Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 09, September 2022
HUBUNGAN
TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK TUNARUNGU USIA
7-12 TAHUN DI SLB KOTA BATU
Atika Nur Fadhilah1*,
Agus Ahmadi2,
Annisa Putri3
1*Magister
Ilmu Forensik, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia
2,3Fakultas
Kedokteran Gigi, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Kesehatan gigi pada anak tunarungu usia
sekolah memang buruk, dibanding dengan anak normal usia sekolah. Hal ini disebabkan
mereka memiliki kekurangan dan keterbatasan mental maupun fisik, untuk
melakukan pembersihan gigi sendiri secara optimal. Suatu pengetahuan
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, banyaknya informasi yang diperoleh,
keadaan lingkungan, pengalaman, usia, dan status
ekonomi seseorang. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan tentang sikap dan
tindakan seseorang, untuk mengaplikasikan informasi yang didapatkan, guna
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi kebiasaan. Anak tunarungu
lebih mudah menyerap informasi sebagai pengetahuan, dengan cara
peragaan atau praktik. Untuk mengetahui
hubungan
tingkat pengetahuan dengan kesehatan gigi dan mulut, pada anak tunarungu usia 7-12 tahun di SLB Kota Batu. Desain penelitian ini
adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan dengan pengukuran OHI-S dan pemberian kuesioner. Hasil
data yang dianalisis menggunakan uji non parametrik Spearman didapatkan nilai signifikansi 0,762, yang
berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan OHI-S, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak mempengaruhi OHI-S.
Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan OHI-S pada anak tunarungu usia 7-12 tahun
di SLB Kota Batu.
Kata
kunci: Pengetahuan, OHI-S,
Anak tunarungu usia 7-12 tahun.
Abstract
Dental health in deaf children is indeed bad, compared to normal children. This is because they have mental and physical limitations, to optimally clean their own teeth. A knowledge is influenced by the level of education, the amount of information obtained, the state of the environment, experience, age, and economic status of a person. This is influenced by knowledge of ones attitudes and actions, to apply the information obtained, to be manifested in everyday life and become a habit. Deaf children more easily absorb information as knowledge, by way of demonstration or practice. Thee purpose of this research is to determine the relationship between knowledge with dental and oral health in deaf children aged 7-12 years-old in SLB Kota Batu. The design of this research was observation analytic with cross-section design. The research was conducted OHI-S measurements and questioner. The results of the data that was analyzed using the Spearman non-parametric obtained a significance value of 0,762, which means that there were not significant relation between knowledge and OHI-S, so it can be concluded that knowledge not affect to OHI-S. There is no relationship between OHI-S and knowledge in deaf children aged 7-12 years-old in SLB Kota Batu.
Keyword: Knowledge, OHI-S, Deaf children aged
7-12 years-old
Pendahuluan
����������� Anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,
baik fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional, yang berpengaruh
secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya, dibandingkan
dengan anak-anak lain, yang seusia dengannya (Kemen-PPPA, 2013). Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2014, juga mempublikasikan jumlah
anak yang mengalami disabilitas di Indonesia. Berdasarkan data Susenas 2012,
didapatkan estimasi penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar
2,45%, dan sekitar 39,97% dari jumlah tersebut, mengalami lebih dari satu
keterbatasan atau disabilitas (Kemenkes, 2014).
����������� Salah
satu kelompok penyandang disabilitas adalah tunarungu. Menurut Pedoman
Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) tahun 2011, seorang
penyandang tunarungu adalah mereka yang mengalami keterbatasan dalam mendengar,
baik kehilangan pendengaran seluruhnya (tuli/deaf) maupun sebagian pendengaran (hard of hearing), dan biasanya diikuti oleh gangguan bicara,
sehingga tunarungu sering disebut juga sebagai tunawicara (Kemen-PPPA, 2013).
Keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunarungu dalam mendengar, mengakibatkan
gangguan pemrosesan informasi secara kognitif, yaitu keterbatasan dalam
menerima, menyimpan, dan mengungkapkan kembali informasi sebagai sebuah pemahaman,
mampu menggali dan menambah informasi tentang kesehatan gigi dan mulut, yang
nantinya akan menentukan sikap dan tindakan anak, dalam menjaga kebersihan
rongga mulutnya. Hal ini menyebabkan prevalensi terjadinya penyakit gigi dan
mulut seperti karies dan penyakit periodontal, pada anak berkebutuhan khusus
dengan gangguan pendengaran (anak tunarungu) menjadi lebih tinggi, dibandingkan
dengan orang normal akibat dari keterbatasan kemampuan yang dimiliki (Purohit, dkk., 2012). Dengan mendengar seseorang akan
mampu merekam informasi, yang merupakan gambaran dari pengetahuan, sehingga
akhirnya dapat memahami maksud informasi yang disampaikan (Mangunsong, 2011).
����������� Kesehatan
gigi pada anak tunarungu usia sekolah memang buruk,
dibanding dengan anak normal usia sekolah. Hal ini disebabkan mereka memiliki
kekurangan dan keterbatasan mental maupun fisik, untuk melakukan pembersihan
gigi sendiri secara optimal (Pusdatin, 2014). Suatu pengetahuan dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, banyaknya informasi yang diperoleh, keadaan
lingkungan, pengalaman, usia, dan status ekonomi
seseorang. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan tentang sikap dan tindakan
seseorang, untuk mengaplikasikan informasi yang didapatkan, guna diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi kebiasaan. Anak tunarungu lebih mudah
menyerap informasi sebagai pengetahuan, dengan cara
peragaan atau praktik (Notoatmodjo, 2011)
����������� Prevalensi
anak tunarungu di Indonesia berdasarkan data statistik Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia, menunjukkan bahwa jumlah anak-anak tunarungu di Indonesia
cukup tinggi mencapai 0,17%, dengan 17 dari 10.000 anak pra sekolah sampai umur
12 tahun mengalami tuli (Kemenkes, 2014). Persentase menurut kelompok usia pada
anak normal usia 7-9 tahun, yang bermasalah dengan gigi dan mulut sebesar
28,9%, dan kelompok usia 10-12 tahun yang bermasalah dengan gigi dan mulut
sebesar 25,2% (Seily, 2017). Anak usia sekolah adalah
anak-anak yang berusia 7-12 tahun, periode pubertas sekitar usia 12 tahun
merupakan tanda akhir masa kanak-kanak menengah (Potter dan Perry, 2010).
Menurut Wong (2009), anak usia sekolah atau anak yang
sudah sekolah akan menjadi pengalaman inti anak. Periode ini anak-anak dianggap
mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, dalam hubungan dengan orang
tua mereka, teman sebaya, dan orang lain. Usia sekolah
merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan, untuk keberhasilan
penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu.
Prevalensi penyandang
disabilitas di Jawa Timur sebanyak 30.525 anak, dan penyandang disabilitas di
Kota Batu sebanyak 232 anak (BPS, 2016). Oleh karena itu, peneliti ingin
mengetahui bagaimanakah hubungan tingkat pengetahuan dengan kesehatan gigi dan
mulut, pada anak tunarungu usia 7-12 tahun, khususnya
di SLB Kota Batu. Penelitian dilakukan di SLB Kota Batu, karena belum pernah
ada penelitian yang dilakukan di SLB Kota Batu.
Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan
kesehatan gigi dan mulut pada anak tunarungu usia 7-12
tahun di SLB Kota Batu. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk
mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan kesehatan gigi dan mulut
pada anak tunarungu usia 7-12 tahun di SLB Kota Batu.
Tujuan khususnya adalah untuk menilai sejauh mana hubungan tingkat pengetahuan
dengan kebersihan rongga mulut (OHI-S) anak tunarungu usia
7-12 tahun di SLB Kota Batu. Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan
dapat memberikan informasi yang berharga tentang hubungan antara tingkat
pengetahuan dan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunarungu, yang dapat
menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut dan memberikan masukan untuk
perencanaan pelayanan kesehatan. Secara aplikatif, penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hubungan tersebut, khususnya
pada anak tunarungu usia 7-12 tahun di SLB Kota Batu.
Metode
Peneltian
Penelitian ini merupakan
penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Lokasi
penelitian berlangsung di SLB Eka Mandiri Kota Batu pada tanggal 17 Juli 2019.
Populasi penelitian mencakup seluruh siswa tunarungu di SLB Kota Batu yang
berjumlah 20 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling,
sehingga seluruh populasi menjadi sampel. Variabel penelitian meliputi tingkat
pengetahuan anak (diukur dengan kuesioner) dan status OHI-S (Oral Hygiene
Index-Simplified) yang mengukur tingkat kebersihan gigi dan mulut. Instrumen
penelitian terdiri dari lembar informed consent, lembar kuesioner, dan indeks
OHI-S. Prosedur kerja melibatkan pengumpulan informed consent, pembagian dan
pengisian kuesioner, serta pemeriksaan OHI-S oleh
dokter gigi. Analisis data dilakukan dengan uji bivariate menggunakan uji
Spearman untuk data ordinal hasil pengukuran tingkat pengetahuan dan OHI-S.
Kerangka
Kerja
Survey pendahuluan untuk mendapatkan
data sekunder Penentuan
teknik pengambilan sampel dan kriteria sampel Pemberian
informed consent Pengambilan
informed consent dan
pembagian kuesioner Pemeriksaan
OHI-S Pengolahan
data, analisa data, kesimpulan Pengisian kuesioner
Gambar 1. Alur penelitian
Hasil
dan Pembahasan
�� Penelitian mengenai
hubungan tingkat pengetahuan dengan kesehatan gigi dan mulut pada anak
tunarungu dilakukan pada tanggal 17 Juli 2019. Penelitian ini dilakukan pada
anak usia 7-12 tahun di SLB Eka Mandiri Kota Batu.
Jumlah responden keseluruhan yang didapat dengan teknik total sampling sejumlah 20 anak.
Dilakukan pengukuran
pengetahuan menggunakan kuesioner dan pengukuran OHI-S. Selanjutnya, data hasil penelitian dikumpulkan, dilakukan
pengolahan dan dianalisis dengan menggunakan uji Spearman. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah
ini.
A.
Karakteristik
Responden
Tabel
1
Karakteristik
Responden Berdasarkan Pengetahuan
Klasifikasi |
Frekuensi |
Proporsi (%) |
|
|
Baik |
2 |
10 |
||
Cukup |
4 |
20 |
||
Kurang |
14 |
70 |
||
Total |
20 |
100,0 |
|
|
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pengetahuan responden
sebagian besar pada pengetahuan kurang berjumlah 14 responden, dengan
presentase 70%, dan yang paling sedikit pada pengetahuan baik berjumlah 2
responden, dengan presentase 10%.
Tabel
2
Karakteristik
Responden Berdasarkan OHI-S
Klasifikasi |
Frekuensi |
Proporsi
(%) |
|
|
Baik |
18 |
90 |
||
Sedang |
2 |
10 |
||
Buruk |
0 |
0 |
||
Total |
20 |
100,0 |
|
|
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa OHI-S responden sebagian besar pada OHI-S baik berjumlah 18 responden, dengan presentase 90%, dan yang
paling sedikit pada OHI-S sedang
berjumlah 2 responden, dengan presentase 10%.
B.
Tabulasi
Silang
Tabel
3
Tabulasi
Silang Pengetahuan Dengan OHI-S
OHI-S |
Baik |
Sedang |
Total |
|
Pengetahuan |
||||
Baik |
2 |
0 |
2 |
|
Sedang |
3 |
1 |
4 |
|
Buruk |
13 |
1 |
14 |
|
Total |
18 |
2 |
20 |
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa responden sebagian
besar pada OHI-S baik dengan
pengetahuan yang buruk, berjumlah 13 responden, dan yang paling sedikit pada OHI-S sedang dengan pengetahuan yang
sedang dan buruk, masing-masing berjumlah 1 responden.
C.
Uji
Hipotesis
Dilakukan uji non-parametrik yaitu uji Spearman untuk mengetahui hubungan
tingkat pengetahuan dengan kesehatan gigi dan mulut.
Tabel
4
Uji
Hipotesa Spearman
Correlation
Coefficient |
-,072 |
|
|
Sig.
(2-tailed) |
0,726 |
||
Pada tabel 4 didapatkan hasil uji hipotesis Spearman
nilai signifikan 0,726, dengan
nilai signifikan lebih besar dari 0,05.
Penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan penelitian p=0,05
dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji hipotesis menggunakan Spearman untuk menunjukan adanya hubungan yang
signifikan, maka dapat dilihat ada atau tidaknya hubungan pada penelitian yang
telah dilakukan. Tidak terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan pada
anak tunarungu di SLB Kota Batu dengan OHI-S.
Pembahasan
Penelitian mengenai
hubungan tingkat pengetahuan dengan kesehatan gigi dan mulut, pada anak
tunarungu usia 7-12 tahun, di SLB Kota Batu, yang
terdiri dari 11 responden perempuan dan 9 responden laki-laki. Penelitian
dilakukan dalam waktu satu hari di SBL Eka Mandiri Kota Batu. Pengukuran OHI-S pada responden dilakukan oleh
Dokter Gigi Puskesmas.
Pengetahuan mengenai
kesehatan gigi dan mulut sangat penting, untuk terbentuknya tindakan dalam
menjaga kebersihan gigi dan mulut. Kebersihan gigi dan mulut dilakukan untuk
mencegah penyakit gigi dan mulut, meningkatkan daya tahan tubuh, dan
memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan. Menjaga kebersihan
gigi dan mulut pada usia sekolah, merupakan salah satu
cara dalam meningkatkan kesehatan pada usia dini (Gede, dkk. 2013)
Pada tabel 1 didapatkan
pengetahuan responden dalam klasifikasi buruk yang berjumlah 14 responden,
sedang 4 reponden, dan 2 responden dalam klasifikasi baik. Hal ini disebabkan
anak tunarungu memiliki beberapa karateristik, yang menyebabkan anak tunarungu
kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain (Suharmini, 2009). Sedangkan
menurut Rahayu (2010), terdapat 8 hal yang mempengaruhi pengetahuan yaitu
pendidikan, pekerjaan, pengalaman, usia, kebudayaan, minat, paparan informasi,
dan media. Sehingga anak tunarungu memiliki pengetahuan yang buruk.
Pada tabel 2 didapatkan OHI-S responden dalam klasifikasi sedang
berjumlah 2 responden dan OHI-S 18
responden dalam klasifikasi baik. Uji hipotesis menggunakan Spearman menunjukkan
tidak adanya hubungan yang signifikan,
antara tingkat pengetahuan, dengan OHI-S pada anak tunarungu usia 7-12 tahun di SLB Kota Batu. Hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan OHI-S pada anak tunarungu usia 7-12 tahun di SLB Kota Batu.
Hasil
ini sesuai dengan penelitian Aulia, dkk. (2017), menyatakan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan hubungan antara pengetahuan dengan sikap pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut. Hal ini dikarenakan berbagai faktor, diantaranya
faktor lingkungan, peran guru dan orang tua. Peran orang tua juga penting dalam
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak. Pengetahuan orang tua mengenai
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut berpengaruh besar pada pembentukan sikap
dan perilaku anak di masa depan.
�Hasil ini juga serupa dengan penelitian yang
dilakukan Putra (2011) di Manado diperoleh hasil penelitian bahwa anak
tunarungu mempunyai kebersihan gigi dan mulut baik dan sedang. Hal ini
dikarenakan kesehatan fisik yang hampir sama dengan
anak normal lainnya, sehingga tidak menghambat anak tunarungu dalam menjaga
kebersihan gigi dan mulutnya, meskipun memiliki keterbatasan dalam mendengar
dan berkomunikasi. Hal ini dapat disebabkan adanya peran serta orang tua dan
guru, yang turut membantu siswa dalam aktifitas menjaga kebersihan diri sendiri
baik di rumah maupun di lingkungan sekolah, seperti saat menyikat gigi.
Faktor lain yang dapat
mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut selain menyikat gigi, juga jenis makanan
(Suwelo, 1992). Menurut Tarigan (2013), fungsi mekanis dari makanan yang
dimakan, berpengaruh dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut, diantaranya
makanan yang bersifat membersihkan gigi, yaitu makanan yang berserat dan berair
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Sebaliknya makanan yang dapat merusak
gigi adalah makanan yang manis dan mudah melekat pada
gigi seperti coklat, permen, biskuit, dan lain-lain.
Pada anak disabilitas
lebih sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan
dari anak disabilitas dianjurkan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan oleh
dokter dan terapisnya, sedangkan makanan yang merusak gigi seperti makanan yang
manis dan melekat tidak dikonsumsi oleh anak
disabilitas, karena makanan tersebut adalah makanan pantangan, atau makanan
yang tidak boleh dikonsumsi anak disabilitas (Ervon, 2018).
Pengetahuan
anak tunarungu buruk, dapat disebabkan anak tunarungu kurang dapat menyampaikan
informasi yang dimiliki secara utuh, dan juga dapat disebabkan karena anak
kurang tepat dalam menerima informasi yang diberikan sehingga terjadi miss
communication (Winarsih, 2013). Pengetahuan adalah
merupakan hasil tahu, terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu, dan penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia
yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian
besar 13 pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2003). Gangguan mendengar yang dialami anak tunarungu, menyebabkan terhambatnya
perkembangan bahasa anak, karena perkembangan tersebut, sangat penting untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain membutuhkan
bahasa dengan artikulasi atau ucapan yang jelas, sehingga pesan yang akan disampaikan dapat tersapaikan dengan baik dan mempunyai
satu makna, serta tidak ada salah tafsir makna yang dikomunikasikan (Winarsih,
2013). Sedangkan anak tunarungu biasanya mengalami masalah dalam artikulasi,
yaitu mengucapkan kata-kata yang tidak atau kurang jelas (Suharmini, 2009).����
Kesimpulan
Kesimpulan didapat bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan kesehatan
gigi dan mulut pada anak tunarungu usia 7-12 tahun di
SLB Kota Batu pada tahun 2019. Selain itu, pengetahuan yang kurang pada anak
tunarungu tidak secara langsung menyebabkan buruknya Oral Hygiene
Index-Simplified (OHI-S) pada anak-anak tersebut. Namun, untuk pengembangan
pengetahuan lebih lanjut, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan yang
mungkin menggunakan metode wawancara sebagai media untuk menggali lebih dalam
tentang hubungan antara pengetahuan dan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunarungu.
BIBLIOGRAFI
Anggriana,
D., dan Musyrifah. 2005. �Stimulating Factor of Parents� Motivation to Take
Their Children Dental Health for Treatment in The
Faculty of Dentistry Airlangga University�. Journal
of Dental Health. 38(12-15).
Arikunto,
S. 2013. Metode Penelitian. Jakarta:
Bumi Aksara.
Arsyad,
A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Aulia,
BF., Zubaedah, C., dan Wardani, R. 2017. �Hubungan
Pengetahuan dengan Sikap Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa Pondok
Pesantren Salafiyah Al-Majidiyah�. Journal
Kedokteran Gigi Unpad. 29(2): 145-150.
Budiharto.
2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan
dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.
Boothroyd,
A. dan Gatty, J. 2012. The Deaf Child in A Hearing Family: Nurting Development. San Diego: Plural
Publishing.
Badan
Pusat Statistik. 2016. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Timur. https://jatim.bps.go.id/statictable/2017/10/10/650/penyandang-masalah-kesejahteraan-sosial-menurut-kabupaten-kota-2016.html.
[Diakses tanggal 25 Januari 2019. Pukul 20.13 WIB]
Budiharto,
J. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku
Kesehatan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.
Carranza,
F.A., Newman, M.G., and Takei, H.H.
2018. Clinical Periodontology. 13th
ed. WB. Philadelphia: Saunders.
Chindy
S, N. dan Didin, K. 2016. �Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan Status
Kebersihan Gigi dan Mulut Anak Tuna Rungu Usia 9-12 Tahun Di SLB Kota Padang�. Journal of Dental Health, 83.
Deddy,
M. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Departemen
Kesehatan RI. 2000. Profil Kesehatan Gigi
dan Mulut di Indonesia pada Pelita V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman
Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Dorland,
W.A. Newman. 2015. Kamus Kedokteran
Dorland. Alih Bahasa Huriwati Hartanto, dkk. edisi
29. Jakarta: EGC.
Eriska.
2005. �Pengenalan dan Perawatan Kesehatan Gigi Anak Sejak Dini�. Jurnal Kedokteran Gigi. 29(1): 16.
Ervon,
V. dan Boy, H. 2018. �Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak
Autisme�. Health Journal. 5(2):
55-60.
Gede,
I., Pandelaki, K., dan Mariati, W. 2013. �Hubungan Pengetahuan Kebersihan Gigi
dan Mulut dengan Status Kebersihan Gigi dan Mulut pada Siswa SMA Negeri 9
Manado�. Jurnal e-Gigi (EG). 1(2):
84-88.
Geniofam.
2010. Mengasuh dan Mensukseskan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Gara Ilmu.
Hanny,
N. S. 2014. �Aplikasi Pembelajaran Bahasa Isyarat untuk Tunawicara dengan
Standart American Sign Language�. Jurnal Ilmiah, 3(1): 1.
Hockbenry,
M. J. and Wilson, D. 2009. Wong�s Nursing Care Infants and Children. St.
Louis: Mosby Elsevier.
Ignatia,
PS. 2013. �Perbedaan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa
Sekolah Dasar di Kota dan di Desa�. Jurnal
Kedokteran Gigi. 4(38).
Kementerian
Kesehatan. 2014. Situasi Penyandang
Disabilitas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.�
Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2013. Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga dan Masyarakat).
Jakarta: Deputi Bidang Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Kirk,
A.S. 1986. Pendidikan Anak Luar Biasa.
Jakarta: DNIKS.
Mangunsong,
Frieda. 2011. Psikologi Dan Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus: Jilid 2. Jakarta: LPSP3UI.��
Maria,
V., Ade, I., dan Muhammad, D. 2014. �Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi dengan
Konsisi Oral Hygiene Anak Tunarungu USIA
Sekolah�. Journal of Dental Health.
2(1): 67.
Marya,
C. M. 2011. Textbook of Public Health
Dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Megananda,
H., Herijulianti, E., dan Nurjanah, N. 2011. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi.
Jakarta: EGC.
Muscari,
M. E. 2009. Panduan Belajar: Keperawatan
Pediatrik. 4rd ed.
Jakarta: EGC.
Ngalim,
Purwanto. 2012. Prinsip-prinsip dan
Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelian Kesehatan. Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
S. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan
Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoharjo,
IT. dan Halim, Frans XS. 2010. �Gambaran Kebersihan
Mulut dan Gingivitis pada Murid Sekolah Dasar di Puskesmas Sepatan
Tangerang�.� Media Litbang Kesehatan. 10 (4): 180.
Potter,
P. A. and Perry, A. G. 2010. Fundamental Nursing: Concept, Process and
Practice. 7th ed. St.
Louis: Mosby Year Book.
Purohit,
Bharathi, M. and Abhinav S. 2012.
�Oral Health Status of 12-Year-Old Children with Dissabilities and Controls in
Southern India�. WHO South East Asia
Journal of Public Health. 1(3): 330-338.
Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014. Penyandang Disabilitas pada Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Putra,
N., Kandou, J., dan Leman, MA. 2011. �Gambaran Kebersihan Gigi dan Mulut pada
Anak Cacat di SLB YPAC Manado�. Jurnal
e-GiGi (eG). 5(1): 31.
Rahayu,
D. 2010. Pengaruh Pengetahuan dan Sikap
Ibu terhadap Pelaksanaan Pijat Bayi. Yogakarta: UGM.
Santrock,
J. W. 2008. Life Span Development. 12th ed. Newyork: McGraw
Hill.
Sariningsih,
Endang. 2012. Merawat Gigi Anak Sejak USIA
Dini. Jakarta: Gramedia.
Seily,
E. S., Damajanty, H. C., dan Michael, A. L. 2017. �Gambaran Kecemasan Anak Usia
6-12 Tahun terhadap Perawatan Gigi di SD Kristen Eben Haezar 2 Manado�. Jurnal e-GiGi (eG), 5(2): 2.
Somantri,
S. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa.
Bandung: PT Refika Aditama.
Suharmini,
Tin. 2009. Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus. Yogyakarta: Kanwa Publisisher.
Sukanto.
2000. Dasar dasar Metode Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Suwelo,
I.S. 1992. Karies pada Anak dengan
Berbagai Faktor Etiologi pada USIA Prasekolah. EGC: Jakarta.
Tarigan,
H.G. 2013. Berbicara sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Warnadi.
2013. Pengantar Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Winarsih,
M. 2013. Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan
Khusus bagi Pendamping (Orangtua, Keluarga, & Masyarakat). Kementerian Pemberdayaan Perempuan &
Perlindungan Anak Republik Indonesia. Jakarta: Depdiknas Dirjen Pendidikan
Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Wiroatmojo,
P. dan Sasonoharjo. 2002. Media Pembelajaran.
Jakarta: LAN RI.
Wong,
D.L. 2009. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik (A. Hartono, S. Kurnianingsih, dan Setiawan, Penerjemah).
Jakarta: EGC.
Copyright holder: Atika
Nur Fadhilah, Agus Ahmadi, Annisa Putri (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |