Vol. 8, No. 10, Oktober
2023
PERAN APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
(APIP) DALAM PENGENDALIAN FRAUD PENGADAAN BARANG/JASA DI PEMERINTAH
PROVINSI SULAWESI UTARA
Maya Angelia Sanni, Jantje J. Tinangon, Hendrik Manossoh
Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi, Manado
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) peran aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa; 2) kendala yang dihadapi oleh APIP ketika melaksanakan perannya tersebut. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan menggunakan metode purposive sampling dalam penentuan informan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa APIP yang ada di Inspektorat Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan perannya secara efektif dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa melalui tiga pendekatan, yakni: pencegahan, pendeteksian dan edukasi. Namun demikian dalam melakukan perannya, APIP menghadapi kendala yaitu: kompetensi auditor yang belum merata, keterbatasan anggaran, serta gangguan terhadap objektivitas auditor.
Kata kunci: Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Pengendalian, Fraud, Pengadaan Barang/Jasa
Abstract
This study aims to find
out: 1) the role of the Government Internal Supervisory Apparatus (APIP) in
controlling goods/services procurement fraud; 2) the obstacles faced by APIP
when carrying out its role. Qualitative research with a phenomenological
approach is the method used in this study. The main technique used in data
collection is in-depth interviews using purposive sampling methods in
determining research informants. The results of the
study indicate that the APIP in the Inspectorate of North Sulawesi Province
carrying out its role effectively in controlling fraud of goods/services
procurement through three approaches, that are: prevention, detection, and
education. However, in performing its role, APIP faces obstacles, that are:
unequal auditor competence, budget constraints, and auditor objectivity
interference.
Keywords:
The Role of Government Internal Supervisory Apparatus (APIP),
Controlling, Fraud, Procurement of Goods/Service
Pendahuluan
Fraud merupakan suatu fenomena yang telah terjadi sejak zaman dahulu. Penelusuran
akuntansi dan audit melalui penemuan arkeologi zaman Babilonia dan Mesir kuno
membuktikan adanya beberapa dokumen transaksi penipuan/manipulatif, digunakan
sebagai dasar verifikasi dalam akuntansi (Petraşcu & Tieanu, 2014). Association of Certified Fraud Examinations (ACFE) mengklasifikasikan fraud dalam tiga bentuk yakni: korupsi,
penyalahgunaan aset dan kecurangan laporan keuangan.
Menurut Hiro Tugiman (2006) fraud mencakup perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat untuk berbuat curang.
Dalam Fraud Triangle Theory yang
dikembangkan oleh Donald R. Cressey (1953), penyebab seseorang melakukan fraud adalah sebagai berikut:
a.
tekanan (pressure), berhubungan dengan niat, motivasi atau
dorongan dalam diri seorang individu untuk melakukan kecurangan. Hal ini bisa
dipicu oleh adanya permasalahan keuangan, kebiasaan buruk atau sifat tamak yang
dimiliki oleh individu tersebut.
b.
kesempatan (opportunity), merupakan peluang seseorang melakukan
kecurangan, antara lain penyebabnya yakni : kepercayaan yang berlebihan
terhadap bawahan, internal kontrol yang lemah, regulasi yang longgar serta
tidak adanya pemisahan tugas dan fungsi dalam suatu organisasi.
c.
pembenaran (rationalization), terjadi dalam hal seseorang atau
sekelompok orang membangun pembenaran atas kecurangan yang dilakukan.
Fenomena fraud dapat ditemukan baik dalam
organisasi swasta maupun organisasi pemerintahan. Salah satu
sektor pengelolaan keuangan negara yang sangat rentan
terhadap fraud adalah
pengadaan barang/jasa. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 mendefinisikan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagai kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai, oleh APBN/APBD yang
prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil
pekerjaan. Pengadaan barang/jasa berperan penting dalam mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi pemerintahan, peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan
daerah.
Oleh karena itu praktik fraud dalam pengadaan barang/jasa dapat
berdampak pada terhambatnya proses pembangunan dan pelayanan publik bagi
masyarakat, yang kemudian dapat merusak reputasi instansi pemerintah dan
mengikis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Selain itu
fraud dalam pengadaan
barang/jasa juga mengakibatkan kerugian keuangan negara maupun daerah yang sangat besar.
Berdasarkan data yang diperoleh Indonesia Corruption Watch, pada tahun 2022 terdapat 579 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum, dimana 250 kasus atau
43 persen diantaranya berdimensi pengadaan barang/jasa dengan jumlah kerugian
keuangan negara yang diakibatkan
bernilai kurang lebih Rp.18.507.116.429.488 (www.antikorupsi.org).
Fenomena serupa juga masih dijumpai dalam pengelolaan keuangan pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara, salah satunya nampak
melalui hasil pemeriksaan BPK-RI Perwakilan
Sulawesi Utara atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD). Dalam hasil pemeriksaannya
BPK-RI mengungkap temuan
yang berakibat pada kerugian
keuangan daerah yang disebabkan oleh fraud dalam
pengadaan barang/jasa berupa kekurangan volume pekerjaan, kelebihan
pembayaran, pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak/spesifikasi, adanya harga satuan timpang serta keterlambatan
dalam penyelesaian pekerjaan.
Selaras
dengan hal tersebut, Jatiningyas dan Kuswara (2011) dalam penelitiannya mengemukakan beberapa bentuk fraud
yang dapat terjadi dalam pengadaan barang/jasa, yakni:
1.
Ketidaksesuaian antara barang/jasa yang diperjanjikan dalam kontrak
dengan kebutuhan instansi dan/atau masyarakat, baik dilihat dari jenis,
kualitas, maupun kuantitas barang/jasa
2.
Ketidaksesuaian antara spesifikasi teknis barang/jasa yang telah
diselesaikan oleh penyedia barang/jasa dengan spesifikasi teknis yang telah
ditetapkan dalam perjanjian/kontrak
3.
Ketidakwajaran harga barang/jasa yang disepakati dalam
perjanjian/kontrak
4.
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan
Risiko fraud dalam pengadaan barang/jasa dapat
diminimalisir dengan adanya sistem pengendalian
internal yang memadai. Romaissah
(2019) melakukan penelitian
yang mendukung hal tersebut, dimana dalam penelitiannya terbukti bahwa pengendalian intern memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan fraud barang/jasa. Artinya
apabila pengendalian
internal yang diperlukan telah
dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka pencegahan fraud disektor pengadaan barang/jasa di pemerintahan akan semakin baik.
Penerapan sistem pengendalian
internal dalam lingkungan kerja instansi pemerintah salah satunya melalui perwujudan peran aparat pengawasan
intern pemerintah (APIP) yang efektif.
APIP adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan, dan terdiri atas: a) Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden;
b) Inspektorat Jenderal (Itjen) yang bertanggung jawab kepada Menteri/pimpinan lembaga; c) Inspektorat Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur, dan; d) Inspektorat Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 perwujudan peran APIP yang efektif sekurang-kurangnya harus memberikan keyakinan
yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 juga secara jelas menyatakan bahwa peran APIP untuk memperkuat dan menunjang efektifitas sistem pengendalian intern adalah dengan melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara yang didalamnya mencakup proses pengadaan barang/jasa (BPKP, 2019).
Selaras dengan itu, Andi Miftahul Syukron (2017) dalam penelitiannya menemukan bahwa terkait dengan pengawasan atas proses pengadaan barang/jasa, Inspektorat Bantul menjalankan peran assurance dan consulting. Peran assurance diwujudkan melalui pelaksanaan pemeriksaan regular dan reviu PBJ, sedangkan consulting dilakukan melalui pendampingan terhadap auditi yang mengalami beberapa kendala pada saat proses pengadaan barang/jasa.
Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Lumempouw (2017) yang menyatakan bahwa dalam pencegahan dan pendeteksian fraud biaya perjalanan dinas, Inspektorat Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan peran assurance berupa pemeriksaan reguler, dan peran consulting berupa pendampingan dan sosialisasi. Selain assurance dan consulting, auditor internal juga melakukan anti-fraud activities dengan memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko sebagai perwujudan perannya dalam pencegahan fraud pengadaan barang/jasa (Fachruddin, 2021).
Lebih luas dari itu, Gamar (2015) menyatakan peran auditor internal pemerintah tidak hanya sekedar sebagai pengawas tetapi juga pengendali. Auditor sebagai pengendali memiliki makna yang lebih tinggi dari sekedar pengawas, jika seorang auditor berperan sebagai pengendali, maka dia harrus mengawasi dengan baik apa yang dilakukan oleh aparat pemerintah di daerah, dan bagaimana mereka melakukan kegiatannya.
Apabila ada hal-hal yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan, maka auditor internal berkewajiban menegur dan mengarahkan agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai koridor. Singkatnya peran auditor internal sebagai pengendali adalah memastikan bahwa segala proses yang ada dalam pemerintahan untuk mencapai tujuan pembangunan telah dilaksanakan secara akuntabel
Agar dapat melaksanakan perannya dengan baik APIP harus memiliki pemahaman tentang pengendalian yang berkaitan dengan risiko fraud. Sebagai auditor internal pemerintah, APIP dituntut memiliki predikasi yaitu kemampuan akal sehat, profesional, dan memiliki tingkat kehati-hatian, untuk yakin bahwa fraud telah, sedang atau akan terjadi. Selain itu, APIP juga memerlukan tingkat pengetahuan teoretis dan pengalaman praktis yang unggul untuk membantu mengetahui kemungkinan skema dan skenario fraud secara spesifik di organisasi serta dapat mengenali gejala-gejala kemungkinan terjadinya skema fraud (Yusuf, Nurwanah, & Sari, 2022).
Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, dalam penelitian dengan metode fenomenologi ini, peneliti tertarik untuk melakukan analisis secara mendalam mengenai peran aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) dalam pengendalian fraud yang secara spesifik terjadi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, serta kendala yang dihadapi oleh APIP dalam melaksanakan perannya tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang menggambarkan fenomena didasarkan pada sudut pandang informan, menemukan beberapa realitas dan mengembangkan pemahaman holistik dari fenomena
dalam konteks tertentu (Mamahit, 2018). Menurut (Trisliatanto,
2020) penelitian
kualitatif juga dapat dimaknai sebagai rangkaian kegiatan penelitian yang
mengembangkan pola pikir induktif dalam menarik suatu kesimpulan dari suatu
fenomena tertentu.
Dengan pendekatan ini, peneliti dapat memperoleh gambaran yang lengkap dari permasalahan yang dirumuskan dengan memfokuskan pada proses dan pencarian makna dibalik fenomena yang muncul dalam penelitian dengan harapan agar informasi yang dikaji lebih bersifat komprehensif, mendalam, alamiah dan apa adanya. Menurut Giam (2021) studi fenomenologi merupakan studi yang berusaha mencari �esensi� makna dari suatu fenomena yang dialami oleh beberapa individu. Fenomenologi memiliki tujuan utama untuk mereduksi pengalaman individu pada fenomena menjadi deskripsi tentang esensi atau intisari universal.
Deskripsi
tersebut terdiri dari �apa� yang mereka alami dan �bagaimana� mereka mengalaminya.
Melalui pendekatan ini peneliti ingin memperoleh suatu gambaran
yang utuh dan pemahaman
yang mendalam mengenai peran Aparat
Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam pengendalian fraud
pengadaan barang/jasa pada pemerintah daerah
serta kendala yang dihadapi terkait dengan pelaksanaan peran tersebut, berdasarkan pada pengalaman APIP itu sendiri.
Penelitian dilakukan di Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara sejak bulan November 2022 sampai dengan selesai. Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang terdiri Sekretaris (kode I1), Inspektur Pembantu Wilayah V (kode I2), Inspektur Pembantu Wilayah IV (kode I3), Auditor Madya (kode I4) dan Auditor Muda (kode I5). Penentuan informan penelitian menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria dan pertimbangan bahwa informan memiliki wewenang, kompetensi dan pengalaman yang memadai serta keterlibatan secara aktif dalam kegiatan penanganan fraud barang/jasa.
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui
wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh melalui kajian dokumentasi seperti laporan hasil pengawasan, literatur, serta peraturan/ketentuan yang berkaitan dengan tujuan penelitian, Dalam penelitian
ini digunakan teknik analisis data di lapangan model Miles and Huberman, dengan
melalui tiga tahapan yakni reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (Sugiyono, 2014).
Untuk menguji validitas data dalam penelitian ini dilakukan triangulasi dengan cara membandingkan hasil wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama. Selain itu juga uji kredibilitas data dilakukan melalui membercheck dengan cara
membacakan kembali transkrip hasil wawancara serta garis besar hasil analisis
tema kemudian memintakan umpan balik dari pemberi data berupa persetujuan atau
kesepakatan.
Hasil dan Pembahasan
Peran APIP Dalam Pengendalian Fraud Pengadaan
Barang/Jasa
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diperoleh informasi bahwa Inspektorat Daerah selaku APIP
pada pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara melaksanakan peran
mereka dalam pengendalian fraud pengadaan
barang/jasa melalui tiga pendekatan,
yaitu pencegahan, pendeteksian dan edukasi, yang
masing-masing diuraikan sebagai
berikut :
1. Pencegahan
Pengendalian fraud melalui
pendekatan pencegahan dilakukan oleh APIP sebagai upaya untuk meminimalisir
risiko terjadinya fraud
serta untuk menjamin bahwa proses pengadaan barang/jasa bebas dari
fraud. Dalam pendekatan pencegahan
ini, Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara melaksanakan
kegiatan pengawasan
internal berupa Reviu RKA, Reviu HPS dan Probity Audit.
Pelaksanaan reviu Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) perangkat daerah bertujuan untuk menjamin bahwa pengadaan
barang/jasa tepat sasaran, tidak terjadi pemborosan anggaran serta menghindari
terjadinya kolusi dalam penentuan penyedia barang/jasa. Melalui reviu
RKA Inspektorat Daerah memberikan
keyakinan terbatas bahwa barang/jasa yang
diadakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan, kemudian anggarannya telah
diakomodir atau telah tersedia, serta proses dan tata cara pengadaan telah
sesuai dengan aturan yang berlaku, misalnya dalam pemaketan pekerjaan dan
metode pengadaan yang akan digunakan.
Hal ini sejalan dengan
Peraturan BPKP
Nomor 3 tahun 2019 tentang Pedoman Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Dalam suplemen pedoman pelaksanaan reviu atas perencanaan pengadaan barang/jasa
dinyatakan, reviu RKA oleh APIP bertujuan untuk memberi keyakinan bahwa rencana
pengadaan barang/jasa yang tercantum dalam RKA telah sesuai dengan hasil
identifikasi kebutuhan yang riil serta telah sesuai dengan target kinerja dalam
dokumen RKPD dengan memperhatikan prioritas pembangunan daerah dan kemampuan
keuangan daerah.
Selain
itu dalam pedoman juga menyatakan bahwa tujuan dilaksanakannya reviu RKA oleh
APIP adalah untuk meyakini bahwa perangkat daerah telah menyusun dan menetapkan
cara serta jadwal pengadaan barang/jasa dan telah tersedia anggaran yang cukup
untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa yang telah direncanakan, meliputi
biaya barang/jasa yang dibutuhkan dan biaya pendukungnya.
Selanjutnya dalam upaya
pencegahan fraud pengadaan
barang/jasa, Inspektorat Daerah juga melaksanakan
reviu Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Dalam kegiatan reviu ini, APIP berperan untuk memberikan
keyakinan bahwa HPS telah disusun dengan harga yang wajar, dapat
dipertanggunjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak ada
penggelembungan volume, serta tidak ada penambahan item biaya yang tidak
diperlukan seperti biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan
(PPh) penyedia.
Tujuan APIP melakukan reviu
HPS adalah untuk mencegah terjadinya mark-up
harga dalam pengadaan barang/jasa. Hasil penelitian ini sesuai dengan Peraturan BPKP Nomor 3 tahun 2019 Lampiran IV Buku II tentang Pedoman
Pengawasan Intern Atas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selain kegiatan reviu, dalam pendekatan
pencegahan ini Inspektorat Daerah Provinsi
Sulawesi Utara juga melaksanakan probity audit.
Probity audit merupakan realtime audit yang dilakukan pada
setiap tahapan pengadaan barang/jasa mulai dari perencanaan, persiapan,
pemilihan penyedia, pelaksanaan pekerjaan/kontrak, serah terima pekerjaan dan
pembayaran. Inspektorat Daerah Provinsi
Sulawesi Utara menilai bahwa
probity audit adalah alat
pengawasan intern yang efektif
sebagai sistem peringatan dini (early warning
system) bagi perangkat daerah karena memungkinkan
dilakukannya perbaikan secara langsung dan segera pada saat kesalahan atau
kelemahan ditemukan selama
proses pengadaan barang/jasa berlangsung. Dengan demikian, risiko fraud di setiap tahapan pengadaan barang/jasa dapat
diminimalisir bahkan dicegah.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Dhika Maha Putri (2017), yang menemukan bahwa probity audit mampu
menjadi salah satu sarana untuk memitigasi risiko yang berpotensi
menjadi temuan khususnya dalam bidang pengadaan barang dan jasa, dimana unsur-unsur
dalam implementasi probity
oleh komite audit internal ditujukan
untuk mengendalikan risiko. Probity audit
dapat mencegah adanya fraud pengadaan barang dan jasa melalui proses
pemilihan auditi yang sedari awal ditujukan
pada pengadaan dengan risiko
yang besar.
Hasil penelitian ini juga selaras dengan teori menurut
Putri (2017), yang menyatakan bahwa probity audit
merupakan salah satu bagian penting untuk mendorong peran dan fungsi APIP dalam
prevent, deter dan detect sebagai early warning system
atas proses pengadaan barang dan jasa.
2. Pendeteksian
Pengendalian fraud melalui
pendekatan pendeteksian ditujukan untuk fraud yang
telah terjadi. Dalam pendekatan ini, Inspektorat Daerah Provinsi
Sulawesi Utara melaksanakan kegiatan
pengawasan internal berupa pemeriksaan pengelolaan keuangan dan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan pengelolaan keuangan merupakan post audit
terhadap pelaksanaan dan realisasi program kegiatan dan anggaran perangkat daerah. Melalui pemeriksaan ini APIP memberikan keyakinan yang memadai bahwa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
dan/atau prinsip-prinsip tata kelola yang baik, termasuk didalamnya proses pengadaan barang/jasa. Hasil penelitian ini sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2017.
Pemeriksaan khusus yang dilakukan Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara sifatnya hampir sama dengan
audit investigasi. Pemeriksaan
khusus dilakukan apabila Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara menerima pengaduan baik yang berasal dari internal organisasi maupun dari masyarakat, dan apabila mendapat permintaan dari aparat penegak hukum. Dalam pemeriksaan khusus, auditor berupaya untuk menemukan, membuktikan dan mengungkap praktik fraud, salah satunya
yang terjadi dalam proses pengadaan barang/jasa.
Ketika fraud berhasil
diungkap, maka langkah selanjutnya adalah APIP memberikan rekomendasi yang dapat berupa sanksi tuntutan
ganti rugi ataupun proses yang berlanjut ke ranah hukum
apabila terindikasi korupsi. Bagi APIP di Inspektorat
Daerah Provinsi Sulawesi Utara, pemeriksaan
khusus adalah alat pengawasan intern yang dinilai cukup efektif
dalam mengendalikan fraud
karena mampu memberikan peringatan sekaligus efek jera bagi para pelaku sehingga di waktu mendatang praktik fraud yang sama tidak berulang terjadi.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian
Rustiarini (2019), yang menyatakan
bahwa pemberian sanksi
dan denda kepada pelaku fraud dalam proses pengadaan barang dan jasa
dapat memberikan efek bagi pelaku fraud, sebab individu akan merasa
kehilangan peluang dan motivasi untuk melakukan kecurangan jika kemungkinan
besar kecurangan dapat terdeteksi atau ada sanksi hukum yang sesuai untuk tindakan
fraud, yang dengan
demikian dapat mencegah fraud yang terjadi
dimasa yang akan datang.
Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Recky Wuisan (2016) yang menemukan bahwa penanganan secara represif terhadap fraud
pengelolaan keuangan oleh perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara dilakukan
melalui audit investigatif. Dalam penelitiannya
diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan audit investigatif telah
memberikan kontribusi yang cukup maksimal untuk memberantas fraud dengan
melihat salah satu indikator yaitu penurunan jumlah temuan/laporan kasus fraud.
3. Edukasi
Pendekatan edukasi dalam rangka pengendalian
fraud pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Inspektorat Daerah Provinsi
Sulawesi Utara melalui kegiatan
sosialisasi dan asistensi program Fraud
Control Plan (FCP) kepada perangkat daerah. Dalam kegiatan
sosialisasi auditor memberikan
penjelasan mengenai fraud
dan penyebabnya serta titik rawan terjadinya
fraud di perangkat daerah,
salah satunya yaitu pengadaan barang/jasa.
Selanjutnya auditor memberikan informasi mengenai FCP meliputi pengertian, atribut spesifik, implementasi dan evaluasi. Kemudian dalam kegiatan asistensi auditor membantu perangkat
daerah untuk mengidentifikasi jenis risiko fraud dan proses bisnis yang
rawan tejadi fraud, penilaian level risiko yang harus segera direspon
serta inventarisasi tindak fraud yang pernah terjadi dalam perangkat
daerah, termasuk fraud
dalam pengadaan barang/jasa.
�Melalui kegiatan tersebut, Inspektorat Daerah
Provinsi Sulawesi Utara berharap dapat menumbuhkan kepedulian dan komitmen
pimpinan organisasi perangkat daerah untuk mengimplementasikan program FCP sebagai instrumen
pengendalian fraud yang efektif. Edukasi melalui kegiatan sosialisasi dan asistensi FCP merupakan bentuk consulting activities yang diberikan oleh Inspektorat Daerah
kepada organisasi perangkat daerah yang ada di lingkungan pemerintah provinsi Sulawesi
Utara.
Secara keseluruhan, pengendalian fraud
pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah selaku APIP di
pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara, baik melalui
pendekatan pencegahan, pendeteksian maupun edukasi merupakan wujud pelaksanaan tugas dan fungsi yang dilandasi oleh motivasi untuk berperan secara aktif dan efektif agar visi pemerintah provinsi Sulawesi
Utara menuju pemerintahan
yang bersih dan bebas dari KKN serta memajukan pembangunan daerah dapat tercapai.
Disisi lain peran Inspektorat Daerah dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa berfungsi untuk melindungi pemerintah provinsi Sulawesi
Utara dari risiko kerugian keuangan daerah dan kehilangan aset yang diakibatkan oleh perbuatan fraud. Dalam melaksanakan
perannya, Inspektorat
Daerah tidak termotivasi
oleh kepentingan individu melainkan lebih kepada sasaran hasil untuk kepentingan
organisasi yaitu pemerintah provinsi Sulawesi
Utara.
Hasil penelitian ini selaras dengan teori stewardship yang menggambarkan situasi dimana manajer sebagai steward akan bertindak sesuai kepentingan pemilik. Ketika kepentingan steward dan pemilik tidak sama, steward akan berusaha bekerja sama daripada menentangnya, karena steward merasa kepentingan bersama dan berperilaku sesuai dengan perilaku pemilik merupakan pertimbangan yang rasional karena steward lebih melihat pada usaha untuk mencapai tujuan organisasi.
Teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik, sehingga steward meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan
pemilik. Steward akan
melindungi dan memaksimalkan kekayaan organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga dengan demikian fungsi utilitas akan maksimal (Eko Raharjo,
2007).
Kendala Dalam Pengendalian Fraud Barang/Jasa
Dalam hasil wawancara mendalam yang dilakukan, para informan penelitian mengakui bahwa sebagai APIP di pemerintah provinsi Sulawesi Utara, Inspektorat Daerah telah berupaya melaksanakan perannya secara efektif khususnya terkait dengan pengendalian fraud pengadaan barang/jasa. Namun demikian, Inspektorat masih menghadapi beberapa kendala yang membatasi pelaksanaan peran tersebut, yaitu kompetensi auditor yang belum merata, keterbatasan anggaran, serta gangguan terhadap objektivitas auditor. Kondisi ini sejalan dengan teori menurut Goldratt (1984) yakni sistem manajemen manapun terbatas dalam meraih satu atau lebih tujuannya oleh setidaknya satu kendala.
Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa salah satu kendala yang membatasi peran Inspektorat Daerah dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa adalah kompetensi auditor yang belum merata. Kondisi ini disebabkan karena auditor yang ada di Inspektorat Daerah belum seluruhnya diikutkan dalam diklat yang terkait dengan audit pengadaan barang/jasa, disamping itu sebagian auditor memiliki pengalaman yang masih minim sehubungan dengan keterlibatan dalam penugasan terkait pengawasan pengadaan barang/jasa masih sedikit atau kurang.
Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yustinus Ada (2020) yang menemukan
bahwa kompetensi merupakan kendala utama yang menyebabkan tidak maksimalnya pengawasan Inspektorat Daerah terhadap pelaksanaan PBJ dengan metode e-procurement.
Hal ini dikarenakan tidak semua auditor memahami proses pengadaan barang/jasa sehingga
pada saat ditugaskan untuk melakukan audit e-procurement,
sulit untuk menentukan titik-titik rawan dalam pengadaan
atau mendeteksi adanya fraud.
Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Darori (2017) yang menyebutkan bahwa salah satu permasalahan dalam APIP menjalankan perannya adalah kompetensi auditor yang belum merata, oleh karena itu peningkatan kompetensi���� auditor���� internal���� pemerintah���� melalui pelatihan-pelatihan� sesuai� kebutuhan� menjadi� program wajib� bagi� APIP.
Selanjutnya, kendala yang dihadapi Inspektorat Daerah Provinsi
Sulawesi Utara dalam pelaksanaan
perannya adalah keterbatasan anggaran. Sesuai informasi yang diperoleh dari para informan penelitian, keterbatasan anggaran mempengaruhi kualitas pemeriksaan yang dilakukan karena dengan anggaran
yang sedikit maka waktu pemeriksaan akan lebih singkat
dan ruang lingkup pemeriksaan yang dapat dijangkau oleh auditor menjadi lebih sedikit. Selain itu anggaran yang sedikit menyebabkan kegiatan pengawasan internal yang
dilakukan juga terbatas atau tidak menjangkau
semua pekerjaan pengadaan barang/jasa.
Hal ini selaras dengan teori Edward III yang menyimpulkan bahwa keterbatasan sumber daya anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Syukron (2017) yang menemukan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi belum optimalnya pelaksanaan pengawasan oleh Inspektorat Bantul adalah kurangnya alokasi anggaran yang mendukung kegiatan operasional khususnya untuk penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan inspektorat dalam mendukung kegiatan pengujian dalam pemeriksaan reguler.
Kendala
berikutnya yang dihadapi
oleh Inspektorat Daerah dalam
melaksanakan perannya adalah gangguan terhadap objektifitas auditor.
Dalam wawancara mendalam
yang dilakukan, informan penelitian menyatakan bahwa auditor di Inspektorat
Daerah Provinsi Sulawesi Utara belum
semuanya dapat bersikap objektif ketika melakukan pemeriksaan. Hal ini terlihat dari masih
adanya sebagian auditor
yang menggunakan alasan kedekatan secara
emosional atau pertimbangan manusiawi untuk menghindari pengungkapan atas fraud yang terdeteksi
dalam pemeriksaan. Kondisi ini bertentangan
dengan standar audit intern
pemerintah Indonesia yang mengharuskan
auditor untuk bersikap objektif dalam melaksanakan tugasnya terkait pengawasan internal
(SAIPI, 2021).
Hasil penelitian
ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad Asad (2019) yang menemukan
bahwa auditor internal pemerintah
sering jatuh pada sikap penilaian profesional yang tidak objektif pada kegiatan pengadaan yang di dalamnya terdapat political corruption.
Kesimpulan
Inspektorat Daerah selaku APIP di Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah melaksanakan perannya secara efektif dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Pengendalian fraud pengadaan barang/jasa oleh Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara dilakukan melalui 3 pendekatan yakni pencegahan, pendeteksian dan edukasi yang diwujudkan melalui kegiatan pengawasan internal meliputi reviu RKA, reviu HPS, probity audit, pemeriksaan pengelolaan keuangan, pemeriksaan khusus, serta sosialisasi dan asistensi.
Pelaksanaan peran tersebut dilandasi oleh motivasi untuk memberikan dukungan secara aktif terhadap pencapaian visi pemerintah provinsi Sulawesi Utara untuk menuju pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta memajukan pembangunan daerah. Disisi lain peran Inspektorat Daerah dalam pengendalian fraud pengadaan barang/jasa berfungsi untuk melindungi pemerintah provinsi Sulawesi Utara dari kerugian keuangan daerah dan kehilangan aset yang diakibatkan oleh perbuatan fraud.
Namun demikian dalam melaksanakan perannya Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara menghadapi beberapa kendala yakni kompetensi auditor yang belum merata, keterbatasan anggaran, serta gangguan terhadap objektivitas auditor.
Implikasi hasil penelitian ini bagi Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara, diharapkan
dapat memberikan informasi dan bahan evaluasi
terhadap kebijakan dan metode pengawasan yang digunakan dalam
rangka pengendalian fraud pengadaan barang jasa, serta menjadi sumbangan
pemikiran untuk penyusunan program pengawasan sebagai upaya memaksimalkan peran
sebagai APIP khususnya dalam
pengendalian fraud pengadaan barang/jasa.
Oleh karena itu saran praktis yang dapat diberikan bagi Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara, antara
lain : melakukan peningkatan dan pemerataan kompetensi bagi para auditor melalui kegiatan pengembangan profesi yang berkesinambungan seperti pendidikan dan pelatihan maupun seminar yang sesuai dengan profesinya,
atau melalui kegiatan pelatihan kantor sendiri; memaksimalkan pelaksanaan audit/pemeriksaan dengan metode berbasis risiko (risk based audit): menerapkan
metode penyusunan anggaran berbasis kinerja; serta membuat Piagam Audit Intern (Audit
Chartered) yang didalamnya dapat
berisi penegasan terhadap kewajiban auditor untuk bersikap objektif dan independen dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah belum dapat merepresentasikan auditor yang ada di Provinsi Sulawesi Utara secara keseluruhan, karena penelitian hanya dilakukan pada Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Utara. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas sampel penelitian pada Inspektorat Kabupaten dan Kota yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Utara.
BIBLIOGRAFI
Ada Yustinus, Kalangi
L., Warongan, J. (2020). Analisis
Pengawasan Inspektorat
Daerah Terhadap Pelaksanaan
E-Procurement Pada Pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi Dan Auditing �Goodwill�, 11(2).
Asad F. Achmad, Tarjo,
Musyarofah. (2019). Reorientasi Audit Internal Untuk Melawan
Korupsi Pengadaan. Jurnal Berkala Ilmu Ekonomi, 10(3), 583-601
Cressey, Donald R. (1953). Other people�s money; a
study of the social psychology of embezzlement.
Darori. 2017. Peran
Auditor Internal Pemerintah Dalam Pencegahan Dan Pendeteksian Fraud (Sebuah
Studi Fenomenologi). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 3(2), 83-91
Dimas
Trisliatanto. 2020. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Andi
Jatiningtyas,
Nurani & Kiswara E. (2011). Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fraud Pengadaan Barang/Jasa Pada Lingkungan
Instansi Pemerintah Di Wilayah Semarang. Skripsi. Universitas
Diponegoro
Fachruddin, Muh. (2021). Analisis Peran Audit Internal dalam Pencegahan
Fraud (Studi kasus pada Universitas XYZ di Yogyakarta). ABIS: Accounting and
Business Information Systems Journal, 10(2).
Gamar, Nur, & Djamhuri, Ali. (2015). Auditor internal sebagai �dokter�
fraud di pemerintah daerah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 6(1),
107�123.
Giam, Richard Sarmento, & Budiarso, Novi Swandari. (2021). Peranan
Auditor Internal dalam Reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Sebuah
Pendekatan Kualitatif). JURNAL RISET AKUNTANSI DAN AUDITING"
GOODWILL", 12(2), 435�446.
Goldratt, Eliyahu M.
1984. The Goal: A Process of Ongoing Improvement. USA : North River Press
Mamahit, Atrisia Inayati. (2018). Deteksi fraud pada sektor
pemerintahan. Universitas Islam Indonesia.
Petraşcu, Daniela, & Tieanu, Alexandra. (2014). The role of
internal audit in fraud prevention and detection. Procedia Economics and
Finance, 16, 489�497. https://doi.org/10.1016/S2212-5671(14)00829-6
Putri, Dhika Maha, & Nursasmito, Irfan. (2017). Analisis Implementasi
Probity Audit Dalam Pencegahan dan Pendeteksian Fraud Pengadaan Barang dan Jasa
di Universitas Gadjah Mada. ABIS: Accounting and Business Information
Systems Journal, 5(3).
Raharjo, Eko. 2007. Teori Agensi
dan Teori Stewardship Dalam Perspektif Akuntansi. Fokus
Ekonomi; Jurnal Ilmiah
Ekonomi, 2(1), 37-46
Rustiarini, Ni Wayan, Sutrisno, Sutrisno, Nurkholis, Nurkholis, &
Andayani, Wuryan. (2019). Fraud triangle in public procurement: evidence from
Indonesia. Journal of Financial Crime, 26(4), 951�968.
Romaissah, dkk.
2018. Pengaruh Implementasi Sistem E-Procurement Dan Pengendalian Internal
Terhadap Pencegahan Fraud Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Majalah Ilmiah
Neraca, 15(2), 65-80
Syukron, Andi Miftahul, & Sugiri, Slamet. (2017). Analisis peran
inspektorat daerah kabupaten Bantul dalam pengawasan proses pengadaan
barang/jasa. ABIS: Accounting and Business Information Systems Journal, 5(2).
Sugiyono. 2014. Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Tugiman, Hiro Standar Profesional Audit Internal. (2006). Edisi Kelima. Kanisius:
Yogyakarta.
Yusuf, Zulfadli, Nurwanah, Andi, & Sari, Ratna. (2022). Fraud pada
Program Jaminan Kesehatan Nasional Perpekstif: Kompetensi Auditor Internal
dengan Pendekatan Fenomenologi. Owner: Riset Dan Jurnal Akuntansi, 6(4),
3653�3669.
Wuysang, Recky V
O; Nangoi G; Pontoh W. 2016. Analisis Penerapan Akuntansi Forensik Dan Audit
Investigatif Terhadap Pencegahan Dan Pengungkapan Fraud Dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah Pada Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Utara. Tesis. Universitas Sam Ratulangi
Copyright
holder: Maya Angelia Sanni, Jantje J. Tinangon, Hendrik Manossoh (2023) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |