Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
09, September 2022
ANALISIS
CITY BRAND HEXAGON UNTUK PENGEMBANGAN DESTINASI NAGEKEO THE HEART OF
FLORES
Beatus
Mario Sodede1*, Hifni Alifahmi2
1*,2Universitas
Sahid Jakarta, Indonesia
E-mail: 1*[email protected], 2[email protected]
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai analisis enam dimensi city
brand hexagon (presence, place, potential,people, pulse, prerequisite)
dalam konteks strategi city branding yang dilakukan oleh Dinas
pariwisata Kabupaten Nagekeo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, dengan menggunakan pendekatan paradigma post-positivisme.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi di
Kabupaten Nagekeo. Narasumber dalam penelitian ini adalah Dinas Pariwisata
Kabupaten Nagekeo yang terdiri dari kepala dinas, sekretaris, dan kepala bidang
promosi pariwisata. Selain itu untuk memperkuat penelitian pada city brand
hexagon peneliti menambahkan beberapa narasumber yaitu Kepala suku atau
orang penting di daerah Nagekeo, masyarakat Nagekeo, dan wisatawan yang telah
mengunjungi Kabupaten Nagekeo. Hasil penelitian berdasarkan data yang
didapatkan, Dinas pariwisata Kabupaten Nagekeo menggunakan strategi branding brand
positioning, brand identity, brand personality, dan brand communication.
Dan hasil dari peneitian city brand hexagon menunjukan bahwa terdapat kekurangan
pada place dan prerequisite yang harus diperhatikan oleh Dinas
Pariwisata Nagekeo.
Kata kunci: City
branding Kabupaten Nagekeo, Strategi city branding, City brand hexagon
Abstract
This research
discusses the analysis of the six dimensions of the city brand hexagon
(presence, place, potential, people, pulse, prerequisite) in the context of the
city branding strategy carried out by the Nagekeo Regency tourism office. This
type of research is descriptive qualitative, using a post-positivism paradigm
approach. The data collection techniques used were interviews and observations
in Nagekeo Regency. The resource person in this research is the Nagekeo Regency
Tourism Office which consists of the head of the department, secretary and head
of tourism promotion. Apart from that, to strengthen research on the city brand
hexagon, researchers added several sources, namely tribal heads or important
people in the Nagekeo area, the people of Nagekeo, and tourists who have
visited Nagekeo Regency. The research results are based on the data obtained,
the Nagekeo Regency Tourism Office uses branding strategies such as brand
positioning, brand identity, brand personality and brand communication. And the
results of the city brand hexagon research show that there are deficiencies in
the place and prerequisites that must be paid attention to by the Nagekeo
Tourism Office.
Keywords: City
branding in Nagekeo Regency, City branding strategy, City brand hexagon
Pendahuluan
City
Branding
terhadap suatu daerah/kota yang belum dikenal secara luas oleh masyarakat
adalah hal yang penting. Di era serba teknologi dan luasnya jangkauan
komunikasi massa menjadikan city branding
sebagai salah satu cara agar suatu kota dapat dikenal oleh masyarakat luas.
Menurut Kusumawati (2020) city branding dapat diartikan sebagai sebuah
proses pembentukan merek kota atau suatu daerah agar dikenal oleh target pasar (investor,
tourist, talent, event) kota tersebut dengan menggunakan ikon, slogan,
eksibisi, serta positioning yang baik, dalam bentuk media promosi yang
menggambarkan ciri khas kota tersebut.
Kavaratzis
(2004) melihat city branding dalam konteks komunikasi dari citra suatu
kota melalui tiga tahapan komunikasi yaitu: primer, skunder, dan tersier.
Menurut Effendy (2011) komunikasi primer merupakan penyampaian pikiran dan atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media.
Lambang sebagai media perimer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial,
isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu
menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Sedangkan
komunikasi sekunder adalah lanjutan dari proses komunikasi primer dimana
terdapat alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai
media pertama dalam penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lainnya.
Media kedua yang dimaksud adalah yang sering digunakan dalam komunikasi yaitu
telepon, surat, surat kabar, radio, majalah, televisi, dan banyak lainnya.
Harnold
Lasswell dalam buku the structure and Function of Communication in Society berpendapat
bawah komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Paradigma Lasswell
meliputi lima unsur yaitu: Komunikator, pesan, media, komunikan dan efek.
Efendy (2004:10). Untuk menciptkan efek sesuai dengan teori komunikasi yang
ditulis oleh Harold Lasswell maka diperlukan media pengantar pesan dan
komunikasi pemasaran terpadu (IMC). Philip Kotler dan Gary Amstrong mengartikan
IMC sebagai konsep dimana suatu perusahaan secara hati-hati mengintegrasikan
dan mengkoordinasikan saluran komunikasinya yang banyak untuk menyampaikan
pesan yang jelas, konsisten, dan meyakinkan mengenai perusahaan dan produknya
(Kotler & Armstrong,2001:138). IMC memiliki delapan alat utama yaitu:
periklanan, promosi penjualan, penjualan pribadi, hubungan masyarakat,
pemasaran langsung, acara dan pengalaman, pemasaran media sosial, dan pemasaran
selular.
Di Indonesia sendiri sudah terdapat beberapa
wilayah yang telah menerapkan konsep city branding.
Diantaranya adalah Jakarta dengan �Enjoy Jakarta�,
Yogyakarta �Never Ending Asia�, Kota Solo
�Spirit
of Java�, Kota Batu �Shinning Batu�. Tidak
hanya di Indonesia beberapa kota dibenua Eropa, Amerika, dan Asia pun
menerapakan city branding. Di benua
Eropa salah satu kota yang melakukan branding adalah Amsterdam. Dibenua Amerika, kota yang paling sukses
menggunakan city
branding adalah New York dengan
branding NYC (New York
City). Sedangkan di Asia kota
yang sukses dengan city
branding adalah Hongkong dengan �Our Hongkong�.
City branding �Nagekeo the Heart of
Flores� dilakukan sebagai upaya promosi pengembangan
potensi wisata di kabupaten Nagekeo.
Menurut peneliti wisata Kabupaten Nagekeo masih belum dikenal oleh wisatawan
sehingga angka kunjungan wisatawan ke Kabupaten Nagekeo masih di bawah
kabupaten tetangga seperti Kabupaten Ngada, Ende, Maumere, dan Labuan bajo.
Menurut peneliti hal ini terjadi karena Pemerintah Kabupaten Nagekeo belum
memanfaatkan media-media promosi dengan baik. Media promosi tersebut dapat
berupa paid media dan owned media. Peneliti melihat bahwa pada media tersebut
hanya sekedar ada, karena dari data awal yang peneliti temukan seperti
instagram Dinas Pariwisata Nagekeo tidak ditemukan adanya postingan mengenai
destinasi wisata Nagekeo. Sehingga pada penelitian ini peneliti mencoba untuk
menganalisa strategi komunikasi menggunakan brand positioning, brand
identity, brand personality, dan brand communication.
Berdasarkan
latar belakang identifikasi masalah komunikasi yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini ditujukan
untuk mengidentifkasi analisis city brand hexagon berbasis enam dimensi
untuk pengembangan City Branding �Nagekeo the Heart of Flores�.
Tinjauan Pustaka
Komunikasi
Harold Lassweel
dalam bukunya yang berjudul The Structure and Functionof Communcication in
Society berpendapat bahwa cara yang terbaik untuk menjelaskan komunikasi
adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which Channel
To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell tersebut menunujukan bahwa
komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang duajukan
itu, yaitu: Komunikator, Pesan, Media, Komunikan, dan Efek. Jadi, menurut
paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu
(Efferndy, 2004: 10)
City Branding
City branding
adalah identitas, simbol, logo atau merek yang melekat pada suatu daerah
tersebut. Dapat dikatakan bahwa city branding merupakan strategi dari suatu
Negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target
pasar mereka seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga
Negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia (Gustiawan:
2011).
Simon Anholt
(2007. 59-61) memiliki cara untuk mengukur afektivitas city branding dengan
menggunakan enam aspek yang diberi nama branding haxagon, terdiri dari: Presence
atau (kehadiran), yang menjelaskan terkait status dan kedudukan kota atau
negara di mata dunia internasional dan seberapa jauh kota tersebut dikenali
oleh warga dunia. Place atau (tempat), yaitu mengukur bagaimana persepsi
mengenai aspek fisik setiap kota apakah public merasa nyaman jika melakukan
perjalanan keliling kota, seberapa indah penataan kota, serta bagaimana cuaca
tersebut.
Potential atau (potensial),
yaitu menjelaskan kesempatan ekonomi dan pendidikan yang ditawarkan kepada
pengunjung, pengusaha, imigran, seperti apakah mudah mencari pekerjaan, tempat
yang bagus untuk bisnis, memiliki objek pariwisata yang menarik, atau merupakan
tempat yang baik untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan yang tinggi. People atau
(orang), yaitu menilai apakah penduduk kota bersahabat dan memberikan kemudahan
dalam bertukar budaya, serta bahasa juga apakah hal tersebut menimbulkan rasa
aman saat berada di dalamnya.
Pulse atau (semangat),
yaitu menjelaskan apakah kota tersebut memperlihatkan nuansa gaya hidup urban
sebagai bagian terpenting dari citra kota dan apakah publik dapat dengan mudah
menemukan hal � hal yang menarik sebagai pengunjung maupun sebagai penduduk
kota tersebut untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Prerequisite attau (prasyarat),
yaitu menjelaskan potensi public terhadap dasar suatu kota.
Strategi Branding
Gelder (2005)
mengemukakan beberapa elemen yang termasuk dalam brand
strategy, yakni brand positioning, brand identity dan brand personality.
Selain ketiga elemen tersebut, Schultz dan Branes (1999) menambahkan brand
communication dalam elemen penting brand strategy.
Brand positioning,
Gelder (2005) menjelaskan �Brand positioning as a way of demonstrating a
brand‟s advantage over and differentiation from its competition�.
Artinya, brand positioning adalah cara untuk mendemonstrasikan keunggulan yang
dimiliki sebuah merek sekaligus sebagai pembeda dari kompetitor lain.
Brand identity,
menurut Gelder (2005) adalah �a set of aspects that convey what a brand stands
for: its background, its porpose and ambitions,� artinya, brand identity adalah
kumpulan dari aspek-aspek yang bertujuan untuk menyampaikan tujuan keberadaan
merek tersebut, melalui latar belakang merek, prinsip-prinsip merek, tujuan dan
ambisi dari merek tersebut.
Brand
Personality, Gelder (2005) menjelaskan �brand personality is developed to
enhance the appeal of a brand to costumers.� Ini berarti, brand personality
merupakan usaha untuk meningkatkan daya tarik merek dari luar ke mata konsumen.
Brand Communication, Schultz dan Barner (1999) menjelaskan bahwa dalam
mengkomunikasikan sebuah brand kepada konsumen, diperlukan adanya komunikasi
internal dan eksternal. Beberapa di antaranya adalah dengan menggunakan sales promotion, events, public
relations, direct marketing, sponsorship
dan advertising.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Denzim dan Lincoln (2009: 498) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan menggunakan latar alamiah,
dengan menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada. Pada penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan
bagaimana hasil Analisa city brand hexagon untuk pengembangan destinasi �Nagekeo
the Heart of Flores� dan strategi City Branding yang digunakan oleh
Pemerintah Kabupaten Nagekeo.
Objek
Penelitian
Menurut Husein Umar (2005:303) �Objek
penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek
penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan
hal- hal lain jika dianggap perlu.� Objek penelitian yang akan diteliti adalah
mengenai City Brand Hexagon �Nagekeo the Heart of Flores� yang
dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo
Unit
Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah peran Dinas Pariwisata Kabupaten
Nagekeo dalam mengenalkan pariwisata Kabupaten Nagekeo yang belum dikenal oleh
masyarakat umum agar dapat dikenal sehingga dapat bersaing dengan pariwisata di
kabupaten lain seperti Kabupaten Manggarai Barat, Ende, Sikka, dan Ngada.
Metode
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara dan observasi. Menurut Faisal (1999:25), observasi merupakan pengamatan
atau penginderaan langsung terhadap benda, kondisi, situasi, proses atau
perilaku subjek yang diteliti. Sedangkan menurut Moleong (2000) wawancara
sebagai percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu:
yang mengajukan pertanyaan (interviewer) dan yang memberikan jawaban
atas pertanyaan tersebut, atau yang diwawancarai (interview).
Prosesnya peneliti melakukan observasi
atau pengamatan langsung ke lokasi Kabupaten Nagekeo setelah itu peneliti
melakukan pengambilan gambar/foto dilokasi sebagai bukti dokumentasi. Wawancara
langsung dengan informan, yaitu
pihak Dinas Pariwisata kabupaten Nagekeo. Pada proses wawancara peneliti tidak
berpatokan pada pedoman wawancara tetapi melakukan wawancara bebas dengan
informan maksudnya bahwa pertanyaan yang di tanyakan tidak terstruktur (acak)
namun arah dari maksud wawancara tersebut adalah ingin mengetahui strategi city
branding yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Nagekeo dan mengenalisa city
brand hexagon pada city branding tersebut.
Sumber
Data
Data primer, menurut Lofland dalam Moleong
(2010: 157) dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata
dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan
mengamati atau mewawancarai. Sebelum dilakukannya wawancara peneliti melakukan
observasi dilokasi untuk mendapat
informasi tentang kondisi lokasi penelitian. Peneliti menggunakan data ini
untuk mendapatkan informasi langsung mengenai Strategi city branding Dinas
Pariwisata Kabupaten Nagekeo melalui tagline �Nagekeo the Heart of Flores�
yaitu dengan mewawancarai Kepala Dinas dan Kepala Bidang Promosi Dinas
Pariwisata. Sedangkan untuk memperkuat penelitian pada City Brand Hexagon
peneliti menambahkan beberapa narasumber yaitu Kepala suku atau orang penting
di daerah Nagekeo, Masyarakat Nagekeo, dan wisatawan yang telah mengunjungi
Kabupaten Nagekeo.
Data sekunder, adalah data yang didapat
dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari
surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen
resmi dari berbagai instansi pemerintah. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan data sekunder yaitu literatur artikel, serta situs di internet.
Metode
Analisis Data
Menurut Sugiyono (2014: 246-253), aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Teknik analisis
data mempunyai prinsip yaitu untuk mengolah data dan menganalisis data yang
terkumpul menjadi data yang sistematis, teratur, terstruktur, dan mempunyai
makna. Aktivitas dalam analisis data, yaitu:
Reduksi Data
Mereduksi data yaitu merangkum dan
meneliti hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting serta dicari
tema dan polanya.
Data Display
Pada penelitian kualitatif, penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dalam hal ini peneliti akan
menyajikan data dalam bentuk teks, untuk memperjelas hasil penelitian maka
dapat dibantu dengan mencantumkan table atau gambar.
Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif.
Keabsahan
Data
(Moleong, 2007:320) Keabsahan data
dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus
untuk menguji data yang diperoleh. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
beberapa cara yang dilakukan untuk menguji keabsahan data hasil penelitian
yaitu:
A.
Triangulasi
Wiliam
Wiersma (1986) mengatakan triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu. Dengan
demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan
waktu (Sugiyono, 2007:273)
1. Triangulasi
Sumber
Menguji
kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan
(member check) dengan tiga sumber data (Sugiyono, 2007:274). Triangulasi sumber
untuk penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai pakar komunikasi pariwisata,
khususnya strategi branding destinasi wisata yaitu dosen salah satu Universitas
di Nusa Tenggara Timur yang aktif dalam mengamati wisata Flores.
2. Triangulasi
Teknik
Untuk
menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk mengecek data bisa melalui
wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas
data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi
lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data mana
yang dianggap benar (Sugiyono, 2007:274).
B.
Mengadakan Membercheck
Tujuan
membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan membercheck adalah
agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai
dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2007:276).
Hasil
dan Pembahasan
A.
Gambaran Umum Penelitian
Dalam
penelitian ini peneliti memiliki dua topik utama yang menjadi bahan analisis.
Topik pertama yaitu analisis bagaimana strategi city branding yang
dilakukan oleh Dinas Pariwsata Nagekeo dan mengidentifikasi penerapan enam
elemen city brand hexagon dalam city branding �Nagekeo the Heart of
Flores�. Penelitian dilaksanakan langsung di Kabupaten Nagekeo.
1. Analisis
Strategi City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Dinas
Pariwisata Kabupaten Nagekeo
Brand positioning merupakan keunggulan destinasi
wisata yang dimiliki oleh city branding �Nagekeo the Heart of Flores�
yang menjadi pembeda dari Kabupaten lainya yang ada di Flores. Keunggulan yang
dimiliki Kabupaten Nagekeo adalah terdapat kawasan yang terbagi menjadi lima
ring unggulan destinasi wisata unggulan yaitu Ring
of Mbay, Ring of Lena, Ring of Kota Jogo Kinde, Ring of Koto, Ring of Ebulobo.
The Ring of Mbay didominasi oleh potensi wisata budaya
dan sebagian kecil wisata buatan. The Ring of Mbay terbagi menjadi enam
sub kawasan yaitu: kawasan Bukit Weweroet, air panas pantai Marapokot, Kawasan
sekitar Kampung Adat Tutubhada, kawasan Kampung Adat Boanio, Kawasan air terjun
Ngabatata, dan Kawasan Woedoa yang berbatasan langsung dengan The Ring of Kota
Jogo Kinde dan The Ring of Lena.
The Ring of Lena, memiliki potensi detinasi
wisata yang cukup tinggi, kawasan sekitar pantai Ria menjadi pusat destinasi
dalan Ring ini, kawasan ini didominasi oleh wisata alam, berupa pantai dan
bukit. Sehingga pada kawasan Ring of Lena dikembangkan dengan mengangkat tema ecotourism.
Kawasan The Ring of Lena memiliki dua kawasan pendukung yaitu: Kawasan Kampung Adat
Natalea (Raja Ola) dan Kawasan Pantai Tonggo.
The Ring of Kota Jogo Kinde, potensi
destinasi wisata Ring ini didominasi oleh wisata alam yang berupa pantai yang
terletak di pesisir utara Kabupaten Nagekeo. Kawasan pantai Kota Jogo menjadi
pusat dalam kawasan ini. selain itu terdapat potensi wisata seperti jalur sutra
Anakol-Kinde, tebing putih/Watu Bhaya, pasir putih, hutan mangrove, Teluk Todo,
Dermaga Marina, serta adanya wisata buatan atau ekonomi kreatif berupa
kerajinan anyaman maupun tenun, atraksi kesenian, dan memancing ikan dilaut.
Dengan demikian maka kawasan sekitar pantai Kota Jogo potensial dikembangkan
sebagai wisata alam dan mengkat tema wisata ecotourim.
The Ring of Koto, kawasan ini
memiliki potensi wisata alam dan budaya yang cukup berimbang. Destinasi wisata Kampung
Adat Udi dan Worowatu menjadi pusat kawasan dalam Ring ini. Selain destinasi
tersebut The Ring of Koto memiliki kawasan pendukung yaitu kawasan
kampug adat Pautola, rumah adat, Roka Re, serta adanya atraksi budaya Sepa Api.
Sekitar kawasan ini juga terdapat wisata unggulan kampung adat wajo, pelataran
rumah adat dan Peo, atraksi musik Ndoto/musik traditional, hingga tarian Tea
Eku.
The Ring of Ebulobo, pada Ring terakhir ini di dominasi
oleh wisata budaya. Kampung Adat Boawae, Kampung Adat Wae Lama (Kelewae), dan
Kampung Adat Pajoreja memiliki keunikan karena berada dibawah kaki gunung
berapi Ebubolo. Selain itu kampung-kampung wisata ini memiliki bebarapa acara
ritual adat yang dapat di ikuti yaitu tinju adat tradisional etu, tarian ada
Ja�i, wisata kuliner, dan homestay. Destinasi wisata khususnya Pajoreja telah
disiapkan sebagai salah satu wisata premium oleh badan otorita pariwisata
Labuan Bajo. Terdapat pariwisata pendukung lainnya yang ada di The Ring of
Ebulobo yaitu pantai Ena Gera dan Pantai Mauponggo.
Selain lima ring, Kabupaten Nagekeo
memiliki atraksi budaya yaitu tinju adat etu (ritual tinju untuk menguji
kejantanan antar pemuda), Po�o kose (nasi bambu yang dibakar), Ndai (berburu),
tandak (menari), esu kose, tea eku, dan toda gu (alat
musik pukul dari gendang kecil dari bambu aur). Kabupaten Nagekeo juga memiliki
warisan budaya kain tenun seperti hoba nage, ragi wo�I, telepoi dan mite,
dhowik.
b. Brand
Identity
Brand
Identity yang merupakan elemen identitas yang
digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Nagekeo agar city branding dapat
dikenali oleh wisatawan. Dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo
meluncurkan city branding dengan tagline �Nagekeo the Heart of Flores� dan
rebranding logo baru dari city branding Kabupaten Nagekeo. Tagline �Nagekeo the Heart of
Flores� dapat dimaknai bahwa Kabupaten Nagekeo dalam posisi strategis berada di
tengah-tengah pulau Flores yang menjadi inti atau pusat.
Gambar 1. Logo dan Tagline City
Branding Kabupaten Nagekeo
Sedangkan logo rebranding logogram
baru yang dilucurkan oleh Dinas Pariwisata Nagekeo memiliki filosofi pembuatan
visual dari bentuk Peo yang telah di stalasi supaya menjadi bentuk visual yang
menarik. Peo merupakan lambang pemersatu dan kedaulatan hukum adat Nagekeo. Peo
biasanya di tanam ditengah kampung sebagai simbol persekutuan dan tata
kehidupan masyarkat Nagekeo. Bentuk lancip atas pada logo menggambarkan gunung
ebulobo yang merupakan gunung tertinggi di Nagekeo dan menjadi salah satu objek
wisata alam. Bentuk lancip lainnya menyimbolkan savana Nagekeo yang terdapat
sangat banyak di Nagekeo. Garis kuning dan magenta menyimbolkan motif kain tenun khas yang berasal dari Nagekeo yang
diwariskan turun temurun oleh para leluhur. Kain tenun Nagekeo adalah menjadi
pembeda dengan kabupaten lain dalam konteks tangible heritages. Visual
lengkungan berwarna biru menyimbolkan keindahan panorama pantai menjadi salah
satu ikonik terdapat sebuah pantai yang sangat indah dengan hamparan laut dan
pemandangan alamnya. Visual heart sendiri mengartikan bahwa Nagekeo the
Heart of Flores.
c. Brand
Personality
�Brand personality merupakan
karakteristik yang melekat dengan sebuah brand untuk meningkatkan daya tarik
destinasi wisata Kabupaten Nagekeo kepada wisatawan. Dinas Pariwisata Kabupaten
Nagekeo membranding pariwisata Nagekeo dengan Kampung Kawa sebagai
karakteristik yang melekat pada city branding �Nagekeo the heart of Flores�. Untuk
memperkuat karakteristik sehingga dapat meningkatkan daya tarik bagi wisatawan,
Dinas Pariwisata akan mengambil dan mengembangkan ikon-ikon yang menjadi daya
tarik utama dari masing-masing ring.
���� �Ikon-ikon tersebut nantinya akan dibagi
menjadi tiga bagian yaitu wisata ekologi dan edukasi, culture dan heritage,
e-kraf dan calender event. Wisata ekologi dan edukasi terdiri dari Kampung Adat
Kawa, Pantai Kotajogo, Pulau Kinde, Watuapi, Gunung Ebulobo, Bukit Amagelu,
Pantai Ena gera, Desa wisata Pajoreja, Bukit Rohani Lela, Ri�I Ta�a, Pantai
Tonggo, Pantai Wuamelu, dan Dhreisa. Wisata culture dan heritage terdiri dari
Kampung adat Kawa, Rendu, Wajo, Boawae, Gero, dan Ngegedhawe. Wisata e-kraf dan
calender of event terdiri dari Tinju adat etu, anyaman, tenun khas Nagekeo, Flores
Culture Festival, Nagekeo ultra run, Flres downhill series, dan Flores
sky festival.
d. Brand
Communication
Pertama,
menyelenggarakan event-event kebudayaan yang telah dijadwakan dan berkala tiap
kawasan dengan mengambil beberapa lokasi yang sudah menjadi ikon dari
masing-masing ring yang diintegrasikan dengan jenis wisata lain yang terdapat
dalam ring tersebut. Kedua, mengemas promosi melalui
media elektronik maupun non eletronik dengan launching theme song �Nagekeo the
Heart of Flores� yang dinyanyikan oleh artis lokal nasional yaitu Ivan Nestorman
dan Bupati Nagekeo. Tujuan dari launching theme song tersbeut memperkenalkan
destinasi wisata di Kabupaten Nagekeo beserta atraksi lainnya yang memiliki
kertakaitan.
Ketiga,
menggunakan paid media yang diutamakan pada media-media nasional, baik elektronik
maupun non elektronik. Keempat, mengoptimalkan owned media dalam rangka promosi
atraksi wisata, khususnya jadwal event-event serta atraksi lainnya agar mudah
diakses bagi para komunikan seperti pengelola wisata, wisatawan lokal, dan
wisata mancanegara.
Kelima, menggunakan media sosial sebagai penguatan peran komunitas dan promosi
untuk meningkatkan �awareness� tentang Nagekeo. Keenam, menggunakan endorsment
yang sesuai karakter budaya masyarakat Nagekeo. Ketujuh, penggunaan duta
pariwisata Kabupaten Nagekeo yang berkarakter ramah, mengharagai dan juga
berkomitmen. Efek yang diharapkan melalui brand communication adalah
untuk pengambangan destinasi wisata melalui city branding �Nagekeo the Heart
of Flores�
e. Presence
(kehadiran)
City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi
Wisata
���� Presence
(kehadiran) kondisi kota atau status Kabupaten Nagekeo sebagai �The Heart of
Flores� secara internasional saat ini sudah mulai dikenal oleh
internasional. Hal ini terlihat dari upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata
dan respon dari narasumber tokoh masyarakat. Namun menurut responden masyarakat
Nagekeo, Kabupaten Nagekeo belum dikenal oleh dunia Internasional. Menurut
analisa peneliti terdapat kekurangan dari Dinas Pariwisata Nagekeo dalam hal
penyampaian kepada masyarakat mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan
dalam memperkenalkan Nagekeo kepada pihak luar. Sehingga menyebabkan tidak
meratanya informasi kepada masyarakat. Dinas pariwisata sebagai komunikator
sebaiknya mengemas informasi mengenai upaya mereka agar Nagekeo dikenal oleh
mancanegara dengan baik dan terbuka. Agar informasi yang dapat tersebar dan
merata sehingga masyarakat umum ikut membantu langkah-langkah yang telah
dilakukan oleh Dinas Pariwisata.
Dinas Pariwisata Nagekeo pihaknya
pertama kali mengadakan event internasional melalui event Tour de Flores. Event
ini merupakan event balap sepeda internasional yang diselenggarakan oleh Federasi Balap Sepeda Internasional lisesnsi (Union
Cycliste International / UCI) melalui daratan Flores pada tanggal 14-19 Juli
2017. Selanjutnya Dinas Pariwisata Kabupaten
Nagekeo melakukan percepatan pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif yang
manjalin kerja sama dengan Badan pelaksana Otoritas Pariwisata Labuan Bajo
Flores (BPOLBF).
Berdasarkan
peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018, BPOLBF memiliki fungsi otoratif dan
koordinatif dengan pemerintah 11 kabupaten di Flores, Alor, Lembata, dan Bima
(Floratama) dalam upaya percepatan pengembangan pariwisata dan ekraf yang berkelanjutan
dan berdaya saing. Kerjasama ini diharapkan mampu mempromosikan Kabupaten
Nagekeo baik dalam negeri dan luar negeri seperti Labuan Bajo, mendatangkan
investor, pengembangan Sumber Daya Manusia industri dan kelembangaan
pariwisata, pengembangan destinasi dan infrastruktur pariwisata.
f. Potential
(potensi) City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan
Destinasi Wisata
Potential
mengevaluasi kesempatan ekonomi dan pendidikan yang ditawarkan kepada
pengunjung, pengusaha, imigran, seperti apakah mudah mencari pekerjaan, apakah
tempat yang bagus untuk bisnis ataukah memiliki objek pariwisata yang menarik,
atau apakah merupakan tempat yang baik untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan
yang tinggi. Kabupaten Nagekeo memiliki tingkat ekonomi Nagekeo kurang baik.
Hal itu teridentifikasi dari susahnya mencari pekerjaan di Nagekeo dan kurang
banyak jenis perkerjaan yang tersedia. Sedangkan untuk pendidikan, Nagekeo
memiliki fasilitas pendidikan yang cukup baik serta menujang untuk mendapatkan
kualifikasi pendidikan yang tinggi.
Kabupaten Nagekeo menjadi tempat yang
bagus bagi para pengusaha untuk mendirikan usaha atau bisnis karena Kabupaten
Nagakeo memiliki banyak potensi pariwisata dan hasil bumi. Potensi tersebut
dapat dlihat dari terbaginya lima ring atau zona kawasan wisata. The Ring of
Lena (potensi landscape, culture, dan pilgrimage), The Ring of Kota Jogo -Kinde
(landscape toirism), The Ring of Mbay (city tour), The Ring of Ebulobo
(adventure tourism), dan The Ring of Koto (Agriculture dan heritage).
Dengan semakin banyaknya pengusaha atau investor yang datang ke Nagekeo, maka
lapangan perkerjaan akan semakin terbuka dan tingkat ekonomi masyarakat akan
meningkat.
g. Place (tempat) City Branding �Nagekeo
the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata
Presepsi masyarakat tentang aspek
fisik dari Kabupaten Nagekeo di pada iklim, kebersihan lingkungan dan
kemenarikan bangunan atau tata ruang Kota. Suasana Kabupaten Nagekeo dinilai
cukup ramai. Namun penataan Kota Kabupaten Nagekeo dinilai tidak menarik karena
beberapa faktor. Iklim Kabupaten Nagekeo berada dalam skala panas. Hal ini
tergantung pada destinasi wisata atau daerah yang dikunjungi. Untuk menikmati
cuaca panas The Ring of Mbay, The Ring of Kota Jogo-Kinde, The Ring of Koto dapat
menjadi pilihan karena berada di dataran rendah dan lebih banyak memiliki
destinasi wisata pantai. Sedangkan untuk menikmati cuaca sejuk The Ring of
Ebulobo dan The Ring of Lena dapat menjadi pilihan karena di dominasi oleh
dataran tinggi dan pegunungan.
Presepsi mengenai kebersihan kota,
Kabupaten Nagekeo dinilai kurang bersih. Kesadaran masyarakat yang kurang dalam
menjaga kebersihan lingkungan menjadi penyebab. Tentunya ini menjadi perhatian
yang wajib dibereskan oleh Pemerintah Kabupaten Nagekeo. Kebersihan merupakan
hal yang harus diperhatikan, karena nantinya akan membawa citra buruk bagi
Kabupaten Nagekeo oleh wisatawan yang berkunjung. Suasana
Kabupaten Nagekeo dinilai cukup ramai. Namun penataan Kota Kabupaten Nagekeo
dinilai tidak menarik karena beberapa faktor.
h. People
(orang)
City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi
Wisata
Mengungkapkan apakah penduduk Kota
dianggap hangat dan menyambut, apakah responden berpikir itu akan mudah untuk
menemukan dan cocok menjadi sebuah komunitas yang berbagi bahasa dan budaya
responden dan apakah responden akan merasa aman. Kenyamanan perjalanan wisata
ke Kabupaten Nagekeo tidak tidak terlepas dari orang (people) Nagekeo yang memiliki kepribadian ramah, bersahabat, sopan, dan mudah
bersahabat dengan pendatang baru sehingga wisatawan
akan merasa aman jika berkujung ke Nagekeo.
Masyarakat Nagekeo sangat mendukung
pemerintah melalui city branding �Nagekeo the Heart of Flores�, oleh karena itu
masyarakat Nagekeo mudah dalam bertukar budaya dan bahasa pada siapa saja yang
datang ke Kabupaten Nagekeo. Hal ini tidak terlepas dari budaya dan nilai masyarakat
Nagekeo yang telah diwariskan secara turun menurun. Budaya dan nilai-nilai
tersebut yaitu �To�o Jogho Waga Sama� atau gotong royong, �Kia Zi�a Tabhe Pawe�
atau cinta kasih, �Pase Tenu �atau nasihat, dan �Wua Mesu� atau belas kasih.
Sehingga setiap elemen masyarakat akan dapat berkolaborasi salam spirit yang
sama menuju �Nagekeo the Heart of Flores�.
i.
Pulse (semangat dan gaya hidup) City
Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi
Wisata
Mengukur persepsi bahwa ada hal
menarik untuk mengisi waktu luang dan bagaimana menariknya Kota ini dianggap
berkaitan dengan hal-hal baru yang ditemukan. Selain itu Pulse
menganalisa bagaimana gaya hidup masyarakat kota tersebut sebagai bagian
terpenting dari citra kota. Gaya hidup masyarakat Kabupaten
Nagekeo masih sangat sederhana. Kesederhanaan yang diterapkan oleh
masyarakat Nagekeo bukan berarti bahwa Kabupaten masih tertinggal akan kemajuan
zaman. Namun hal ini tidak terelepas dari masih kuatnya budaya dan nilai-nilai
yang diwariskan secara turun temurun. Nilai �Pase Tenu� atau nasehat menjadi
salah satu faktor masyarakat Nagekeo masih begitu sederhana dalam menerapkan
gaya hidup.
Kabupaten Nagekeo memiliki kegiatan
setiap tahunnya yang pasti diadakan, dan masyarakat Nagekeo dengan semangat (pulse)
To�o Jogho Waga Sama atau gotong royong� mewujudkan kegiatan tersebut. Kegiatan
yang diadakan merupakan hal menarik lainnya yang dapat dilakukan untuk mengisi
waktu luang ketika berada di Kabupaten Nagekeo. Desa wisata atau kampung adat
dapat menjadi pilihan yang tepat bagi wisatawan yang ingin berwisata di Negekeo
dan menginap sebab nantinya para wisatawan bisa menikmati dan melihat lansung
bagaimana penduduk lokal menyiapkan pesta seperti etu, ndai, mendengarkan musik
lokal dan nyanyian seperti tandak, tea eku, toda gu, mencium dan mencicipi
aroma dan minuman dan hidangan penduduk lokal seperti po�o kose, esu kose.
Selain itu potensi menarik yang dapat
memberikan daya tarik dan nuansa baru pada wisata Nagekeo adalah dengan
mengikuti kegiatan pada calender of event Dinas Pariwisata Nagekeo dengan jenis
kegiatan Tinju adat etu, anyaman, tenun khas Nagekeo, Wastra Budaya Nagekeo, Flores
culture festival, Nagekeo ultra run, Flores downhill series, Tour de Flores,
Indonesia Orienteering world rangking, dan Flores sky festival.
j.
Prerequisite (Prasyarat) City Branding �Nagekeo
the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata
Prerequisite memaparkan presepsi publik terhadap
dasar suatu Kota, apakah suka jika tinggal disana, apakah kota tersebut
memberikan akomodasi yang disediakan, serta kemudahan akses pemenuhan kebutuhan
seperti infrastruktur dan lain � lain.Kabupaten Nagekeo memiliki program
Kabupaten seribu homestay, nantinya rumah-rumah warga yang berada di lokasi
wisata akan menjadi homestay. Saat ini pemerintah kabupaten Nagekeo sedang
memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat yang nantinya akan ikut
dalam program tersebut.
�Namun potensi tersebut belum didukung oleh
infrastruktur jalan menuju tempat destinasi wisata. Responden menilai banyak
infratruktur jalan yang belum memadai sehingga menyusahkan wisatawan untuk
mengakses tempat wisatawan tersebut. Selain infratruktur, transportasi umum
yang ada di Kabupaten Nagakeo dinilai belum layak dan tidak layak digunakan
karena transpotasi umum Nagekeo belum menjangkau destinasi wisata dan bukan
diperuntukan untuk wisatawan melainkan untuk transportasi sehari-sehari untuk
bekerja. Transportasi dari bandara menuju destinasi wisata menurut responden tidak
mudah di dapatkan karena keterbatasan angkutan dan belum adanya harga tetap
dari transportai tersebut.
Ketersedian akses jaringan komunikasi
masih menjadi hal yang sulit dari setiap wisata di Nagekeo, akses jaringan
komunikasi hanya tersedia jika berada dalam kota kecamatan dan belum
terintegrasi sampai lokasi wisata, sehingga para wisatawan akan mengalami
kesusahan dalam berkomunikasi jika berada di lokasi wisata. Di tengah
keterbatasan tersebut Kabupaten Nagekeo sangat terbuka bagi pelaku wisata bisnis
yang akan mendirikan usahanya di Nagekeo. Dan jika bisnis tersebut berkembang
di Nagekeo maka masyarakat akan menerima dengan senang hati dan aman.
Kesimpulan
Presence Kabupaten Nagekeo
memiliki presepsi yang baik dimata masyarakat Nagekeo. Kabupaten Nagekeo
dinilai telah dikenal oleh dunia internasional. Presepsi baik tersebut dinilai
berdasarkan event-event yang telah terselenggara di Nagekeo. Potential
Kabupaten Nagekeo memiliki peresepsi yang baik dimata masyarakat Nagekeo dan
wisatawan. Presepsi tersebut karena Kabupaten Nagekeo memiliki Fasilitas
pendidikan yang lengkap dari PAUD sampai Perguruan Tinggi. Selain pendidikan,
potensi pariwisata yang terdapat di Nagekeo menjadi faktor utama presepsi baik
dimata masyarakat.
Place Kabupaten Nagekeo
memiliki presepsi yang kurang baik bagi masyarakat dan wisatawan. Presepsi
tersebut berdasarkan kualitas kebersihan kota dan tempat wisata yang ada di
Nagekeo serta penataan kota yang dinilai tidak menarik. People dan Pulse
Kabupaten Nagekeo memiliki presepsi yang baik dimata masyarakat dan wisatawan.
Presepsi tersebut karena masyakat Nagekeo masih memiliki gaya hidup yang masih
sangat sederhana dan memiliki kepribadian ramah, bersahabat, sopan, dan mudah
bersahabat dengan pendatang baru sehingga wisatawan akan merasa aman jika
berkujung ke Nagekeo. Prerequisite Kabupaten Nagekeo memiliki presepsi
kurang baik dimata masyarakat dan wistawan. Persepsi tersebut karena
infrastruktur jalan dan transportasi di Nagekeo masih banyak yang belum
memadai, selain itu jaringan telekomunikasi masih sulit di akses.
Berdasarkan analisa peneliti mengenai
strategi branding. Peneliti menarik kesimpulan bahwa Dinas Pariwisata Kabupaten
Nagekeo telah menggunakan brand positioning, brand identity, brand
personality, dan brand communication dengan baik. Namun pada brand
communication, peneliti menemukan tidak adanya konsistensi pada pengelolaan
owned media dan media sosial.
BIBLIOGRAFI
Anholt,
Simon.2007. Competitive Identity: The New Brand Management Nations, Cities,
and Regions. USA.Palgrave Macmillan
Anholt,
S. 2006. �Public Diplomacy and Place Branding: Where`s the Link�. Journal of
� Communication Management Vol. 2 (4). New
York: Palgrave Mc Millan.
Ardianto,
Elvinaro, dan Bambang Q. Anees. (2007). Filsafat
Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Cangara,
Hafied. 2014. Perencanaan & Strategi Komunikasi. Depok: PT. Raja
Grafindo Pustaka Denzin & Lincoln. 2009. Handbook of ���� Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Gelder,
S.V. 2003. Global Brand strategy. London: Kogan Page
Hidayah,
Nurdin. 2019. Pemasaran Destinasi Pariwisata. Bandung: Alfabeta.
Husein
Umar. (2005), Metode Penelitian Untuk Tesis Dan Bisnis, Jakarta: �� Grafindo Persada.
Kartajaya,
Hermawan & Setiawan. 2014. WOW Marketing. Jakarta: Penerbit PT. Erlangga
Pustaka Utama.
Kavaratzis,
M. 2004. �From City Marketing to City
Branding: Towards a Theoretical Framework For Developing City Brands�. Place Branding
1 (1): 58-73.
Kotler,
Philip dan Keller. 2007. Manajemen � Pemasaran.
Jilid I, Edisi Kedua belas, Jakarta: PT. Indeks
Kotler
dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran
Jilid I Edisi ke 13. Jakarta: Erlangga
Keller,
Kotler, 2016. Marketing Management, Edisi 15, Global Edition, USA:
Pearson Education
Rohajat
Harun, Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo
2011), h. 16
Moilanen,
Teemu & Rainisto. 2009. How to � Brand
Nations, Cities and destinations, A Planning Book for place Branding. USA:
Palgrave Macmillan.
Moleong,
Lexy J. (2010), Metodologi penelitian kualitatif, Remaja � Rosdakarya, Bandung
Poerwandi,
E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. In
Lembaga pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas
Psikologi UI. LPSP3.
Pujileksono,
S. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang: I Intrans Publishing.
Pendit,
Nyoman S. 2006. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Sugiyono.
(2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyama,
Kotaro; Andree, Tim. (2011). the Dentsu Way.United States: Dentsu Inc
Soemanagara,
Dermawan. 2006. Marketing � Communication
�Taktik dan Strategi. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer (kelompok Gramedia)
Wenats,
A.G E. dkk., 2012. Integrated Marketing Communication Komunikasi Pemasaran
di Indonesia. �� Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Copyright holder: Beatus
Mario Sodede, Hifni Alifahmi (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |