Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 09, September 2022

 

ANALISIS CITY BRAND HEXAGON UNTUK PENGEMBANGAN DESTINASI NAGEKEO THE HEART OF FLORES

 

Beatus Mario Sodede1*, Hifni Alifahmi2

1*,2Universitas Sahid Jakarta, Indonesia

E-mail: 1*[email protected], 2[email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai analisis enam dimensi city brand hexagon (presence, place, potential,people, pulse, prerequisite) dalam konteks strategi city branding yang dilakukan oleh Dinas pariwisata Kabupaten Nagekeo. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan paradigma post-positivisme. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi di Kabupaten Nagekeo. Narasumber dalam penelitian ini adalah Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo yang terdiri dari kepala dinas, sekretaris, dan kepala bidang promosi pariwisata. Selain itu untuk memperkuat penelitian pada city brand hexagon peneliti menambahkan beberapa narasumber yaitu Kepala suku atau orang penting di daerah Nagekeo, masyarakat Nagekeo, dan wisatawan yang telah mengunjungi Kabupaten Nagekeo. Hasil penelitian berdasarkan data yang didapatkan, Dinas pariwisata Kabupaten Nagekeo menggunakan strategi branding brand positioning, brand identity, brand personality, dan brand communication. Dan hasil dari peneitian city brand hexagon menunjukan bahwa terdapat kekurangan pada place dan prerequisite yang harus diperhatikan oleh Dinas Pariwisata Nagekeo.

 

Kata kunci: City branding Kabupaten Nagekeo, Strategi city branding, City brand hexagon

 

Abstract

This research discusses the analysis of the six dimensions of the city brand hexagon (presence, place, potential, people, pulse, prerequisite) in the context of the city branding strategy carried out by the Nagekeo Regency tourism office. This type of research is descriptive qualitative, using a post-positivism paradigm approach. The data collection techniques used were interviews and observations in Nagekeo Regency. The resource person in this research is the Nagekeo Regency Tourism Office which consists of the head of the department, secretary and head of tourism promotion. Apart from that, to strengthen research on the city brand hexagon, researchers added several sources, namely tribal heads or important people in the Nagekeo area, the people of Nagekeo, and tourists who have visited Nagekeo Regency. The research results are based on the data obtained, the Nagekeo Regency Tourism Office uses branding strategies such as brand positioning, brand identity, brand personality and brand communication. And the results of the city brand hexagon research show that there are deficiencies in the place and prerequisites that must be paid attention to by the Nagekeo Tourism Office.

 

Keywords: City branding in Nagekeo Regency, City branding strategy, City brand hexagon

 

Pendahuluan

City Branding terhadap suatu daerah/kota yang belum dikenal secara luas oleh masyarakat adalah hal yang penting. Di era serba teknologi dan luasnya jangkauan komunikasi massa menjadikan city branding sebagai salah satu cara agar suatu kota dapat dikenal oleh masyarakat luas. Menurut Kusumawati (2020) city branding dapat diartikan sebagai sebuah proses pembentukan merek kota atau suatu daerah agar dikenal oleh target pasar (investor, tourist, talent, event) kota tersebut dengan menggunakan ikon, slogan, eksibisi, serta positioning yang baik, dalam bentuk media promosi yang menggambarkan ciri khas kota tersebut.

Kavaratzis (2004) melihat city branding dalam konteks komunikasi dari citra suatu kota melalui tiga tahapan komunikasi yaitu: primer, skunder, dan tersier. Menurut Effendy (2011) komunikasi primer merupakan penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai media perimer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Sedangkan komunikasi sekunder adalah lanjutan dari proses komunikasi primer dimana terdapat alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama dalam penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lainnya. Media kedua yang dimaksud adalah yang sering digunakan dalam komunikasi yaitu telepon, surat, surat kabar, radio, majalah, televisi, dan banyak lainnya.

Harnold Lasswell dalam buku the structure and Function of Communication in Society berpendapat bawah komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Paradigma Lasswell meliputi lima unsur yaitu: Komunikator, pesan, media, komunikan dan efek. Efendy (2004:10). Untuk menciptkan efek sesuai dengan teori komunikasi yang ditulis oleh Harold Lasswell maka diperlukan media pengantar pesan dan komunikasi pemasaran terpadu (IMC). Philip Kotler dan Gary Amstrong mengartikan IMC sebagai konsep dimana suatu perusahaan secara hati-hati mengintegrasikan dan mengkoordinasikan saluran komunikasinya yang banyak untuk menyampaikan pesan yang jelas, konsisten, dan meyakinkan mengenai perusahaan dan produknya (Kotler & Armstrong,2001:138). IMC memiliki delapan alat utama yaitu: periklanan, promosi penjualan, penjualan pribadi, hubungan masyarakat, pemasaran langsung, acara dan pengalaman, pemasaran media sosial, dan pemasaran selular.

Di Indonesia sendiri sudah terdapat beberapa wilayah yang telah menerapkan konsep city branding. Diantaranya adalah Jakarta dengan �Enjoy Jakarta�, Yogyakarta �Never Ending Asia�, Kota Solo �Spirit of Java�, Kota Batu �Shinning Batu�. Tidak hanya di Indonesia beberapa kota dibenua Eropa, Amerika, dan Asia pun menerapakan city branding. Di benua Eropa salah satu kota yang melakukan branding adalah Amsterdam. Dibenua Amerika, kota yang paling sukses menggunakan city branding adalah New York dengan branding NYC (New York City). Sedangkan di Asia kota yang sukses dengan city branding adalah Hongkong dengan �Our Hongkong�.

Melihat akan hal ini pemerintah Kabupaten Nagekeo melalui Dinas Pariwisata meluncurkan city branding dengan tagline �Nagekeo the Heart of Flores�. Tagline �Nagekeo the Heart of Flores� merupakan komunikasi primer dan pesan verbal yang dituangkan dalam bentuk bahasa, gambar dan warna. Dinas Pariwisata Nagekeo merupakan komunikator yang akan menyampaikan pesan kepada komunikan yaitu masyarakat, stakeholder terkait, dan target pasar. Pemilihan city branding �Nagekeo the Heart of Flores� merupakan perpaduan unsur-unsur seperti budaya, kekayaan alam, potensi wisata, dan letak geografis yang begitu strategis. Kesatuan masyarakat adat, budaya, dalam perpaduan bentang alam mampu memberikan kebutuhan pengalaman pariwisata yang sulit didapatkan di kota lain.

City branding �Nagekeo the Heart of Flores� dilakukan sebagai upaya promosi pengembangan potensi wisata di kabupaten Nagekeo. Menurut peneliti wisata Kabupaten Nagekeo masih belum dikenal oleh wisatawan sehingga angka kunjungan wisatawan ke Kabupaten Nagekeo masih di bawah kabupaten tetangga seperti Kabupaten Ngada, Ende, Maumere, dan Labuan bajo. Menurut peneliti hal ini terjadi karena Pemerintah Kabupaten Nagekeo belum memanfaatkan media-media promosi dengan baik. Media promosi tersebut dapat berupa paid media dan owned media. Peneliti melihat bahwa pada media tersebut hanya sekedar ada, karena dari data awal yang peneliti temukan seperti instagram Dinas Pariwisata Nagekeo tidak ditemukan adanya postingan mengenai destinasi wisata Nagekeo. Sehingga pada penelitian ini peneliti mencoba untuk menganalisa strategi komunikasi menggunakan brand positioning, brand identity, brand personality, dan brand communication.

Dalam city branding diperlukan evaluasi, Porpescu dan Cobos (2010) memaparkan city branding Hexagon memberikan istrumen pengukuran inovatif sehingga dapat mempermudah pemerintah untuk mengetahui presepsi mengenai citra kota. Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan city branding Hexagon yang diciptakan oleh Anholt (2007) dimana terdapat enam aspek dalam mengevaluasi city branding, antara lain Presence (kehadiran), Place (tempat), Pre-requisite (prasyarat), People (orang), Pulse (semangat), Potential (potensi).

Letak Kabupaten Nagekeo secara geografis berada di tengah-tengah Pulau Flores yang selalu dilalui oleh alur pergerakan wisatawan dari Labuan Bajo ke Sikka atau sebaliknya. Namun dari data terakhir yang diambil dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur, kunjungan wisatawan mancananegara di Nagekeo berjumlah 47 wisatawan tertinggal di bandingkan Labuan Bajo 57.536, Ende 7.621, Sikka 7.717, dan Ngada 4.240 wisatawan. Untuk kunjungan wisatawan domestik di Nagekeo berjumlah 7.259 sedikit lebih baik dari Ngada 4.513 wisatawan, namun tertinggal oleh Labuan bajo 76.645, Sikka 36.173, Ende 22.713 wisatawan. Dalam jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara, kabupaten Nagekeo masih tertinggal dari kabupaten lain di pulau Flores seperti Labuan bajo, Ende, Sikka, dan Ngada.

Kabupaten Nagekeo adalah sebuah kabupaten yang berada pulau Flores Nusa Tenggara Timur, yang berdiri pada tahun 2007 dengan luas wilayah 1.416,96KM2. Kabupaten Nagekeo juga memiliki 7 (tujuh) kecamatan yang masing-masing menawarkan keindahannya, keelokan, dan kemurnian bagi para wisatawan yang berkunjung. Dalam rencana pengembangan pariwisatanya, kabupaten Nagekeo memasukan aspek ruang untuk membagi kawasan-kawasan pariwisatanya yaitu: Kawasan The Ring of Mbay.The Ring of Kota Jogo Kinde, The Ring Of Ebolobo, The Ring of Bukit Lena, dan The Ring of Koto.

Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah komunikasi yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengidentifkasi analisis city brand hexagon berbasis enam dimensi untuk pengembangan City Branding �Nagekeo the Heart of Flores�.

 

Tinjauan Pustaka

Komunikasi

Harold Lassweel dalam bukunya yang berjudul The Structure and Functionof Communcication in Society berpendapat bahwa cara yang terbaik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell tersebut menunujukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang duajukan itu, yaitu: Komunikator, Pesan, Media, Komunikan, dan Efek. Jadi, menurut paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Efferndy, 2004: 10)

City Branding

City branding adalah identitas, simbol, logo atau merek yang melekat pada suatu daerah tersebut. Dapat dikatakan bahwa city branding merupakan strategi dari suatu Negara atau daerah untuk membuat positioning yang kuat di dalam benak target pasar mereka seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga Negara dan daerah tersebut dapat dikenal secara luas di seluruh dunia (Gustiawan: 2011).

Simon Anholt (2007. 59-61) memiliki cara untuk mengukur afektivitas city branding dengan menggunakan enam aspek yang diberi nama branding haxagon, terdiri dari: Presence atau (kehadiran), yang menjelaskan terkait status dan kedudukan kota atau negara di mata dunia internasional dan seberapa jauh kota tersebut dikenali oleh warga dunia. Place atau (tempat), yaitu mengukur bagaimana persepsi mengenai aspek fisik setiap kota apakah public merasa nyaman jika melakukan perjalanan keliling kota, seberapa indah penataan kota, serta bagaimana cuaca tersebut.

Potential atau (potensial), yaitu menjelaskan kesempatan ekonomi dan pendidikan yang ditawarkan kepada pengunjung, pengusaha, imigran, seperti apakah mudah mencari pekerjaan, tempat yang bagus untuk bisnis, memiliki objek pariwisata yang menarik, atau merupakan tempat yang baik untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan yang tinggi. People atau (orang), yaitu menilai apakah penduduk kota bersahabat dan memberikan kemudahan dalam bertukar budaya, serta bahasa juga apakah hal tersebut menimbulkan rasa aman saat berada di dalamnya.

Pulse atau (semangat), yaitu menjelaskan apakah kota tersebut memperlihatkan nuansa gaya hidup urban sebagai bagian terpenting dari citra kota dan apakah publik dapat dengan mudah menemukan hal � hal yang menarik sebagai pengunjung maupun sebagai penduduk kota tersebut untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Prerequisite attau (prasyarat), yaitu menjelaskan potensi public terhadap dasar suatu kota.

Strategi Branding

Gelder (2005) mengemukakan beberapa elemen yang termasuk dalam brand strategy, yakni brand positioning, brand identity dan brand personality. Selain ketiga elemen tersebut, Schultz dan Branes (1999) menambahkan brand communication dalam elemen penting brand strategy.

Brand positioning, Gelder (2005) menjelaskan �Brand positioning as a way of demonstrating a brand‟s advantage over and differentiation from its competition�. Artinya, brand positioning adalah cara untuk mendemonstrasikan keunggulan yang dimiliki sebuah merek sekaligus sebagai pembeda dari kompetitor lain.

Brand identity, menurut Gelder (2005) adalah �a set of aspects that convey what a brand stands for: its background, its porpose and ambitions,� artinya, brand identity adalah kumpulan dari aspek-aspek yang bertujuan untuk menyampaikan tujuan keberadaan merek tersebut, melalui latar belakang merek, prinsip-prinsip merek, tujuan dan ambisi dari merek tersebut.

Brand Personality, Gelder (2005) menjelaskan �brand personality is developed to enhance the appeal of a brand to costumers.� Ini berarti, brand personality merupakan usaha untuk meningkatkan daya tarik merek dari luar ke mata konsumen.

Brand Communication, Schultz dan Barner (1999) menjelaskan bahwa dalam mengkomunikasikan sebuah brand kepada konsumen, diperlukan adanya komunikasi internal dan eksternal. Beberapa di antaranya adalah dengan menggunakan sales promotion, events, public relations, direct marketing, sponsorship dan advertising.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Denzim dan Lincoln (2009: 498) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian dengan menggunakan latar alamiah, dengan menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Pada penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan bagaimana hasil Analisa city brand hexagon untuk pengembangan destinasi �Nagekeo the Heart of Flores� dan strategi City Branding yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Nagekeo.

Objek Penelitian

Menurut Husein Umar (2005:303) �Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal- hal lain jika dianggap perlu.� Objek penelitian yang akan diteliti adalah mengenai City Brand HexagonNagekeo the Heart of Flores� yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo

Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah peran Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo dalam mengenalkan pariwisata Kabupaten Nagekeo yang belum dikenal oleh masyarakat umum agar dapat dikenal sehingga dapat bersaing dengan pariwisata di kabupaten lain seperti Kabupaten Manggarai Barat, Ende, Sikka, dan Ngada.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Menurut Faisal (1999:25), observasi merupakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap benda, kondisi, situasi, proses atau perilaku subjek yang diteliti. Sedangkan menurut Moleong (2000) wawancara sebagai percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu: yang mengajukan pertanyaan (interviewer) dan yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, atau yang diwawancarai (interview).

Prosesnya peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung ke lokasi Kabupaten Nagekeo setelah itu peneliti melakukan pengambilan gambar/foto dilokasi sebagai bukti dokumentasi. Wawancara langsung dengan informan, yaitu pihak Dinas Pariwisata kabupaten Nagekeo. Pada proses wawancara peneliti tidak berpatokan pada pedoman wawancara tetapi melakukan wawancara bebas dengan informan maksudnya bahwa pertanyaan yang di tanyakan tidak terstruktur (acak) namun arah dari maksud wawancara tersebut adalah ingin mengetahui strategi city branding yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Nagekeo dan mengenalisa city brand hexagon pada city branding tersebut.

Sumber Data

Data primer, menurut Lofland dalam Moleong (2010: 157) dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Sebelum dilakukannya wawancara peneliti melakukan observasi dilokasi untuk mendapat informasi tentang kondisi lokasi penelitian. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung mengenai Strategi city branding Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo melalui tagline �Nagekeo the Heart of Flores� yaitu dengan mewawancarai Kepala Dinas dan Kepala Bidang Promosi Dinas Pariwisata. Sedangkan untuk memperkuat penelitian pada City Brand Hexagon peneliti menambahkan beberapa narasumber yaitu Kepala suku atau orang penting di daerah Nagekeo, Masyarakat Nagekeo, dan wisatawan yang telah mengunjungi Kabupaten Nagekeo.

Data sekunder, adalah data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder yaitu literatur artikel, serta situs di internet.

Metode Analisis Data

Menurut Sugiyono (2014: 246-253), aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Teknik analisis data mempunyai prinsip yaitu untuk mengolah data dan menganalisis data yang terkumpul menjadi data yang sistematis, teratur, terstruktur, dan mempunyai makna. Aktivitas dalam analisis data, yaitu:

Reduksi Data

Mereduksi data yaitu merangkum dan meneliti hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting serta dicari tema dan polanya.

Data Display

Pada penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dalam hal ini peneliti akan menyajikan data dalam bentuk teks, untuk memperjelas hasil penelitian maka dapat dibantu dengan mencantumkan table atau gambar.

Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif.

Keabsahan Data

(Moleong, 2007:320) Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data yang diperoleh. Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa cara yang dilakukan untuk menguji keabsahan data hasil penelitian yaitu:

A. Triangulasi

Wiliam Wiersma (1986) mengatakan triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2007:273)

1.      Triangulasi Sumber

Menguji kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang diperoleh dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data (Sugiyono, 2007:274). Triangulasi sumber untuk penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai pakar komunikasi pariwisata, khususnya strategi branding destinasi wisata yaitu dosen salah satu Universitas di Nusa Tenggara Timur yang aktif dalam mengamati wisata Flores.

2.      Triangulasi Teknik

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya untuk mengecek data bisa melalui wawancara, observasi, dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar (Sugiyono, 2007:274).

B. Mengadakan Membercheck

Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2007:276).

 

Hasil dan Pembahasan

A. Gambaran Umum Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memiliki dua topik utama yang menjadi bahan analisis. Topik pertama yaitu analisis bagaimana strategi city branding yang dilakukan oleh Dinas Pariwsata Nagekeo dan mengidentifikasi penerapan enam elemen city brand hexagon dalam city branding �Nagekeo the Heart of Flores�. Penelitian dilaksanakan langsung di Kabupaten Nagekeo.

1.      Analisis Strategi City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo

a.      Brand Positioning

Brand positioning merupakan keunggulan destinasi wisata yang dimiliki oleh city branding �Nagekeo the Heart of Flores yang menjadi pembeda dari Kabupaten lainya yang ada di Flores. Keunggulan yang dimiliki Kabupaten Nagekeo adalah terdapat kawasan yang terbagi menjadi lima ring unggulan destinasi wisata unggulan yaitu Ring of Mbay, Ring of Lena, Ring of Kota Jogo Kinde, Ring of Koto, Ring of Ebulobo.

The Ring of Mbay didominasi oleh potensi wisata budaya dan sebagian kecil wisata buatan. The Ring of Mbay terbagi menjadi enam sub kawasan yaitu: kawasan Bukit Weweroet, air panas pantai Marapokot, Kawasan sekitar Kampung Adat Tutubhada, kawasan Kampung Adat Boanio, Kawasan air terjun Ngabatata, dan Kawasan Woedoa yang berbatasan langsung dengan The Ring of Kota Jogo Kinde dan The Ring of Lena.

The Ring of Lena, memiliki potensi detinasi wisata yang cukup tinggi, kawasan sekitar pantai Ria menjadi pusat destinasi dalan Ring ini, kawasan ini didominasi oleh wisata alam, berupa pantai dan bukit. Sehingga pada kawasan Ring of Lena dikembangkan dengan mengangkat tema ecotourism. Kawasan The Ring of Lena memiliki dua kawasan pendukung yaitu: Kawasan Kampung Adat Natalea (Raja Ola) dan Kawasan Pantai Tonggo.

The Ring of Kota Jogo Kinde, potensi destinasi wisata Ring ini didominasi oleh wisata alam yang berupa pantai yang terletak di pesisir utara Kabupaten Nagekeo. Kawasan pantai Kota Jogo menjadi pusat dalam kawasan ini. selain itu terdapat potensi wisata seperti jalur sutra Anakol-Kinde, tebing putih/Watu Bhaya, pasir putih, hutan mangrove, Teluk Todo, Dermaga Marina, serta adanya wisata buatan atau ekonomi kreatif berupa kerajinan anyaman maupun tenun, atraksi kesenian, dan memancing ikan dilaut. Dengan demikian maka kawasan sekitar pantai Kota Jogo potensial dikembangkan sebagai wisata alam dan mengkat tema wisata ecotourim.

The Ring of Koto, kawasan ini memiliki potensi wisata alam dan budaya yang cukup berimbang. Destinasi wisata Kampung Adat Udi dan Worowatu menjadi pusat kawasan dalam Ring ini. Selain destinasi tersebut The Ring of Koto memiliki kawasan pendukung yaitu kawasan kampug adat Pautola, rumah adat, Roka Re, serta adanya atraksi budaya Sepa Api. Sekitar kawasan ini juga terdapat wisata unggulan kampung adat wajo, pelataran rumah adat dan Peo, atraksi musik Ndoto/musik traditional, hingga tarian Tea Eku.

The Ring of Ebulobo, pada Ring terakhir ini di dominasi oleh wisata budaya. Kampung Adat Boawae, Kampung Adat Wae Lama (Kelewae), dan Kampung Adat Pajoreja memiliki keunikan karena berada dibawah kaki gunung berapi Ebubolo. Selain itu kampung-kampung wisata ini memiliki bebarapa acara ritual adat yang dapat di ikuti yaitu tinju adat tradisional etu, tarian ada Ja�i, wisata kuliner, dan homestay. Destinasi wisata khususnya Pajoreja telah disiapkan sebagai salah satu wisata premium oleh badan otorita pariwisata Labuan Bajo. Terdapat pariwisata pendukung lainnya yang ada di The Ring of Ebulobo yaitu pantai Ena Gera dan Pantai Mauponggo.

Selain lima ring, Kabupaten Nagekeo memiliki atraksi budaya yaitu tinju adat etu (ritual tinju untuk menguji kejantanan antar pemuda), Po�o kose (nasi bambu yang dibakar), Ndai (berburu), tandak (menari), esu kose, tea eku, dan toda gu (alat musik pukul dari gendang kecil dari bambu aur). Kabupaten Nagekeo juga memiliki warisan budaya kain tenun seperti hoba nage, ragi wo�I, telepoi dan mite, dhowik.

b.      Brand Identity

Brand Identity yang merupakan elemen identitas yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Nagekeo agar city branding dapat dikenali oleh wisatawan. Dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo meluncurkan city branding dengan tagline �Nagekeo the Heart of Flores� dan rebranding logo baru dari city branding Kabupaten Nagekeo. Tagline �Nagekeo the Heart of Flores� dapat dimaknai bahwa Kabupaten Nagekeo dalam posisi strategis berada di tengah-tengah pulau Flores yang menjadi inti atau pusat.

Gambar 1. Logo dan Tagline City Branding Kabupaten Nagekeo

 

Sedangkan logo rebranding logogram baru yang dilucurkan oleh Dinas Pariwisata Nagekeo memiliki filosofi pembuatan visual dari bentuk Peo yang telah di stalasi supaya menjadi bentuk visual yang menarik. Peo merupakan lambang pemersatu dan kedaulatan hukum adat Nagekeo. Peo biasanya di tanam ditengah kampung sebagai simbol persekutuan dan tata kehidupan masyarkat Nagekeo. Bentuk lancip atas pada logo menggambarkan gunung ebulobo yang merupakan gunung tertinggi di Nagekeo dan menjadi salah satu objek wisata alam. Bentuk lancip lainnya menyimbolkan savana Nagekeo yang terdapat sangat banyak di Nagekeo. Garis kuning dan magenta menyimbolkan motif kain tenun khas yang berasal dari Nagekeo yang diwariskan turun temurun oleh para leluhur. Kain tenun Nagekeo adalah menjadi pembeda dengan kabupaten lain dalam konteks tangible heritages. Visual lengkungan berwarna biru menyimbolkan keindahan panorama pantai menjadi salah satu ikonik terdapat sebuah pantai yang sangat indah dengan hamparan laut dan pemandangan alamnya. Visual heart sendiri mengartikan bahwa Nagekeo the Heart of Flores.

c.       Brand Personality

Brand personality merupakan karakteristik yang melekat dengan sebuah brand untuk meningkatkan daya tarik destinasi wisata Kabupaten Nagekeo kepada wisatawan. Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo membranding pariwisata Nagekeo dengan Kampung Kawa sebagai karakteristik yang melekat pada city branding �Nagekeo the heart of Flores�. Untuk memperkuat karakteristik sehingga dapat meningkatkan daya tarik bagi wisatawan, Dinas Pariwisata akan mengambil dan mengembangkan ikon-ikon yang menjadi daya tarik utama dari masing-masing ring.

��� Ikon-ikon tersebut nantinya akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu wisata ekologi dan edukasi, culture dan heritage, e-kraf dan calender event. Wisata ekologi dan edukasi terdiri dari Kampung Adat Kawa, Pantai Kotajogo, Pulau Kinde, Watuapi, Gunung Ebulobo, Bukit Amagelu, Pantai Ena gera, Desa wisata Pajoreja, Bukit Rohani Lela, Ri�I Ta�a, Pantai Tonggo, Pantai Wuamelu, dan Dhreisa. Wisata culture dan heritage terdiri dari Kampung adat Kawa, Rendu, Wajo, Boawae, Gero, dan Ngegedhawe. Wisata e-kraf dan calender of event terdiri dari Tinju adat etu, anyaman, tenun khas Nagekeo, Flores Culture Festival, Nagekeo ultra run, Flres downhill series, dan Flores sky festival.

d.      Brand Communication

Brand communication yang terdapat pada Dinas Pariwisata melibatkan lima unsur komunikasi yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dinas pariwisata Kabupaten merupakan komunikator yang secara secara internal bekerjasama atau menggandeng pihak ketiga dalan pengkajian data dan proses komunikasinya. Pihak ketiga tersebut merupakan tenaga ahli dari Universitas Binus Jakarta yang telah berpengalaman dalam dunia city branding. Informasi atau pesan yang ingin disampaikan adalah city branding �Nagekeo the Heart of Flores�. Dimana media yang digunakan adalah media sebagai komunikasi eksternal Dinas Pariwisata.

Pertama, menyelenggarakan event-event kebudayaan yang telah dijadwakan dan berkala tiap kawasan dengan mengambil beberapa lokasi yang sudah menjadi ikon dari masing-masing ring yang diintegrasikan dengan jenis wisata lain yang terdapat dalam ring tersebut. Kedua, mengemas promosi melalui media elektronik maupun non eletronik dengan launching theme song �Nagekeo the Heart of Flores� yang dinyanyikan oleh artis lokal nasional yaitu Ivan Nestorman dan Bupati Nagekeo. Tujuan dari launching theme song tersbeut memperkenalkan destinasi wisata di Kabupaten Nagekeo beserta atraksi lainnya yang memiliki kertakaitan.

Ketiga, menggunakan paid media yang diutamakan pada media-media nasional, baik elektronik maupun non elektronik. Keempat, mengoptimalkan owned media dalam rangka promosi atraksi wisata, khususnya jadwal event-event serta atraksi lainnya agar mudah diakses bagi para komunikan seperti pengelola wisata, wisatawan lokal, dan wisata mancanegara. Kelima, menggunakan media sosial sebagai penguatan peran komunitas dan promosi untuk meningkatkan �awareness� tentang Nagekeo. Keenam, menggunakan endorsment yang sesuai karakter budaya masyarakat Nagekeo. Ketujuh, penggunaan duta pariwisata Kabupaten Nagekeo yang berkarakter ramah, mengharagai dan juga berkomitmen. Efek yang diharapkan melalui brand communication adalah untuk pengambangan destinasi wisata melalui city branding �Nagekeo the Heart of Flores�

e.       Presence (kehadiran) City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata

���� Presence (kehadiran) kondisi kota atau status Kabupaten Nagekeo sebagai �The Heart of Flores� secara internasional saat ini sudah mulai dikenal oleh internasional. Hal ini terlihat dari upaya yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan respon dari narasumber tokoh masyarakat. Namun menurut responden masyarakat Nagekeo, Kabupaten Nagekeo belum dikenal oleh dunia Internasional. Menurut analisa peneliti terdapat kekurangan dari Dinas Pariwisata Nagekeo dalam hal penyampaian kepada masyarakat mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan dalam memperkenalkan Nagekeo kepada pihak luar. Sehingga menyebabkan tidak meratanya informasi kepada masyarakat. Dinas pariwisata sebagai komunikator sebaiknya mengemas informasi mengenai upaya mereka agar Nagekeo dikenal oleh mancanegara dengan baik dan terbuka. Agar informasi yang dapat tersebar dan merata sehingga masyarakat umum ikut membantu langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata.

Dinas Pariwisata Nagekeo pihaknya pertama kali mengadakan event internasional melalui event Tour de Flores. Event ini merupakan event balap sepeda internasional yang diselenggarakan oleh Federasi Balap Sepeda Internasional lisesnsi (Union Cycliste International / UCI) melalui daratan Flores pada tanggal 14-19 Juli 2017. Selanjutnya Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo melakukan percepatan pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif yang manjalin kerja sama dengan Badan pelaksana Otoritas Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF).

Berdasarkan peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018, BPOLBF memiliki fungsi otoratif dan koordinatif dengan pemerintah 11 kabupaten di Flores, Alor, Lembata, dan Bima (Floratama) dalam upaya percepatan pengembangan pariwisata dan ekraf yang berkelanjutan dan berdaya saing. Kerjasama ini diharapkan mampu mempromosikan Kabupaten Nagekeo baik dalam negeri dan luar negeri seperti Labuan Bajo, mendatangkan investor, pengembangan Sumber Daya Manusia industri dan kelembangaan pariwisata, pengembangan destinasi dan infrastruktur pariwisata.

f.       Potential (potensi) City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata

Potential mengevaluasi kesempatan ekonomi dan pendidikan yang ditawarkan kepada pengunjung, pengusaha, imigran, seperti apakah mudah mencari pekerjaan, apakah tempat yang bagus untuk bisnis ataukah memiliki objek pariwisata yang menarik, atau apakah merupakan tempat yang baik untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan yang tinggi. Kabupaten Nagekeo memiliki tingkat ekonomi Nagekeo kurang baik. Hal itu teridentifikasi dari susahnya mencari pekerjaan di Nagekeo dan kurang banyak jenis perkerjaan yang tersedia. Sedangkan untuk pendidikan, Nagekeo memiliki fasilitas pendidikan yang cukup baik serta menujang untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan yang tinggi.

Kabupaten Nagekeo menjadi tempat yang bagus bagi para pengusaha untuk mendirikan usaha atau bisnis karena Kabupaten Nagakeo memiliki banyak potensi pariwisata dan hasil bumi. Potensi tersebut dapat dlihat dari terbaginya lima ring atau zona kawasan wisata. The Ring of Lena (potensi landscape, culture, dan pilgrimage), The Ring of Kota Jogo -Kinde (landscape toirism), The Ring of Mbay (city tour), The Ring of Ebulobo (adventure tourism), dan The Ring of Koto (Agriculture dan heritage). Dengan semakin banyaknya pengusaha atau investor yang datang ke Nagekeo, maka lapangan perkerjaan akan semakin terbuka dan tingkat ekonomi masyarakat akan meningkat.

g.      Place (tempat) City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata

Presepsi masyarakat tentang aspek fisik dari Kabupaten Nagekeo di pada iklim, kebersihan lingkungan dan kemenarikan bangunan atau tata ruang Kota. Suasana Kabupaten Nagekeo dinilai cukup ramai. Namun penataan Kota Kabupaten Nagekeo dinilai tidak menarik karena beberapa faktor. Iklim Kabupaten Nagekeo berada dalam skala panas. Hal ini tergantung pada destinasi wisata atau daerah yang dikunjungi. Untuk menikmati cuaca panas The Ring of Mbay, The Ring of Kota Jogo-Kinde, The Ring of Koto dapat menjadi pilihan karena berada di dataran rendah dan lebih banyak memiliki destinasi wisata pantai. Sedangkan untuk menikmati cuaca sejuk The Ring of Ebulobo dan The Ring of Lena dapat menjadi pilihan karena di dominasi oleh dataran tinggi dan pegunungan.

Presepsi mengenai kebersihan kota, Kabupaten Nagekeo dinilai kurang bersih. Kesadaran masyarakat yang kurang dalam menjaga kebersihan lingkungan menjadi penyebab. Tentunya ini menjadi perhatian yang wajib dibereskan oleh Pemerintah Kabupaten Nagekeo. Kebersihan merupakan hal yang harus diperhatikan, karena nantinya akan membawa citra buruk bagi Kabupaten Nagekeo oleh wisatawan yang berkunjung. Suasana Kabupaten Nagekeo dinilai cukup ramai. Namun penataan Kota Kabupaten Nagekeo dinilai tidak menarik karena beberapa faktor.

h.      People (orang) City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata

Mengungkapkan apakah penduduk Kota dianggap hangat dan menyambut, apakah responden berpikir itu akan mudah untuk menemukan dan cocok menjadi sebuah komunitas yang berbagi bahasa dan budaya responden dan apakah responden akan merasa aman. Kenyamanan perjalanan wisata ke Kabupaten Nagekeo tidak tidak terlepas dari orang (people) Nagekeo yang memiliki kepribadian ramah, bersahabat, sopan, dan mudah bersahabat dengan pendatang baru sehingga wisatawan akan merasa aman jika berkujung ke Nagekeo.

Masyarakat Nagekeo sangat mendukung pemerintah melalui city branding �Nagekeo the Heart of Flores�, oleh karena itu masyarakat Nagekeo mudah dalam bertukar budaya dan bahasa pada siapa saja yang datang ke Kabupaten Nagekeo. Hal ini tidak terlepas dari budaya dan nilai masyarakat Nagekeo yang telah diwariskan secara turun menurun. Budaya dan nilai-nilai tersebut yaitu �To�o Jogho Waga Sama� atau gotong royong, �Kia Zi�a Tabhe Pawe� atau cinta kasih, �Pase Tenu �atau nasihat, dan �Wua Mesu� atau belas kasih. Sehingga setiap elemen masyarakat akan dapat berkolaborasi salam spirit yang sama menuju �Nagekeo the Heart of Flores�.

i.        Pulse (semangat dan gaya hidup) City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata

Mengukur persepsi bahwa ada hal menarik untuk mengisi waktu luang dan bagaimana menariknya Kota ini dianggap berkaitan dengan hal-hal baru yang ditemukan. Selain itu Pulse menganalisa bagaimana gaya hidup masyarakat kota tersebut sebagai bagian terpenting dari citra kota. Gaya hidup masyarakat Kabupaten Nagekeo masih sangat sederhana. Kesederhanaan yang diterapkan oleh masyarakat Nagekeo bukan berarti bahwa Kabupaten masih tertinggal akan kemajuan zaman. Namun hal ini tidak terelepas dari masih kuatnya budaya dan nilai-nilai yang diwariskan secara turun temurun. Nilai �Pase Tenu� atau nasehat menjadi salah satu faktor masyarakat Nagekeo masih begitu sederhana dalam menerapkan gaya hidup.

Kabupaten Nagekeo memiliki kegiatan setiap tahunnya yang pasti diadakan, dan masyarakat Nagekeo dengan semangat (pulse) To�o Jogho Waga Sama atau gotong royong� mewujudkan kegiatan tersebut. Kegiatan yang diadakan merupakan hal menarik lainnya yang dapat dilakukan untuk mengisi waktu luang ketika berada di Kabupaten Nagekeo. Desa wisata atau kampung adat dapat menjadi pilihan yang tepat bagi wisatawan yang ingin berwisata di Negekeo dan menginap sebab nantinya para wisatawan bisa menikmati dan melihat lansung bagaimana penduduk lokal menyiapkan pesta seperti etu, ndai, mendengarkan musik lokal dan nyanyian seperti tandak, tea eku, toda gu, mencium dan mencicipi aroma dan minuman dan hidangan penduduk lokal seperti po�o kose, esu kose.

Selain itu potensi menarik yang dapat memberikan daya tarik dan nuansa baru pada wisata Nagekeo adalah dengan mengikuti kegiatan pada calender of event Dinas Pariwisata Nagekeo dengan jenis kegiatan Tinju adat etu, anyaman, tenun khas Nagekeo, Wastra Budaya Nagekeo, Flores culture festival, Nagekeo ultra run, Flores downhill series, Tour de Flores, Indonesia Orienteering world rangking, dan Flores sky festival.

j.        Prerequisite (Prasyarat) City Branding �Nagekeo the Heart of Flores� Untuk Pengembangan Destinasi Wisata

Prerequisite memaparkan presepsi publik terhadap dasar suatu Kota, apakah suka jika tinggal disana, apakah kota tersebut memberikan akomodasi yang disediakan, serta kemudahan akses pemenuhan kebutuhan seperti infrastruktur dan lain � lain.Kabupaten Nagekeo memiliki program Kabupaten seribu homestay, nantinya rumah-rumah warga yang berada di lokasi wisata akan menjadi homestay. Saat ini pemerintah kabupaten Nagekeo sedang memberikan pelatihan dan penyuluhan kepada masyarakat yang nantinya akan ikut dalam program tersebut.

Namun potensi tersebut belum didukung oleh infrastruktur jalan menuju tempat destinasi wisata. Responden menilai banyak infratruktur jalan yang belum memadai sehingga menyusahkan wisatawan untuk mengakses tempat wisatawan tersebut. Selain infratruktur, transportasi umum yang ada di Kabupaten Nagakeo dinilai belum layak dan tidak layak digunakan karena transpotasi umum Nagekeo belum menjangkau destinasi wisata dan bukan diperuntukan untuk wisatawan melainkan untuk transportasi sehari-sehari untuk bekerja. Transportasi dari bandara menuju destinasi wisata menurut responden tidak mudah di dapatkan karena keterbatasan angkutan dan belum adanya harga tetap dari transportai tersebut.

Ketersedian akses jaringan komunikasi masih menjadi hal yang sulit dari setiap wisata di Nagekeo, akses jaringan komunikasi hanya tersedia jika berada dalam kota kecamatan dan belum terintegrasi sampai lokasi wisata, sehingga para wisatawan akan mengalami kesusahan dalam berkomunikasi jika berada di lokasi wisata. Di tengah keterbatasan tersebut Kabupaten Nagekeo sangat terbuka bagi pelaku wisata bisnis yang akan mendirikan usahanya di Nagekeo. Dan jika bisnis tersebut berkembang di Nagekeo maka masyarakat akan menerima dengan senang hati dan aman.

 

Kesimpulan

Presence Kabupaten Nagekeo memiliki presepsi yang baik dimata masyarakat Nagekeo. Kabupaten Nagekeo dinilai telah dikenal oleh dunia internasional. Presepsi baik tersebut dinilai berdasarkan event-event yang telah terselenggara di Nagekeo. Potential Kabupaten Nagekeo memiliki peresepsi yang baik dimata masyarakat Nagekeo dan wisatawan. Presepsi tersebut karena Kabupaten Nagekeo memiliki Fasilitas pendidikan yang lengkap dari PAUD sampai Perguruan Tinggi. Selain pendidikan, potensi pariwisata yang terdapat di Nagekeo menjadi faktor utama presepsi baik dimata masyarakat.

Place Kabupaten Nagekeo memiliki presepsi yang kurang baik bagi masyarakat dan wisatawan. Presepsi tersebut berdasarkan kualitas kebersihan kota dan tempat wisata yang ada di Nagekeo serta penataan kota yang dinilai tidak menarik. People dan Pulse Kabupaten Nagekeo memiliki presepsi yang baik dimata masyarakat dan wisatawan. Presepsi tersebut karena masyakat Nagekeo masih memiliki gaya hidup yang masih sangat sederhana dan memiliki kepribadian ramah, bersahabat, sopan, dan mudah bersahabat dengan pendatang baru sehingga wisatawan akan merasa aman jika berkujung ke Nagekeo. Prerequisite Kabupaten Nagekeo memiliki presepsi kurang baik dimata masyarakat dan wistawan. Persepsi tersebut karena infrastruktur jalan dan transportasi di Nagekeo masih banyak yang belum memadai, selain itu jaringan telekomunikasi masih sulit di akses.

Berdasarkan analisa peneliti mengenai strategi branding. Peneliti menarik kesimpulan bahwa Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo telah menggunakan brand positioning, brand identity, brand personality, dan brand communication dengan baik. Namun pada brand communication, peneliti menemukan tidak adanya konsistensi pada pengelolaan owned media dan media sosial.

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Anholt, Simon.2007. Competitive Identity: The New Brand Management Nations, Cities, and Regions. USA.Palgrave Macmillan

 

Anholt, S. 2006. �Public Diplomacy and Place Branding: Where`s the Link�. Journal of Communication Management Vol. 2 (4). New York: Palgrave Mc Millan.

 

Ardianto, Elvinaro, dan Bambang Q. Anees. (2007). Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

 

Cangara, Hafied. 2014. Perencanaan & Strategi Komunikasi. Depok: PT. Raja Grafindo Pustaka Denzin & Lincoln. 2009. Handbook of ���� Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

 

Gelder, S.V. 2003. Global Brand strategy. London: Kogan Page

 

Hidayah, Nurdin. 2019. Pemasaran Destinasi Pariwisata. Bandung: Alfabeta.

 

Husein Umar. (2005), Metode Penelitian Untuk Tesis Dan Bisnis, Jakarta: �� Grafindo Persada.

 

Kartajaya, Hermawan & Setiawan. 2014. WOW Marketing. Jakarta: Penerbit PT. Erlangga Pustaka Utama.

 

Kavaratzis, M. 2004. �From City Marketing to City Branding: Towards a Theoretical Framework For Developing City Brands�. Place Branding 1 (1): 58-73.

 

Kotler, Philip dan Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Jilid I, Edisi Kedua belas, Jakarta: PT. Indeks

 

Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid I Edisi ke 13. Jakarta: Erlangga

 

Keller, Kotler, 2016. Marketing Management, Edisi 15, Global Edition, USA: Pearson Education

 

Rohajat Harun, Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo 2011), h. 16

 

Moilanen, Teemu & Rainisto. 2009. How to Brand Nations, Cities and destinations, A Planning Book for place Branding. USA: Palgrave Macmillan.

 

Moleong, Lexy J. (2010), Metodologi penelitian kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung

 

Poerwandi, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. In Lembaga pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi UI. LPSP3.

 

Pujileksono, S. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang: I Intrans Publishing.

 

Pendit, Nyoman S. 2006. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.

 

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

 

Sugiyama, Kotaro; Andree, Tim. (2011). the Dentsu Way.United States: Dentsu Inc

 

Soemanagara, Dermawan. 2006. Marketing Communication �Taktik dan Strategi. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer (kelompok Gramedia)

 

Wenats, A.G E. dkk., 2012. Integrated Marketing Communication Komunikasi Pemasaran di Indonesia. �� Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Copyright holder:

Beatus Mario Sodede, Hifni Alifahmi (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: