Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
11, November 2023
ANALISIS
KEBERADAAN SENJATA AIRSOFT GUN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Briyan Dustin, Hery Firmansyah
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara
Email:
[email protected]
Abstrak
Penyalahgunaan atas suatu benda yang tidak
sesuai dengan peruntukkannya sudah bukan lagi hal baru, akan tetapi akhir-akhir
ini masyarakat sedang dihebohkan oleh suatu senjata replika yang kerap kali
digunakan untuk tindakan pidana, dan aparat penegak hukum sendiri memang sudah
kerap kali menindak terhadap penyalahgunaan senjata replika tersebut, akan
tetapi yang masih menjadi pertanyaan adalah bagaimana posisi airsoft gun itu
sendiri dalam peraturan perundang-undangan kita dan apakah airsoft gun �itu sendiri termasuk sebagai senjata api?
serta bagaimana konsekuensi hukum secara normatif yang dapat diberikan kepada
kepemilikan dan pengedaran airsoft gun itu yang dilakukan tidak dengan
persyaratan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku? Penelitian ini dilakukan
secara normatif, dan pendekatannya dilakukan dengan menelaah peraturan
perundang-undangan yang ada (Statute Approach). Dan setelah ditelaah
melalui peraturan perundang-undangan dan peraturan kepolisian terkait ditemukan
bahwa airsoft gun merupakan senjata replika yang digolongkan sebagai
senjata api untuk kepentingan olahraga, dan oleh karena itu kepemilikan dan
peredarannya dapat dijerat secara pidana dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12
Tahun 1951 mengingat airsoft gun yang digolongkan sebagai senjata api,
hasil penelitian ini tentunya memiliki kebaharuan
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan dimana ditemukan bahwa airsoft
gun bukanlah senjata api dan kepemilikan tanpa izin nya dan peredarannya
tidak dapat dijerat dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan
kata lain penelitian yang dilakukan penulis ini memuat unsur kebaruan.
Kata kunci: Keberadaan,
Senjata Api, Airsoft Gun, Peraturan Perundang-Undangan.
Abstract
Misuse of an object that is not in accordance with
its designation is no longer new, but lately the public is being shocked by a
replica weapon that is often used for criminal acts, and law enforcement
officials themselves have often cracked down on the misuse of replica weapons,
but the question is still what is the position of the airsoft gun itself in our
laws and regulations and whether it is an airsoft gun� is itself included as a firearm? And what are
the normative legal consequences that can be given to the ownership and
distribution of airsoft guns that are carried out not with requirements in
accordance with applicable regulations? This research is carried out
normatively, and the approach is carried out by reviewing existing laws and
regulations (Statute Approach). And after examining through related laws and
regulations and police regulations, it was found that airsoft guns are replica
weapons classified as firearms for sports purposes, and therefore their
possession and circulation can be criminally charged with Emergency Law Number
12 of 1951 considering that airsoft guns are classified as firearms, the
results of this study certainly have novelty with previous research conducted
where It was found that the airsoft gun is not a firearm and its possession
without permission and its circulation cannot be entangled with Emergency Law
Number 12 of 1951, in other words the research conducted by this author
contains an element of novelty.
Keywords:
Presence, Firearms, Airsoft Gun, Laws and Regulations.
Pendahuluan
������ ���� Perkembangan
zaman dan teknologi yang begitu cepat yang kini terjadi di dalam kehidupan
sehari-hari kita tentunya tidak dapat dipungkiri lagi Fauzi (2023), katakanlah dalam 11 tahun belakangan saja
penemuan besar yang mengubah dunia dari segi teknologi sudah terjadi dalam
kehidupan manusia, misalnya saja teknologi tersebut hati buatan/ Artificial
Heart yang ditemukan pada tahun 2001, penemuan smartphone pada tahun 2007, self
balancing vehicle pada tahun 2000 dan masih banyak lagi.
Hal ini menunjukan bahwa peradaban umat manusia
sedang berada di titik perubahan yang tidak terelakkan, dimana perkembangan
yang semakin maju dalam kehidupan manusia ini, kendati dipelopori oleh
perkembangan teknologi ternyata mampu menyentuh dan mencapai berbagai macam
aspek dalam kehidupan manusia lainnya, oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
sebagaimana dengan zaman yang terus berkembang, hal-hal lain pun harus dinamis
untuk bergerak bersama mengikuti perkembangan teknologi yang semakin cepat.
Perkembangan teknologi yang cepat dan masif tersebut juga
harus diimbangi dengan perkembangannya yang ditinjau dari segi normatif, baik
itu dari segi regulasinya, peraturannya, apa yang dilarang dan tidak dilarang
dan seterusnya. Hal ini tentunya merupakan sesuatu yang menjadi keharusan unuk
diperhatikan, karena apabila perkembangan hukum di masyarakat maka hukum
tersebut tidak akan dapat dijalankan dengan baik, dengan kata lain pembaharuan
hukum harus selalu tanggap dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
guna peningkatan efektifitas fungsinya di dalam masyarakat (Jaya, 2016). Hukum harus senantiasa diperbahurui mengikuti
perkembangan zaman agar dapat mengakomodasi berbagai macam aspek kehidupan
masyarakat berbangsa bernegara.�
Akan tetapi kerap kali karena begitu cepatnya
perkembangan teknologi yang terjadi, terkadang penegak hukum memiliki kesulitan
dalam melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan penegakan hukum aparat penegak
kerap kali mendapat berbagai anttangan dalam untuk menegakan ketertiban dan
hukum itu sendiri, sebut saja, dari segi sarana hukum, atau dari segi
mentalitas aparat penegak hukum itu sendiri yang kerap kali terpengaruhi oleh
hal-hal negatif sehingga menghambat penegakan hukum yang baik itu sendiri.
Kemudian dari segi fasilitas dan sarana yang terkadang tidak memadai dalam
membantu aparat untuk menegakan hukum, Keterbatasan Pengetahuan dan Pemahaman
Aspek-Aspek Hukum yang dimiliki oleh aparat penegak hukum sehingga tidak dapat
melaksanakan penegakan dengan maksimal (Herlina, 2017).
Kepatuhan masyarakat terhadap hukum dan tantangan
internal, tantangan internal dalam penegakan hukum meliputi korupsi, mafia
peradilan, dan kurangnya kapasitas, kompetensi, integritas, dan komitmen dalam
penegakan hukum
(Wiranti & Arifin, 2020). Kemudian
perkembangan teknologi sendiri merupakan faktor eksternal yang menjadi
tantangan dalam mewujudkan penegakan hukum yang tepat (Setiadi & SH, 2017). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
perkembangan teknologi menjadi salah satu aspek antangan yang membatasi
relevansi atau kebaharuan peraturan perundang-undangan terhadap suatu hal.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu
gencar, hal tersebut tidak selalu berdampak positif terhadap kehidupan
masyarakat, memang benar dengan perkembangan teknologi masyarakat sekarang
memiliki kemudahan Ameliola (2013) dalam melakukan berbagai hal, apabila dikaitkan
hubungannya dengan ilmu kehukuman, teknologi memperbolehkan masyarakat untuk
bisa lebih mudah dalam mendapatkan layanan hukum. Misalnya saja dewasa ini
keberadaan berbagai website hukum dan konsultan gratis secara online ataupun
berbayar sudah mempermudah masyarakat apabila seseorang ingin mendapatkan
informasi atau nasihat hukum secara mudah.
Akan tetapi sebagaimana dengan segala sesuatunya
tentu ada hal positif dan negatif, seperti tentunya dengan perkembangan
teknologi, tentunya ada dampak negatif yang dapat dirasakan jika dihubungi
dengan ilmu kehukuman pula, misalnya saja dengan adanya perkembangan teknologi
yang begitu masif, perjudian ilegal secara online marak terjadi, ataupun
misalnya layanan akses internet yang bebas menyebabkan konten-konten tidak
layak dapat diakses oleh berbagai macam lapisan masyarakat termasuk lapisan
masyarakat yang belum cukup umur untuk melihat hal-hal tersebut, atau misalnya
dengan perkembangan dunia medis dan penemuan senyawa senyawa kimia yang semakin
komprehensif, obat-obatan dan zat adiktif ilegal semakin mudah untuk didapatkan
dan masih banyak lagi, dengan kata lain Semakin tinggi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, semakin tinggi pula intensitas tindak pidana di
lingkungan masyarakat (Bachrie, 2009).
Salah satu hasil produk yang lahir dari
perkembangan zaman merupakan suatu senjata replika yang kerap kali disalah
gunakan dan juga selama sekian lama dimanfaatkan sebagai salah satu alat yang
digunakan sebagai suatu instrument untuk melaksanakan tindak pidana, senjata
replika tersebut adalah Airsoft Gun.�
Dalam melakukan tindak pidana, pelaku kejahatan
tidak pernah kehabisan akal dalam memanfaatkan berbagai macam alat dan sarana
untuk melaksanakan tindak pidana tersebut, bahkan terkadang beberapa alat
tersebut merupakan benda yang fungsinya tidak ditujukan untuk tindakan
kejahatan tersebut, misalnya saja tindakan pengancaman yang dilakukan dengan pisau daging yang dilakukan oleh YH di
Bandung Jawa Barat, atau kasus pemukulan dan penganiayaan dengan stik golf oleh
RS & GN di Cirebon.
Dari dua kasus dan masih banyak contoh kasus
lainnya dapat disimpulkan bahwa segala jenis alat dan prasarana dapat
dimanfaatkan oleh pelaku tidak pidana dalam melakukan tindakan kejahatan,
bahkan alat-alat yang biasa digunakan dalam keseharian kita. Ada banyak benda
lainnya yang dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana dalam melaksanakan tindak
kejahatannya, akan tetapi akhir-akhir ini masyarakat kerap kali diresahkan oleh
beberapa oknum tidak bertanggung jawab yang menggunakan alat atau sarana yang
tidak sesuai dengan fungsinya tersebut untuk melakukan tindak kejahatan, alat
yang kerap kali disalahgunakan tersebut adalah Airsoft Gun.
Dahulu kala tidak pernah ada sebuah replika senjata
api yang dapat berfungsi dan bekerja seperti senjata api pada umumnya, akan
tetapi lagi-lagi karena perkembangan teknologi dan zaman hal ini memungkinkan
untuk diciptakannya suatu replika senjata api yang hampir sama dengan senjata
api. Pada dasarnya airsoft sendiri merupakan suatu kegiatan olahraga
tembak-menembak yang menggunakan sebuah senjaa replika yang memiliki kemiripan
hingga 90% dengan senjata api sebagai alat permainannya.
Senjata airsoft
gun sendiri merupakan suatu replika atau benda tiruan yang menyerupai
senjata api, dimana arti kata Air dalam
airsoft gun memiliki pengertian
sebagai sebuah senjata tiruan yang memiliki tekanan udara ataupun gas yang
lembut (Soft) lembut disini maksudnya
gas atau juga udara yang bertekanan rendah
sebagai tekanan atau pendorongnya dan juga Gun atau berarti senjata dalam bahasa Inggris, maka dapat ditarik
pengertian bahwa airsoft gun merupakan
sebuah senjata tiruan yang memiliki wujud, dan bentuk seperti senjata api
sesungguhnya yang menggunakan unsur udara atau gas lembut sebagai
tekanan/tenaga pendorongnya (Masngoedi, 2015).
Airsoft gun diciptakan untuk memenuhi hasrat pecinta senjata api
(positif) untuk mengalami pengalaman menembakkan senjata yang relatif aman
untuk pengguna individu dan pengaplikasian strategi pertempuran dalam permainan
perang-perangan/skirmish (war game) jika dalam suatu komunitas.
Setiap komunitas yang baik dan bertanggung jawab selalu memiliki kode etik
tersendiri, tetapi memiliki kesamaan prinsip demi keamanan dan kelangsungan
hobi ini sendiri. Hobi ini termasuk hobi unik yang berbeda dengan hobi-hobi lainnya.
Sementara itu jika ditilik dari peraturan
perundang-undangan, airsoft gun sendiri sudah diberikan definisi menurut
Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pengawasan dan Pengendalian
Replika Senjata Jenis airsoft gun dan Paintball. Bahwa airsoft
gun merupakan benda yang bentuk, sistem kerja dan fungsinya menyerupai
senjaa api yang terbuat dari bahan plastik atau logam atau campuran bahan
plastik dan logam yang dapat melontarkan Ball Bullet dengan menggunakan
tenaga tekanan udara yang dihasilkan dengan mekanisme gas bertekanan rendah
atau pegas yang digerakkan oleh tenaga manusia atau motor listrik dengan
kekuatan lontar peluru paling jauh 2 (dua) joule.
Airsoft gun pertama kali hadir di Jepang, pada tahun 1970-an, dimana
masyarakat Jepang sendiri tidak diperkenankan untuk memiliki senjata api, akan
tetapi hal ini menjadi masalah bagi sebagian segmen masyarakat Jepang yang
memiliki kegemaran dalam melakukan olahraga tembak menembak dimana
kemudian para pencinta senjata api lalu mencari alternatif yang legal
untuk melakukan hobi mereka. Dan sekarang kegiatan airsoft paling populer di
Jepang, Tiongkok, Hongkong,
Macau, China, Thailand Filipina dan juga Indonesia (Fe, 2017). Kemudian hal ini menarik minat produsen mainan di
Jepang yang kemudian mulai memprodukasi senjata airsoft gun secara
massal.
Setelah populer di Jepang barulah kemudian airsoft
gun mulai diekspor ke negara-negara Asia lainnya, dan mulai memasuki pasaran
Indonesia di tahun 1990-an. Airsoft gun juga dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan
komponen pendorong dan cara kerjanya, tanpa memerhatikan ukuran dari airsoft
gun tersebut baik pistol, karabin, senapan gotri, senapan runduk, senapan
serbu, semuanya tetap dibagi berdasarkan kedua hal tersebut, dimana pada
umumnya dibagi menjadi 4 berdasarkan komponen pendorong dan cara kerjanya
yaitu;
1.
Spring
Jenis airsoft yang menggunakan tenaga pegas untuk
melontarkan peluru dengan mode single shot atau sekali kokang tembak. Setelah
ditarik ke belakang, pegas dilepaskan dan memberikan tenaga dorongn terhadap
peluru. Spring seperti namanya menggunakan per sebagai daya pendorongnya,
dimana per tersebut diberikan kokangan terlebih dahulu.
2.
AEG (Automatic
Electric Gun)
Jenis airsoft gun ini menggunakan tenaga baterai
dengan kekuatan voltase yang beragam. Dinamo ini akan bertugas menggerakkan
mesin sehingga piston bisa bekerja mengumpulkan angin dan menekannya sehingga
udara bisa keluar cepat dengan tenaga maksimal mendorong BB keluar dari laras
meluncur menuju ke sasaran. Biasanya digunakan pada tipe senapan serbu.
3.
Gas Powered
Airsoft
Seperti namanya, airsoft guns jenis ini menggunakan
gas sebagai sumber utama tenaganya. Gas yang lazim digunakan untuk unit ini
seperti green gas, propane, HFX-134a, red gas, HCFC-22, R22, CO2, dan nitrogen
atau udara bertekanan tinggi. Unit airsoft berjenis ini biasanya punya harga
yang cenderung lebih tinggi dari AEG.�
Gas powered Airsoft punya varian seperti Gas Blowback atau GBB dengan
efek recoil blow-back yang menyerupai aslinya lalu ada Gas Non Blow-back yang
tidak punya efek recoil blow-back dan punya fps tinggi ketimbang GBB. Di
indonesia tipe ini yang paling banyak disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana
pengancaman, hal ini karena bentuk dan kemampuan menembak airsoft ini
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan airsoft bertenaga pegas dan
lebih praktis jika dibandingkan dengan tipe electric.
4.
High
Pressure Air (HPA)
Untuk unit airsoft gun satu ini menggunakan sistem
tekanan angin tinggi untuk memberikan daya tembak yang lebih konsisten dan
akurat. Pada dasarnya sistem HPA ini adalah sebuah tabung yang berisi udara
bertekanan tinggi yang terhubung ke mekanisme pelontar BB melalui selang.
Kelebihan dari unit ini adalah tembakanya yang konsisten dan akurat karena
udara bisa diatur dengan presisi dan punya biaya operasional yang lebih rendah
dibandingkan dengan sistem lain. Akan tetapi jenis HPA ini jarang ditemukan dan
dimiliki oleh masyrakat awam karena sistem kerjanya yang cukup rumit,
perawatannya yang tidak murah dan harganya yang lebih tinggi.
Setelah mengetahui definisi, sejarah, dan
perkembangan serta jenis-jenis airsoft gun itu, dapat disimpulkan bahwa airsoft
gun sebagai sebuah senjata replika yang lahir dari kemajuan teknologi
merupakan suatu teknologi yang baru, dan sangat sering sekali disalahgunakan,
sama seperti beberapa kasus diatas, airsoft gun kerap kali
disalahgunakan sebagai senjata untuk melakukan tindak pidana, baik itu
pengancaman, seperti kasus yang baru-baru ini terjadi pada hari Kamis tanggal
30 Mei 2023� dimana� David Yulianto yang mengancam pengemudi mobil
lain dengan senjata, yang belakangan diketahui airsoft gun, di ruas Tol
Tomang.
Dimana aksi ini dilakukan karena David Yulianto
yang menjadi emosi karena terserempet mobil lain. Atau kasus lain dimana airsoft
gun dimanfaatkan untuk senjata dalam merampok bank di Bandar Lampung,
dimana Uang sebesar Rp 300 juta berhasil dibawa pergi oleh Heri Gunawan (HG),
dan dua perampok Bank Arta Kedaton Makmur, Bandar Lampung, lainnya. Heri
Gunawan sendiri sudah diamankan polisi, sedangkan dua pelaku lain masih buron.
Heri Gunawan adalah eksekutor perampokan yang terjadi pada tanggal 17 Maret
2023. Heri dan komplotannya beraksi menggunakan airsoft gun jenis
revolver dan glock. Adapun dua kawannya bertugas mengawasi dari sepeda motor.
Tempat kejadian perkara hanya berjarak 50 meter dari Pos Polisi Teluk Betung
Selatan, Bandar Lampung.
Tiga orang menjadi korban penembakan dengan
menggunakan airsoft gun. Dua di antaranya merupakan petugas
keamanan kedua bank: Kismanto, petugas keamanan Bank Mayora yang mengalami luka
tembak pada bagian pinggang dan tangan kanan; serta Tito Alexander, petugas
keamanan Arta Kedaton yang mengalami luka tembak pada perut samping sebelah
kiri. Satu korban lainnya adalah Hance Chandra, pegawai Bank Arta Kedaton. Luka
tembaknya pada perut, dada, dan tangan sebelah kanan. Kapolresta Bandar Lampung
Kombespol Ino Harianto menyampaikan, berdasar keterangan saksi dan olah tempat
kejadian perkara, perampokan itu berawal dari tiga karyawan Bank Arta Kedaton
Makmur mengambil uang Rp 300 juta yang dimasukkan ke dalam tas dari Bank
Mayora. Lokasi dua bank tersebut berjarak 100 meter di kawasan Jalan Laksamana
Malahayati.
Dua kasus ini menunjukan suatu permasalahan hukum
yang jelas yaitu airsoft gun sebuah alat yang fungsi utamanya merupakan
alat untuk kepentingan rekreasi olahraga tembak menembak kerap kali
disalahgunakan dan dijadikan sebagai sarana untuk melaksanakan tindak pidana,
oleh sebab itu muncul suatu pertanyaan atas bagaimana sesungguhnya posisi atau
kedudukan airsoft gun sebagai suatu senjata repika yang kerap kali
disalahgunakan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini? Apakah airsoft gun memiliki
pengaturan hukum yang jelas?
Dengan seringnya�
terjadi kasus penyalahgunaan airsoft gun ini akademisi dan
masyarakat kerap kali bertanya sesungguhnya bagaimana pengaturan dan kedudukan airsoft
gun tersebut dalam peraturan perundang-undangan kita? Apakah aparat penegak
hukum sudah memiliki instrument yang mumpuni dalam menangani kepemilikan,
penggunaan dan penyalahgunaan airsoft gun? Sebagaimana seperti yang
sudah di uraikan sebelumnya bahwa dalam menangani tindak pidana dan menegakan
hukum, aparat penegak hukum harus memiliki istrument yang tepat agar dapat
melaksanakan penegakan hukum dengan maksimal, disamping itu bentuk peraturan
dan regulasi tersebut harus jelas.
Agar tercapai suatu kepastian hukum, karena
sebagaimana seperti yang sudah dibuktikan pada penelitian sebelumnya bahwa
praktik peredaran, penyalahgunaan dan kepemilikan tanpa izin terhadap airsoft
gun masih kurang dipahami dengan komprehensif oleh masyarakat, Padahal,
dampaknya sangat besar bagi masyarakat di sekeliling, walaupun hanya sebatas
senjata untuk kepentingan berolahraga saja (Erwin, 2017). Dengan kata lain posisi dan keberadaan airsoft
gun harus jelas dalam peraturan perundang-undangan agar dapat diketahui
sesungguhnya bagaimana airsoft gun itu sendiri dalam hukum negara
Indonesia, dan dengan demikian penyalahgunaan dapat dihindari lebih lagi dan
masyarakat dapat semakin memahami bahwa airsoft gun kendati sebagai
senjata menembak kepentingan berolahraga diatur secara serius oleh
perundang-undangan.
Kepastian hukum sendiri adalah salah satu poin penting yang akan menjadi alasan atas mengapa penelitian ini dilakukan, sebagaimana yang dikatakan Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum. Apabila dilihat secara historis, perbincangan mengenai kepastian hukum merupakan perbincangan yang telah muncul semenjak adanya gagasan pemisahan kekuasaan dari Montesquieu.
Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan
kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu
sendiri. Keteraturan menyebabkan orang dapat hidup secara berkepastian sehingga
dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Lebih lanjut lagi antara hubungannya dengan
kepastian hukum, Nusrhasan Ismail (2006 : 39-41) berpendapat bahwa bahwa
penciptaan kepasian hukum dalam peraturan perundang-undangan memerlukan
persyaratan yang berkenaan dengan struktur internal dari norma hukum itu
sendiri.
Persyaratan internal tersebut adalah sebagai berikut : Pertama,
kejelasan konsep yang digunakan. Norma hukum berisi deskripsi mengenai perilaku
tertentu yang kemudian disatukan ke dalam konsep tertentu pula. Kedua,
kejelasan hirarki kewenangan dari lembaga pembentuk peraturan
perundang-undangan. Kejelasan hirarki ini penting karena menyangkut sah atau
tidak dan mengikat atau tidaknya peraturan perundang-undangan yang dibuatnya.
Kejelasan hirarki akan memberi arahan pembentuk hukum yang mempunyai kewenangan
untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan tertentu. Ketiga, adanya
konsistensi norma hukum perundang-undangan. Artinya ketentuan-ketentuan dari
sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan satu subyek tertentu
tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain.
Sejalan dengan yang sudah dicetuskan Wauran (2020), bahwa kepastian hukum harus memiliki kejelasan
konsep yang digunakan, harus jelas akan penggolongan airsoft gun itu
sendiri, apakah airsoft gun tersebut tergolong sebagai senjata api,
seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh kajian literatur terdahulu,
ataukah airsoft gun hanyalah senjata replica� atau mungkin airsoft gun tersebut
sebagaimana sesuai dengan pandangan Masyarakat awam merupakan suatu senjata
mainan saja?
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan agar dengan
kata lain apabila ditarik hubungannya dengan masalah hukum penelitian artikel
ini yaitu harus ada suatu kejelasan atas kebijakan airsoft gun dan
posisinya dalam peraturan perundang-undangan kita agar kiranya segala sesuatu
yang berhubungan dengan penggunaan, kepemilikan,
dan penyalahgunaan airsoft gun tersebut dapat diketahui oleh Masyarakat
dan diikuti peraturannya, karena masih banyaknya kebingungan dan kekaburan atas
posisi �airsoft gun itu sendiri di
dalam Masyarakat maka perlu diadakan suatu penelitian yang konkret untuk
mencari tahu mengenai keberadaan airsoft gun itu sendiri dalam peraturan
perundang-undangan negara kita, baik itu bagaimana penggolongannya, dan juga
apakah kepemilikan airsoftgun tersebut dapat dipidana melalui peraturan
perundang-undangan yang sudah ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian artikel ini adalah; 1) Bagaimana posisi keberadaan airsoft gun dalam
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia? 2) Jika
dianalisa secara normatif apakah ada bentuk hukuman yang dapat diberikan
terhadap kepemilikan senjata airsoft gun?
Sementara itu adapun kajian literatur terdahulu
artikel ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Saudara Muhammad Erwin dalam
penelitian nya yang berjudul: ��Eksistensi Senjata Airsoft Gun dalam Perspektif
Undang-Undang Darurat�.
Adapun unsur kebaharuan dari
pembahasan artikel ini dilakukan dari segi peraturan yang akan dikaji, dimana
beberapa peraturan dan metode penelitian yang dilakukan oleh saya dalam artikel
ini akan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh kajian literatur
terdahulu.
Metode Penelitian
Didalam penelitian hukum jenis
poenelitian selalu dibagi menjadi 2 secara besar yaitu jenis penelitian
normatif dan juga jenis penelitian empiris, penelitian empiris atau dapat
disebut juga penelitian empiris, objek penelitian ini pada umumnya mengkaji
tentang hal-hal atau fenomena yang berlangsung di masyarakat (Nasution, 2008). Sedangkan itu penelitian normatif
menurut Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan mencakup lima
obyek yang diteliti, yaitu: (1) penelitian terhadap asas-asas hukum;
(2) penelitian terhadap sistematika hukum; (3) penelitian terhadap taraf
sinkronisasi vertikal dan horisontal; (4) penelitian terhadap perbandingan
hukum; (5) penelitian terhadap sejarah hukum.
Karena penelitian artikel ini
membahas tentang keberadaaan dan posisi airsoft gun dalam peraturan
perundang-undangan maka dapat dikatakan metode penelitian normatif merupakan
metode penelitian yang cocok digunakan dalam penelitian ini karena membahas
tentang sistematika hukum (Soekanto, 1985). Disamping itu metode penelitian
normatif digunakan penulis karena teknik pengumpulan bahan atau data terkait
akan dilakukan melalui studi kepustakaan.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, jenis
pendekatan ada 5 macam, diantaranya yaitu pendekatan kasus (Case Approach),
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan historis (Historical
Approach), pendekatan perbandingan (Comparative Approach), dan
pendekatan konseptual (Conceptual Approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan
perundang-undangan dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang sedang diteliti (Ibrahim, 2005). Karena kedudukan �objek yang akan diteliti dalam penelitian
artikel ini akan dikaji melalui peraturan dan perundang-undangan yang ada dapat
disimmpulkan bahwa pendekatan yang akan digunakan merupakan pendekatan
undang-undang, yaitu memanfaatkan peraturan perundang-undangan yang ada untuk
melakukan pendekatan, dengan kata lain pendekatan penelitian artikel ini adalah
Statute Approach.
Dalam hal ini peraturan yang akan
saya gunakan sebagai kajian yaitu; a) Peraturan
Kepolisian Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Replika
Senjata Jenis airsoft gun dan Paintball. b) Undang Undang Darurat Nomor 12
Tahun 1951. c) Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022
Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Senjata Api Non Organik Kepolisian Negara Republik
Indonesia/tentara Nasional Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan
Senjata Api.
Keberadaan data dalam suatu
penelitian sangatlah penting, bagaimana tidak suatu penelitian tidak akan
memiliki relevansi jika sumber data dan jenis data tersebut tidak memiliki
kredibilitas. Dalam penelitian hukum pada umumnya sumber data kerap kali dibagi
menjadi 3 yaitu sumber data primer yang pada umumnya meliputi peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi ataupun putusan pengadilan.
Kemudian sumber data sekunder yang
biasanya meliputi buku, jurnal dan artikel ilmiah. Yang terakhir tersier
biasanya meliputi kamus hukum akan tetapi selama melakukan penelitian dan
pencarian data penulis tidak menggunakan sumber data tersier oleh karena itu
penelitian ini hanya memanfaatkan sumber data hukum primer dan sekunder saja.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian artikel ini adalah:
Sumber Data Primer: a) Peraturan
Kepolisian Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Replika
Senjata Jenis airsoft gun dan Paintball. b) Undang Undang Darurat Nomor 12
Tahun 1951. c) Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2022 Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Senjata Api Non Organik Kepolisian Negara
Republik Indonesia/tentara Nasional Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang
Digolongkan Senjata Api.
Sumber Data Sekunder: a) Buku
Penelitian Hukum karangan Prof. Peter
Mahmud Marzuki yang
diterbitkan pada tahun 2019. b) Buku Metode Penelitian Ilmu Hukum karangan
Bahder Johan Nasution yang diterbitkan pada tahun 2008. c) Buku Penelitian
Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, karangan Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji� yang diterbitkan pada tahun
2010.
Mengingat jenis metode penelitian
yang dipakai dari studi putusan ini adalah Normatif, yang mana merupakan studi
kepustakaan dan datanya diambil dari sumber data sekunder yang bersifat diambil
tidak langsung dari lapangan, maka teknik pengumpulan data sebagian besar
dilakukan oleh penulis melalui internet, pencarian online, buku dan juga
dikumpulkan dengan berkunjung ke perpustakaan.
Hasil dan Pembahasan
Guna memahami atas bagaimana posisi
keberadaan senjata airsoft gun di dalam peraturan perundang-undangan
perlu kita memahami lagi apa yang dimaksud dari aitsoft gun karena
penelitian ini merupakan penelitian hukum dan mengacu terhadap peraturan
perundang-undangannya sebagai sumber untuk melakukan penelitian ini maka
definisi airsoft gun yang diambil tersebut akan diambil dari definisi
Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2018, dimana airsoft gun merupakan benda yang bentuk, sistem kerja dan
fungsinya menyerupai senjaa api yang terbuat dari bahan plastik atau logam atau
campuran bahan plastik dan logam yang dapat melontarkan Ball Bullet dengan
menggunakan tenaga tekanan udara yang dihasilkan dengan mekanisme gas
bertekanan rendah atau pegas yang digerakkan oleh tenaga manusia atau motor
listrik dengan kekuatan lontar peluru paling jauh 2 (dua) joule.
Adapun posisi dan keberadaan yang
akan dipertanyakan dalam penelitian ini adalah apakah airsoft gun merupakan
suatu senjata api yang diatur dalam peraturan perundang-undangan? Mengingat
cara kerja, komponen dan bentuknya yang hampir menyerupai senjata api. Apabila
dibandingkan dengan definisi senjata api yang berbunyi �Senjata Api adalah suatu alat yang sebagian atau seluruhnya
terbuat dari logam yang mempunyai komponen atau alat mekanik seperti laras,
pemukul atau pelatuk, triger, pegas, dan kamar peluru yang dapat melontarkan
anak peluru atau gas melalui laras dengan bantuan bahan peledak. (Temarwud et al., 2022)�
Maka dapat disimpulkan bahwa
senjata airsoft gun memiliki kesamaan dengan senjata api, keduanya
sama-sama memiliki kamar peluru, pelatuk, dan laras, sementara itu bahan
komponennya sendiri juga hampir sama dengan senjata api, yang mana senjata airsoft
gun memiliki berat kurang lebih sama dengan senjata api. Disamping kesamaan
komponen, cara kerja airsoft gun �yang sama dengan senjata api juga menjadi
salah satu fakta atau unsur yang memungkinkan untuk senjata �airsoft gun digolongkan sebagai senjata
api, kendati tujuan awal dari airsoft gun itu sendiri adalah senjata
replika untuk tujuan kepentingan olahraga menembak.
Cara kerja yang dimaksud adalah
kesamaan antara senjata api dan airsoft gun �dimana keduanya sama sama merupakan suatu alat
yang dapat memuntahkan proyektil atau peluru karena adanya daya dorong, kendati
memang proyektil yang dimuntahkan tentu berbeda, dimana senjata api pada
umumnya memuntahkan butiran peluru tajam yang berisi timah dan berkepala tajam
sehingga akan mematikan jika ditembakan, luka serius bahkan kematian dapat
menjadi akibatnya.
Meskipun memang peluru senjata api
memiliki banyak jenis seperti FMJ (Full Metal Jacket) AP (Armor
Piercing Round) Hollow Point �dan masih banyak lagi, peluru tajam lah yang
biasanya digunakkan dalam senjata api, dan sama seperti airsoft gun peluru/proyektil
dan dimuntahkan tersebut terjadi karena adanya hasil pembakaran yang disebabkan
oleh bubuk mesiu yang memuntahkan peluru tersebut dengan kecepatan tinggi.
Adapun dalam kasusnya pada airsoft
gun peluru yang dimuntahkan pada umumnya berbahan dasar plastik, dengan
diameter yang kecil, Meskipun dianggap berenergi rendah dan relatif "aman" untuk
digunakan anak-anak, namun dapat menyebabkan cedera parah, seperti pada mata,
dan bahkan organ perut. Proyektilnya dapat menembus hingga kedalaman 25 mm
pada jarak 1 meter dan hingga 15 mm pada jarak 5 meter.
Kendati tidak berbahaya
ketika ditembakan akan tetapi jika ditembakkan terhadap organ vital maka
senjata airsoft gun
�tersebut dapat berbahaya dan mengancam. Oleh
sebab itu penyalahgunaan airsoft gun yang tidak seharusnya oleh pelaku
tindak pidana sesungguhnya dapat berakibat fatal dan membahayakan, oleh karena
itu urgensi dan bahaya dari senjata airsoft gun �itu sendiri hampir sama dengan senjata api
kendati tidak dapat membunuh, tetapi bisa menimbulkan luka serius ataupun
konsekuensi yang buruk.
Oleh karena itu tidaklah heran jika
airsoft gun �dikategorikan atau
digolongkan sebagai senjata api mengingat cara kerja, komponen nya, juga karena
akhir-akhir ini airsoft gun ��sering sekali disalah gunakan sebagai alat
untuk melakukan tindak pidana tidak heran penggolongan ini dilakukan agar,
kepemilikannya dapat lebih diatur lagi, dan juag penyalahgunaannya ditekan.
Setelah membahas kesamaan antara
definisi dan juga cara kerja serta komponennya yang membuktikan bahwa airsoft
gun memang digolongkan sebagai senjata api, kita perlu melihat aspek
hukumnya, memang benar bahwa secara definisi menurut peraturan kepolisian
senjata airsoft gun secara tidak langsung sudah dikatgeorikan sebagai
senjata api akan tetapi penekanan itu sendiri baru terlihat didalam� �Peraturan Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perizinan, Pengawasan dan
Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Senjata
Api Non Organik Kepolisian Negara Republik Indonesia/tentara Nasional
Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api, yaitu dalam
Pasal 102 Ayat 1 yang berbunyi;
Peralatan Keamanan yang digolongkan Senjata Api
dapat berupa: a) senjata bius; b) senjata
signal; c) senjata gas; d) pepper gun;
e) senjata replika, paling sedikit meliputi airsoftgun
dan paintball; f) senjata angin, paling sedikit
meliputi pistol angin dan senapan angin; g) harpun
dengan pegas; h) senjata semprotan gas; i) crossbow; j) alat pemancang paku beton; k) power load; l. alat kejut listrik; m) catching net; dan n) panahan.
Dengan penjabaran ini maka sudah
jelas bahwa airsoftgun kini, semenjak peraturan ini
berlaku bukanlah senjata mainan, akan tetapi peralatan keamanan yang
digolongkan sebagai senjata api dan untuk kepentingan berolahraga, dengan kata
lain kendati airsoftgun bukanlah senjata api yang biasanya
digunakan untuk penegakan hukum, ataupun beladiri, ia adalah senjata api yang
diperuntukkan sebagai senjata api untuk kepentingan olahraga, yang mana
kepemilikan nya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan
Kepolisian Nomor 5 Tahun 2018,
Persyaratan kepemilikan menurut
Pasal 7: a) Mempunyai kartu tanda anggota klub menembak yang berada di bawah
pengawasan Polri, yaitu Persatuan Berburu dan Menembak Seluruh Indonesia,
Perbakin. b) Berusia minimal 15 tahun dan maksimal 65 tahun. c) Sehat secara
jasmani dan rohani. Hal ini dibuktikan melalui Surat Keterangan dari dokter dan
psikolog Polri. d)� Mempunyai kemampuan
dan keterampilan dalam menembak. Hal ini dibuktikan melalui surat keterangan
yang dikeluarkan langsung oleh klub Perbakin. e) Untuk persyaratan usia dalam
kepemilikan airsoft gun dapat
dikecualikan bagi atlet olahraga menembak yang berprestasi. Dengan catatan,
telah mendapat rekomendasi dari pengurus besar Perbakin.
Sementara itu prosedur perizinannya
menurut Pasal 18 izin kepemilikan dan penggunaannya harus diajukan kepada
Kepala Daerah u.p. Direktur Intelijen Keamanan Kepolisian Daerah dengan
tembusan Kepala Kepolisian Resor setempat yang dilengkapi oleh; a) Rekomendasi
Pengda induk organisasi olahraga airsoft
gun dan Paintball yang menjadi anggota Federasi Olahraga Rekreasi
Masyarakat Indonesia (FORMI); b) fotokopi surat izin impor dan atau pembelian
dalam negeri Replika Senjata Jenis airsoft
gun dan Paintball; c) Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) pemohon; d)
Surat keterangan kesehatan dari dokter; e) Surat keterangan psikologi dari
psikolog Polri; e) Sertifikat menembak/ penataran dari induk organisasi
olahraga airsoft gun dan Paintball
yang menjadi anggota Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI);
Fotokopi Kartu Tanda Anggota (KTA) klub menembak yang bernaung di bawah induk
organisasi olahraga airsoft gun dan
paintball yang menjadi anggota Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia
(FORMI); f) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); g) Daftar riwayat hidup; dan h)
Pasfoto berwarna dasar merah ukuran 4x6 (empat kali enam) cm sebanyak 2 (dua)
lembar dan - 17 - ukuran 2x3 (dua kali tiga) cm sebanyak 2 (dua) lembar. i) Bagi
pemilik Replika Senjata Jenis airsoft gun
yang telah memiliki paling banyak 7 (tujuh) pucuk dan akan mengganti dengan
Replika Senjata Jenis airsoft gun lain,
Replika Senjata Jenis airsoft gun
lama dihibahkan kepada atlet lain yang memenuhi persyaratan atau diajukan untuk
dimusnahkan.
Dengan penjabaran diatas maka dapat
disimpulkan bahwa proses persyaratan dan kepemilikan airsoft gun tidaklah
mudah dan rumit, akan tetapi perizinan ini berbeda dengan perizinan kepemilikan
senjata api. Kendati perizinannya berbeda airsoft gun tetaplah termasuk
sebagai golongan senjata api, oleh karena itu dapat disimpulkan pelanggaran
kepemilikannya yang tidak sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2018
dapat dijerat dengan Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dimana
undang-undang ini merupakan undang-undang yang dapat dijeratkan terhadap
pelanggaran kepemilikan dan peredaran senjata api tanpa izin. Dengan demikian
maka sudah jelas bahwa secara normatif bentuk kepemilikan dan peredaran airsoft
gun tanpa izin dapat dijerat pidana dengan hukuman yang tertera didalam
Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tersebut.
Kesimpulan
Sebagaimana
dengan perumusan masalah yang sudah dijabarkan diatas kini dapat disimpulkan
bahwa senjata airsoft
gun merupakan
senjata replika yang digolongkan sebagai senjata api untuk kepentingan
berolahraga menurut Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022
Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Senjata Api Non Organik Kepolisian Negara Republik
Indonesia/tentara Nasional Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan
Senjata Api.
Disamping itu karena
memiliki cara kerja, komponen dan juga definisi yang hampir sama menurut
peraturan perundang-undangan maka dapat dikatakan bahwa airsoft gun merupakan senjata api, airsoft
gun digolongkan sebagai senjata api juga karena sampai saat ini belum ada
suatu ketetapan normatif atau peraturan khusus yang mengatur tentang
kepemilikan senjata airsoft gun tanpa izin, oleh karena itu hingga
sekarang pemberian sanksinya hanya dapat diberikan melalui penerapan Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
BIBLIOGRAFI
Ameliola, S., & Nugraha, H. D. (2013). Perkembangan media informasi dan teknologi terhadap anak dalam era globalisasi. Prosiding In International Conference On Indonesian Studies" Ethnicity And Globalization, 362�371.
Bachrie, S. (2009). Merekonstruksi Paradigma Membangun Supremasi Hukum yang Berkeadilan. Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa, 17(4).
Erwin, M. (2017). Eksistensi Senjata Airsoft Gun dalam Perspektif Undang-Undang Darurat. Amanna Gappa, 70�78.
Fauzi, A. A., Kom, S., Kom, M., Budi Harto, S. E., Mm, P. I. A., Mulyanto, M. E., Dulame, I. M., Pramuditha, P., Sudipa, I. G. I., & Kom, S. (2023). Pemanfaatan Teknologi Informasi di Berbagai Sektor Pada Masa Society 5.0. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Fe, E. (2017). Buku pintar olahraga & permainan tradisional. Laksana.
Herlina, N. (2017). Permasalahan lingkungan hidup dan penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Galuh Justisi, 3(2), 162�176.
Ibrahim, J. (2005). Teori dan metode penelitian hukum normatif. Malang: Bayumedia Publishing.
Jaya, N. S. P. (2016). Hukum (Sanksi) Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Nasional. Masalah-Masalah Hukum, 45(2), 123�130.
Masngoedi, D. (2015). Pelaksanaan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga dikaitkan dengan Pengawasan dan kepemilikan Senjata Airsoft Gun tanpa ijin di Wilayah Kota Pontianak. Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura, 3(3).
Nasution, B. J. (2008). Metode penelitian ilmu hukum. Bandung: Mandar Maju.
Setiadi, H. E., & SH, M. H. (2017). Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan Hukum di Indonesia. Prenada Media.
Soekanto, S. (1985). Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cet.
Temarwud, S. H., Qamar, N., & Muhdar, M. Z. (2022). Penegakan Hukum Terhadap Kepemilikan Senjata Api Tanpa Izin Pada Suku Atam: Studi Pada Kepolisian Resor Manokwari Selatan. Journal of Lex Philosophy (JLP), 3(2), 347�356.
Wauran, R. V. (2020). Kepastian Hukum Perjanjian Secara Lisan Menurut Kuhperdata Pasal 1338. Lex Privatum, 8(4).
Wiranti, Y., & Arifin, R. (2020). Tantangan dan Permasalahan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Kosmik Hukum, 20(1), 45�55.
Copyright holder: Briyan Dustin, Hery
Firmansyah (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |