Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 9, September 2023

 

ANALISIS PENGARUH DIGITALISASI DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA YANG DIMEDIASI OTONOMI KERJA

 

Novita Dewi Pratantia, Yasmine Nasution

Universitas Indonesia, Jakarta

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Perkembangan teknologi terkini mendorong digitalisasi pada organisasi, dimana proses bisnis organisasi bertransformasi menggunakan alat digital sebagai nilai tambah bagi organisasi sekaligus untuk meningkatkan kinerjanya.Hal ini dapat menjadi tantangan bagi organisasi sehingga gaya kepemimpinan memegang peranan penting dalam transformasi ini sementara pekerjaan rutin diharapkan dapat berjalan lebih efektif. Selain efektivitas, transformasi juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan dimana kepuasan kerja pegawai juga berperan penting di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur hubungan antara digitalisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja dengan intervensi otonomi kerja melalui survei online kepada 400 responden yang merupakan pegawai pemerintahan yang kemudian dianalisis dengan metode SEM-PLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh langsung digitalisasi terhadap kepuasan kerja namun terdapat pengaruh tidak langsung melalui otonomi kerja. Sedangkan kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung melalui otonomi kerja terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi pada penelitian terkait perubahan organisasi.

 

Kata kunci: Digitalisasi, Kepemimpinan, Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, Otonomi Kerja, Perubahan Organisasi

 

Abstract

Current technological developments are driving digitalization in organization, which is the transformation of business operations using digital tools to provide added value for the organization. It can be challenging for organizations, thus leadership style is important in the transformation process, while routine tasks are expected to be carried out more effectively. In addition to effectiveness, the transformation�s outcome is anticipated to enhance overall service quality, with employee job satisfaction playing a role. This research was conducted to measure the relationship between digitalization and transformational leadership on job satisfaction mediated by job autonomy through online survey in which 400 government employees participated, and the results were analyzed using the SEM-PLS method. The results showed that there was no direct effect of digitalization on job satisfaction but there is a significant indirect effect through job autonomy. Whereas transformative leadership had both direct and indirect effects on job satisfaction through job autonomy. This research is expected to contribute to organizational change-related research.

 

Keywords: Digitalization, Leadership, Transformational Leadership, Job Satisfaction, Job Autonomy, Organizational-Change

 

Pendahuluan

Kepuasan kerja menjadi topik yang paling banyak diteliti dalam jurnal manajemen (D�az-Carri�n et al., 2020; Jung & Takeuchi, 2018; Lee & Chelladurai, 2018). Tidak hanya kinerja dan produktivitas pegawai yang akan terpengaruh atau terdampak dengan adanya kepuasan kerja pegawai, tetapi juga akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi melalui peningkatan kepuasan pelanggan, kualitas layanan, kepuasan dan loyalitas pelanggan, serta citra merek (O�Donoghue & Tsui, 2015).

Keterkaitan antara kepuasan kerja pegawai dengan kinerja individu dan organisasi sangat terlihat pada industri jasa karena kualitas layanan jasa yang diberikan melibatkan perilaku dan sikap pegawai (D�az-Carri�n et al., 2020), termasuk organisasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai dan kesejahteraan pegawai, pengetahuan dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat penting untuk diimplementasikan pada organisasi (Martin et al., 2022).

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi erat kaitannya dengan penciptaan nilai-nilai baru untuk mendapatkan manfaat setinggi-tinginya bagi organisasi (Parida et al., 2019; Scott et al., 2019; Verhoef et al., 2021). Penggunaan teknologi baru atau teknologi digital dalam rangka menciptakan model bisnis baru, memberikan sumber pendapatan baru, dan menangkan peluang terciptanya nilai baru dalam ekosistem industri didefinisikan sebagai digitalisasi (Parida et al., 2019). Digitalisasi juga terkait pada bagaimana teknologi digital diimplementasikan pada sebuah organisasi sehingga mengubah proses bisnis dan struktur organisasi itu sendiri (Verhoef et al., 2021), misalnya penggunan aplikasi digital, penyimpanan informasi, dan media komunikasi internal dan eksternal.

Banyak kendala yang dihadapi oleh organisasi ketika melakukan digitalisasi karena dampaknya yang menyeluruh pada organisasi, seperti proses operasional, sumber daya, pengguna internal dan eksternal (Henriette et al., 2015; Parviainen et al., 2022). Beberapa peneliti menemukan bahwa motivasi dan perilaku pegawai merupakan faktor penting dalam keberhasilan perubahan organisasi (Kim et al., 2011; Van den Heuvel et al., 2010) dan peran pemimpin sangat penting dalam membentuk motivasi dan perilaku pegawai terhadap perubahan (Oreg & Berson, 2011).

Para peneliti menyadari bahwa jenis kepemipinan yang memberikan pengaruh positif saat perubahan adalah kepemimpinan yang transformasional, namun mekanisme yang menjelaskan hubungan diantara keduanya masih belum terlalu jelas (Bono & Judge, 2003; Wang & Howell, 2012).

Penggunaan teknologi digital atau digitalisasi, memberikan kemudahan dalam mengelola dan mengawasi pekerjaan sehingga pegawai memiliki wewenang atau otonomi terhadap pekerjaannya (Bader & Kaiser, 2017; Darr, 2003; Ivanova & Bronowicka, 2018; Mazmanian et al., 2013). Otonomi pekerjaan atau kebebasan dalam menentukaan cara penyelesaian pekerjaan didapatkan pegawai dari pemimpin yang transformasional karena pemimpin transformasional memberikan persepsi manajemen yang suportif kepada pegawai dengan menyeimbangkan antara kinerja dan pengembangan diri serta mempertimbangkan keunikan tiap individu pegawai (Amankwaa et al., 2019; Chen et al., 2018; Pattnaik & Sahoo, 2021).

Efek dari penggunaan teknologi digital di tempat kerja tidak selalu positif terhadap kepuasan kerja bergantung pada otonomi pekerjaan (Fleischer & Wanckel, 2023; Karimikia et al., 2020; Plimmer et al., 2022).

Instansi pemerintah di Indonesia sudah memulai melakukan reformasi birokrasi sejak 1998 dan saat ini sudah memasuki masa Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan efisien (biaya dan waktu) dalam melaksanakan tugas sehingga terbentuk instansi pemerintahan yang adaptif, efektif,proaktif, dan antisipatif.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan salah satu instansi pemerintah yang memberikan layanan perpajakan kepada masyarakat dan sedang dalam tahap pengembangan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau core tax system dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi dan meningkatkan kualitas layanannya kepada masyarakat.

Kepuasan kerja merupakan hasil dari proses kognitif atau respon emosi pegawai terkait pekerjaannya yang membandingkan antara aspek kerja yang dikerjakan dengan kerangka kerja yang diinginkan (Smith et al., 1969). Tingginya kepuasan kerja tidak secara langsung meningkatkan kinerja, namun kepuasan kerja berkaitan dengan kondisi internal organisasi yang sangat berpengaruh pada kinerja individu dan kinerja organisasi karena menyangkut komitmen dan motivasi pegawai (Aslan et al., 2022).

Kepuasan kerja seringkali diukur menggunakan wawancara atau pengisian kuesioner oleh para pegawai. Skala pengukuran yang biasa digunakan diantaranya adalah Job Satisfaction Survey (JSS) yang memfasilitasi pengukuran kepuasan kerja yang tidak berkaitan dengan kinerja, seperti untuk organisasi layanan publik atau organisasi nirlaba. Spector (1997) mengungkapkan bahwa terdapat sembilan aspek dalam pengukuran kepuasan kerja dengan menggunakan JSS, yaitu gaji, promosi, supervisi, tunjangan, penghargaan, kondisi operasional, rekan kerja, jenis pekerjaan, dan komunikasi.

Untuk menganalisis hubungan antara kepuasan kerja dan tiga variabel penelitian lainnya, penelitian ini menggunakan tiga aspek pengukuran JSS yaitu supervisi, kondisi operasional, dan jenis pekerjaan. Aspek supervisi digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai terhadap kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsungnya. Aspek kondisi operasional digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai terhadap peraturan dan prosedur yang diterapkan oleh perusahaan. Aspek jenis atau sifat pekerjaan digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai terhadap pekerjaan yang sedang dikerjakan.

Digitalisasi digunakan untuk mendeskripsikan perubahan dalam organisasi, termasuk model bisnisnya, dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi dan perluasan pangsa pasar melalui penggunaan teknologi digital (Westerman et al., 2014). Digitalisasi ditunjukkan dengan penggunaan teknologi informasi untuk melakukan penyimpanan data, analisis, dan prediksi (seperti big data dan analisis data) serta teknologi komunikasi untuk mengintegrasikan informasi (Creusen et al., 2017; Zeshan et al., 2021).

Umans et al. (2018) mengukur variabel bebas digitalisasi melalui dua aspek, yaitu tingkat penggunaan alat digital pengalaman subjektif yang terkait dengan penggunaan alat digital. Tingkat penggunaan digital menunjukkan keterampilan memadai untuk menggunakan alat digital sedangkan pengalaman subjektif tidak memerlukan keterampilan tersebut. Namun, berdasarkan analisis komponen utama, responden tidak dapat membedakan antara kedua aspek tersebut tetapi mereka melihat domain fungsi dari alat digital, yaitu (1) untuk manajemen informasi; (2) untuk manajemen hubungan pelanggan; (3) untuk pengoptimalan kerja; dan (4) sebagai agen perubahan.

Pemimpin transformasional adalah panutan dan insiprasi bagi anak buahnya, menantang anak buahnya untuk menjadi kreatif dan sangat peduli terhadap kebutuhan anak buahnya dengan tetap fokus pada integritas, moralitas, adil dalam mengambil keputusan sehingga dikenal sebagai pemimpin yang jujur, beretika, dan dapat dipercaya (Krishnan, 2005; Moin et al., 2021; Yukl, 1989). Pemimpin transformasional juga mendukung para anak buahnya untuk dapat mencapai tujuan organisasi (Bass, 1985; G�z�kara & Şimşek, 2015; Syrek & Antoni, 2017), mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, dan keunggulan kompetitif (Hasson et al., 2016).

Kepemimpinan merupakan sikap bagaimana seseorang dapat mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi tim untuk meningkatkan kinerja yang diharapkan sekaligus meningkatkan kepuasan kerja (Bass & Riggio, 2006; Siswanto & Yuliana, 2022). Kepuasan kerja sendiri merupakan hasil dari persepsi pegawai tentang kualitas kinerja seseorang dalam memberikan layanan dan melakukan pekerjaan yang dapat dilihat dari hasil kerja atau outcome (Luthans, 2011).

Hackman & Oldham (1980) mendefinisikan otonomi kerja sebagai pengukuran tingkat pekerjaan yang dapat memberikan kebebasan, kemandirian, dan keleluasan bagi pegawainya untuk mengatur pekerjaan dan melaksanakan prosedur serta mekanisme pekerjaannya. Otonomi kerja sama dengan keleluasan membuat keputusan dan kendali atas keterampilan yang dimiliki (Karasek, 1979). Otonomi juga terkait dengan karakteristik tugas, tingkat ketergantungan suatu tugas terhadap teknologi informasi yang tersedia (Goodhue & Thompson, 1995).

Otonomi kerja memiliki dampak yang besar pada kondisi psikologis pegawai karena mereka memiliki kuasa untuk menentukan nasib mereka sendiri termasuk perilaku yang dihasilkan (Deci et al., 1989), rasa tanggung jawab atas hasil kerja dan kepuasan kerja (Hackman & Oldham, 1980; Podsakoff et al., 2000). Semakin tinggi tingkat keleluasaan yang dimiliki pegawai dalam pekerjaannya atau otonomi kerja, semakin tinggi kemungkinan munculnya perilaku komitmen dari para pegawai (Runhaar et al., 2013).

Otonomi juga memberikan pengalaman menyenangkan bagi pegawai karena mereka memperoleh kesempatan untuk mendapatkan keterampilan dan tanggung jawab baru (Parker, 1998). Jika pegawai dipaksa atau dimanipulasi dalam pelaksanaan tugasnya, maka organisasi tersebut menghalangi otonomi sehingga para pegawai akan kehilangan motivasi intrinsik. Perilaku pegawai dianggap otonom apabila pegawai diberi keleluasaan untuk berinisiatif dan inisiatif mereka dihargai serta mereka memiliki kebebasan subyektif dan tidak memiliki batasan yang dipaksakan (Cerasoli et al., 2016).

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menawarkan kemudahan dan kenyamanan bagi pegawai melalui peningkatan efisiensi rutinitas kerja yang meliputi penyederhanaan, standardisasi, dan otomisasi pekerjaan (Hodge et al., 2006). Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan perkembangan teknologi yang sangat cepat memaksa organisasi untuk terus melakukan perubahan daam pekerjaan sehari-harinya dan memicu timbulnya digital overload yang pada akhirnya menimbulkan techno-stress diantara pegawainya (Fischer & Riedl, 2017; Fleischer & Wanckel, 2023).

Secara teori, digitalisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja baik secara positif, seperti mengurangi persentase tugas berulang dan meningkatkan tugas yang menarik, maupun secara negatif, seperti meningkatkan stres atau tekno stres dan menurunkan keseimbangan kehidupan kerja (Bolli & Pusterla, 2022). Beberapa penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara digitalisasi dan kepuasan kerja adalah penelitian yang dilakukan oleh Limbu et al. (2014) terkait digitalisasi dan kepuasan kerja di bidang penjualan dan Day et al. (2010) terkait penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dan tekanan kerja dan kesejahteraan pegawai.

Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H1 Digitalisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi terbaru pada suatu organisasi juga memiliki pengaruh pada otonomi kerja dan sebagian besar memiliki dampak positif, seperti temuan penelitian oleh Jonghak Sun (2017) yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi memiliki dampak positif terhadap otonomi kerja, bahkan penggunaan teknologi informasi juga memiliki dampak positif terhadap otonomi kerja kepada pegwai level manajer dalam mengelola pekerjaannya (Mocetti et al., 2017) dan dapat meningkatkan otonomi dalam mengelola pegawai (Gerten et al., 2019).

Selain memiliki dampak positif terhadap otonomi, penggunaan teknologi juga dapat berdampak negatif terhadap otonomi, seperti digitalisasi pada tempat kerja meningkatkan tingkat pengawasan tetapi pengawasan ini menyebabkan kontrol manajerial menjadi berlebihan (Cavazotte et al., 2014; Porter & Heppelmann, 2015), kontrol manajerial yang berlebihan menjadikan prosedur kerja dan kegiatan rutin menjadi semakin luas yang berarti mengurangi otonomi kerja (Eriksson-Zetterquist et al., 2009; Grote et al., 2014).

Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H2 Digitalisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap otonomi kerja.

Otonomi kerja yang tinggi berarti memberi pegawai kesempatan untuk memimpin diri mereka sendiri dan menginspirasi mereka untuk belajar dan berkembang saat mereka bekerja (Manz & Sims Jr, 2001). Motivasi dan otonomi kerja merupakan faktor penting dalam meningkatkan kepuasan kerja dan mengurangi stres kerja pegawai (DeHart-Davis et al., 2015). Demikian pula, keterbatasan otonomi kerja dan perasaan ketidakberdayaan dalam mengambil keputusan ditemukan sangat terkait dengan stres, frustrasi, dan kecemasan pegawai (Podsakoff et al., 2000).

Tingkat kepuasan kerja dipengaruhi oleh bagaimana persepsi pegawai terhadap pekerjaan mereka termasuk gaya pengawasan oleh atasan langsung, dukungan sosial, tantangan kerja, otonomi kerja, gaji, dan benefit (Coetsee L. D., 2011). Pegawai yang dilibatkan dalam pekerjaan mereka sebagian merasa puas atas hasil pekerjaan mereka dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan (Carr & Kazanowski, 1994). Dengan demikian, otonomi pekerjaan secara signifikan berkorelasi dengan kepuasan kerja karena pegawai akan cenderung merasa puas ketika pegawai memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan atau tingkat otonomi kerja tinggi (Kim et al., 2019).

Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H3 Otonomi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

Otonomi kerja berarti memberikan keleluasaan kepada pegawai dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputuasan sehingga menimbulkan keinginan pegawai untuk bekerja melebihi target yang telah ditentukan (Alpkan et al., 2010; Hennessey & Amabile, 2010). Memberikan otonomi kerja kepada pegawai menjadi pertanda bahwa pimpinan menghargai keberadaan mereka dan mengakui kontribusi mereka dalam pencapaian tujuan organisasi (Allen, 2003; Park & Searcy, 2012). Oleh karena itu, pegawai merasa berkewajiban untuk membalas apa yang telah diberikan oleh organisasi atau perusahaan melalui pimpinan mereka (Cohen & Keren, 2008; Park et al., 2010).

Kepemimpinan transformasional memiliki peran penting agar pegawai mendapatkan otonomi kerja melalui sikap pimpinan yang senantiasa menganggap pegawai bukan hanya sebagai anggota tim tetapi juga seorang individu dan sikap perhatian pimpinan terkait kebutuhan pegawai (Dionne et al., 2004). Pemimpin transformasional juga memotivasi pegawai untuk memiliki visi yang jelas dalam pekerjaanya melalui pemberian kewenangan dan keleluasaan dalam mengambil keputusan atau otonomi kerja sehingga pegawai dapat berkinerja melebihi job description-nya (Pattnaik & Sahoo, 2021).

Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H4 Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap otonomi kerja.

Kepemimpinan merupakan sikap bagaimana seseorang dapat mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi tim untuk meningkatkan kinerja yang diharapkan sekaligus meningkatkan kepuasan kerja (Bass & Riggio, 2006; Siswanto & Yuliana, 2022). Kepuasan kerja sendiri merupakan hasil dari persepsi pegawai tentang kualitas kinerja seseorang dalam memberikan layanan dan melakukan pekerjaan yang dapat dilihat dari hasil kerja atau outcome (Luthans, 2011).

Kepuasan kerja dapat dilihat dari sikap positig pegawai terhadap suatu pekerjaan dan organisasi atau perusahaan dapat memantaunya melalui ketidakhadiran pegawai, turnover pegawai, semangat kerja, masalah dan keluhan organisasi lainnya (Siswanto & Yuliana, 2022). Empat dimensi kepemimpinan transformasional yang terdiri dari idealized behavior, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individualized consideration memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja (Hilton et al., 2023; Mickson & Anlesinya, 2019; Siswanto & Yuliana, 2022).

Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H5 Kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.

Dalam penelitian Bolli & Pusterla (2022) menunjukkan bahwa terdapat sepuluh saluran yang dapat mempengaruhi hubungan antara digitalisasi dan kepuasan kerja. Beberapa saluran memilki hubungan yang negatif dan positif serta signifikan dan tidak signifikan. Beberapa saluran yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah pekerjaan yang menarik, persentase pekerjaan yang repetitif, produktivitas, otonomi kerja, fleksibilitas jam kerja, dan penyederhanaan interaksi dengan rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, terdapat hubungan tidak langsung antara digitalisasi dan kepuasan kerja yang dimediasi oleh otonomi kerja.

Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H6 Otonomi kerja memediasi pengaruh positif digitalisasi terhadap kepuasan kerja secara signifikan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa otonomi kerja merupakan variabel penting dan secara signifikan mempengaruhi motivasi karyawan (Peng et al., 2010). Otonomi kerja yang tinggi juga dikaitkan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi (Taylor & Westover, 2011) sehingga memungkinkan pegawai untuk memberikan solusi terbaik dalam melakukan pekerjaannya (Shalley & Gilson, 2004). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pemimpin transformasional memberikan otonomi kerja yang tinggi kepada pegawainya (Bass & Avolio, 1990) karena mereka memotivasi pegawainya untuk mandiri dan bertanggung jawab (Bass & Riggio, 2006; Wearing et al., 2000).

Pemimpin transformasional juga memotivasi pegawainya untuk ikut mencari solusi permasalahan yang inovatif sehingga meningkatkan sense of control dan selfdetermination pegawai (Bass & Avolio, 1990; Jain & Duggal, 2018). Oleh karena itu, pemimpin transformasional lebih banyak memberikan otonomi kerja kepada pegawainya dan sedikit perilaku kontrol psikologis yang membuat karyawan lebih bahagia dan tidak terlalu lelah (Gilbert et al., 2017).

Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H7 Otonomi kerja memediasi pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja secara signifikan.

Ketujuh hipotesis tersebut terangkum dalam model penelitian sebagaimana digambarkan pada Gambar 1.

 

Gambar 2 Model Penelitian Utama

Sumber: Olahan Peneliti (2023

 

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, bertujuan untuk mengkonfirmasi dan menganalisis pengaruh digitalisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap otonomi kerja dan kepuasan kerja pegawai. Kedua, menganalisis peran otonomi kerja sebagai mediator dalam hubungan digitalisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja pegawai. Untuk mencapai tujuan tersebut, pegawai DJP dipilih sebagai unit analisis karena kepuasan kerjanya mempengaruhi kualitas layanan publik dan sedang dalam upaya digitalisasi untuk meningkatkan kualitas layanan perpajakan kepada masyarakat.

 

Metode Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berjumlah 45.382 pegawai sehingga jumlah sampel penelitian ini dengan menggunakan Rumus Slovin minimal 397 responden. Data didapatkan dari hasil survei online kepada seluruh pegawai DJP selama bulan Maret-Mei 2023 dan terdapat 400 pegawai yang memberikan respon dengan mengisi survei online. Survei berisi 52 pernyataan yang dinilai menggunakan skala likert dari 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 6 (sangat setuju).

Penelitian ini terdiri dua variabel bebas, satu variabel mediasi, dan satu variabel terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah digitalisasi dan kepemimpinan transformasional, sedangkan variabel mediasinya adalah otonomi kerja dan variabel terikatnya adalah kepuasan kerja. Keempat variabel tersebut diukur menggunakan item-item pernyataan atau indikator yang mengacu pada penelitian sebelumnya sebagaimana dirinci pada Tabel 1.

 

 

Tabel 1 Item Pengukuran Variabel Penelitian

Kode

��������������������������� Item Pengukuran���������������������������

Sumber

DG

Variabel Digitalisasi

Umans T, Kockum M, Nilsson E, dan Lindberg S. (2018)

DMI

Dimensi Manajemen Informasi

DOK

Dimensi Optimalisasi Kerja

DAP

Dimensi Agen Perubahan

DMK

Dimensi Manajemen Hubungan dengan Klien

TL

Variabel Kepemimpinan Transformasional

Avolio dan Bass (1995)

TIA

Dimensi Idealized Attribute

 

TIB

Dimensi Idealized Behavior

 

TIM

Dimensi Inspirational Motivation

 

TIS

Dimensi Intellectual Stimulation

 

TIC

Dimensi Individual Consideration

 

OK

Variabel Otonomi Kerja

Houtman I, Bloemhof A, Dhondt S, dan Terwee C (1994)

KK

Variabel Kepuasan Kerja

Spector (1998)

KSV

Dimensi Supervision

 

KOC

Dimensi Operating Conditions

 

KNW

Dimensi Nature of Work

 

Sumber: Olahan Peneliti (2023)

 

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa semua variabel bebas dan variabel terikat dibangun oleh setidaknya tiga dimensi sedangkan variabel mediasi dibangun oleh enam indikator pernyataan. Pengukuran variabel digitalisasi mengacu pada penelitan yang dilakukan oleh Umans, Kockum, Nilsson, dan Lindberg (2018) dimana variabel ini dibangun oleh empat dimensi, yaitu manajemen informasi yang terdiri dari lima indikator pernyataan, optimalisasi kerja yang terdiri dari empat indikator pernyataan, agen perubahan yang terdiri dari tiga indikator pernyataan, dan manajeman hubungan dengan klien yang terdiri dari dua indikator pernyataan.

Pengukuran variabel kepemimpinan transformasional menggunakan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) yang dikembangkan oleh Avolio dan Bass (1995) dimana variabel ini dibangun oleh lima dimensi yang masing-masing dimensi terdiri dari empat indikator pernyataan. Sedangkan variabel kepuasan kerja diukur menggunakan Job Satisfaction Survey (JSS) yang dikembangkan oleh Spector (1985) dimana variabel ini dibangun oleh tiga dimensi yang masing-masing dimensi terdiri dari empat indikator pernyataan.

Data hasil survei tersebut kemudian dianalisis untuk menguji hubungan antar variabel dan antar indikator dengan konstruknya dengan pendekatan SEM-PLS menggunakan software SmartPLS 3.0. Pertama, dilakukan analisis model pengukuran yang meliputi uji validitas dan reliabilitas masing-masing variabel dan kedua analisis model struktural dengan menggunakan nilai koefisien determinasi dan nilai Standardized Root Mean Square Residual (SRMR.

Selanjutnya hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis bootstrapping SmartPLS 3.0 (resampling = 500) untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung yang dihipotesiskan serta tingkat signifikansi melalui nilai t untuk semua jalur.

 

Hasil dan Pembahasan

Profil Responden

Jumlah responden yang bersedia mengisi survei penelitian ini adalah 400 responden dengan profil sebagaimana dirinci pada Tabel 4.1. Mayoritas responden adalah laki-laki (80,4%) dan sisanya perempuan (19,6%). Mayoritas responden adalah generasi milenial yang berusia 31-40 tahun (52,5%) dan telah bekerja lebih dari 10 tahun (52,9%) dengan wilayah kerja responden mayoritas di Pulau Jawa (66,2%).

 

Tabel 2 Demografi Responden

Profil Responen

Frekuensi

Persentase

Jenis Kelamin

Laki-laki

322

80,4%

 

Perempuan

78

19,6%

Usia

20-30 tahun

145

36,3%

 

31-40 tahun

210

52,5%

 

Lebih dari 40 tahun

45

11,3%

Masa Kerja

Kurang dari 3 tahun

6

1,5%

 

3-10 tahun

182

45,6%

 

Lebih dari 10 tahun

212

52,9%

Jabatan

Pelaksana

174

43,4%

 

Account Representative

150

37,5%

 

Fungsional

56

14%

 

Eselon IV ke atas

20

5,1%

Wilayah Kerja

Pulau Sumatera

47

11,8%

 

Pulau Jawa

265

66,2%

 

Pulau Kalimantan

25

6,4%

 

Pulau Sulawesi dan Maluku Utara

27

6,9%

 

Pulau Bali dan Nusa Tenggara

10

2,5%

 

Pulau Papua, Papua Barat, dan Maluku

26

6,4%

Sumber: Olahan Peneliti (2023)

 

Analisis Model Pengukuran

Indikator yang digunakan dalam model penelitian ini dievaluasi kualitas pengukurannya dengan menggunakan beberapa nilai sebagai berikut: (1) nilai loading factor yang digunakan untuk mengukur sejauh mana indikator mempengaruhi variabel laten atau variabel variabel tak terukur dimana nilai loading factor dimana sebuah indikator dinyatakan valid apabila nilai loading factor ≥ 0,050 (Hulland, 1999; Truong & McColl, 2011); (2) nilai validitas konvergen atau Average Variance Extracted (AVE) yang digunakan untuk mengukur sejauh mana indikator yang diukur dijelaskan oleh variabel yang terkait dimana nilai AVE ≥ 0,500 dianggap baik atau indikator secara efektif mencerminkan variabel laten yang diukur (Hair et al., 2017);

(3) nilai Composite Reliability (CR) yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal indikator dalam mengukur variabel laten dimana nilai CR ≥ 0,700 menunjukkan bahwa indikator memberikan hasil yang stabil dan dapat diandalkan; dan (4) nilai akar AVE kuadrat untuk mengukur sejauh mana variabel laten berbeda dengan variabel lainnya dalam satu model penelitian dimana dimensi atau variabel dinyatakan valid apabila nilai akar kuadrat AVE yang lebih besar daripada nilai korelasinya (Fornell & Larcker, 1981).

Adapun hasil dari pengukuran model penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.2. Hasil pengukuran model penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa indikator yang nilai factor loading nya tidak memenuhi atau kurang dari 0,500, yaitu DOK4, TIM3, TIS4, KSV3, KOC2, dan OK6. Kemudian dilakukan pengujian kedua tanpa melibatkan indikator-indikator tersebut. Hasil pengujian kedua menunjukkan terdapat dimensi yang nilai factor loading nya tidak memenuhi, yaitu KOC sehingga dilakukan kembali pengujian ketiga dimana dimensi tersebut tidak dilibatkan.

 

Tabel 3 Hasil Uji Model Pengukuran

Variabel/Dimensi

Item Pengukuran

Loading Range

CR

AVE

DG

DMI, DOK, DAP, DMK

0,532 � 0,915

0,888

0,393

DMI

DMI1, DMI2, DMI3. DMI4, DMI5

0,670 � 0,839

0,875

0,585

DOK

DOK1, DOK2, DOK3, DOK4

0,113 � 0,901

0,925

0,804

DAP

DAP1, DAP2,

DAP3

0,643 � 0,871

0,830

0,624

DMK

DMK1,

DMK2

0,797 � 0,914

0,847

0,736

TL

TIA, TIB, TIM, TIS, TIC

0,777 � 0,937

0,958

0,553

TIA

TIA1, TIA2, TIA3, TIA4

0,873 � 0,924

0,942

0,803

TIB

TIB1, TIB2, TIB3, TIB4

0,760 � 0,864

0,875

0,585

TIM

TIM1, TIM2, TIM3, TIM4

0,149 � 0,933

0,875

0,585

TIS

TIS1, TIS2. TIS3, TIS4

0,367 � 0,943

0,881

0,669

TIC

TIC1, TIC2, TIC3, TIC4

0,741 � 0,879

0,880

0,648

OK

OK1, OK2, OK3, OK4, OK5, OK6

0,386 � 0,809

0,861

0,519

KK

KSV, KOC,

KNW

0,556 � 0,841

0,828

0,309

KSV

KSV1, KSV2, KSV3. KSV4

0,490 � 0,886

0,864

0,624

KOC

KOC1, KOC2, KOC3, KOC4

0,446 � 0,778

0,717

0,396

KNW

KNW1, KNW2, KNW3, KNW4

0,584 � 0,840

0,832

0,558

Sumber: Olahan Peneliti (2023)

 

Hasil pengujian ketiga menunjukkan nilai factor loading seluruh indikator telah memenuhi kriteria atau lebih dari 0,500 tetapi nilai AVE pada variabel digitalisasi kurang dari 0,500. Meskipun demikian, merujuk pada Fornell & Larcker (1981) dan Lam (2012) bahwa uji reliabilitas dengan nilai AVE kurang dari 0,500 masih dapat diterimaselama nilai CR memenuhi atau lebih dari 0,700.

Uji validitas diskriminan penelitian ini menggunakan pendekatan Fornell & Larcker dengan membandingkan nilai akar kuadrat AVE suatu dimensi atau variabel dengan nilai korelasi antara dimensi atau variabel tersebut dengan dimensi atau variabel lainnya. Hasil uji validitas diskriminan penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.3 dimana seluruh variabel dinyatakan valid diskriminan.

 

Tabel 4 Hasil Uji Validitas Diskriminan Fornell & Larcker

Variabel

DG

KK

OK

TL

DG

√AVE = 0,773

 

 

 

KK

0,223

√AVE = 0,843

 

 

OK

0,304

0,470

√AVE = 0,796

 

TL

0,321

0,740

0,404

√AVE = 0,897

 

Sumber: Olahan Peneliti (2023)

 

Analisis Model Struktural

Analisis model struktural dilakukan untuk mengevaluasi kualitas model struktural dan signifikansi hubungan antar variabel laten (Hair et al., 2017). Nilai yang digunakan untuk mengukur inner model atau model struktural adalah nilai koefisien determinasi atau coefficient of determination (R2). Sebagaimana pada saat pengukuran model, analisis model struktural ini juga menganilisis kedua pengujian yang telah dilakukan. Nilai koefisien determinasi dari model ini disajikan pada Tabel 5.

 

Tabel 5 Nilai Koefisien Determinasi

Variabel

R2

Pengujian Pertama

Pengujian Kedua

Pengujian Ketiga

Otonomi Kerja

0,210

0,193

0,193

Kepuasan Kerja

0,551

0,565

0,581

Sumber: Olahan Peneliti (2023)

 

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada pengujian pertama variabel digitalisasi dan variabel kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi variabel otonomi kerja sebesar 21% dan kepuasan kerja sebesar 55,1%. Pada pengujian kedua, variabel digitalisasi dan variabel kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi variabel otonomi kerja sebesar 19,3% dan kepuasan kerja sebesar 56,5%. Sedangkan pada pengujian ketiga, variabel digitalisasi dan variabel kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi variabel otonomi kerja sebesar 19,3% dan kepuasan kerja sebesar 58,1%.

 

Tabel 6 Hasil Uji Goodness Fit Model

Pengujian ke-

SRMR

Pertama

0,089

Kedua

0,077

Ketiga

0,074

Sumber: Olahan Peneliti (2023)

 

Pada evaluasi model struktural juga dilakukan uji Goodness Fit Model untuk mengevalusasi kesesuaian model penelitian dengan menggunakan nilai Standardized Root Mean Square Residual (SRMR). Nilai SRMR menunjukkan ukuran perbedaan antara kovarian aktual dan kovarian yang diperkirakan oleh model dimana nilai SRMR yang rendah atau kurang dari 0.08 menunjukkan kesesuaian model yang baik atau good fit. Hasil uji goodness fit model pada pengujian pertama dan kedua penelitian ini disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa nilai SRMR baik pengujian pertama, kedua, dan ketiga penelitian ini ≤0,08 yang berarti bahwa model yang ditawarkan termasuk good fit.

 

Analisis Uji Hipotesis

Setelah dilakukan analisis model pengukuran dan model struktural, dilakukan analisis hipotesis melalui uji pengaruh langsung dan tidak langsung atas hipotesis penelitian dengan bootstrapping menggunakan 500 resamples. Hasil uji hipotesis ditampilkan pada Tabel 7.

 

 

Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis Penelitian

Hipotesis

Hubungan Variabel

Path coefficients

t-values

p-value

Hasil

H1�

DG KK

-0,035

0,872

0,192

Tidak Mendukung

H2

DG OK

0,194

4,068

0,000

Mendukung

H3

OK KK

0,211

3,622

0.000

Mendukung

H4

TL OK

0,342

7,113

0.000

Mendukung

H5

TL KK

0,666

14,411

0.000

Mendukung

H6�

DG OK KK

0,041

2,978

0,002

Mendukung

H7

TL OK KK

0,072

3,365

0.000

Mendukung

Sumber: Olahan Peneliti (2023)

 

Tabel 7 menunjukkan bahwa digitalisasi mempengaruhi kepuasan kerja secara negatif dan tidak signifikan (koefisien = -0,035, p-value > 0,05) sehingga data tidak mendukung H�1.Namun, digitalisasi mampu mempengaruhi otonomi kerja secara positif dan signifikan (koefisien = 0,194, p-value < 0,05) dan otonomi kerja juga mampu mempengaruhi kepuasan kerja secara positif dan signifikan (koefisien = 0,211, p-value < 0,05) sehingga data mendukung H��2 dan H3. Begitupun dengan hasil uji pengaruh tidak langsung digitalisasi terhadap kepuasan kerja melalui otonomi kerja yang mendukung H6 karena menunjukkan pengaruh positif dan signifikan (koefisien = 0.041, p-value < 0,05). Menurut Zhao et al. (2010), otonomi kerja dalam hubungan ini termasuk kategori indirect-only mediation karena memiliki pengaruh mediasi yang signifikan tetapi tidak memiliki pengaruh langsung.

Sedangkan variabel kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan kerja secara positif dan signifikan (koefisien = 0,666, p-value < 0,005) dan juga memiliki pengaruh langsung terhadap otonomi kerja secara positif dan signifikan (koefisien = 0,342, p-value < 0,05) sehingga data mendukung H4 dan H5. Begitupun dengan pengaruh tidak langsung kepemimpinan tranformasional terhadap kepuasan kerja melalui otonomi kerja yang menunjukkan pengaruh positif dan signifikan (koefisien = 0,072, p-value < 0,05) sehingga data mendukung H7. Dengan demikian, otonomi kerja pada hubungan ini termasuk dalam kategori complementary mediation.

 

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa digitalisasi tidak selalu memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja karena implementasi digitalisasi yang tidak optimal dan ketidaksiapan pegawai dalam menggunakan alat digital. Meskipun demikian, implementasi digitalisasi yang melalui otonomi kerja dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai dimana melalui digitalisasi pegawai memiliki kebebasan dalam mengatur ritme kerjanya dan memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah dalam pekerjaannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fleischer & Wanckel (2023) bahwa penggunaan alat digital yang mendorong pegawai untuk melakukan pekerjaan lebih banyak diluar kendalinya sehingga terkesan terburu-buru atau disebut digital overload dapat menurunkan kepuasan kerja pegawai yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja individu dan kinerja organisasi.

Meskipun demikian, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa peran pemimpin transformasional sangat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung melalui otonomi kerja. Pemimpin transformasional dalam penelitian ini lebih ditekankan pada kemampuan pemimpin dalam memotivasi pegawai dan menyelesaikan masalah secara adil dan inovatif. Namun, adanya pelimpahan kewenangan penyelesaian masalah kepada pegawai melalui otonomi kerja sedikit mengurangi kekuatan pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja pegawai.

 

BIBLIOGRAFI

Allen, D. (2003). The Role of Perceived Organizational Support and Supportive Human Resource Practices in the Turnover Process. Journal of Management, 29(1), 99�118. https://doi.org/10.1016/S0149-2063(02)00222-2

Alpkan, L., Bulut, C., Gunday, G., Ulusoy, G., & Kilic, K. (2010). Organizational support for intrapreneurship and its interaction with human capital to enhance innovative performance. Management Decision, 48(5), 732�755. https://doi.org/10.1108/00251741011043902

Aslan, M., Yaman, F., Aksu, A., & G�ng�r, H. (2022). Task performance and job satisfaction under the effect of remote working: Call Center Evidence. & Sociology, 15(1), 2022. https://doi.org/10.14254/2071

Avolio, B., & Bass, B. (1995). Multifactor Leadership Questionnaire TM Instrument (Leader and Rater Form) and Scoring Guide (Form 5X-Short).

Bass, B. M. (1985). Leadership performance beyond expectations. Academic Press.

Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1990). Improving organizational effectiveness through transformational leadership. Sage Publications.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership. Psychology Press. https://doi.org/10.4324/9781410617095

Bolli, T., & Pusterla, F. (2022). Decomposing the effects of digitalization on workers� job satisfaction. International Review of Economics, 69(2), 263�300. https://doi.org/10.1007/s12232-022-00392-6

Carr, K. K., & Kazanowski, M. K. (1994). Factors affecting job satisfaction of nurses who work in long-term care. Journal of Advanced Nursing, 19(5), 878�883. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.1994.tb01164.x

Cavazotte, F., Heloisa Lemos, A., & Villadsen, K. (2014). Corporate smart phones: professionals� conscious engagement in escalating work connectivity. New Technology, Work and Employment, 29(1), 72�87. https://doi.org/10.1111/ntwe.12022

Cerasoli, C. P., Nicklin, J. M., & Nassrelgrgawi, A. S. (2016). Performance, incentives, and needs for autonomy, competence, and relatedness: a meta-analysis. Motivation and Emotion, 40(6), 781�813. https://doi.org/10.1007/s11031-016-9578-2

Coetsee L. D. (2011). Peak performance and productivity : a practical guide for the creation of a motivating climate. Andcork.

Cohen, A., & Keren, D. (2008). Individual Values and Social Exchange Variables. Group & Organization Management, 33(4), 425�452. https://doi.org/10.1177/1059601108321823

Creusen, U., Gall, B., & Hackl, O. (2017). Digital Leadership. Springer Fachmedien Wiesbaden. https://doi.org/10.1007/978-3-658-17812-3

Deci, E. L., Connell, J. P., & Ryan, R. M. (1989). Self-determination in a work organization. Journal of Applied Psychology, 74(4), 580�590. https://doi.org/10.1037/0021-9010.74.4.580

DeHart-Davis, L., Davis, R. S., & Mohr, Z. (2015). Green Tape and Job Satisfaction: Can Organizational Rules Make Employees Happy? Journal of Public Administration Research and Theory, 25(3), 849�876. https://doi.org/10.1093/jopart/muu038

Dionne, S. D., Yammarino, F. J., Atwater, L. E., & Spangler, W. D. (2004). Transformational leadership and team performance. Journal of Organizational

Fleischer, J., & Wanckel, C. (2023). Job Satisfaction and the Digital Transformation of the Public Sector: The Mediating Role of Job Autonomy. Review of Public Personnel Administration. https://doi.org/10.1177/0734371X221148403

Fornell, C., & Larcker, D. F. (1981). Evaluating Structural Equation Moels with Unobservable Variables and Measurement Error. Journal of Marketing Research, 18(1), 39. https://doi.org/10.2307/3151312

Gerten, E., Beckmann, M., & Bellmann, L. (2019). Controlling Working Crowds: The Impact of Digitalization on Worker Autonomy and Monitoring Across Hierarchical Levels. Jahrb�cher F�r National�konomie Und Statistik, 239(3), 441�481. https://doi.org/10.1515/jbnst-2017-0154

 

Gilbert, P., Catarino, F., Duarte, C., Matos, M., Kolts, R., Stubbs, J., Ceresatto, L., Duarte, J., Pinto-Gouveia, J., & Basran, J. (2017). The development of compassionate engagement and action scales for self and others. Journal of Compassionate Health Care, 4(1), 4. https://doi.org/10.1186/s40639-017-0033-3

Goodhue, D. L., & Thompson, R. L. (1995). Task-Technology Fit and Individual Performance. MIS Quarterly, 19(2), 213. https://doi.org/10.2307/249689

G�z�kara, İ., & Şimşek, O. F. (2015). Linking Transformational Leadership to Work Engagement and the Mediator Effect of Job Autonomy: A Study in a Turkish Private Non-Profit University. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 195, 963�971. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.06.274

Grote, G., Weyer, J., & Stanton, N. A. (2014). Beyond human-centred automation � concepts for human�machine interaction in multi-layered networks. Ergonomics, 57(3), 289�294. https://doi.org/10.1080/00140139.2014.890748

Hackman, J. R., & Oldham, G. R. (1980). Work redesign. Addison-Wesley.

Hair, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2017). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) (2nd ed.). Sage Publications.

Hasson, H., von Thiele Schwarz, U., Holmstrom, S., Karanika-Murray, M., & Tafvelin, S. (2016). Improving organizational learning through leadership training. Journal of Workplace Learning, 28(3), 115�129. https://doi.org/10.1108/JWL-06-2015-0049

Hennessey, B. A., & Amabile, T. M. (2010). Creativity. Annual Review of Psychology, 61(1), 569�598. https://doi.org/10.1146/annurev.psych.093008.100416

Hilton, S. K., Madilo, W., Awaah, F., & Arkorful, H. (2023). Dimensions of transformational leadership and organizational performance: the mediating effect of job satisfaction. Management Research Review, 46(1), 1�19. https://doi.org/10.1108/MRR-02-2021-015

Hulland, J. (1999). Use of partial least squares (PLS) in strategic management research: a review of four recent studies. Strategic Management Journal, 20(2), 195�204. https://doi.org/10.1002/(SICI)1097-0266(199902

Jain, P., & Duggal, T. (2018). Transformational leadership, organizational commitment, emotional intelligence and job autonomy: Empirical analysis on the moderating and mediating variables. Management Research Review, 41(9), 1033�1046. https://doi.org/10.1108/MRR-01-2018-0029

Karasek, R. A. (1979). Job Demands, Job Decision Latitude, and Mental Strain: Implications for Job Redesign. Administrative Science Quarterly, 24(2), 285. https://doi.org/10.2307/2392498

Kim, B., Liu, L., Ishikawa, H., & Park, S.-H. (2019). Relationships between social support, job autonomy, job satisfaction, and burnout among care workers in long-term care facilities in Hawaii. Educational Gerontology, 45(1), 57�68. https://doi.org/10.1080/03601277.2019.1580938

Krishnan, V. R. (2005). Transformational leadership and outcomes: role of relationship duration. Leadership & Organization Development Journal, 26(6), 442�457. https://doi.org/10.1108/01437730510617654

Lam, L. W. (2012). Impact of competitiveness on salespeople�s commitment and performance. Journal of Business Research, 65(9), 1328�1334. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2011.10.026

Luthans, F. (2011). Organizational Behavior: an Evidence-Based Approach (12th ed.). McGraw-Hill Irwin.

Manz, C. C., & Sims Jr, H. P. (2001). he new superleadership: Leading others to lead themselves. Berrett-Koehler Publishers.

Mickson, M. K., & Anlesinya, A. (2019). Enhancing job satisfaction among local government servants in Ghana. International Journal of Public Leadership, 16(1), 1�16. https://doi.org/10.1108/IJPL-03-2019-0007

Mocetti, S., Pagnini, M., & Sette, E. (2017). Information Technology and Banking Organization. Journal of Financial Services Research, 51(3), 313�338. https://doi.org/10.1007/s10693-016-0244-3

Moin, M. F., Omar, M. K., Wei, F., Rasheed, M. I., & Hameed, Z. (2021). Green HRM and psychological safety: how transformational leadership drives follower�s job satisfaction. Current Issues in Tourism, 24(16), 2269�2277. https://doi.org/10.1080/13683500.2020.1829569

Park, R., Appelbaum, E., & Kruse, D. (2010). Employee involvement and group incentives in manufacturing companies: a multi-level analysis. Human Resource Management Journal. https://doi.org/10.1111/j.1748-8583.2010.00126.x

Park, R., & Searcy, D. (2012). Job Autonomy as a Predictor of Mental Well-Being: The Moderating Role of Quality-Competitive Environment. Journal of Business and Psychology, 27(3), 305�316. https://doi.org/10.1007/s10869-011-9244-3

Parker, S. K. (1998). Role breadth self-efficacy: Relationship with work enrichment and other organizational practices. Journal of Applied Psychology, 83, 835�852.

Pattnaik, S. C., & Sahoo, R. (2021). Transformational leadership and organizational citizenship behaviour: the role of job autonomy and supportive management. Management Research Review, 44(10), 1409�1426. https://doi.org/10.1108/MRR-06-2020-0371

Peng, Y.-P., Hwang, S.-N., & Wong, J.-Y. (2010). How to Inspire University Librarians to Become �Good Soldiers�? The Role of Job Autonomy. The Journal of Academic Librarianship, 36(4), 287�295. https://doi.org/10.1016/j.acalib.2010.05.002

Podsakoff, P. M., MacKenzie, S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000). Organizational citizenship behaviors: a critical review of the theoretical and empirical literature and suggestions for future research. Journal of Management, 26(51), 1�56.

Porter, M. E., & Heppelmann, J. E. (2015). How smart, connected products are transforming companies. Harvard Business Review, 96�114.

Runhaar, P., Konermann, J., & Sanders, K. (2013). Teachers� organizational citizenship behaviour: Considering the roles of their work engagement, autonomy and leader-member exchange. Teaching and Teacher Education, 30(1), 99�108. https://doi.org/10.1016/j.tate.2012.10.008

Shalley, C. E., & Gilson, L. L. (2004). What leaders need to know: A review of social and contextual factors that can foster or hinder creativity. The Leadership Quarterly, 15(1), 33�53. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2003.12.004

Siswanto, S., & Yuliana, I. (2022). Linking transformational leadership with job satisfaction: the mediating roles of trust and team cohesiveness. Journal of Management Development, 41(2), 94�117. https://doi.org/10.1108/JMD-09-2020-0293

Smith, P. C., Kendall, L., & Hulin, C. L. (1969). The measurement of satisfaction in work and retirement: A strategy for the study of attitudes. Rand McNally.

Spector, P. E. (1985). Measurement of Human Service Staff Satisfaction: Development of the Job Satisfaction Survey 1. In American Journal of Community Psychology (Vol. 13, Issue 6).

Spector, P. E. (1997). Job Satisfaction: Application, Assessment, Cause,and Consequences. Sage Publications.

Sun, J. (2017). The effect of information technology on IT-facilitated coordination, IT-facilitated autonomy, and decision-makings at the individual level. Applied Economics, 49(2), 138�155. https://doi.org/10.1080/00036846.2016.1192276

Syrek, C. J., & Antoni, C. H. (2017). Psychological Contract Fulfillment and Employee Responses to Pay System Change. Journal of Personnel Psychology, 16(4), 172�185. https://doi.org/10.1027/1866-5888/a000186

Taylor, J., & Westover, J. H. (2011). Job satisfaction in the public service: the effects of public service motivation, workplace attributes and work relations. Public Management Review, 13(5), 731�751. https://doi.org/10.1080/14719037.2010.532959

Truong, Y., & McColl, R. (2011). Intrinsic motivations, self-esteem, and luxury goods consumption. Journal of Retailing and Consumer Services, 18(6), 555�561. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2011.08.004

Umans, T., Kockum, M., Nilsson, E., & Lindberg, S. (2018). Digitalisation in the banking industry and workers subjective well-being: Contingency perspective. International Journal of Workplace Health Management, 11(6), 411�423. https://doi.org/10.1108/IJWHM-05-2018-0069

Wearing, A. J., Mann, L., & Carless, S. A. (2000). Short Measure of Transformational Leadership. Journal of Business and Psychology, 14(3), 389�405. https://doi.org/10.1023/A:1022991115523

Westerman, G., Bonnet, D., & McAfee, A. (2014). Leading digital: Turning technology into business transformation. Harvard Business Review Press.

Yukl, G. A. (1989). Leadership in organizations. Prentice Hall.

Zeshan, M., Qureshi, T. M., & Saleem, I. (2021). Impact of digitalization on employee�s autonomy: evidence from French firms. VINE Journal of Information and Knowledge Management Systems. https://doi.org/10.1108/VJIKMS-06-2021-0090

Zhao, X., Lynch, J. G., & Chen, Q. (2010). Reconsidering Baron and Kenny: Myths and Truths about Mediation Analysis. Journal of Consumer Research, 37(2), 197�206. https://doi.org/10.1086/651257

 

 

Copyright holder:

Novita Dewi Pratantia, Yasmine Nasution (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: