Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 9, September
2023
ANALISIS PENGARUH DIGITALISASI DAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
TERHADAP KEPUASAN KERJA YANG DIMEDIASI OTONOMI KERJA
Novita Dewi Pratantia,
Yasmine Nasution
Universitas Indonesia, Jakarta
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Perkembangan teknologi terkini mendorong digitalisasi pada organisasi, dimana proses bisnis organisasi bertransformasi menggunakan alat digital sebagai nilai tambah
bagi organisasi sekaligus untuk meningkatkan kinerjanya.Hal
ini dapat menjadi tantangan bagi organisasi sehingga gaya kepemimpinan
memegang peranan penting dalam transformasi
ini sementara pekerjaan rutin diharapkan dapat berjalan lebih efektif. Selain efektivitas, transformasi juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan dimana kepuasan kerja pegawai juga berperan penting di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengukur hubungan antara digitalisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja dengan intervensi
otonomi kerja melalui survei online kepada 400 responden yang merupakan pegawai pemerintahan yang kemudian dianalisis dengan metode SEM-PLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
langsung digitalisasi terhadap kepuasan kerja namun terdapat
pengaruh tidak langsung melalui otonomi kerja. Sedangkan kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung
melalui otonomi kerja terhadap kepuasan kerja. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi pada penelitian terkait perubahan organisasi.
Kata kunci:
Digitalisasi, Kepemimpinan, Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja, Otonomi Kerja, Perubahan Organisasi
Abstract
Current
technological developments are driving digitalization in organization, which is
the transformation of business operations using digital tools to provide added
value for the organization. It can be challenging for organizations, thus
leadership style is important in the transformation process, while routine
tasks are expected to be carried out more effectively. In addition to
effectiveness, the transformation�s outcome is anticipated to enhance overall
service quality, with employee job satisfaction playing a role. This research
was conducted to measure the relationship between digitalization and
transformational leadership on job satisfaction mediated by job autonomy
through online survey in which 400 government employees participated, and the
results were analyzed using the SEM-PLS method. The results showed that there
was no direct effect of digitalization on job satisfaction but there is a
significant indirect effect through job autonomy. Whereas transformative
leadership had both direct and indirect effects on job satisfaction through job
autonomy. This research is expected to contribute to organizational
change-related research.
Keywords: Digitalization, Leadership,
Transformational Leadership, Job Satisfaction, Job Autonomy,
Organizational-Change
Pendahuluan
Kepuasan kerja
menjadi topik yang paling banyak diteliti dalam jurnal manajemen (D�az-Carri�n
et al., 2020; Jung & Takeuchi, 2018; Lee & Chelladurai, 2018). Tidak
hanya kinerja dan produktivitas pegawai yang akan terpengaruh atau terdampak
dengan adanya kepuasan kerja pegawai, tetapi juga akan mempengaruhi pencapaian
tujuan organisasi melalui peningkatan kepuasan pelanggan, kualitas layanan, kepuasan
dan loyalitas pelanggan, serta citra merek (O�Donoghue & Tsui, 2015).
Keterkaitan
antara kepuasan kerja pegawai dengan kinerja individu dan organisasi sangat
terlihat pada industri jasa karena kualitas layanan jasa yang diberikan
melibatkan perilaku dan sikap pegawai (D�az-Carri�n et al., 2020), termasuk
organisasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dalam rangka
meningkatkan kinerja pegawai dan kesejahteraan pegawai, pengetahuan
dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat penting untuk diimplementasikan pada organisasi (Martin et al., 2022).
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi erat kaitannya dengan penciptaan nilai-nilai baru untuk mendapatkan manfaat setinggi-tinginya bagi organisasi (Parida et al.,
2019; Scott et al., 2019; Verhoef et al., 2021). Penggunaan
teknologi baru atau teknologi digital dalam rangka menciptakan
model bisnis baru, memberikan sumber pendapatan baru, dan menangkan peluang terciptanya nilai baru dalam ekosistem
industri didefinisikan sebagai digitalisasi (Parida et
al., 2019). Digitalisasi juga terkait
pada bagaimana teknologi
digital diimplementasikan pada sebuah
organisasi sehingga mengubah proses bisnis dan struktur organisasi itu sendiri (Verhoef et al.,
2021), misalnya penggunan aplikasi digital, penyimpanan informasi, dan media komunikasi
internal dan eksternal.
Banyak kendala yang dihadapi oleh organisasi ketika melakukan digitalisasi karena dampaknya yang menyeluruh pada organisasi, seperti proses operasional, sumber daya, pengguna internal dan eksternal (Henriette et al., 2015; Parviainen et al.,
2022). Beberapa peneliti menemukan bahwa motivasi dan perilaku pegawai merupakan faktor penting dalam keberhasilan perubahan organisasi (Kim et al.,
2011; Van den Heuvel et al., 2010) dan peran pemimpin sangat penting dalam membentuk motivasi dan perilaku pegawai terhadap perubahan (Oreg & Berson,
2011).
Para peneliti menyadari bahwa jenis kepemipinan yang memberikan pengaruh positif saat perubahan
adalah kepemimpinan yang transformasional, namun mekanisme yang menjelaskan hubungan diantara keduanya masih belum terlalu jelas
(Bono & Judge, 2003; Wang & Howell, 2012).
Penggunaan teknologi
digital atau digitalisasi, memberikan kemudahan dalam mengelola dan mengawasi pekerjaan sehingga pegawai memiliki wewenang atau otonomi terhadap
pekerjaannya (Bader & Kaiser, 2017; Darr, 2003;
Ivanova & Bronowicka, 2018; Mazmanian et al.,
2013). Otonomi pekerjaan atau kebebasan dalam menentukaan cara penyelesaian pekerjaan didapatkan pegawai dari pemimpin
yang transformasional karena
pemimpin transformasional memberikan persepsi manajemen yang suportif kepada pegawai dengan menyeimbangkan antara kinerja dan pengembangan diri serta mempertimbangkan keunikan tiap individu
pegawai (Amankwaa et al.,
2019; Chen et al., 2018; Pattnaik & Sahoo, 2021).
Efek dari penggunaan teknologi digital di tempat kerja tidak
selalu positif terhadap kepuasan kerja bergantung pada otonomi pekerjaan (Fleischer
& Wanckel, 2023; Karimikia
et al., 2020; Plimmer et al., 2022).
Instansi pemerintah
di Indonesia sudah memulai melakukan reformasi birokrasi sejak 1998 dan saat ini sudah memasuki
masa Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan efisien (biaya dan waktu) dalam melaksanakan tugas sehingga terbentuk instansi pemerintahan yang adaptif, efektif,proaktif, dan antisipatif.
Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) merupakan salah satu
instansi pemerintah yang memberikan layanan perpajakan kepada masyarakat dan sedang dalam tahap pengembangan
Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau core tax system dalam rangka menghadapi
perkembangan teknologi dan meningkatkan kualitas layanannya kepada masyarakat.
Kepuasan kerja merupakan hasil dari proses kognitif atau respon emosi
pegawai terkait pekerjaannya yang membandingkan antara aspek kerja
yang dikerjakan dengan kerangka kerja yang diinginkan (Smith et al., 1969). Tingginya
kepuasan kerja tidak secara langsung
meningkatkan kinerja, namun kepuasan kerja berkaitan dengan kondisi internal organisasi yang sangat berpengaruh
pada kinerja individu dan kinerja organisasi karena menyangkut komitmen dan motivasi pegawai (Aslan et al., 2022).
Kepuasan kerja seringkali diukur menggunakan wawancara atau pengisian kuesioner oleh para pegawai.
Skala pengukuran yang biasa
digunakan diantaranya adalah Job Satisfaction Survey (JSS) yang memfasilitasi pengukuran kepuasan kerja yang tidak berkaitan dengan kinerja, seperti untuk organisasi
layanan publik atau organisasi nirlaba. Spector (1997) mengungkapkan
bahwa terdapat sembilan aspek dalam pengukuran kepuasan kerja dengan menggunakan JSS, yaitu gaji, promosi,
supervisi, tunjangan, penghargaan, kondisi operasional, rekan kerja, jenis pekerjaan,
dan komunikasi.
Untuk menganalisis
hubungan antara kepuasan kerja dan tiga variabel penelitian
lainnya, penelitian ini menggunakan tiga aspek pengukuran
JSS yaitu supervisi, kondisi operasional, dan jenis pekerjaan. Aspek supervisi digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai terhadap kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsungnya. Aspek kondisi operasional digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai terhadap peraturan dan prosedur yang diterapkan oleh perusahaan. Aspek jenis atau
sifat pekerjaan digunakan untuk mengukur kepuasan pegawai terhadap pekerjaan yang sedang dikerjakan.
Digitalisasi digunakan untuk mendeskripsikan perubahan dalam organisasi, termasuk model bisnisnya, dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi dan perluasan pangsa pasar melalui penggunaan teknologi digital (Westerman et al., 2014). Digitalisasi ditunjukkan dengan penggunaan teknologi informasi untuk melakukan penyimpanan data, analisis, dan prediksi (seperti big data dan analisis data) serta teknologi komunikasi untuk mengintegrasikan informasi (Creusen et al., 2017;
Zeshan et al., 2021).
Umans et al. (2018) mengukur
variabel bebas digitalisasi melalui dua aspek, yaitu tingkat
penggunaan alat digital pengalaman subjektif yang terkait dengan penggunaan alat digital. Tingkat penggunaan digital menunjukkan keterampilan memadai untuk menggunakan alat digital sedangkan pengalaman subjektif tidak memerlukan keterampilan tersebut. Namun, berdasarkan analisis komponen utama, responden tidak dapat membedakan
antara kedua aspek tersebut tetapi mereka melihat
domain fungsi dari alat digital, yaitu (1) untuk manajemen informasi; (2) untuk manajemen hubungan pelanggan; (3) untuk pengoptimalan kerja; dan (4) sebagai agen perubahan.
Pemimpin transformasional
adalah panutan dan insiprasi bagi anak buahnya, menantang
anak buahnya untuk menjadi kreatif
dan sangat peduli terhadap kebutuhan anak buahnya dengan tetap fokus pada integritas, moralitas, adil dalam mengambil
keputusan sehingga dikenal sebagai pemimpin yang jujur, beretika, dan dapat dipercaya (Krishnan, 2005; Moin et al., 2021; Yukl, 1989). Pemimpin transformasional juga mendukung para anak buahnya untuk dapat
mencapai tujuan organisasi (Bass, 1985; G�z�kara
& Şimşek, 2015; Syrek & Antoni, 2017), mendapatkan
keuntungan yang berkelanjutan,
dan keunggulan kompetitif
(Hasson et al., 2016).
Kepemimpinan merupakan sikap bagaimana seseorang dapat mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini kepemimpinan
transformasional dapat mempengaruhi tim untuk meningkatkan kinerja yang diharapkan sekaligus meningkatkan kepuasan kerja (Bass &
Riggio, 2006; Siswanto & Yuliana, 2022). Kepuasan
kerja sendiri merupakan hasil dari persepsi pegawai
tentang kualitas kinerja seseorang dalam memberikan layanan dan melakukan pekerjaan yang dapat dilihat dari hasil
kerja atau outcome (Luthans,
2011).
Hackman & Oldham (1980) mendefinisikan
otonomi kerja sebagai pengukuran tingkat pekerjaan yang dapat memberikan kebebasan, kemandirian, dan keleluasan bagi pegawainya untuk mengatur pekerjaan dan melaksanakan prosedur serta mekanisme pekerjaannya. Otonomi kerja sama dengan
keleluasan membuat keputusan dan kendali atas keterampilan yang dimiliki (Karasek, 1979). Otonomi
juga terkait dengan karakteristik tugas, tingkat ketergantungan suatu tugas terhadap
teknologi informasi yang tersedia (Goodhue & Thompson, 1995).
Otonomi kerja memiliki dampak yang besar pada kondisi psikologis pegawai karena mereka memiliki
kuasa untuk menentukan nasib mereka sendiri termasuk perilaku yang dihasilkan (Deci et al., 1989), rasa tanggung
jawab atas hasil kerja dan kepuasan kerja (Hackman &
Oldham, 1980; Podsakoff et al., 2000). Semakin tinggi tingkat keleluasaan yang dimiliki pegawai dalam pekerjaannya
atau otonomi kerja, semakin tinggi kemungkinan munculnya perilaku komitmen dari para pegawai (Runhaar et al., 2013).
Otonomi juga memberikan
pengalaman menyenangkan bagi pegawai karena
mereka memperoleh kesempatan untuk mendapatkan keterampilan dan tanggung jawab baru (Parker, 1998). Jika pegawai
dipaksa atau dimanipulasi dalam pelaksanaan tugasnya, maka organisasi tersebut menghalangi otonomi sehingga para pegawai akan kehilangan
motivasi intrinsik. Perilaku pegawai dianggap otonom apabila pegawai diberi keleluasaan untuk berinisiatif dan inisiatif mereka dihargai serta mereka memiliki kebebasan subyektif dan tidak memiliki batasan yang dipaksakan (Cerasoli
et al., 2016).
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi menawarkan kemudahan dan kenyamanan bagi pegawai melalui peningkatan efisiensi rutinitas kerja yang meliputi penyederhanaan, standardisasi, dan otomisasi pekerjaan (Hodge et al., 2006). Meskipun
demikian, beberapa penelitian menunjukkan perkembangan teknologi yang
sangat cepat memaksa organisasi untuk terus melakukan perubahan daam pekerjaan sehari-harinya dan memicu timbulnya digital overload
yang pada akhirnya menimbulkan
techno-stress diantara pegawainya
(Fischer & Riedl, 2017; Fleischer & Wanckel,
2023).
Secara teori, digitalisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja baik secara
positif, seperti mengurangi persentase tugas berulang dan meningkatkan tugas yang menarik, maupun secara negatif, seperti meningkatkan stres atau tekno
stres dan menurunkan keseimbangan kehidupan kerja (Bolli & Pusterla,
2022). Beberapa penelitian
yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara digitalisasi dan kepuasan kerja adalah penelitian yang dilakukan oleh Limbu et al. (2014) terkait
digitalisasi dan kepuasan kerja di bidang penjualan dan Day et al. (2010) terkait
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dan tekanan kerja dan kesejahteraan pegawai.
Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H1 Digitalisasi
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi terbaru pada suatu organisasi juga memiliki pengaruh pada otonomi kerja dan sebagian besar memiliki dampak positif, seperti temuan penelitian oleh Jonghak Sun
(2017) yang menunjukkan bahwa
penggunaan teknologi memiliki dampak positif terhadap otonomi kerja, bahkan penggunaan teknologi informasi juga memiliki dampak positif terhadap otonomi kerja kepada
pegwai level manajer dalam mengelola pekerjaannya (Mocetti et al., 2017)
dan dapat meningkatkan otonomi dalam mengelola
pegawai (Gerten et al., 2019).
Selain memiliki dampak positif terhadap otonomi, penggunaan teknologi juga dapat berdampak negatif terhadap otonomi, seperti digitalisasi pada tempat kerja meningkatkan tingkat pengawasan tetapi pengawasan ini menyebabkan kontrol manajerial menjadi berlebihan (Cavazotte et al., 2014; Porter & Heppelmann,
2015), kontrol manajerial
yang berlebihan menjadikan prosedur kerja dan kegiatan rutin menjadi semakin luas yang berarti mengurangi otonomi kerja (Eriksson-Zetterquist et al., 2009; Grote et al.,
2014).
Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 Digitalisasi
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap otonomi kerja.
Otonomi kerja yang
tinggi berarti memberi pegawai kesempatan untuk memimpin diri mereka
sendiri dan menginspirasi mereka untuk belajar
dan berkembang saat mereka bekerja (Manz & Sims
Jr, 2001). Motivasi dan otonomi
kerja merupakan faktor penting dalam meningkatkan kepuasan kerja dan mengurangi stres kerja pegawai (DeHart-Davis et
al., 2015). Demikian pula, keterbatasan
otonomi kerja dan perasaan ketidakberdayaan dalam mengambil keputusan ditemukan sangat terkait dengan stres, frustrasi, dan kecemasan pegawai (Podsakoff et
al., 2000).
Tingkat kepuasan kerja dipengaruhi oleh bagaimana persepsi pegawai terhadap pekerjaan mereka termasuk gaya pengawasan
oleh atasan langsung, dukungan sosial, tantangan kerja, otonomi kerja, gaji, dan benefit (Coetsee L. D., 2011). Pegawai yang dilibatkan dalam pekerjaan mereka sebagian merasa puas atas
hasil pekerjaan mereka dan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
pelanggan (Carr & Kazanowski, 1994). Dengan demikian, otonomi pekerjaan secara signifikan berkorelasi dengan kepuasan kerja karena pegawai akan cenderung merasa puas ketika
pegawai memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan atau tingkat otonomi
kerja tinggi (Kim et al.,
2019).
Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H3 Otonomi kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Otonomi kerja berarti memberikan keleluasaan kepada pegawai dan melibatkan mereka dalam pengambilan
keputuasan sehingga menimbulkan keinginan pegawai untuk bekerja
melebihi target yang telah ditentukan (Alpkan et al., 2010;
Hennessey & Amabile, 2010). Memberikan otonomi kerja kepada
pegawai menjadi pertanda bahwa pimpinan menghargai keberadaan mereka dan mengakui kontribusi mereka dalam pencapaian
tujuan organisasi (Allen,
2003; Park & Searcy, 2012). Oleh karena itu, pegawai merasa
berkewajiban untuk membalas apa yang telah diberikan oleh organisasi atau perusahaan melalui pimpinan mereka (Cohen &
Keren, 2008; Park et al., 2010).
Kepemimpinan transformasional
memiliki peran penting agar pegawai mendapatkan otonomi kerja melalui sikap
pimpinan yang senantiasa menganggap pegawai bukan hanya sebagai
anggota tim tetapi juga seorang individu dan sikap perhatian pimpinan terkait kebutuhan pegawai (Dionne et al., 2004). Pemimpin
transformasional juga memotivasi
pegawai untuk memiliki visi yang jelas dalam pekerjaanya
melalui pemberian kewenangan dan keleluasaan dalam mengambil keputusan atau otonomi kerja sehingga
pegawai dapat berkinerja melebihi job
description-nya (Pattnaik
& Sahoo, 2021).
Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H4 Kepemimpinan
transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap otonomi kerja.
Kepemimpinan merupakan sikap bagaimana seseorang dapat mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini kepemimpinan
transformasional dapat mempengaruhi tim untuk meningkatkan kinerja yang diharapkan sekaligus meningkatkan kepuasan kerja (Bass &
Riggio, 2006; Siswanto & Yuliana, 2022). Kepuasan
kerja sendiri merupakan hasil dari persepsi pegawai
tentang kualitas kinerja seseorang dalam memberikan layanan dan melakukan pekerjaan yang dapat dilihat dari hasil
kerja atau outcome
(Luthans, 2011).
Kepuasan kerja dapat dilihat dari
sikap positig pegawai terhadap suatu pekerjaan dan organisasi atau perusahaan dapat memantaunya melalui ketidakhadiran pegawai, turnover pegawai, semangat kerja, masalah dan keluhan organisasi lainnya (Siswanto & Yuliana, 2022). Empat
dimensi kepemimpinan transformasional yang terdiri dari idealized behavior, inspirational motivation, intellectual
stimulation, dan individualized consideration memiliki
hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja (Hilton et al., 2023; Mickson
& Anlesinya, 2019; Siswanto & Yuliana, 2022).
Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H5 Kepemimpinan
transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Dalam penelitian Bolli &
Pusterla (2022) menunjukkan
bahwa terdapat sepuluh saluran yang dapat mempengaruhi hubungan antara digitalisasi dan kepuasan kerja. Beberapa saluran memilki hubungan yang negatif dan positif serta signifikan
dan tidak signifikan. Beberapa saluran yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah pekerjaan yang menarik, persentase pekerjaan yang repetitif, produktivitas, otonomi kerja, fleksibilitas jam kerja, dan penyederhanaan interaksi dengan rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, terdapat hubungan
tidak langsung antara digitalisasi dan kepuasan kerja yang dimediasi oleh otonomi kerja.
Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H6 Otonomi kerja memediasi pengaruh positif digitalisasi terhadap kepuasan kerja secara signifikan.
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa otonomi kerja merupakan
variabel penting dan secara signifikan mempengaruhi motivasi karyawan (Peng et al., 2010). Otonomi
kerja yang tinggi juga dikaitkan dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi (Taylor &
Westover, 2011) sehingga memungkinkan
pegawai untuk memberikan solusi terbaik dalam melakukan
pekerjaannya (Shalley & Gilson, 2004). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pemimpin transformasional memberikan otonomi kerja yang tinggi kepada pegawainya (Bass &
Avolio, 1990) karena mereka
memotivasi pegawainya untuk mandiri dan bertanggung jawab (Bass &
Riggio, 2006; Wearing et al., 2000).
Pemimpin transformasional
juga memotivasi pegawainya untuk ikut mencari
solusi permasalahan yang inovatif sehingga meningkatkan sense of control dan selfdetermination
pegawai (Bass & Avolio, 1990; Jain & Duggal,
2018). Oleh karena itu, pemimpin transformasional lebih banyak memberikan
otonomi kerja kepada pegawainya dan sedikit perilaku kontrol psikologis yang membuat karyawan lebih bahagia dan tidak terlalu lelah
(Gilbert et al., 2017).
Dengan demikian, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H7 Otonomi kerja memediasi pengaruh positif kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja secara signifikan.
Ketujuh hipotesis tersebut terangkum dalam model penelitian sebagaimana digambarkan pada
Gambar 1.
Gambar 2 Model
Penelitian Utama
Sumber: Olahan Peneliti (2023
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, bertujuan untuk mengkonfirmasi dan menganalisis pengaruh digitalisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap otonomi kerja dan kepuasan kerja pegawai. Kedua, menganalisis peran otonomi kerja
sebagai mediator dalam hubungan digitalisasi dan kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja pegawai. Untuk mencapai tujuan tersebut, pegawai DJP dipilih sebagai unit analisis karena kepuasan kerjanya mempengaruhi kualitas layanan publik dan sedang dalam upaya digitalisasi
untuk meningkatkan kualitas layanan perpajakan kepada masyarakat.
Metode Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berjumlah
45.382 pegawai sehingga jumlah sampel penelitian
ini dengan menggunakan Rumus Slovin minimal
397 responden. Data didapatkan
dari hasil survei online kepada seluruh pegawai DJP selama bulan Maret-Mei 2023 dan terdapat 400 pegawai yang memberikan respon dengan mengisi survei online. Survei berisi 52 pernyataan yang dinilai menggunakan skala likert dari
1 (sangat tidak setuju) sampai dengan 6 (sangat setuju).
Penelitian ini terdiri dua variabel bebas, satu variabel
mediasi, dan satu variabel terikat. Variabel bebas penelitian ini adalah digitalisasi dan kepemimpinan transformasional, sedangkan variabel mediasinya adalah otonomi kerja dan variabel terikatnya adalah kepuasan kerja. Keempat variabel tersebut diukur menggunakan item-item pernyataan atau indikator yang mengacu pada penelitian sebelumnya sebagaimana dirinci pada Tabel 1.
Tabel 1 Item Pengukuran Variabel Penelitian
Kode |
��������������������������� Item
Pengukuran��������������������������� |
Sumber |
DG |
Variabel Digitalisasi |
Umans T, Kockum M, Nilsson E, dan Lindberg S. (2018) |
DMI |
Dimensi Manajemen Informasi |
|
DOK |
Dimensi Optimalisasi
Kerja |
|
DAP |
Dimensi Agen Perubahan |
|
DMK |
Dimensi Manajemen
Hubungan dengan Klien |
|
TL |
Variabel Kepemimpinan Transformasional |
Avolio dan Bass (1995) |
TIA |
Dimensi Idealized Attribute |
|
TIB |
Dimensi Idealized Behavior |
|
TIM |
Dimensi Inspirational Motivation |
|
TIS |
Dimensi Intellectual Stimulation |
|
TIC |
Dimensi Individual Consideration |
|
OK |
Variabel Otonomi Kerja |
Houtman I, Bloemhof A, Dhondt S, dan Terwee C
(1994) |
KK |
Variabel Kepuasan
Kerja |
Spector (1998) |
KSV |
Dimensi Supervision |
|
KOC |
Dimensi Operating Conditions |
|
KNW |
Dimensi Nature of Work |
|
Sumber: Olahan Peneliti
(2023)
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa semua variabel bebas dan variabel terikat dibangun oleh setidaknya tiga dimensi sedangkan variabel mediasi dibangun oleh enam indikator pernyataan. Pengukuran variabel digitalisasi mengacu pada penelitan yang dilakukan oleh
Umans, Kockum, Nilsson, dan Lindberg (2018) dimana variabel ini dibangun oleh empat dimensi, yaitu manajemen informasi yang terdiri dari lima indikator pernyataan, optimalisasi kerja yang terdiri dari empat indikator
pernyataan, agen perubahan yang terdiri dari tiga indikator
pernyataan, dan manajeman hubungan dengan klien yang terdiri dari dua indikator pernyataan.
Pengukuran variabel kepemimpinan transformasional menggunakan
Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) yang dikembangkan
oleh Avolio dan Bass (1995) dimana variabel ini dibangun
oleh lima dimensi yang masing-masing dimensi terdiri dari empat indikator
pernyataan. Sedangkan variabel kepuasan kerja diukur menggunakan
Job Satisfaction Survey (JSS) yang dikembangkan oleh
Spector (1985) dimana variabel
ini dibangun oleh tiga dimensi yang masing-masing dimensi terdiri dari empat indikator
pernyataan.
Data hasil
survei tersebut kemudian dianalisis untuk menguji hubungan
antar variabel dan antar indikator dengan konstruknya dengan pendekatan SEM-PLS menggunakan software SmartPLS
3.0. Pertama, dilakukan analisis model pengukuran yang meliputi uji validitas dan reliabilitas masing-masing variabel
dan kedua analisis model struktural dengan menggunakan nilai koefisien determinasi dan nilai Standardized Root Mean Square Residual (SRMR.
Selanjutnya hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis bootstrapping
SmartPLS 3.0 (resampling = 500) untuk
menguji pengaruh langsung dan tidak langsung yang dihipotesiskan serta tingkat signifikansi
melalui nilai t untuk semua jalur.
Hasil dan Pembahasan
Profil Responden
Jumlah responden yang bersedia mengisi survei penelitian ini adalah 400 responden dengan profil sebagaimana
dirinci pada Tabel 4.1. Mayoritas
responden adalah laki-laki (80,4%) dan sisanya perempuan (19,6%). Mayoritas responden adalah generasi milenial yang berusia 31-40 tahun (52,5%) dan telah bekerja lebih
dari 10 tahun (52,9%) dengan wilayah kerja responden mayoritas di Pulau Jawa (66,2%).
Tabel 2 Demografi Responden
Profil Responen |
Frekuensi |
Persentase |
|
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
322 |
80,4% |
|
Perempuan |
78 |
19,6% |
Usia |
20-30 tahun |
145 |
36,3% |
|
31-40 tahun |
210 |
52,5% |
|
Lebih dari 40 tahun |
45 |
11,3% |
Masa Kerja |
Kurang dari 3 tahun |
6 |
1,5% |
|
3-10 tahun |
182 |
45,6% |
|
Lebih dari 10 tahun |
212 |
52,9% |
Jabatan |
Pelaksana |
174 |
43,4% |
|
Account Representative |
150 |
37,5% |
|
Fungsional |
56 |
14% |
|
Eselon IV ke atas |
20 |
5,1% |
Wilayah Kerja |
Pulau Sumatera |
47 |
11,8% |
|
Pulau Jawa |
265 |
66,2% |
|
Pulau Kalimantan |
25 |
6,4% |
|
Pulau Sulawesi dan Maluku Utara |
27 |
6,9% |
|
Pulau Bali dan Nusa Tenggara |
10 |
2,5% |
|
Pulau Papua, Papua Barat, dan Maluku |
26 |
6,4% |
Sumber: Olahan Peneliti
(2023)
Analisis Model Pengukuran
Indikator yang digunakan dalam model penelitian ini dievaluasi kualitas pengukurannya dengan menggunakan beberapa nilai sebagai berikut:
(1) nilai loading factor yang digunakan
untuk mengukur sejauh mana indikator mempengaruhi variabel laten atau variabel variabel
tak terukur dimana nilai loading factor dimana sebuah indikator
dinyatakan valid apabila nilai loading factor ≥ 0,050 (Hulland, 1999; Truong
& McColl, 2011); (2) nilai validitas
konvergen atau Average
Variance Extracted (AVE) yang digunakan untuk mengukur sejauh mana indikator yang diukur dijelaskan oleh variabel yang terkait dimana nilai AVE ≥ 0,500 dianggap baik atau
indikator secara efektif mencerminkan variabel laten yang diukur (Hair
et al., 2017);
(3) nilai
Composite Reliability (CR) yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal indikator dalam mengukur variabel laten dimana nilai CR ≥ 0,700 menunjukkan
bahwa indikator memberikan hasil yang stabil dan dapat diandalkan; dan (4) nilai akar AVE kuadrat untuk mengukur sejauh mana variabel laten berbeda dengan variabel lainnya dalam satu model penelitian dimana dimensi atau variabel
dinyatakan valid apabila nilai akar kuadrat
AVE yang lebih besar daripada nilai korelasinya (Fornell & Larcker, 1981).
Adapun hasil
dari pengukuran model penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.2. Hasil pengukuran
model penelitian menunjukkan
bahwa terdapat beberapa indikator yang nilai factor loading nya tidak memenuhi atau kurang dari
0,500, yaitu DOK4, TIM3, TIS4, KSV3, KOC2, dan OK6. Kemudian dilakukan pengujian kedua tanpa melibatkan indikator-indikator tersebut.
Hasil pengujian kedua menunjukkan terdapat dimensi yang nilai factor loading
nya tidak memenuhi, yaitu KOC sehingga dilakukan kembali pengujian ketiga dimana dimensi
tersebut tidak dilibatkan.
Tabel 3 Hasil Uji Model Pengukuran
Variabel/Dimensi |
Item Pengukuran |
Loading Range |
CR |
AVE |
DG |
DMI, DOK, DAP, DMK |
0,532 � 0,915 |
0,888 |
0,393 |
DMI |
DMI1, DMI2, DMI3. DMI4, DMI5 |
0,670 � 0,839 |
0,875 |
0,585 |
DOK |
DOK1, DOK2, DOK3, DOK4 |
0,113 � 0,901 |
0,925 |
0,804 |
DAP |
DAP1, DAP2, DAP3 |
0,643 � 0,871 |
0,830 |
0,624 |
DMK |
DMK1, DMK2 |
0,797 � 0,914 |
0,847 |
0,736 |
TL |
TIA, TIB, TIM, TIS, TIC |
0,777 � 0,937 |
0,958 |
0,553 |
TIA |
TIA1, TIA2, TIA3, TIA4 |
0,873 � 0,924 |
0,942 |
0,803 |
TIB |
TIB1, TIB2, TIB3, TIB4 |
0,760 � 0,864 |
0,875 |
0,585 |
TIM |
TIM1, TIM2, TIM3, TIM4 |
0,149 � 0,933 |
0,875 |
0,585 |
TIS |
TIS1, TIS2. TIS3, TIS4 |
0,367 � 0,943 |
0,881 |
0,669 |
TIC |
TIC1, TIC2, TIC3, TIC4 |
0,741 � 0,879 |
0,880 |
0,648 |
OK |
OK1, OK2, OK3, OK4, OK5, OK6 |
0,386 � 0,809 |
0,861 |
0,519 |
KK |
KSV, KOC, KNW |
0,556 � 0,841 |
0,828 |
0,309 |
KSV |
KSV1, KSV2, KSV3. KSV4 |
0,490 � 0,886 |
0,864 |
0,624 |
KOC |
KOC1, KOC2, KOC3, KOC4 |
0,446 � 0,778 |
0,717 |
0,396 |
KNW |
KNW1, KNW2, KNW3, KNW4 |
0,584 � 0,840 |
0,832 |
0,558 |
Sumber: Olahan Peneliti
(2023)
Hasil pengujian ketiga menunjukkan nilai factor loading seluruh indikator telah memenuhi kriteria atau lebih dari
0,500 tetapi nilai AVE pada
variabel digitalisasi kurang dari 0,500. Meskipun demikian, merujuk pada Fornell & Larcker (1981) dan Lam (2012) bahwa uji reliabilitas dengan nilai AVE kurang dari 0,500 masih dapat diterima� selama nilai CR memenuhi atau lebih dari
0,700.
Uji validitas diskriminan penelitian ini menggunakan pendekatan Fornell & Larcker dengan
membandingkan nilai akar kuadrat AVE suatu dimensi atau
variabel dengan nilai korelasi antara dimensi atau variabel tersebut
dengan dimensi atau variabel lainnya.
Hasil uji validitas diskriminan
penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.3 dimana
seluruh variabel dinyatakan valid diskriminan.
Tabel 4 Hasil Uji Validitas
Diskriminan Fornell & Larcker
Variabel |
DG |
KK |
OK |
TL |
DG |
√AVE
= 0,773 |
|
|
|
KK |
0,223 |
√AVE
= 0,843 |
|
|
OK |
0,304 |
0,470 |
√AVE
= 0,796 |
|
TL |
0,321 |
0,740 |
0,404 |
√AVE
= 0,897 |
Sumber: Olahan Peneliti
(2023)
Analisis Model Struktural
Analisis model struktural dilakukan untuk mengevaluasi kualitas model struktural dan signifikansi hubungan antar variabel laten (Hair et
al., 2017). Nilai yang digunakan untuk
mengukur inner model atau
model struktural adalah nilai koefisien determinasi atau coefficient of
determination (R2). Sebagaimana pada saat pengukuran model, analisis model struktural ini juga menganilisis kedua pengujian yang telah dilakukan. Nilai koefisien determinasi dari model ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai Koefisien
Determinasi
Variabel |
R2 |
||
Pengujian Pertama |
Pengujian Kedua |
Pengujian Ketiga |
|
Otonomi Kerja |
0,210 |
0,193 |
0,193 |
Kepuasan Kerja |
0,551 |
0,565 |
0,581 |
Sumber: Olahan Peneliti
(2023)
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada pengujian pertama variabel digitalisasi dan variabel kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi variabel otonomi kerja sebesar 21% dan kepuasan kerja sebesar 55,1%. Pada pengujian kedua, variabel digitalisasi dan variabel kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi variabel otonomi kerja sebesar 19,3% dan kepuasan kerja sebesar 56,5%. Sedangkan pada pengujian ketiga, variabel digitalisasi dan variabel kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi variabel otonomi kerja sebesar
19,3% dan kepuasan kerja sebesar 58,1%.
Tabel 6 Hasil Uji Goodness Fit Model
Pengujian ke- |
SRMR |
Pertama |
0,089 |
Kedua |
0,077 |
Ketiga |
0,074 |
Sumber: Olahan Peneliti
(2023)
Pada evaluasi model struktural juga dilakukan uji
Goodness Fit Model untuk mengevalusasi
kesesuaian model penelitian
dengan menggunakan nilai Standardized Root Mean Square Residual (SRMR). Nilai
SRMR menunjukkan ukuran perbedaan antara kovarian aktual dan kovarian yang diperkirakan oleh
model dimana nilai SRMR
yang rendah atau kurang dari 0.08 menunjukkan kesesuaian model yang
baik atau good fit. Hasil
uji goodness fit model pada pengujian pertama dan kedua penelitian ini disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan
Tabel 6, diketahui bahwa nilai SRMR baik pengujian pertama, kedua, dan ketiga penelitian ini ≤0,08 yang berarti bahwa model yang ditawarkan termasuk good fit.
Analisis Uji Hipotesis
Setelah dilakukan
analisis model pengukuran
dan model struktural, dilakukan
analisis hipotesis melalui uji pengaruh langsung dan tidak langsung atas hipotesis
penelitian dengan
bootstrapping menggunakan 500 resamples. Hasil uji hipotesis ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis
Penelitian
Hipotesis |
Hubungan
Variabel |
Path coefficients |
t-values |
p-value |
Hasil |
H1� |
DG �
KK |
-0,035 |
0,872 |
0,192 |
Tidak Mendukung |
H2 |
DG �
OK |
0,194 |
4,068 |
0,000 |
Mendukung |
H3 |
OK �
KK |
0,211 |
3,622 |
0.000 |
Mendukung |
H4 |
TL �
OK |
0,342 |
7,113 |
0.000 |
Mendukung |
H5 |
TL �
KK |
0,666 |
14,411 |
0.000 |
Mendukung |
H6� |
DG �
OK �
KK |
0,041 |
2,978 |
0,002 |
Mendukung |
H7 |
TL �
OK �
KK |
0,072 |
3,365 |
0.000 |
Mendukung |
Sumber: Olahan Peneliti
(2023)
Tabel 7 menunjukkan bahwa digitalisasi mempengaruhi kepuasan kerja secara negatif
dan tidak signifikan (koefisien = -0,035, p-value > 0,05) sehingga
data tidak mendukung
H�1.� Namun, digitalisasi mampu mempengaruhi otonomi kerja secara positif
dan signifikan (koefisien =
0,194, p-value < 0,05) dan otonomi kerja juga mampu mempengaruhi kepuasan kerja secara positif
dan signifikan (koefisien =
0,211, p-value < 0,05) sehingga data mendukung H��2 dan H3. Begitupun dengan hasil uji pengaruh tidak langsung digitalisasi terhadap kepuasan kerja melalui otonomi
kerja yang mendukung H6 karena menunjukkan pengaruh positif dan signifikan (koefisien = 0.041,
p-value < 0,05). Menurut Zhao et al. (2010), otonomi kerja dalam
hubungan ini termasuk kategori indirect-only
mediation karena memiliki pengaruh mediasi yang signifikan tetapi tidak memiliki pengaruh langsung.
Sedangkan variabel
kepemimpinan transformasional
memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan kerja secara positif dan signifikan (koefisien = 0,666,
p-value < 0,005) dan juga memiliki pengaruh langsung terhadap otonomi kerja secara positif
dan signifikan (koefisien =
0,342, p-value < 0,05) sehingga data mendukung H4 dan H5. Begitupun dengan pengaruh tidak langsung kepemimpinan tranformasional terhadap kepuasan kerja melalui otonomi
kerja yang menunjukkan pengaruh positif dan signifikan (koefisien = 0,072,
p-value < 0,05) sehingga data mendukung
H7. Dengan demikian, otonomi kerja pada hubungan ini termasuk
dalam kategori
complementary mediation.
Kesimpulan
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa digitalisasi tidak selalu memiliki pengaruh yang positif
terhadap kepuasan kerja karena implementasi digitalisasi yang tidak optimal dan
ketidaksiapan pegawai dalam menggunakan alat digital. Meskipun demikian,
implementasi digitalisasi yang melalui otonomi kerja dapat meningkatkan
kepuasan kerja pegawai dimana melalui digitalisasi pegawai memiliki kebebasan
dalam mengatur ritme kerjanya dan memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah dalam pekerjaannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
oleh Fleischer & Wanckel (2023) bahwa penggunaan alat digital yang mendorong pegawai untuk melakukan
pekerjaan lebih banyak diluar kendalinya
sehingga terkesan terburu-buru atau disebut digital overload dapat menurunkan kepuasan kerja pegawai yang pada akhirnya akan menurunkan
kinerja individu dan kinerja organisasi.
Meskipun demikian, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa peran pemimpin
transformasional sangat mempengaruhi
kepuasan kerja pegawai baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui otonomi kerja. Pemimpin transformasional dalam penelitian ini lebih ditekankan pada kemampuan pemimpin dalam memotivasi pegawai dan menyelesaikan masalah secara adil dan inovatif. Namun, adanya pelimpahan
kewenangan penyelesaian masalah kepada pegawai melalui otonomi kerja sedikit
mengurangi kekuatan pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja pegawai.
BIBLIOGRAFI
Allen, D. (2003). The Role of Perceived Organizational
Support and Supportive Human Resource Practices in the Turnover Process.
Journal of Management, 29(1), 99�118. https://doi.org/10.1016/S0149-2063(02)00222-2
Alpkan,
L., Bulut, C., Gunday, G., Ulusoy, G., & Kilic,
K. (2010). Organizational support for intrapreneurship and its interaction with
human capital to enhance innovative performance. Management Decision, 48(5),
732�755. https://doi.org/10.1108/00251741011043902
Aslan, M., Yaman, F., Aksu, A., & G�ng�r, H.
(2022). Task performance and job satisfaction under the effect of remote
working: Call Center Evidence. & Sociology, 15(1), 2022. https://doi.org/10.14254/2071
Avolio, B., & Bass, B. (1995). Multifactor
Leadership Questionnaire TM Instrument (Leader and Rater Form) and Scoring
Guide (Form 5X-Short).
Bass, B. M. (1985). Leadership performance beyond
expectations. Academic Press.
Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1990). Improving
organizational effectiveness through transformational leadership. Sage
Publications.
Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006).
Transformational Leadership. Psychology Press. https://doi.org/10.4324/9781410617095
Bolli, T., & Pusterla,
F. (2022). Decomposing the effects of digitalization on workers� job
satisfaction. International Review of Economics, 69(2), 263�300. https://doi.org/10.1007/s12232-022-00392-6
Carr, K. K., & Kazanowski, M. K. (1994). Factors
affecting job satisfaction of nurses who work in long-term care. Journal of Advanced
Nursing, 19(5), 878�883. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.1994.tb01164.x
Cavazotte,
F., Heloisa Lemos, A., & Villadsen, K. (2014). Corporate smart phones:
professionals� conscious engagement in escalating work connectivity. New
Technology, Work and Employment, 29(1), 72�87. https://doi.org/10.1111/ntwe.12022
Cerasoli, C. P., Nicklin, J. M., & Nassrelgrgawi, A. S. (2016). Performance, incentives, and
needs for autonomy, competence, and relatedness: a meta-analysis. Motivation
and Emotion, 40(6), 781�813. https://doi.org/10.1007/s11031-016-9578-2
Coetsee L. D. (2011). Peak performance and productivity : a practical guide for the creation of a
motivating climate. Andcork.
Cohen, A., & Keren, D. (2008). Individual Values
and Social Exchange Variables. Group & Organization Management, 33(4),
425�452. https://doi.org/10.1177/1059601108321823
Creusen,
U., Gall, B., & Hackl, O. (2017). Digital Leadership. Springer Fachmedien Wiesbaden. https://doi.org/10.1007/978-3-658-17812-3
Deci, E. L., Connell, J. P., & Ryan, R. M. (1989).
Self-determination in a work organization. Journal of Applied Psychology,
74(4), 580�590. https://doi.org/10.1037/0021-9010.74.4.580
DeHart-Davis, L., Davis, R. S., & Mohr, Z. (2015).
Green Tape and Job Satisfaction: Can Organizational Rules Make Employees Happy?
Journal of Public Administration Research and Theory, 25(3), 849�876. https://doi.org/10.1093/jopart/muu038
Dionne, S. D., Yammarino, F.
J., Atwater, L. E., & Spangler, W. D. (2004). Transformational leadership
and team performance. Journal of Organizational
Fleischer, J., & Wanckel,
C. (2023). Job Satisfaction and the Digital Transformation of the Public
Sector: The Mediating Role of Job Autonomy. Review of Public Personnel
Administration. https://doi.org/10.1177/0734371X221148403
Fornell, C., & Larcker, D. F. (1981). Evaluating
Structural Equation Moels with Unobservable Variables
and Measurement Error. Journal of Marketing Research, 18(1), 39. https://doi.org/10.2307/3151312
Gerten, E., Beckmann, M., & Bellmann, L. (2019).
Controlling Working Crowds: The Impact of Digitalization on Worker Autonomy and
Monitoring Across Hierarchical Levels. Jahrb�cher F�r
National�konomie Und Statistik,
239(3), 441�481. https://doi.org/10.1515/jbnst-2017-0154
Gilbert, P., Catarino, F., Duarte, C., Matos, M.,
Kolts, R., Stubbs, J., Ceresatto, L., Duarte, J.,
Pinto-Gouveia, J., & Basran, J. (2017). The development of compassionate
engagement and action scales for self and others. Journal of Compassionate
Health Care, 4(1), 4. https://doi.org/10.1186/s40639-017-0033-3
Goodhue, D. L., & Thompson, R. L. (1995).
Task-Technology Fit and Individual Performance. MIS Quarterly, 19(2), 213. https://doi.org/10.2307/249689
G�z�kara,
İ., & Şimşek, O. F. (2015). Linking Transformational
Leadership to Work Engagement and the Mediator Effect of Job Autonomy: A Study
in a Turkish Private Non-Profit University. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 195, 963�971. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.06.274
Grote, G., Weyer, J., & Stanton, N. A. (2014).
Beyond human-centred automation � concepts for
human�machine interaction in multi-layered networks. Ergonomics, 57(3),
289�294. https://doi.org/10.1080/00140139.2014.890748
Hackman, J. R., & Oldham, G. R. (1980). Work
redesign. Addison-Wesley.
Hair, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., &
Sarstedt, M. (2017). A Primer on Partial Least Squares Structural Equation
Modeling (PLS-SEM) (2nd ed.). Sage Publications.
Hasson, H., von Thiele Schwarz, U., Holmstrom, S., Karanika-Murray, M., & Tafvelin,
S. (2016). Improving organizational learning through leadership training.
Journal of Workplace Learning, 28(3), 115�129. https://doi.org/10.1108/JWL-06-2015-0049
Hennessey, B. A., & Amabile, T. M. (2010).
Creativity. Annual Review of Psychology, 61(1), 569�598. https://doi.org/10.1146/annurev.psych.093008.100416
Hilton, S. K., Madilo, W., Awaah,
F., & Arkorful, H. (2023). Dimensions of
transformational leadership and organizational performance: the mediating
effect of job satisfaction. Management Research Review, 46(1), 1�19. https://doi.org/10.1108/MRR-02-2021-015
Hulland, J. (1999). Use of partial least squares (PLS)
in strategic management research: a review of four recent studies. Strategic
Management Journal, 20(2), 195�204. https://doi.org/10.1002/(SICI)1097-0266(199902
Jain, P., & Duggal, T. (2018). Transformational
leadership, organizational commitment, emotional intelligence and job autonomy:
Empirical analysis on the moderating and mediating variables. Management
Research Review, 41(9), 1033�1046. https://doi.org/10.1108/MRR-01-2018-0029
Karasek, R. A. (1979). Job Demands, Job Decision
Latitude, and Mental Strain: Implications for Job Redesign. Administrative
Science Quarterly, 24(2), 285. https://doi.org/10.2307/2392498
Kim, B., Liu, L., Ishikawa, H., & Park, S.-H. (2019).
Relationships between social support, job autonomy, job satisfaction, and
burnout among care workers in long-term care facilities in Hawaii. Educational
Gerontology, 45(1), 57�68. https://doi.org/10.1080/03601277.2019.1580938
Krishnan, V. R. (2005). Transformational leadership
and outcomes: role of relationship duration. Leadership & Organization
Development Journal, 26(6), 442�457. https://doi.org/10.1108/01437730510617654
Lam, L. W. (2012). Impact of competitiveness on
salespeople�s commitment and performance. Journal of Business Research, 65(9),
1328�1334. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2011.10.026
Luthans, F. (2011). Organizational Behavior: an Evidence-Based Approach (12th ed.). McGraw-Hill Irwin.
Manz, C. C., & Sims Jr, H. P. (2001). he new superleadership: Leading
others to lead themselves. Berrett-Koehler Publishers.
Mickson,
M. K., & Anlesinya, A. (2019). Enhancing job
satisfaction among local government servants in Ghana. International Journal of
Public Leadership, 16(1), 1�16. https://doi.org/10.1108/IJPL-03-2019-0007
Mocetti,
S., Pagnini, M., & Sette, E. (2017). Information Technology and Banking
Organization. Journal of Financial Services Research, 51(3), 313�338. https://doi.org/10.1007/s10693-016-0244-3
Moin, M. F., Omar, M. K., Wei, F., Rasheed, M. I.,
& Hameed, Z. (2021). Green HRM and psychological safety: how
transformational leadership drives follower�s job satisfaction. Current Issues
in Tourism, 24(16), 2269�2277. https://doi.org/10.1080/13683500.2020.1829569
Park, R., Appelbaum, E., & Kruse, D. (2010).
Employee involvement and group incentives in manufacturing companies: a
multi-level analysis. Human Resource Management Journal. https://doi.org/10.1111/j.1748-8583.2010.00126.x
Park, R., & Searcy, D. (2012). Job Autonomy as a
Predictor of Mental Well-Being: The Moderating Role of Quality-Competitive
Environment. Journal of Business and Psychology, 27(3), 305�316. https://doi.org/10.1007/s10869-011-9244-3
Parker, S. K. (1998). Role breadth self-efficacy:
Relationship with work enrichment and other organizational practices. Journal
of Applied Psychology, 83, 835�852.
Pattnaik,
S. C., & Sahoo, R. (2021). Transformational leadership and organizational
citizenship behaviour: the role of job autonomy and
supportive management. Management Research Review, 44(10), 1409�1426. https://doi.org/10.1108/MRR-06-2020-0371
Peng, Y.-P., Hwang, S.-N., & Wong, J.-Y. (2010).
How to Inspire University Librarians to Become �Good Soldiers�? The Role of Job
Autonomy. The Journal of Academic Librarianship, 36(4), 287�295. https://doi.org/10.1016/j.acalib.2010.05.002
Podsakoff, P. M., MacKenzie,
S. B., Paine, J. B., & Bachrach, D. G. (2000). Organizational citizenship
behaviors: a critical review of the theoretical and empirical literature and
suggestions for future research. Journal of Management, 26(51), 1�56.
Porter, M. E., & Heppelmann,
J. E. (2015). How smart, connected products are transforming companies. Harvard
Business Review, 96�114.
Runhaar,
P., Konermann, J., & Sanders, K. (2013). Teachers� organizational
citizenship behaviour: Considering the roles of their
work engagement, autonomy and leader-member exchange. Teaching and Teacher
Education, 30(1), 99�108. https://doi.org/10.1016/j.tate.2012.10.008
Shalley, C. E., & Gilson, L. L. (2004). What
leaders need to know: A review of social and contextual factors that can foster
or hinder creativity. The Leadership Quarterly, 15(1), 33�53. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2003.12.004
Siswanto, S., & Yuliana, I. (2022). Linking
transformational leadership with job satisfaction: the mediating roles of trust
and team cohesiveness. Journal of Management Development, 41(2), 94�117. https://doi.org/10.1108/JMD-09-2020-0293
Smith, P. C., Kendall, L., & Hulin, C. L. (1969).
The measurement of satisfaction in work and retirement: A strategy for the
study of attitudes. Rand McNally.
Spector, P. E. (1985). Measurement of Human Service
Staff Satisfaction: Development of the Job Satisfaction Survey 1. In American
Journal of Community Psychology (Vol. 13, Issue 6).
Spector, P. E. (1997). Job Satisfaction: Application,
Assessment, Cause,and
Consequences. Sage Publications.
Sun, J. (2017). The effect of information technology
on IT-facilitated coordination, IT-facilitated autonomy, and decision-makings
at the individual level. Applied Economics, 49(2), 138�155. https://doi.org/10.1080/00036846.2016.1192276
Syrek, C. J., & Antoni, C. H. (2017).
Psychological Contract Fulfillment and Employee Responses to Pay System Change.
Journal of Personnel Psychology, 16(4), 172�185. https://doi.org/10.1027/1866-5888/a000186
Taylor, J., & Westover, J. H. (2011). Job
satisfaction in the public service: the effects of public service motivation,
workplace attributes and work relations. Public Management Review, 13(5),
731�751. https://doi.org/10.1080/14719037.2010.532959
Truong, Y., & McColl, R. (2011). Intrinsic
motivations, self-esteem, and luxury goods consumption. Journal of Retailing
and Consumer Services, 18(6), 555�561. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2011.08.004
Umans, T., Kockum, M.,
Nilsson, E., & Lindberg, S. (2018). Digitalisation
in the banking industry and workers subjective well-being: Contingency
perspective. International Journal of Workplace Health Management, 11(6),
411�423. https://doi.org/10.1108/IJWHM-05-2018-0069
Wearing, A. J., Mann, L., & Carless, S. A. (2000).
Short Measure of Transformational Leadership. Journal of Business and
Psychology, 14(3), 389�405. https://doi.org/10.1023/A:1022991115523
Westerman, G., Bonnet, D., & McAfee, A. (2014).
Leading digital: Turning technology into business transformation. Harvard
Business Review Press.
Yukl, G. A. (1989). Leadership in organizations.
Prentice Hall.
Zeshan, M., Qureshi, T. M., & Saleem, I. (2021).
Impact of digitalization on employee�s autonomy: evidence from French firms.
VINE Journal of Information and Knowledge Management Systems. https://doi.org/10.1108/VJIKMS-06-2021-0090
Zhao, X., Lynch, J. G., & Chen, Q. (2010).
Reconsidering Baron and Kenny: Myths and Truths about Mediation Analysis.
Journal of Consumer Research, 37(2), 197�206. https://doi.org/10.1086/651257
Copyright holder: Novita Dewi Pratantia,
Yasmine Nasution (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |