dokumen, pemerintah tidak bisa menyerahkan
sepenuhnya kepada swasta, tetapi semestinya terlibat menanganinya secara bersama-sama (Husni,
2011). Selain pemberian
informasi dan pengurusan dokumen, menurut hemat penulis yang tidak kalah pentingnya
untuk menjadi hak calon TKI dan tanggung jawab pemerintah bersama PPTKIS untuk melaksanakannya adalah pelatihan kerja.
Pelatihan kerja
(work training) memiliki kedudukan
strategis dalam rangka membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas calon TKI (Manasiq,
2023). Untuk itu pelatihan kerja
dilakukan untuk memberikan keunggulan komparatif dan kompetitif kepada calon TKI agar dapat diperlakukan secara lebih bermartabat
oleh pengguna jasa yang sekaligus telah memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap HAM. Demikian halnya dengan perlindungan pada saat dan purna penempatan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis
menetapkan judul penelitian ini adalah: Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia (Tki) Yang Bekerja Di Luar Negeri Berdasarkan Prinsip Negara Hukum
Rumusan penelitian
ini adalah 1) Bagaimana Perlindungan Hukum TKI
yang bekerja di Luar Negeri? 2) Bagaimana
Tanggung Jawab dan Peran Negara di dalam memberikan Kepastian Hukum kepada Warga
Negara yang menjadi TKI?
Metode Penelitian
Metode penelitian
berperan penting untuk mendapatkan data yang akurat dan terpercaya. Metode penelitian ini juga digunakan sebagai alat atau cara
untuk pedoman dalam melakukan penelitian. Jenis penelitian yang
dilakukan dalam penelitian hukum ini adalah dengan
menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengutamakan data kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder.
Data sekunder
tersebut dapat berupa bahan hukum
primer,sekunder maupun tersier. Penelitian ini meliputi penelitian mengenai ketentuan hukum positif yang berlaku di Indonesia yang berkaitan
dengan Perlindungan Hukum
TKI yang bekerja di Luar Negeri.
Hasil dan Pembahasan
A. Perlindungan
Hukum terhadap hak-hak TKI
yang bekerja di Luar Negeri
Menurut Pasal 1 yang bagian (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Calon Tenaga Kerja Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
Adapun institusi
yang berwenang memberikan perlindungan hukum terhadap TKI di Indonesia, adalah:
a) Dinas Sosial
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Dinsosnakertrans) Sesuai ketentuan Pasal 10 dan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri terdiri dari Pemerintah, Pelaksana Penempatan TKI swasta dan Perusahaan untuk kepentingan perusahaan sendiri. Pelaksanaan penempatan TKI dari pemerintah dilaksanakan oleh
Dinas Sosial Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans).
b) Pelaksana
Penempatan TKI Swasta
(PPTKIS) Menurut Pasal 1 bagian (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di 25 Luar Negeri, Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) adalah badan hukum yang telah memiliki izin tertulis dari
Pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan penempatan TKI di luar negeri. Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) menurut buku pedoman pengawasan
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia adalah badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas yang
memiliki Surat Ijin Pelaksana Penempatan TKI
(SIPPTKI) untuk melaksanakan
kegiatan jasa penempatan tenaga kerja di dalam dan ke luar negeri. Perusahaan yang akan menjadi pelaksana
penempatan TKI swasta wajib mendapat izin tertulis berupa
SIPPTKI dari Menteri.
Untuk dapat memperoleh SIPPTKI pelaksana penempatan TKI swasta harus memenuhi
persyaratan: a) berbentuk
badan hukum perseroan terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan perundangan-undangan; b) memiliki
modal disetor yang tercantum
dalam akta pendirian perusahaan, sekurang- kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000,00 (tiga
milyar rupiah); c) menyetor
uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk
deposito sebesar
Rp.15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah) pada bank pemerintah; d) memiliki
rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI
di luar negeri sekurang- kurangnya untuk kurun waktu 3 (tiga) tahun berjalan;
e) memiliki unit pelatihan kerja; f) memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI.
Izin untuk melaksanakan penempatan TKI di luar negeri diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setiap 5 (lima) tahun sekali. Perpanjangan
izin dapat diberikan kepada pelaksana penempatan TKI swasta selain harus
memenuhi syarat juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) telah melaksanakan kewajibannya untuk memberikan laporan secara periodik kepada Menteri. b) telah melaksanakan penempatan sekurang- kurangnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari rencana penempatan
pada waktu memperoleh
SIPPTKI. c) masih memiliki sarana dan prasarana yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan; d) memiliki
neraca keuangan selama 2 (dua) tahun terakhir tidak mengalami kerugian yang diaudit akuntansi publik; dan e) tidak dalam kondisi diskors.
Keberadaan TKI di luar negeri, sudah diupayakan untuk mendapat perlindungan dari berbagai pihak
yang terkait, terutama dari Pemerintah, terbukti dengan ditingkatkannya pemberian informasi kepada masyarakat, serta telah dikeluarkannya instrumen peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan tidak langsung telah menekan terjadinya kasus pelanggaran HAM terhadap para TKI.
Upaya untuk
meningkatkan perlindungan terhadap TKI ada beberapa hal yang selama ini telah
dilakukan oleh pemerintah, diantaranya adalah:
Perlindungan dengan pendekatan secara politis Pendekatan politis dilakukan secara konkret yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengupayakan perlindungan TKI di luar negeri dengan membuat perjanjian kerjasama antar Pemerintah atau G to G (Goverment to Goverment) dari negara penerima maupun negara pengirim TKI, kerjasama G to NGO (Goverment to
Non Goverment Organization), kerjasama
dengan organisasi keagamaan, dan kerjasama G to privat atau privat
to privat. Kerjasama G to G (Goverment
to Goverment) dari negara penerima TKI, dilakukan dengan bentuk Momerandum
of Undertanding (MoU), arrangement atau perjanjian bilateral.
Hal demikian
diupayakan karena apabila hubungan kerjasama G to G (Goverment to Goverment) dengan negara penerima tidak dilandasi dengan MoU, maka terbatas pada konvensi Wina 1963 yang mengharuskan setiap perwakilan negara asing tetap menghormati kedaulatan dari otoritas negara tuan rumah. Hal ini dipastikan dapat menghambat pelaksanaan perlindungan TKI yang
dilakukan pemerintah RI di
Negara penerima TKI yang bersangkutan.
Pembentukan Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Untuk
mengoptimalkan perlindungan
TKI di luar negeri yang lebih
terpadu, pemerintah membentuk suatu badan bersifat nasional yang bertugas untuk melindungi TKI di luar negeri. Sebuah lembaga pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang berkedudukan di ibu kota Negara yaitu Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), yang berfungsi melaksanakan kebijakan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinir dan terintegrasi, dengan beberapa tugas sebagai berikut (PPTKILN UU No.
39 Tahun 2004, Pasal 95 ayat 2) yaitu: 1) Melakukan penempatan atas dasar perjanjian
secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan. 2) Memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai: dokumen, pembekal akhir pemberangkatan (PAP), penyelesaian masalah, sumber-sumber pembiayaan, pemberangkatan sampai pemulangan, peningkatan kualitas calon TKI, informasi, kualitas pelaksana penempatan TKI, dan peningkatan kesejahteraan TKI dan
keluarganya.
Pemberian Bantuan Kemanusiaan Perlindungan dalam bentuk bantuan kemanusiaan ini diberikan kepada TKI yang sedang menjalani proses peradilan di negara setempat, dikarenakan adanya tuduhan telah melakukan
tindak pidana. Perlindungan yang semacam ini biasanya dilakukan
dengan bentuk kunjungan secara priodik dan pemantauan serta memberikan dorongan moril kepada TKI yang mengalami masalah.
Bantuan lainnya adalah pemenuhan kebutuhan pokok seharihari selama dalam proses menjalani peradilan, menyediakan rohamiwan dan memberikan layanan kesehatan/psiko sosial, serta mambantu
pemulangan TKI ke tanah air. Misalnya membuat kebijakan akan memulangkan orang pendatang termasuk juga TKI yang tidak berdokumen, maka pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memberikan layanan kepada TKI bermasalah, terutama TKI yang memanfaatkan masa amnesti untuk pulang ke
Indonesia. Mengingat bahwa sebagian besar TKI amnesti mampu membiayai
pemulangan mereka dan keluarganya sampai ke daerah asal
masing-masing, maka penggunaan
dana tersebut hanya untuk hal-hal yang sangar
emergency yang berkaitan dengan
masalah kemanusiaan.
Pemberian Bantuan Hukum Selama ini bantuan hukum
yang diberikan kepada TKI adalah: 1) Pemdampingan; 2) Konsultasi mengenai hukum yang berlaku di negara setempat; 3) Bertindak sebagai moderator dalam menyeleaikan perselisihan antara TKI dan pengusaha; 4) Menyediakan advokat baik yang bersifat pro bono maupun free paying. Dalam bentuk bantuan hukum seperti
itu, pemerintah Indonesia pernah meminta jasa 10 pengacara di Malaysia untuk menggugat secara hukum para pengusaha yang tidak membayar gaji TKI.
a) Hak-Hak TKI Di Luar
Negeri
Mengatasi persoalan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang bermasalah di luar
negeri, tentu tidak lepas dari diplomasi
yang harus dilakukan terhadap negara yang bersangkutan,
untuk melakukan hal tersebut, dalam
hal ini negara harus terlebih dulu memenuhi hak
setiap warga negara
Indonesia untuk memperoleh pekerjaan di dalam negeri. Ada hal-hal yang perlu disepakati terlebih dulu dimana hal
yang paling penting adalah masalah hak asasi
manusia.
Hak asasi
manusia bagi warga negara Indonesia yang akan bekerja ke luar
negeri yang pertama-tama harus
dipenuhi adalah hak untuk memperoleh
pekerjaaan di dalam negeri.
Karena kebijakan penghentian
pengiriman TKI ke luar negeri atau moratorium itu seringkali ditentang karena alasan melanggar hak asasi manusia
warga negara untuk bekerja di luar negeri. Meskipun ada konvensi
mengenai free movement, tetap
saja kita harus memperhatikan mengenai pemenuhan hak warga negara di dalam negeri untuk mendapatkan pekerjaan.
Akar permasalahan
TKI sebenarnya disebabkan
oleh pengelola negara yang bersifat
swasta. Regulasi mengenai TKI itu rumusannya adalah peraturan penempatan dan perlindungan, dimana seolah-olah perlindungan TKI itu menjadi subordinat
dari penempatan TKI. Menjadi prioritas itu adalah perlindungan
terhadap TKI sejak dari calon TKI direkrut, diberangkatkan, ditempatkan, hingga pemulangan kembali ke keluarganya di tanah air. Harus ada pemisahan yang jelas antara peran dan tanggung jawab negara pengirim, negara penempatan dan individu TKI itu sendiri.
Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama, Hak TKI dalam UU No.39 tahun 2004 tentang PPTKILN adalah sebagai berikut:
i. Hak untuk bekerja di luar negeri (Pemenuhan hak konstitusional setiap warga negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu bahwa�tiap-tiap
warga� negara berhak atas� pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan�. Hak untuk mendapatkan pekerjaan ini baik
di dalam negeri maupun di luar negeri).
ii. Hak memperoleh
informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri. (TKI
berhak mendapatkan informasi mengenai negara yang akan dituju untuk
penempatannya di luar
negeri, untuk mempersiapkan
keahlian dan bahasa yang akan digunakan).
iii. Hak untuk
memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri. (TKI mempunya perlakuan yang sama didalam penempatan di luar negeri sesuai dengan kebutuhan dan permintaan tenaga kerja dari negara yang akan dituju serta
mendapatkan pelayanan yang sama dengan tenaga
kerja lainnya).
iv. Hak untuk
memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinan serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya. (TKI Mempunyai hak yang diatur di dalam Undang-Undang untuk memperoleh kebebasan dalam beragama serta menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya
di dalam menjalankan pekerjaannya di negara tujuan).
v. Hak untuk
mendapat upah sesuai dengan standar
yang berlaku di negara tujuan.
(Perlindungan terhadap upah TKI yang dijamin di dalam Undang-Undang yaitu mendapatkan upah standar dan sesuai yang berlaku di negara tujuan tanpa mengurangi
hak upahnya)
vi. Hak memperoleh
kesempatan, dan perlakuan
yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing
lain sesuai dengan peraturan undang-undang di negara
tujuan (Hanifah, 2021). (TKI yang bekerja di negara tujuan mempunyai hak dan kesempatan serta perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan haknya, untuk menjamin
Hak Asasi Manusia di negara
tujuan)
vii. Hak untuk
memperoleh jaminan hukum sesuai dengan
peraturan perundangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan
undang-undang selama penempatan di luar negeri. (Pemerintah menjamin perlindungan hukum terhadap TKI yang berada di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan)
viii. Hak untuk memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan saat kepulangan ke tempat asal
dan hak untuk memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli. (Pemerintah memberikan jaminan terhadap TKI yang bekerja dalam bentuk keselamatan
sampai kepulangan ke tempat asal
dan TKI diberikan naskah perjanjian kerja yang asli untuk keamanan
di negara tujuan)
b) Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur
Hak-hak TKI
Diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4445 Tahun
2004. diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi para TenagaKerja Indonesia
yang berada di Luar Negeri. Selain itu adanya Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
No. 14/Men/2010 tentang Pelaksanaan
Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per.07/Men/V/2010 Tentang
Asuransi Tenaga Kerja
Indonesia juga merupakan landasan
hukum untuk melindungi Tenaga Kerja Indonesia
yang berada di luar negeri
2. Tanggung
Jawab dan Peran Negara di dalam memberikan
Kepastian Hukum kepada
Warga Negara yang menjadi TKI
Dalam Hukum Ketenagakerjaan,
penegakan hukum dapat dilakukan secara administratif maupun pidana. Demikian halnya dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar, dalam Pasal 100 menyebutkan bahwa Menteri menjatuhkan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap beberapa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 20, Pasal 30, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 69 ayat (1), Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73 ayat (2), Pasal 74, Pasal 76 ayat (1), Pasal 82, Pasal 83, atau Pasal 105.
Sanksi administratif tersebut berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan
usaha penempatan TKI, pencabutan izin, pembatalan keberangkatan calon TKI, dan/atau pemulangan TKI dari luar negeri dengan biaya sendiri (Pasal 101). Dalam Hukum Administrasi
peranan sanksi ini sangat penting sebagai alat kekuasaan
yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi negara.
Selain penegakan
hukum secara administratif, di bidang ketenagakerjaan khususnya dalam penempatan dan perlindungan TKI juga diatur penegakan hukum secara pidana seperti
yang diatur dalam Pasal 102 jo (Susilo, 2017). Pasal
104 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5
tahun dan/atau denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 19, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 45, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 68, dan Pasal 70.
Penegakan hukum terhadap ketentuan di atas sangat lemah, hal ini
terbukti dari banyaknya kasus pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut namun tidak diproses
ke pengadilan. Misalnya kasus perekrutan TKI di bawah umur yang sering dilakukan oleh PPTKIS ataupun
calo/sponsor TKI sebagaimana diatur
dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. Demikian juga terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 51 mengenai keharusan menempatkan TKI dengan memiliki dokumen yang lengkap.
Pemerintah memberikan perlindungan terhadpat TKI atau calon TKI bila terjadi permasalahan di luar negeri, adanya perwakilan di luar negeri dalam memberikan perlindungan terhadap TKI hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 pasal 78 yang menyatakan bahwa: a) Perwakilan Republik Indonesia memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan Internasional; b) Dalam rangka perlindungan TKI di luar negeri, pemerintah dapat menetapkan jabatan atas ketenagakerjaan pada perwakilan Republik Indonesia tertentu; c) Penugasan atas ketenagakerjaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 Pasal 80 menunjukkan adanya perlindungan calon TKI maupun TKI. Perlindungan calon TKI dan TKI sesuai dengan langkah-langkah berikut:
Disnakertrans Kabupaten atau Kota daerah asal calon
TKI melakukan seleksi tentang umur, pendidikan,
kesehatan, baik fisik maupun administratif.
Bagi yang memenuhi syarat ditetapkan sebagai calon TKI dan akan disalurkan melalui PPTKIS untuk proses penempatan
Calon TKI menandatangani perjanjian penempatan dengan PPTKIS diketahui oleh Disnakertrans kabupaten kota atau kota setempat.
Calon TKI dipastikan diikutkan dalam program asuransi perlindungan TKI, sehingga apabila terjadi musibah atau kecelakaan
calon TKI atau TKI mendapatkan santunan sesuai dengan ketentuan
Calon TKI mengikuti Pembelaan Akhir Pemberangkatan (PAP) sebelum keberangkatan luar negeri. Sehingga calon TKI mampu memahami cara yang harus ditempuh apabila menghadapi permasalahan di luar negeri
1) Perbandingan
TKI dari Negara Filipina
Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 28 D Ayat (2)
UUD Negara RI Tahun 1945 jelaslah
bahwa bekerja merupakan hak asasi
warga negara yang merupakan
tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Untuk melaksanakan amanat konstitusi ini, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan. Salah satunya adalah dengan mengisi peluang kerja di luar negeri. Indonesia adalah pengirim (sending country) buruh mengirim terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Philipina. Berdasarkan data yang ada pada tahun 2009 jumlah TKI yang bekerja di luar negeri mencapai 6,5 juta orang, secara makro uang yang dikirim
(remittance) oleh buruh migran
Indonesia pada tahun 2009 berjumlah
U$$ 6,793 milyar, dan pada tahun
2010 meningkat menjadi U$$
7,139 milyar dollar (Febriyanto &
Rohman, 2018).
Pemerintah Filipina merupakan negara terbesar pertama di Asia tenggara dalam hal pengiriman
tenaga kerja keluar negeri (Sugandi & Heryadi, 2018). kebijakan
pengiriman tenaga kerja keluar negeri ini dilakukan untuk
mengurangi kelangkaan lapangan pekerjaan di dalam negeri (Saputra, 2018). kebijakan
migrant workers and Overseas Filipinos Act of 1995 merupakan
undang-undang yang akan melindungi tenaga kerjanya di luar negeri. kebijakan tersebut tetap dijalankan pada masa pemerintahan Gloria Macapagal Arroyo yang mana pada masa
Arroyo lebih mementingkan perlindungan serta pengiriman tenaga kerja yang terampil daripada hanya memikirkan pengiriman saja.
Pemerintahan masa
Arroyo selalu menunjukkan tren yang cukup positif dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja
yang terampil serta devisa yang diperoleh dari remiten yang dikirimkan oleh para tenaga kerja tersebut sangat membantu perekonomian Filipina.
Keberhasilan Pemerintah Filipina dalam Perlindungan Tenaga Kerja di Luar
Negeri melalui Undang-undang
pertama kali yang mengatur tenaga kerja Filipina adalah Undang-Undang No 442 Tahun 1974 Tentang Perburuhan, yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 1974. Selain itu, undang-undang untuk Filipina di luar negeri yang berlaku, yaitu Undang-Undang Voting
Overseas Absentee dari 2003 (RA 9189) yang memungkinkan Filipina di luar
negeri untuk berpartisipasi
dalam pemilihan nasional di Filipina tanpa hadir secara fisik
di Filipina.
Isu dan Tren tentang Migrasi Tenaga Kerja Filipina Dalam Pasal XIII Konstitusi Filipina mengungkapkan
tanggung jawab penuh Kongres untuk
memberikan prioritas tertinggi dalam pemberlakuan tindakan-tindakan
yang melindungi dan meningkatkan
hak-hak semua orang atas martabat manusia
melalui penegasan bahwa ketidaksetaraan sosial, ekonomi dan politik serta ketidakadilan
budaya di antara para elit. dan kaum miskin akan dikurangi atau disingkirkan untuk menjamin kesejahteraan yang adil dan kebaikan bersama di antara rakyat Filipina. Ini juga menetapkan
peran Komisi Hak Asasi Manusia yang menjamin tindakan hukum yang tepat untuk perlindungan hak asasi manusia
semua orang di Filipina serta
orang Filipina yang tinggal di luar
negeri.
Pemerintah filipina memiliki komitmen yang besar dalam melindungi warga negara. Di Singapura pembantu
rumah tangga yang dihukum mati di Singapura, memancing krisis politik antara Singapura dan
Filipina. Akhirnya pemerintah
Filipina bertindak menarik duta besar dari
Singapura. Untuk melindungi
tenaga kerja migran di luar negeri, pemerintah mengharuskan melalui jalan legal, baik melalui POEA atau agen swasta
asing, dan pemerintah Filipina
langsung bertanggung jawab sepenuhnya seperti dituntut dalam UU Tenaga Kerja Migran yang disebut Republic Act.
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Filipina (Labour
Code of the Philippines) yang ditetapkan pada tahun 2009, para pekerja Filipina
hanya bisa dikirim ke negara-negara yang memberi perlindungan dan kepastian hukum yang cukup atau yang telah menandatangani perjanjian bilateral. Perjanjian ini pada intinya mencegah terjadinya kasus-kasus perlakukan buruk terhadap para pekerja Filipina.
Sejumlah negara di
Timur Tengah dan Asia Tenggara, yang dikenal sebagai tujuan utama pekerja Filipina, tidak termasuk dalam daftar hitam pemerintah Filipina. Di negara-negara ini
juga muncul kasus perlakukan buruk terhadap pekerja-pekerja asal Filipina. Perusahaan multinasional
yang mempekerjakan tenaga terampil di negara-negara yang dilarang
akan mendapatkan pengecualian.
Kesimpulan
Bahwa Menurut Pasal 1 yang bagian (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri, Calon Tenaga Kerja Indonesia adalah setiap warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat
sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.
Keberadaan TKI di luar negeri, sudah diupayakan untuk mendapat perlindungan dari berbagai pihak
yang terkait, terutama dari Pemerintah, terbukti dengan ditingkatkannya pemberian informasi kepada masyarakat, serta telah dikeluarkannya instrumen peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan tidak langsung telah menekan terjadinya kasus pelanggaran HAM terhadap para TKI.
Upaya untuk
meningkatkan perlindungan terhadap TKI ada beberapa hal yang selama ini telah
dilakukan oleh pemerintah, diantaranya adalah: Perlindungan dengan pendekatan secara politis dengan pendekatan politis dilakukan secara konkret yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mengupayakan perlindungan TKI di luar negeri dengan membuat perjanjian kerjasama antar Pemerintah, Pembentukan Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Untuk
mengoptimalkan perlindungan
TKI di luar negeri yang lebih
terpadu, pemerintah membentuk suatu badan bersifat nasional yang bertugas untuk melindungi TKI di luar negeri dan
Pemberian Bantuan Kemanusiaan. Kemudian perusahaan pengelola TKI harus mensosialisasikan hak-hak TKI yang didapat oleh
TKI, agar adanya pengetahuan
dan perlindungan terhadap
TKI yang bekerja di luar
negeri.
Bahwa Dalam
Hukum Ketenagakerjaan, penegakan hukum
dapat dilakukan secara administratif maupun pidana. Demikian halnya dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar, dalam Pasal 100 menyebutkan bahwa Menteri menjatuhkan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap beberapa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 20, Pasal 30, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 67 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 69 ayat (1), Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73 ayat (2), Pasal 74, Pasal 76 ayat (1), Pasal 82, Pasal 83, atau Pasal 105.
Sanksi administratif tersebut berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan
usaha penempatan TKI, pencabutan izin, pembatalan keberangkatan calon TKI, dan/atau pemulangan TKI dari luar negeri dengan biaya sendiri (Pasal 101). Dalam Hukum Administrasi
peranan sanksi ini sangat penting sebagai alat kekuasaan
yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi negara dan Duta Besar yang berada
di luar negeri aktif untmemberikan perlindungan hukum bila terjadi
TKI yang tidak diberikan gaji serta TKI yang mendapatkan kekerasan.
BIBLIOGRAFI
Febriyanto, Triyan, & Rohman, Agus Taufiqur.
(2018). Perlindungan Hak-Hak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang Bekerja di Luar
Negeri. Lex Scientia Law Review, 2(2), 139�154.
Gusti, Irganov Maghfiroh, Gayatri, Siwi, &
Prasetyo, Agus Subhan. (2021). Pengaruh umur, tingkat pendidikan dan lama
bertani terhadap pengetahuan petani tentang manfaat dan cara penggunaan kartu
tani di Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Jurnal Litbang Provinsi
Jawa Tengah, 19(2), 209�221.
Hanifah, Ida. (2021). Peluang tenaga kerja asing untuk
bekerja di Indonesia berdasarkan rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. De
Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, 6(1), 168�173.
Husni, Lalu. (2011). Penempatan Dan Perlindungan
Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Yang Bekerja Di Luar Negeri (Kajian Yuridis
Terhadap Asas Hukum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Guna Mewujudkan
Penempatan & Perlindungan TKI yang Bermartabat).
Manasiq, Gufron Zainal Abidin Sdawi. (2023).
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Bahasa Arab Calon TKI Berkeahlian Melalui Arabic
Camp di Badan Latihan Kerja (BLK) Pondok Pesantren Kebun Baru Palengaan
Pamekasan. Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, 9(1), 122�140.
Saputra, Rangga D. W. I. (2018). UPAYA
PENANGGULANGAN PENGIRIMAN TENAGA KERJA INDONESIA ILEGAL (Studi Di BP3TKI
Lampung).
Sugandi, Yogi Suprayogi, & Heryadi, Dudy. (2018).
Kebijakan Migrasi Lintas Negara Pemerintah Indonesia (Studi Kasus Pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia ke Malaysia. Jurnal Wacana Kinerja: Kajian
Praktis-Akademis Kinerja Dan Administrasi Pelayanan Publik, 20(2),
41�52.
Susilo, Endar. (2017). Rekonstruksi Perlindungan Hukum
Tenaga Kerja Indonesia (Tki) Dalam Perspektif Uu No. 39 Tahun 2004 Tentang
Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri Yang Berbasis
Nilai Keadilan. QISTIE, 9(2).
Sutedi, Adrian. (2009). Hukum perburuhan. Sinar
Grafika.
Timan, Muhammad Rizal B. (2021). Studi Etos Kerja
Pekerja Migran Indonesia (PMI) Di Kabupaten Jember. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam Program Studi Ekonomi Syariah.
Wahyudi, Deny Tri. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Mimbar Keadilan, 278213.
Yuliartini, Ni Putu Rai, & Mangku, Dewa Gede
Sudika. (2020). Peran Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Kabupaten Buleleng Dalam
Penempatan Dan Pemberian Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia Di Luar
Negeri. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(2), 22�40.
Copyright holder: Shaviera Indar Dhanty,
Parasian Simanungkalit,
Dadang Herli Saputra (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |