Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022
FAKTOR � FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PASIEN POST LARINGECTOMY TERHADAP
KESEDIAAN BERGABUNG DALAM PERKUMPULAN WICARA ESOFAGUS INDONESIA
Waspada1*, Muchtaruddin Mansyur MS2,
Pradnya Paramita3
1*,2,3Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Indonesia
Email: �[email protected]
Penelitian ini mengkaji
faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan pasien pasca laringectomy untuk
bergabung dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia. Metode penelitian ini
adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar pasien (65,4%) tidak bergabung dengan PWEI. Faktor-faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap keterlibatan pasien dalam PWEI adalah
terapi wicara dan peran PWEI. Implikasi penelitian ini adalah perlunya
perluasan cakupan PWEI untuk menarik lebih banyak pasien pasca laringectomy,
serta pentingnya integrasi data dengan fasilitas kesehatan untuk memudahkan
pemantauan dan evaluasi pasien.
Kata Kunci: Faktor-faktor, kesediaan,
post laringectomy, Perkumpulan Wicara Esofaugus Indonesia
This
research examines the factors influencing the willingness of post-laryngectomy
patients to join the Indonesian Esophageal Speech Association (Perkumpulan
Wicara Esofagus Indonesia - PWEI). The research method employed is quantitative
with a cross-sectional design. The results indicate that the majority of
patients (65.4%) do not join PWEI. The significant factors affecting patient
involvement in PWEI are speech therapy and the role of PWEI. The implication of
this research is the need to expand PWEI's outreach to attract more
post-laryngectomy patients, as well as the importance of data integration with
healthcare facilities to facilitate patient monitoring and evaluation.
Keywords:
Factors,
willingness, post-laryngectomy, Indonesian Esophageal Speech Association
Tantangan masa depan kesehatan global saat ini yang berasal dari penyakit menular dan tidak menular akan senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perubahan iklim dan aktivitas yang dilakukan oleh manusia memberikan efek klimatologi yang menjadi penyebab timbulnya beragam permasalahan kesehatan yang berasal dari akumulasi atmosfer gas rumah kaca, suhu bumi yang semakin meningkat serta perubahan-perubahan yang terdapat dalam sebuah ekosistem global (Mahendradhata et al., 2019).
Menurut World Health Organization (WHO), �kanker menduduki peringkat kedua sebagai penyebab utama kematian pada manusia secara global. Dari data yang ditemukan estimasi 9,6 juta kematian penduduk dunia disebabkan oleh kanker. Beban yang terus-menerus ditimbulkan oleh kanker baik secara fisik, emosional dan finansial kepada orang perorangan, keluarga, kelompok masyarakat dan kepada sistem kesehatan pada sebuah negara. Berdasarkan penemuan kasus baru dan rata-rata kematian pada penderita kanker laring secara global yang terjadi pada tahun 2020 ditemukan sebanyak 184.615 kasus terbaru kanker laring dengan jumlah kematian sebesar 99.840 (50%) kasus kematian yang terjadi (WHO).
Faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya kanker secara global berasal dari penggunaan tembakau merokok dan konsumsi alkohol (75%), pola makan yang tidak sehat, aktivitas fisik, polusi udara serta adanya penyakit menular lainnya (WHO). Kanker laring yang terjadi di dunia saat ini berada pada peringkat kedua terganas dan terbanyak menyerang kepala dan leher dengan estimasi insiden sebesar 151.000 kasus yang berdampak pada 82.000 terjadinya kematian manusia di setiap tahunnya (Cahyadi et al., 2016).
Asosiasi kanker Amerika yaitu American Cancer Society menyebutkan bahwa pasien-pasien yang terdiagnosa� kanker laring dapat berpengaruh kepada bagian di sekitar kotak suara dengan diiringi beberapa gejala-gejala penyerta seperti pasien merasakan kesulitan pada bagian pernafasan, kesulitan dalam menelan makanan, perasaan ada sesuatu benda atau yang menganjal di tenggorokan, sakit yang secara terus menerus ada di tenggorokan, benjolan yang terdapat pada leher, batuk-batuk, berat badan turun dan lain-lain ( cancer.org, 2020 ).
Pada pasien kanker laring penanggangan kanker sangat berhubungan dengan upaya diagnostik dan pemberian terapi terlebih utama dengan adanya kondisi stadium lanjutan serta adanya keterlibatan dari Kelenjar Getah Bening (KGB) (Andayani et al., 2018). Penatalaksanaan pada terapi yang diberikan untuk pasien dengan kanker laring melibatkan beberapa personel kesehatan dari berbagai disiplin ilmu seperti adanya dokter THT, Radioterapi, dokter Onkologi, petugas Rehab Medik, petugas gizi dan ahli Terapi Wicara dikerahkan sebagai upaya didalam keberhasilan pengobatan, kualitas hidup pasien seperti kemampuan suara yang lebih baik, kemapuan pasien dalam bernafas serta kemampuan dari indera perasa pasien (Harini Hartono, 2021).
Terdapat beberapa metode yang kerap kali digunakan untuk operasi pada pasien-pasien dengan kanker laring, hal ini juga tergantung kepada jenis dan stadium klinis yang dialami pasien tersebut. Sewaktu berlangsungnya proses pengangkatan pada laring nantinya akan memisahkan fungsi dari respirasi bicara, meniadakan sumber getaran pada fonasi seperti glottis akan tetapi tanpa menghilangkan secara utuh dari fungsi artikulasi tersebut. Setelah proses post laringectomy dilakukan maka pasien-pasien tersebut akan dimotivasi untuk melakukan beberapa latihan-latihan sebagai upaya untuk mengembalikan kualitas suara (Kurnia, 2018).
Di Indonesia sendiri insiden pada kasus penderita dengan kanker laring masih belum dapat diketahui secara pasti. Sekitar 2-5% dapat diperkirakan terjadinya keganasan akibat kanker laring yang menyerang laki-laki dalam kategori geriatri (Indiyana MR, 2016). Beberapa kasus-kasus yang berasal dari kejadian paska dilakukannya laryngectomy pada pasien kanker laring selain beban psikologis yang dihadapi serta kurangnya keyakinan diri untuk bisa memulihkan kembali kualitas suara menjadi sangat berat bagi pasien tersebut, dibutuhkan sebuah dorongan dan motivasi dari sebuah kelompok dukungan yang memiliki persamaan status tuna laring yang diderita (Novi Tompunu et al., 2012).
Banyaknya perubahan yang terjadi dialami oleh pasien-pasien post laryngectomy seperti perubahan dari aspek fisiologi (50% -100%) pada saluran tenggorokan yang membuat berubah fungsi menelan, fungsi bahasa, mulut menjadi sangat kering, batuk, sesak napas serta pengurangan fungsi indra penciuman. Perubahan dari lingkungan sosial yang 80% berdampak karena adanya tekanan sosial seperi stigmatisasi yang membuat penderita memiliki kecenderungan untuk menutup diri dari lingkungan, merasa rendah diri, serta memiliki keterbatasan akses terhadap ruang lingkup kerja (Zheng et al., 2022).
Perubahan kemampuan dalam melakukan komunikasi pada pasien-pasien post laringectomy memberikan dampak perubahan-perubahan baik terhadap diri sendiri serta hubungan dengan orang lain yang tentu saja berdampak terhadap tingkat kepercayaan diri penderita (Sharpe et al., 2019).
Perkumpulan Wicara Esofagus (PWEI) beranjak dari pengalaman nasib akan status kanker laring dimana berdampak atas kehilangan organ pita suara sehingga pasien post laryngectomy harus kehilangan kemampuan bersuara. Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia bukan hanya sebuah wadah bagi penyandang tuna laring saja melainkan wadah untuk berlatih, belajar dan berbagi pengalaman terhadap sesama penderita (JPPN.com, 2012).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (A Hatton et al., 2022) dimana peran serta komunitas sebaya dalam memberikan dukungan bagi pasien-pasien Post Laryngectomy �untuk dapat mencapai kualitas suara yang lebih baik. Dengan adanya dukungan psikososial yang dilakukan secara berkelanjutan membuat pasien-pasien ini lebih cepat menuju pemulihan terutama pemulihan identitas diri yang identik dengan reframing diri setelah tindakan laringectomy dilakukan (Brick Ford et al., 2019).
Survey sederhana yang peneliti lakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang bermitra dengan Komunitas Wicara Esofagus Indonesia sebagai rumah sakit rujukan pusat bagi rumah sakit di seluruh Indonesia. Dari data rekam medis pasien didapatkan informasi banyaknya kasus pasien-pasien penderita kanker laring post laryngectomy terhitung dari tahun 2018 sampai dengan bulan September 2022 dengan total sebanyak 132 pasien. Tren kenaikan kasus dari tahun ke tahun selama 5 tahun terakhir sebagai berikut 25 kasus di tahun 2018, 33 di tahun 2019, 31 ditahun 2020, 27 di tahun 2021 dan sampai September 2022 16 kasus. Dari banyaknya pasien penderita kanker laring post laryngectomy sampai saat ini hanya 60 pasien yang baru tergabung dengan perkumpulan, hal ini dikarenakan beberapa hal seperti banyaknya pasien yang belum mengenal dan tergabung dalam kelompok dukungan pada Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak pasien tuna laring yang belum teredukasi tentang komunitas Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI) serta mengalami kesulitan akses untuk dapat masuk kedalam perkumpulan.
Untuk dapat mencapai kembali pengembalian suara pada pasien post laringectomy, maka PWEI harus dapat memperkenalkan serta menghimpun pasien-pasien tersebut untuk dapat bersedia bergabung kedalam komunitas PWEI bahkan sebelum pelaksanan laringectomy dilakukan dengan tujuan agar mempersiapkan pasien menghadapi perubahan yang terjadi berdasarkan pengalaman para anggota komunitas terdahulu.
Proporsi pasien post laryngectomy yang ikut bergabung kedalam komunitas PWEI sebesar 20% dari keseluruhan pasien yang telah menjalani post laringectomy. Jika dilihat dari data proporsi pasien yang ikut bergabung masih banyaknya pasien yang belum mengenal komunitas dengan berbagai alasan baik kurang tersosialisasi maupun ketidakpahaman terhadap manfaat bergabung pada komunitas PWEI, padahal keberadaan perkumpulan ini dapat menjadi wadah untuk berbagi informasi serta menjadi motivasi dan pendorong penderita tunalaring untuk dapat meningkatkan keyakinan diri dan kemampuan suara. Permasalah inilah yang memancing minat peneliti untuk mengangkat studi tentang �Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pasien Post Laringectomy Terhadap Kesediaan Bergabung Dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia�
Terjadinya tren post laryngektomy kasus dari tahun ke tahun selama 5 tahun terakhir sebagai berikut 25 kasus di tahun 2018, 33 kasus di tahun 2019, 31 kasus ditahun 2020, 27 kasus di tahun 2021 dan sampai September 2022 16 kasus. Dari banyaknya pasien penderita kanker laring yang telah post laryngectomy sampai saat ini hanya 60 pasien yang baru tergabung dengan perkumpulan, hal ini dikarenakan beberapa hal seperti banyaknya pasien yang belum mengenal dan tergabung dalam kelompok dukungan pada Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berperan terhadap kesedian pasien post laringectomy untuk dapat bergabung dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan edukasi, pendampingan dan dukungan bagi pasien post laryngectomy yang aktif ataupun yang belum dapat bergabung dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan pada
pasien-pasien yang telah menjalani laringectomy total di Divisi Laring dan
Faring THT RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Januari hingga
Februari 2023. Penelitian menggunakan desain observasi cross-sectional, di mana
data dari variabel dependen dan independen dikumpulkan secara bersamaan.
Populasi penelitian terdiri dari 130 pasien kanker laring post laringectomy.
Sampel dipilih dengan metode purposive sampling, dengan seluruh pasien
laringectomy sebagai sampel.
Data dikumpulkan melalui kuisioner
untuk penelitian kuantitatif, dan wawancara mendalam untuk penelitian
kualitatif. Analisis data kuantitatif mencakup analisis univariat, bivariat
dengan uji chi-square, dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik
ganda. Data kualitatif diolah melalui analisis deskriptif kualitatif, yang
melibatkan pengkodean, kategorisasi, dan interpretasi data.
Validitas instrumen diuji melalui
korelasi antara skor butir pertanyaan dengan skor total kuesioner. Keabsahan
data kualitatif diperiksa dengan menggunakan metode triangulasi sumber, dan
kesepakatan dengan sumber data (member check) juga dilakukan untuk memastikan
keakuratan hasil penelitian.
Hasil dan Pembahasan
1.
Karakteristik Responden
Hasil penelitian berdasarkan analisis univariat adalah mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, data yang ditampilkan adalah dalam bentuk jumlah dan persentase dari masing-masing variabel, berikut ini akan disajikan variabel penelitian, yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, gangguan menelan, gangguan fungsi suara, gangguan penciuman, terapi wicara, alat bantu bicara dan peranan PWEI.
Berikut merupakan karakteristik berdasarkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kesedian pasien post laringectomy untuk bergabung dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI).
Tabel
1
Distribusi Frekuensi Faktor - Faktor Yang Berperan
Terhadap Kesedian Pasien Post Laringectomy Untuk Bergabung Dalam
Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI)
Variabel |
Kategori |
Jumlah (130 Responden) |
Persentase (%) |
Komunitas PWEI |
Tidak Bergabung Bergabung |
85 45 |
65,4 34,6 |
Usia |
>= 46 Tahun < 46 Tahun |
80 50 |
61,5 38,5 |
Jenis Kelamin |
Laki-laki Perempuan |
115 15 |
88,5 11,5 |
Pendidikan |
Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi |
77 53 |
59,2 40,8 |
Gangguan Menelan |
Ada Gangguan Tidak Ada |
69 61 |
53,1 46,9 |
Fungsi Suara |
Ada Gangguan Tidak Ada |
105 25 |
80,8 19,2 |
Gangguan Penciuman |
Ada Gangguan Tidak Ada |
82 48 |
63,1 36,9 |
Terapi Wicara |
Tidak Terapi Terapi |
75 55 |
57,7 43,7 |
Alat Bantu |
Menggunakan Alat Bantu Tidak Menggunakan |
73 57 |
56,2 43,8 |
Peran PWEI |
Tidak Berperan Berperan |
81 49 |
62.3 37.7 |
Tabel 1 Menunjukkan gambaran distribusi variabel independent yang berpengaruh terhadap kesediaan bergabung di PWEI. Pada variabel Komunitas PWEI sebesar (65,4%) yang tidak bergabung kedalam komunitas dan hanya sebesar (34,6%) yang tergabung dalam komunitas. Rata-rata usia responden paling tinggi berusia ≥ 46 Tahun (61,5%) dibandingkan usia <46 tahun (38,5%). Distribusi Jenis Kelamin paling banyak terdapat pada laki-laki sebesar (88,5%) dibanding perempuan (11,5%). Distribusi pendidikan responden pada tingkatan Pendidikan dasar lebih banyak (59,2%) disbanding pendidikan responden pada perguruan tinggi (40,8%). Distribusi responden yang memiliki gangguan menelan lebih besar (53,1%) dibanding yang tidak memiliki gangguan (46,9%). Distribusi responden yang memiliki gangguan fungsi suara lebih besar (80,8%) dibanding yang tidak memiliki gangguan pada fungsi suara (19,2%). Distribusi responden yang memiliki gangguan penciuman lebih banyak (63,1%) dibanding dengan responden yang tidak memiliki gangguan penciuman (36,9%). Distribusi responden yang tidak melakukan terapi rehabilitasi wicara lebih banyak (57,2%) dibanding dengan yang melakukan terapi rehabilitasi wicara (42,3%). Distribusi responden yang menggunakan alat bantu bicara lebih banyak (56,2%) dibanding dengan yang tidak menggunakan alat bantu bicara (43,8%). Distribusi berdasarkan peranan PWEI terhadap responden lebih banyak PWEI yang tidak berperan (62,3%) dibanding dengan PWEI yang berperan (37,7%).
2.
Hubungan Antara Variabel
Independen Dengan Variabel Dependen
Analisis
bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel eksposure
dan variabel confounding dengan variabel outcome. Berikut ini
adalah tabel yang akan menjabarkan hasil analisis bivariat dalam penelitian
ini:��������
Tabel 2
Hasil
Analisis Bivariat Faktor - Faktor Yang Berperan
Terhadap Kesedian Pasien Post Laringectomy Untuk Bergabung Dalam
Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI)
Variabel |
Faktor Yang Berperan Dalam Kesediaan Pasien Post Laringectomy Bergabung Dalam PWEI |
PR (95 % CI) |
pvalue |
|||
Tidak Tergabung |
Tergabung |
|||||
n=130 |
% |
n=130 |
% |
|||
Usia |
||||||
≥ 46 Tahun |
43 |
53,8 |
37 |
46,3 |
1,479 |
|
< 46 Tahun |
22 |
44 |
28 |
56 |
(0,727-3,010) |
0,367 |
Jenis Kelamin |
||||||
Laki-laki |
58 |
50,4 |
57 |
49,6 |
1,163 |
|
Perempuan |
7 |
46,7 |
8 |
53,3 |
(0,396-3,418) |
1,000 |
Pendidikan |
|
|
|
|
|
|
Pendidikan Dasar |
37 |
48,1 |
40 |
51,9 |
0,826 |
|
Perguruan Tinggi |
28 |
52,8 |
25 |
47,2 |
(0,410-1,664) |
0,721 |
Gangguan Menelan |
||||||
Ada Gangguan |
36 |
52,2 |
33 |
47,8 |
1,204 |
|
Tidak Ada |
29 |
47,5 |
32 |
52,5 |
(0,604-2,399) |
0,725 |
Gangguan Fungsi Suara |
||||||
Ada Gangguan |
53 |
50,5 |
52 |
49,5 |
1,104 |
|
Tidak Ada |
12 |
48 |
13 |
52 |
(0,461-2,643) |
1,000 |
Gangguan Penciuman |
||||||
Ada Gangguan |
40 |
48,8 |
42 |
51,2 |
0,876 |
|
Tidak Ada |
25 |
52,1 |
23 |
47,9 |
(0,430-1,787) |
0,856 |
Terapi Wicara |
||||||
Melakukan Terapi |
40 |
72,73 |
15 |
27,27 |
0,391 |
|
Tidak Terapi |
50 |
66,6 |
25 |
33,3 |
(0,193-0,792) |
0,014 |
Alat Bantu Bicara |
||||||
Menggunakan Alat |
42 |
39,5 |
49 |
60,5 |
2,003 |
|
Tidak Menggunakan |
33 |
67,3 |
16 |
32,7 |
(0,991-4,049) |
0,077 |
Peranan PWEI |
||||||
Tidak Berperan |
32 |
39,5 |
49 |
60,5 |
0,317 |
|
Berperan |
33 |
67,3 |
16 |
32,7 |
(0,150-0,667) |
0,004 |
3. Analisis Multivariat
����� Analisis multivariat dilakukan untuk
mengetahui faktor yang berperan terhadap kesedian pasien post laringectomy untuk
bergabung dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI). Sebelum melakukan
analisis multivariat maka akan dilakukan seleksi variabel independen yang akan
masuk ke dalam model multivariat, variabel yang akan dimasukkan ke dalam model
multivariat adalah variabel yang memiliki nili pvalue <0,25 pada analisis
bivariat untuk memenuhi peluang kepada setiap variabel indipenden sehingga
dapat memunculkan hubungan signifikans dengan variabel dependen, variabel
independen dengan variabel dependen.
a. Seleksi Variabel Untuk Analisis Multivariat
Tabel
3
Seleksi Variabel Untuk Analisis Multivariat
No |
Variabel Independen |
Variabel Dependen |
pvalue |
Hasil |
1 |
Usia |
Dukungan PWEI |
0,367 |
Tidak ada
hubungan |
2 |
Jenis Kelamin |
Dukungan PWEI |
1,000 |
Tidak ada
hubungan |
3 |
Pendidikan |
Dukungan PWEI |
0,721 |
Tidak ada
hubungan |
4 |
Gangguan
Menelan |
Dukungan PWEI |
0,725 |
Tidak ada
hubungan |
5 |
Fungsi Suara |
Dukungan PWEI |
1,000 |
Tidak ada
hubungan |
6 |
Gangguan
Penciuman |
Dukungan PWEI |
0,856 |
Tidak ada
hubungan |
7 |
Terapi Wicara |
Dukungan PWEI |
0,014 |
Ada hubungan |
8 |
Alat Bantu
Bicara |
Dukungan PWEI |
0,077 |
Tidak ada
hubungan |
9 |
Peran PWEI |
Dukungan PWEI |
0,004 |
Ada hubungan |
Dari analisis bivariat menunjukkan adanya
hubungan siginifikan pada faktor-faktor yang berperan
terhadap kesediaan pasien post laringectomy yang menjalankan terapi
wicara untuk bergabung dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI).
Variabel ini merupakan variabel seleksi untuk analisis multivariat yang
memiliki nilai p value < 0,25. Uji confounding dengan
cara melihat perbedaan nilai Prevalensi Rasio (PR) dengan variabel utama
kemudian dikeluarkan variabel kandidat confounding, bila perubahan
terjadi > 10% maka variabel tersebut dianggap sebagai variabel konfounding.
Variabel independen dimasukkan ke dalam model
uji confounding adalah terapi wicara dan peranan PWEI variabel tersebut
memiliki nilai P value < 0,05. Untuk pendidikan dan alat bantu bicara nilai
pvaluenya <0,25 dapat dimasukkan kedalam uji confounding karena dianggap
penting untuk menjadi confounding.
Dalam uji interaksi dilakukan pada variabel
yang diduga secara substansi ada interaksi. Hasil analisis multivariat setelah
dilakukan metode regresi menggunakan metode stepwise.
b.
�Model Awal Analisis Multivariat
Tabel 4
Model Analisis Awal Multivariat Faktor-Faktor
Yang Berperan Terhadap Kesedian Pasien Post Laringectomy Untuk Bergabung
Dalam Perkumpulan Wicara Esofagus Indonesia (PWEI)
Variabel |
Coef.
(B) |
S.E. |
P value |
Adjusted Odds Ratio (Adj. OR) |
95%
C.I.for EXP(B) |
|
Lower |
Upper |
|||||
Terapi |
-1.186 |
0.406 |
0.003 |
0.306 |
0.138 |
0.677 |
Alat |
1.007 |
0.408 |
0.014 |
2.737 |
1.229 |
6.095 |
Peran |
-1.132 |
0.401 |
0.005 |
0.322 |
0.147 |
0.708 |
Constant |
1.874 |
0.9 |
0.037 |
6.515 |
|
Analisis Multivariat dilakukan dengan
menggunakan metode backward stepwise yaitu variabel yang dilakukan
secara bertahap dari pvalue yang terbesar hinggga didapatkan model akhir pvalue
seluruh variabel signifikan, yaitu terapi, alat dan Peranan PWEI.
Dalam wawancara mendalam yang peneliti lakukan
bersama informan (pasien post laringectomy), peneliti berfokus mengali
terkait pengenalan dengan komunitas PWEI, hal yang menjadi motivasi untuk
bergabung dengan komunitas PWEI serta manfaat apa saja yang didapatkan setelah
tergabung dengan komunitas. Berikut adalah hasil wawancara mendalam yang
peneliti rangkum kedalam matrik hasil wawancara mendalam.
Dari hasil wawancara mendalam didapatkan
informasi bahwa pengenalan terhadap komunitas seringkali dilakukan di
Poliklinik THT setelah pasien menjalankan prosedur tindakan pengangkatan dan
terapi radiasi. Hal yang mendorong infoman untuk bergabung dengan komunitas
PWEI adalah memiliki perasaan senasib akan status post laringectomy sehingga menjadikan komunitas sebagai tempat
untuk bisa saling support satu sama lain agar tidak mudah berputus asa serta
menjadi wadah untuk dapat berlatih sehingga bisa berbicara kembali dengan
menggunakan suara esofagus. Bebebrapa manfaat yang didapatkan oleh informan
setelah bergabung dengan komunitas PWEI yaitu lebih semangat untuk melanjutkan
hidup meskipun memiliki keterbatasan dalam perihal bersuara akan tetapi akan
bisa kembali dengan adanya support sytem yang membuat informan untuk berlatih
wicara dengan menggunakan suara esofagus.
a.
Terapi Wicara dan
Dukungan PWEI
Responden
yang melakukan terapi wicara sebanyak 55 orang dan yang tidak melakukan terapi
wicara sebanyak 75 orang. Berdasarkan presentase responden yang melakukan
terapi 42,3% dan sebesar 57,2% dan responden yang tidak melakukan terapi. Hasil
model analisis multivariat menunjukkkan variabel terapi wicara bermakna secara
signifikan dalam mempengaruhi dukungan PWEI dengan nilai pvalue = 0,001 (PR= 0,80; 95 % CI:0,104-0,582) dengan kata
lain responden post laringectomy yang tidak melakukan terapi wicara
mendapat dukungan PWEI sebesar 0,80 kali dibanding dengan yang melakukan
terapi.
Penelitian yang dilakukan oleh (Schindler et al., 2016) menyatakan bahwa kualitas hidup pada pasien � pasien post laryngectomy sangat berhubungan dengan kualitas suara dan kemampuan menelan yang dipengaruhi oleh manajemen pasca bedah, kriteria penghapusan trakea � kanula, tabung makan, protokol penilaian suara dan menelan, kebutuhan rehabilitasi wicara serta waktu yang dibutuhkan selama proses tersebut.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Tiple et al., 2016) yang berpendapat pada program dukungan dan rehabilitasi wicara dapat meningkatkan kualitas hidup pasien-pasien dengan total laringectomy.
b.
Alat Bantu Bicara dan
Dukungan PWEI
������������� Operasi pengangkatan laring merupakan salah satu upaya didalam mencegah metastase (penyebaran) dari kanker laring yang berakibat terhadap ketidakmampuan pasien berkomunikasi pasca pengangkatan tersebut dan alat bantu suara merupakan alat yang dapat membangkitkan suara bagi para penderita tuna laring (Novi Tompunu et al., 2012).
Responden yang menggunakan alat bantu bicara sebanyak 73 orang dan
yang tidak menggunakan alat bantu bicara sebanyak 57 orang. Berdasarkan
presentase responden yang menggunakan alat bantu bicara 56,2% dan sebesar 43,8%
dan responden yang tidak menggunakan alat bantu bicara. Hasil model analisis
multivariat menunjukkkan variabel alat bantu bicara bermakna secara signifikan
dalam mempengaruhi dukungan PWEI dengan nilai pvalue = 0,002 (PR= 3,62;
95 % CI:1,728-10,668) dengan kata lain responden post laringectomy yang menggunakan alat bantu bicara
mendapat dukungan PWEI sebesar 3,62 kali dibanding dengan yang tidak menggunakan alat bantu bicara.
c.
Peranan PWEI dan
Dukungan PWEI
Perkumpulan Wicara Esofagus
Indonesia (PWEI) yang tidak berperan dalam mendukung
responden post
laringectomy untuk mempengaruhi kesedian untuk bergabung dalam PWEI sebanyak 81 orang dan PWEI yang hanya mendukung responden post laringectomy untuk bergabung PWEI
sebanyak 49 orang. Berdasarkan presentase PWEI yang kurang
memiliki peran didalam mendukung responden post laringectomy untuk mempengaruhi kesedian untuk bergabung dalam PWEI 62,3% dan sebesar 37,7% PWEI yang dapat mendukung responden post laringectomy untuk bergabung PWEI.
Hasil model analisis multivariat menunjukkkan variabel peranan PWEI bermakna
secara signifikan dalam mempengaruhi dukungan PWEI dengan nilai pvalue = 0,001 (PR= 0,82; 95 % CI:0,94-0,542) dengan kata
lain PWEI kurang
memiliki peran yang tinggi dalam mendukung responden post laringectomy untuk mempengaruhi kesedian untuk bergabung dalam PWEI sebesar
0,82 kali dibanding dengan peran PWEI.
Berdasarkan hasil observasi
yang peneliti lakukan, masih banyak ditemukan pasien post laringectomy yang belum bergabung dan tercakup untuk masuk
kedalam komunitas PWEI padahal dengan tergabungnya kedalam komunitas PWEI
pasien post laringectomy akan mendapatkan banyak manfaat, seperti yang
ditemukan pada hasil wawancara mendalam dimana responden terkena paparan untuk
mengenal komunitas PWEI setelah melakukan prosedur pengangkatan, terapi radiasi
dan sewaktu berkonsultasi kembali dengan dokter spesialis THT di Rumah Sakit.
Pihak Rumah Sakit akan memperkenalkan kepada PWEI yang menjadi wadah untuk
saling berkomunikasi bertukar informasi, edukasi dan melakukan latihan bersama
yang nantinya akan berdampak terhadap bagi pasien untuk bisa kembali bersuara
meskipun menggunakan suara esofagus sehingga akan meningkatkan kepercayaan
dirinya. Dikarenakan persamaan nasib akan status yang sama komunitas PWEI dapat
menjadi support system yang baik bagi pasien.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Brick Ford et al., 2019) yang mengatakan dengan adanya dukungan psikososial yang berkelanjutan seperti dukungan sebaya akan sangat membantu para pasien post laringectomy di dalam pemulihan identitas diri hal ini berkaitan dengan waktu, titik balik, dukungan yang diberikan, serta faktor pribadi yang ada dalam proses reframing diri.
Hal yang sama dinyatakan
pada penelitian yang dilakukan oleh (Summers & Lizz, 2017) yang
menyatakan dengan adanya hubungan antara kualitas hidup pada kemampuan suara
pasien laringectomy hal ini berkaitan dengan peran dukungan sosial terhadap
penyesuaian psikologis serta pengalaman hidup pasien. Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Alfano, 2019)
kelompok dukungan dapat meningkatkan kepercayaan diri yang lebih besar pada
pasien post laringectomy untuk dapat berbicara dengan jelas kepada orang
lain di depan umum.
Hasil
analisis data di dalam penelitian ini terdapat beberapa kelemahan dan kendala
yang dapat menjadi kekurangan maupun keterbatasan peneliti dan berpengaruh
terhadap hasil penelitian, yaitu:
2.
Penelitian
ini menggunakan desain cross sectional dimana data didapat dari rekam
medis dengan menggunakan instrumen penelitian, adapun data atau variabel berdasarkan
faktor usia, jenis kelamin, gangguan menelan, gangguan fungsi suara, gangguan
penciuman, terapi wicara, alat bantu bicara dan peranan PWEI. Keterbatasan dari
penelitian ini adalah adanya perbedaan masing-masing responden berdasarkan
karakteristik dan status klinisnya yang dapat mempengaruhi kesediaan untuk
bergabung dalam PWEI. Kemudian dari data rumah sakit, peneliti tidak dapat
mengontrol keadaan dan kualitas data karena pengumpulan data rekam medis pasien
yang diisi oleh pihak lain sebelumnya, sehingga memungkinkan terjadi kekurangan
input data atau masih terdapat data yang belum terisi atau ketidaklengkapan
data. Peneliti mencoba mengurangi keterbatasan ini dengan menggunakan pihak
enumerator dari internal rumah sakit dari bagian Poliklinik THT.
3.
Beberapa
pelaksanaan pengambilan data responden dilakukan secara luring disebabkan
kondisi akses pasien ke Rumah Sakit akan tetapi tidak berpengaruh terhadap
data-data yang didapatkan.
4. Keterbatasan fisik responden yang mengharuskan peneliti untuk dapat melakukan manejemen waktu selama proses wawancara tanpa mengurangi esesnsi dari pertanyaan dan maksud penelitian.
�
Berdasarkan penelitian terhadap 130 responden pasien post laringectomy di
RSCM Jakarta antara Mei dan Juni 2023, ditemukan beberapa temuan penting.
Pertama, sebanyak 65,4% pasien bergabung dengan PWEI (Pekerjaan Wicara Edukasi
Indonesia), sementara 34,6% tidak bergabung. Kedua, rata-rata usia responden
tertinggi adalah ≥ 46 tahun (61,5%), dengan sebagian besar adalah
laki-laki (88,5%) yang mengalami gangguan menelan (53,1%), gangguan fungsi
suara (80,8%), dan gangguan penciuman (63,1%). Lebih banyak pasien yang tidak
melakukan terapi rehabilitasi wicara (57,2%) dan menggunakan alat bantu bicara
(56,2%). Selain itu, mayoritas PWEI tidak aktif (62,3%). Ketiga, variabel yang memengaruhi
pasien untuk bergabung dalam PWEI adalah terapi wicara dan peran PWEI. Terapi
wicara memiliki nilai p-value 0,014 dengan PR 95% CI 0,391 (0,193-0,792),
sedangkan peran PWEI memiliki nilai p-value 0,004 dengan PR 95% CI 0,317
(0,150-0,667). Keempat, faktor-faktor yang signifikan dalam memengaruhi
kesediaan pasien bergabung dalam PWEI adalah terapi wicara dan peran PWEI.
Kelima, dalam Divisi Laring Faring THT RSCM, terapi wicara, alat bantu bicara,
dan peran PWEI memiliki hubungan bermakna dalam mempengaruhi dukungan PWEI
dengan nilai p-value yang relevan.
A Hatton, R., Crane, J., N Rogers, S., & Patterson, J. (2022). Head
and neck cancer peer-to-peer support and quality of life: systematic scoping
review. British Journal and Nursing, 31(5).
https://www.magonlinelibrary.com/doi/abs/10.12968/bjon.2022.31.5.S30?rfr_dat=cr_pub++0pubmed&url_ver=Z39.88-2003&rfr_id=ori%3Arid%3Acrossref.org
Ake Andersson, B., Nilsson, M., &
Olivia, D. (2022). Impact of single nucleotide polymorphisms and cigarette
smoking on cancer risk and survival of patients with head and neck squamous
cell carcinoma. Biomarkers, 27.
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/1354750X.2022.2102210
Akil, F., Yollu, U., Topial, S. ., &
Ayral, M. (2017). Laryngectomy: what is the impact of the type of surgery on
life quality and sexual function? ACTA Otorhinolaryngologica Italica, 37(4),
276�280. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5584098/
Alfano, M. A. C. (2019). Education,
counseling, support groups, and provider knowledge of total laryngectomy: The
patient�s perspective. Journal of Communication Disorder, 82.
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0021992418302661?via%3Dihub
Aminullah, M. (2013). Komunikasi dalam
pemikiran Richard West dan Lynn H. Turner Untuk Menjadikan Komunikasi yang
beretika. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689�1699.
Andayani, T., Hary Kusumastuti, E., &
Setijo Rahaju, A. (2018, September). Analisa Ekspresi E-cadherin dan MMP-2 pada
Karsinoma Sel Skuamosa Laring. Majalah Patologi, 27.
Arenaz Bua, B., Pendleton, H., Westin, U.,
& Rydel, R. (2018). Voice And Swallowing After Total Laryngectomy. Acta
Oto Laryngologica, 138(2), 170�174.
Arikunto, S. (2013). Prosedur
Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta.
Ashriyah, N., Arief Sardjono, T., &
Nuh, M. (2020). Pengembangan Instrumentasi dan Analisis Sinyal EMG pada Otot
Leher. Jurnal Teknik ITS, 9(1).
file:///C:/Users/user/Downloads/44787-108998-1-PB.pdf
Aulia Ikhsan, R., Gunawan, A., &
Khabzli, W. (2017). Alat bantu bicara untuk penderita Tuna laring (Elektrolaring).
Jurnal Aksara Elementer, 6(2).
https://jurnal.pcr.ac.id/index.php/jae/article/view/1342
Azmia, S. (2017). Analisis Perilaku
Pemberian Imunisasi Measles dan Rubella Pada Anak di Sekolah Dasar Islam
Terpadu (SDIT) Al Mughni Jakarta Selatan Tahun 2017. Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
Bick Ford, J. M., Coveney, J., Baker, J.,
& Hersh, D. (2018). Self-exspression and identity after total
laryngectomy : implications for support. Journal of the
Physchological, Sosial and Behavioral Dimensions of Cancers, 27(11),
2638�2644. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/pon.4818
Brick Ford, J., Coveney, J., Baker, J.,
& Hersh, D. (2019). Validating the Changes to Self-identity After Total
Laryngectomy. Cancer Nursing an International Journal for Cancer Care
Research, 42(4), 314�322.
https://journals.lww.com/cancernursingonline/Abstract/2019/07000/Validating_the_Changes_to_Self_identity_After.7.aspx
Cahyadi, I., Dinasti Permana, A., Afriani
Dewi, Y., & Aroeman, N. A. (2016). Karakteristik Penderita Karsinoma Laring
Di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Rumah
Sakit DR Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2013 � Juli 2015. Tunas
Medika Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 3(1).
Carolina, O. (2021). Analisis Pelayanan
Intervensi Gizi Spesifik Integratif Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Pademangan Jakarta Utara. Universitas Indonesia.
D Schuman, A., C Birkeland, A., L Farlow,
J., Lyder, T., Blakely, A., E Spector, M., & J Rosko, A. (2021). Predictors
Of Stricture And Swallowing Function Following Salvage Laryngectomy. The
Laryngoscope, 131(6), 1229�1234.
E. Stever, C., El Delry, M., R Parks, J., A
Higgins, K., & F Saba, N. (2017). CA : a Cancer Journal for
Clinicians An Update on Larynx Cancer. ACS Journals, 67(1),
31�50. https://acsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.3322/caac.21386
Edafe, O., M.Sandler, L., Beasley, N.,
& P. Balasubramarian, S. (2021). Systematic review of incidence, risk
factors, prevention and treatment of post-laryngectomy hypoparathyroidism. Erophean
Archives of Oto Rhino Laryngology, 278(5), 1337�1344.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8058002/
Fantini, M., Crosetri, E., Firino, A.,
Gallia, M., Borrelli, G., Stracchini, M., Maccarini, A. R., & Succo, G.
(2022). Phonosurgical Injection Approaches for Voice Restoration After Open
Partial Horizontal Laryngectomies: A Pilot Study. VF Journal of Voice.
https://www.jvoice.org/article/S0892-1997(22)00099-6/fulltext
Gouvea Dos Santos, C., Bergman, A., Lima
Coca, K., Albuquerque Garcia, A., & Cristina de Oliveira Valenie, T.
(2016). Olfactory Function And Quality Of Life After Olfaction Rehabilitation
In Total Laryngectomees. CoDAS, 28(6), 669�677.
Gryczynski, M., Pajor, A., A Ciechomska,
E., & Starska, K. (2003). Significance Of Support Groups For Patients After
Total Laryngectomy For Laryngeal Carcinoma. The Polish Otolaryngology, 57(2),
213�219.
Harini Hartono, S. (2021). Pengobatan
Kanker Kepala dan Leher, Dengan Radiasi Atau Lewat Operasi. Grid Health.
https://health.grid.id/amp/352948524/pengobatan-kanker-kepala-dan-leher-dengan-radiasi-atau-lewat-operasi?page=all
Hastono, S. P. (2020). Analisis Data
Pada Bidang Kesehatan (1st ed.). Rajawali Pers.
Indiyana MR, W. (2016). Postoperative
rehabilitation of total laryngectomy. Jurnal THT-KL, 9(3).
Indra Yarman, C. (2022). Evaluasi
Peranan Kelompok Dukungan Sebaya Dalam Mendukung Orang Dengan HIV/AIDS
Melakukan Pemeriksaan Viral Load Pada Salah Satu Rumah Sakit �X� Di Wilayah
Jakarta Pusat Tahun 2022. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
Jacobi, I., Timmermans, A. J., Hilgers, F.
J. M., & Van den Brekel, M. W. M. (2016). Voice quality and surgical detail
in post-laryngectomy tracheoesophageal speakers. Erophean Archives of Oto
Rhino Laryngology, 273, 2669�2679.
https://link.springer.com/article/10.1007/s00405-015-3777-4
JPPN.com. (2012). Edison Poltak Siahaan,
Ketua Perhimpunan Wicara Esofagus yang Getol Kampanyekan Bahaya Merokok Edison
Poltak Siahaan, Ketua Perhimpunan Wicara Esofagus yang Getol Kampanyekan Bahaya
Merokok. JPPN.Com.
https://www.jpnn.com/news/edison-poltak-siahaan-ketua-perhimpunan-wicara-esofagus-yang-getol-kampanyekan-bahaya-merokok?pag
Kastubi, K., Adji Norontoko, D., &
Miadi, M. (2016). Peningkatan Self Efficacy Melalui Intervensi Psikoreligi Pada
Pasien Kanker Yang Mengalami Depresi. E-Jurnal Keperawatan, 9(2).
http://journal.poltekkesdepkes-sby.ac.id/index.php/KEP/article/view/332/0
Standar Pelayanan Terapi Wicara Nomor 81
Tahun 2014, 23 (2014).
Kurnia, B. (2018). Terapi Bicara pada
Pasien Post Laringectomy Total. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 1(2).
L Hancock, K., C Ward, E., & E Hill, A.
(2020). Factors Contributing To Clinician Training And Development In The
Clinical Area Of Laryngectomy And Tracheoesophageal Voice. Journal
International Of Language & Communication Disorder, 55(5),
690�701.
Lexy, J. (2010). Moleong. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Mahendradhata, Y., Ahmad, R. A., Lazuardi,
L., Wilastonegoro, N. N., Meyati, F., & Sebong, P. H. (2019). Kesehatan
Global. Gajah Mada University Press.
Masida, W. O., Hasanah Haris, R. N., &
H Asapa, N. A. (2022). Estimasi Angka Kematian Penyakit Kanker Akibat Rokok di
Indonesia Tahun 2020. Jurnal Penelitian Sains Dan Kesehatan Aviciena, 1(2).
https://jurnal.itk-avicenna.ac.id/index.php/jkma/article/view/13
Mc Donough, K., Crimlisk, J., Nicholas, P.,
Cabral, H., K Quinn, E., & Jalisi, S. (2016). Standardizing nurse training
strategies to improve knowledge and self-efficacy with tracheostomy and
laryngectomy care. Applied Nursing Research, 32, 212�216. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0897189716301215?via%3Dihub
Miguel Costa, J., Lopez, M., Garcia, J.,
Leon, X., & Quer, M. (2018). Impact Of Total Laryngectomy on Return To
Work. Acta Otorrinolaringologica Espanola, 69(2), 74�79.
N P M Rinkel, R., J Aalders, I., Van Den
Berg, K., J T De Goede, C., J Van Stijgeren, A., Cruijff-Bijl, Y., De Bree, R.,
Leemans, C. R., & Veidonk-de Leeuw, I. M. (2015). A Participatory Design
Approach to Develop a Web-Based Self-Care Program Supporting Early
Rehabilitation Among Patients After Total Laryngectomy. Folia Phoniatrica et
Logopaedica, 67(4), 193�201. https://www.karger.com/
Nia Agustina, A., Dwi Wahyuni, T., Budiono,
B., Pranata, L., Damayanti, D., C.A Pangkey, B., Indrawati, I., Mukhoirotin,
M., Zulia, Z., Khusniyah, Z., & Ernawati, N. (2022). Anatomi Fisiologi.
Yayasan Kita Menulis.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=gGtgEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR15&dq=anatomi+laring&ots=82076sjTph&sig=rxQR2CeMlln1VY-M2YJTMRnvDgM&redir_esc=y#v=onepage&q=anatomi
laring&f=false
Nishiya, Y., Mori, E., Akutsu, T.,
Takeshita, N., Kessuku, H., Shimura, E., & Otori, N. (2022). A Comparison
Between Sniffing And Blowing For Olfactory Testing Before And After
Laryngectomy. European Artchieves of Oto Rhino Laryngology, 279(10),
5009�5015.
Notoadmodjo, S. (2012). Promosi
Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Novi Tompunu, A., Kusmanto, R., & Arief
Sardjono, T. (2016). Implementasi Algoritma Least Mean Square Untuk
Meningkatkan Kualitas Suara Penderita Tuna Laring Berbasi Processor
TMS320C6713. SEMANTIK.
Novi Tompunu, A., Salamah, I., &
Sardjono, T. A. (2012). Rehabilitasi Suara Penderita Tuna laring Menggunakan
Electrolarynx Berbasis Microcontroller. Researchgate.Net.
https://www.researchgate.net/profile/Alan-Novi-Tompunu-2/publication/283508018_Rehabilitasi_Suara_Penderita_Tuna_laring_Menggunakan_Electrolarynx_Berbasis_Microcontroller/links/563c631008aec6f17dd5ffc6/Rehabilitasi-Suara-Penderita-Tuna-laring-Menggunakan-
Okamura, M., Fujimori, M., Sato, A., &
Uchitomi, Y. (2021). Unmet Supportive Care Needs And Associated Factors Among
Young Adult Cancer Patients In Japan. BMC Cancer, 21(1).
Qin, F., Mengting, F., Peng, S., &
Pejju, Z. (2022). Application Of Peer Support-Based Health Education In
Patients With Tracheotomy For Laryngeal Cancer. Acia Medica Mediterranea,
38, 971.
Republika. (2020). Kenali Gejala Kanker
Tenggorokan, Penyakit Eddie Van Halen. Republika. https://www.republika.co.id/berita/qhuv5u414/kenali-gejala-kanker-tenggorokan-penyakit-eddie-van-halen
Rika Puspawati, P., Wiedyaningsih, C.,
& Ari Kristina, S. (2019). Estimasi Nilai Disability Adjusted Life Years
(DALYs) Penyakit Kanker Akibat Merokok di Indonesia [Universitas Gajah
Mada]. http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/182221
Ruliana, P., & Lestari, P. (2019). Teori
Komunikasi (1st ed.). Rajawali Pers.
S Gresham, M., M Ward, G., & A Payne,
M. (2023). Gender Differences In The Laryngectomee Experience. International
Journal Of Language and Communication Disorders, 58(2), 406�418.
Salturk, Z., Arslanoglu, A., Ozdemir, E.,
Yildirim, G., Aydogdu, A., Kumral, T., Berkiten, G., Atar, Y., & Uyar, Y.
(2016). How Do Voice Restoration Methods Affect The Psychological Status Of
Patients After Total Laryngectomy? Springer Link, 64(3), 163�168.
https://link.springer.com/
Scherubl, H. (2021). Smoking Tobacco and
Cancer Risk. Thieme DMW, 146(6), 412�417.
https://www.thieme-connect.com/products/ejournals/abstract/10.1055/a-1216-7050
Schindler, A., Pizzorni, N., Mozzanica, F.,
Fantini, M., Ginocchio, D., Bertolin, A., Crosetti, E., & Succo, G. (2016).
Functional outcomes after supracricoid laryngectomy: what do we not know and
what do we need to know? European Artchieves of Oto Rhino Laryngology, 273(11),
3459�3475. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26545378/
Sharpe, G., Camoes Costa, V., Double, W.,
Sita, J., Mc Canthy, C., & Carding, P. (2019). Communication changes with
laryngectomy and impact on quality of life: a review. Springer Link, 28(4),
863�877. https://link.springer.com/article/10.1007/s11136-018-2033-y
Shaw, R., & Breasly, N. (2016).
Aetiology and Risk Factors For Head and Neck Cancer : United Kingdom
National. The Journal of Laryngocology an Otology. Smoking is an
independent risk factor for head and neck cancer, is associated with post
treatment complications and has an adverse effect on oncological
outcomes%0A�%0AAlkohol is an independent risk factor for head and neck cancer
and continued drinking
Sidiq, U., & Choiri, M. M. (2019). Metode
Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan. CV. Nata Karya.
http://repository.iainponorogo.ac.id/484/1/Metode Penelitian Kualitatif di
Bidang Pendidikan.pdf
Summers, S., & Lizz, L. (2017). Sosial
and quality of life impact using a voice prosthesis after laryngectomy. Jurnal
LWW, 25(3), 188�194. https://journals.lww.com/co-otolaryngology/Abstract/2017/06000/Sosial_and_quality_of_life_impact_using_a_voice.5.aspx
Sutriyawan, A. (2021). Metodologi
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan: Dilengkapi Tuntunan Membuat Proposal
Penelitian. PT Refika Aditama.
Terada, T., Saeki, N., Toh, K., Sagawa, K.,
Takayasu, S., & Sakagami, M. (2007). Voice Rehabilitation With Provox2
Voice Prosthesis Following Total Laryngectomy For Laryngeal And Hypopharyngeal
Carcinoma. Auris Nasus Larynx, 34(1), 65�71.
Tiple, C., Dugan, T., Veronica Dinesco, F.,
Muresan, R., Chirila, M., & Cosgarea, M. (2016). The Impact Of Vocal
Rehabilitation On Quality Of Life And Voice Handicap In Patients With Total
Laryngectomy. Journal of Research in Medical Science, 26(21),
127. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Valls Mateus, M. X., Ortega, A., Luis
Blanch, J., Sabater, F., Beinal Sprekelsen, M., & Vilaseca, I. (2016).
Long-term quality of life after transoral laser microsurgery for laryngeal
carcinoma. Journal of Surgical Oncology, 114(7), 789�795.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/jso.24471
Van Sluis, K. E., J.J.H. Van Son, R., John
MCGuinness, A., E Palme, C., Novakovic, D., Stone, D., Natrsis, L., Charters,
E., Jones, K., Dirven, R., & Van den Brekel, M. W. . (2021).
Multidimensional evaluation of voice outcomes following total laryngectomy: a
prospective multicenter cohort study. European Artchieves of Oto Rhino
Laryngology, 278(4), 1209�1222. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7954718/
Wijaya, T. (2021). Kanker Laring.
ALODOKTER.
World Health Organization (WHO). (2020a). Number
of New Cases Larinx Cancer.
World Health Organization (WHO). (2020b). WHO
Guidelines. WHO. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer
Wypych, A., Wierzchowska, M., Burduk, P.,
Zwada, E., Nadolska, K., & Seraun, Z. (2020). Cortical presentation of
language functions in patients after total laryngectomy: a fMRI study. Neuroradiology,
62(7), 843�849. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7311494/
Yusmawan, W. (2023, July 2). Penyebab
Gejala Diagnosis dan Pengobatan Kanker Laring. RSUP Dr. Kariadi.
Zenga, J., Goldsmith, T., Bunting, G.,
& G Deschler, D. (2018). State Of The Art: Rehabilitation Of Speech And Swallowing
After Total Laryngectomy. Oral Oncology, 86, 38�47.
Zhao, X., Ma, Z., Li, B., Feng, Y., Yu, X.,
Fan, J., He, G., & Li, B. (2022). The One-Stage Technology Of Epiglottis
Function And Voice Reconstruction After Total Laryngectomy With The Sternohyoid
Myocutaneous Flap. Journal Of Clinical Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery, 36(10), 753�757.
Zheng, L., Luo, Z., Wang, H., Liu, S., Li,
X., Peng, D., Liu, Y., Ye, S., Lu, Y., Chen, J., Mei, Z., Wei, L., Qian, Y.,
Lin, X., & Xu, C. (2022). Effectiveness of a nurse-led coaching of
self-care agency intervention for elderly patients with total laryngectomy:
study protocol for a randomised controlled trial. BMJ, 12(8).
https://bmjopen.bmj.com/content/12/8/e061238.long
Copyright holder: Nama
Author (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |