Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 10, Oktober 2023

 

PERAN APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) DALAM PENGENDALIAN FRAUD PENGADAAN BARANG/JASA DI PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA

 

Maya Angelia Sanni, Jantje J. Tinangon, Hendrik Manossoh

Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi, Manado

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) peran aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa; 2) kendala yang dihadapi oleh APIP ketika melaksanakan perannya tersebut. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan metode purposive sampling dalam penentuan informan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa APIP yang ada di Inspektorat Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan perannya secara efektif dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa melalui tiga pendekatan, yakni: pencegahan, pendeteksian dan edukasi. Namun demikian dalam melakukan perannya, APIP menghadapi kendala yaitu: kompetensi auditor yang belum merata, keterbatasan anggaran, serta gangguan terhadap objektivitas auditor.

 

Kata kunci: Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Pengendalian, Fraud, Pengadaan Barang/Jasa

 

Abstract

This study aims to find out: 1) the role of the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP) in controlling goods/services procurement fraud; 2) the obstacles faced by APIP when carrying out its role. Qualitative research with a phenomenological approach is the method used in this study. The main technique used in data collection is in-depth interviews using purposive sampling methods in determining research informants. The results of the study indicate that the APIP in the Inspectorate of North Sulawesi Province carrying out its role effectively in controlling fraud of goods/services procurement through three approaches, that are: prevention, detection, and education. However, in performing its role, APIP faces obstacles, that are: unequal auditor competence, budget constraints, and auditor objectivity interference.

 

Keywords: The Role of Government Internal Supervisory Apparatus (APIP), Controlling, Fraud, Procurement of Goods/Service

 

Pendahuluan

Fraud merupakan suatu fenomena yang telah terjadi sejak zaman dahulu. Penelusuran akuntansi dan audit melalui penemuan arkeologi zaman Babilonia dan Mesir kuno membuktikan adanya beberapa dokumen transaksi penipuan/manipulatif, digunakan sebagai dasar verifikasi dalam akuntansi (Petraşcu & Tieanu, 2014). Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) mengklasifikasikan fraud dalam tiga bentuk yakni: korupsi, penyalahgunaan aset dan kecurangan laporan keuangan.

Menurut Hiro Tugiman (2006) fraud mencakup perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang. Dalam Fraud Triangle Theory yang dikembangkan oleh Donald R. Cressey (1953), penyebab seseorang melakukan fraud adalah sebagai berikut:

a.         tekanan (pressure), berhubungan dengan niat, motivasi atau dorongan dalam diri seorang individu untuk melakukan kecurangan. Hal ini bisa dipicu oleh adanya permasalahan keuangan, kebiasaan buruk atau sifat tamak yang dimiliki oleh individu tersebut.

b.        kesempatan (opportunity), merupakan peluang seseorang melakukan kecurangan, antara lain penyebabnya yakni : kepercayaan yang berlebihan terhadap bawahan, internal kontrol yang lemah, regulasi yang longgar serta tidak adanya pemisahan tugas dan fungsi dalam suatu organisasi.

c.         pembenaran (rationalization), terjadi dalam hal seseorang atau sekelompok orang membangun pembenaran atas kecurangan yang dilakukan.

Fenomena fraud dapat ditemukan baik dalam organisasi swasta maupun organisasi pemerintahan. Salah satu sektor pengelolaan keuangan negara yang sangat rentan terhadap fraud adalah pengadaan barang/jasa. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 mendefinisikan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai, oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Pengadaan barang/jasa berperan penting dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah.

Oleh karena itu praktik fraud dalam pengadaan barang/jasa dapat berdampak pada terhambatnya proses pembangunan dan pelayanan publik bagi masyarakat, yang kemudian dapat merusak reputasi instansi pemerintah dan mengikis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Selain itu fraud dalam pengadaan barang/jasa juga mengakibatkan kerugian keuangan negara maupun daerah yang sangat besar.

Berdasarkan data yang diperoleh Indonesia Corruption Watch, pada tahun 2022 terdapat 579 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum, dimana 250 kasus atau 43 persen diantaranya berdimensi pengadaan barang/jasa dengan jumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan bernilai kurang lebih Rp.18.507.116.429.488 (www.antikorupsi.org).

Fenomena serupa juga masih dijumpai dalam pengelolaan keuangan pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, salah satunya nampak melalui hasil pemeriksaan BPK-RI Perwakilan Sulawesi Utara atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dalam hasil pemeriksaannya BPK-RI mengungkap temuan yang berakibat pada kerugian keuangan daerah yang disebabkan oleh fraud dalam pengadaan barang/jasa berupa kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran, pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak/spesifikasi, adanya harga satuan timpang serta keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan.

Selaras dengan hal tersebut, Jatiningyas dan Kuswara (2011) dalam penelitiannya mengemukakan beberapa bentuk fraud yang dapat terjadi dalam pengadaan barang/jasa, yakni:

1.        Ketidaksesuaian antara barang/jasa yang diperjanjikan dalam kontrak dengan kebutuhan instansi dan/atau masyarakat, baik dilihat dari jenis, kualitas, maupun kuantitas barang/jasa

2.        Ketidaksesuaian antara spesifikasi teknis barang/jasa yang telah diselesaikan oleh penyedia barang/jasa dengan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam perjanjian/kontrak

3.        Ketidakwajaran harga barang/jasa yang disepakati dalam perjanjian/kontrak

4.        Keterlambatan penyelesaian pekerjaan

Risiko fraud dalam pengadaan barang/jasa dapat diminimalisir dengan adanya sistem pengendalian internal yang memadai. Romaissah (2019) melakukan penelitian yang mendukung hal tersebut, dimana dalam penelitiannya terbukti bahwa pengendalian intern memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan fraud barang/jasa. Artinya apabila pengendalian internal yang diperlukan telah dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka pencegahan fraud disektor pengadaan barang/jasa di pemerintahan akan semakin baik.

Penerapan sistem pengendalian internal dalam lingkungan kerja instansi pemerintah salah satunya melalui perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) yang efektif. APIP adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan, dan terdiri atas: a) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden; b) Inspektorat Jenderal (Itjen) yang bertanggung jawab kepada Menteri/pimpinan lembaga; c) Inspektorat Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur, dan; d) Inspektorat Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 perwujudan peran APIP yang efektif sekurang-kurangnya harus memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 juga secara jelas menyatakan bahwa peran APIP untuk memperkuat dan menunjang efektifitas sistem pengendalian intern adalah dengan melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara yang didalamnya mencakup proses pengadaan barang/jasa (BPKP, 2019).

Selaras dengan itu, Andi Miftahul Syukron (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa terkait dengan pengawasan atas proses pengadaan barang/jasa, Inspektorat Bantul menjalankan peran assurance dan consulting. Peran assurance diwujudkan melalui pelaksanaan pemeriksaan regular dan reviu PBJ, sedangkan consulting dilakukan melalui pendampingan terhadap auditi yang mengalami beberapa kendala pada saat proses pengadaan barang/jasa.

Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Lumempouw (2017) yang menyatakan bahwa dalam pencegahan dan pendeteksian fraud biaya perjalanan dinas, Inspektorat Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan peran assurance berupa pemeriksaan reguler, dan peran consulting berupa pendampingan dan sosialisasi. Selain assurance dan consulting, auditor internal juga melakukan anti-fraud activities dengan memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko sebagai perwujudan perannya dalam pencegahan fraud pengadaan barang/jasa (Fachruddin, 2021).

Lebih luas dari itu, Gamar (2015) menyatakan peran auditor internal pemerintah tidak hanya sekedar sebagai pengawas tetapi juga pengendali. Auditor sebagai pengendali memiliki makna yang lebih tinggi dari sekedar pengawas, jika seorang auditor berperan sebagai pengendali, maka dia harrus mengawasi dengan baik apa yang dilakukan oleh aparat pemerintah di daerah, dan bagaimana mereka melakukan kegiatannya.

Apabila ada hal-hal yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan, maka auditor internal berkewajiban menegur dan mengarahkan agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai koridor. Singkatnya peran auditor internal sebagai pengendali adalah memastikan bahwa segala proses yang ada dalam pemerintahan untuk mencapai tujuan pembangunan telah dilaksanakan secara akuntabel

Agar dapat melaksanakan perannya dengan baik APIP harus memiliki pemahaman tentang pengendalian yang berkaitan dengan risiko fraud. Sebagai auditor internal pemerintah, APIP dituntut memiliki predikasi yaitu kemampuan akal sehat, profesional, dan memiliki tingkat kehati-hatian, untuk yakin bahwa fraud telah, sedang atau akan terjadi. Selain itu, APIP juga memerlukan tingkat pengetahuan teoretis dan pengalaman praktis yang unggul untuk membantu mengetahui kemungkinan skema dan skenario fraud secara spesifik di organisasi serta dapat mengenali gejala-gejala kemungkinan terjadinya skema fraud (Yusuf, Nurwanah, & Sari, 2022).

Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, dalam penelitian dengan metode fenomenologi ini, peneliti tertarik untuk melakukan analisis secara mendalam mengenai peran aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) dalam pengendalian fraud yang secara spesifik terjadi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, serta kendala yang dihadapi oleh APIP dalam melaksanakan perannya tersebut.

 

 

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang menggambarkan fenomena didasarkan pada sudut pandang informan, menemukan beberapa realitas dan mengembangkan pemahaman holistik dari fenomena dalam konteks tertentu (Mamahit, 2018). Menurut (Trisliatanto, 2020) penelitian kualitatif juga dapat dimaknai sebagai rangkaian kegiatan penelitian yang mengembangkan pola pikir induktif dalam menarik suatu kesimpulan dari suatu fenomena tertentu.

Dengan pendekatan ini, peneliti dapat memperoleh gambaran yang lengkap dari permasalahan yang dirumuskan dengan memfokuskan pada proses dan pencarian makna dibalik fenomena yang muncul dalam penelitian dengan harapan agar informasi yang dikaji lebih bersifat komprehensif, mendalam, alamiah dan apa adanya. Menurut Giam (2021) studi fenomenologi merupakan studi yang berusaha mencari �esensi� makna dari suatu fenomena yang dialami oleh beberapa individu. Fenomenologi memiliki tujuan utama untuk mereduksi pengalaman individu pada fenomena menjadi deskripsi tentang esensi atau intisari universal.

Deskripsi tersebut terdiri dari �apa� yang mereka alami dan �bagaimana� mereka mengalaminya. Melalui pendekatan ini peneliti ingin memperoleh suatu gambaran yang utuh dan pemahaman yang mendalam mengenai peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa pada pemerintah daerah serta kendala yang dihadapi terkait dengan pelaksanaan peran tersebut, berdasarkan pada pengalaman APIP itu sendiri.

Penelitian dilakukan di Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara sejak bulan November 2022 sampai dengan selesai. Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang terdiri Sekretaris (kode I1), Inspektur Pembantu Wilayah V (kode I2), Inspektur Pembantu Wilayah IV (kode I3), Auditor Madya (kode I4) dan Auditor Muda (kode I5). Penentuan informan penelitian menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria dan pertimbangan bahwa informan memiliki wewenang, kompetensi dan pengalaman yang memadai serta keterlibatan secara aktif dalam kegiatan penanganan fraud barang/jasa.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh melalui kajian dokumentasi seperti laporan hasil pengawasan, literatur, serta peraturan/ketentuan yang berkaitan dengan tujuan penelitian, Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data di lapangan model Miles and Huberman, dengan melalui tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (Sugiyono, 2014).

Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini dilakukan triangulasi dengan cara membandingkan hasil wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama. Selain itu juga uji kredibilitas data dilakukan melalui membercheck dengan cara membacakan kembali transkrip hasil wawancara serta garis besar hasil analisis tema kemudian memintakan umpan balik dari pemberi data berupa persetujuan atau kesepakatan.

 

Hasil dan Pembahasan

Peran APIP Dalam Pengendalian Fraud Pengadaan Barang/Jasa

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diperoleh informasi bahwa Inspektorat Daerah selaku APIP pada pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan peran mereka dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa melalui tiga pendekatan, yaitu pencegahan, pendeteksian dan edukasi, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut :

1.      Pencegahan

Pengendalian fraud melalui pendekatan pencegahan dilakukan oleh APIP sebagai upaya untuk meminimalisir risiko terjadinya fraud serta untuk menjamin bahwa proses pengadaan barang/jasa bebas dari fraud. Dalam pendekatan pencegahan ini, Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan pengawasan internal berupa Reviu RKA, Reviu HPS dan Probity Audit.

Pelaksanaan reviu Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) perangkat daerah bertujuan untuk menjamin bahwa pengadaan barang/jasa tepat sasaran, tidak terjadi pemborosan anggaran serta menghindari terjadinya kolusi dalam penentuan penyedia barang/jasa. Melalui reviu RKA Inspektorat Daerah memberikan keyakinan terbatas bahwa barang/jasa yang diadakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan, kemudian anggarannya telah diakomodir atau telah tersedia, serta proses dan tata cara pengadaan telah sesuai dengan aturan yang berlaku, misalnya dalam pemaketan pekerjaan dan metode pengadaan yang akan digunakan.

Hal ini sejalan dengan Peraturan BPKP Nomor 3 tahun 2019 tentang Pedoman Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam suplemen pedoman pelaksanaan reviu atas perencanaan pengadaan barang/jasa dinyatakan, reviu RKA oleh APIP bertujuan untuk memberi keyakinan bahwa rencana pengadaan barang/jasa yang tercantum dalam RKA telah sesuai dengan hasil identifikasi kebutuhan yang riil serta telah sesuai dengan target kinerja dalam dokumen RKPD dengan memperhatikan prioritas pembangunan daerah dan kemampuan keuangan daerah.

Selain itu dalam pedoman juga menyatakan bahwa tujuan dilaksanakannya reviu RKA oleh APIP adalah untuk meyakini bahwa perangkat daerah telah menyusun dan menetapkan cara serta jadwal pengadaan barang/jasa dan telah tersedia anggaran yang cukup untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa yang telah direncanakan, meliputi biaya barang/jasa yang dibutuhkan dan biaya pendukungnya.

Selanjutnya dalam upaya pencegahan fraud pengadaan barang/jasa, Inspektorat Daerah juga melaksanakan reviu Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Dalam kegiatan reviu ini, APIP berperan untuk memberikan keyakinan bahwa HPS telah disusun dengan harga yang wajar, dapat dipertanggunjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak ada penggelembungan volume, serta tidak ada penambahan item biaya yang tidak diperlukan seperti biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) penyedia.

Tujuan APIP melakukan reviu HPS adalah untuk mencegah terjadinya mark-up harga dalam pengadaan barang/jasa. Hasil penelitian ini sesuai dengan Peraturan BPKP Nomor 3 tahun 2019 Lampiran IV Buku II tentang Pedoman Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Selain kegiatan reviu, dalam pendekatan pencegahan ini Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara juga melaksanakan probity audit. Probity audit merupakan realtime audit yang dilakukan pada setiap tahapan pengadaan barang/jasa mulai dari perencanaan, persiapan, pemilihan penyedia, pelaksanaan pekerjaan/kontrak, serah terima pekerjaan dan pembayaran. Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara menilai bahwa probity audit adalah alat pengawasan intern yang efektif sebagai sistem peringatan dini (early warning system) bagi perangkat daerah karena memungkinkan dilakukannya perbaikan secara langsung dan segera pada saat kesalahan atau kelemahan ditemukan selama proses pengadaan barang/jasa berlangsung. Dengan demikian, risiko fraud di setiap tahapan pengadaan barang/jasa dapat diminimalisir bahkan dicegah.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Dhika Maha Putri (2017), yang menemukan bahwa probity audit mampu menjadi salah satu sarana untuk memitigasi risiko yang berpotensi menjadi temuan khususnya dalam bidang pengadaan barang dan jasa, dimana unsur-unsur dalam implementasi probity oleh komite audit internal ditujukan untuk mengendalikan risiko. Probity audit dapat mencegah adanya fraud pengadaan barang dan jasa melalui proses pemilihan auditi yang sedari awal ditujukan pada pengadaan dengan risiko yang besar.

Hasil penelitian ini juga selaras dengan teori menurut Putri (2017), yang menyatakan bahwa probity audit merupakan salah satu bagian penting untuk mendorong peran dan fungsi APIP dalam prevent, deter dan detect sebagai early warning system atas proses pengadaan barang dan jasa.

 

2.      Pendeteksian

Pengendalian fraud melalui pendekatan pendeteksian ditujukan untuk fraud yang telah terjadi. Dalam pendekatan ini, Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan pengawasan internal berupa pemeriksaan pengelolaan keuangan dan pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan pengelolaan keuangan merupakan post audit terhadap pelaksanaan dan realisasi program kegiatan dan anggaran perangkat daerah. Melalui pemeriksaan ini APIP memberikan keyakinan yang memadai bahwa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan/atau prinsip-prinsip tata kelola yang baik, termasuk didalamnya proses pengadaan barang/jasa. Hasil penelitian ini sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017.

Pemeriksaan khusus yang dilakukan Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara sifatnya hampir sama dengan audit investigasi. Pemeriksaan khusus dilakukan apabila Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara menerima pengaduan baik yang berasal dari internal organisasi maupun dari masyarakat, dan apabila mendapat permintaan dari aparat penegak hukum. Dalam pemeriksaan khusus, auditor berupaya untuk menemukan, membuktikan dan mengungkap praktik fraud, salah satunya yang terjadi dalam proses pengadaan barang/jasa.

Ketika fraud berhasil diungkap, maka langkah selanjutnya adalah APIP memberikan rekomendasi yang dapat berupa sanksi tuntutan ganti rugi ataupun proses yang berlanjut ke ranah hukum apabila terindikasi korupsi. Bagi APIP di Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara, pemeriksaan khusus adalah alat pengawasan intern yang dinilai cukup efektif dalam mengendalikan fraud karena mampu memberikan peringatan sekaligus efek jera bagi para pelaku sehingga di waktu mendatang praktik fraud yang sama tidak berulang terjadi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rustiarini (2019), yang menyatakan bahwa pemberian sanksi dan denda kepada pelaku fraud dalam proses pengadaan barang dan jasa dapat memberikan efek bagi pelaku fraud, sebab individu akan merasa kehilangan peluang dan motivasi untuk melakukan kecurangan jika kemungkinan besar kecurangan dapat terdeteksi atau ada sanksi hukum yang sesuai untuk tindakan fraud, yang dengan demikian dapat mencegah fraud yang terjadi dimasa yang akan datang.

Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Recky Wuisan (2016) yang menemukan bahwa penanganan secara represif terhadap fraud pengelolaan keuangan oleh perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara dilakukan melalui audit investigatif. Dalam penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan audit investigatif telah memberikan kontribusi yang cukup maksimal untuk memberantas fraud dengan melihat salah satu indikator yaitu penurunan jumlah temuan/laporan kasus fraud.

 

3.      Edukasi

Pendekatan edukasi dalam rangka pengendalian fraud pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara melalui kegiatan sosialisasi dan asistensi program Fraud Control Plan (FCP) kepada perangkat daerah. Dalam kegiatan sosialisasi auditor memberikan penjelasan mengenai fraud dan penyebabnya serta titik rawan terjadinya fraud di perangkat daerah, salah satunya yaitu pengadaan barang/jasa.

Selanjutnya auditor memberikan informasi mengenai FCP meliputi pengertian, atribut spesifik, implementasi dan evaluasi. Kemudian dalam kegiatan asistensi auditor membantu perangkat daerah untuk mengidentifikasi jenis risiko fraud dan proses bisnis yang rawan tejadi fraud, penilaian level risiko yang harus segera direspon serta inventarisasi tindak fraud yang pernah terjadi dalam perangkat daerah, termasuk fraud dalam pengadaan barang/jasa.

�Melalui kegiatan tersebut, Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara berharap dapat menumbuhkan kepedulian dan komitmen pimpinan organisasi perangkat daerah untuk mengimplementasikan program FCP sebagai instrumen pengendalian fraud yang efektif. Edukasi melalui kegiatan sosialisasi dan asistensi FCP merupakan bentuk consulting activities yang diberikan oleh Inspektorat Daerah kepada organisasi perangkat daerah yang ada di lingkungan pemerintah provinsi Sulawesi Utara.

Secara keseluruhan, pengendalian fraud pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah selaku APIP di pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, baik melalui pendekatan pencegahan, pendeteksian maupun edukasi merupakan wujud pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilandasi oleh motivasi untuk berperan secara aktif dan efektif agar visi pemerintah provinsi Sulawesi Utara menuju pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta memajukan pembangunan daerah dapat tercapai.

Disisi lain peran Inspektorat Daerah dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa berfungsi untuk melindungi pemerintah provinsi Sulawesi Utara dari risiko kerugian keuangan daerah dan kehilangan aset yang diakibatkan oleh perbuatan fraud. Dalam melaksanakan perannya, Inspektorat Daerah tidak termotivasi oleh kepentingan individu melainkan lebih kepada sasaran hasil untuk kepentingan organisasi yaitu pemerintah provinsi Sulawesi Utara.

Hasil penelitian ini selaras dengan teori stewardship yang menggambarkan situasi dimana manajer sebagai steward akan bertindak sesuai kepentingan pemilik. Ketika kepentingan steward dan pemilik tidak sama, steward akan berusaha bekerja sama daripada menentangnya, karena steward merasa kepentingan bersama dan berperilaku sesuai dengan perilaku pemilik merupakan pertimbangan yang rasional karena steward lebih melihat pada usaha untuk mencapai tujuan organisasi.

Teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik, sehingga steward meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan pemilik. Steward akan melindungi dan memaksimalkan kekayaan organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga dengan demikian fungsi utilitas akan maksimal (Eko Raharjo, 2007).

 

Kendala Dalam Pengendalian Fraud Barang/Jasa

Dalam hasil wawancara mendalam yang dilakukan, para informan penelitian mengakui bahwa sebagai APIP di pemerintah provinsi Sulawesi Utara, Inspektorat Daerah telah berupaya melaksanakan perannya secara efektif khususnya terkait dengan pengendalian fraud pengadaan barang/jasa. Namun demikian, Inspektorat masih menghadapi beberapa kendala yang membatasi pelaksanaan peran tersebut, yaitu kompetensi auditor yang belum merata, keterbatasan anggaran, serta gangguan terhadap objektivitas auditor. Kondisi ini sejalan dengan teori menurut Goldratt (1984) yakni sistem manajemen manapun terbatas dalam meraih satu atau lebih tujuannya oleh setidaknya satu kendala.

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa salah satu kendala yang membatasi peran Inspektorat Daerah dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa adalah kompetensi auditor yang belum merata. Kondisi ini disebabkan karena auditor yang ada di Inspektorat Daerah belum seluruhnya diikutkan dalam diklat yang terkait dengan audit pengadaan barang/jasa, disamping itu sebagian auditor memiliki pengalaman yang masih minim sehubungan dengan keterlibatan dalam penugasan terkait pengawasan pengadaan barang/jasa masih sedikit atau kurang.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yustinus Ada (2020) yang menemukan bahwa kompetensi merupakan kendala utama yang menyebabkan tidak maksimalnya pengawasan Inspektorat Daerah terhadap pelaksanaan PBJ dengan metode e-procurement. Hal ini dikarenakan tidak semua auditor memahami proses pengadaan barang/jasa sehingga pada saat ditugaskan untuk melakukan audit e-procurement, sulit untuk menentukan titik-titik rawan dalam pengadaan atau mendeteksi adanya fraud.

Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Darori (2017) yang menyebutkan bahwa salah satu permasalahan dalam APIP menjalankan perannya adalah kompetensi auditor yang belum merata, oleh karena itu peningkatan kompetensi���� auditor���� internal���� pemerintah���� melalui pelatihan-pelatihan� sesuai� kebutuhan� menjadi� program wajib� bagi� APIP.

Selanjutnya, kendala yang dihadapi Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara dalam pelaksanaan perannya adalah keterbatasan anggaran. Sesuai informasi yang diperoleh dari para informan penelitian, keterbatasan anggaran mempengaruhi kualitas pemeriksaan yang dilakukan karena dengan anggaran yang sedikit maka waktu pemeriksaan akan lebih singkat dan ruang lingkup pemeriksaan yang dapat dijangkau oleh auditor menjadi lebih sedikit. Selain itu anggaran yang sedikit menyebabkan kegiatan pengawasan internal yang dilakukan juga terbatas atau tidak menjangkau semua pekerjaan pengadaan barang/jasa.

Hal ini selaras dengan teori Edward III yang menyimpulkan bahwa keterbatasan sumber daya anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Syukron (2017) yang menemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi belum optimalnya pelaksanaan pengawasan oleh Inspektorat Bantul adalah kurangnya alokasi anggaran yang mendukung kegiatan operasional khususnya untuk penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan inspektorat dalam mendukung kegiatan pengujian dalam pemeriksaan reguler.

Kendala berikutnya yang dihadapi oleh Inspektorat Daerah dalam melaksanakan perannya adalah gangguan terhadap objektifitas auditor. Dalam wawancara mendalam yang dilakukan, informan penelitian menyatakan bahwa auditor di Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara belum semuanya dapat bersikap objektif ketika melakukan pemeriksaan. Hal ini terlihat dari masih adanya sebagian auditor yang menggunakan alasan kedekatan secara emosional atau pertimbangan manusiawi untuk menghindari pengungkapan atas fraud yang terdeteksi dalam pemeriksaan. Kondisi ini bertentangan dengan standar audit intern pemerintah Indonesia yang mengharuskan auditor untuk bersikap objektif dalam melaksanakan tugasnya terkait pengawasan internal (SAIPI, 2021).

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad Asad (2019) yang menemukan bahwa auditor internal pemerintah sering jatuh pada sikap penilaian profesional yang tidak objektif pada kegiatan pengadaan yang di dalamnya terdapat political corruption.

 

Kesimpulan

Inspektorat Daerah selaku APIP di Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan perannya secara efektif dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Pengendalian fraud pengadaan barang/jasa oleh Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara dilakukan melalui 3 pendekatan yakni pencegahan, pendeteksian dan edukasi yang diwujudkan melalui kegiatan pengawasan internal meliputi reviu RKA, reviu HPS, probity audit, pemeriksaan pengelolaan keuangan, pemeriksaan khusus, serta sosialisasi dan asistensi.

Pelaksanaan peran tersebut dilandasi oleh motivasi untuk memberikan dukungan secara aktif terhadap pencapaian visi pemerintah provinsi Sulawesi Utara untuk menuju pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta memajukan pembangunan daerah. Disisi lain peran Inspektorat Daerah dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa berfungsi untuk melindungi pemerintah provinsi Sulawesi Utara dari kerugian keuangan daerah dan kehilangan aset yang diakibatkan oleh perbuatan fraud.

Namun demikian dalam melaksanakan perannya Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara menghadapi beberapa kendala yakni kompetensi auditor yang belum merata, keterbatasan anggaran, serta gangguan terhadap objektivitas auditor.

Implikasi hasil penelitian ini bagi Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara, diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan evaluasi terhadap kebijakan dan metode pengawasan yang digunakan dalam rangka pengendalian fraud pengadaan barang jasa, serta menjadi sumbangan pemikiran untuk penyusunan program pengawasan sebagai upaya memaksimalkan peran sebagai APIP khususnya dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa.

Oleh karena itu saran praktis yang dapat diberikan bagi Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara, antara lain : melakukan peningkatan dan pemerataan kompetensi bagi para auditor melalui kegiatan pengembangan profesi yang berkesinambungan seperti pendidikan dan pelatihan maupun seminar yang sesuai dengan profesinya, atau melalui kegiatan pelatihan kantor sendiri; memaksimalkan pelaksanaan audit/pemeriksaan dengan metode berbasis risiko (risk based audit): menerapkan metode penyusunan anggaran berbasis kinerja; serta membuat Piagam Audit Intern (Audit Chartered) yang didalamnya dapat berisi penegasan terhadap kewajiban auditor untuk bersikap objektif dan independen dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah belum dapat merepresentasikan auditor yang ada di Provinsi Sulawesi Utara secara keseluruhan, karena penelitian hanya dilakukan pada Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel penelitian pada Inspektorat Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Utara.

BIBLIOGRAFI

Ada Yustinus, Kalangi L., Warongan, J. (2020). Analisis Pengawasan Inspektorat Daerah Terhadap Pelaksanaan E-Procurement Pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi Dan Auditing �Goodwill�11(2).

 

Asad F. Achmad, Tarjo, Musyarofah. (2019). Reorientasi Audit Internal Untuk Melawan Korupsi Pengadaan. Jurnal Berkala Ilmu Ekonomi, 10(3), 583-601

 

Cressey, Donald R. (1953). Other people�s money; a study of the social psychology of embezzlement.

 

Darori. 2017. Peran Auditor Internal Pemerintah Dalam Pencegahan Dan Pendeteksian Fraud (Sebuah Studi Fenomenologi). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 3(2), 83-91

 

Dimas Trisliatanto. 2020. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Andi

 

Jatiningtyas, Nurani & Kiswara E. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fraud Pengadaan Barang/Jasa Pada Lingkungan Instansi Pemerintah Di Wilayah Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro

 

Fachruddin, Muh. (2021). Analisis Peran Audit Internal dalam Pencegahan Fraud (Studi kasus pada Universitas XYZ di Yogyakarta). ABIS: Accounting and Business Information Systems Journal, 10(2).

 

Gamar, Nur, & Djamhuri, Ali. (2015). Auditor internal sebagai �dokter� fraud di pemerintah daerah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(1), 107�123.

 

Giam, Richard Sarmento, & Budiarso, Novi Swandari. (2021). Peranan Auditor Internal dalam Reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Sebuah Pendekatan Kualitatif). JURNAL RISET AKUNTANSI DAN AUDITING" GOODWILL", 12(2), 435�446.

 

Goldratt, Eliyahu M. 1984. The Goal: A Process of Ongoing Improvement. USA : North River Press

 

Mamahit, Atrisia Inayati. (2018). Deteksi fraud pada sektor pemerintahan. Universitas Islam Indonesia.

 

Petraşcu, Daniela, & Tieanu, Alexandra. (2014). The role of internal audit in fraud prevention and detection. Procedia Economics and Finance, 16, 489�497. https://doi.org/10.1016/S2212-5671(14)00829-6

 

Putri, Dhika Maha, & Nursasmito, Irfan. (2017). Analisis Implementasi Probity Audit Dalam Pencegahan dan Pendeteksian Fraud Pengadaan Barang dan Jasa di Universitas Gadjah Mada. ABIS: Accounting and Business Information Systems Journal, 5(3).

 

Raharjo, Eko. 2007. Teori Agensi dan Teori Stewardship Dalam Perspektif Akuntansi. Fokus Ekonomi; Jurnal Ilmiah Ekonomi, 2(1), 37-46

 

Rustiarini, Ni Wayan, Sutrisno, Sutrisno, Nurkholis, Nurkholis, & Andayani, Wuryan. (2019). Fraud triangle in public procurement: evidence from Indonesia. Journal of Financial Crime, 26(4), 951�968.

 

Romaissah, dkk. 2018. Pengaruh Implementasi Sistem E-Procurement Dan Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Majalah Ilmiah Neraca, 15(2), 65-80

 

Syukron, Andi Miftahul, & Sugiri, Slamet. (2017). Analisis peran inspektorat daerah kabupaten Bantul dalam pengawasan proses pengadaan barang/jasa. ABIS: Accounting and Business Information Systems Journal, 5(2).

 

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta

 

Tugiman, Hiro Standar Profesional Audit Internal. (2006). Edisi Kelima. Kanisius: Yogyakarta.

 

Yusuf, Zulfadli, Nurwanah, Andi, & Sari, Ratna. (2022). Fraud pada Program Jaminan Kesehatan Nasional Perpekstif: Kompetensi Auditor Internal dengan Pendekatan Fenomenologi. Owner: Riset Dan Jurnal Akuntansi, 6(4), 3653�3669.

 

Wuysang, Recky V O; Nangoi G; Pontoh W. 2016. Analisis Penerapan Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif Terhadap Pencegahan Dan Pengungkapan Fraud Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara. Tesis. Universitas Sam Ratulangi

 

Copyright holder:

Maya Angelia Sanni, Jantje J. Tinangon, Hendrik Manossoh (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: