Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

 

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI BENDUNG AMPERA KABUPATEN CIREBON MENGGUNAKAN APLIKASI CROPWAT 8.0

 

Sufiq Marni Dewi Harum1*, Heri Suprapto2

1*,2 Universitas Gunadarma, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Daerah Irigasi Bendung Ampera yang terletak di 6�41'54"S dan 108�27'28"E berada di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon dibangun tahun 1981. Daerah aliran yang dialiri dari Daerah Irigasi Bendung Ampera memiliki pola tanam hanya untuk tanaman padi oleh petani sekitar sehingga fungsi dari bendungan tersebut tidak digunakan secara optimal dimana seharusnya mempunyai daerah tangkapan irigasi 2770 Ha dan dapat ditanami jenis tanaman lainnya seperti palawija. Kajian kebutuhan air dan pola tanam perlu dilakukan sehingga penyaluran air irigasi dan produksi dapat berjalan secara efisien, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan air irigasi dan penjadwalan pengairan pola tanam I (padi) dan pola tanam II (padi � palawija) di Daerah Irigasi Bendung Ampera. Kebutuhan air irigasi dan pola tanam dimodelkan dengan aplikasi CROPWAT 8.0. Pemodelan menggunakan data 10 tahun terakhir tahun 2012 � 2021, data tanah berasal dari database pada software CROPWAT 8.0 berdasarkan ketentuan FAO (Food Agriculture Organization). Hasil pemodelan menunjukkan untuk pola tanam padi pada bulan Januari � Mei dilakukan penanaman dengan nilai kebutuhan air irigasi total sebesar 0,25 L/dt dengan total area yang teairi adalah 986 Ha. Sedangkan, untuk pola tanam tanaman padi � palawija dapat melakukan penanaman secara efisien pada bulan Januari � Desember dengan kebutuhan air total sebesar 3,48 L/dt untuk padi dan 0,02 L/dt untuk palawija dengan total area yang dapat terairi adalah 2747 Ha, dimana pada bulan Januari 40% untuk palawija dan pada bulan Juni digunakan seluruhnya untuk padi. Berdasarkan hasil tersebut, kebutuhan air dan pola tanam padi � palawija adalah yang paling efisien untuk produktivitas tanaman. Perubahan pola tanam akan tetap terjadi jika adanya perubahan ketersediaan air irigasi, keadaan tanah dan luas area tersedia oleh karena itu diusalkan agar kebutuhan air lahan pertanian juga dapat dipenuhi dari sumber air lain seperti waduk atau embung dan terus melakukan evaluasi pola tanam. Selain itu, perlu adanya pengecekan kebutuhan air dan pola tanam secara konvensional sehingga dapat dilakukan perbandingan dengan CROPWAT 8.0.

 

Kata kunci: Daerah Irigasi, Bendung Ampera, CROPWAT 8.0, efisien

 

Abstract

The Ampera Dam Irrigation Area which is located at 6�41'54"S and 108�27'28"E is located in Sitiwinangun Village, Jamblang District, and Cirebon Regency, which was built in 1981. The watershed drained from the Ampera Dam Irrigation Area has a cropping pattern of only rice plants. by local farmers so that the function of the dam is not used optimally where it should have an irrigation catchment area of 2770 ha and can be planted with other types of crops such as secondary crops. A study of water needs and cropping patterns needs to be carried out so that irrigation water distribution and production can run efficiently, so this study aims to analyze irrigation water needs and irrigation scheduling for rice - secondary crops in the Ampera Dam Irrigation Area. Irrigation water requirements and cropping patterns were modeled with the CROPWAT 8.0 application. The modeling uses data from the last 10 years in 2012 � 2021, soil data comes from a database on CROPWAT 8.0 software based on the provisions of the FAO (Food Agriculture Organization). The modeling results show that the rice cropping pattern in January � May is planted with a total irrigation water requirement of 0.25 L/sec with a total area of 986 Ha. Meanwhile, for the cropping pattern of rice - secondary crops, planting can be done efficiently in January - December with a total water requirement of 3.48 L/sec for rice and 0.02 L/sec for secondary crops with a total area that can be irrigated is 2747 Ha. , where in January 40% is used for secondary crops and in June is used entirely for rice. Based on these results, water requirements and cropping patterns of rice � secondary crops are the most efficient for crop productivity. Changes in cropping patterns will still occur if there is a change in the availability of irrigation water, therefore it is suggested that the water needs of agricultural land can also be met from other water sources such as reservoirs or reservoirs. In addition, it is necessary to check water requirements and conventional cropping patterns so that comparisons can be made with CROPWAT 8.0.

 

Keywords: Irrigation Areas, Ampera Dam, Cropwat 8.0, Efficient

 

Pendahuluan

Pemerintah Indonesia melakukan usaha pembangunan di bidang pengairan yang bertujuan supaya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air. Kebutuhan air bagi tanaman didefinisikan sebagai tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal yang luas, pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah, dan lingkungan hidup tanaman cukup baik sehingga secara potensial tanaman akan berproduksi secara baik (Sudjarwadi, 1979). Apabila besarnya kebutuhan air irigasi diketahui maka dapat diprediksi pada waktu tertentu, kapan ketersediaan air dapat memenuhi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan air irigasi sebesar yang dibutuhkan. Jika ketersediaan air irigasi tidak dapat memenuhi kebutuhan air irigasi, maka dapat dicari solusinya bagaimana kebutuhan air irigasi tersebut tetap harus dipenuhi.

Salah satu penelitian yang ditulis oleh Oldheva Genisa Sabilau, Didik Taryana, dan Ferryati Masitoh (2021). Dimana yang melatar belakangi penelitian tersebut adalah masalah yang dihadapi Desa Pajaran adalah ketersediaan air yang semakin kritis terutama dari sungai. Hal ini karena debit sungai terus mengalami penurunan akibat sedimentasi yang tinggi, ditambah musim kemarau panjang. Dampaknya yaitu suplesi air sungai, sehingga tidak dapat disalurkan ke daerah irigasi pada waktu yang tepat, sehingga terjadi pergeseran jadwal tanam. Permasalahan lanjutan dari adanya pergeseran jadwal tanam adalah terjadi perubahan perhitungan potensi kebutuhan air pertanian, sehingga menyebabkan penyaluran air irigasi tidak efektif jika tidak sesuai dengan kebutuhan.

Selain itu, penelitian Dasril, Bambang Istijono, dan Nurhamidal (2021) juga menjelaskan bahwa kebutuhan air irigasi di Daerah Irigasi Amping Perak Kabupaten Pesisir Selatan tidak terairi

secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh jaringan irigasi yang tersedia belum terkoneksi secara keseluruhan dan tata kelola petani yang kurang memehami pola tanam secara efektif.

Berdasarkan penelitian � penelitian tersebut, maka dilakukan analisis dibangunan bendung wilayah Kabupaten Cirebon khususnya Daerah Irigasi Bendung Ampera dikarenakan bendungan tersebut mengairi lokasi yang dapat ditanami secara efektif dengan berbagai jenis tanaman tetapi dikarenakan pola tanam dan jadwal pengairan yang tidak sesuai maka luas lahan yang dapat dialiri dan dimanfaatkan tidak menyeluruh.

Penelitian dilakukan di Daerah Irigasi Bendung Ampera (Gambar 1) Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon dibangun tahun 1981 dengan daerah tangkapan irigasi 2770 Ha areal irigasi di enam kecamatan yaitu Kecamatan Jamblang, Kecamatan Klangenan, Kecamatan Gunung Jati, Kecamatan Suranenggala, Kecamatan Panguragan, dan Plered,

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kebutuhan air irigasi dan penjadwalan pengairan pola tanam I (padi) dan pola tanam II (padi � palawija) sehingga saluran irigasi dapat terairi secara menyeluruh dan efektif, dimana menggunakan data 10 tahun terakhir dari tahun 2012 � 2021 dan data tanah berdasarkan ketentuan FAO (Food Agriculture Organization). Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan alternatif lain dan dapat memperbaiki kinerja daerah irigasi kepada petani dan pemerintah setempat khusunya Dinas PSDA Kabupaten Cirebon dalam merencanakan jaringan irigasi air tanah dan penjadwalan pola tanam sehingga penggunaan air irigasi lebih efektif dan efisien.

 

Gambar 1. Peta DAS Sungai Jamblang

Sumber: PSDAP Kabupaten Cirebon

 

Metode Penelitian

Kebutuhan air irigasi menghasilkan perkiraan persediaan air di suatu wilayah sungai, analisis ini terdiri atas langkah-langkah analisis data debit aliran, analisis data hujan dan iklim, pengisian data debit yang kosong, dan analisis frekuensi serta serangkaian eksperimen yang cukup memekan waktu jika dilaksanakan secara konvensional. Simulasi pemodelan kebutuhan air tanaman dan kebutuhan irigasi berdasarkan data tanah, iklim dan tanaman menggunakan software CROPWAT 8.0 merupakan alat pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Divisi Pengembangan Tanah dan Air FAO (Food Agriculture Organization), selain itu program ini memungkinkan pengembangan jadwal irigasi untuk kondisi manajemen yang berbeda dan perhitungan penyediaan air untuk berbagai skema pola tanaman. CROPWAT juga dapat digunakan untuk mengevaluasi praktek � praktek irigasi petani dan untuk menilai kinerja tanaman di bawah kedua kondisi tadah hujan dan irigasi. Pada program CROPWAT 8.0 merupakan versi terbaru yang didalamnya mengandung data karakteristik tanah standar dan karakteristik tanaman standar dalam perhitungan kebutuhan air irigasi ini cukup menggunakan 5 fitur (lihat Tabel 1).

 

 

Tabel 1

Fitur CROPWAT 8.0

 

hidup, rooting dept, dan lainnya

Soil

Analisis data tanah untuk menghitung infeltarasi max, dan

rooting dept max

Crw

Analisis data kc, Etc, dan effective rain untuk menghitung ketersediaan air irigasi (irrigation requiment)

Fitur

Fungsi

Climate/Eto

Analis data �klimatologi dengan model analisis menggunakan metode Panman Monteith

Rain

Analisis data curah hujan dengan metode kalkulasi effective rain

Crop

Analisis data tanaman kc, daur

Sumber: CROPWAT, 1989

 

CROPWAT dimaksudkan sebagai alat yang praktis untuk menghitung laju evapotranspirasi standar, kebutuhan air tanaman dan pengaturan irigasi tanaman (Marica, 2000). Dari beberapa studi didapatkan bahwa model Penmann � Monteith memberikan pendugaan yang akurat sehingga FAO merekomendasikan penggunaannya untuk pendugaan laju evapotranspirasi standar dalam menduga kebutuhan air bagi tanaman (Itenfisul.et.al. 2003; Berengena dan Gavilan, 2005) (Tumiar, Bustomi, Agus: 2012). Evapotranspirasi terjadi pada siang hari ketika keberadaan matahari menyebabkan air dari tanah dan pada tumbuhan menguap. Untuk perhitungan evapotranspirasi menggunakan metode Penman modifikasi FAO (J. Doorenbos & Pruitt, 1977):

ET0 = c + W x Rn + (1 � W) x f(u) x (ea � ed)..[1]

Dimana:

c�������������� : Faktor koreksi

W������������ : Bobot faktor yang berhubungan dengan suhu elevasi

Rn���������� : Net radiasi equivalen evaporasi (mm/hari)

f(u)� : fungsi angin

ea����������� : tekanan uap jenuh pada suhu t˚C (mbar)

ed����������� : tekanan uap udara (mbar)

Metode ini berdasarkan pada laju air konstan dalam satuan l/dt selama penyiapan

lahan den menghasilkan rumus sebagai berikut:

IR = M x ek / (ek � 1).............................. [2]

Dimana:

IR :Kebutuhan air irigasi untuk pengelolaan tanah (mm/hari)

M :Kebutuhan air irigasi untuk mengganti kehilangan air akibat eveporasi dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan dimana M = Eo+P

Eo :Evaporasi air terbuka (mm/hari) P :Kehilangan air akibat perkolasi K :MT/S

T :Jangka waktu penyiapan lahan (hari) S �:Kebutuhan air

Pemodelan tersebut melalui beberapa tahap yang dapat dilihat pada Gambar 2. Data yang diperlukan untuk mendukung penelitian tersebut adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh dari dinas terkait dan warga sekitar. Data yang dibutuhkan seperti data curah hujan, saluran irigasi, skema jaringan irigasi diperoleh dari UPT PSDA Jamblang dan data klimatologi diperoleh dari BPS Pos Pengamatan Meteorologi Bandar Udara Cakrabuana Penggung.

Proses awal pemodelan adalah menghitung data curah hujan rata � rata R80% perbulan, data rata � rata klimatologi per bulan yaitu temperatur minimum, temperatur maksimum, kelembapan, angin, dan matahari yang akan digunakan untuk di input pada fitur Rain dan Eto (lihat Tabel 2 dan Tabel 3). Perhitungan curah hujan andalan untuk tanaman padi adalah probabilitas curah hujan yang jatuh Q andalan 80% (R80). Sedangkan, curah hujan efektif adalah hujan yang jatuh kepermukaan tanah yang diperkirakan sebesar 70% dari total curah hujan. Hujan andalan dapat ditetapkan dengan persamaan Weibul:

R80

Dimana:

Re�������� : Curah hujan efektif R80����� : Rand-80

Lokasi penelitian memiliki jenis tanah yang didominasi medium loam dengan initial soil moisture 290 mm/meter, maximum rain infiltration rate 40 mm/hari, maximum rooting dept 900 cm, dan initial soil moisture depletion 0 %. Nilai 0% menggambarkan pada kondisi kapasitas lapang nilai 100% pada kondisi menentukan kondisi titik layu, maximum rooting dept (kedalaman akar maksimum).

Kondisi batas penelitian berada di Daerah Irigasi Bendung Ampera yang terletak di 6�41'54"S dan 108�27'28"E di Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon dengan daerah tangkapan irigasi 2770 Ha areal irigasi di enam kecamatan yaitu Kecamatan Jamblang, Kecamatan Klangenan, Kecamatan Gunung Jati, Kecamatan Suranenggala, Kecamatan Panguragan, dan Plered. Sumber air utama dari Bendung Ampera adalah dari Sungai Jamblang.

 

Tabel 2

Data Rata � rata curah hujan R80%

Bulan

Rain (mm)

Januari

306,3

Februari

537,8

Maret

446,2

April

270,5

Mei

126,2

Juni

0,0

Juli

0,0

Agusutus

7,5

September

0,0

Oktober

1,3

November

18,8

Desember

380,2

Re��������� : 70% x 15��������.[3]

 

Tabel 3

Data Rata � rata Klimatologi

Ket.

Bulan

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Des

Temp. Min

27,30

27,20

27,50

27,90

28,20

28,10

27,80

28,20

29,00

29,70

29,20

27,80

Temp. Max

33,80

33,90

34,00

34,00

34,20

34,20

34,10

34,90

36,30

36,80

36,60

34,80

Kelembapan

84,43

84,98

83,96

83,21

77,67

75,29

71,08

67,27

66,53

69,72

75,64

83,28

Angin

3,00

2,62

2,34

2,69

2,93

3,23

3,70

3,78

3,78

3,80

3,21

2,41

Matahari

41,57

41,07

53,31

63,96

72,33

71,56

72,30

81,70

85,36

74,10

54,61

46,96

Sumber: BMKG Cakrabwuwana Penggung Cirebon, 2022


Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

 

Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif � induktif. Sifat penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mendapatkan uraian dan penjelasan data dan informasi yang didapatkan selama penelitian, sedangkan pendekatan induktif berdasarkan proses berpikir atau pengamatan di lapangan atau fakta � fakta empirik. Dimana dalam pemecahan masalahnya menggambarkan subjek dan atau objek penelitian berdasarkan fakta � fakta yang diperoleh selama penelitian dalam kinerja sistem irigasi dan usaha mengemukakan hubungan secara mendalam dari aspek � aspek penelitian.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Daerah Irigasi Bendung Ampera

Tipe bendungan adalah bendungan tetap dengan pasangan batu kali dimana areal bebaku seluas 2.770 Ha, areal potensial seluas 2.747 Ha, dan areal fungsional seluas 2.747 Ha, 2.747 Ha, dan 2.747 Ha. Daerah aliran yang dialiri dari Daerah Irigasi Bendung Ampera memiliki pola tanam hanya untuk tanaman padi yang dilakukan oleh petani sekitar sehingga fungsi dari bendungan tersebut tidak digunakan secara optimal dimana seharusnya mempunyai daerah tangkapan irigasi 2770 Ha yang menyebabkan penyaluran air irigasi tidak digunakan secara efektif.

Bangunan bendungan di wilayah Kabupaten Cirebon khususnya Daerah Irigasi Bendung Ampera merupakan lokasi yang dapat ditanami secara efektif dengan berbagai jenis tanaman seperti tanaman padi dan palawija, tetapi dikarenakan pola tanam dan jadwal pengairan yang tidak sesuai maka luas lahan yang dapat dialiri dan dimanfaatkan tidak menyeluruh.

 

Curah Hujan Efektif (Eff Rain)

Curah hujan menggunakan data tahun 2012 � 2021 dari tiga stasiun yang berada di sekitar Daerah Irigasi Bendung Ampera yaitu St. Klangenan, St. Walahar, dan St.Kepuh dengan USDA S.C. Method ada perhitungan curah hujan efektif untuk di input pada program CROPWAT 8.0 menggunakan data curah hujan rata � rata R80% perbulan. Dengan memasukkan angka hasil perhitungan rata� � rata curah hujan metode rata � rata R80% dari Januari sampai Desember ke aplikasi CROPWAT

8.0 maka didapatkan hasil seperti pada Tabel 4 dan Gambar 3.

 

Tabel 4

Curah Hujan Efektif

Bulan

������� Rain�����

Eff Rain�������

mm

mm

Januari

306,30

155,6

Februari

537,80

178,8

Maret

446,2

169,6

April

270,5

152,1

Mei

126,2

100,7

Juni

0,0

0,0

Juli

0,0

0,0

Agustus

7,5

7,4

September

0,0

0,0

Oktober

1,3

1,3

November

18,8

18,2

Desember

380,2

163,0

Total

2094,8

946,8

Text Box: Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 


Gambar 3. Grafik Curah Hujan Efektif

 

Berdasarkan hasil proses reader CROPWAT 8.0 terlihat bahwa untuk Rain atau nilai R80% terbesar terjadi pada bulan Februari dengan 537,8 mm dan terus mengalami penurunan dari bulan Maret hingga Mei, sedangkan pada bulan Juni, Juli, dan September tidak adanya curah hujan. Selain itu, curah hujan efektif maksimum berada pada bulan Februari sebesar 178,8 mm sedangkan hujan efektif minimum berada pada bulan Juni, Juli, dan September karena pada bulan tersebut tiak terjadi hujan atau nilainya sebesar 0,0 mm. Besar penurunan curah hujan juga dapat dilihat pada Gambar

3. Terjadi perubahan nilai curah hujan efektif mengalami kenaikan dan penurunan tidak menentu disetiap bulannya karena berkaitan erat dengan keadaan siklus cuaca disetiap daerah yang berbeda (Dasril et al., (2021)).

 

Klimatologi atau Evapotranspirasi (Et0)

Analisis klimatologi untuk evapotranspirasi menggunakan persamaan Penman modifikasi (Rais Fadli et al., (2021)). Perhitungan evapotranspirasi data yang diperlukan adalah nilai rata � rata suhu minimum dan maksimum, sinar matahari (n/N), kelembapan, dan kecepatan angin dari (lihat Tabel 3). Perhitungan dimulai dengan memasukkan nilai rata � rata sari suhu (t), sinar matahari (n/N), kelembapan, dan kecepatan angin ke aplikasi CROPWAT 8.0 sehingga setelah dilakukan reader dapat dihasilkan nilai Et0 perbulan (lihat Gambar 5 dan Gambar 4).

 

Tabel 5

Evapotranspirasi

Bulan

�������� Rad�������

ETo������������

MJ/m2/day

mm/day

Januari

17,6

4,42

Februari

17,6

4,30

Maret

19,5

4,64

April

20,2

4,83

Mei

19,9

5,03

Juni

18,9

5,07

Juli

19,3

5,53

Agustus

22,5

6,48

September

24,8

7,21

Oktober

23,7

6,92

November

20,1

5,72

Desember

18,4

4,65

Rata � rata

20,2

5,40

Text Box: Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 4. Grafik Evapotranspirasi

 

Berdasarkan hasil tersebut dengan titik Indonesia Country Cakrabuana Station dengan ketinggian elevasi 25 m 60 LS � 1080 BT, dimana temperatur minimum terjadi pada bulan Februari 27,2 0C dengan rata � rata dari bulan Januari sampai bulan Desember sebesar 28,2 0C, temperatur maksimum pada bulan Oktober 36,8 0C dengan rata � rata dari bulan Januari sampai bulan Desember sebesar 34,8 0C, kelembapan maksimum pada bulan Februari 83% dan minimum pada bulan September 66% dengan rata � rata dari bulan Januari sampai bulan Desember sebesar 77%, kecepatan angin maksimum pada bulan Agustus � Oktober 3,8 m/s dan minimum pada bulan maret 2,3 m/s dengan rata � rata dari bulan Januari sampai bulan Desember sebesar 3,1 m/s, lama penyinaran maksimum pada bulan September 85% dan minimum pada bulan Februari 41% dengan rata � rata dari bulan Januari sampai bulan Desember sebesar 63%, dengan nilai Rad rata � rata 20,2 MJ/M2/hari. Sehingga dapat disimpulkan nilai Et0 maksimum terjadi pada saat kecepatan angin, Rad, dan lama penyinaran paling maksimum, tetapi kelembapan paling minimum (Bishehgahi, et al., (2022)) adalah sebesar 7,21 mm/hari pada bulan September dengan rata � rata dari 12 bulan adalah sebesar 5,40 mm/hari.

 

Crop (Perhitungan Data Tanaman Padi)

Perhitungan tanaman berisikan data lama waktu tahapan pertumbuhan, koefisien tanaman, kedalaman perakaran, tingkat deplesi (p), dan faktor respon hasil (Ky). Pada database tanaman atau crop, dengan memilih crop name padi. Dengan tanggal 15 Januari 2022 sebagai tanggal penanamannya. Dapat dilihat grafik yang tersedia menunjukkan adanya Kc, stadium pertumbuhan tanaman mulai dari awal penanaman, pertumbuhan, masa pertumbuhan bunga, hingga late seassion.

Pada Gambar 5 dimana grafik untuk pola tanaman padi � palawija menunjukkan pertumbuhan akar atau kedalaman akar yang mampu di capai oleh tanaman tersebut. Pada awal penanaman tanaman padi � palawija terdapat 0,09 dan pada stage initial terdapat 20 hari yang berartikan untuk masa pertumbuhan, pada masa stage development tanaman membutuhkan waktu selama 40 hari untuk berkembang. Memasuki area mid season dan late season, adalah batas maksimal pertumbuhan akar atau rooting depth sebesar 0,5 m. Sedangkan, untuk mid season tanaman membutuhkan 50 hari dan 25 hari untuk late season. Jadi jumlah keseluruhan hari tanaman untuk tumbuh dan berkembang hingga panen adalah 135 hari atau kurang lebih 4 bulan 15 hari. Dengan memasukkan nilai yang di ambil dari data asli FAO tentang masa pertumbuhan tanaman padi sampai dengan masa panen, keaplikasi CROPWAT 8.0.

 

Gambar 5. Grafik Data Tanaman Padi � Palawija Aplikasi CROPWAT 8.0

Gambar 6. Grafik Data Tanaman Padi Aplikasi CROPWAT 8.0

 

Sedangkan, pada Gambar 6 dengan pola tanaman padi yang dilakukan pada petani sekitar awal penanaman tanaman padi terdapat 0,35 dan pada stage initial terdapat

20 hari yang berartikan untuk masa pertumbuhan, pada masa stage development tanaman membutuhkan waktu selama 35 hari untuk berkembang. Memasuki area mid season dan late season, adalah batas maksimal pertumbuhan akar atau rooting depth sebesar 0,5 m. Sedangkan, untuk mid season tanaman membutuhkan 40 hari dan

30 hari untuk late season. Jadi jumlah keseluruhan hari tanaman untuk tumbuh dan berkembang hingga panen adalah 125 hari atau kurang lebih 4 bulan 5 hari.

Berdasarkan hasil tersebut dengan rencana penanaman padi � palawija pada 15 Januari dan maka akan berakhir pada 15 Mei yield response f dari penanaman waktu initial, develop, mid, hingga late terus mengalami penurunan hingga totalnya menjadi 1. Terbukti berdasarkan penelitian (Dahal Amrit Kumar et al., (2022)) jika nilai total 1 dari yield response f maka skema periode tanaman padi � palawija dapat digunakan untuk pola tanam areal yang digunakan, sedangkan pada pola tanaman padi saja mengalami penurunan hingga totalnya menjadi 2 maka masih terdapat banyak lahan dan sumber air yang dapat dimanfaatkan.

 

Water Requirements atau Neraca Air (CWR)

Perhitungan neraca air harian dalam irrigation, pasok hujan ditentukan berdasarkan basis harian dan loses hujan karena perkolasi dan limpasan permukaan diduga berdasarkan kondisi aktual lengas tanah didaerah perakaran. Dengan demikian hujan total (bukan hujan efektif) digunakan dalam perhitungan neraca air, kemudian hujan efektif dihitung selama total periode pertumbuhan tanaman, perhitungan CWR dilakukan setiap dasarian (10 harian).

Perhitungan CWR untuk padi sawah berbeda dengan tanaman non-padi, karena memerlukan air tambahan untuk pesemain, penyiapan lahan (pelumpuran) dan laju perkolasi. Pada CROPWAT 8.0 ini dilengkapi dengan perhitungan kebutuhan air untuk padi sawah, tergantung pada keperluan, data hujan dapat digunakan rata � rata bulanan, hujan bulanan dengan peluang terlewati 80% untuk menggambarkan kondisi kering, atau peluang terlewati 20% (kondisi basah), atau data aktual (data historis) (lihat Tabel 6 dan Tabel 7).

 

Tabel 6

Water Requirements Padi

Bulan

Dekade

�� Eff rain����������

Irr. Req

mm/detik

mm/detik

Jan

2

30,30

0,00

Jan

3

53,50

0,00

Feb

1

58,00

0,00

Feb

2

61,10

0,00

Feb

3

59,60

0,00

Mar

1

57,80

0,00

Mar

2

56,90

0,00

Mar

3

54,80

3,70

Apr

1

53,70

0,20

Apr

2

52,20

2,20

Apr

3

46,00

2,00

Mei

1

40,80

0,00

Mei

2

32,30

0,00

Total

 

657,00

7,10

 

Tabel 7

Water Requirements Padi dan Palawija

Bulan

Dekade

�� Eff rain����������

Irr. Req

mm/detik

mm/detik

Jan

2

30,30

2,60

Jan

3

53,50

0,00

Feb

1

58,00

0,00

Feb

2

61,10

0,00

Feb

3

59,60

0,00

Mar

1

57,80

0,00

Mar

2

56,90

0,00

Mar

3

54,80

4,40

Apr

1

53,70

0,90

Apr

2

52,20

3,10

Apr

3

46,00

10,00

Mei

1

40,80

14,70

Mei

2

35,90

14,800

Mei

3

19,60

16,8

Total

 

680,20

67,30

���������������������

Berdasarkan Berdasarkan Tabel 6 untuk periode penanaman padi dari bulan Januari � Mei nilai water requirements maksimum pada bulan Maret 3,70 mm/detik dimana berbanding terbalik dengan nilai Kc, Etc, dan curah hujan efektif pada bulan Mei adalah kondisi minimumnya (Dahal Amrit Kumar et al., (2022)). Pada perhitungan data total hujan efektif adalah 657,00 mm/detik dan water requirements total adalah 7,10 mm/detik. Pada Tabel 7 untuk periode penanaman padi � palawija dari bulan Januari � Mei nilai water requirements maksimum pada bulan Mei 16,8 mm/detik dimana berbanding terbalik dengan nilai Kc, Etc, dan curah hujan efektif pada bulan Mei adalah kondisi minimumnya (Dahal Amrit Kumar et al., (2022)). Pada perhitungan data total hujan efektif adalah 680,20 mm/detik dan water requirements total adalah 67,30 mm/detik.

 

Penjadwalan pada Tata Tanam (Crop Pattern dan Scheme)

Pada jadwal penanaman dilakukan penelirian dengan dua macam pola tanam yang pertama dengan rotasi tanaman padi saja dan yang kedua tanaman padi � palawija. Dimana jadwal penanaman dari tanggal 15 Januari dengan persentasi lahan 100% atau keseluruhan luas lahan yang diairi (yang tersedia) untuk pola tanam tanaman padi. Untuk pola tanam tanaman padi � palawija pada tanggal 15 Januari dengan persentasi luas lahan 40% dari luas lahan penanaman padi digunakan untuk palawija dan pada tanggal 09 Juni digunakan untuk penanaman padi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 8.

Berdasarkan hasil tersebut dengan metode Aplikasi CROPWAT 8.0 untuk pola tanam tanaman padi pada bulan Januari � Mei dilakukan penanaman dengan nilai kebutuhan air irigasi total sebesar 0,25 L/dt dengan total areal yang teairi adalah 986 Ha, untuk bulan Juni � Desember tidak dilakukan penanaman. Sedangkan, untuk pola tanam tanaman padi � palawija dapat melakukan penanaman secara efektif pada bulan Januari � Desember dengan kebutuhan air total sebesar 3,48 L/dt untuk padi dan 0,02 L/dt untuk palawija dengan total areal yang dapat terairi adalah 2747 Ha, dimana pada bulan Januari 40% untuk palawija dan pada bulan Juni digunakan seluruhnya untuk padi.

 

Tabel 8

Jadwal Pola Tanam I dan Pola Tanam II

 

 

Bulan

Irr.req for actual area (Padi)

Irr.req for actual area (Padi �

�������������������������� �Palawija)������

l/s/h

l/s/h

Januari

0,01

0,0

Februari

0,00

0,0

Maret

0,02

0,01

April

0,05

0,01

Mei

0,17

0,00

Juni

0,00

0,46

Juli

0,00

0,71

Agustus

0,00

0,83

September

0,00

0,95

Oktober

0,00

0,53

November

0,00

0,00

Desember

0,00

0,00

 

Hasil yang diperoleh sejalan dengan penelitian Oldheva Genisa Sabilau et al., (2021) dan Dasril et al., (2021) yang menyatakan bahwa penggunaan aplikasi CROPWAT 8.0 sangat efektif dan efisien dalam melakukan perencanaan kebutuhan air irigasi dan penjadwalan pola tanam yang tepat dengan kondisi tanah serta luas areal yang tersedia. Simpulan tersebut juga didukung penelitian Darsono Suseno et al., (2018) bahwa pemilihan pola tanam yang tepat sangat perlu dipertimbangkan sehingga air irigasi dapat teraliri secara efektif dan sesuai kebutuhan.

 

Kesimpulan

Simulasi pola tanam dengan CROPWAT 8.0 menunjukkan hasil yang baik untuk mensimulasikan pola tanam di Daerah Irigasi Bendung Ampera. Parameter yang mempengaruhi pemodelan pola tanam adalah water requirements dan crop pattern & scheme. CROPWAT 8.0 memungkinkan pengembangan jadwal irigasi untuk kondisi manajemen yang berbeda dan perhitungan penyediaan air untuk berbagai skema pola tanaman dengan berbagai macam jenis tanaman yang sudah disediakan. CROPWAT 8.0 juga dapat digunakan untuk mengevaluasi praktek � praktek irigasi petani dan untuk menilai kinerja tanaman di bawah kedua kondisi tadah hujan dan irigasi. Penerapan pola tanam dengan berbagai jenis tanaman dan kebutuhan air irigasi menunjukkan bahwa kebutuhan air pola tanam II (padi � palawija) 85% lebih baik dibandingkan dengan pola tanam I (padi). Area untuk pola tanam II (padi � palawija) 85% teraliri dibandingkan dengan pola tanam I (padi) hanya 36%. Hal ini menunjukkan bahwa pola tanam dan jenis tanaman yang ditanam berpengaruh terhadap keefisienan suatu fungsi dari daerah irigasi bendungan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kebutuhan air dan pola tanam padi � palawija adalah yang paling efisien dalam memanfaatkan area tangkapan irigasi namun tetap sesuai dengan kebutuhan produktivitas tanaman.

 

BIBLIOGRAFI

 

Bishehgahi, et al, 2022, �Rehabilitation of Operation Regimes in Aged Irrigation Schemes Based on Hydraulic Simulation�, IWA Publishing, Vol. 00 No. 0, Page 01 � 11.

 

Chiesi Marta, et al, 2022, �Monitoring and Analysis of Crop Irrigation Dynamics in Central Italy Through the Use of MODIS NDVI Data�, European Journal of Remote Sensing, Vol. 55 No. 1, Page 23 � 36.

 

Dahal Amrit Kumar, A.K. Mishra, dkk, 2022, �Operation of Design Review in Small Irrigation Projects in Dang Valley of Nepal�, Journal of Case Studies in Business, Vol. 6 No. 1, Page 139 � 157.

 

Darsono Suseno, Marjono Airlangga, dkk, 2018, �Optimasi Waduk Jatigede Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Daerah Irigasi Rentang�, Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI ke-31.

 

Dasril, Istijono Bambang, dkk, 2021, �Evaluasi Kebutuhan Air Irigasi dengan Aplikasi Cropwat 8.0 Daerah Irigasi Amping Parak�, Jurnal UMSB Rang Teknik Journal, Vol. 4 No.2, Halaman 374 � 382.

 

Erfandi Bayu Septian, Dewanto Totok Hari, dkk, 2021, �Analisis Kebutuhan Air Irigasi Untuk Pertanian di Desa Sampe Kecamatan Rhee�, Jurnal Teknik dan Sains Fakultas Teknik Universitas Teknologi Sumbawa, Vol. 2 No. 2, Halaman 43 � 53.

 

Hatmoko Waluyo, Radhika, dkk, 2018, �Ketahanan Air Irigasi Pada Wilayah Sungai di Indonesia�, Jurnal Irigasi, Vol. 12 No. 2, halaman 65 � 76.

 

Kornelis Ari, MS and Norris Patricia, PhD, 2020, �Irrigation Water Demand: Price Elasticities and Climitik Determinants in the Great Lakes Region�, Agricultural and Resource Economics Review, Page 437 � 464.

 

Marhendi Teguh and Khoirunissa Imtinan, 2021, �Analysis of Irrigation Water Supply In The Serayu Irrigation Area Sumpiuh District, Banyumas Regency�, Jurnal Nasional UMP, Vol. 2 No. 2, Halaman 43 � 58.

 

Raghuvanshi Abhishek, Singh Umesh Kumar, dkk, 2022, �Intrusion Detection Using Machine Learning for Risk Mitigation in IoT-Enabled Smart Irrigation in Smart Farming�, Journal of Food Quality, Vol. 20 No. 22, Page 1 � 8.

 

Rais Fadli, Pratama Indah Arry, dkk, 2021, �Analisis Kebutuhan dan Keseimbangan Air Irigasi Daerah Irigasi Bisok Bokah Kabupaten Lombok Tengah�, Jurnal Ilmiah Sangkareang Mataram, Vol. 8 No. 2, halaman 1 � 5.

 

Rengganis Heni, 2017, �Potensi dan Upaya Pemanfaatan Air Tanah untuk Irigasi Lahan Kering di Nusa Tenggara�, Jurnal Irigasi, Vol. 11 No. 2, Halaman 67 � 80.

 

Sabilau Oldheva Genisa, Taryana Didik, dkk, 2021, �Analisis Kebutuhan Air Irigasi Lahan Pertanian Desa Pajaran Kecamatan Poncokusumo Menggunakan Cropwat 8.0�, Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu � ilmu Sosial, 1(9), Vol. 1 No. 9, halaman 988 � 1003.

Copyright holder:

Sufiq Marni Dewi Harum, Heri Suprapto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: